Anda di halaman 1dari 31

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 3

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4

1.3. Tujuan ............................................................................................................... 4

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Hak Paten ...................................................................................... 5

2.2. Penemuan yang Dapat Diberikan Paten .......................................................... 7

2.3. Jangka Waktu Hak Paten ................................................................................. 7

2.4. Paten Sederhana .............................................................................................. 7

2.5. Permintaan Paten ............................................................................................. 8

2.6. Percepatan Paten ............................................................................................. 11

2.7. Lisensi ............................................................................................................. 11

2.8. Pembatalan Paten ............................................................................................. 12

2.9. Ketentuan Pidana ............................................................................................ 13

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Alasan masyarakat enggan mendaftarkan hak paten ......................................... 14

3.2. Upaya pemerintah dalam rangka mendorong masyarakat agar mengerti


pentingnya mendaftarkan hak paten ........................................................................ 15

3.3. Kebijakan Ditjen HKI dalam pelaksanaan hak paten di Indonesia ................... 16

BAB IV PENUTUP

4.1. KESIMPULAN ................................................................................................ 18

1
4.2. SARAN ............................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 19

CONTOH KASUS ............................................................................................................... 20

LAMPIRAN

CONTOH ARTIKEL ............................................................................................... 25

POWER POINT ....................................................................................................... 31

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya manusia diciptakan dengan akal dan pikiran untuk bisa mencipta,
berkarya, membuat gagasan baru, dan mengembangkan gagasan yang sudah ada. Kemampuan
tersebut perlu diolah agar bisa menciptakan karya yang bermanfaat. Di era modern ini,
dibutuhkan banyak inovasi terbaru dalam rangka untuk menunjang kehidupan agar lebih efektif
dan efisien.

Buah dari hasil inovasi yang berupa karya intelektual harus diakui dan dihormati.
Pemerintah telah menyusun UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten sebagai bentuk dukungan
atas penghargaan karya intelektual yang dihasilkan. Karya-karya tersebut perlu dipatenkan di
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) agar memperoleh perlindungan
pemerintah. Namun, masih banyak masyarakat yang memiliki kesadaran rendah dalam
mendaftarkan hak paten. Ada juga yang sudah paham tentang hak paten tetapi tidak
mendaftarkan karyanya dengan berbagai alasan.

Padahal, dengan memperoleh hak paten banyak keuntungan yang didapatkan, misalnya
pihak lain menghormati karya pemegang paten dengan tidak melakukan pemanfaatan untuk
tujuan keuntungan pribadi tanpa izin dari pemegang paten, mendapatkan royalti apabila karya
pemilik paten digunakan oleh pihak lain, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis kemudian
tertarik untuk mengkaji mengenai hak paten secara umum dan rendahnya kesadaran
masyarakat mendaftarkan hak paten secara khusus.

3
1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengapa masyarakat enggan untuk mendaftarkan hak paten?

2. Bagaimana upaya pemerintah dalam rangka mendorong masyarakat agar mengerti


pentingnya mendaftarkan hak paten?

3. Bagaimana kebijakan Ditjen HKI dalam pelaksanaan hak paten di Indonesia?

1.3. Tujuan

Tujuan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui alasan masyarakat enggan mendaftarkan hak paten.

2. Mengetaui upaya pemerintah dalam rangka mendorong masyarakat agar mengerti


pentingnya mendaftarkan hak paten.

3. Mengetahui kebijakan Ditjen HKI dalam pelaksanaan hak paten di Indonesia.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Hak Paten

Hak Paten diatur dalam UU No 14 Tahun 2001 yang kemudian diperbarui dengan UU
No 13 Tahun 2016. Hak Paten atau Hak oktroi adalah hak mutlak yang diberikan kepada
seseorang yang menemukan suatu cara kerja baru, hasil baru atau perbaikan dari cara kerja dan
hasil baru tersebut dalam bidang industri.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Paten, yang dimaksud dengan Paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi,
yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Paten merupakan bagian dari konsep HKI, konsep tersebut meliputi:

a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan
eksklusif.
b. Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara.

Hasil kemampuan berpikir manusia merupakan ide yang kemudian diwujudkan dalam
bentuk ciptaan atau invensi. Pada ide itu melekat predikat intelektual yang bersifat abstrak,
konsekuensinya adalah HKI menjadi terpisah dengan benda material bentuk wujudnya,
sebagai contoh Paten adalah ide di bidang Teknologi yang disebut Hak Kekayaan Intelektual.
Jadi, hak paten diberikan untuk merangsang perkembangan teknik, yang bertujuan :

1. Mendorong kearah penelitian (riset) dan ciptaan.


2. Menggerakan pencipta (inventor) untuk membuka ciptaanya daripada merahasiakannya
sebagai rahasaia dagang.
3. Memberi imbalan kepada pencipta yang telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
mengembangkan ciptaanya ssmpai taraf komersial.
4. Merupakan dorongan bagi penanaman modal dalam bidang produksi barang.

Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses (Pasal 1 Ayat (2)).

5
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi (Pasal 1 Ayat
(3) UU Paten). Dalam pengertian “orang” termasuk juga badan hukum. Kecuali jika terbukti
sebaliknya, yang dianggap sebagai inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk
pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam permohonan Paten (Pasal 11 UU Paten).
Kepada pemohon tidak diberikan Paten jika isi permohonan memuat salinan yang diambil dari
uraian dan/atau gambar mengenai invensi orang lain yang sedang dimohonkan atau telah
memperoleh Paten.

Pemegang Paten (Patent Holder) adalah inventor sebagai Pemilik Paten, atau pihak
yang menerima hak tersebut dari Pemilik Paten, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut
hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten (Pasal 1 Ayat (6) UU Paten). Jadi, kunci
untuk mengetahui siapa Pemegang Paten yang sah adalah Daftar Umum Paten, di mana nama
Pemegang Paten itu terdaftar.

Pemegang Paten mempunyai hak mutlak atas invensinya yang berlaku terhadap setiap
orang. Hak atas invensi itu bersifat monopoli (exclusive right), artinya Pemegang Paten adalah
satu-satunya yang dapat menggunakan haknya dan dapat pula melarang orang lain
menggunakannya tanpa izin Pemegang Paten.

Penggunaan tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang dilakukan untuk tujuan


industri dan perdagangan. Di samping itu, Pemegang Paten juga berhak melarang pemberian
Paten kepada pihak lain yang mengajukan Permohonan Paten atas invensi yang sudah
dipatenkannya. Bahkan, apabila Paten orang lain itu sudah terdaftar, Pemegang Paten berhak
menuntut pembatalannya melalui pengadilan niaga yang berwenang jika ternyata Paten itu
tidak sah karena melanggar Patennya.

Pemegang Paten juga dibebani kewajiban undang-undang yang diatur dalam Pasal 17
UU Paten yaitu kewajiban untuk membayar biaya pemeliharaan Paten yang disebut biaya
tahunan (annual fee). Apabila Pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban pembayaran biaya
tahunan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan undang-undang, maka menurut Pasal 88
UU Paten, Paten dinyatakan batal demi hukum oleh Dirjen HKI. Ketentuan ini dimaksudkan
untuk menata pengaturan mengenai pembatalan Paten agar lebih efektif. Paten yang batal demi
hukum dicoret dari Daftar Umum Paten.

Invensi yang tidak dapat diberikan Paten berdasarkan Pasal 7 UU Paten adalah sebagai
berikut:

6
a. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum,
atau kesusilaan;
b. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan/atau pembedahan yang diterapkan
terhadap manusia dan/atau hewan;
c. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
d. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik; proses biologis yang esensial untuk
memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis.

Pemilikan paten dapat beralihatau dialihkan baik seluruhnya atau sebagian karena
pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian itu harus dibuat dalam
bentuk akta notaris dan sebab-sebab lain oleh Undang-undang (pasal 73).

2.2. Penemuan yang Dapat Diberikan Paten

Menurut ketentuan Pasal 2 UU Paten, invensi yang memenuhi syarat kebaruan


(novelty), mengandung langkah inventif (inventive step = penemuan diluar dugaan) dan dapat
diterapkan dalam industri (applicable to industry), dapat diberi Paten.

Suatu invensi mengandung langkah inventif , jika penemuan tersebut bagi seseorang
yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak diduga
sebelumnya (Pasal 3 : 1 & 2).

Suatu invensi dapat diterapkan dalam industri jika invensi tersebut dapat dilaksanakan
dalam industri sebagaimana diuraikan dalam permohonan (Pasal 5). Contoh paten : Temuan
pil penuaan dini “Imedeen” oleh Prof. Dr. Ake. Dahlgern & Dr. Atti La Dahlgren dari Swedia.

2.3. Jangka Waktu Hak Paten

Paten diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan
permintaan paten (Pasal 8 : 1) dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.

2.4. Paten Sederhana

Setiap penemuan berupa benda, alat atau hasil produksi yang baru yang tidak memliki
kualitas sebagai penemuan tetapi mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan karena bentuk,
konfigurasi, konstruksi atau komposisinya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam
bentuk paten sederhana atas penemuan yang sederhana tersebut. Paten Sederhana yaitu paten

7
yang proses penemuanya berlangsung sederhana dan hasil yang diperoleh juga bersifat
sederhana.

Barang-barang tersebut biasanya berupa peralatan yang banyak digunakan dalam


kehidupan sehari-hari, misalnya mesin pembuat bakso, alat pemarut kelapa, pemecah kulit
kopi, pemipil jagung dan perontok gabah. Barang tersebut seringkali dekenal sebagai “utility
model”.

Paten sederhana diberkan untuk jangka waktu selama 10 tahun sejak penerimaan dan
tidak dapat diperpanjang lagi (Pasal 9)

2.5. Permintaan Paten

Paten diberikan atas dasar permintaan. Setiap permintaan paten hanya dapat diajukan
untuk satu penemuan. Permintaan paten diajukan dengan membayar biaya kepada kantor paten
yang besarnya ditetapakan Menteri.

Permintaan paten yang diajukan dengan menggunakan hak prioritas sebagaimana diatur
dalam konvensi internasional mengenai perlindungan paten diikuti oleh Negara Republik
Indonesia harus diajukan dalam waktu 12 bulan terhitung sejak tanggal permintaan paten yang
pertama kali diterima di Negara manapun yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut (Pasal
29 : 1). Permintaan paten diajukan secara tertulis dengan Bahasa Indonesia kepada Kantor
Paten (Pasal 30 : 1). Surat permintaan paten harus memuat (Pasal 30 : 2):

a. Tanggal, bulan, dan tahun surat permintaan


b. Alamat lengkap dan jelas orang yang mengajukan permintaan
c. Nama lengkap dan kewarganegaraan penemu
d. Nama dan alamat lengkap Kuasa apabila permintaan diajukan melalui Kuasa
e. Surat kuasa khusus, dalam hal permintaan diajukan oleh Kuasa
f. Permintaan untuk diberi Paten
g. Judul penemuan
h. Klaim yang terkandung dalam penemuan
i. Deskripsi tertulis tentang penemuan, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara
melaksanakan penemuan
j. Gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas penemuan
k. Abstrak mengenai penemuan

8
Apabila untuk satu penemuan yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permintaan
paten oleh orang yang berbeda, maka hanya permintaan yang diajukan pertama atau terlebih
dahulu yang dapat diterima (Pasal 38 : 1).

Suatu permintan paten akan diumumkan oleh kantor paten segera setelah 18 bulan sejak
tanggal penerimaan, ini sama untuk hak prioritas. Pengumuman ini bertujuan agar masyarakat
luas tahu adanya permintaan paten atau suatu penemuan dan dapat memperoleh kesempatan
memeriksa ada atau tidaknya pelanggaran terhadap permintaan paten tersebut.

Pengumuman dilakukan dengan cara menempatkan dalam papan pengumuman khusus


yang dapat dibaca dengan mudah oleh masyarakat atau dengan menempatkan dalam Berita
Resmi Paten (Jurnal Paten) yang diterbitkan oleh Kantor Paten.

Untuk menentukan apakah permintaan paten untuk suatu penemuan dapat dikabulkan
atau ditolak diperlukan pemeriksaan yang bersifat substantive. Pemeriksaan substantive
dilaksanakan oleh pemeriksa paten pada kantor paten atau instansi pemerintah lainya yang
memliki kualifikasi sebagai pemeriksa paten.

Skema Prosedur Permintaan Paten Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001


tentang Paten

Permintaan Paten

.
Persyaratan minimum Dilengkapi

Tanggal penerimaan

Pemeriksaan Administarsi Dilengkapi Dianggap ditarik kembali

Pengumuman selama 6 bulan untuk


memberikan kesempatan oposisi

Pemohonan pemeriksaan
substantive

Pemeriksaan Substantive

Penolakan Memenuhi syarat untuk diberi paten

Upaya hukum lainya Pemberian sertifikat Paten

9
Prosedur permintaan paten diawali dengan mengajukan permintaan secara tertulis
dengan memenuhi persyaratan minimum yang ditentukan di dalam UU Paten. Apabila
persyaratan minimum tersebut tidak dipenuhi atau masih ada kekurangan, maka pemohon
wajib untuk melengkapi kekurangan tersebut, tetapi apabila kekurangan tersebut tidak
dilengkapi maka permohonan tersebut dianggap ditarik kembali oleh pemohon. Apabila
persyaratan tersebut telah dipenuhi atau dilengkapi kekurangannya dalam jangka waktu 30
hari, maka pihak dari Dirjen HKI akan memberikan tanggal penerimaan (filling date) pada
berkas permohonan tersebut.

Setelah berkas permohonan diterima, maka prosedur selanjutnya adalah pemeriksaan


administrasi. Apabila persyaratan administrasinya mempunyai kekurangan, maka pemohon
wajib untuk melengkapinya, tetapi apabila pemohon tidak juga melengkapi persyaratan
administrasi yang telah ditentukan, maka permohonan tersebut akan dianggap ditarik kembali.
Jika persyaratan administrasi dinyatakan lengkap atau telah dilengkapi kekurangannya dalam
jangka waktu tiga bulan, maka Dirjen HKI akan memberikan pengumuman mengenai
kesempatan oposisi dalam jangka waktu enam bulan.

Prosedur selanjutnya adalah permohonan pemeriksaan substantive, jika pemohon tidak


mengajukan permohonan pemeriksaan substantive kepada Dirjen HKI, maka permohonan
pendaftaran paten dianggap ditarik kembali. Sedangkan jika pemohon mengajukan
permohonan pemeriksaan substantif, maka pihak dari Dirjen HKI akan melakukan
pemeriksaan substantif terhadap permohonan pendaftaran paten tersebut. Pemeriksaan
substantif adalah pemeriksaan atas kebaruan suatu invensi (novelty), ada atau tidaknya langkah
inventif (inventive steps), dan dapat atau tidaknya suatu invensi diterapkan dalam industri
(industrial applicability). Selain itu dilakukan juga pemeriksaan mengenai kejelasan invensi,
kesatuan invensi, kekonsistensian invensi dan keterkaitan dengan Pasal 7 UU Paten mengenai
invensi yang tidak dapat diberikan paten. Pemeriksaan substantif dilakukan dengan jangka
waktu paling lama 36 bulan.

Setelah dilakukan pemeriksaan substantif, ternyata ditemukan adanya syarat yang tidak
dipenuhi oleh pemohon untuk diberikan paten atas invensinya, maka permohonan pendaftaran
paten tersebut akan ditolak oleh Dirjen HKI dan pihak pemohon dapat melakukan upaya hukum
lainnya untuk mendapatkan persetujuan paten atas invensinya. Sedangkan apabila setelah
dilakukan pemeriksaan substantif dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk pemberian

10
paten, maka Dirjen HKI akan menyetujui permohonan pendaftaran paten tersebut yang
dinyatakan dengan pemberian sertifikat paten atas invensinya tersebut.

2.6. Percepatan Paten

Percepatan paten yang dimaksud di sini adalah suatu proses yang dilakukan untuk
mendapatkan pengumuman paten lebih awal dari jangka waktu yang telah ditentukan di dalam
UU Paten. Dimana untuk mendapatkan percepatan paten harus memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan, diantaranya adalah mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen
HKI yang disertai dengan pembayaran biaya administrasi tambahan. Ketentuan mengenai
kebolehan untuk mengajukan permohonan percepatan pengumuman paten ini terdapat di dalam
Pasal 42 Ayat (3) UU Paten. Percepatan paten bertujuan agar dapat mempersingkat waktu
perolehan paten, agar invensi dapat segera dimanfaatkan dan diterapkan.

2.7. Lisensi

Lisensi adalah pemberian izin dari pemilik barang/jasa kepada pihak yang menerima
lisensi untuk menggunakan barang atau jasa yang dilisensikan. Pemegang paten dapat
mengalihan kepada orang lain untuk memproduksi barang yang dipatenkan tersebut.
Pengalihan tersebut harus dilakukan dalam bentuk perjanjian lisensi dalam akta notaris dan
harus didaftarkan di Kantor Paten.

Dengan perjanjian lisensi tidak berati haknya beralih kepada pemegang lisensi, namun
patenya tetap pada pemegang paten, yang dialihkan hanyalah pemanfaatan ekonominya saja.
Dalam perjanjian lisensi juga dicantumkan berapa banyak royalty yang harus dibayar kepada
pemegang paten.

Selain ada lisensi biasa, ada juga lisensi wajib. Lisensi wajib adalah lisensi untuk
melaksanakan paten yang diberikan, berdasarkan keputusan DJHKI, atas dasar permohonan.
Permintaan lisensi wajib hanya dapat diajukan kepada pengadilan Negeri dengan alasan bahwa
dalam waktu 36 bulan sejak tanggal paten diberikan oleh Kantor Paten, paten yang
bersangkutan tidak juga digunakan untuk membuat produk padahal kebutuhan masyarakat
akan produk yang bersangkuatan sangat besar.

Lisensi wajib hanya dapat diberikan apabila :

1. orang yang mengajukan permintaan tersebut dapat menunjukan bukti yang meyakinkan
bahwa ia :

11
a. mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri paten yang bersangkutan secara
penuh
b. mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan paten yang bersangkutan secepatnya
c. telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu yang cukup untuk
mendapatkan lisensi dari pemegang paten atas dasar persyaratan dan kondisi yang
wajar tetapi tidak memperoleh hasil
2. Direktorat Jenderal berpendapat bahwa paten tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia
dalam skala ekonomi yang layak dan dapat memberi keanfaatan kepada sebagian besar
masyarakat

2.8. Pembatalan Paten

UU Paten mengatur tentang pembatalan terhadap permohonan Paten. Pembatalan


tersebut bisa diajukan terhadap pendaftar permohonan Paten yang tidak beritikad baik.
Pembatalan Paten dapat dilakukan dengan alasan-alasan sebagai berikut:

a. Pembatalan Demi Hukum


Paten dibatalkan jika pemegang paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya
tahunan dalam jangka waktu tiga tahun berturut-turut. Paten yang dibatalkan demi hukum
diberitahukan secara tertulis oleh Dirjen HKI kepada pemegang paten serta penerima
lisensi dan mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut.
b. Pembatalan Berdasarkan Permohonan Pemegang Paten
Paten dapat dibatalkan oleh Dirjen HKI untuk seluruhnya atau sebagian atas permintaan
Pemegang Paten yang diajukan secara tertulis kepada Dirjen HKI. Pembatalan paten tidak
dapat dilakukan, jika menurut catatan dalam Daftar Umum Paten pemegang lisensi untuk
melaksanakan paten tidak memberikan persetujuan secara tertulis yang dilampirkan pada
permintaan pembatalan paten tersebut, hal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan
pemegang lisensi.
Keputusan pembatalan diberitahukan secara tertulis oleh Dirjen HKI kepada Pemegang
Paten dan kepada orang yang menurut catatan dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan
dalam Berita Resmi Paten. Pembatalan paten berlaku sejak tanggal ditetapkannya
keputusan Dirjen HKI mengenai pembatalan tersebut.
c. Pembatalan Berdasarkan Gugatan Pembatalan Paten oleh Pihak Lain
Pembatalan paten dapat dilakukan dalam hal:

12
1. Bahwa invensi yang dapat diberikan paten dan invensi yang seharusnya tidak
diberikan paten, termasuk pula dalam pengertian ini adalah paten yang sudah ada
tetapi kemudian penggunaan, pengumuman atau pelaksanaannya bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum atau kesusilaan.
2. Paten tersebut sama dengan paten yang telah diberikan kepada yang lain dengan
invensi yang sama. Gugatan ditujukan kepada yang diberikan belakangan kepada
orang lain, tetapi untuk invensi yang sama.

Pemegang Paten atau Pemegang Lisensi berhak untuk menuntut ganti kerugian melalui
Pengadilan Niaga, siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan terhadap
hak ekslusif yang dimiliki Pemegang Paten atau Pemegang Lisensi (Pasal 120 Ayat (1) UU
Paten).

2.9. Ketentuan Pidana

Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dapat dengan
melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Pasal 130)

Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten sederhana dapat
dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,- (Pasal 127)

Pemegang paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan
melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya (Pasal 16) :

a. Dalam hal paten produksi : membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,


menyerahkan atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang
diberi paten
b. Dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat
barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

13
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Alasan Masyarakat Enggan Mendaftarkan Hak Paten

Pertama, masyarakat masih banyak yang belum paham tentang pentingnya hak paten.
Pemohon yang banyak mendaftarkan paten yaitu dari perguruan tinggi dan litbang. Sedangkan
pihak-pihak industri lokal sangat minim mendaftarkan paten. Hal ini disebabkan karena mereka
belum paham mengenai manfaat hak paten ke depan dan tata cara mendaftarkan hak paten.
Ada juga sebagian masyarakat yang masih merasa bangga apabila hasil karyanya ditiru oleh
orang lain.

Kedua, malas membuat Spesifikasi Paten dan surat-surat lain yang dibutuhkan.
Spesifikasi Paten adalah salah satu dari persyaratan minimum yang harus disertakan dalam
mengajukan permohonan paten untuk bisa mendapatkan Tanggal Penerimaan. Sedangkan yang
dimaksud surat-surat lain yaitu surat yang dibutuhkan untuk penunjang pendaftaran, seperti
Surat Pernyataan Hak, Surat Pengalihan Hak, Surat Kuasa, dan sebagainya. Dalam penyusunan
surat-surat, khususnya Spesifikasi Paten, diperlukan kemampuan khusus agar menghasilkan
dokumen yang baik. Sehingga orang yang belum berpengalaman dan tidak mau mempelajari
cara penyusunan tersebut lebih memilih untuk tidak mendaftarkan hak patennya karena alasan
tidak mau repot.

Ketiga, pengajuan permohonan paten bagi sebagian orang mungkin melibatkan proses
yang sangat panjang dan tidak dapat dikatakan sederhana. Satu permohonan dari mulai
penerimaan hingga pemberian paten bisa memakan waktu antara tiga hingga enam tahun.
Sebagai ilustrasi, jika seseorang mengajukan permohonan paten dan memperoleh Tanggal
Penerimaan 1 November 2018, maka permohonan tersebut baru akan memasuki tahap
Pengumuman paling cepat 1 Mei 2020. Masa pengumuman akan berakhir pada 1 November
2020. Jika pemohon segera mengajukan Permohonan Pemeriksaan Substantif pada hari yang
sama, maka paling lambat pemeriksaan paten diputus pada 1 November 2023.

Proses akan semakin panjang apabila pemeriksa paten memutuskan untuk menolak
invensi. Jika terjadi hal tersebut, pemohon hak paten dapat mengajukan banding ke Komisi

14
Bidang Paten, yang dapat berlanjut ke Pengadilan Niaga, hingga akhirnya ke Mahkamah
Agung.

Keempat, adanya pengenaan biaya pendaftaran dan pemeliharaan terhadap objek paten.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) No.28
Tahun 2019, permohonan paten secara online dikenakan biaya sebesar Rp350.000,00 dan
secara manual sebesar Rp450.000,00. Sedangkan permohonan paten umum secara online
dikenakan biaya sebesar Rp1.250.000,00 dan secara manual Rp1.500.000,00. Permohonan
paten sederhana secara online sebesar Rp200.000,00 dan secara manual Rp250.000,00.
Permohonan paten sederhana umum secara online sebesar Rp800.000,00 dan secara manual
Rp1.250.000,00.

Apabila pemeriksa paten memutuskan untuk menerima invensi, maka pemohon


dikenakan biaya pemeliharaan terhadap objek paten yang ditetapkan dalam di lingkup
Kementerian Hukum dan HAM. Pembayaran biaya perlindungan tersebut sampai dengan tahun
terakhir masa perlindungan. Banyaknya biaya yang akan dikeluarkan ini terkadang
memberatkan calon pemohon dalam mendaftarkan invensinya.

3.2. Upaya Pemerintah dalam Rangka Mendorong Masyarakat agar Mengerti


Pentingnya Mendaftarkan Hak Paten

Kesadaran masyarakat dalam mendaftarkan hak paten perlu dipupuk. Hak paten sangat
penting, karena jika tidak mematenkan inovasi atau hasil karyanya, bisa jadi inovasi tersebut
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan mematenkannya. Selain itu,
dampak positif bagi negara yaitu diketahuinya berbagai jenis kreasi yang diciptakan oleh
masyarakat yang bisa bermanfaat bagi kehidupan semua orang. Berikut ini upaya pemerintah
dalam rangka mendorong masyarakat agar mengerti pentingnya mendaftarkan hak paten.

Pertama, memberitakan di televisi saat ada kebudayaan Indonesia yang mau diakui oleh
negara lain. Ada beberapa negara yang mengakui budaya Indonesia sebagai budaya negaranya,
seperti contohnya tempe yang diakui Jepang dan batik yang diakui Malaysia. Dengan adanya
tayangan televisi dan surat kabar, pemerintah mengajak masyarakat Indonesia untuk berpikir
bahwa suatu inovasi sekecil apapun itu sangat penting dan berharga sehingga perlu dipatenkan
agar tidak diakui pihak lain.

15
Kedua, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti)
mendorong perguruan tinggi untuk membentuk tim pemburu paten. Hal ini penting untuk
mendorong peningkatan penelitian mahasiswa dan dosen perguruan tinggi yang bisa
dipatenkan. Tim ini bertugas memburu dan mengarahkan mahasiswa atau dosen agar
menghasilkan penelitian yang memiliki potensi untuk didaftarkan hak paten.

Ketiga, pemerintah juga melakukan sosialisasi di berbagai daerah. Tujuan sosialisasi


ini yaitu untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa karya-karya yang
diciptakan perlu mendapat perlindungan hukum dari pemerintah, memberitahu keuntungan-
keuntungan yang didapatkan jika mendaftarkan hak paten, dan menanggulangi maraknya
pembajakan hak paten.

3.3. Kebijakan Ditjen HKI dalam Pelaksanaan Hak Paten di Indonesia

Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) merupakan pihak yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan HKI dan memiliki peran yang penting dalam upaya
membentuk sistem paten yang wajar, efektif, dan realistis yang berguna untuk kepentingan
bangsa dan negara.

Wajar artinya sistem paten yang dibangun sederhana dan tidak terlalu muluk-muluk.
Efektif artinya hukum paten yang dibangun dapat dilaksanakan secara efektif dan memberikan
daya guna bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Sedangkan realistis artinya bangsa
Indonesia dalam mencapai target yang ideal tetap mempertimbangkan kemampuan dan fasilitas
yang dimiliki. Berikut beberapa langkah yang dapat dijadikan sebagai kebijakan strategis
dalam pelaksanaan paten di Indonesia.

a. Merevisi dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang telah ada di bidang


paten, sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara dengan tetap memperhatikan konvensi-
konvensi internasional. Undang-undang yang terbaru yaitu UU No.13 Tahun 2016 tentang
Paten.

b. Memasyarakatkan dan mensosialisasikan paten, baik di kalangan industriawan, pengusaha,


peneliti, akademisi, maupun di berbagai lapisan masyarakat lainya. Program sosialisasi
dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap tanggap terhadap tanda-tanda perubahan dan
kesadaran akan pengaruh paten dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini dapat
dilaksanakan dalam bentuk kerja sama dengan perguruan tinggi, himpunan pengusaha,

16
LSM, dan pihak-pihak lainnya, mengingat keberhasilan sistem paten hanya bisa dilakukan
bersama-sama dengan anggota masyarakat.

c. Menyempurnakan administrasi pengelolaan sistem paten dan meningkatkan pelayanan


kepada masyarakat. Saat ini, pemohonan paten tidak hanya dilakukan secara manual, tetapi
juga bisa secara online. Sistem online ini bertujuan agar pemohon tetap bisa mendaftarkan
invensinya walaupun berjarak jauh dari Ditjen HKI dan menghemat biaya pendaftaran.

d. Mendesentralisasikan pendaftaran permintaan paten agar lebih mudah direalisasikan.


Dengan mengoptimalkan Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM di semua provinsi,
akan memberikan kemudahan bagi masyarakat di daerah, akan tetapi mekanisme prosesnya
tetap dilakukan di pusat.

e. Membentuk Gugus HKI. Hal ini dikarenakan keberadaan organisasi pengelola HKI sangat
signifikan dalam kemajuan ekonomi suatu negara yang ingin membangun perekonomian
berbasis pengetahuan. Selain itu, keberadaan organisasi tersebut dapat memberikan arahan
bagi peneliti agar penemuan-penemuannya dapat aplikatif terhadap kebutuhan industri dan
masyarakat serta memiliki nilai kompetitif.

f. Menegakkan hukum di bidang paten. Para penegak hukum perlu meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman masyarakat di bidang HKI, sehingga dapat terwujud kerjasama yang
strategis. Di samping itu, di lingkungan Ditjen HKI juga terdapat tenaga Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) yang bertugas membantu polisi dalam penegakan hukum HKI.

17
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada individu, kelompok,
atau suatu lembaga yang telah menghasilkan suatu penemuan (invensi). Mendaftarkan invensi
untuk mendapatkan hak paten itu sangat penting. Hal ini dikarenakan agar karya yang
dihasilkan tersebut memperoleh perlindungan hukum.

Akan tetapi kesadaran masyarakat masih kurang dalam mendaftarkan hak paten
dikarenakan minimnya pengetahuan, malas membuat surat-surat pengajuan, tidak mau
menunggu lama dan mengeluarkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit. Dalam menghadapi
masyarakat ini, pemerintah dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI)
melakukan beberapa upaya untuk memotivasi dan memudahkan masyarakat mendaftarkan hak
paten dan melindungi invensinya melalui peraturan perundang-undangan yang telah
ditetapkan.

4.2. Saran

Masyarakat diharapkan berpikiran terbuka tentang hak paten dengan tidak memandang
dari segi proses pendaftaran yang rumit, akan tetapi berpikir tentang banyaknya manfaat yang
didapatkan ketika invensinya sudah mendapatkan hak paten. Selain itu, hak paten yang telah
ada harus diumumkan dan dilindungi agar tidak ada pihak lain yang mengakui invensi
pemegang hak paten. Diharapkan masyarakat Indonesia bisa lebih banyak menciptakan suatu
inovasi yang berguna bagi kehidupan dan bisa membanggakan Indonesia di mata internasional
serta tidak lupa untuk mematenkannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. http://digilib.unila.ac.id/11499/3/BAB%20II.pdf
2. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwic0r2l3NjiAhXMdn0KHft0AaUQFjAEegQIBhAC&url=http%3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDi
rektori%2FFIP%2FPRODI._PERPUSTAKAAN_DAN_INFORMASI%2FMIYARSO_DWI_AJIE%2FMakal
ah_a.n_Miyarso_Dwiajie%2FMakalah-
Intelectual_Property_Right_2008.pdf&usg=AOvVaw3RuerwIf3qdj2yeeAoM-r3
3. http://repository.unpas.ac.id/15502/3/G.%20BAB%20II.pdf
4. www.dgip.go.id
5. www.hki.co.id/paten.html
6. https://analisis.kontan.co.id/news/hak-paten-dana-riset-dan-pajak
7. https://www.kompasiana.com/nawawimnoer/5b94a150677ffb5ea968f392/heboh-tempe-tahukah-
anda-hak-paten-tempe-bukan-milik-indonesia
8. https://ratuhermikusumah.wordpress.com/2015/04/19/contoh-kasus-hak-paten/
9. https://indopos.co.id/read/2018/03/15/131165/tingkat-kesadaran-indonesia-untuk-
pengajuan-hak-paten-rendah

19
KASUS TENTANG HAK PATEN

1. Hak Paten Tempe Bukan Milik Indonesia

Akhir-akhir ini media dihebohkan dengan tempe, makanan khas Indonesia yang sudah
ada sejak zaman dahulu. Tempe menjadi makanan kesukaan dari kalangan anak-anak sampai
dewasa dan dapat dijumpai dimana-mana. Saat bertepatan dengan menguatnya dolar terhadap
rupiah, tempe pun menjadi bahan pergunjingan, berita, status media sosial hingga masuk isu
penting untuk di politisasi.

Tak tanggung-tanggung para tokoh nasional hingga rakyat juga heboh membicarakan
tempe, harga tempe hingga semua yang berhubungan dengan tempe, bahkan tempe laris jadi
bahan kampanye.

Walapun tempe sudah melekat erat di dunia perkulineran di Indonesia, akan tetapi
sangat disayangkan karena negara lain lebih berperan dalam membuat hak paten produk tempe.
Hak paten pembuatan tempe dan produk yang berhubungan dengan tempe 35 buah
milik Amerika Serikat dan 6 buah milik Jepang, sedangkan Indonesia baru 2 dan itupun masih
di daftarkan belum mendapat hak paten. Hak paten dari Amerika Serikat tersebut dimiliki oleh
perusahaan Z-L Limited Partnership, Gyorgy, Pfaff, serta Yueh dan kawan-kawan. Z-L limited
Partnership memiliki delapan paten, Gyorgy mengantongi dua paten mengenai minyak tempe,
Pfaff memiliki dua paten mengenai alat inkubator dan cara membuat bahan makan, serta Yueh
dan kawan-kawan memeliki paten mengenai pembuatan makan ringan dengan campuran
tempe.
20
Enam paten dimiliki tujuh penemu. Masing-masing empat paten pembuatan tempe, satu
paten mengenai antioksidan, dan satu paten mengenai kosmetik menggunakan bahan tempe
yang diisolasi. Dari data tersebut, secara keseluruhan terdapat 12 Paten mengenai antioksidan
dari tempe, empat paten mengenai pembuatan tempe menggunakan alat inkubator dan cara
membuat bahan makanan.

Paten lain untuk Jepang, Tempe, Temuan Nishi dan Inoue (Riken Vitamin Co. Ltd.)
diberikan pada tanggal 10 Juli 1986. Tempe tersebut dibuat dari limbah susu kedelai dicampur
tepung kedelai, tepung terigu, tepung beras, tepung jagung, dekstrin, na-kasinat, dan putih telur.
Akibatnya para pengrajin tempe Indonesia harus berhati-hati ketika memproduksi tempe
karena dapat saja dituntut oleh pemilik hak paten tempe dari Jepang atau Amerika Serikat.
Jepang mematenkan tempe karena negara maju tersebut bisa mengolah tahu dan soya, yang
bahan dasarnya adalah kacang kedelai. Jepang kemudian mendaftarkannya ke Komisi
Intelectual Property Rights.

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa
bahan lain yang menggunakan beberapa jenis ragi Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh.
oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum
dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-
senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe
kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam
tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan
pencegah penyakit degeneratif.

Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat.
Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan ragi (strain) unggul Rhizopus untuk
menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe.
Ragi jenis Rhizopus inilah yang dipatenkan oleh Jepang. Mereka mengklaim yang menemukan
ragi Rhizopus oligosporus terbaru adalah seorang Jepang bernama T. Yokotsuka. Ragi ini
dipakai untuk tempe yang dibungkus oleh plastik. Sedangkan yang dibungkus oleh daun
pisang, raginya lebih alami karena dibantu oleh fermentasi dari daun pisang itu sendiri.

Masalah ini bisa menjadi pelajaran untuk Indonesia agar lebih peduli dengan makanan
khas Indonesia. Saat ini harga tempe di Indonesia berkisaran antara Rp3.000 - Rp5.000 jika

21
pada tahun-tahun mendatang terjadi perdagangan internasional maka harga tempe akan
melonjak tinggi. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah mengenai bagaimana
caranya menolong pedagang-pedagang kecil yang menjual tempe atau olahan tempe karna
mereka tidak boleh menjual sembarangan tempe yang sudah dihak patenkan negara lain.

Fakta ini merupakan peringatan bagi kita semua bangsa Indonesia, jangan sampai produk-
produk asli Indonesia lainnya juga dipatenkan oleh negara lain. Oleh karena itu sudah saatnya
para ilmuan berfikir dan terus melakukan riset untuk produk-produk asli Indonesia dan segera
mendaftarkan untuk dipatenkan.

2. Hak Paten Perusahaan Mobil KIA dan Hyundai

Produsen raksasa mobil Korea Selatan itu melalui produknya Hyundai Sonata dan Kia
Optima dituding telah menggunakan teknologi hibrida serupa dan gugutan sudah diajukan
Kamis (16/2/2012) di pengadilan federal Baltimore. Paice terus berusaha menjegal Hyundai
dan KIA untuk tidak memproduksi hibrida kecuali mau diselesaikan dengan jalan membayar
lisensi tersebut. Dalam keterangan yang dikutip caradvice hari ini (20/2/2012) menyebutkan,
“Di awal 2004 kami telah menghubungi Hyundai untuk mendiskusikan dan menawarkan
teknologi hybrid ini.” Karena tidak ada kelanjutan kerjasama namun secara tiba – tiba teknologi
tersebut muncul di salah satu produknya, Paice menganggap pengadilan adalah solusinya.
Sebelumnya, Paice pernah menuntut Toyota pada 2010 karena juga memakai sistem hibrida

22
yang sudah dipatenkan sejak 1994. Setelah berjibaku selama setahun, akhirnya kedua
perusahaan menyelesaikan kemelut tersebut di luar pengadilan, dan Toyota pun terus
memproduksi kendaraan hybrid. Ford pun sempat bersitegang, namun tidak sampai ke meja
hijau karena menyetujui penggunaan lisensi teknologi Paice.

Sengketa pelanggaran teknologi hybrid yang di langgar oleh perusahaan mobil KIA dan
HYUNDAI ini perlu ditangani oleh pengadilan kemudian pengadilan memutuskan
hukumannya sesuai dengan UU nomor 14 tahun 2001 pasal 131-135 yang berupa hukuman
penjara selama 4 tahun dan denda maksimal 500 juta atau produksi mobil dihentikan. Semoga
kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya
pencipta suatu teknologi wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan
yang menyebabkan merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan.

3. Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia

Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor yang dikenal di kalangan
masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan menarik dan terlihat elegan. Namun,
tidak disangka hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi
masalah di Indonesia.

Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual (HKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan
paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan
alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.

Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim pengadilan membatalkan atas
penolakan permohonan terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut bermula ketika Ditjen HKI

23
menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan
ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto
mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya
pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak
pendaftaran paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip
yang masih baru berkembang.

Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk
konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder
dengan karakter lain. Namun, kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada
busi dengan jumlah yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki
emisi yang ramah lingkungan.

Ditjen HKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini, yaitu
sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki
Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di
Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj karena telah
mendapatkan hak paten sebelumnya dari produsen negara asalnya, yaitu India.

Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa perusahaan Bajaj dimungkinkan kurang jeli
dalam masalah penggunaan mesin yang aman digunakan untuk konsumen. Walaupun
kenyataannya menurut perusahaan Bajaj tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh
Ditjen HKI. Sebaiknya jika terbukti bersalah sebaiknya sesegera mungkin diberi solusi untuk
perbaikan mesin tersebut agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan lainnya.

Namun jika pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya perusahaan
tersebut menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk enggan berkomentar,
karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi masalah pada pemesinan tersebut.

Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten khususnya bidang industri,
dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi
permasalahan yang menyebabkan merugi dan menurunkan image perusahaan yang
bersangkutan.

24
LAMPIRAN

1. ARTIKEL

Hak Paten, Dana Riset, dan Pajak

Bisnis yang bangkrut belum tentu dijual murah. Sejarah mencatat penjualan unit bisnis
bangkrut senilai US$ 4,5 miliar di tahun 2009 (Nilainya saat itu setara Rp 50 triliun). Nortel,
perusahaan telepon asal Kanada berutang US$ 7 miliar dan mengajukan bangkrut. Unit Nortel
dibeli Rockstar Bidco. Apa yang membuat mahal? Nortel ternyata punya 6.000 paten terkait
ponsel.

Tahun 2014, Google membeli Motorola Mobility senilai US$ 12,5 miliar dan menjual
lagi ke Lenovo hanya US$ 2,9 miliar. Kesepakatan ini dianggap sukses besar, walau rugi
hampir US$ 10 miliar (Rp 130 triliun).

Google rupanya mengincar 17.000 paten Motorola. Satu buah ponsel pintar atau
smartphone melibatkan 250.000 paten teknologi mulai dari sensor retina, layar sentuh, geser
layar, dan desain lainnya. Jika perusahaan ponsel akan memproduksi, mereka harus membayar
mahal lisensi atas paten tersebut.

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam bentuk hak paten selain
melindungi plagiat dari pihak lain, dapat juga menjadi sumber penghasilan. Sayangnya, di
Indonesia, pengajuan maupun pengakuan atas hak paten masih sangat rendah.

Tingkat literasi Indonesia yang rendah mengakibatkan minat menulis rendah. Otomatis
ini membuat daya riset Indonesia sangat rendah. Kreativitas inovasi Indonesia ditilik dari
Global Innovation Index 2017 berada pada peringkat 87 dari 127 negara. Sebagai
perbandingan, peringkat Malaysia di urutan 37 dan Vietnam di posisi 47. Dari segi daya saing,
sesuai Global Competitiveness Index 2017-2018, Indonesia duduk di posisi 36 dari 138 negara.

Untuk pengajuan paten Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) secara global di 2017,
tercatat ada 3 juta usulan. Indonesia sendiri hanya ada permohonan 10.000 paten, yakni 9.000-
an diajukan produsen global luar negeri. Artinya, hanya ada 1.000-an paten yang diajukan oleh
entitas lokal Indonesia. Sebagai perbandingan, permohonan paten di India ada 300.000 per

25
tahun dan China ada 1,5 juta paten. Dari jumlah pemohon paten di China dari pebisnis lokal
mencapai 50% .

Ada dua penyebab rendahnya paten Indonesia. Pertama, kesadaran masyarakat untuk
mengurus paten atas karyanya masih rendah. Kedua, minimnya riset teknologi sehingga tidak
ada paten yang bisa didaftarkan. Dosen dan peneliti di kampus belum fokus ke riset.

Peringkat universitas asal Indonesia dari data Times Higher Education, Institut
Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Indonesia (UI) menempati urutan 201-250 se-Asia.
Sedangkan di dunia, ITB menempati urutan 801-1.000. Sementara UI menempati 601-800.

Negara tetangga Singapura menempatkan National University of Singapore urutan 23


dan Nanyang Technology of University di posisi 51. Peringkat universitas ditentukan jumlah
riset dan publikasi jurnal ilmiah.

Pemerintah menyampaikan dana riset Indonesia mencapai Rp 26 triliun yang tersebar


di berbagai Satuan Kerja (Satker). Idealnya, hasil riset menjadi bahan inovasi dan bisa
diterapkan dalam industri. Dari anggaran riset Rp 26 triliun, menurut Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), yang menjadi riset inovasi hanya Rp 10,9
triliun.

Sementara itu, jumlah dosen yang meneliti hanya 40% dari total dosen. Alasannya,
kesulitan mendapatkan anggaran dan minimnya imbalan untuk peneliti. Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No 37/PMK.02/2018 tentang Standar Biaya Umum menetapkan upah per
bulan bagi koordinator peneliti Rp 420.000, peneliti Rp 300.000, pengolah data Rp 1,54 juta.
Angka imbalan ini cukup minim, ditambah lagi beban Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) atas
dana riset dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

26
Tingkat Kesadaran Indonesia untuk Pengajuan Hak Paten Rendah

INDOPOS.CO.ID - Rektor Universitas Mercu Buana (UMB), Dr Arissetyanto


Nugroho menyebutkan tingkat kesadaran Indonesia untuk pengajuan hak paten dan hak cipta
suatu penemuan sangat rendah.

Perkembangan pengajuan hak paten dan hak cipta, untuk 2017 ada dua juta produk yang
dipatenkan. Satu juta pengajuan diantaranya Tiongkok, sedangkan 1 juta lainnya pengajuan
dari berbagai negara.

"Untuk Indonesia, tahun lalu berdasarkan data dari Kemenhumkam, hanya 800 saja
yang mengajukan hak paten. Sangat rendah sekali," jelas Arissetyanto.

Ia menyebutkan, harusnya, secara teknis, ada 4000-an universitas yang tersebar di


Indonesia. Andai saja masing-masing universitas mengajukan hak paten dan hak cipta untuk
satu penemuan yang bermanfaat untuk masyarakat banyak, sudah berapa hak paten yang sudah
terdaftar?

"Khusus akademisi dulu, jumlah riset yang banyak tetapi tidak didaftarkan hak cipta
dan hak patennya. Itu merugikan peneliti bangsa. Makanya pengajuan ini sangat penting," ujar
rektor.

Melalui sentra HKI, UMB mengelola program kerja berbasis pelayanan seperti
sosialisasi program hibah kekayaan intelektual, penyelenggaraan pelatihan hak paten,
pendampingan dalam pembuatan draft pengurusan paten, termasuk hak cipta, hak desain
industri, dan hak merk.

27
"Kemampuan daya saing bangsa sangat berkaitan dengan jumlah riset. Kampus, perlu
mendorong budaya riset dan menjadikannya hak kekayaan intelektual yang kreatif, inovatif,
dan berdaya saing, ungkap Arissetyanto.

UMB sendiri sudah mendaftarkan 50 hasil riset mereka untuk mendapatkan hak cipta
dan hak paten. "33 tahun UMB berdiri, kita akhirnya ajukan 50 penemuan kampus ke
Kemenhunkam. Saat ini skripsi bukan menjadi urusan mutlak dunia kampus, tapi juga harus
ada something new yaitu penemuan yang bermanfaat untuk kampus dan masyarakat,"
tutupnya. (cha)

28
Kemenkumham: Kesadaran Hak Paten Masih Rendah

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI)


Kemenkumham membuka peluang perancang inovasi memberikan perlindungan hukum
kepada suatu karyanya atau hak paten inovasi. Sayang, itu masih didominasi universitas dan
litbang. Padahal, hak paten inovasi itu memiliki posisi penting untuk menjamin kepastian
hukum dari inovasi-inovasi yang baru.

Hak Paten Inovasi turut menjadi pendorong inovasi, kreativitas dan pertumbuhan
ekonomi nasional. Direktur Paten, DTLST dan Rahasia Dagang DJKI, Dede Mia Yusanto
mengatakan, pertumbuhan paten di Indonesia mengacu kpeada Global Competitiveness Index
2-17-2018. Indonesia menempati urutan 36 dari 127 negara.

"Permohonan hak paten meningkat tajam dua tahun terakhir ini, sebagian besar dari
perguruan tinggi dan litbang," kata Yusanti di lokakarya Kekayaan Intelektual dan Penulisan
Drafting Patent di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Ia menuturkan, kesadaran masyarakat Indonesia akan hak paten masih kurang.


Terutama, kepada pihak-pihak industri lokal di Indonesia yang ternyata masih sangat minim
memiliki hak paten inovasi. Hal ini tentu sangat disayangkan karena perlindungan kekayaan
hak paten atau kekayaan intelektual berpengaruh terhadap perekonomian bangsa.

Terlebih, di era digital seperti sekarang yang perlindungan hak paten begitu penting.
Kondisi itu malah terbalik hingga kini. Sebab, perusahaan asing mendominasi jumlah
pembuatan hak paten di Indonesia. Pada 2017 misalnya, dengan sekitar 14 ribu pengajuan tiap
tahun.

Sayangnya, dari angka itu, hanya sekitar 15 persen pengajuan dari dalam negeri. Oleh
karena itu, Yusanti merasa, kesadaran masyarakat akan hak paten masih sangat perlu

29
ditingkatkan. "Kami ingin meningkatkan pelayanan DJKI, oleh karena itu kami kerap
mengimbau masyarakat untuk sadar akan pentingnya hak paten," ujar Yusanti.

Untuk itu, banyaknya hak paten yang dimiliki berbagai instansi pendidikan dan litbang
menjadi harapan dan motivasi bagi para pelaku industri untuk inovasi. Serta, tentu
memperhatikan hak paten atas inovasinya. "Inovasi tidak perlu rumit dan canggih, namun juga
bisa sederhana, yang penting bermanfaat bagi masyarakat dan dikomersilkan," kata Yusanti.

30
2. POWER POINT

31

Anda mungkin juga menyukai