Oleh :
Abstrak
Adapun mengenai jenis-jenis dari hak kekayaan intelektual yang diatur dalam
Agreement on Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights, Including Trade on
Counterfeit Good(TRIPs) tersebut adalah Hak Cipta, Hak Paten, Merek, Indikasi Geografis,
Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Perlindungan Terhadap Varietas Tanaman.
Di mana bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang menjadi pembahasan penulis dalam
makalah ini adalah Hak Cipta. Hak Cipta ini adalah hak yang eksklusif, hak yang diakui oleh
dunia, diharuskan untuk dilindungi oleh Undang-Undang akan tetapi pelangaran terhadap
Hak Cipta tersebut terjadi dimana-mana. Maraknya barang bajakan yang berbentuk DVD,
VCD, AUDIO CD, CD/DVD Game dan Tape Cassete yang beredar dipasaran, padahal Hak
Cipta ini sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang
Hak Cipta, disebutkan bahwa Hak Cipta adalah Hak Eksklusif Pencipta atau pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptannya atau memberi izin untuk itu.
Menurut Pasal 1 UUHC, yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang
timbul secara otomatis setelah ciptaan selesai dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut perundang-undangan yang berlaku.
1
I. PENDAHULUAN
Keaslian suatu karya, baik berupa karangan atau ciptaan merupakan suatu hak
esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta. Maksudnya, karya tersebut harus
benar-benar merupakan hasil karya orang yang mengakui karya tersebut sebagai
karangan atau ciptaannya. Demikian juga, harus ada relevansi antara hasil karya dengan
yurisdiksi apabila karya tersebut ingin dilindungi. Di Indonesia, hak pengarang/pencipta
disebut author right in sejak diberlakukannya Auteurswet 1992 Stb. 1912 No. 600; yang
kemudian di gunakan istilah hak cipta dalam peraturan perundangan selanjutnya.
Istilah hak cipta sebenarnya berasl dari negara yang menganut common law,
sedangkan di Eropa, seperti Prancis dikenal droit d’aueteur dan di Jerman sebagai
urheberecht. Di Inggris, penggunaan istilah copyright di kembangkan untuk melindungi
penerbit, bukan untuk melindungi si pencipta. Namun, seiring dnegan perkembangan
hukum dan teknologi, maka perlindungan di berikan kapada pencipta serta cakupan hak
cipta diperluas, tidak hanya mencakup bidang buku, tetapi juga drama, musik, artistic
work, fotografi, dan lain-lain.
Perlindungan hukum melalui hak cipta dewasa ini melindungi hasil karya atau kreasi
dari pengarang, pencipta, artis, musisi, dramawan, programmer, dan lain-lain, yakni
melindung hak-hak pencipta dari perbuatan pihak lain tanpa izin memproduksi atau
meniru hasil karyanya. Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Indonesia
Menyatakan, bahwa hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun member izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan yang
berlaku. Jadi, hak cipta dimaksud sebagai hak eksklusif bagi pencipta untuk
memproduksi karyanya sendiri atau memberi izin kepada pihak lain untuk melakukan
tindakan tersebut dalam batasan hukum yang berlaku. Pencipta atau pengarang adalah
seseorang yang memiliki inspirasi guna menghasilkan karya yang didasari oleh
kemampuan intelektual, imajinasi, ketrampilan, dan keahlian yang diwujudkan dalam
karya yang memiliki sifat dasar pribadi Personal Nature).
II. PEMBAHASAN
Ciptaan atau hasil karya pencipta dalam segala bentuk yang menunjukan keaslian
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni ataupun sastra. Menurut Pasal 12 Undang-Undang
2
Hak Cipta Indonesia, hal-hal yang merupakan cakupan yang dilindungi oleh hak cipta
adalah sebagai berikut:
1) Buku-buku program konputer, pamphlet, karaya tipografis.
2) Ceramah, kuliah, pidato atau ciptaan lainnya yang di wujudkan dengan cara
pengucapan.
3) Alat peraga yang dibuat guna tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4) Karya siaran.
5) Pertunjukan.
6) Lagu-lagu juga rekaman.
7) Seni batik.
8) Peta.
9) Karya fotografi.
10) Karya sinematografi.
11) Terjemahan, saduran, dan tafsiran, meskipun hak cipta karya asli tetap di lindungi.
Perkembangan pengaturan hukum hak cipta sejalan dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat dewasa ini, bahkan perkembangan perdagangan internasional, artinya bahwa
konsep hak cipta telah sesuai dengan kepentingan masyarakat untuk melindungi hak-hak
si pencipta berkenaan dengan ciptaannya, bukan kepada penerbit lagi. Di sisi lain, demi
kepentingan perdagangan, pengaturan hak cipta telah menjadi materi penting dalam
TRIPs Agreement yang menyatu dalam GATT/WTO. Selain itu, konsep hak cipta telah
berkembang menjadi keseimbangan antara pemilihan pribadi (natural justice) dan
kepentingan masyarakat/social.
