Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH HAK ATAS KEKAYAAN

INTELEKTUAL (HAKI)
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Setiap ide-ide yang cemerlang dan kreatif  yang  tercipta dari seseorang atau sekelompok
orang sebagai bentuk dari kemampuan intelektual manusia  yang berguna dan memberi
dampak baik dari berbagai aspek perlu di akui dan perlu dilindungi, agar ide-ide cemerlang
dan kreatif yang telah diciptakan tidak diklaim atau di bajak oleh pihak lain. Untuk itu
diperlukan wadah yang dapat membantu dan menaungi ide-ide cemerlang dan kreatif
tersebut. Untuk tingkat internasional organisasi yang mewadahi bidang HaKI (Hak atas
Kekayaan Intelektual) adalah WIPO (World Intellectual Property Organization).
Di Indonesia sendiri untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil
kebudayaan di bidang karya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra serta mempercepat
pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa, maka dirasakan perlunya perlindungan hukum
terhadap hak cipta. Perlindungan hukum tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk
mewujudkan iklim yang lebih baik untuk tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Di Indonesia, Undang-undang yang melindungi karya cipta adalah Undang-undang
nomor 6 tahun 1982 tentang hak cipta, dan telah melalui beberapa perubahan dan telah
diundangkan Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta yang mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak diundangkan. Tidak hanya
karya cipta, invensi di bidang teknologi (hak paten) dan kreasi tentang penggabungan antara
unsur bentuk, warna, garis (desain produk industri) serta tanda yang digunakan untuk
kegiatan perdagangan dan jasa (merek) juga perlu diakui dan dilindungi dibawah
perlindungan hukum. Dengan kata lain Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) perlu
didokumentasikan agar kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama
dapat dihindari atau dicegah.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka secara umum rumusan masalah pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1)      Apa yang dimaksud dengan HaKI?
2)      Apa saja ruang lingkup HaKI?
3)      Apa pengertian dan landasan hukum dari hak cipta, hak paten, desain industri dan merek?
4)      Bagaimana sifat dan dasar hukum HaKI?
5)      Mengapa HaKI itu penting?
6)      Bagaimana sejarah perkembangan perlindungan HaKI di Indonesia?

C.  Tujuan Penulisan
Tujuan dalam pembahasan makalah ini, yang berjudul “HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL” berdasarkan rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas hal-hal
yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain:
1)        Untuk mengetahui pengertian HaKI.
2)        Untuk mengetahui ruang lingkup HaKI.
3)        Untuk mengetahui pengertian dan landasan hukum hak cipta, hak paten, desain industri dan
merek.
4)        Untuk mengetahui sifat dan dasar hukum HaKI.
5)        Untuk mengetahui pentingnya HaKI.
6)        Untuk mengetahui sejarah perkembangan perlindungan HaKI di Indonesia.

D.  Manfaat Penulisan
Selain tujuan daripada penulisan makalah, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat
yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah
khazanah keilmuan terutama di bidang hukum terutama hukum Bisnis dan semoga
keberadaan hukum ini dapat memberi masukan bagi semua pihak.

E.  Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka yang
berorientasi pada buku-buku Hukum Bisnis

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)


Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) atau Hak Milik Intelektual adalah
padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges
Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793
mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak
milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. HKI terdiri dari
tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual.
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice,
Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg
terctat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut, dan mempunyai
hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian di adopsi oleh kerajaan Inggris di jaman
TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu
Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun
1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan
lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne
Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi
tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi,
perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian
membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of
Intellectual Property yang kemudian di kenal dengan nama World Intellectual Property
Organization (WIPO). WIPO kemudian menjadi bahan administratif khusus di bawah PBB
yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001 WIPO
telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia.
Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan
daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur,
dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa HaKI
atau HKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kretif suatu kemampuan daya berpikir
manusia yang mengepresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang memiliki
manfaat serta berguna dalam menunjang khidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis
yang melindungi karya-karya intelektual manusia tersebut.
Sistem HaKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan
permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan
negara kepada individu pelaku HaKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada
lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) dan agar orang lain
terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI
tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas
segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya
lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik
tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan
hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih
tinggi lagi.

B.  Ruang Lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)


Pada prinsipnya HaKI dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1.    Hak Cipta (Copyrights)
a)    Sejarah Hak Cipta
Pada jaman dahulu tahun 600 SM, seseorang dari Yunani bernama Peh Riad menemukan
2 tanda baca yaitu titik (.) dan koma (,). Anaknya bernama Apullus menjadi pewarisnya dan
pindah ke Romawi. Pemerintah Romawi memberikan Pengakuan, Perlindungan dan
Jaminan terhadap karya cipta ayahnya itu. Untuk setiap penggunaan, penggandaan dan
pengumuman atas penemuan Peh Riad itu, Apullus memperoleh penghargaan dan jaminan
sebagai pencerminan pengakuan hak tersebut. Apullus ternyata orang yang bijaksana, dia
tidak menggunakan seluruh honorarium yang diterimany. Honor titik (.) digunakan untuk
keperluan sendiri sebagai ahli waris, sedangkan honor koma (,) dikembalikan ke pemerintah
Romawi sebagai tanda terima kasih atas penghargaan dan pengakuan terhadap hak cipta
tersebut.

b)   Pengertian Hak Cipta


 Pengertian hak cipta menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002: Hak cipta adalah "hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyakciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku" (pasal 1 butir 1).
 Pengertian hak cipta menurut Pasal 2 UUHC: Hak cipta adalah hak khusus
bagi penciptamaupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
maupun memberi ijin untuk iti dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau
keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau
penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat di baca, didengar atau dilihat
orang lain.
Perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan baik secara keseluruhan maupun
bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak
sama, termasuk pengalihwujudan secara permanen atau temporer.

c)    Kedudukan Hak Cipta


Mengenai kedudukan hak cipta, sudah pula ditetapkan oleh UUHC, bahwa hak cipta
dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat 1). Sebagai benda Bergerak, hak cipta dapat
beralih atau dialihkn baik seluruhnya maupun sebagian karena:
      Pewarisan
      Hibah
      Wasiat
      Dijadikan milik negara
      Perjanjian
Khusus mengenai perjanjian, Pasal 3 ayat 2 menyaratkan harus dilakukan dengan akta,
dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut di dalam
akta tersebut. Pentingnya akta perjanjian itu adalah tidak lain dimaksudkan untuk
memudahkan pembuktian peralihan hak cipta apabila terjadi persengketaan di kemudian hari.

