Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Paten merupakan hak bagi seseorang yang telah memperoleh invensi

baru. Di Indonesia sendiri, sistem yang diterapkan adalah first to file dalam

pendaftaran paten, di mana hak dan kewajiban inventor lahir ketika invensi

telah didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Inteletual. Terkait

dengan pengaturan paten di Indonesia, terdapat beberapa perubahan sebelum

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang paten, yaitu Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1989 yang telah diperbaruhi dengan Undang-Undang Nomor

13 Tahun 1997 dan diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 tentang Paten.1

Kebijakan paten memiliki tujuan membangun kemandirian Indonesia.

Perluasan substansi (hukum) berkaitan dengan obyek perlindungan paten

sebagaimana diatur UU No 13 Tahun 2016 harus menjamin kepastian hukum,

sehingga kepentingan nasional dalam upaya pengembangan teknologi dapat

direalisasikan. Pada sisi lain terdapat struktur hukum, dalam hal ini penegak

hukum dan pemangku kepentingan (stakeholder) berkaitan dengan kebijakan

dalam pengembangan teknologi dan budaya hukum yaitu sikap dan prilaku

masyarakat untuk melakukan inovasi sehingga dapat menjadi invensi yang

dapat diberikan paten. Pengembangan teknologi harus disertai dengan

1
Astri Safitri Nurdin, Rohaini dan Diane Eka Rusmawati, Pelaksanaan Pendaftaran Paten
dengan Cara Daring (Online), Pactum Law Journal Vol 2 No 02 Januari – Maret 2019.
1
2

pembangunan hukum, di lain pihak pembangunan hukum timbul karena

kebutuhan dalam mengatasi perkembangan teknologi, karena itu agar

pengembangan teknologi khususnya perluasan obyek paten dapat berjalan

dengan tertib dan teratur sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku

maka peranan hukum tidak dapat diabaikan.

Pemegang hak paten diberikan perlindungan atas dasar hukum

nasional ataupun hukum internasional sebagai hak prioritas untuk

melaksanakan sendiri atau secara bersama-sama invensi atau memberikan

kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan. Perlindungan paten sangat

perlu untuk ditegakkan. Selain itu, Negara harus dapat memberikan

pemahaman kepada masyarakat sebagai penemu untuk sungguh-sungguh

menghasilkan Paten dan menjadikan sebagai pemenuhan kesejahteraan.

Undang-Undang Paten tidak menjelaskan secara rinci bagaimana

pemerintah dapat melaksanakan fungsi kontrolnya terhadap isi perjanjian

mengenai ruang lingkup pembatasan-pembatasan tersebut. Ketidakjelasan

mengenai makna dan ruang lingkup pembatasan oleh Kantor Paten sebagai

wakil pemerintah dapat saja disalahgunakan oleh pihak licensor. Pemberi

teknologi dapat memanfaatkan ketidakjelasan yang belum diatur oleh

pemerintah dengan mengajukan dalih bahwa perjanjian lisensi pada dasarnya

adalah tunduk pada pasal 1338 KUHPerdata dan pasal 1320 KUHPerdata

yakni mendasarkan diri pada asas kebebasan berkontrak untuk menentukan

isi dan macam perjanjian.


3

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka judul

yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Tinjauan Yuridis New Novelty

Dalam Pengajuan Permohonan Hak Paten”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemberlakuan prinsip new novelty dalam pengajuan

permohonan paten?

2. Apa akibat hukum bagi pemohon paten yang tidak menggunakan prinsip

new novelty?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pemberlakuan prinsip new novelty dalam pengajuan

permohonan paten.

2. Mengetahui akibat hukum bagi pemohon paten yang tidak menggunakan

prinsip new novelty.

1.4 Manfaat Penelitian

Berikut manfaat dilakukan penelitian ini:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

menambah sumbangsih kepada ilmu pengetahuan secara umum dan

pada ilmu hukum khususnya hukum perdata yang berkaitan dengan


4

pemberlakuan prinsip new novelty dalam pengajuan permohonan

hak paten.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah bahan bacaan

di samping literatur yang sudah ada terkait dengan pemberlakuan

prinsip new novelty dalam pengajuan permohonan hak paten.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

masyarakat agar pihaknya mengetahui tentang pemberlakuan prinsip

new novelty dalam pengajuan permohonan hak paten.

b. Bagi peneliti selanjutnya, yang akan melakukan penelitian dengan

tema sejenis dapat menambah hal-hal yang dianggap kurang lengkap

dalam penelitian ini.

