ABSTRAK
A. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam
memiliki kekayaan yang melimpah di bidang seni dan sastra, serta
terdapat keanekaragaman suku, bangsa, ras, agama dan budaya.
Pesatnya perkembangan teknologi memiliki pengaruh dan dampak
yang besar terhadap kehidupan manusia sehari-hari dalam berbagai
aspek yang mempermudah manusia serta berdampak juga pada
meningkatnya kesejahteraan manusia. Atas hal itu teknologi
dianggap sebagai suatu aset yang berharga dan semakin berharga
lagi karena proses invensi dan pengembangannya merupakan hal
yang cukup kompleks dan tidak mudah, lahir dari ide dan pemikiran
yang penuh dengan kreativitas dan inovasi yang perlu untuk
diapresiasi dan di hargai.
Karya intelektual manusia mampu melahirkan teknologi yang
sangat bermanfaat bagi kehidupan. Teknologi yang canggih serta
selalu diperbaharui dan ditingkatkan kualitasnya tentu saja lahir dari
karsa intelektual sebagai karya intelektual manusia. Karya tersebut
lahir tentunya dengan melibatkan tenaga, waktu, dan biaya sehingga
teknologi memiliki nilai ekonomi yang menjadi objek harta kekayaan
(property)1.
Masyarakat semakin melek akan peningkatan pendayagunaan
teknologi yang sederhana seiring dengan semakin tingginya
perkembangan teknologi di Indonesia. Di bidang teknologi, terhadap
suatu karya atau ide penemuan (invasi) yang apabila kemudian diolah
dapat menghasilkan suatu proses maupun suatu produk akan
diberikan suatu hak yang disebut dengan “paten”. 2 Untuk teknologi
yang masuk kedalam kategori atau golongan paten sederhana adalah
teknologi yang bersifat sederhana. Suatu invensi yang mempunyai
kegunaan praktis namun dalam invensi nya tidak memerlukan
penelitian (research) dan pengembangan (development) yang
mendalam dan memiliki nilai ekonomis disebut dengan paten
sederhana dan tetap wajib mendapatkan perlindungan hukum. Salah
satu bagian penting dari kemajuan industri adalah paten sederhana.
Tak hanya pasar nasional, pun pasar internasional yang
semakin berkembang menjadikan semangit sengitnya persaingan
pasar sehingga menyebabkan persaingan industri pada era globalisasi
kian sulit untuk dihadapi. Oleh sebab itu lah semakin meningkatnya
kebutuhan dalam penggunaan teknologi yang sifatnya sederhana.
Rasa, karsa, dan cipta manusia secara sederhana menghasilkan
intelektualitas yang melahirkan teknologi bersifat sederhana. Untuk
teknologi sederhana yang merupakan paten sederhana ini tidak
memerlukan penelitian dan pengembangan yang begitu mendalam. 3
Walaupun begitu, jerih payah penemu tetaplah harus dihormati dan
1 OK Saidin, “Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual”, PT Rajacafindo Persada, Jakarta,2006, Hal.
228.
2 Rachmadi Usman, “Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di
Indonesia”, Bandung, 2003, hal. 207.
3 Muhammad Djumhana dan Djubaidillah, “Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan Prakteknya di
Indonesia”, (Citra Aditya Bakti : Bandung), 2003, hal. 223.
dihargai dengan memberikan perlindungan hukum karena sangat
penting untuk melindungi hasil invasi penemu tersebut.
Di Indonesia sendiri, perihal pengaturan perlindungan hukum
terhadap karya intelektual tersebut, Indonesia sebagai subjek hukum
dalam lalu lintas perdagangan Internasional telah meratifikasi
Persetujuan Pembentukan WTO (Agreement Establishing the World
Trade Organization) pada tanggal 2 November 1994, yang di dalamnya
memuat Lampiran Perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights (Perjanjian TRIPs) yang mengatur norma-norma
standar yang 3 berlaku secara Internasional tentang Hak kekayaan
Intelektual (HKI) . Sementara itu, untuk saat ini di Indonesia hak
paten sederhana dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2001 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2016 tentang Paten (Lembaran Negara R.I Nomor 176,
Tambahan Lembaran Negara R.I Nomor 5922).