d)   Ciptaan yang dilindungi


UUHC menganut sistem terbatas dalam melindungi karya cipta seseorang. Perlindungan
ciptaan hanya diberikan dalam bidang ilmu pengetahun, seni dan sastra. Untuk itu Pasal 11
ayat 1 merinci ketiga bidang tersebut meliputi:
      Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya.
      Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya.
      Pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangn, pantomim dan karya siaran
antara lain untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman radio.
      Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman
suara atau bunyi.
      Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung, dan kaligrafi yang
perlindungnnya diatur dalam Pasal 10 ayat 2.
      Seni batik, arsitektur, peta, sinematografi, dan fotografi.
      Program komputer, terjemahan, tafsir, saduran, dan penyusunan bunga rampai.
    Selain itu UUHC juga melindungi karya melindungi karya seseorang yang berupa
pengolahan lebih lanjut daripada ciptaan aslinya, sebab bentuk pengolahan ini dipandang
merupakan suatu ciptan baru dan tersendiri, yang sudah lain dari ciptaan aslinya. Tidak ada
hak cipta untuk karya sebagai berikut:
    Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara.
    Peraturan perundang-undangan.
    Putusan pengadilan dan penetapan hakim.
    Pidato kenegaraan pidato pejabat pemerintah.
    Keputusan badan Arbitrase (lembaga seperti pengadilan tetapi khususnya di dalam bidang
perdagangan)

e)    Masa Berlakunya Hak Cipta


Dalam mengtur jangka waktu berlakunya hak cipta, UUHC tidak menyaratkan melainkan
membeda-bedakan. Perbedaan itu dikelompokkan sebagai berikut:
a.    Kelompok I (Bersifat Orisinal)
Untuk karya cipta yang sifatnya asli atau orisinal, perlindungan hukumnya berlaku selama
hidup pencipta dan terus berlanjut sampai dengan 50 tahun setelah pencipta meninggal.
Mengenai alasan penetapan jangka waktu berlakunya hak cipta orisinal yang demikian lama
itu, undang-undang tidak memberikan penjelasan. Karya cipta ini meliputi:
      Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya.
      Ciptaan tari (koreografi).
      Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung dan seni batik.
      Ciptan lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
b.    Kelompok II (Bersifat Derivatip)
Perlindungan hukum atas karya cipta yang bersifat tiruan (derivatip) berlaku selama 50 tahun,
yang meliputi hak cipta sebgai berikut:
      Karya pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan, pantomim dan karya
siaran antara lain untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman radio.
      Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya.
      Peta
      Karya sinematografi, karya rekaman suara atau bunyi, terjemahan dan tafsir.
c.    Kelompok III (Pengaruh Waktu)
Terhadap karya cipta yang aktulitasnya tidak begitu tahan, perlindungan hukumnya berlaku
selama 25 tahun meliputi hak cipta atas ciptaan:
      Karya fotografi.
      Program komputer atau komputer program.
      Saduran dan penyusunan bunga rampai.

f)    Pendaftaran Hak Cipta


     Ciptaan tidak kalah pentingnya dengan benda-benda lain seperti tanah, kendaraan
bermotor, kapal, merek yang memerlukan pendaftaran. Perlindungan suatu ciptaan timbul
secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Maksud dari
pendaftaran itu sendiri adalah hanya semata-mata mengejar kebenaran prosedur formal saja,
tetapi juga mempunyai tujuan untuk mendapatkan pengukuhan hak cipta dan sebagai alat
bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan
tersebut.Pendaftaran hak cipta yaitu di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
     Sifat pendaftaran ciptaan adalah bersifat kebolehan (fakultatip). Artinya  orang boleh juga
tidak mendaftarkan. Apabila tidak mendaftarkan, tidak ada sanksi hukumnya. Dengan sifat
demikian, memang UUHC memberikan kebebasan masyarakat untuk melakukan pendaftaran.

g)   Hak dan Wewenang Menuntut


       Penyerahan Hak Cipta atas seluruh ciptaan ke pihak lain tidak mengurangi hak pencipta
atau ahli waris untuk menuntut seseorang yang tanpa persetujuannya:
    Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu.
    Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya.
    Mengganti atau mengubah judul ciptaan.
    Mengubah isi ciptaan.

2.      Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights)


Hak kekayaan industri meliputi:
a. Paten (Patent)
     Paten merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil
penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk
melaksanakannya.
b. Merk (Trademark)
     Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersbut yang memiliki daya pembeda dan
dipergunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

c.  Rancangan (Industrial Design)


     Rancangan dapat berupa rancangan produk industri, rancangan industri. Rancangan
industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna,
atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika dan
dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
d. Rahasia Dagang (Trade Secret)
     Informasi rahasia dagang adalah informasi di bidang teknologi atau bisnis yang tidak
diketahui oleh umum, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan
dijaga kerahasiannya oleh pemiliknya.
e.  Indikasi Geografi (Geographical Indications)
     Indikasi geografi adalah tanda yang menunjukkan asal suatu barang yang karena faktor
geografis (faktor alam atau faktor manusia dan kombinasi dari keduanya telah memberikan
ciri dari kualitas tertentu dari barang yang dihasilkan).
f.   Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated Circuit)
Denah rangkaian yaitu peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari
rangkaian komponen terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampuan mengolah
masukan arus listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan, frekuensi, serta prameter fisik
lainnya.
g. Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)
     Perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia
tanaman dan atau pemegang PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama
kurun waktu tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan persetujuan
kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.

C.  Pengertian dan Dasar Hukum dari Hak Cipta, Paten (Patent), Desain Industri
(Industrial Design) dan Merek (Trademark)
1.    Hak Cipta
Hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penaungan gagasan atau informasi tertentu. Dalam undang-undang hak cipta adalah hak
eksklusif pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan- pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 butir 1)
Dasar hukum Hak Cipta: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2.    Hak Paten
Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri untuk ivensinya tersebut atau memberikan
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Dasar hukum Hak Paten: Undang-Undang No 14 tahun 2001 tentang Hak Paten.
3.    Desain Industri
Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau gabungan
dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu barang komoditas atau kerajinan tangan.
Dasar hukum: Undang-Undang No 13 tahun 2000 tentang Desain Industri.
4.    Hak Merek
Hak eksklusif  yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar
umum merek dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Dasar hukum hak merek: Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang Merek.