1.5 Kajian Pustaka

1.5.1 Hak Paten

Hak paten adalah bagian dari kekayaan intelektual di mana

menjadi satu bagian dari benda tidak berwujud. Hak paten adalah suatu

hak kebendanaan yang bersifat khusus, memiliki sifat dan karakter yang

sedikit berbeda dengan hak kebendaan pada umumnya. Hak eksklusif

atas suatu paten tetap berada di tangan inventor atau pemegang hak

paten selama inventor atau pemegang hak paten tidak mengalihkan

seluruh hak ekslusif dari investor atau pemegang hak paten tersebut

kepada penerima pengalihan hak paten. Hak kebendaan pada hak paten
5

memberikan konsekuensi bahwa hak paten dapat dialihkan. Hak paten

dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena

pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab lain yang

dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang paten.2 Terdapat

beberapa istilah dalam paten yaitu:

1. Invensi

Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu

kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi,

dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan

pengembangan produk atau proses.

2. Inventor atau pemegang paten

Merupakan seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang

secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam

kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah

inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak

tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih

lanjut hak tersebut yang terdaftar dalam daftar umum paren.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016, hak paten

adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada seorang investor

atas hasil invensi di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu,

2
Aili Papang Hartono, Pemberian Kredit dengan Jaminan Fidusia Hak Paten, (Bandung:
PT Alumni, 2020), hal 67.
6

melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan

kepada pihak lain untuk melaksanakan. Hak paten diberikan terkait

dengan ide-ide seorang inventor atau temuan yang dirupakan dalam

bentuk kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi

industri, khususnya untuk pemecahan masalah-masalah industri.3

Secara umum, perlindungan terhadap paten di Indonesia terbagi

menjadi dua jenis. Pertama, paten secara khusus yaitu merujuk pada

perlindungan yang diberikan kepada temuan baru, mengandung

langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Kedua, paten

sederhana yang merujuk kepada invensi yang mengandung

pengembangan produk atau proses yang sudah dan dapat diterapkan di

dalam industri.4

Hak paten adalah suatu hak khusus yang eksekutif berupa

penemuan baru yang dapat diterapkan dalam bidang perindustrian,

yang diberikan selama waktu tertentu, untuk melaksakan sendiri

penemuan tersebut. Penemuan yang dimaksud adalah suatu kegiatan

pemecahan masalah uang spesifik di bidang teknologi yang terdapat

dalam wujud: proses, hasil produksi, penyempurnaan dan

pengembangan proses, penyempurnaan dan pengembangan hasil

produksi. Pemberian paten pada dasarnya dilandasi oleh motivasi

3
Girinda M Paksi, Asfi Manzilati dan Marlina Ekawaty, Wakaf Bergerak: Teori dan
Praktik di Asia, (Malang: Penerbit Peneleh, 2020), hal 142.
4
Ibid.
7

tertentu, misalnya untuk melambangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Selain itu, dimaksudkan untuk:5

1. Penghargaan atas suatu hasil karya berupa penemuan baru

2. Pemberian intensif atas sebuah penemuan dan karya yang inovatif

adanya insetif yang adil dan wajar untuk kegiatan penelitian dan

pengembangan teknologi yang cepat

3. Paten sebagai sumber informasi teknik merupakan salah satu

alasan diberikan perlindungan paten atas suatu penemuan tertentu.

Pemegang paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan

paten yang dimiliki dan untuk melarang pihak lain yang tanpa

persetujuan: a) Dalam hal paten produk, terdiri dari membuat,

menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan atau

menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang

diberi paten; serta b) Dalam hal paten proses, yaitu menggunakan

proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang atau tindakan

lain. Larangan menggunakan proses produksi yang diberi paten, hanya

berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari

penggunaan proses yang diberi perlindungan paten.6

Sistem paten merupakan titik temu dari berbagai kepentingan,

yaitu: kepentingan pemegang paten, kepentingan investor dan

saingannya, kepentingan para konsumen, serta kepentingan masyarakat

5
Soesi Idayanti, “Hukum Bisnis, Teori dan Implementasi”, (Surabaya: Cipta Media
Nusantara, 2022), hal 100.
6
Abdul Atsar, Mengenal Lebih Dekat Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Sleman:
Deepublish, 2018), hal 48.
8

