Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Perkembangan teknologi membawa pengaruh yang sangat besar
di dalam perkembangan dan kesiapan suatu negara khususnya
dalam menghadapi persaingan global saat sekarang ini.
Perkembangan teknologi tidak hanya di bidang teknologi tinggi,
seperti: komputer, televisi, dan alat elektronik lainnya, tetapi juga di
bidang mekanik, kimia, dan lain sebagainya.
Mengingat akan pentingnya hasil dari inovasi yang diperoleh
melalui tenaga, pikiran, waktu dan tidak sedikit biaya yang
dikeluarkan untuk sebuah penemuan atau perkembangan teknologi
melalui inovasi, maka diperlukan perlindungan atas hak dari
kekayaan intelektual yang disebut Paten.
Saat ini, teknologi mempunyai peran yang sangat signifikan
dalam kehidupan sehari-hari. Negara yang menguasai dunia adalah
negara yang menguasai teknologi. Amerika serikat, Jerman, Perancis,
Rusia dan Cina merupakan contoh negara yang sangat maju dalam
bidang teknologi sehingga mereka mampu memberi pengaruh bagi
negara lain. Negara-negara tersebut melindungi teknologi mereka
secara ketat. Jadi jika ada seorang mahasiswa asing yang belajar
dalam bidang teknologi di negara-negara tersebut, maka dosen tidak
menularkan seluruh ilmunya kepada si mahasiswa tersebut. Karena
itu, Indonesia perlu merangsang warga negaranya untuk
mengembangkan teknologi dengan mengembangkan sistem
perlindungan terhadap karya intelektual di bidang teknologi yang
berupa pemberian hak paten.
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya
berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 1


pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu
surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak
eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi
kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk
membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai
gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu.
Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus
melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap
sebagai hak monopoli.
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten,
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor yang terdapat dalam
pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, yaitu:
Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat
berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses, sedangkan Inventor adalah seorang yang secara
sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan Invensi.
Dalam undang-undang ini diatur mengenai syarat paten,
jangka waktu berlakunya paten, hak dan kewajiban inventor sebagai
penemu invensi, tata cara permohonan hak paten, pegumuman dan
pemeriksaan substansif dll. Dengan adanya undang-undang ini maka
diharapkan akan ada perlindungn terhadap kerya intelektual dari
putra dan putri indonesia.
B. Identifikasi Masalah

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 2


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan
masalah yang menjadi batasan penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah prosedur pendaftaran Hak Paten?
2. Bagaimana cara pengalihan Hak Paten?
3. Bagaimana perlindungan hukum bagi para pemilik Hak Paten?

C. Maksud dan Tujuan Penulisan


Maksud dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui
kajian hukum yang mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan Hak Paten. Sedangkan tujuan dari penulisan tugas makalah
ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami prosedur pendaftaran Hak Paten.
2. Mengetahui dan memahami cara pengalihan Hak Paten.
3. Mengetahui perlindungan hukum bagi para pemilik Hak Paten.

D. Kerangka Pemikiran
Paten merupakan perlindungan hukum untuk karya intelektual
di bidang teknologi. Karya intelektual tersebut dituangkan ke dalam
suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi,
yang dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan
pengembangan produk dan proses. Beberapa istilah yang sering
digunakan dalam Paten antara lain:
1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut
atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
2. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi
dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 3


3. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang
yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke
dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
4. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak
yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain
yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam
Daftar Umum Paten.
5. Paten Sederhana adalah invensi yang memiliki nilai kegunaan
lebih praktis daripada invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata
atau berwujud (tangible). Adapun invensi yang sifatnya tidak kasat
mata (intangible), seperti metode atau proses, penggunaan,
komposisi, dan produk yang merupakan product by process tidak
dapat diberikan perlindungan sebagai Paten Sederhana. Namun
demikian, sifat baru dalam Paten Sederhana sama dengan Paten
biasa yaitu bersifat universal.
6. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan
permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris
Convention for the protection of industrial property atau agreement
establishing the world trade organization untuk memperoleh
pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan
tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu
dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris
Convention tersebut.

Lingkup Paten

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 4


a. Invensi yang dapat diberi Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten, invensi yang dapat dimintakan perlindungan Paten adalah
invensi yang:
1. Baru (novelty).
Invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, invensi
tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan
sebelumnya (prior art atau the state of art). Pengungkapan bisa
berupa uraian lisan, melalui peragaan, atau dengan cara lain yang
memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut
2. Mengandung langkah inventif (inventive step).
Yaitu invensi yang bagi seseorang dengan keahlian tertentu di
bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya
dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan
diajukan.
3. Dapat diterapkan dalam industri (industrial applicable).
Yaitu invensi dapat diterapkan dalam industri sesuai dengan
uraian dalam permohonan. Jika invensi tersebut dimaksudkan
sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara
berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama,
sedangkan jika invensi berupa proses, proses tersebut harus
mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik.

b. Invensi yang tidak dapat di-Paten-kan


Sebagai pengecualian, ada invensi-invensi yang tidak dapat
dipatenkan. Invensi-invensi tersebut adalah:
1. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau
pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau
kesusilaan.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 5


2. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau
pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan
teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
a. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;
b. Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman
atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikro-
biologis.