Namun pada kenyataannya sampai pada saat ini UU Paten
masih belum dapat sepenuhnya menjawab fakta serta permasalahan
sosial. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kasus pembajakan dalam
bidang paten sederhana yang bertentangan dengan UU Paten yang
terjadi dalam praktek dan di lapangan. Untuk itu penulis akan
membahas kasus terkait perlindungan hukum pada paten sederhana
dalam tulisan ini.
Menurut Syawal Eza Arrozi dalam jurnalnya yang berjudul
“Perlindungan Hukum Terhadap Paten Sederhana di Indonesia (Studi
Putusan MA No. 167/Pdt Sus.HKI/2017)” bentuk perlindungan
hukum yang diberikan atas hak paten sederhana di Indonesia
berdasarkan ketentuan yang berlaku pada saat ini adalah paten
diberikan atas dasar permohonan. Permohonan tersebut diajukan
dengan membayar biaya kepada Direktorat Paten, Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual yang diatur dalam Pasal 24 Ayat (2) Undang-
Undang No 13 Tahun 2016 tentang Paten. Syarat hak paten
sederhana diberikan perlindungan adalah memiliki nilai kebaruan,
pengembangan dari proses atau produk yang telah ada, dan dapat
diterapkan dalam industri yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU
Paten. Dalam hal perlindungan hukum terhadap paten sederhana di
Indonesia menganut sistem first to file, first to protect yang artinya
siapa yang mendaftar terlebih dahulu pada satu invensi yang sama,
maka yang pertama mendaftarlah yang diterima hal tersebut sesuai
dengan ketentuan Pasal 34 UU Paten lama dan Pasal 37 UU No. 13
Tahun 2016 tentang Paten. Sedangkan perlindungan hukum yang
diberikan terhadap paten sederhana berdasarkan Trade Related of
Intellectual Property Rights (TRIPs) dalam article 27 yaitu paten
diberikan pada setiap invensi baik produk maupun proses di semua
bidang teknologi asalkan invensi tersebut baru, memiliki langkah
inventif, serta keterserapan industrial. Selain itu, paten diberikan
tanpa diskriminasi dalam kaitan dengan tempat invensi bidang
teknologi dan apakah produk tersebut diimpor atau diproduksi secara
lokal.
Kesesuaian perlindungan hukum bagi pemegang hak paten
sederhana di Indonesia yang dikaitkan dengan putusan MA No.167
K/Pdt Sus.HKI/2017 adalah semestinya majelis hakim menerima
gugatan Indra Mustakim dan menyatakan batal demi hukum
terhadap hak paten sederhana atas nama Sukianto. Namun yang
terjadi adalah sebaliknya majelis hakim tidak menerima gugatan
Indra Mustakim dengan alasan bahwa Indra Mustakim tidak
mengikutsertakan Direktorat Paten, Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual sebagai pihak dalam gugatannya. Seharusnya Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta hanya perlu melakukan
pemeriksaan apakah invensi yang diduga tidak memiliki kebaruan
(novelty) adalah sama atau terantisipasi dengan teknologi yang
terungkap sebelumnya sehingga hal tersebut sesuai dengan
ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2016
tentang Paten, dan sesuai dengan ketentuan Perjanjian TRIPs dalam
article 27.
Terdapat kesamaan dalam pembahasan pembahasan antara
jurnal tersebut dengan jurnal penulis ini. Dalam jurnal ini juga
disebutkan bahwa apabila terdapat pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap hak paten maupun hak paten sederhana, maka
dapat dikenakan akibat hukum yang sudah diatur dalam regulasinya,
yakni Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten dan
TRIPs Agreement.4 Perlindungan hukum terhadap paten sederhana
secara mutatis mutandis telah diatur pada Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2016 tentang Paten (Lembaran Negara R.I Nomor 176,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922),
kecuali diatur lain pada BAB IX.
