Anda di halaman 1dari 24

PENGELOLAAN ADMINISTRATIF HAK PATEN

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas : Hak Kekayaan Intelektual

Dosen Pengampu : Siti Rofiah, MH., M.Si

Disusun Oleh :

1. Ulin Nuha (1702056006)


2. Dian Erien Novitasary (1702056030)
3. Muhamad Haekal (1702056049)
4. Siti Handayani (1702056063)
5. Mujadid Akbar (1702056074)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman modern saat ini ditandai dengan perkembangan di berbagai teknologi yang
sudah semakin maju. Setiap orang dapat memanfaatkan teknologi yang ada dengan mudah
untuk melakukan usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya.1 Di samping itu,
perkembangan teknologi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa btas. Perkembangan
teknologi juga menyebabkan perubahan social masyarakat berlangsung cepat.
Teknologi merupakan elemen penting dalam berkembangnya suatu Negara. Peranan
teknologi saat ini telah menjadi poin utama bagi kegiatan di berbagai sector kehidupan.
Teknologi memberikan andil besar terhadap perubahan-perubahan yang mendasar dalam
berbagai aspek. Sehingga semua masyarakat baik dari kalangan atas maupun bahwah harus
memiliki pengetahuan di bidang teknologi Banyak karya intelektual di bidang teknologi yang
bias membawa kenyamanan dan kemajuan di hidup masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia
perlu merangsang warga negaranya untuk mengembangkan teknologi dengan
mengembangkan system perlindungan terhadap karya intelektual di bidang teknologi yang
berupa pemberian hak paten.
Hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada investor atas hasil
investasinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri investasi
tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.2
Objek pengaturan paten adalah suatu penemuan baru dibidang teknologi yang dapat
diterapkan di bidang industry. Paten termasuk dalam kategori hak kekayaan perindustrian.
Oleh karena itu, dapat disumpulkan bahwa paten diberikan ide dalam bidang teknologi dan
teknolgi pada dasarnya adalah ide yang dapat diterapkan dalam proses industry.
Paten merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual atau lebih dikenal dengan istilah
HKI. Hak Kekayaan Intelktual (HKI) merupakan hak ekslusif yang berikan oleh Negara
kepada seseorang, sekelompok orang, maupun lembaga untuk memegang kuasa dalam
menggunakan dan mendapatkan manfaat dari kekayaan intelektual yang dimiliki atau

1
Ahmad M Ramil, Cyber Lawdan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, Banddung : PT. Refika Aditama, 2006, hlm 1
2
UU No 13 Tahun2016 Tentang Paten

2
diciptakan HKI menjadi sangat oenting untuk menggairahkanlaju perekonomian dunia yang
pada akhirnya membawa kesejahteraan umat manusia.3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengelolaan Adminitrasi Hak Paten ?
2. Bagaimana Pelanggaran Terhadap Hak Paten ?
3. Bagaiaman Penyelesaian Sengketa Hak Paten ?

3
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm 6

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Adminitrasi Hak Paten


1. Syarat-syarat Pemberian Paten
Syarat paten menurut Pasal 3 (1) UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, paten
diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat
diterapkan dalam industry. Invensi bersifat baru, menurut pasal 3, suatu Invensi dianggap
baru jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan teknologi yang
diungkapkan sebelumnya.
Guna mengetahui kebaharuan sebuah invensi, maka harus dilakukan pemeriksaan
terhadap data terdahulu utuk mencari dokumen pembanding yang terbit sebelum tanggal
penerimaan permohonan paten. Jika invensi yang diajukan tersebut dianggap baru.
Penilaian ada tidaknya langkah invenstif merupakan hal yang tidak mudah dilakukan di
dalam praktik. Sebagaimana ditetapkan di dalam pasal 3 suatu invensi mengandung
langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu
di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya. Jika invensi
tersebut berisi pemecahan masalah yang sama dengan pemecahan masalah invensi dalam
dokumen pembanding, maka dianggap tidak memenuhi unsur inventif.
Pemberian hak paten bersifat teritorial, yaitu mengikat hanya dalam lokasi tertentu.
Dengan demikian, untuk mendapatkan perlindungan paten di beberapa Negara atau
wilayah, seseorang harus mengajukan aplikasi paten dimasing-masing Negara atau
wilayah tersebut. PCT (Patent Cooperation Treaty) dibawah paying WIPO adalah salah
satu bentuk paten Internasional, yang nantinyaa paten dapat didaftarkan melalui PCT dan
mendapatkan pengakuan dari Negara yang tergabung di dalam PCT.4
2. Proses Pendaftaran Paten
Proses pendaftaran paten ini dimulai dengan mengajukan permohonan paten. Pasal
24 Undang-Undang Paten Nomor 13 Tahun 2016 menyatakan bahwa paten diberikan atas
dasar permohonan dan Pasal24 ayat (3) Undang-Undang Paten Nomer 13 Tahun 2016
menyatakan bahwa setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Invensi atau