umum. Pihak yang memiliki hak untuk memperoleh paten adalah

penemu atau yang menerima lebih lanjut hak penemu tersebut. Hal

tersebut memberikan penegasan bahwa hanya penemu atau yang

menerima lebih lanjut hak penemu yang memiliki hak memperoleh

paten atas temuannya. Dalam kondisi tertentu, suatu penemuan bisa

lahir. Dalam hal untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan

atau analisis, larangan tersebut dapat dikecualikan sepanjang tidak

merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang paten dan tidak

bersifat komersial. Pemegang paten wajib membuat produk atau

menggunakan proses di Indonesia. Pemegang paten wajib membuat

produk atau menggunakan proses di Indonesia. Membuat produk atau

menggunakan prosses harus menunjang transfer teknologi, penyerapan

investasi dan/atau penyediaan lapangan kerja. Setiap pemegang paten

atau penerima lisensi paten wajib membayar biaya tahunan.7

Permohonan paten diajukan dengan membayar biaya kepada

Direktorat Jenderal, penepatan mengenai biaya pengajuan permohonan

paten selalu memperhatikan keadaan dan keperluan yang mampu

mendorong para penemu untuk mengajukan permintaan paten sebagai

penemunya. Pada Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) ditentukan,

permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada

Direktorat Jenderal dan permohonan harus memuat:8

7
Ibid, hal 49
8
Soesi Idayanti, hal 101.
9

1. Tanggal bulan, tahun, surat permohonan

2. Alamat lengkap dan alamat jelas pemohon

3. Nama lengkap dan kewarganegaraan investor

4. Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan

melalui kuasa

5. Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan untuk dapat diberikan

paten

6. Judul invensi

7. Klaim yang terkandung dalam invensi

8. Deskripsi tentang invensi, yang secara lengkap memuat keterangan

tentang tata melaksanakan invensi

9. Gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk

memperjelas invensi

10. Abstrak invensi

Terdapat beberapa syarat yang haruss dipenuhi saat mengajukan

paten, antara lain:9

1. Pemohon paten harus memenuhi segala persyaratan

2. Dirjen HAKI akan mengumumkannya 18 (delapan belas) bulan

setelah tanggal penerimaan permohonan paten

3. Pengumuman berlangsung selama enam bulan untuk mengetahui

apakah ada keberatan atau tidak dari masyarakat

9
Sadino dan Julia Astuti, Penerapan Hak Paten di Indonesia, Jurnal Universitas Al Azhar
Indonesia Vol III No 2 Juli Taun 2018.
10

4. Jika tahap pengumuman terlewati dan permohonan paten diterima,

maka pemohon paten berhak mendapatkan hak patennya untuk

jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak terjadi filling date.

Pada sisi lain, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh

inventor sebelum pihaknya mengajukan permohonan paten, antara

lain:10

1. Melakukan penelusuran

Tahapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang

teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang sama (state of the

art) yang memungkinkan adanya kaitannya dengan invensi yang

akan diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut

maka inventor dapat melihat perbedaan antara invensi yang akan

diajukan permohonan Patennya dengan teknologi terdahulu.

2. Melakukan analisis

Tahapan ini dimaksudkan untuk menganalisis apakah ada ciri

khusus dari invensi yang akan diajukan permohonan patennya

dibandingkan dengan invensi terdahulu.

3. Mengambil keputusan

Apabila invensi yang dihasilkan tersebut mempunyai ciri teknis

dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka invensi tersebut

sebaiknya diajukkan permohonan Patennya. Sebaliknya jika tidak

ditemukan ciri khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu

10
Ibid.
11

diajukan untuk menghindari kerugian dari biaya pengajuan

permohonan paten.

Paten diberikan untuk jangka waktu dua puluh tahun terhitung

sejak tanggal penerimaan. Jangka waktu tidak dapat diperpanjang.

Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dan

diumumkan melalui media elektronik dan/atau media non elektronik.