Akan tetapi, terdapat pula beberapa hal yang berbeda dalam
hal analisis kasus. Dalam jurnal ini disebutkan mengenai gugatan
kurang pihak (Plurium Litis Consortium). Gugatan kurang pihak
merupakan salah satu bentuk gugatan yang cacat formil yang timbul
atas kekeliruan atau kesalahan bertindak sebagai penggugat maupun
yang ditarik sebagai tergugat di kualifikasi mengandung error in
persona.5
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak
Paten Sederhana berdasarkan Undang-Undang Paten dan
Perjanjian TRIPs ?
2. Apakah Perlindungan Hukum Terhadap Paten Sederhana
Dalam Putusan MA No. 167 K/Pdt Sus.HKI/2017 berdasarkan
Undang-Undang Paten dan Perjanjian TRIPs di Indonesia sudah
tepat ?
B. METODE PENELITIAN
Metode pendekatan yang digunakan penulis adalah yuridis
normatif atau penelitian hukum doktrinal dengan meneliti bahan
4 Hikmah Fauziah Zahrin, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Paten Sederhana Papan
Dan Kotak Iklan Sepeda Motor Yang Digunakan Tanpa Seizin Pemegang Hak (Studi Putusan Nomor
61/Pdt.Sus-Paten/2018/Pn.Niaga.Jkt.Pst)”, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
2020), hlm.22
5 Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
dan Putusan Pengadilan”, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
kepustakaan yaitu data sekunder sebagai objek kajian yaitu
menggambarkan kepada pihak lain tentang apa dan bagaimana
korelasi hukum positif dengan materi penelitian. Soerjono Soekanto
dan Sri Mamudji berpendapat bahwa penelitian hukum normatif
merupakan penelitian terhadap unsur-unsur hukum baik unsur ideal
(normwissenschaft/sollenwischenschaft) yang menghasilkan kaidah-
kaidah hukum melalui filsafat hukum dan unsur riil yang
menghasilkan tata hukum tertentu.6 Depri Liber Sonata memberikan
pendapat bahwa penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
memiliki kecenderungan dalam mencitrakan hukum sebagai disiplin
preskriptif dimana hanya melihat hukum dari sudut pandang norma-
normanya saja yang bersifat preskriptif. 7 Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-
undangan (statue approach) yang dilakukan dengan mengkaji
perundang-undangan dengan memperhatikan struktur normal dalam
wujud tata urutan atau hierarki peraturan perundang-undangan
keberadaan norma pada sebuah peraturan yang bersifat khusus atau
umum.8 Dalam penelitian a quo, pendekatan yang juga digunakan
untuk tulisan ini adalah pendekatan kasus (case approach) dengan
membangun argumentasi hukum dari perspektif kasus konkret yang
erat kaitannya dengan peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat
(law in action).9 Data Primer bersumber dari perundang–undangan
yakni Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten yang telah
diganti menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Paten
dalam Pasal 121 sampai dengan Pasal 124 serta Perjanjian TRIPs dan
juga Putusan Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang berkaitan
dengan perlindungan hukum terhadap paten sederhana dalam sistem
hukum paten di indonesia yakni PUTUSAN MA NO. 167
6 Soerjono Soekanto,2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, hal. 42.
7 Depri Liber Sonata, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas Dari
Metode Meneliti Hukum”, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8 No. 1, Januari-Maret 2014, hal. 25.
8 I Made Pasek Diantha, 2016, “Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori
Hukum”, Jakarta: Kencana, hal. 156.
9 M.Syamsudin, 2007, “Operasionalisasi Penelitian Hukum”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 58.
kepustakaan berupa jurnal, laporan penelitian, internet, buku-buku
yang berkaitan dengan pembahasan dalam tulisan ini. Putusan
Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap paten sederhana dalam sistem hukum
paten di indonesia.