Bentuk dan Lama Perlindungan

Bentuk perlindungan Paten adalah pemberian hak eksklusif


bagi Pemegang Paten untuk:
a. Dalam hal Paten produk: membuat, menggunakan, menjual,
mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk
dijual, atau disewakan, atau diserahkan.
b. Dalam hal Paten proses: menggunakan proses produksi yang
diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam hal produk di atas.
Jangka waktu perlindungan untuk Paten adalah 20 (dua puluh)
tahun tidak dapat diperpanjang, dan untuk Paten Sederhana 10
(sepuluh) tahun juga tidak dapat diperpanjang. Jangka waktu
demikian dinilai cukup untuk memperoleh manfaat ekonomi yang
wajar bagi pemegang Paten atau Paten Sederhana.

Pelanggaran dan Sanksi

Untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau


analisa, termasuk kegiatan untuk keperluan uji bioekivalensi atau
bentuk pengujian lainnya, sepanjang tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pemegang Paten, dianggap bukan merupakan
pelanggaran pelaksanaan Paten yang dilindungi. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang betul-

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 6


betul memerlukan penggunaan invensi semata-mata untuk penelitian
dan pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten adalah agar
pelaksanaan atau penggunaan invensi tersebut tidak digunakan
untuk kepentingan yang mengarah kepada eksploitasi untuk
kepentingan komersial sehingga dapat merugikan bahkan dapat
menjadi kompetitor bagi Pemegang Paten. Selain itu, ketentuan
sanksi lainnya antara lain diatur sebagai berikut:
Menggunakan proses produksi yang diberi Paten, atau
membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau
diserahkannya produk atau proses yang diberi Paten, dipidana
penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau
diserahkannya produk atau alat yang diberi Paten sederhana,
dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Tindak pidana dalam Paten merupakan delik aduan.

E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah penelitian
deskriptif dengan cara menginventarisasi ketentuan atau peraturan
hukum yang berkaitan dengan hak paten. Selain itu dilakukan juga
studi pustaka untuk mencari berbagai informasi mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan hak paten.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 7


F. Sitematika Penulisan

Dalam sistematika ini, akan menyajikan atau memaparkan


gambaran-gambaran secara singkat mengenai pokok-pokok bahasan
dari makalah ini dengan membagi pembahasan kedalam tiga bab,
dimana dalam setiap bab dibagi lagi menjadi beberapa sub bab yang
antara lain adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan dan juga sebagai pengantar untuk


membahas bab-bab selanjutnya, adapun bab ini berisi latar belakang
penulisan, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penulisan,
kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASAN

Dalam bab II ini akan membahas mengenai masalah-masalah yang


telah dirumuskan dalam identifikasi masalah pada BAB I poin b.

BAB III PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir, maka dalam hal ini penulis akan
mencoba memberikan kesimpulan terhadap uraian-uraian yang telah
dikemukakan serta saran yang diharapkan dapat membantu di
kemudian. 

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 8


BAB II

PEMBAHASAN

A. Prosedur Pendaftaran Hak Paten.

Untuk prosedur paten di dalam negeri disebutkan, bahwa


pemohon paten harus memenuhi segala persyaratan. Dirjen HAKI
akan mengumumkannya 18 (delapan belas) bulan setelah tanggal
penerimaan permohonan paten. Pengumuman berlangsung selama 6
(enam) bulan untuk mengetahui apakah ada keberatan atau tidak
dari masyarakat. Jika tahap pengumuman ini terlewati dan
permohonan paten diterima, maka pemohon paten berhak
mendapatkan hak patennya untuk jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun sejak terjadi filling date.

Berikut merupakan prosedur pendaftaran hak paten


berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001:

1. Permohonan Paten diajukan dengan cara mengisi formulir yang


disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap
4 (empat).

2. Pemohon wajib melampirkan:

a. Surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melalui


konsultan Paten terdaftar selaku kuasa;

b. Surat pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak


lain yang bukan penemu;

c. Deskripsi, klaim, abstrak: masing-masing rangkap 3 (tiga);

d. Gambar, apabila ada : rangkap 3 (tiga);

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 9


e. Bukti prioritas asli, dan terjemahan halaman depan dalam
bahasa Indonesia rangkap 4 (empat), apabila diajukan dengan
hak prioritas.

f. Terjemahan uraian penemuan dalam bahasa Inggris, apabila


penemuan tersebut aslinya dalam bahasa asing selain bahasa
Inggris : rangkap 2 (dua);

g. Bukti pembayaran biaya permohonan Paten sebesar Rp.


575.000,- (lima ratus tujuh puluh lima ribu rupiah); dan

h. Bukti pembayaran biaya permohonan Paten Sederhana sebesar


Rp. 125.000,- (seratus dua puluh lima ribu) dan untuk
pemeriksaan substantif Paten Sederhana sebesar Rp. 350.000,-
(tiga ratus lima puluh ribu rupiah);

i. Tambahan biaya setiap klaim, apabila lebih dari 10 klaim:Rp.


40.000,- per klaim.

3. Penulisan deskripsi, klaim, abstrak dan gambar sebagaimana


dimaksud dalam butir 2 huruf c dan huruf d ditentukan sebagai
berikut:

a. Setiap lembar kertas hanya salah satu mukanya saja yang


boleh dipergunakan untuk penulisan dan gambar;

b. Deskripsi, klaim dan abstrak diketik dalam kertas HVS atau


yang sejenis yang terpisah dengan ukuran A-4 (29,7 x 21 cm )
dengan berat minimum 80 gram dengan batas sebagai berikut:

- dari pinggir atas: 2 cm

- dari pinggir bawah: 2 cm

- dari pinggir kiri: 2,5 cm

- dari pinggir kanan: 2 cm

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 10


c. Kertas A-4 tersebut harus berwarna putih, rata tidak mengkilat
dan pemakaiannya dilakukan dengan menempatkan sisinya
yang pendek di bagian atas dan bawah (kecuali dipergunakan
untuk gambar);

d. Setiap lembar deskripsi, klaim dan gambar diberi nomor urut


angka Arab pada bagian tengah atas dan tidak pada batas
sebagaimana yang dimaksud pada butir 3 huruf b (1);

e. Pada setiap lima baris pengetikan baris uraian dan klaim,


harus diberi nomor baris dan setiap halaman baru merupakan
permulaan (awal) nomor dan ditempatkan di sebelah kiri uraian
atau klaim serta tidak pada batas sebagaimana yang dimaksud
pada butir 3 huruf b (3);

f. Pengetikan harus dilakukan dengan menggunakan tinta (toner)


warna hitam, dengan ukuran antar baris 1,5 spasi, dengan
huruf tegak berukuran tinggi huruf minimum 0,21 cm;

g. Tanda-tanda dengan garis, rumus kimia, dan tanda-tanda


tertentu dapat ditulis dengan tangan atau dilukis;

h. Gambar harus menggunakan tinta Cina hitam pada kertas


gambar putih ukuran A-4 dengan berat minimum 100 gram
yang tidak mengkilap dengan batas sebagai berikut:
- dari pinggir atas: 2,5 cm
- dari pinggir bawah: 1 cm
- dari pinggir kiri: 2,5 cm
- dari pinggir kanan: 1 cm

i. Seluruh dokumen Paten yang diajukan harus dalam lembar-


lembar kertas utuh, tidak boleh dalam keadaan tersobek,
terlipat, rusak atau gambar yang ditempelkan;

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 11


j. Setiap istilah yang dipergunakan dalam deskripsi, klaim,
abstrak dan gambar harus konsisten satu sama lain.

Permohonan pemeriksaan substantif diajukan dengan cara


mengisi formulir yang telah disediakan untuk itu dalam bahasa
Indonesia dengan melampirkan bukti pembayaran biaya permohonan
sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).

Dan berdasarkan penjelasan diatas, setelah terdaftarnya hak


paten atas nama inventornya, maka menimbulkan hak dan kewajiban
bagi pemegang paten, dan hak eksklusif yang akan diperoleh
pemegang paten adalah hak untuk melaksanakan sendiri hak paten
yang dimilikinya, memberikan hak lebih lanjut kepada orang lain dan
hak untuk melarang orang lain untuk melaksanakan patennya tanpa
adanya persetujuan dari pemegang paten.

B. Cara Pengalihan Hak Paten.

Cara pengalihan Paten diatur dalam pasal 66 – pasal 68 UU


NO. 14 Tahun 2001. sebagai hak milik perseorangan, maka secara
hukum, Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun
sebagian karena:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian tertulis; atau
e. sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan Paten harus disertai dokumen asli Paten berikut


hak lain yang berkaitan dengan Paten itu. Segala bentuk pengalihan
Paten wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.
Pengalihan Paten yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal ini tidak
sah dan batal demi hukum.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 12


Syarat dan tata cara pencatatan pengalihan Paten diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden. Kecuali dalam hal pewarisan, hak
sebagai pemakai terdahulu tidak dapat dialihkan. Pengalihan hak
wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya. Pengalihan hak
tidak menghapus hak Inventor untuk tetap dicantumkan nama dan
identitasnya dalam Paten yang bersangkutan.

Adapun syarat Pengalihan Hak Paten berdasarkan Peraturan


Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2010 tentang Syarat dan Tata
Cara Pencatatan Pengalihan Paten (Berlaku sejak 7 Juni 2010) ,
yaitu:

1. Paten yang beralih atau dialihkan wajb dicatatkan pada Direktorat


Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.

2. Permohonan pencatatan pengalihan paten dapat diajukan oleh


pemohon atau kuasanya. Jika pemohon tidak bertempat tinggal;
atau tidak berkedudukan tetap di wilayah Negara Republik
Indonesia, permohonan pencatatan pengalihan paten harus
diajukan melalui kuasanya di Indonesia.

3. Permohonan pencatatan pengalihan paten memuat nomor dan


judul paten; tanggal, bulan, dan tahun permohonan; nama dana
alamat lengkap pemohon; nama dan alamat lengkap pemegang
paten; dan nama dan alamat lengkap kuasa bila permohonan
diajukan melalui kuasa.

4. Pencatatan pengalihan paten harus memenuhi sejumlah syarat.


Yakni, telah membayar biaya permohonan pencatatan pengalihan
paten; telah membayar biaya tahunan atas paten untuk tahun
yang sedang berjalan; dan kelengkapan dokumen permohoan
pencatatan pengalihan paten.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 13


5. Dijelaskan pula bahwa terhitung 7 Juni 2010, permohonan
pencatatan pengalihan paten yang diterima sebelum
ditetapkannya Perpres ini, wajib menyesuaikan dengan Perpres ini.

6. Jika permohonan belum sesuai dengan persyaratan dalam Perpres


ini, dalam jangka waktu paling lama 60 hari sejak Perpres ini
ditetapkan, DIrektorat Jenderak Hak Kekayaan Intelektual
memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan
dimaksud paling lama 90 hari sejak tanggal pemberitahuan dari
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Lisensi Paten

Perjanjian lisensi Paten diatur dalam pasal 69- pasal 87 UU No.


14 Tahun 2001.Ada 2 (dua) jenis pengaturan lisensi Paten, yaitu:

a. Lisensi Sukarela (voluntary license).