D.  Sifat dan Dasar Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)


Hukum yang mengatur HaKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HaKI
harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HaKI yang
dilindungi di Indonesia adalah HaKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.
Dasar Hukum HaKI antara lain:
1)   Perjanjian Internasional
a.       Berne Convention 1883 – Hak Cipta
b.      Paris Convention 1886 – Paten, Merek, Desain Industri
c.       Perjanjian TRIPs (agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) –
WTO 1994
d.      Dan Konvensi lainnya yang berkaitan dengan Teknis antara lain: WCT, WPPT,  Madrid
Protokol, PCT.
2)   Undang-Undang Nasional
a.       UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
b.      UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri
c.       UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
d.      UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten
e.       UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek
f.       UU no. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta

E.  Pentingnya Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)


Memperbincangkan masalah HaKI bukanlah masalah perlindungan hukum semata. HaKI
juga erat dengan alih teknologi, pembangunan ekonomi, dan martabat bangsa. Secara umum
disepakati bahwa Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) memegang peranan
penting dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Dalam hasil kajian World Intellectual Property
Organization (WIPO) dinyatakan pula  bahwa HaKI memperkaya kehidupan seseorang, masa
depan suatu bangsa secara material, budaya, dan sosial.
Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HaKI yang baik,
yaitu meningkatkan posisi perdagangan dan investasi, mengembangkan
teknologi,  mendorong perusahaan untuk bersaing secara internasional,  dapat membantu
komersialisasi dari suatu invensi (temuan),  dapat mengembangkan sosial budaya, dan  dapat
menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor. Oleh karena itu, pengembangan
sistem HaKI nasional sebaiknya tidak hanya melalui pendekatan hukum (legal
approach) tetapi juga teknologi dan bisnis (business and technological approach) dan  sistem
perlindungan yang baik terhadap HaKI dapat menunjang pembangunan ekonomi masyarakat
yang menerapkan sistem tersebut.

F.   Sejarah Perkembangan Perlindungan HaKI di Indonesia


Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak
tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama
mengenai perlindungan HaKI pada tahun 1844. Selanjutnya, pemerintah Belanda
mengundangkan Undang-Undang Merek tahun 1885, Undang-Undang Paten tahun 1910, dan
Undang-Undang Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih
bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection
of Industrial Property sejak tahun 1888, anggotaMadrid Convention dari tahun 1893 sampai
dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic
Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan
1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HaKI tersebut tetap berlaku. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-
undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan
UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya
dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana
ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di
Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas
permohonan Paten tersebut harus dilakukan diOctrooiraad yang berada di Belanda
      Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan
perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman
Menteri Kehakiman No. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan
Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur
tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
      Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961
tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial
Belanda. UU No. 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU
Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan atau bajakan.
      10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of
Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun
1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia
membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan
12 dan Pasal 28 ayat 1.
      Pada tanggal 12 April 1982 pemerintah mengesahkan UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak
Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta
tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil
kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan
kecerdasan kehidupan bangsa.
      Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HaKI di tanah air. Pada tanggal
23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HaKI melalui keputusan
No. 34 tahun 1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres
adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HaKI, perancangan peraturan
perundang-undangan di bidang HaKI dan sosialisasi sistem HaKI di kalangan intansi
pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
      Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 Tahun 1987 sebagai
perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
      Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 32 ditetapkan pembentukan Direktorat
Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas
Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan
Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
      Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten
yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1
November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
      Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang
Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
      Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result
of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
      Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang
HaKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek
1992.
      Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HaKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000
tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32
tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
      Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 Tahun 2001
tentang Paten, UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang
lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di
undangkannya.
      Pada tahun 2000 pula disahkan UU No. 29 tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
Dengan demikian, perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HaKI di Indonesia
sampai saat ini sudah lengkap. Namun, hal tersebut masih  belum banyak diketahui oleh
masyarakat. Hal ini dihadapkan pula  pada masih rendahnya  tingkat  pengetahuan
dan pemahaman masyarakat tentang HaKI.  Oleh karena itu, tingkat pengetahuan
dan pemahaman masyarakat tentang HaKI perlu terus menerus ditingkatkan melalui  berbagai
kegiatan sosialisasi kepada masyarakat. Adanya pemahaman maka terhadap  HaKI
maka  para warga masyarakat  akan   menghargai karya-karya yang dilindungi oleh hukum
hak kekayaan intelektual. Selain itu,  anggota masyarakat berkreasi untuk menghasilkan
karya yang dapat dilindungi oleh hak kekayaan intelektual.

G. Analisis Kasus
Dikaitkan dengan kasus yang ada suatu merek tidak dapat didaftar atas dasar
permohonan yang diajukan pemohon yang beritikat tidak baik dan pemohon ada niat dan
sengaja untuk meniru, membonceng atau menjiplak ketenaran merek lain demi kepentingan
usahanya yang mengakibatkan menimbulkan kerugian pihak lain atau menyesatkan
konsumen. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan. Permohonan yaitu
permintaan pendaftaran merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di
bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
Pendaftaran suatu merek berfungsi sebagai berikut:
a)      Untuk barang bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang terdaftar,
b)      Dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang
dimohonkan oleh permohonan lain untuk barang atau jasa sejenis,
c)      Dan untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada
pokoknya dalam peredaran untuk barang atau jasa sejenis.
Syarat dan Tata cara Permohonan Pendaftaran Merek menurut Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek terdapat pada pasal 7 yaitu:
1.      Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal
dengan mencantumkan:
o Tanggal, bulan, dan tahun;
o Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;
o Nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
o Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur
warna;
o Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan
diajukan dengan Hak Prioritas.
2.      Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
3.      Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa
orang secara bersama, atau badan hukum.
4.      Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
5.      Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama
berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu
alamat sebagai alamat mereka.
6.      Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut
ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan
melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
7.      Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya,
surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8.      Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9.      Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan
Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur
dengan Keputusan Presiden.
Di dalam kasus “LOTTO” ini, “LOTTO” Singapura memiliki bukti. Memiliki nomor
pendaftaran merek dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan
pendaftaran No. 137430, yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdapat
kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman
dengan memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat dengan alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura
mengajukan permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO”
milik Hadi Darsono (Tergugat I), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek (Tergugat II) karena telah lalai memberikan nomor
pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda usaha barangnya
setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman dapat dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik
dalam tulisan ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih
dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak sejenis
terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah terkenal didunia
internasional.
Dalam kasus ini Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek
terkenal Seven Up – LANVIN – DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No.
370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan
karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai
atau didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek
dagang terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan
Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di
bidang perdagangan serta kepentingan khalayak ramai.
Setelah memeriksa perkara ini Mahkamah Agung dalam putusannya berpendirian bahwa
judex facti salah menerapkan hukum, Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa
Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961.
Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat
membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.
Sehingga putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili
sendiri perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis yang
intinya sebagai berikut :
       Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat
Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
       Merek “LOTTO” secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang
dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang
berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
       Merek “LOTTO”, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan,
pada 6 Oktober 1984.
       Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda
dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I
tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang
termasuk dalam kelompok barang sejenis kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek
yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung
menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara
menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini
berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang
telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai
itikad baik.