C. PEMBAHASAN
1. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Paten
Sederhana berdasarkan Undang-Undang Paten dan Perjanjian
TRIPs
Melihat pada pesatnya perkembangan teknologi, sejatinya tiap
individu tidak lepas dari kemampuan intelektual, ilmu pengetahuan,
dan perkembangan teknologi dalam keberlangsungan hidupnya
sehari-hari. Hak Kekayaan Intelektual atau yang selanjutnya dikenal
dengan HAKI memiliki hak-hak yang diakui, sebagaimana salah satu
bentuk hak tersebut disebut hak paten. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001, telah dijelaskan definisi
dari paten yang merupakan suatu hak eksklusif sebagaimana Negara
beri ditujukan untuk seorang yang disebut dengan penemu pada
hasil penemuan khususnya lingkup teknologi, dan juga pada kurun
waktu tertentu, invensi akan dilakukan oleh dirinya sendiri, atau
dapat juga dengan mengizinkan orang lain dalam melaksanakan
invensinya tersebut.10 Dalam hal ini, paten sendiri dapat dibedakan
menjadi dua jenis paten, yakni paten dan paten sederhana.
Sebagaimana untuk paten telah dijelaskan di atas, maka selanjutnya
terkait definisi dari paten sederhana itu sendiri adalah suatu hal yang
berupa penemuan baru yang menghasilkan produk maupun alat dan
mengandung fungsi praktis tertentu yang lebih baik daripada invensi
sebelumnya, baik dalam hal bentuknya, komponennya,
konfigurasinya, pun juga konstruksinya. 11
12 Erlina dan Melisa Safitri. “Analisis Komparatif Antara Perlindungan Paten Biasa dengan Paten
Sederhana Berdasarkan Undang-Undang Paten”. Jurnal Pranata Hukum, Vol. 15 No. 1 (2020),
http://jurnalpranata.ubl.ac.id/index.php/pranatahukum/article/view/216/199, diakses pada 22
November 2022
13 Edri Wahyudi, “Perbedaan Paten Dan Paten Sederhana (Utility Models)”, Jurnal Section Class
Content, (2021), hlm.23
14 Hikmah Fauziah Zahrin, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Paten Sederhana Papan
Dan Kotak Iklan Sepeda Motor Yang Digunakan Tanpa Seizin Pemegang Hak (Studi Putusan Nomor
61/Pdt.Sus-Paten/2018/Pn.Niaga.Jkt.Pst)”, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
2020), hlm.22
2016 tentang Paten (Lembaran Negara R.I Nomor 176, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922), kecuali diatur
lain pada BAB IX. Konteks perlindungan hukum disini mencakup
pengajuan, pengumuman, pemeriksaan, hak dan kewajiban
pemegang, pengambilalihan, dan pembatalan paten.
Namun paten sederhana tidak dimuat secara spesifik di dalam
Perjanjian TRIPs, hanya saja mengatur ketentuan yang harus
dipenuhi para negara anggota, dalam artian dapat diterapkan
ketentuan secara luas selama masih selaras dengan muatan
Perjanjian TRIPs juga prinsip yang terkandung dalam hukum
internasional.15 Article 27 Perjanjian TRIPs pada intinya menyatakan
bahwa paten harus tersedia untuk setiap invensi, baik produk
maupun proses, di semua bidang teknologi, asalkan invensi tersebut
baru, mengandung langkah inventif dan mampu diterapkan di
industri, juga hak paten dapat diterima dengan tidak bersifat
diskriminatif baik dari lokasi temuan, lingkup teknologi tertentu, dan
baik merupakan produk impor atau produksi domestik harus
dinikmati secara adil.16 Dari yang terkandung pada Perjanjian TRIPs
tersebut, sejalan dengan yang diamanatkan dalam Pasal 6 UU No. 14
Tahun 2001 tentang definisi dari paten sederhana dan lebih lanjut
mengenai syarat paten sederhana guna mendapatkan perlindungan
hukumnya pada Pasal 3 Ayat 2 UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten
yakni harusnya berbentuk suatu invensi yang baru, bersifat inovatif
dari produk/proses yang sudah ada sebelumnya, dan harus mampu
diimplementasikan pada suatu industri.17
Permohonan atas invensi diperlukan dalam rangka pemberian
hak paten oleh negara, namun hal tersebut digolongkan ke dalam dua
bentuk, yakni surat permohonan paten guna permohonan
kepemilikan paten itu sebagaimana dikenal dengan request of patent
yang dalam hal ini sudah mempunyai dokumennya tersendiri.