Paten sederhana diberikan untuk jangka waktu sepuluh tahun terhitung

sejak tanggal penerimaan. Jangka waktu tidak dapat diperpanjang.

Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten sederhana dicatat

dan diumumkan melalui media elektronik dan/atau media non

elektronik.11

Pihak yang berhak memperoleh paten atau pihak yang berhak

memperoleh paten adalah inventor atau orang yang menerima lebih

lanjut hak inventor yang bersangkutan, beberapa orang yang secara

bersama-sama, hak atas invensi dimiliki secara bersama-sama oleh para

inventor yang bersangkutan, pihak yang dianggap sebagai inventor

adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan

sebagai inventor dalam permohonan kecuali terbukti lain, pemegang

paten atas invensi yang dihasilkan oleh inventor dalam hubungan kerja

merupakan pihak yang memberikan pekerjaan, kecuali diperjanjikan

lain. Pemegang paten atas invensi yang dihasilkan oleh inventor dalam

hubungan dinas dengan instansi pemerintah dapat menggugat ke

11
Abdul Atsar, Op. Cit. hal 49.
12

Pengadilan Niaga jika suatu paten diberikan kepada pihak lain selain

dari yang berhak memperoleh paten.

Pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan

gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga terhadap setiap orang yang

dengan sengata dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat,

menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan atau

menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang

diberi paten dan menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk

membuat barang atau tindakan lain. Gugatan ganti rugi yang diajukan

terhadap perbuatan tersebut hanya dapat diterima jika produk atau

proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan invensi yang telah

diberi paten. Selain peneyelesaian ssengketa melalui pengadilan, para

pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif

penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau

alternatif penyelesaian sengketa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.12

Terkait dengan tindak pidana hak paten, dilakukan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten.

Pasal 161

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk paten, dipidana dengan

12
Abdul Atsar, Op. Cit. hal 53.
13

pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak

Rp 1.000.000.000,00

Pasal 162

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk paten sederhana,

dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda

paling banyak Rp 500.000.000,00

Pasal 163

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 161 dan/atau Pasal 162, yang mengakibatkan

gangguan kesehatan dan/atau lingkungan hidup, dipidana dengan

pidana penjara paling lama tujuh tahun dan/atau denda paling

banyak Rp 2.000.000.000,00

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 161 dan/atau Pasal 162, yang mengakibatkan kematian

manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh

tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3.500.000.000,00.

Pasal 164

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membocorkan

dokumen permohonan yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud

dalam pasal 45 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua

tahun.
14

Pasal 165

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161, Pasal 162, dan

Paal 164 merupakan delik aduan.

Pasal 166

Dalam hal terbukti adanya pelanggaran paten, hakim dapat

memerintahkan agar barang hasil pelanggaran paten dimaksud disita

oleh Negara untuk dimusnahkan.

1.5.2 Prinsip New and Novelty

Prinsip New and Novelty merupakan sebuah prinsip utama yang

harus dimiliki oleh invensi dan inventor untuk memperoleh

perlindungan terhadap invensi. New berarti baru dan novelty adalah

penemuan baru yang memiliki kebaruan atau syarat kebaruan.13 Pasal 3

ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten

menjelaskan bahwa paten yang memperoleh perlindungan paten

diberikan untuk invensi yang baru, mengandung langkah inventif dan

dapat diterapkan dalam industri. Hal tersebut menunjukkan bahwa

sebuah invensi harus memiliki prinsip new atau baru untuk memperoleh

sebuah perlindungan paten. Suatu penemuan dapat diberikan paten

apabila merupakan hasil penemuan baru dalam bidang teknologi,

dengan kata lain harus memiliki kebaruan atau novelty. Kebaruan yang

dimaksud yaitu pada saat desain atau produk didaftarkan, belum ada

13
Ni Kadek Wedayanti Ari Suputri, “Prinsip New and Novelty dalam Perlindungan Paten
di Indonesia”, Jurnal Kertha Semaya Vol 8 No 8 Tahun 2020, hal 1246.
15

pengungkapan dan belum pernah diumumkan atau digunakan.14 Terkait

demikian, new and novelty adalah syarat mutlak yang menjadi syarat

substansif pertama dalam permohonan perlindungan paten.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah tata cara bagaimana melakukan