Sebenarnya, Konvensi Berne 1886 tentang International Convention forbe Protection
of Litelary and Artistic Work yang telah di revisi beberapa kali merupakan baris
perlindungan hak cipta secara internasional. Selanjutnya, timbul gagasan untuk
menciptakan hukum secara universal yang di kenal dengan Universal Copyright
Convention (UCC). Indonesia meratifikasi Konvensi Berne 1997. Konvensi Berne pada
hakikatnya mensyaratkan negara anggotanya untuk melindungi karya-karya, yang
diantaranya sebagai berikut.
1) Karya tertulis (written material) seperti halnya bukudan laporan.
2) Musik.
3) Karya drama dan koreografi.
4) Karya arsitektur.
3
5) Karya sinematografi dan video.
6) Karya adaptasi, seperti terjemahan dan arasement musik.
7) Koleksi/kumpulan, seperti ensiklopedia.
Demikian juga terdapat konvensi yang hanya mengatur satu aspek saja, misalnya
mengenai hal berikut.
1) Perjanjian mengenai perlindungan penyiaran televisi tahun 1960, yakni Europen
Agreement on the Protection Television Broadcast.
2) Konvensi Roma mengenai bidang rekaman tahun 1961, yakni Convention for the
Protection of Phonograms Against Unauthorized Duplication of Their Phonograms.
3) Konvensi Roma mengenai hak salinan (neighbouring right) tahun 1961, yakni
International Convention Protectin for Performers, Producer of Phonograms and
Broadcasting Organization.
4) Agreement for the Protection of Types Faces and Their International Deposit di
Wina tahun 1973.
5) Agreement Relating to the Distribution of Programme Caryying Signals Transmitted
by Satellit di Brussel tahun 1974.
Dengan selesainya Putarn Uruguay, Indonesia juga telah meratifikasi TRIPs tahun
1997, yang mengatur karya melalui hak cipta sebagai berikut:
1) Semua karya yang dilindungi berdasar Konvensi Berne
2) Program komputer
3) Database
4) Pertunjukan, baik lengsung maupun rekaman
5) Rekaman suara
6) Siaran-siaran
4
Harsono Adisumarto, “Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta”, (Jakarta: Akademika Presindo, 1989).
5
Elyta Ras Ginting, “Hukum Hak Cipta Indonesia”, (Bandung: PT. Citra Adtya Bakti, 2012), hal. 37.
6
Sophar Maru Hutagalung, “Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya di Dalam Pembangunan”, (Jakarta:
Akademika Presindo, 1994), hal. 1.
6
Belanda, hak cipta sudah diatur pada auteurswet tahun 1912 Stb. No. 600. Jadi dapatlah
dikatakan bahwa UUHC yang pertama itu dalah UUHC yang berasal dari belanda.
Usaha untuk penyusunan UUHC nasional untuk menggantikan auteurswet 1912
sudah dimulai pertama kali dengan RUU HC sekitar tahun 1958 dari Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Prijono bersama Menteri Kehakiman G.A.
Maengkom. Langkah ini dilanjutkan dengan tersusunnya RUU HC dari Departemen
Kehakiman, dibawah Astrawinata LPHN (Lembaga Pembinaan Hukum Nasional) tahun
1965, meneruskan usaha tersebut. Disamping itu, panitia IKAPI (Ikatan Penerbit
Indonesia) pada tahun 1972 mencoba pula mengajukan RUUHC sendiri. Tepatnya pada
tanggal 12 April 1982, Pemerintah RI memutuskan mencabut auteurswet 1912
Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan sekaligus mengundangkan UU RI Nomor 6 tahun
1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam lembaran negara Republik Indonesia tahun
1982 Nomor 15. Setelah UUHC Nomor 6 tahun 1982 lahir terjadi banyak pelanggaran
terhadap hak cipta berdasarkan UU ini. Pelanggaran hak cipta telah mencapai tingkat
yang membahayakan dan dapat mematikan motivasi untuk mencipta. Undang-Undang
Nomor 6 tahun 1982 yang lahir, menemui banyak permasalahan, terutama sebagai akibat
kemajuan teknologi informatika.