15 Purba, A. Zen Umar, “Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs”, Cet-I, P.T Alumni, Bandung, 2005,
hlm. 24
16 Trade-Related of Intellectual Property Rights (TRIPs), Art. 27
17 Pasal 6 UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Sedangkan, bentuk lainnya yaitu permintaan paten yang berisi
dokumen dikenal dengan patent of application. Dikenal pula istilah
filling date yang berarti kelengkapan dokumen yang menentukan
tanggal penerimaan dokumen permohonan paten.18
Instansi yang dalam hal ini berwenang dalam rangka
permohonan inventor atas paten sederhana, dapat diajukan kepada
Direktorat Paten, Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia. Instansi tersebut berwenang dalam pemeriksaan
formalitas beserta biaya yang diperlukan untuk permohonan. Pemilik
paten sederhana diwajibkan untuk membayar biaya tahunan selama
sepuluh tahun yang disesuaikan dengan jangka waktu hak paten
yang dimilikinya, apabila paten sederhana miliknya telah didaftarkan
secara resmi.19
Mengenai syarat permohonan yang wajib dipenuhi dalam
rangka pengajuan permohonan paten kepada Direktorat Paten,
sejatinya telah diatur dalam Pasal 25 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, di antaranya ialah:20
(1) Permohonan mengenai Pasal 24 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2016 tentang Paten, haruslah mengandung:
a) tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan
b) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan inventor
c) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemohon jika
pemohon bukan suatu badan hukum
d) nama dan alamat lengkap pemohon jika pemohon badan
hukum
e) nama dan alamat lengkap kuasa jika permohonan diajukan
melalui kuasa
f) nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang
pertama kali jika permohonan diajukan hak prioritas
18 Muhammad Djumhana dan Djubaidillah, “Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di
Indonesia”, cet. III, Citra Aditya Bakti., Bandung, 2003, hlm. 183
19 Firmansyah, Muhammad, “Tata Cara Mengurus Hak Atas Kekayaan Intelektual, Visismedia,
Jakarta”, 2008, hlm. 24
20 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri
persyaratan:
a) judul invensi
b) deskripsi tentang invensi
c) klaim atau beberapa klaim invensi
d) abstrak invensi
e) gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan
untuk memperjelas invensi, jika permohonan dilampiri dengan
gambar
f) surat kuasa dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa
g) surat pernyataan kepemilikan invensi oleh inventor
i. surat pengalihan hak kepemilikan invensi dalam hal
permohonan diajukan oleh pemohon yang bukan inventor
h) surat bukti penyimpanan jasad renik dalam hal permohonan
terkait dengan jasad renik. Sebagai aset, paten sederhana juga
dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.
Hal tersebut dijelaskan dalam ketentuan Perjanjian TRIPs
dalam article 28.2 yaitu: 21
Patent owners shall also have the right to
assign, or transfer by succession, the patent and to conclude licensing
contract. Sebagaimana memiliki korelasi dengan Pasal 74 Ayat (1)
Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten yang mengatur
pula mengenai: 22
(1) hak atas paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya
maupun sebagian karena:
a) pewarisan
b) hibah
c) wasiat
d) wakaf
e) perjanjian tertulis
f) sebab lain yang dibenarkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Pokok Perkara
Pokok gugatan Pemohon Kasasi/dahulu Penggugat
sebagaimana telah disidangkan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat adalah mengenai gugatan pembatalan atas
Paten Nomor IDS000001445 tanggal 1 Maret 2016 (tanggal
penerimaan permohonan 12 Oktober 2012) yang dikeluarkan
Direktorat Paten atas nama Termohon Kasasi/dahulu Tergugat
karena Paten atas nama Termohon Kasasi/dahulu Tergugat tersebut
mengandung kesamaan dengan Paten milik Pemohon Kasasi/dahulu
Penggugat Nomor IDS000001072 tanggal 8 Maret 2011 (tanggal
penerimaan permohonan 12 April 2010) yang telah dikeluarkan oleh
Direktorat Paten.
c. Pertimbangan Hakim
d. Amar Putusan
Pada putusan pengadilan tingkat pertama (judex factie),
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah
memberikan putusan dengan Nomor 41/Pdt.Sus/Paten/2016/PN
Niaga Jkt. Pst. tanggal 11 November 2016 yang pada pokok amar
putusannya menerima eksepsi tergugat (Sukianto) dan menyatakan
gugatan penggugat (Indra Mustakim) tidak dapat diterima.