4
Khoirul Hidayah, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Malang : Setara Press, 2017, hlm 92-93

4
beberapa Invensi yang merupakan satu kesatuan Invensi. Dari ketentuan Pasal 24
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 ini, jelas ditentukan bahwa pemberian paten
didasarkan oada permohonan yang diajukan oleh Investor atau kuasanya. Artinya, tanpa
adanya permohonan seseorang paten tidak akan diberikan. Permohonan paten dimaksud
hanya dapat diajukan baik untuk satu Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu
kesatuan dan saling berkaitan erat. Pada dasarnya, permohonan paten harus diajukan oleh
Investor dan disertai dengan membayar biaya permohonan pada Direktorat Jendral HaKI.
Dalam hal permohonan tidak diajukan oleh Investor atau diajukan oleh Pemohon yang
bukan Investor, menurut Pasal 25 Undang-Undang Paten Nomor 13 Tahun 2016
permohonan tersebut harus disertai pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa
ia berhak atas Invensi yang bersangkutan dan Invesor dapat meneliti surat Permohona
dimaksud dan atas biaya sendiri dapat meminta salinan dokumen permohonan tersebut.
Ada dua sistem pendaftaran paten yang dikenal di dunia, yaitu sistem registrasi dan
sistem ujian. Menurut sistem registrasi setiap permohonan pendaftaran paten diberi paten
oleh kantor paten secara otomatis. Spesifikasi dari permohonan tersebut hanya memuat
ujian monopoli yang diminta dan tidak diberi penjelasan secara rinci. Karena batas-batas
monopoli tidak dapat diketahui sampai pada saat timbul sengketa yang dikemukakan
disidang pengadilan yang untuk pertama kali akan menetapkan luasnya monopoli yang
diperbolehkan. Pada awalnya, sistem pendaftaran paten yamg banyak dipakai adalah
sistem registrasi. Namun karena jumlah permohonan makin lama semakin bertambah ,
beberapa sistem registrasi lambat laun diubah menjadi sistem ujian dengan pertimbangan
bahwa paten seharusnya lebih jelas menyatakan monopoli yang dituntut dan selayaknya
sejauh mungkin monopoli-monopoli yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tidak akan
diberi paten. Sebuah syarat telah di tetapkan bahwa semh spesifikasi paten harus meliputi
klaim-klaim yang dengan jelas menerangkan monopoli yang akan dipertahankan
sehingga pihak lain secara mudah dapat mengetahui yang mana yang dilarang oleh
monopoli dan yang mana yang tidak dilarang.
Dengan sistem ujian, seluruh instansi terkait diwajibkan untuk menguji setiap
permohonan pendaftaran dan bila perlu mendesak pemohon agar mengadakan perubahan
(amandement) sebelum hak atas paten tersebut diberkan. Pada umumnya ada tiga unsur
(kriteria) pokok yang diuji:

5
a. Invensi harus memenuhi syarat-syarat untuk diberi hak atas paten menurut Undang-
Undang Paten. Sedangkan syarat mendapatkan hak paten yaitu :
 Penemuan tersebut merupakan penemuan baru.
 Penemuan tersebut diproduksi apapun , tetapi tidak dapat diproduksi dalam
penemuan teknologi, secangih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam
skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak
berhak atas paten
 Penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya. Jadi
bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya
pensil+penghapis menjadi pensil dengan oenghapus diatasnya. Hal ini tidak
bisa dipatenkan.
b. Invensi baru harus mengandung sifat kebaruan
c. Invensi harus mengandung unsur menemukan sesuatu yang bersifat kemajuan dari
apa yang telah diketahui.

Di Indonesia sendiri ketentuan tentang sistem pendaftran paten semula merujuk


pada Pengumuman Menteri Kehakiman tanggal 12 Agustus 1853 No. J.S.5/4/41/4 (Berita
Negara No.53-69) tentang Permohonan Sementara Pendaftaran Paten.

Adapun syarat-syarat permohonan pendaftaran menurut Pengumuman Menteri


Kehakiman tersebut adalah :

 Permohonan pendaftran paten harus disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahan si pemohon dengan disertai terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Surat
permohonan harus ditandatangani oleh si pemohon sendiri dan harus disebut dalam
surat itu nama alamat, dan kebangsaan pemohon. Syarat demikian harus dipenuhi
pula apabila permohonan diajukan oleh seseorang yang bertindak bagi dan atas
nama pemohon selaku kuasanya;
 Surat pemohon harus disertai :sebuah uraian dari ciptaan baru (maksudnya temuan
baru dari penulis yang dimintakan rangkap tiga (3). Jika perlu sebuah gambar atau
lebih dan setiap gambar harus dibuat rangkap dua (2). Surat kuasa, apabila