Dengan pertimbangan tersebut di atas, akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan


yang amarnya sebagai berikut:
a.    Mengadili:
b.    Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
c.    Mengadili Sendiri :
o   Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
o   Menyatakan Penggugat sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang “LOTTO”
dan oleh karena itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di
Indonesia.
o   Menyatakan bahwa merek “LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat
II dengan nomor registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan,
ucapan kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta
memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.
o   Menyatakan pendaftaran merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas nama
Tergugat I batal, dengan segala akibat hukumnya.
o   Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran
merek dengan nomor registrasi 197824 dalam daftar umum.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Setiap karya-karya yang lahir dari buah pikir yang cemerlang yang berguna bagi manusia
perlu di akui dan dilindungi. Untuk itu sistem HaKI diperlukan sebagai bentuk penghargaan
atas hasil karya. Disamping itu sistem HaKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi
yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya
teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan
dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan
maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan
nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

B.  Saran
Ditinjau dari sudut perangkat perundang-undangan, Indonesia sudah mempunyai
perangkat yang cukup di bidang HaKI. Namun pengetahuan tentang HaKI dan perangkat
perundang-undangan dimasyarakat dirasakan masih kurang dan perlu ditingkatkan, sehingga
perlindungan HaKI betul-betul dapat ditegakkan.

DAFTAR PUSTAKA
Adoe, Kaleb, 2010. HUKUM BISNIS. Kupang: Politeknik Negeri Kupang.

Simatupang, Richard, 1996. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.

Saidin, 1997. Aspek Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta:  Raja Grafindo.

Supramono, Gatot, 1989. Tindak Pidana Hak Cipta: Masalah Penangkapan dalam Tingkat
Penyidikan. Jakarta: Pustaka Kartini.

Sumber lainnya:
http://prasetyohp.staff.hukum.uns.ac.id/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional-di-
indonesia/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional-di-indonesia/
http://www.scribd.com/doc/12686190/Sekilas-Haki-Di-Indonesia-Indonesia-Intellectual-Property-
Law-in-brief
http://bjnatasyakusumah.blogspot.com/2010/04/studi-kasus-tentang-sengketa-atas-merek.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
Diposting oleh Unknown di 00.27 
Kirimkan Ini lewat Email

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi sekarang ini makin maraknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh oknum-oknum tertentu guna mencari keuntungan untuk dirinya pribadi
maupun untuk lembaga/perusahaannya, baik di bidang hak kekayaan pribadi maupun hak
kekayaan lembaga/perusahaannya yang termasuk di dalam Hak Kekayaan Intelektual
(HKI).  Bahkan pelanggaran-pelanggaran tersebut telah menjadi bisnis utama dalam mencari
nafkah sebagian masyarakat di negara-negara berkembang.
Secara substantif, pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang
timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. HKI dikategorikan sebagai hak atas
kekayaan mengingat HKI pada akhirnya menghasilkan karya-karya intelektual berupa;
pengetahuan, seni, sastra, teknologi, di mana dalam mewujudkannya membutuhkan
pengorbanan tenaga, waktu biaya, dan pikiran. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan
karya intelektual tersebut ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat
menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual tadi.
(Bambang Kesowo, 1998:160-161)
HKI merupakan satu sistem yang memberikan perlindungan hukum atas karya-karya
intelektual seseorang maupun lembaga atau perusahaannya di bidang industri, ilmu
pengetahuan dan seni(hak cipta), hak kepemilikan industri(desain industri, paten, merek, dan
lain-lain).
Selain itu juga, pelanggaran-pelanggaran tersebut menandakan bahwa masih
kurangnya kesadaran pada masing-masing individu untuk menghargai hasil karya seseorang
ataupun perusahaan terhadap barang atau produk ciptaannya terutama pada hak kekayaan
intelektual melalui hak cipta dan hak paten. Pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat berupa
pembajakan, pemalsuan, penjiplakan, pengklaiman, dan lain sebagainya. Salah satu contoh
dari pelanggaran tersebut tampak pada pengklaiman yang dilakukan oleh negara lain, seperti
pada karya suara (lagu, musik), karya pertunjukkan (pewayangan, tari, lenong, dll), karya
seni dalam berbagai bentuk (lukis, gambar, kaligrafi, terapan, batik, dll), serta pada karya-
karya lainnya.
Namun demikian, pada awalnya pemerintah telah membuat Undang-Undang
mengenai hak cipta dan hak paten tersebut guna melindungi kedua jenis Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) itu, salah satu contohnya pada produk karya seni dalam bentuk Batik.
Undang-Undang tersebut diharapkan dapat lebih ditekankan pada penerapan perlindungannya
oleh negara khususnya oleh pihak pemerintah. Tetapi pada kenyataannya perlindungan
Undang-Undang tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya karena masih kurang dalam
penerapannya dan Undang-Undang tersebut masih kurang dipahami secara baik dan benar
oleh sebagian masyarakat sehingga produk karya seni dalam bentuk batik tersebut dengan
mudahnya diklaim oleh negara lain.
Selain itu juga dengan adanya Undang-Undang tersebut para produsen/pencipta batik
ini merasa terlindungi karena produk/barang ciptaannya telah dihargai dan diakui oleh
masyarakat luas maupun oleh negara. Tetapi pada kondisi nyatanya banyak dari mereka yang
merasa dirugikan karena hasil karyanya tersebut kurang dilindungi oleh negara khususnya
pemerintah. Hal ini juga memberikan dampak yang signifikan bagi penciptanya, baik dari
segi penghargaan, pengakuan, pemunculan ide, maupun dari segi materil.
Dampak yang signifikan itu juga timbul karena beberapa kendala yang berkaitan
dengan peraturan perundang-undangannya, salah satu contohnya adalah kendala yang datang
dari para pencipta batik itu sendiri yang tidak dengan segera mendaftarkan/mempatenkan
barang/produk ciptaannya. Hal ini ditandai dengan lamanya proses pendaftaran itu sendiri
yang membutuhkan waktu yang panjang, memakan biaya yang cukup besar, serta dengan
anggapan mereka bahwa telah adanya pengklaiman yang dilakukan oleh negara lain terhadap
barang/produk batik yang mereka produksikan.
Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Hak Cipta yang menjelaskan pengertian hak cipta
diperkuat lagi dengan Ketentuan Pasal 2 ayat (1)  yang menyatakan:
“Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak citptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Berdasarkan pada dua ketentuan di atas, maka hak cipta tersebut dapat di artikan
sebagai suatu hak kekuasaan sendiri untuk memperbanyak atau mengumumkan hasil
karyanya yang di buat oleh pencipta produk atau pemegang produk dan tetap memperhatikan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan pengertian paten menurut UU No. 14 Tahun 2001 yang menyatakan:
“Hak eksklusif yang diberikan negara kepada penemu (inventor) di bidang teknologi (proses,
hasil produksi, penyempurnaan, dan pengembangan proses atau hasil produksi) selama waktu
tertentu, melaksanakan sendiri invensinya atau memberika persetujuan kepada orang lain
untuk melaksanakannya, dalam hal ini pemegan paten adalah penemu sebagai pemilik paten.”