Lisensi Sukarela diatur dalam pasal 69 – pasal 73 No. 14 Thn


2001. Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain
berdasarkan perjanjian Lisensi. Kecuali jika diperjanjikan lain,
lingkup Lisensi meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan
dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Paten tetap boleh


melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga
lainnya untuk melaksanakan perbuatan tersebut.

Perjanjian Lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik


langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan
perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang
menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan
mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan
dengan Invensi yang diberi Paten tersebut pada khususnya.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 14


Permohonan pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditolak oleh
Direktorat Jenderal. Perjanjian Lisensi harus dicatat dan diumumkan
dengan dikenai biaya. Dalam hal perjanjian Lisensi tidak dicatat di
Direktorat Jenderal, perjanjian Lisensi tersebut tidak mempunyai
akibat hukum terhadap pihak ketiga.

b. Lisensi Wajib

Lisensi wajib diatur dalam pasal 74 – pasal 87 UU No. 14 Thn


2001. Lisensi-wajib adalah Lisensi untuk melaksanakan Paten yang
diberikan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal atas dasar
permohonan. Setiap pihak dapat mengajukan permohonan lisensi-
wajib kepada Direktorat Jenderal untuk melaksanakan Paten yang
bersangkutan setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan
terhitung sejak tanggal pemberian Paten dengan membayar biaya.
Lisensi wajib hanya dapat diberikan apabila:
a. Pemohon dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan
bahwa ia:
1) Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri
Paten yang bersangkutan secara penuh;
2) Mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan Paten
yang bersangkutan dengan secepatnya; dan
3) Telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka
waktu yang cukup untuk mendapatkan Lisensi dari
Pemegang Paten atas dasar persyaratan dan kondisi yang
wajar, tetapi tidak memperoleh hasil; dan

b. Direktorat Jenderal berpendapat bahwa Paten tersebut


dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang
layak dan dapat memberikan manfaat kepada sebagian
besar masyarakat.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 15


Undang-Undang Tentang Pengalihan Paten dan Lisensi

BABV

PENGALIHAN DAN LISENSI PATEN

Bagian Pertama

Pengalihan

Pasal 66

(1) Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun


sebagian karena:

a. pewarisan;

b. hibah;

c. wasiat;

d. perjanjian tertulis; atau

e. sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Pengalihan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,


huruf b, dan huruf c, harus disertai dokumen asli Paten berikut
hak lain yang berkaitan dengan Paten itu.

(3) Segala bentuk pengalihan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.

(4) Pengalihan Paten yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal ini
tidak sah dan batal demi hukum.

(5) Syarat dan tata cara pencatatan pengalihan Paten diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 16


Pasal 67

(1) Kecuali dalam hal pewarisan, hak sebagai pemakai terdahulu


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak dapat dialihkan.

(2) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat
dan diumumkan dengan dikenai biaya.

Pasal 68

Pengalihan hak tidak menghapus hak Inventor untuk tetap


dicantumkan nama dan identitasnya dalam Paten yang bersangkutan.

Bagian Kedua

Lisensi

Pasal 69

(1) Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain


berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.

(2) Kecuali jika diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 berlangsung selama jangka waktu Lisensi
diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia.

Pasal 70

Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Paten tetap boleh melaksanakan


sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk
melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 17


Pasal 71

(1) Perjanjian Lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung


maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian
Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan
bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi
pada umumnya dan yang berkaitan dengan Invensi yang diberi Paten
tersebut pada khususnya.

(2) Permohonan pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditolak oleh Direktorat
Jenderal.

Pasal 72

(1) Perjanjian Lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai


biaya.

(2) Dalam hal perjanjian Lisensi tidak dicatat di Direktorat Jenderal


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian Lisensi tersebut tidak
mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

Pasal 73

Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian Lisensi diatur dengan


Peraturan Pemerintah

Bagian Ketiga

Lisensi-wajib

Pasal 74

Lisensi-wajib adalah Lisensi untuk melaksanakan Paten yang


diberikan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal atas dasar
permohonan.

Pasal 75
Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 18
(1) Setiap pihak dapat mengajukan permohonan lisensi-wajib kepada
Direktorat Jenderal untuk melaksanakan Paten yang bersangkutan
setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak
tanggal pemberian Paten dengan membayar biaya.

(2) Permohonan lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa Paten yang bersangkutan
tidak dilaksanakan atau dilaksanakan tidak sepenuhnya di Indonesia
oleh Pemegang Paten.

(3) Permohonan lisensi-wajib dapat pula diajukan setiap saat setelah


Paten diberikan atas alasan bahwa Paten telah dilaksanakan oleh
Pemegang Paten atau Penerima Lisensi dalam bentuk dan dengan cara
yang merugikan kepentingan masyarakat.

Pasal 76

1) Selain kebenaran alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75


ayat (2), lisensi-wajib hanya dapat diberikan apabila:
a. Pemohon dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa ia:
b. Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri Paten yang
bersangkutan secara penuh;

2) mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan Paten yang


bersangkutan dengan secepatnya; dan

3) telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu


yang cukup untuk mendapatkan Lisensi dari Pemegang Paten atas
dasar persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak memperoleh
hasil; dan

4) Direktorat Jenderal berpendapat bahwa Paten tersebut dapat


dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan dapat
memberikan manfaat kepada sebagian besar masyarakat.

(2) Pemeriksaan atas permohonan lisensi-wajib dilakukan oleh

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 19


Direktorat Jenderal dengan mendengarkan pula pendapat dari instansi
dan pihak-pihak terkait, serta Pemegang Paten bersangkutan.

(3) Lisensi-wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama
daripada jangka waktu perlindungan Paten.