penelitian. Metode penelitian membicarakan mengenai tata cara

pelaksanaan penelitian. Metode penelitian dianggap sebagai suatu cara

untuk memecahkan masalah atau cara mengembangkan ilmu

pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Metode penelitian

juga dianggap sebagai cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang

valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan

suatu pengetahuan tertentu ssehingga pada gilirannya dapat digunakan

untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.15

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis normatif. Yuridis normatif dimaksudkan bahwa

penelitian mengacu pada norma-norma hukum dalam undang-undang

nasional. Penelitian yuridis normatif membahas doktrin-doktrin atau

asas – asas dalam ilmu hukum. Karakteristik utama penelitian hukum

14
Adi Kurniawan, “Konstruksi Pertimbangan Hakim dalam Penerapan Prinsip Kebaruan
(Novelty) pada Penyelesaian Sengketa Desain Industri”, Jurnal Legislasi Indonesia Vol 19 No 1
Maret 2022, hal 124.
15
Jonaedi Efendi dan Johny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris,
(Depok: Prenada Media Group, 2018), hal 3.
16

yuridis normatif dalam melakukan pengkajian hukum adalah: sumber

utamanya adalah bahan hukum bukan data atau fakta sosial karena

dalam penelitian hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang

berisi aturan-aturan yang bersifat normatif, di mana bahan-bahan

hukum tersebut terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder; pendekatannya yuridis normatif; menggunakan metode

interpretasi; analisis dialkukan dengan yuridis normatif; serta tidak

menggunakan statistik.16

1.6.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sumber bahan hukum primer

Merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari:

a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun

2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia

c. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 38 Tahun 2018 Tentang Permohonan Paten

16
Ateng Karsoma, “Perlindungan Hukum: Hak Paten Alpahankam”, (Bandung: Alumni,
2020), hal 39.
17

d. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Tata Cara

Pemberian Lisensi-Wajib Paten

e. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 30

Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pemberian Lisensi-Wajib

Paten

f. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 38

Tahun 2018 Tentang Permohonan Paten

2. Sumber bahan hukum sekunder

Merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, yaitu hasil penelitian hukum dengan berpacu

pada jurnal – jurnal hukum yang ada.

3. Sumber hukum tertier

Merupakan bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu:

kamus hukum dan eksiklopedia.17

17
Djulaeka dan Devi Rahayu, Buku Ajar Metode Penelitian Hukum, (Surabaya: Scopindo,
2019), hal 104.
18

1.6.3 Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan

dengan studi dokumen atau kepustakaan. Studi dokumen atau

kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data yang utama karena

pembuktian asumsi dasar penelitian didasarkan bersandar pada norma-

norma hukum positif, doktrin-doktrin atau ajaran hukum, hasil-hasil

penelitian akademik maupun putusan-putusan pengadilan, di mana

kesemuanya berbasis pada dokumen tertulis. Terkait dengan studi

dokumen pada dasarnya merupakan kegiatan mengkaji berbagai

informasi tertulis mengenai hukum, baik yang telah dipublikasikan atau

tidak dipublikasikan secara umum tetapi boleh diketahui oleh pihak

tertentu. Studi dokumen adalah kegiatan mengumpulkan dan

memeriksa dan menelusuri dokumen-dokumen atau kepustakaan yang

dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh

peneliti.

Dokumen yang dimaksud adalah berbagai dokumen hukum

yang biasanya tersimpan di berbagai perpustakaan. Pada pelaksanaan

studi dokumen atau kepustakaan, terdapat beberapa langkah yang

dilakukan, antara lain:18

18
Bachtiar, “Mendesain Penelitian Hukum”, (Sleman; Deepublish, 2021), hal 101.
19

1. Mengidentifikasi sumber bahan hukum di mana bahan tersebut

akan diperoleh melalui katalog perpustakaan atau langsung pada

sumber

2. Enginbentarisasi bahan hukum yang diperlukan peneliti melalui

daftar isi pada produk tersebut

3. Mencatat dan mengutip bahan hukum yang diperluka peneliti pada

lembar catatan yang telah disiapkan secara khsuus pula dengan

pemberian tanda pada setiap bahan hukum berdasarkan klasifikasi

sumber bahan hukum dan aturan perolehannya

4. Menganalisis berbagai bahan hukum yang diperoleh itu sesuai

dengan masalah dan tujuan penelitian.