Berdasarkan analisis tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas makalah ini
dengan judul “Upaya untuk Melindungi Hak Kekayaan Intelektual Melalui Hak Cipta
dan Hak Paten pada Batik Indonesia”

1.2 Rumusan Masalah


            Pada era globalisasi sekarang ini dengan teknologi yang canggih banyak yang dengan
mudah membajak karya orang lain, baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk komersil.
Maka melalui makalah ini kami membahas tentang,
“Bagaimana upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak
paten terhadap batik indonesia?
            Ruang lingkup dari rumusan masalah di atas yaitu,
“Kurangnya upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta terhadap
batik indonesia”
 “Kurangnya upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten terhadap
batik indonesia?”
1.3 Ruang Lingkup
      1.   Upaya untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual melalui Hak Cipta.
      2.   Upaya untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual melalui Hak Paten.
1.4 Tujuan
            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui upaya melindungi hak
kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten terhadap batik indonesia. Secara rinci
makalah ini bertujuan untuk :        
a.       Untuk mengetahui sejauh manakah penerapan upaya untuk melindungi hak atas kekayaan
intelektual melalui hak cipta dan hak paten terhadap batik indonesia
b.      Untuk mengetahui sejauh mana upaya untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual
melalui hak cipta terhadap  batik indonesia
c.       Untuk mengetahui sejauh mana upaya untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual
melalui hak paten terhadap batik indonesia
1.5 Manfaat
1. Agar perusahaan dapat menerapkan Hak Cipta dan Hak Paten atas Kekayaan Intelektual
terhadap Batik Indonesia.
2.   Agar Perusahaan dapat melindungi Hak Cipta atas Kekayaan Intelektual terhadap Batik
Indonesia.
3.   Agar perusahaan dapt melindungi Hak Cipta atas Kekayaan Intelektual terhadap Batik
Indonesia.
1.6 Metode
            Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah Studi pustaka. Metode studi
pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari berbagai sumber. Data-data
tersebut dapat membantu dalam penyelesaian makalah ini. Adapun sumber-sumbernya
berasal dari buku, internet, dan lainnya.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I       Pendahuluan
Latar Belakang, Rumusan Masalah, Ruang Lingkup, Tujuan, Manfaat, metodologi,
Sistematika penulisan.

BAB II      Tinjauan Pustaka/Landasan Teori


Hak atas Kekayaan Intelektual terdiri atas definisi HKI, sejarah HKI di Indonesia,
ruang lingkup HKI, prinsip-prinsip HKI, klasifikasi HKI.
Hak Cipta terdiri dari definisi hak cipta, prinsip dasar hak cipta dan ruang lingkupnya,
fungsi dan sifat hak cipta, hak ekonomis, hak moral, dan hak terkait pada hak cipta (hak &
kewenangan menggugat), pendaftaran ciptaan, lisensi masa, pembatasan & pengalihan hak
cipta, berlaku hak cipta, dan pelanggaran & sanksi terhadap hak cipta.
Hak Paten terdiri dari difinisi hak paten Indonesia, sejarah hak paten, ruang lingkup
hak paten permohonan paten & sistem pendaftaran, jangka waktu paten, pengalihan paten,
lisensi paten, paten sederhana, pembatalan paten, penyelesaian sengketa.
Undang-undang yang bersangkutan dari Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari
undang-undang hak cipta, undang-undang hak paten, dan undang-undang hak kekayaan
intelektual.
BAB III    Pembahasan
Upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten
terhadap batik Indonesia, kurangya upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui
hak cipta terhadap batik Indonesia, kurangnya upaya untuk melindungi hak kekayaan
intelektual melalui hak paten terhadap batik Indonesia.

BAB IV    Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA/ LANDASAN TEORI
2.1 Hak atas Kekayaan Intelektual
2.1.1  Definisi  Hak atas Kekayaan Intelektual
Menurut  W. Rudolf S (2012:3) mengatakan bahwa  HAKI atau HKI merupakan hak
yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang
diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat
serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.
Menurut Dhika augustyas (2012:1) mengatakan bahwa Hak Atas Kekayaan
Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang
atau sekelompok orang atas karya ciptanya.
Adapun Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI)
atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual
Property Right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut
adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human
Mind) (WIPO, 1988:3).
Menurut Choir (2010:1) HAKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif
suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam
berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan
manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.

Sedangkan menurut Saidin (1995) Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak
eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya
ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun
jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud
(benda imateriil).
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Hak Atas Kekayaan
Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau
sekelompok orang sebagai hasil kreatifnya yang di ekspresikan ke khalayak umum dalam
bentuk apapun dan bernilai ekonomis.
2.1.2  Sejarah Perkembangan HAKI di Indonesia       
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HKI pertama kali ada di
Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. caxton, Galileo dan
Guttenberg terctat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut, dan
mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian di adopsi oleh kerajaan Inggris di
jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris
yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten
tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan
lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne
Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi
tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi,
perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian
membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of
Intellectual Property yang kemudian di kenal dengan nama World Intellectual Property
Organization (WIPO). WIPO kemudian menjadi bahan administratif khusus di bawah PBB
yang menangani masalah HKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001 WIPO telah
menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia.
2.1.3  Ruang Lingkup HAKI
Ruang lingkup HAKI.:
 Hak Cipta
 Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Hak Paten
 Hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas
hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
2.1.4  Prinsip-Prinsip Hak Atas Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia
yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik
hak cipta.
 Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari 
kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan
intelektual terhadap karyanya.
  Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna
meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa
dan Negara.
 Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah
diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan
berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
2.1.5  Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :
1.         Hak Cipta
2.         Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
o   Hak Paten
o   Hak Merek
o   Hak Desain Industri
o   Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
o   Hak Rahasia Dagang
o   Hak Indikasi
Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas Hak Cipta, dan Hak Paten.
2.2  Hak Cipta
2.2.1 Definisi Hak Cipta
Hak Cipta, (dalam bahasa Inggris copyrights, dan dalam bahasa
Belandaauteursrecht) merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, tetapi berbeda
dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan
sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain untuk melakukannya.
Menurut pengertian Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2002, yang dimaksud dengan hak cipta
adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan
kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra
(http://ipr.itb.ac.id/?page_id=179).
Menurut Hanafi (2000:189) secara hakiki hak cipta termasuk hak milik immaterial
karena menyangkut ide, gagasan pemikiran, maupun imajinasi dari seseorang yang
dituangkan dalam bentuk karya cipta, seperti buku ilmiah, karangan sastra, maupun karya
seni.
Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hak cipta
merupakan hak untuk menyalin suatu ciptaan. Hak cipta juga dapat memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaannya. Dan
pada dasarnya, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