Pasal 77

Apabila berdasarkan bukti serta pendapat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 76 Direktorat Jenderal memperoleh keyakinan bahwa
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) belum
cukup bagi Pemegang Paten untuk melaksanakannya secara komersial
di Indonesia atau dalam lingkup wilayah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2), Direktorat Jenderal dapat menunda
keputusan pemberian lisensi-wajib tersebut untuk sementara waktu
atau menolaknya.

Pasal 78

(1) Pelaksanaan lisensi-wajib disertai pembayaran royalti oleh penerima


lisensi-wajib kepada Pemegang Paten.

(2) Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan cara pembayarannya


ditetapkan oleh Direktorat Jenderal.

(3) Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan memperhatikan tata


cara yang lazim digunakan dalam perjanjian Lisensi Paten atau
perjanjian lain yang sejenis.

Pasal 79

Keputusan Direktorat Jenderal mengenai pemberian lisensi-wajib,


memuat hal-hal sebagai berikut:

a. lisensi-wajib bersifat non-eksklusif;

b. alasan pemberian lisensi-wajib;

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 20


c. bukti, termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk
dijadikan dasar pemberian lisensi-wajib;

d. jangka waktu lisensi-wajib;

e. besarnya royalti yang harus dibayarkan penerima lisensi-wajib


kepada Pemegang Paten dan cara pembayarannya;syarat
berakhirnya lisensi-wajib dan hal yang dapat membatalkannya;

f. lisensi-wajib terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan


pasar di dalam negeri; dan

g. lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak


yang bersangkutan secara adil.

Pasal 80

(1) Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan pemberian


lisensi-wajib.

(2) Pelaksanaan lisensi-wajib dianggap sebagai pelaksanaan Paten.

Pasal 81

Keputusan pemberian lisensi-wajib dilakukan oleh Direktorat Jenderal


paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diajukannya permohonan
lisensi-wajib yang bersangkutan.

Pasal 82

(1) Lisensi-wajib dapat pula sewaktu-waktu dimintakan oleh Pemegang


Paten atas alasan bahwa pelaksanaan Patennya tidak mungkin dapat
dilakukan tanpa melanggar Paten lain yang telah ada.

(2) Permohonan lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


hanya dapat dipertimbangkan apabila Paten yang akan dilaksanakan
benar-benar mengandung unsur pembaharuan yang nyata-nyata lebih
maju dari pada Paten yang telah ada tersebut.
Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 21
(3) Dalam hal lisensi-wajib diajukan atas dasar alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2):

a. Pemegang Paten berhak untuk saling memberikan Lisensi untuk


menggunakan Paten pihak lainnya berdasarkan persyaratan yang
wajar.

b. Penggunaan Paten oleh penerima Lisensi tidak dapat dialihkan


kecuali bila dialihkan bersama-sama dengan Paten lain.

(4) Untuk pengajuan permohonan lisensi-wajib kepada Direktorat


Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku
ketentuan Bab V Bagian Ketiga Undang-undang ini, kecuali ketentuan
mengenai jangka waktu pengajuan permohonan lisensi-wajib
sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat (1).

Pasal 83

(1) Atas permohonan Pemegang Paten, Direktorat Jenderal dapat


membatalkan keputusan pemberian lisensi-wajib sebagaimana
dimaksud dalam Bab V Bagian Ketiga Undang-undang ini apabila:

a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian lisensi-wajib tidak ada


lagi;

b. penerima lisensi-wajib ternyata tidak melaksanakan lisensi-wajib


tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya
untuk segera melaksanakannya;

c. penerima lisensi-wajib tidak lagi mentaati syarat dan ketentuan


lainnya termasuk pembayaran royalti yang ditetapkan dalam
pemberian lisensi-wajib.

(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan


diumumkan.

Pasal 84

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 22


(1) Dalam hal lisensi-wajib berakhir karena selesainya jangka waktu
yang ditetapkan atau karena pembatalan, penerima lisensi-wajib
menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya.

(2) Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan lisensi-wajib


yang telah berakhir.

Pasal 85

Berakhirnya lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 atau


Pasal 84 berakibat pulihnya hak Pemegang atas Paten yang
bersangkutan terhitung sejak tanggal pencatatannya.

Pasal 86

(1) Lisensi-wajib tidak dapat dialihkan, kecuali karena pewarisan.

(2) Lisensi-wajib yang beralih karena pewarisan tetap terikat oleh


syarat pemberiannya dan ketentuan lain terutama mengenai jangka
waktu, dan harus dilaporkan kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat
dan diumumkan.

Pasal 87

Ketentuan lebih lanjut mengenai lisensi-wajib diatur dengan Peraturan


Pemerintah.

C. Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Hak Paten.

Dalam Pasal 1 angka 13 UU Paten dirumuskan lisensi sebagai


izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain
berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat
ekonomi dari suatu paten yang diberi perlindungan dalam jangka
waktu dan syarat tertentu. Selain melalui perjanjian lisensi,
pengalihan paten dapat dilakukan melalui lisensi wajib yang sesuai
Pasal 74 sebagai lisensi untuk melaksanakan Paten yang diberikan
berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal HaKI atas dasar

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 23


permohonan untuk melaksanakan paten yang telah dilindungi. Oleh
karena itu menjadi permasalahan tentang hak eksklusif paten bagi
pemegang lisensi wajib, syarat-syarat dan tata cara peralihan hak
paten melalui lisensi wajib, dan perlindungan hukum pemilik paten
dalam lisensi wajib.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui hak eksklusif paten bagi


pemegang lisensi wajib terbatas pada jangka waktu yang ditetapkan
Direktorat Jenderal HKI. Hak eksklusif paten bagi lisensi wajib tidak
dapat dialihkan, kecuali karena pewarisan yang tetap terikat oleh
syarat pemberiannya dan ketentuan lain terutama mengenai jangka
waktu, dan harus dilaporkan kepada Direktorat Jenderal HKI untuk
dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita
Resmi Paten. Lisensi-wajib dilaksanakan berdasarkan keputusan
Direktorat Jenderal HKI atas dasar permohonan dari setiap pihak
kepada Direktorat Jenderal untuk melaksanakan Paten yang
bersangkutan setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan
terhitung sejak tanggal pemberian Paten dengan membayar biaya,
dengan alasan bahwa Paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan
atau dilaksanakan tidak sepenuhnya di Indonesia oleh Pemegang
Paten.

Permohonan lisensi-wajib dapat pula diajukan setiap saat atas


alasan bahwa Paten telah dilaksanakan oleh pemegang Paten atau
penerima lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan
kepentingan masyarakat. Namun, sampai saat ini belum pernah
dilaksanakan lisensi wajib di Indonesia. Selain peraturan pemerintah
yang belum ada, juga masih terbatasnya kemampuan atau fasilitas
yang dibutuhkan untuk melaksanakan lisensi wajib atas produk yang
dibutuhkan tersebut.

Perlindungan hukum hak eksklusif pemegang Paten terhadap


lisensi wajib di dalam ketentuan UU Paten ditegaskan lisensi wajib
dapat berakhir sesuai Pasal 84 karena selesainya jangka waktu yang

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 24


ditetapkan atau karena pembatalan, atau penerima lisensi-wajib
menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya. Dengan berakhirnya
lisensi-wajib, maka menurut Pasal 85 berakibat pulihnya hak
pemegang atas Paten terhitung sejak tanggal pencatatannya.

Selain itu, dalam hal lisensi wajib pemegang paten tidak setuju
terhadap besarnya imbalan yang ditetapkan oleh Pemerintah, maka
sesuai ketentuan Pasal 102 pemegang paten dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Niaga. Dalam rangka melindungi
pemegang paten, maka tindakan tegas dari pemerintah dalam
mencegah terjadinya pelanggaran hak paten itu berupa ganti
kerugian bagi pemegang paten yang telah digunakan oleh pihak lain
tanpa seizin pemegang paten, dan memerintahkan si pelanggar
menghentikan kegiatannya memproduksi barang yang telah
dipatenkan, dan juga pemerintah segera menerbitkan Peraturan
Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan lisensi paten. Kemudian,
kepada para pihak yang melakukan pengalihan atas paten, walaupun
dalam Pasal 66 UU Paten tidak secara tegas ditentukan perjanjian
pengalihan paten harus dituangkan dalam akta notaris, maka demi
kesempurnaan dari perjanjian itu sebaiknya dilakukan di hadapan
notaris sebagai pejabat umum pembuat akta otentik.

Penyelesaian sengketa hak paten melalui Pengadilan Niaga


diatur dalam Pasal 117 Undang – Undang paten yang mana pihak
yang berhak atau yang menjadi subjek paten (diatur dalam Pasal 10,
Pasal 11, dan Pasal 12) dapat menggugat kepada pengadilan niaga
jika suatu paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak.

Pengadilan Niaga dalam Undang-undang paten diberi


kewenangan untuk menyelesaikan sengketa melalui Pengadilan
Niaga, diharapkan ketentuan yang abstrak didalam peraturan
perundang – undangan akan menjadi konkret dan efektif. Dalam
rangka memaksimalkan penegakan hukumnya, Undang – Undang
mengatur hal – hal sebagai berikut :

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 25


- Pengadilan Khusus.

- Penetapan Sementara.

- Hukum Acara Khusus.

- Upaya Hukum Kasasi.

- Ganti Rugi.

Di atas telah disinggung, Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan


Khusus yang berada di dalam lingkungan peradilan umum. Sebagai
peradilan khusus dilengkapi dengan organ berupa Hakim yang
bersertifikasi dan di didik secara khusus, ia berasal dari Hakim –
Hakim Pengadilan Negeri yang berpengalaman, dan Hakim Ad-Hoc
yang berasal dari para pakar dan profesional dibidang perkara
perniagaan. Hakim – Hakim sebagai pejabat yang bertugas dan
berwenang menerapkan ketentuan hak paten sebagaimana diatur
dalam Undang – Undang.

Seperti halnya badan peradilan lainnya, Pengadilan Niaga juga


diberi mandat menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, suatu
kekuasaan yang mandiri yang mempunyai kewenangan
menyelenggarakan peradilan secara jujur dan adil. Tugasnya adalah
menerima, memeriksa, mengadili setiap perkara yang diajukan
kepadanya (termasuk didalamnya perkara – perkara dibidang paten).

Sebagai Hakim Niaga yang memeriksa sengketa paten harus


memahami kasus dan kriteria perlindungannya, yakni :

1. Apakah termasuk objek yang dilindungi.

2. Apakah termasuk kriteria yang dikecualikan dari perlindungan.

3. Apakah memenuhi persyaratan yang dilindungi.

4. Apakah terdaftar di negara tujuan dimana perlindungan

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 26


diharapkan.

5. Sedangkan penyebab perselisihan dalam sengketa hak paten


lazimnya adalah :

- Ketidak jelasan status kepemilikan.

- Penggunaan hak paten tanpa seizin pemilik.

- Tidak dipenuhinya perjanjian lisensi hak paten.

Dengan sarana Pengadilan Niaga yang dipandang memahami


kriteria sengketa paten diharapkan keadilan benar – benar tercapai
dan memuaskan. Idealnya setiap putusan Hakim mengandung 3
(tiga) unsur, yaitu :

1. Unsur kepastian hukum.

2. Unsur kemanfaatan.

3. Unsur keadilan.

Untuk memaksimalkan terwujudnya nilai – nilai kepastian


hukum, kemanfaatan dan keadilan, maka Hakim dalam menjatuhkan
keputusan seyogyanya menguasai seluk beluk metode penerapan
hukum seperti metode penafsiran, konstruksi, penghalusan hukum
dan sebagainya. Sehubungan dengan tugas Hakim dalam
pelaksanaan fungsi kekuasaan kehakiman, Retnowulan Sutantio
menyatakan otonomi kebebasan mencakup hal – hal sebagai berikut :

1. Menafsirkan peraturan perundang – undangan.

2. Mencari dan menemukan azas – azas dan dasar hukum.

3. Mencipta hukum baru apabila menghadapi kekosongan peraturan


perundang – undangan.

4. Dibenarkan pula melakukan contra legem, apabila ketentuan

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 27


peraturan perundang – undangan bertentangan dengan
kepentingan umum, dan

5. Mengikuti otonomi yang bebas untuk mengikuti yurisprudensi.

Sebelum suatu perkara hak paten masuk ke Pengadilan dan


didaftarkan, maka atas permintaan pihak yang merasa dirugikan,
Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan sementara
untuk upaya perlindungan terhadap pemilik hak paten untuk
mencegah kerugian yang lebih besar dalam hal ada pelanggaran
hukum yang dilakukan oleh pihak lain terhadap hak paten miliknya.
Diatur dalam Pasal 125 Undang-Undang Tentang Paten.

Sebagaimana diketahui, hak paten merupakan sistem hukum


yang masih sangat muda di Indonesia baik dari sisi regulasi maupun
implementasinya. Sistem hak paten berkembang di negara – negara
industri maju dan menjadi sistem yang bersifat global dan
terharmonisasi.

Demikian halnya dengan penetapan sementara merupakan hal


baru di Indonesia, sehingga perlu belajar dari praktik – praktik yang
sudah matang teruji diberbagai negara maju. Pengadilan di negara –
negara maju mengenal beberapa jenis putusan / penetapan seperti
Anton Pillar Order, Mareeva Injuction dan Interlocutory. Anton Pillar
Order : adalah putusan yang memberikan kewenangan kepada
Penggugat untuk melakukan inspeksi ke tempat lokasi Tergugat
dimana pelanggaran dilakukan / barang – barang hasil pelanggaran
disimpan. Mareeva Injuction : adalah putusan yang memberikan
kewenangan kepada Penggugat untuk meretensi aset – aset yang
diperlukan untuk pemeriksaan perkara. Interlocutory : adalah
putusan – putusan sela yang terkait dengan perintah Pengadilan
kepada pihak yang berperkara untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu tindakan selama proses perkara HKI
dipersengketakan masih berlangsung.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 28


Undang – Undang Hak Paten merupakan ketentuan yang
abstrak yang sesungguhnya merupakan “rencana sesuatu tata
hukum yang dikehendaki”. Peraturan tersebut menjadi in concreto
manakala diterapkan dalam suatu peristiwa hukum tertentu dalam
putusan Hakim.

Putusan Hakim akan bergantung kepada pembuktian para


pihak yang hukum acaranya diatur dalam hukum acara perdata
ditambah beberapa ketentuan khusus yang diatur dalam
peraturannya.

Di dalam hukum acara perdata dianut prinsip “actori incumbit


probatio” siapa yang mengaku mempunyai hak harus dibebani
dengan beban pembuktian. Selain itu terdapat azas hukum : equal
justice under law, suatu perlakuan yang sama terhadap para pihak,
yang bermakna siapa yang lemah pembuktiannya harus dikalahkan.

Dalam rangka membuktikan dan mendukung dalil gugatannya


para pihak dapat mengajukan alat – alat bukti seperti :
1. Surat – surat;
2. Saksi – saksi;
3. Persangkaan;
4. Pengakuan; dan
5. Sumpah; (periksa Pasal 164 HIR dan Pasal 284 Rbg.)

Membuktikan berarti memberikan kepastian secara yuridis,


dengan sarana alat bukti, menetapkan secara pasti apa yang terjadi
secara konkret dengan jalan mempertimbangkan atau memberikan
alasan – alasan logis, sehingga sampai pada kesimpulan peristiwa –
peristiwa tertentu dinyatakan benar atau dinyatakan tidak benar.
Pada gilirannya para pihak dapat memperoleh gambaran yang jelas
mengenai proses pengambilan keputusan dan alasan – alasan yang
menjadi dasar pengambilan putusan tersebut. Putusan yang baik
mengandung pertimbangan yang lengkap, akurat dan jelas.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 29


Hukum acara khusus juga terkristal dalam kekhususan
prosedur bagi penyelesaian sengketa dibidang hak paten di
Pengadilan Niaga yaitu adanya tenggang waktu yang ketat:

1. Penyampaian gugatan kepada Ketua Pengadilan.


2. Mempelajari berkas gugatan dan menetapkan hari sidangnya.
3. Pemanggilan para pihak untuk bersidang.
4. Pemeriksaan di persidangan.
5. Putusan harus diucapkan paling lama dalam 90 hari setelah
pendaftaran gugatan.
6. Penyampaian putusan kepada para pihak.

Putusan Pengadilan Niaga dalam sengketa hak paten terbuka


upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung. Kekhususan ditingkat
Kasasi sebagai berikut :

1. Tenggang waktu pengajuan Kasasi : paling lambat 14 hari.

2. Tenggang waktu penyampaian Memori Kasasi : paling lambat 7


hari sejak tanggal permohonan.