25 Alifia Devi Erfamiati, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Paten Ditinjau Dari UU No.
14 Tahun 2001 Tentang Hak Paten”, Ganesha Law Review Vol. 3 Issue 2 (2021),
https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/GLR/article/view/443/303 (diakses 29 Oktober 2022)
26 Sadino dan Julia Astuti, “Penerapan Hak Paten di Indonesia”. Jurnal Magister Ilmu Hukum
(Hukum dan Kesejahteraan) Vol. 3 No. 2 (2021),
https://jurnal.uai.ac.id/index.php/JMIH/article/view/755/535 (diakses 22 November 2022).
Tahun 2016 tentang Paten.27 Apabila dikaitkan dengan kasus
tersebut, Indra Mustakim jelas sebagai inventor (penemu) yang
pertama atas invensi yang disempurnakan sehingga seharusnya
dalam hal ini permohonan paten sederhana pada tahun 2012 oleh
Sukianto tidak dapat diterima karena telah diajukan permohonan
terlebih dahulu pada tahun 2010 oleh Indra Mustakim.
27 Rignaldo Ricky Wowiling, “Penegakan Hukum Hak Paten Menurut Trips Agreement dan
Pelaksanaannya di Indonesia”, Jurnal Lex Crimen Vol. 6 No. 10 (2017),
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/18874/18424 (diakses 22 November
2022).
28 Elisa Sugito et al., “Sejarah Perbandingan Sistem Pendaftaran Paten Di Amerika Serikat Dengan
Di Indonesia”, Batulis Civil Law Review Vol. 2 No. 1 (2021),
https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/ballrev/article/view/459/pdf (diakses 29 Oktober 2022)
inventor terhadap paten sederhana tersebut, seharusnya Indra
Mustakim menjadi inventor satu-satunya yang dapat memproduksi
dan mendistribusikan barang tersebut dan menyatakan batal demi
hukum terhadap paten sederhana milik Sukianto. Dan Indra
Mustakim mendapatkan perlindungan hukum atas paten sederhana
dengan batas waktu 10 tahun.29 Setelah paten tersebut habis masa
perlindungannya, statusnya berubah menjadi public domain atau
menjadi milik umum, maka setiap orang dapat memproduksi atau
membuat invensi yang telah berakhir perlindungan patennya. 30
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap paten sederhana telah diatur
dalam UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan didalamnya juga
29 Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
30 A.A. Audiya, “Jenis-Jenis Paten dan Jangka Waktu Perlindungan Paten”, OSF Preprints (2019),
https://osf.io/9u347, (diakses 29 Oktober 2022)
mengatur mengenai perlindungan hukum yang mencakup mengenai
pengajuan, pengumuman, pemeriksaan, hak dan kewajiban
pemegang, pengambilalihan, dan pembatalan paten, sedangkan
dalam Perjanjian TRIPS tidak diatur secara spesifik mengenai paten
sederhana, tetapi hanya mengatur mengenai ketentuan secara luas
yang nantinya akan dilakukan ratifikasi oleh negara-negara anggota
terkait.
Dalam kasus Putusan MA NO. 167 K/PDT/SUS.HKI/2017,
dapat dilihat bahwa terdapat tidak kejelasan mengenai tujuan
gugatan yang tidak diatur jelas dalam peraturan perundang-
undangan terkait. Dengan adanya sistem first to file yang dianut
dalam pendaftaran hak paten, hal ini seharusnya dapat menjadi
pertimbangan besar bagi Majelis Hakim untuk memeriksa perkara
dengan dasar hukum yang jelas sebagai pertimbangan.
2. Saran
Paten sederhana pada saat ini masih belum dikenal oleh
masyarakat, maka dari itu Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
memiliki tugas untuk meningkatkan pemahaman hukum mengenai
paten sederhana baik kepada aparat hukum maupun masyarakat.