2.2.2 Prinsip Dasar Hak Cipta dan Ruang Lingkupnya


Dalam kerangka ciptaan yang mendapatkan hak cipta setidaknya harus memperhatikan
beberapa prinsip-prinsip dasar hak cipta, menurut Edy Damian (2002:99-106) adalah sebagai
berikut:
1. Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli.
Salah satu prinsip yang paling fundamental dari perlindungan hak cipta adalah konsep
bahwa hak cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan dari suatu ciptaan misalnya
buku, sehingga tidak berkenaan atau tidak berurusan dengan substansinya. Dari prinsip dasar
ini telah melahirkan dua subprinsip, yaitu:
a.       Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati hak-hak yang
diberikan undang-undang keaslian, sangat erat hubungannya dengan bentuk perwujudan
suatu ciptaan.
b.      Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam
bentuk tertulis atau bentuk material yang lain. Ini berarti bahwa suatu idea tau suatu pikiran
atau suatu gagasan atau cita-cita belum merupakan suatu ciptaan.
2. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis)
Suatu hak cipta eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam suatu bentuk
yang berwujud yang dapat berupa buku. Dengan adanya wujud dari suatu ide, suatu ciptaan
lahir. Ciptaan yang dilahirkan dapat diumumkan (to make public/openbaarmaken). Suatu
ciptaan yang tidak diumumkan, hak ciptanya tetap ada pada pencipta.
3. Suatu ciptaan tidak perlu diumumkan untuk memperoleh hak cipta
Suatu ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak diumumkan (published/
    unpublished work) kedua-duanya dapat memperoleh hak cipta.
4. Hak cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal right) yang harus
dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan.
5. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut)
Mengacu pada UU Hak Cipta, maka ciptaan yang mendapat perlindungan hukum ada
dalam lingkup seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Dari tiga lingkup ini undang-undang
merinci lagi di antaranya seperti yang ada pada ketentuan Pasal 12 UU Hak Cipta. Menurut
ketentuan Pasal 12 UU Hak Cipta, ciptaan yang dilindungi itu terdiri dari:
1.    Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan
semua hasil karya tulis lain.

2.    Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.

3.    Alat peraga yang digunakan untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

4.    Lagu atau music dengan atau tanpa teks.

5.    Drama atau drama musical, tari, koreografi atau pewayangan, dan pantomime.

6.    Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,
seni patung, kolase dan seni terapan.

7.    Arsitektur.

8.    Peta.

9.    Seni Batik.

10.               Fotografi.

11.               Sinematografi.
12.               Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.

 Di samping ciptaan-ciptaan tersebut, di bawah ini ada beberapa ciptaan yang dilindungi
juga oleh UU Hak Cipta. Sebagaimana dituangkan dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2)
yang menyatakan:
1)   Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya
nasional lainnya.

2)   Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadikan milik
bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi,
tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

Beberapa ciptaan yang tidak mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan UU Hak


Cipta, yakni:

1.    Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara.

2.    Peraturan perundang-undangan.

3.    Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah.

4.    Putusan pengadilan atau penetapan hakim.

5.    Keputusan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

2.2.3 Fungsi dan Sifat Hak Cipta

Menurut Kansil (1990) Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak, oleh karena itu hak
cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:

a.    Pewarisan;

b.    Hibah;

c.    Wasiat;

d.   Dijadikan milik negara;


e.    Perjanjian, yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya
mengenai wewenang yang disebut di dalam akta itu.

Hak cipta dianggap benda yang bergerak dan immaterial. Hak cipta tidak dapat dialihkan
secara lisan, harus dengan akta otentik atau akta di bawah tangan (Pasal 3).

Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula hak cipta yang tidak diumumkan
yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat,
tidak dapat disita.

Berhubung sifat ciptaan adalah pribadi dan manunggal dengan diri pencipta, maka hak
pribadi itu tidak dapat disita daripadanya (Pasal 4).

2.2.4 Hak Ekonomis, Hak Moral, dan Hak Terkait

Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights) serta
hak terkait yang juga merupakan hak eksklusif di Indonesia.
Hak Ekonomis
Menurut Saliman (2005:197), hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat
ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait.
Secara umum, hak ekonomis merupakan hak eksklusif dari pengarang untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan ekonomi. Hak ekonomis ini meliputi hak memperbanyak, hak
distribusi, hak pertunjukan, dan hak peragaan.
Hak Moral
Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat
dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan. (Saliman,2005;197)
Hak cipta juga melindungi hak moral,yaitu hak untuk menuntut kepemilikan suatu karya,
dan hak untuk tidak menyetujui perubahan yang dapat membahayakan reputasi penciptanya.
(http://ipr.itb.ac.id/?page_id=179).
Menurut Pasal 24 UU No. 19 Tahun 2002, penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan
kepada orang atau badan lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk
menggugat seseorang yang tanpa persetujuaannya (lihat Pasal 55-66 UU No. 19 Tahun
2002):
a.       Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan tersebut;
b.      Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
c.       Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau
d.      Mengubah isi ciptaan yang bersangkutan.
Hak Terkait
Secara umum, hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak
eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi produser
rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman
bunyinya dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan
karya siarannya. (http://hakintelektual.com/hak-cipta/pengertian-hak-cipta/).
Menurut ketentuan Pasal 49-50 UU No. 19 Tahun 2002:
a.         Pelaku memiliki hak untuk memberi izin atau melarang orang lain tanpa persetujuannya
membuat, memperbanyak, dan menyiarkan rekaman suara dan/atas gambar pertunjukannya,
untuk jangka waktu 50 (lima puluh) tahun;
b.        Produser rekaman suara memiliki hak khusus untuk memberi izin atau melarang orang lain
yang tanpa persetujuannya memperbanyak rekaman suara, untuk jangka waktu 50 (lima
puluh) tahun;
c.         Lembaga penyiaran juga memiliki hak khusus, untuk jangka waktu 20 (dua puluh) .