6
permohonan diajukan oleh seorang kuasa. Surat pengangkatan seorang kuada yang
betempat tinggal di Indonesia.5
3. Pemeriksaan Paten
Dalam pemeriksaaan peten ada namanya pemeriksaan administratif dan
pemeriksaan substansi. Untuk menentukan apakah permintaan paten untuk suatu
penemuan dapat dikabulkan atau ditolak, diperlukan pemeriksaan yang bersifat
substansif. Tetapi untuk diadakannya pemeriksaan tersebut, harus diajukan permintaan
secara tertulis yang diajukan ke Kantor Direktorat Jenderal HKI. Oleh karena itu, bila
orang yang mengajukan tidak mengpermintaan paten tidak memnta diadakannya
pemeriksaan substansif. Dengan begitu, tidak akan ada pemberian paten. Permintaan
pemeriksaan harus disertai pembayaran biaya yang ditentukan. 6 Pemeriksaan pemberian
paten sendiri ada dua macam yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Administratif
Pada tahap ini pemeriksa melakukan pemeriksaan secara cermat dari
permohonan untuk melihat apabila adanya kekurangan-kekurangan persyaratan yang
diajukan. Dalam hal adanya kekurangan Pemeriksa dapat mengkomunikasikan hal ini
kepada pemohon untuk diperbaiki dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan dan apabila
tidak dapat diperbaiki maka permohonan tersebut ditolak.
b. Pemeriksaan Substansi
Pada tahap ini permohonan diperiksa. Permohonan paten dengan tipe produk
paten yang berbeda-beda. Tim Ahli yang terdiri dari para pemeriksa yang ahli pada
bidangnya memeriksa isi dari pernyataan-pernyataan yang telah diajukan untuk
memastikan kebenarannya dengan pengoreksian, setelah dinyatakan memadai maka
akan dikeluarkan Laporan Pemeriksaan yang usulannya akan disampaikan kepada
Direktorat Jenderal. Jika permohonan ditolak maka pemohon dapat mengajukan
tanggapan terhadap penolakan tersebut, Pemeriksaan substansi dilaksanakan paling
lama selama 18 (delapan belas) bulan.7

5
https://www.academik.edu/33836850/MakalahPaten.doc diakses pada tanggal 12 Maret 2020 pukul 12.23 WIB

6
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Right), Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2013, hlm 277

7
Jumlah paten domestik di Indonesia tergolong rendah. Berdasarkan data Ditjen HKI
tahun 2016−2017, dari 19.107 permohonan paten, sebanyak 4.266 paten (22,3%) adalah
paten domestik, sedangkan paten yang berasal dari luar negeri sebanyak 13.349 paten
(69,8%). Paten sederhana sebanyak 1.491 paten domestik (7,8%). Pada 2 tahun terakhir,
kontribusi pendaftaran paten domestik rata-rata hanya 2.133 permohonan per tahun atau
11,1% dari total permohonan paten di Indonesia, dan separuh dari permohonan paten
domestik tersebut berupa paten sederhana.8

4. Keputusan Pemberian Dan Penolakan Paten


Setelah melalui tahapan pemeriksaan. Direktorat Jenderal berkewajiban
memberikan keputusan untuk menyetujui permintaan paten dan dengan demikian
memberi paten atau menolaknya. Apabila berdasarkan pemeriksaan dihasilkan
kesimpulan bahwa penemuan yang dimintakan paten dapat diberi paten maka Direktorat
Jenderal memberikan surat paten kepada orang yang mengajukan permintaan paten.
Begitu pula sebaliknya bila kesimpulannya tidak memenuhi syarat, maka perintaan
ditolak. Namun kemudian setelah Nomor 13 Tahun 1997, ketentuan ini disempurnakan
lagi melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2016, prosedur permohonan paten sudah disebut secara rinci dan menyamai
prosedur permohonan paten di negara-negara lain di seluruh dunia.
Apabila penemuan yang dimintakan paten itu diterima maka kantor paten
memberikan secara resmi surat paten untuk penemuan yang bersangkutan kepada orang
yang megajukan permintaan paten atau yang berhak atas penemuan tersebut. Dan paten
yang telah diberikan dicatat dalm Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita
Resmi Paten. Jika terjadi penolakan maka Direktorat Jenderal HKI memberitahukan
penolakan terssbut secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya. Paten mulai berlaku
pada tanggal diberikan Sertifikat Paten dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan.

7
Astri Safitri Nurdin, Skripsi Pelaksanaan Pendaftaran Paten Dengan Cara Daring (Online), Bandar Lampung :
Universitas Lampung, 2018, hlm 26
8
Mumuh Muhamad Buhary dan Juznia Andriani, Analisis Informasi Paten Balibangtan Bersertifikat Tahun 1999-
2016, Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 27 No. 1, Bogor : Balai Pengelola Alih Tekno;ogi Pertanian, 2018, hlm
18

8
Berdasarkan UUP, beberapa unsur yang harus dipenuhi suatu invensi dapat
dipantenkan atau dengan kata lain memperoleh perlindungan hukum yaitu9 :
a. Invensi yang dilakukan harus merupakan invensi di bidang teknologi.
b. Teknologi yang diinvensi harus merupakan pemecahan masalah.
c. Invensi harus mengandung kebaruan (state of the art), dan belum pernah
dipublikasikan baik dalam bentuk tulisan, maupun lisan dan belum pernah
diperagakan.
d. Invensi harus mengandung langkah inventif, yang berarti invensi tersebut tidak dapat
diduga sebelumnya.
e. Invensi yang akan dipatenkan dapat diterapkan dalam industri sehingga apabila
invensi itu merupakan suatu produk, produk dapat digandakan dalam jumlah banyak
atau massal dengan menggunakan teknologi tertentu.
Dalam hal pemeriksaan substantif permohonan paten, baik paten nasional maupun
paten asing di Indonesia tidak jarang terjadi penolakan. Dari syarat dan prosedur
permohonan paten yang paling sering ditolak adalah pada pemeriksaan
substantif/patentability. Alasan untuk penolakan paten pada pemeriksaan substantif
adalah :
a. Invensi bertentangan dengan undang-undang paten.
b. Invensi tidak diatur dalam undang-undang paten.
c. Invensi bukan merupakan Invensi yang dapat dipatenkan.
d. Invensi tidak dapat diterapkan dalam industri
e. Invensi tidak baru.
f. Invensi tidak mengandung langkah inventif.
g. Dua atau lebih permohonan didaftar pada hari yang sama dan konsultasi gagal.
h. Penjelasan detail dari Invensi dalam spesifikasi paten tidak cocok.
i. Uraian klaim atau klaim-klaim dalam spesifikasi paten tidak tepat.
j. Dua atau lebih Invensi tidak unity (ketidaksatuan Invensi).
k. Ada subject matter baru yang ditambahkan.

9
Marni Emmy Mustafa, Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Penegakan Hukum Paten Di Indonesia Dikaitkan Dengan
TRIPS-WTO, Bandung : PT. Alumni, 2007, hlm 19

9
Dari 11 alasan penolakan paten pada pemeriksaan paten, penyebab yang paling
sering dilakukan penolakan adalah bahwa invensi tidak memiliki kebaruan dan tidak
mengandung langkah inventif.10

5. Konsultan Paten
Konsultan Paten dapat disebut Konsultan HKI dan hal ini di dalam Undang-Undang
Paten terdapat pada Pasal 1 ayat 7 dan Pasal 168. Dimana Konsultan paten merupakan
sebuah biro jasa yang melayani pengrusan terkait Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Tugas mereka adalah mendampingi para orang yang memiliki suatu hasil karya cipta dan
ingin mendaftarkan hak patennya.
Ada banyak hal menguntungkan yang bisa didapat dengan mendaftarkan hak peten
melalui konsultan paten dikarenakan mereka sudah berpengalaman dan memiliki
pengetahuan yang memadai tentang peten sehingga lebih cepat dalam pengurusan
dibandingkan si pencipta sendiri. Hanya dengan memberi surat kuasa, pencipta tidak
perlu bersusah payah mengikuti birokrasi pendaftaran hak peten, pencipta hanya perlu
menunggu hasil laporan dari konsultan paten. Selain mengurus masalah pendaftaran,
konsultan paten juga dapat mengurus segala hal. Apabila muncul klaim dari pihak lain,
maka konsultan paten dapat berfungsi layaknya pengacara tetapi khusus pada masalaj hak
paten, mereka juga dapat membantu melakukan observasi terhadap karya yang
dipatenkan. Keunggulan lain dari konsultan paten yang tidak bisa diabaikan adalah
mereka dapat menjaga keharasian dengan baik. Dengan begitu tidak ada pihak lain yang
mengetahui perihal suatu ciptaan sebelum hak paten didapat.11
Keberadaan konsultan paten sebagai kuasa pemohon didasarkan pada prinsip bahwa
permohonan dapat diajukan sendiri oleh emohon, kecuali pemohon yang bertempat
tinggal di luar negeri, maka permohonan tersebut harus diajukan melalui kuasa untuk
memudahkan pemohon mengajukan permohonanannya dalam bahasa Indonesuia. Di
samping itu, dengan menggunakan kuasa (yang adalah pihak Indonesia), maka akan
teratasi persyaratan domisisli huku pemohon.

10
Edward James Sinaga, Implikasi Paten Asing Yang Telah Terdaftar Atas Invensi Di Bidang Terknologi Menurut UU
Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol. 7 No. 1, Depok : Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Kementerian Hukum dan HAM RI, 2003, hlm 24
11
https://konsultanpaten.com/konsultan-paten/ Diakses pada tanggal 14 Maret 2020 pada pukul 9.30 WIB

10
Konsultan peten dalam hal ini konsultan HKI sebagai kuasa pemohon harus
terdaftar di Ditjen HKI karena12 :
a. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) sebgaia salah satu unit
eselon I di bawah Menteri memiliki tugas dan tanggung jawab pembinaan di bidang
Hak Kekayaan Intelektual, termasuk di dalamnya kepada Knsultan HKI sebagaimitra
Direktorat Jenderal HKI selaku kuasa pemohon. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, Ditjen HKI memiliki program melakukan pendaftran konsultan HKI,
memberikan pendidikan biidang-bidang HKI kepada para calon konsultan HKI maka
dalam hal ini konsultan paten maka akan dibelakli pengetahuan di bidang-bidang
tenang paten.
b. Mengingat bidang-bidang HKI merupakan keahlian yang bersifat khusus dan selalu
berkembang sesuai perkembangan dunia, contohnya pada bidang paten mencakup
invens yang terkait dengan kegiatan pemecahan masalah yang selalu berkembang
maka sudah sewajarnya setiap pihak yang bertindak sebagai konsutan HKI dapat
teradministrasi dengan baik melalui mekanisme pendaftaran konsultan HKI oleh
Ditjen HKI dalam rangka pembinaan konsultan HKI tersebut.
c. Konsultan HKI selaku profesi terkait dengan organisasi "agent" internasional di
bidang HKI mengingat setiap permohonan HKI dari luar negeri selalu memiliki
"counter part"dengan pihak asing yang juga terdaftar resmi di setiap negara yang
bersangkutan. Oleh karena itu, sudah menjadi kebutuhan pemerintah, dalam hal ini
diwakili Ditjen HKI, untuk mengadministrasikan profesi konsultan HKI di Ditjen
HKI.
d. Konsultan HKI selaku mitra Ditjen HKI dalam membantu menyebarluaskan
pemahaman HKI kepada masyarakat, disamping sebagai kuasa pemohon, harus
memahami kebijakan-kebijakan HKI yang dibangun pemerintah sehingga sudah
sewajarnya bila Ditjen HKI mendaftar setiap Konsultan HKI afae dalam membantu
pemerintah di bidang sosialisasi dan pembangunan sistem HKI nasional lebih terarah
dan dapat mengsinergikan setiap aspek yang berkembang di masyarakat pengguna
HKI.

12
Abdul Bari Azed, Kedudukan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Serta Kebijakan HKI, Jurnal Hukum
Internasional Vol. 2 No. 4, 2005, hlm 758-760

11
e. Pendaftaran konsultan HKI juga dimaksudkan untuk memudahkan evaluasi kinerja
konsultan HKI mengingat selaku kuasa pemohon ia harus secara terus-menerus
mengawal permohonan di bidang HKI hingga masa perlindunga selesai atau
dihentikan.
6. Hak Prioritas
Hak Prioritas adalah hak bagi Badan hukum/individu (pemegang hak atas merek)
untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris
Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the
World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di
negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu
dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property
(Pasal 1 angka 11, Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek).13
Selain itu, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Nomor: H-01. PR.07.06 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerimaan
Permohonan Hak Kekayaan Intelektual Melalui Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktur Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual.Mengapa hal tersebut dapat dilakukan, hal ini dikarenakan
Indonesia terikat dengan ketentuan-ketentuan Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights (TRIPs), dimana Indonesia merupakan salah satu negara
anggota World Trade Organization (WTO). Atas hal ini, maka pemohon yang
merupakan Anggota dari organisasi sebagaimana dimaksud memiliki hak untuk
mendaftarkan mereknya secara utama/prioritas sejak terdaftar pada lembaga
internasional dimaksud.14
Tujuan utama pemberian hak prioritas pada saat akan memperoleh pendaftaran
merek di Indonesia, adalah untuk melindungi pemegang merek  dimaksud dari
pembajakan atau pemboncengan. Namun, dalam hal tidak dipenuhinya jangka waktu
yang ditetapkan untuk melakukan pendaftaran di Indonesia maka hak untuk
mengajukan permohonan dengan menggunakan  Hak Prioritas tersebut tetap diproses,

13
Tomy Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm 1.
14
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelectual Pasca TRIPs, Alumni, Bandung, 2005, hl, vii

12
akan tetapi tanpa menggunakan Hak Prioritas (sepanjang pihak lain belum
mendaftarkan merek yang serupa).15
Hak prioritas bersumberkan kepada Paris Convention yang asasasasnya telah
digabungkan di dalam TRIPs. Ketentuan-ketentuan Paris Convention yang terpenting
adalah sebagai beriku:16

1. Penanganan nasional atau similasi nasional yang mengatur bahwa sejauh berkaitan
dengan milik industrial, setiap anggota harus memberikan perlindungan yang sama
kepada warga negara dari negara anggota lain sebagaimana ia berikan kepada warga
negaranya sendiri. Penangangan seperti ini dikenal dengan principle of national
treatment. Inti national treatment adalah pada pemberlakuan yang sama dalam
kaitan dengan perlindungan kekayaan intelektual antara yang diberikan kepada
warga negara sendiri dan warga negara lain.17
2. Penggunaan hak prioritas atas dasar permintaan pendaftar pertama di negara
anggota, pemohon dapat di dalam periode tertentu 6 atau 12 bulan meminta
perlindungan seolah-olah didaftarkan pada hari yang sama pada permintaan
pertama.

Berarti disini hak prioritas adanya berdasarkan permohonan, dan tidak terjadi
dengan sendirinya secara otomatis. Maksud dari pengertian prioritas adalah dengan
menggunakan dan menempatkan tanggal penerimaan dianggap sama dengan tanggal
penerimaan di negara asal. Dianggap sama tentunya dalam arti seolah-olah, bukan yang
sesungguhnya. Berarti ini adalah suatu fiksi suatu anggapan. Fiksi ialah, bahwa kita
menerima sesuatu yang tidakbenar sebagai suatu hal yang benar. Dengan perkataan kita
menerima apa yang sebenarnya tidak ada, sebagai ada atau yang sebenarnya ada
sebagai tidak ada.18

7. Berakhirnya perlindungan Paten

15
Tomy Suryo Utomo, Op-cit, hlm 13
16
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm, 134
17
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca Trips, Alumni, Bandung, 2005. Hlm 24
18
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, hlm 407

13
Undang-Undang Paten, penghapusan paten merupakan bagian daru aspek
penegakan hukum. Penghapusan paten menghapuskan segala akibat hukum yang
berkaitan dengan paten dan hal-hal lain yang berasal dari paten tersebut sedangkan,
Pasal 141 menegaskan paten yang telah dihapus tidak dapat dihidupkan kembali ( Pasal
137 UndangUndang Nomor 13 tahun 2016).
Kecuali ditentukan lain dalam putusan pengadilan niaga, paten hapus untuk
seluruh atau sebagian sejak tanggal putusan penghapusan tersebut yang mempunyai
kekuatan hukum tetap ( Pasal 138 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016). Ada 5
mekanisme penghapusan paten yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun
2016:19

1. Pemegang paten dapat mengajukan permohonan secara tertulis ke Menteri terkait


bila igin seluruh klaim dihapus.
2. Pihak ketiga dapat mengajukan gugatan penghapusan melalui pengadilan Niaga,
alasanya bisa beragam seperti tidak memiliki kebaruan, bukan merupakan cakupan
invensi dan tidak termasuk invensi yang dapat diberi paten.
3. Paten yang berasal dari sumber daya Genetik atau bersumber dari pengetahuan
tradisional, tetapi tidak menyebutkan asal muasalnya bisa juga dimohonkan untuk
dihapuskan.Pihak ketiga yang dapat membuktikan asal muasalnya dapat
mengajukan gugatan penghapusan dilihat dalam pasal 26 Undang-Undang paten ini.
4. Pemegang paten/penerima lisensi dapat mengajukan permohonan penghapusan ke
pengadilan Niaga. Misalnya, ada invensi yang sama tetapi diberikan kepada
pemegang lain agar invensi yang sama tersebut dihapuskan.
5. penghapusan paten juga bisa diajukan oleh jaksa atau pihak lain yang mewakili
kepentingan nasional kepada pemegang paten dan penerima lisensi yang diajukan
melalui pengadilan Niaga.20

Alasan janksa bersifat limitatif, yakni pemberi lisensi ternyata tidak mampu
mencegah pelaksanaan paten dalam bentuk dan cara yang merugikan masyarakat dalam

19
Sudargo gautama,segi-segi hukum hak milik intelektual, PT Eresco, Jakarta,1995,Hal 77
20
Zaeni Asyhadie, hukum bisnis prinsip dan pelaksanaanya, PT RajaGrafindo Persada,Jakarta, 2012, Hal 250

14
waktu 2 tahun setelah lisensi diberikan.10 Pasal 139 Undang-Undang Nomor 13 tahun
2016 menyebutkan:

1. Penerima lisensi dari paten yang dihapuskan karena alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 132 ayat (1) huruf c tetap berhak melaksanakan lisensi yang
dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian lisensi.
2. Penerima lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melakukan pembayaran
royalti yang seharusnya masih wajib dilakukan kepada pemegang paten yang
patennya dihapus.
3. Dalam hal pemegang paten sudah menerima sekaligus royalti dari penerima lisensi,
pemegang paten wajib mengembalikan jumlah royalti yang sesuai dengan sisa
jangka waktu penggunaan lisensi kepada pemegang paten yang berhak.21

a. ketentuan Pasal 130 paten dihapuskan sebagian atau seluruhnya karena:


Permohonan penghapusan dari pemegang paten dikabulkan oleh menteri.
b. Putusan pengadilan yang menghapuskan paten dimaksud telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
c. Putusan penghapusan paten yang dikeluarkan oleh komisi banding paten
d. Pemegang paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan.22

8. Komisi Banding Paten/Merek

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten mengatur Komisi Banding


pada Pasal 64 :

1. Komisi Banding Paten adalah badan khusus yang independen dan berada di
lingkungan departemen yang membidangi Hak Kekayaan Intelektual.
2. Komisi Banding Paten terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil
ketua merangkap anggota, dan anggota yang terdiri atas beberapa ahli di bidang
yang diperlukan serta Pemeriksa senior.
21
Racmadi Usman, hukum hak atas kekayaan intelektual perlindungan dan dimensi hukumnya di indonesia, P.T.
Alumni,Bandung, 2003, hal 285
22
UU No 13 tahun 2016 Pasal 130

15
3. Anggota Komisi Banding Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
4. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Banding Paten.
5. Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Paten membentuk majelis
yang berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, satu diantaranya adalah
seorang Pemeriksa senior yang tidak melakukan pemeriksaaan substantif terhadap
Permohonan.

Pasal 65 menjelaskan lebih lanjut tentang Susunan organisasi, tugas dan fungsi
Komisi Banding Paten diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 40 Tahun 2005 Tentang Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi
Komisi Banding Paten. Dalam ketentuan umum memuat :

1. Komisi Banding Paten, yang selanjutnya disebut Komisi Banding adalah badan
khusus yang independen dan berada di lingkungan departemen yang membidangi
Hak Kekayaan Intelektual.
2. Undang-undang Paten adalah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen dimana salah satu tugas
dan tanggungjawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual,
termasuk Paten.
4. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.

B. Pelanggaran Terhadap Hak Paten


1. Tindak Pidana Hak Paten

Pasal 161 Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

16
Pasal 162 Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten sederhana, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

Pasal 163 ayat 1 Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 161 dan/atau pasal 162, yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan/atau
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling larna 7 (tujuh) tahun dan/ atau
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 163 ayat 2 Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 161 dan/atau pasal 162, yang mengakibatkan kematian manusia, dipidana
aengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/ alau denda paling banyak
Rp3.S00.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 164 Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membocorkan dokumen
permohonan yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (f )
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 165 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 161, Pasal 162, dan
Pasal 164 merupakan delik aduan.

Pasal 166 Dalam hal terbukti adanya pelanggaran paten, hakim dapat
memerintahkan agar barang hasil pelanggaran paten dimaksud disita oleh negara untuk
dimusnahkan.23

2. Penyelidik Tindak Pidana Hak Paten


Selain penyidik pejabat polisi negara republik indonesia, juga pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawab
nya meliputi pembinaan paten, di beri wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Hukum
Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang paten. (pasal 129 Ayat (1)).

23
Abdul Atsar, Mengenal Lebih Dekat Hukum Kekayaan Intelektual, Yogyakarta : Deepublish, 2018, hlm 52

17
Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 129 Ayat
(1) di atas berwenang:
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang paten.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan
tindak pidana dibidang paten.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang paten.
d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang paten.
e. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan
dan barang hasil pelanggaran yang dapat di jadikan bukti dalam perkara tindak pidana
dibidang paten, dan
f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang paten.(pasal 130 Ayat (2))

Kewenangan penyidikan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan (2) di atas di
laksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana. Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikan
nya kepada penyidik pejabat polisi negara republik indonesia (pasal 129 Ayat (3)).

Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan nya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat
polisi negara republik indonesia dengan mengingat ketentuan pasal 107 Undang-Undang
nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (pasal 129 Ayat (4)).

Hal ini untuk kepentingan penyidikan, dimana penyidik pejabat polisi negara
republik indonesia, diminta atau tidak diminta memberi petunjuk dan bantuan penyidikan
kepada pejabat pegawai negeri sipil tersebut pada ayat (1).

18
Yang dimaksud dengan petunjuk disini antara lain, ialah yang berkaitan dengan
teknik dan taktik penyidikan sedangkan bantuan penyidikan antara lain penangkapan,
penahanan dan pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu, pejabat penyidik pegawai
negeri sipil sejak awal wajib memberitahukan tentang penyidikan itu kepada penyidik
pejabat polisi negara republik indonesia. Selanjutnya hasil penyidikan berupa berkas
perkara, tersangka dan barang bukti di serahkan kepada penuntut umum melalui penyidik
pejabat polisi negara republik indonesia24.

C. Penyelesaian Sengketa Hak Paten


Cara penyelesaian mengenai sengketa Hak Paten pada dasarnya telah diatur dalam
berbagai peraturan yang antara lain sebagai berikut :
1. UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39);
2. UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang
Paten(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30); dan
3. UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).

Penyelesaian sengketa hak paten melalui Pengadilan Niaga diatur dalam Pasal 117
Undang-Undang paten yang mana pihak yang berhak atau yang menjadi subjek paten
(diaturdalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12) dapat menggugat kepada pengadilan niaga jika
suatupaten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak.

Sebagai Hakim Niaga yang memeriksa sengketa paten harus memahami kasus dan
kriteriaperlindungannya, yakni :

1. Apakah termasuk objek yang dilindungi.


2. Apakah termasuk kriteria yang dikecualikan dari perlindungan.
3. Apakah memenuhi persyaratan yang dilindungi.
4. Apakah terdaftar di negara tujuan dimana perlindungan diharapkan.

Sedangkan penyebab perselisihan dalam sengketa hak paten lazimnya adalah:

24
Ok. Saidin, Op. Cit. hlm 302-303

19
1. Ketidak jelasan status kepemilikan.
2. Penggunaan hak paten tanpa seizin pemilik.
3. Tidak dipenuhinya perjanjian lisensi hak paten.

Dengan sarana Pengadilan Niaga yang dipandang memahami kriteria sengketa


patendiharapkan keadilan benar-benar tercapai dan memuaskan. Idealnya setiap putusan
Hakimmengandung 3 (tiga) unsur, yaitu :

1. Unsur kepastian hukum.


2. Unsur kemanfaatan.
3. Unsur keadilan.

Sebelum suatu perkara hak paten masuk ke Pengadilan dan didaftarkan, maka
ataspermintaan pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan
suratpenetapan sementara untuk upaya perlindungan terhadap pemilik hak paten untuk
mencegahkerugian yang lebih besar dalam hal ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
pihak lainterhadap hak paten miliknya. Diatur dalam Pasal 125 Undang-Undang Tentang
Paten.Putusan Hakim akan bergantung kepada pembuktian para pihak yang hukum acaranya
diaturdalam hukum acara perdata ditambah beberapa ketentuan khusus yang diatur
dalamperaturannya.

Hukum acara khusus juga terkristal dalam kekhususan prosedur bagi penyelesaian
sengketa dibidang hak paten di Pengadilan Niaga yaitu adanya tenggang waktu yang ketat:

1. Penyampaian gugatan kepada Ketua Pengadilan.


2. Mempelajari berkas gugatan dan menetapkan hari sidangnya.
3. Pemanggilan para pihak untuk bersidang.
4. Pemeriksaan di persidangan.
5. Putusan harus diucapkan paling lama dalam 90 hari setelah pendaftaran gugatan.
6. Penyampaian putusan kepada para pihak

Putusan Pengadilan Niaga dalam sengketa hak paten terbuka upaya hukum Kasasi ke
Mahkamah Agung. Kekhususan di tingkat Kasasi sebagai berikut :

20
1. Tenggang waktu pengajuan Kasasi : paling lambat 14 hari.
2. Tenggang waktu penyampaian Memori Kasasi yaitu paling lambat 7 hari sejak
tanggalpermohonan.
3. Pengiriman Memori Kasasi kepada pihak Termohon Kasasi yaitu paling lambat 2
hari setelahditerima Memori Kasasi.
4. Pengajuan Kontra Memori Kasasi paling lambat 7 hari setelah penerimaan
MemoriKasasi. Pengiriman Kontra Memori Kasasi kepada pihak lawan (Pemohon
Kasasi) palinglambat 2 hari.
5. Pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung paling lambat 14 hari setelah
pengiriman Kontra Memori Kasasi tersebut di atas.
6. Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara Kasasi dan menetapkan hari
sidangpaling lambat 7 hari setelah permohonan Kasasi diterima oleh Mahkamah
Agung.
7. Putusan Kasasi harus diucapkan paling lambat 90 hari setelah permohonan diterima
olehMahkamah Agung.
8. Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan kepada Panitera Pengadilan
Niagapaling lambat 7. hari setelah putusan Kasasi diucapkan.
9. Juru sita Pengadilan Niaga menyampaikan salinan putusan Kasasi kepada
PemohonKasasi dan Termohon Kasasi paling lambat 7 hari setelah putusan Kasasi
diterima olehPanitera Pengadilan Niaga.25

25
Adnan Adhy Kurniawan, Metode Penyelesaian Perselisihan HKI, hlm 6-7

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengelolaan
administrasi tentang hak paten ada beberapa jenis yaitu antara lain dimuali dari syarat-syarat
pemberian hak paten, prosedur pendaftarnnya, pemeriksan paten, keputusan mengenai
penolakan maupun pemberian hak paten, hak prioritas, kapan berakhirnya perlindungan hak
paten, dan komisi banding dalam hak paten.
Lalu mengenai tindak pidana tentang paten sendiri sudah diatur dalam Undang-
Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten disebutkan pada pasal 161, 162, dan 163. Di
dalam pasal-pasal tadi sudah jelas jika seseorang melanggar tentang hak paten khususnya di
bidang pidana maka akan dikenai denda maupun pidana penjara sesuai dengan apa yang ia
lakukan. Dan mengenai penyidikan hak paten dilakukan oleh penyidik pejabat polisi, pejabat
pegaai negeri sipil tertentu yang tanggung jaabnya dibidang paten.
Mengenai penyelesaian apabila terjadi suatu sengketa dalam hak paten maka dapat
menindak lanjuti masaalah tersebut ke Pengadilan Niaga seperti yang tertuang pada Pasal
117 Undang-Undang tentang Paten

B. Kritik dan Saran


Demikian makalah yang berjudul “Pengelolaan Administrasi Hak Paten” yang dapat
saya susun. Saya sebagai pemakalah meminta maaf apabila dalam penulisan makalh ini
masih terdapat banyak kesalahan. Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu saya
harapkan dari teman-teman semua dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua.

22
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ramil, Ahmad M. 2006. Cyber Law Dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung : PT.
Refika Aditama.

Sutedi, Adrian. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta : Sinar Grafika.

Hidayah, Khoirul. 2017. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Malang : Setara Press.

Saidin, OK. 2013. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Right). Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.

Mustafa, Marni Emmy. 2007. Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Penegakan Hukum Paten Di
Indonesia Dikaitkan Dengan TRIPS-WTO. Bandung : PT. Alumni.

Atsar, Abdul. 2018. Mengenal Lebih Dekat Hukum Kekayaan Intelektual. Yogyakarta :
Deepublish.

Kurniawan, Adnan Adhy. Metode Penyelesaian Perselisihan HKI.

Utomo, Tomy Suryo. 2010. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global. Yogyakarta : Graha
Ilmu.

Purba, Achmad Zen Umar. 2005. Hak Kekayaan Intelectual Pasca TRIPs. Bandung : Alumni.

Purwaningsih, Endang. Hukum Bisnis. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Apeldoorn, Van. 1996. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Pradnya Paramita.

Gautama, Sudargo. 1995. Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual. Jakarta : PT Eresco.

Asyhadie, Zaeni. 2012. Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaanya. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

23
Usman, Racmadi. 2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan Dan Dimensi
Hukumnya Di Indonesia. Bandung : P.T. Alumni.

Peraturan

Undang-Undang No 13 Tahun 2016 Tentang Paten

Jurnal

Nurdin, Astri Safitri. Skripsi Pelaksanaan Pendaftaran Paten Dengan Cara Daring (Online).
Bandar Lampung : Universitas Lampung.

Buhary, Mumuh Muhamad dan Juznia Andriani. 2018. Analisis Informasi Paten Balibangtan
Bersertifikat Tahun 1999-2016. Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 27 No. 1. Bogor :
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian.

Sinaga, Edward James. 2003. Implikasi Paten Asing Yang Telah Terdaftar Atas Invensi Di
Bidang Terknologi Menurut UU Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. Jurnal Ilmiah
Kebijakan Hukum Vol. 7 No. 1. Depok : Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
Kementerian Hukum dan HAM RI.

Azed, Abdul Bari. 2005. Kedudukan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Serta Kebijakan HK.,
Jurnal Hukum Internasional Vol. 2 No. 4.

Website

https://www.academik.edu/33836850/MakalahPaten.doc Diakses Pada Tanggal 12 Maret 2020


Pukul 12.23 WIB

https://konsultanpaten.com/konsultan-paten/ Diakses Pada Tanggal 14 Maret 2020 Pada Pukul


9.30 WIB

24

Anda mungkin juga menyukai