1.6.4 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

analisis deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis

data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang

telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat

kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.19 Analisis kualitatif

yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, dan memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola,

19
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”, (Bandung: Alfabeta,
2016), hal 169.
20

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan menemukan

apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

1.6.5 Waktu Penulisan

Waktu penulisan proposal skripsi ini adalah kurang lebih selama

minimal dua bulan dan maksimal adalah enam bulan, di mana penulisan

dimulai sejak Bulan Juni sampai bulan September 2022.

1.6.6 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan penelitian ini, maka kerangka

dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri dari beberapa sub bab.

Proposal skripsi ini dengan judul “Tinjauan Yuridis New Novelty

Dalam Pengajuan Permohonan Hak Paten”. Dalam pembahasannya

dibagi menjadi 4 (empat) bab. Sebagaimana diuraikan secara

menyeluruh tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam

penulisan penelitian ini.:

Bab Pertama, pendahuluan dalam bab ini penulis membagi ke

dalam empat sub bab pembahasan, sub bab pertama adalah latar

belakang yang menguraikan tentang alasan-alasan dari masalah

penelitian yang diambil penulis, sub bab kedua adalah rumusan masalah

yang berisi tentang perumusan masalah dari uraian latar belakang, sub

bab ketiga adalah tujuan penelitian yang berisi tujuan dari penelitian,

sub bab keempat adalah manfaat penelitian, sub bab kelima adalah

kajian pustaka dan sub bab keenam adalah metode penelitian, yang
21

metodenya memakai normatif dengan menggunakan bahan hukum

primer dan sekunder.

Bab Kedua, dalam bab ini akan membahas mengenai

Pemberlakuan Prinsip New Novelty dalam Pengajuan Permohonan

Paten. Pada bab ini akan membahas persyaratan dalam pengajuan

permohonan paten sekaligus membahas mengenai praktik prinsip new

novelty dalam pengajuan permohonan paten.

Bab Ketiga, membahas tentang akibat hukum bagi pemohon

paten yang tidak menggunakan prinsip new novelty. Sub bab pertama

membahas tentang kedudukan hukum bagi pemilik hak paten. Sub bab

kedua mebahas tentang akibat hukum bagi pemohon paten yang tidak

menggunakan prinsip new novelty.

Bab keempat, penutup merupakan bagian terakhir dan sebagai

penutup dalam penulisan ini yang berisi kesimpulan dari pembahasan

yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan juga berisikan

saran-saran dari penulis. Dengan demikian bab penutup ini merupakan

bagian akhir dari penulisan ini sekaligus merupakan rangkuman

jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini.


22

1.6.7 Jadwal Penelitian

Tabel 1: Jadwal Penelitian

No Juni 2022 Juli 2022 Agustus 2022 September 2022


Jadwal W W W3 W W W W W W W W W W W W W4
Penelitian 1 2 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
1 Pendaftaran
Admiinistrasi
2 Pengajuan Judul
dan Dosen
Pembimbing
3 Penetapan Judul
4 Permohonan
dan Pengajuan
Surat ke Intansi
5 Observasi
Penelitian
6 Pengumpulan
Data
7 Pengerjaan
Proposal Bab I,
Bab II dan Bab
III
8 Bimbingan
Proposal
9 Seminar
Proposal
10 Revisi Proposal

11 Pengumpulan
Laporan
Proposal
12 Pendaftaran
Skipsi
13 Pengumpulan
data lanjutan
14 Penelitian Bab
II, Bab III, dan
Bab IV
15 Pengelolaan
Data dan
Analisis Skripsi
16 Bimbingan
Skripsi
17 Ujian Lesan

18 Pengumpulan
Skripsi
23

1.6.8 Rincian Biaya

Penelitian ini dibiayai secara pribadi oleh penulis dan kedua

orangorang tua penulis. Rincian penggunaan dana adalah sebagai

berikut :

Tabel 2 : Rincian biaya

No. Nama Kegiatan Biaya

1. Pembelian Buku Refrensi Rp. 60.000

2. Print Revisi Skripsi Rp. 60.000

3. Softcover Proposal Skripsi Rp. 50.000

Total Biaya Rp. 170.000

Anda mungkin juga menyukai