2.2.5 Pendaftaran Ciptaan


Menurut Sanusi Bintang dan Dahlan (2000:88), tata cara perolehan hak cipta pada prinsipnya
dapat diperoleh ketika ciptaan tersebut diwujudkan. Hal ini berbeda dengan karya intelektual
lain yang mempersyaratkan dalam perolehan haknya melalui proses pendaftaran. Akan tetapi,
dalam pengertian ini ciptaan tidak dapat didaftarkan. Pada dasarnya ciptaan dapat
didaftarkan. Namun, fungsi pendaftaran hanyalah sebagai alat pembuktian bahwa pencipta
berhak atas hak cipta. Di samping itu, pendaftaran ini akan memberikan manfaat bagi si
pendaftar. Manfaatnya pendaftar siap dianggap sebagai pencipta, sampai ada pihak lain yang
dapat membuktikan perlindungan hukum sampai adanya putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap yang menyatakan bahwa pihak lain (bukan pendaftar) yang menjadi pencipta.
Menurut Undang-Undang Hak Cipta (UUHC-1982 Pasal 32) adalah permohonan
pendaftaran ciptaan yang dilakukan atas nama lebih dari seorang dan atau satu badan hukum,
diperkenankan jika orang atau badan itu bersama-sama berhak atau menyatakan persetujuan
secara tertulis bahwa mereka akan bersama-sama berhak atas ciptaan tersebut dan kepada
Departemen Kehakiman yang melakukan pendaftaran diserahkan suatu turunan resmi dari
akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hal tersebut.
Dalam daftar umum ciptaan dimuat antara lain:
a.     Tanggal penerimaan surat permohonan;
b.    Tanggal lengkapnya persyaratan menurut ketentuan pasal 31;
c.     Nomor pendaftaran ciptaan (UUHC-1982 Pasal 33).
2.2.6 Lisensi Masa
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait
kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak
terkaitnya dengan persyaratan tertentu (http://hakintelektual.com/hak-cipta/pengertian-hak-
cipta/).
Menurut ketentuan Pasal 45-48 UU No. 19 Tahun 2002:
a.       Pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi dengan perjanjian lisensi untuk
melaksanakan ciptaannya, kecuali diperjanjikan lain, maka pelaksana wajib untuk membayar
royalti kepada pemegang hak cipta;
b.      Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung maupun tidak langsung
merugikan perekonomian negara;
c.       Perjanjian lisensi wajib dicatat di Dirjen HaKI, agar dapat mempunyai akibat hukum
terhadap pihak ketiga.
2.2.7 Pembatasan Hak Cipta
UU Hak cipta memberikan beberapa pembatasan terhadap pemanfaatan hak cipta.
Beberapa pembatasan atas pemanfaatan hak cipta tetapi tidak dikategorikan sebagai
pelanggaran hak cipta di antaranya:
1.        Pengumuman dan/atau perbanyakan lembaga negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya
yang asli;
2.        Pengumuman dan/atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak
oleh atau atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik
dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri
atau ketika ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak;
3.        Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga
penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain dengan ketentuan sumbernya harus
disebutkan secara lengkap;
4.        Pengambilan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
5.        Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan
pembelaan di dalam atau di luar pengadilan;
6.        Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah
yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan serta pertunjukan atau
pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari pencipta;
7.        Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna
keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;
8.        Perbanyakan suatu ciptaan selain program computer, secara terbatas dengan cara atau alat
apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau
pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan
aktivitasnya;
9.        Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti ciptaan bangunan;
10.    Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program computer yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Khusus untuk pengecualian dari angka 4 sampai 10 masih dipersyaratkan oleh UU Hak
Cipta dalam pemanfaatannya harus menyebutkan atau mencantumkan sumbernya.
2.2.8 Berlaku Hak Cipta
Masa perlindungan hukum yang diatur dalam UU Hak Cipta sifatnya sangat variatif.
Dalam pengaturan UU Hak Cipta masa perlindungan tersebut dibagi ke dalam tiga bagian,
yaitu:
 Pertama, untuk ciptaan berupa buku, pamflet, dan semua karya tulis lain, drama atau
drama musikal, tari dan koreografi, segala bentuk seni rupa seperti, seni lukis, seni pahat, dan
seni patung, seni batik, lagu atau music dengan atau tanpa teks, arsitektur, ceramah, kuliah
pidato dan ciptaan sejenis lainnya, alat peraga, peta, terjemahan, tafsir, saduran dan bunga
rampai dilindungi selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun
setelah pencipta meninggal dunia;
Kedua, untuk ciptaan berupa program komputer, sinematografi, fotografi, database, dan
karya hasil pengalihwujudan dilindungi selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
diterbitkan;
Ketiga, untuk ciptaan yang ada dalam Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta dilindungi tanpa
batas waktu dan Pasal 11 ayat (1) dan (3) UU Hak Cipta dilindungi sejak ciptaan tersebut
pertama kali diumumkan.
2.2.9 Pelanggaran Hak Cipta
Menurut Pasal 15 UU No. 19 Tahun 2002, tidak dianggap pelanggaran hak cipta apabila
suatu karya menulis sumber-sumbernya:
a.         Untuk keperluan pendidikan, penelitian, dan lain-lain yang tidak merugikan pencipta;
b.        Pengambilan untuk kepentingan di pengadilan;
c.         Pengambilan, baik sebagian maupun seluruhnya, untuk kepentingan ceramah ilmiah dan
pendidikan asal tidak merugikan penciptanya;
d.        Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Biasanya, peniruan karya tulis dapat berbentuk peniruan kata demi kata, peniruan tanpa
pengambilan kata-kata (persamaan substansi kedua karya tulis, akses, penggugat harus
menunjukkan karya tergugat sama dengan karyanya).
Di sini tergugat dapat melakukan pembelaan:
a.         Kekurangan daya hak cipta dari karya penggugat;
b.        Kekurangan originalitas dari ekspresi;
c.         Kekurangan kesamaan substansial;
d.        Fair use (pemakaian yang layak).
1. Masalah pembuktian
Dalam kasus pelanggaran hak cipta, bukti langsung dari plagiarisme adalah jarang sekali
ditemukan, biasanya pembuktian pelanggaran hak cipta dilakukan melalui pembuktian akses
maupun kesamaan substansial, yaitu suatu metode pembuktian dari pemeriksaan kata demi
kata, karena biasanya pelanggaran terjadi dalam 2 (dua) tahap proses: membuktikan
terjadinya peniruan dan apakah hal tersebut terjadi di dalam hal-hal yang tidak
diizinkan  (Saliman,2005;200).
2. Doktrin Pemakaian yang layak
Menurut (Saliman,2005;200), di Amerika Serikat ada istilah untuk pemakaian yang layak
yang tidak dikategorikan pelanggaran hak cipta., the doctrine of fair use, dalam UU Hak
Cipta Tahun 1976 digunakan beberapa variable agar tidak dikualifikasi sebagai peniruan:
a.         Maksud dan sifat pemakaian, termasuk sifat dan maksud komersialnya;
b.        Sifat dari karya hak cipta;
c.         Porsi yang ditiru;
d.        Pengaruh ekonomis dari yang ditiru;
e.         Maksud dan alasan-alasan dari terdakwa.
3. Sifat Pekerjaan
Menurut Abdul R. Saliman, Hermansyah, dan Ahmad Jalis (2005;201), sifat pekerjaan
ini dibedakan menjadi 3, yaitu:
a.         Tergantung dari kaitannya dengan faktor efek ekonomis dari pemakaian hak cipta tersebut;
b.        Potensi pengaruh ekonomi bersama faktor-faktor lainnya menentukan doctrine of fair use;
c.         Jumlah proporsional dan substansi pemakaian, sifat peniruan kualitatif, atau kuantitatif.
3.1  Hak Paten
3.1.1  Definisi Hak Paten
Pengertian hak paten bisa dilihat didalam Undang-Undang, lebih tepatnya Pasal 1 ayat
1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Undang-Undang telah menyebutkan
bahwa pengertian hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor
atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seorang inventor dapat
melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan
baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu
penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri
(karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga,
penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi
bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan
penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
Istilah-istilah dalam Paten:
a.       Invensi
Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses.
b.      Inventor dan Pemegang Paten
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara besama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang
Paten adalah iventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik
paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum
paten.
c.       Hak yang dimiliki oleh pemegang Paten
Pemegang hak paten memiliki hak eklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
a.       Dalam hal Paten Produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai,
menyediakan untuk di jual atau disewakan atau diserahkan produk yang di beri paten.
b.       Dalam hal Paten Proses : Menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat
barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
- Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian
lisensi.
- Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada
siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam butir 1 di atas.
- Pemegang Paten berhak menuntut orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak
pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam
butir 1 di atas.
3.1.2  Sejarah Hukum Paten Indonesia
Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada
sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama
mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda
mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak
Cipta tahun 1912.
Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi
angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota
Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for
the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914.
Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua
peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17
Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan
dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan
Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta
dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap
bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten
peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di
Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus
dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang
merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu
Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan
sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G
1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
1.      Aspek Substantif Hukum Paten Indonesia
2.      Problematika Hukum Paten Indonesia
3.1.3  Ruang Lingkup Hak Paten
Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang
diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility
models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang
lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten
(UUP).
UUP hanya menentukan dua jenis Paten, yakni Paten Biasa dan Paten Sederhana.
Paten Biasa adalah Paten yang melalui penelitian atau pengembangan yang mendalam
dengan lebih dari satu klaim. Paten Sederhana adalah Paten yang tidak memerlukan
penelitian atau pengembangan yang mendalam dan hanya memuat satu klaim. Namun UUP
secara tersirat mengenalkan jenis-jenis Paten yang lain, yaitu Paten Proses dan Paten Produk.
Paten Proses adalah Paten yang diberikan terhadap proses, sedangkan Paten Produk adalah
Paten yang diberikan terhadap produk.