Terlepas dari semua permasalahan yang muncul, yang pasti penyempurnaan UUHC
terus saja dilakukan. Misalnya UUHC Nomor 7 tahun 1987 dilaksanakan melalui UU
Nomor 27 12 tahun 1997. Kemudian juga UUHC Nomor 12 tahun 1997, selanjutnya
UUHC Nomor 12 tahun 1997 dan kemudian UUHC Nomor 19 tahun 2002 dan UUHC
Nomor 28 tahun 2014. Hadirnya UUHC ditengah kehidupan masyarakat penyebarluasan
hasil kebudayaan dibidang karya ilmu seni dan sastra dapat dilindungi secara yuridis
yang pada gilirannya dapat mempercepat proses pertumbuhan kecerdasan kehidupan
bangsa. Dengan disahkannya undang-undang Hak Cipta yang baru diharapkan
kedepannya pelaku-pelaku seni akan mendapatkan kepastian hukum akan karya-
karyanya.
Asdfghjklfghjkb
7
Stephen M. Steawart, “International Copyright and Neighbouring Rights”, (London: Butterworths, 1989),
hal. 9.
10
munculnya UUHC Nomor 28 tahun 2014 sebagai penganti UUHC Nomor 19 tahun
2002.
Perubahan demi perubahan bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih
efektif dalam upaya meningkatkan perkembangan kehidupan perekonomian nasional dan
internasioanal. Disamping itu, langkah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
dan Pemerintah mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
dengan Undang-Undang ini adalah upaya sungguh-sungguh dari negara untuk
melindungi hak pencipta, baik dibidang ekonomi maupun moral yang melekat pada si
pencipta. Tesingkalinya hak ekonomi dan hak moral dapat mengikis motivasi para
Pencipta dan pemilik Hak Terkait untuk berkreasi. Hilangnya motivasi seperti ini akan
berdampak luas pada runtuhnya kreativitas makro bangsa Indonesia. Sebagaimana yang
telah diuraikan diatas maka jauh sebelum menjadi negara merdeka, Indonesia sudah
mempunyai Undang-undang Hak Cipta. Undang-undang ini diberlakukan oleh
pemerintah Kolonial Belanda yang bernama Auteurswet. Indonesia memberlakukan
Undang-undang itu selama lebih dari tiga puluh tahun sebelum menjadi negara merdeka
pada tahun 1945.
Untuk itu sejarah berlakunya Hak Cipta jelas tidak bisa dilepaskan dari sistem hukum
kolonial sejak negara Belanda menandatangani naskah Konvensi Bern pada tanggal 1
April 1913, sebagai negara jajahannya, Indonesia di ikutsertakan dalam Konvensi
tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Staatsblad Tahun 1914 Nomor 797. Ketika
Konvensi Bern ditinjau kembali di Roma yaitu pada tanggal 2 Juni 1928. Peninjauan ini
dinyatakan pula berlaku untuk Indonesia (Staatsbalt tahun 1931 Nomor 325). maka
Undang-undang Hak Cipta Indonesia adalah sistem sinkretisma antara Common Law
hukum kontinental dan sistern hukum Indonesia. Akan tetapi undang-undang ini telah
dimodifikasi menurut kebutuhan nasional, khususnya dalam menempatkan dan
melindungi kreasi warisan nasional dan kebudayaannya.8
8
Hutagalung, Op.Cit.
11
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Indonesia mengalami banyak
perubahan dalam Undang-Undang mengenai Hak Cipta.
UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta secara umum mengatur tentang:
a. Perlindungan Hak Cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan
penerapan aturan di berbagai negara sehingga jangka waktu pelindungan Hak Cipta di
bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun
setelah Pencipta meninggal dunia.
b. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para Pencipta dan/atau Pemilik
Hak Terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus
(sold flat).
c. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan,
serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.
e. Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan
fidusia.
f. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus Ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila
Ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan
dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga
Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau Royalti.
h. Pencipta dan/atau pemilik Hak Terkait mendapat imbalan Royalti untuk Ciptaan atau
produk Hak Terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara
komersial.
Dasar Hukum
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah Pasal
5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 memuat beberapa ketentuan baru
yang merupakan penyempurnaan UU Hak Cipta sebelumnya yang memuat:
9
Hariyani Iswi, “ProsedurMengurus HaKI yang Benar”, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2010), hal. 65.
13
harus membuktikan bahwa karyanya ditiru atau dilanggar atau dijiplak, atau karya lain
tersebut berasal dari karya ciptaannya. Hak cipta juga dilanggar bila seluruh atau bagian
substansial dari ciptaan yang telah dilindungi hak cipta dikopi. Tugas pengadilanlah
untuk menilai atau meneliti apakah bagian yang digunakan tersebut penting, memiliki
unsur pembeda atau bagian yang mudah di kenali. Substansi di maksudkan sebagai
bagian yang penting bukan bagian dalam jumlah besar. Demikian pula, patut di
pertimbangkan keseimbangan hak atau kepentingan antara pemilik dan
masyarakat/sosial. Menurut pasal 15 UU Hak Cipta Indonesia tahun 1997, kegiatan-
kegiatan di bawah ini tidak termasuk dalam pelanggaran hak cipta, yaitu sebagai berikut.