Dengan adanya sosialisasi, diharapkan paten dan paten sederhana
lebih mendapatkan insentif dari masyarakat.
Majelis hakim dalam memutuskan suatu perkara juga harus
dapat memeriksa dengan baik mengenai keberlakuan hak paten
sederhana dan juga barang bukti yang terkait untuk menciptakan
putusan yang berdasarkan dasar hukum yang jelas pada kasus yang
serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Bakti Saidin, OK. 2006. “Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual”.
Jakarta: PT. Rajagrafindo Indonesia.
Djumhana, Muhammad dan Djubaidillah. 2003. “Hak Milik Intelektual
Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia”. Bandung: Citra Aditya
Firmansyah, Muhammad. 2008. “Tata Cara Mengurus Hak Atas Kekayaan
Intelektual”. Jakarta: Visismedia.
Purba, A. Zen Umar. 2005. “Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs”.
Bandung: P.T Alumni.
Usman, Rachmadi. 2003. “Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual
Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia”. Bandung:
Alumni
Harahap, Yahya. “Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, Sinar Grafika,
Jakarta, 2012.
Soekanto, Soerjono. 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia, hal. 42.
Syamsudin, M. 2007, “Operasionalisasi Penelitian Hukum”, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, hal. 58.
Diantha, I Made Pasek, 2016, “Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam
Justifikasi Teori Hukum”, Jakarta: Kencana, hal. 156.
Jurnal:
A.A. Audiya. 2019. “Jenis-Jenis Paten dan Jangka Waktu Perlindungan
Paten”, OSF Preprints.
Ardani, Alif Muhammad, 2019. “Penghapusan Paten Terdaftar di Indonesia:
Perkembangan dan Penyebabnya”. Undang: Jurnal Hukum, Vol. 2
No.1
Erfamiati, Alifia Devi. 2021. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang
Hak Paten Ditinjau Dari UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Hak Paten”,
Ganesha Law Review Vol. 3 No. 2
Erlina dan Melisa Safitri. 2020. “Analisis Komparatif Antara Perlindungan
Paten Biasa Dengan Paten Sederhana Berdasarkan Undang-Undang
Paten”. Jurnal Pranata Hukum Vol. 15 No. 1.
Elisa Sugito, et.al. 2021. “Sejarah Perbandingan Sistem Pendaftaran Paten
Di Amerika Serikat Dengan Di Indonesia”, Batulis Civil Law Review
Vol. 2 No. 1
Sadino dan Julia Astuti. 2021. “Penerapan Hak Paten di Indonesia”. Jurnal
Magister Ilmu Hukum (Hukum dan Kesejahteraan) Vol. 3 No. 2.
Wahyudi, Edri. 2021. “Perbedaan Paten Dan Paten Sederhana (Utility
Models)”. Jurnal Section Class Content.
Wowiling, Rignaldo Ricky. 2017. “Penegakan Hukum Hak Paten Menurut
Trips Agreement dan Pelaksanaannya di Indonesia”, Jurnal Lex
Crimen Vol. 6 No. 10
Zahrin, Hikmah Fauziah. 2020. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang
Hak Paten Sederhana Papan Dan Kotak Iklan Sepeda Motor Yang
Digunakan Tanpa Seizin Pemegang Hak (Studi Putusan Nomor
61/Pdt.Sus-Paten/2018/Pn.Niaga.Jkt.Pst)”. Medan: Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Zuami, Mutia Denti Armala dan Bakti Tresnawati. 2020. “Perlindungan
Hukum Terhadap Pemegang Hak Paten Akibat Dihapusnya
Kepemilikan Hak Paten Dari Daftar Umum Paten”. Jurnal Juristic
Vol. 1 No.1
Sonata, Depri Liber. “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris:
Karakteristik Khas Dari Metode Meneliti Hukum”, Fiat Justitia Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 8 No. 1, Januari-Maret 2014, hal. 25.
Peraturan Perundang-Undangan:
Trade-Related of Intellectual Property Rights (TRIPs).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten