PERMASALAHAN
Hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan dasar hukum HaKI di Indonesia serta peran
HKI dalam pembangunan nasional
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual
Hak atas kekayaan intelektual yang disingkat HKI atau akronim HaKI adalah
padanan kata untuk Intelektual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum
dalam bahasa Jerman, yakni hak yang timbul dari hasil olah pikir otak dan
menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya
HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas
intelektual . HaKI merupakan hak ekslusif yang diberikan suatu hukum atau
peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Menurut
undang-undang yang telah disahkan oleh DPR Republik Indonesia pada tanggal 21
Maret 1997, HaKI adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan
permasalahan hasil penemuan dan kreatifitas seseorang atau beberapa orang yang
berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang komersial
(commercial reputation) dan tindakan/jasa dalam bidang komersial (goodwill).
Dengan begitu, obyek HaKI adalah karya, ciptaan, hasil buah pikiran, atau
intelektualitas manusia. Kata Intelektual tercermin bahwa obyek kekayaan
intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia.
Setiap manusia memiliki hak untuk melindungi atas karya hasil cipta, rasa dan karsa
setiap individu maupun kelompok. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Pada tahun
1793, Fichte mengatakan tentang hak milik dari pencipta yang ada pada bukunya.
Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda tetapi buku
dalam pengertian isinya. HKI terdiri dari 3 kata kunci yaitu Hak, Kekayaan, dan
Intelektual. Secara Historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di
Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo,
dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu
tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum
tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman Tudor
tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu
Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang
paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun
1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek, dagang, dan
desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta.
Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan
masalah baru, tukar menukan informasi, perlindungan minimum dan prosedur
mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administrative
bernama The United International Bereau for the Protection of Intellectual Property
yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organization
(WIPO). Biro ini kemudian menjadi bahan administrative khusus dibawah PBB
yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001
WIPO telah menetapkan tanggal 26 April sebagai hari Hak Kekayaan Intelektual
Sedunia.
Kekayaan merupakan hasil abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli,
maupun dijual. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil
produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan
lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa HaKI atau HKI adalah hak yang berasal dari hasil kreatif suatu
kempuan daya berpikir manusia yang mengekspresikan kepada khalayak umum
dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis yang
melindungi karya-karya intelektual manusia tersebut. Sistem HaKI merupakan hak
privat (Private Rights). Seseorang bebas mengajukan permohonan atau
mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan negara
kepada individu pelaku HaKI (Inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya)
dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreatifitas)nya dan agar orang
lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan
system HaKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
Selain itu, sistem HaKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas
segala bentuk kreatifitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi
atau hasil karya lainnya yang sama dapat dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan
dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya
dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut
untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Selain itu, UUHC juga melindungi karya seseorang yang berupa pengolahan
lebih lanjut daripada ciptaan aslinya, sebab bentuk pengolahan ini dipandang
merupakan suatu ciptaan baru dan tersendiri yang sudah lain dari ciptaan aslinya.
Tidak ada hak cipta untuk karya sebagai berikut:
Dalam mengatur jangka waktu berlakunya hak cipta, UUHC tidak menyaratkan
melainkan membeda-bedakan. Perbedaan itu dikelompokan sebagai berikut:
Perlindungan suatu hak cipta timbul secara otomatis sejak ciptaan itu
diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Maksud dari pendaftaran itu sendiri
adalah hanya semata-mata mengejar kebenaran prosedur formal saja, tetapi juga
mempunyai tujuan untuk mendapatkan pengukuhan hak cipta dan sebagai alat
bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap
ciptaan tersebut. Pendaftaran hak cipta yaitu di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Sifat
pendaftaran hak cipta adalah bersifat kebolehan (fakultatif) artinya orang boleh
juga tidak mendaftarkan. Apabila tidak mendaftarkan, tidak ada sanksi
hukumnya. Dengan sifat demikian, memang UUHC memberikan kebebasan
masyarakat untuk melakukan pendaftaran.
Penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan ke pihak lain tidak mengurangi hak
pencipta atau ahli waris untuk menuntut seseorang yang tanpa persetujuannya:
C. Pengertian dan Dasar Hukum dari Hak Cipta, Paten (Patent), Desain Industri
(Industrial Design) dan Merek (Trademark)
1. Hak Cipta
Hak cipta adalah hak ekslusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur
penggunaan hasil penaungan gagasan atau informasi tertentu. Dalam undang-
undang hak cipta adalah hak ekslusif pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya ataumemberikan izin untuk itu
dengantidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 butir 1). Undang-undang yang
mengatur hak cipta antara lain:
UU No. 19/2002 – Hak Cipta
UU No. 6/1982 – Hak cipta (LN RI Tahun 1982 Nomor 15)
UU No. 7/1987 – Perubahan atas UU No. 6/1982 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 7/1987 (LN RI tahun 1997 Nomor 29)
2. Hak Paten
Hak Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara atas hasil invensinya
di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
untuk ivensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. Undang-undang yang mengatur Hak Paten antara lain:
UU No 6/1989 - Paten (LN RI Tahun 1989 Nomor 39)
UU Nomor 13/1997 - Perubahan UU No. 6/1989 tentang Paten (LN RI Tahun
1997 Nomor 30)
UU No. 14/2001 – Paten (LN RI Tahun 2001 Nomor 109)
3. Desain Industri
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi
garis atau warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk dua atau tiga
dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilakan suatu barang komoditas atau
kerajinan tangan.
Dasar hukum desain industri: Undang-Undang Nomor 13 tahun 2000
tentang Desain Industri
4. Hak Merek
Hak merek adalah hak ekslusif yang dberikan oleh negara kepada pemilik
merek terdaftar dalam daftar umum merek dalam jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain
untuk menggunakannya. Merek suatu barang/jasa akan lebih baik jika di hak
patenkan sehingga pemilik ide ataun pemikiran inovasi mengenai suatu hasil
penentuan dan kreatifitas dalam pemberian nama erek suatu produk/jasa untuk
dihargai dengan semestinya dengan memberikan hak merek kepada pemilik
baik individu maupun kelompok organisasi (perusahaan/industri) agar tetap ada
rasa waspada terhadap pencurian nama merek dagang/jasa tersebut. Undang-
undang yang mengatur mengenai hak merek antara lain:
UU No. 19/1992 - Merek (LN RI Tahun 1992 Nomor 81)
UU No. 14/ 1997 - Perubahan UU No. 19/1992`(LN RI Tahun 1997 Nomor 31)
UU No 15/2001 – Merek (LN RI Tahun 2001 nomor 110)
Setiap karya-karya yang lahir dari buah pikir yang cemerlang yang berguna bagi manusia
perlu di akui dan dilindungi. Untuk itu sistem HaKI diperlukan sebagai betuk penghargaan atas
hasil karya. Disamping itu, sistem HaKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang
baik atas segala bentuk kreatifitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi
atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi
yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk
keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah
yang lebih tinggi lagi.