1. Memakai karya orang lain untuk maksud pendidikan, riset, tesis, iptek, penulisan
laporan, kritik atau ulasan.
2. Mengutip semua atau sebagian dari orang lain dengan maksud advokasi di dalam
atau di luar sidang.
3. Mengutip semua atau sebagian dari seseorang untuk kuliah pengajaran atau sains dan
pameran atau pertunjukan bebas biaya.
Menurut pasal UU 74 Hak Cipta Indonesia. Pelanggaran bersifat pidana adalah
pelanggaran yang secara sengaja di gunakan untuk memproduksi atau mempublikasikan
materi hak cipta. Pelanggaran ini kualifikasi sebagai pelanggaran pidana untuk
memperlihatkan, mendistribusikan atau menjual materi pelanggaran atas hak cipta. Di
Amerika, pelanggaran atas hak cipta lebih banyak di hadapi dengan tuntutan perdata dan
ganti rugi. Dengan makin meningkatnya kesadaran hukum dan perkembangan hukum
atas kekayaan intelektual, di harapkan penyelesaian secara ganti rugi makin meningkat,
seimbang dengan tuntutan pidana.
Penyidikan terhadap pelanggaran hak cipta selain dilaksanakan oleh penyidik dari
kepolisian, juga dapat dilaksanakan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). PPNS di
bidang hak cipta tersebut hanya dapat melakukan penyidikan setelah mendapat surat
perintah penyidikan dari kepala kantor wilayah Departemen Kehakiman. Meskipun
PPNS tersebut memilki kewenangan tertentu, dia tidak boleh melakukan penangkapan
atau penahanan, kecuali jika sipelanggar tertangkap tangan, maka penyidik tersebut
boleh menangkap tersangka tanpa surat perintah dan segera menyerahkannya kepada
penyidik kepolisian.
Selain tuntutan pidana dan tuntutan perdata, terdapat penanganan melalui administrasi
negara. Peraturan yang memuat kewenangan administrasi negara adalah UU No. 10/1995
14
tentang Kepabeanan, khususnya Bab X mengenai Larangan Pembatasan Impor dan
Ekspor serta Pengenalian Impor dan Ekspor Barang Hasil Pelanggaran Hak atas
Kekayaan Intelektual, yang dilaksanakan oleh aparat bea dan cukai. Namun demikian,
kewenangan bea dan cukai bersifat pasif, yakni kewenangan hanya dilakukan apabila
pemilik atau pemegang hak cipta meminta kepada pengadilan niaga untuk mengeluarkan
perintah tertulis yang diajukan kepada pejabat bea dan cukai untuk menangguhkan
sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean yang
berdasarkan bukti yang cukup diduga merupakan hasil pelanggaran hak cipta yang
dilindungi di Indonesia.10
10
Anis Mashdurohatun, “Hak Kekayaan Intelektual (HKI);Dalam Persfektif Sejarah Indonesia”, (Semarang:
Madina Semarang, 2013), hal. 9.
15
KESIMPULAN
Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perlindungan terhadap suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu dalam
bentuk nyata
Sejarah berlakunya Hak Cipta jelas tidak bisa dilepaskan dari sistem hukum kolonial
sejak negara Belanda menandatangani naskah Konvensi Bern pada tanggal 1 April 1913,
sebagai negara jajahannya, Indonesia di ikutsertakan dalam Konvensi tersebut, maka
Undang-undang Hak Cipta Indonesia adalah sistem sinkretisma antara Common Law
hukum kontinental dan sistern hukum Indonesia. Akan tetapi undang-undang ini telah
dimodifikasi menurut kebutuhan nasional, khususnya dalam menempatkan dan
melindungi kreasi warisan nasional dan kebudayaannya.
Hak Cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah
hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah
suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Indonesia mengalami banyak
perubahan dalam Undang-Undang mengenai Hak Cipta.
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah Pasal
5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta
tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adisumarto, Harsono. 1989. Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta. Jakarta: Akademika
Presindo.
Iswi, Hariyani. 2010. ProsedurMengurus HaKI yang Benar. Jakarta: Pustaka Yustisia
Margono, Suyud. 2003. Hukum Perlindungan Hak Cipta. Jakarta: CV Novindo Pustaka
Mandiri.
Maru Hutagalung, Sophar. 1994. Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya di Dalam
Mashdurohatun, Anis. 2013. Hak Kekayaan Intelektual (HKI); Dalam Persfektif Sejarah
Butterworths.
Ras Ginting, Elyta. 2012. Hukum Hak Cipta Indonesia. Bandung: PT. Citra Adtya Bakti.
Sanusi, Bintang. 2007. Hukum Hak Cipta. Bandung: Citra Adity Bakti.
17