3. Pengiriman Memori Kasasi kepada pihak Termohon Kasasi : paling


lambat 2 hari setelah diterima Memori Kasasi.

4. Pengajuan Kontra Memori Kasasi paling lambat 7 hari setelah


penerimaan Memori Kasasi. Pengiriman Kontra Memori Kasasi
kepada pihak lawan (Pemohon Kasasi) paling lambat 2 hari.

5. Pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung paling lambat 14


hari setelah pengiriman Kontra Memori Kasasi tersebut di atas.

6. Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara Kasasi dan


menetapkan hari sidang paling lambat 7 hari setelah permohonan
Kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.

7. Putusan Kasasi harus diucapkan paling lambat 90 hari setelah

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 30


permohonan diterima oleh Mahkamah Agung.

8. Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan kepada Panitera


Pengadilan Niaga paling lambat 7 hari setelah putusan Kasasi
diucapkan.

9. Juru sita Pengadilan Niaga menyampaikan salinan putusan Kasasi


kepada Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi paling lambat 7
hari setelah putusan Kasasi diterima oleh Panitera Pengadilan
Niaga

Hak paten merupakan karya intelektual dari manusia. Yang


mana karya intelektual adalah aset yang mengandung nilai ekonomis.
Kepada pemiliknya diberikan hak monopoli / eksklusif untuk
mengontrol penggunaan karya intelektual yang dilindungi.

Pemegang Hak Kekayaan Intelektual akan memperoleh imbalan


keuangan atas infestasinya dalam menghasilkan karya intelektual.
Tuntutan ganti rugi Hak paten yang dalam Undang – Undang
mengatur ganti rugi antara lain Pasal 118 UU No. 14 Tahun 2001
tentang Paten.

Perkara Paten Sederhana, Putusan Pengadilan Niaga Jakarta


Pusat No. 37/Paten/2003/PN. Niaga Jkt.Pst. tanggal 09 Oktober
2003 jo Putusan Mahkamah Agung RI No. 046 K/HaKi/2003 tanggal
09 Februari 2004, antara lain mempertimbangkan sebagai berikut :

“Walaupun produk Penggugat dan Tergugat terdapat perbedaan “tali


air” akan tetapi perbedaan tersebut dapat dikualifisir sebagai
melanggar paten dasar dan atau melanggar semua modifikasi yang
tercakup dalam klaim paten No. 10. 0. 000.116. S tanggal 31 Mei
1996 milik Penggugat”.

1. Putusan Mahkamah Agung RI.

“Secara fungsi kedua genteng logam / metal tersebut adalah sama.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 31


Sehingga secara yuridis model genteng logam milik Tergugat hanya
merupakan modifikasi yang masih didalam lingkup penemuan
sebagaimana dimaksud dalam Surat Paten Sederhana milik
Penggugat”.

2. Putusan Pembatalan Hak Paten.

Putusan Mahkamah Agung RI No. 11 K/N/HaKi/2002 tanggal 30


September 2002 memutus sebagai berikut :

“Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk menghentikan,


membuat, menggunakan, menjual atau menyediakan untuk
dijual barang – barang hasil pelanggaran Paten miliknya
Penggugat Rekonpensi (Tergugat I Konpensi)”.

Putusan Mahkamah Agung (Peninjauan Kembali) No. 02 PK/N/


HaKi/2003 tanggal 13 Mei 2003.

“Sesuai dengan ketentuan Pasal 91 ayat (3) UU No.14 Tahun


2001, Subjek Hukum yang berhak mengajukan tuntutan
pembatalan Paten agar Paten lain yang sama dengan Patennya
dibatalkan oleh Hakim, adalah subjek hukum pemegang hak
Paten, yang hak Patennya sudah terdaftar sah pada Direktorat
Paten Departemen Kehakiman RI”.

“Oleh karena Penggugat Konpensi terbukti bukan pemegang


hak Paten, maka tuntutannya harus ditolak oleh judex facti”.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 32


1) Prosedur pendaftaran hak paten terdapat dalam pasal 24 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten.

2) Cara pengalihan Paten diatur dalam pasal 66 – pasal 68 UU NO.


14 Tahun 2001. sebagai hak milik perseorangan, maka secara
hukum, Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya
maupun sebagian.

3) Penyelesaian sengketa hak paten melalui Pengadilan Niaga diatur


dalam Pasal 117 Undang – Undang paten yang mana pihak yang
berhak atau yang menjadi subjek paten (diatur dalam Pasal 10,
Pasal 11, dan Pasal 12) dapat menggugat kepada pengadilan niaga
jika suatu paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang
berhak.

B. Saran

1) Pemerintah harus mempermudah dalam prosedur pendaftaran


hak paten, sehingga peraturan yang ada bisa dilaksanakan dengan
baik.

2) Dalam pengalihan hak paten, pemerintah harus membantu


mempermudah proes pengalihan hak paten, dengan biaya yang
sesuai dan syarat-syarat yang mempermudah proses pengalihan
hak paten.

3) Untuk memaksimalkan terwujudnya nilai – nilai kepastian hukum,


kemanfaatan dan keadilan dalam penyelesaian sengketa hak
paten, maka Hakim dalam menjatuhkan keputusan seyogyanya

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 33


menguasai seluk beluk metode penerapan hukum seperti metode
penafsiran, konstruksi, penghalusan hukum dan sebagainya.

Tugas Hukum Hak Milik Intelektual 34

Anda mungkin juga menyukai