Namun menurut literatur, masih ada jenis-jenis Paten yang lain saat ini:
1.    Paten yang Berdiri Sendiri (Independent Patent)
Paten yang berdiri sendiri serta tidak tergantung dengan Paten lainnya.
2.    Paten yang Terkait dengan Paten lainnya (Dependent Patent)
Keterkaitan antar Paten bisa terjadi jika ada hubungan antara lisensi biasa maupun lisensi
wajib dengan Paten lainnya dan kedua Paten itu dalam bidang yang berkaitan. Bila kedua
Paten itu dalam bidang yang sama, penyelesaiannya diusahakan dengan saling memberikan
lisensi atau lisensi timbal balik (cross license)
3.    Paten Tambahan (Patent of Addition) atau Paten Perbaikan (Patent of
Improvement)                                                                                                          Paten ini
merupakan perbaikan, penambahan, atau tambahan dari temua yang asli. Bila dilihat dari segi
Paten pokoknya, kedua jenis Paten ini hanya merupakan pelengkap sehingga disebut pula
Paten Pelengkap (Patent of Accessory). Di Indonesia tidak dikenal Paten
Pelengkap.                                                 
4.    Paten Impor (Patent of Importation), Paten Konfirmasi atau Paten Revalidasi (Paten of
Revalidation)                                                                                 Paten ini bersifat khusus
karena telah dikenal di luar negeri dan negara yang memberikan Paten lagi hanya
mengkonfirmasi, memperkuatnya, atau mengesahkannya lagi supaya berlaku di wilayah
negara yang memberikan Paten lagi (revalidasi).
5.     
3.1.4  Jangka Waktu Paten
Dalam Pasal 9 ditegaskan bahwa:
a. Paten diberikan untuk jangaka waktu selama empat belas tahun terhitung sejak tanggal
penerimaan permintaan paten (filing date). Tanggal tersebut dinyatakan dalam Surat
Paten(Letter of Patent) yang diberikan oleh Kantor Paten. Jangka waktu paten selama 14
(empat belas) tahun tersebut dapat pula di katakan sebagai jangka waktu perlindungan hukum
atas paten yang bersangkutan.
b. tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum paten dan
diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
            Daftar mum paten berupa buku yag khusus berisikan catatan tentang Surat paten, yang
dibuat dalam bentuk dan susunan yag sederhana, jelas dan rapi. Berita Resmi Paten dapat
pula disebut Jurnal Paten, yang dikelola dan diterbitkan secara berkala oleh Kantor paten,
serta ditempatkan/ditempelkan di papan pengumuman Kantor Pten yang dapat dilihat dengan
mudah oleh masyarakat dan disebarluaskan.
        Berita Resmi Paten memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Tambahan Berita
negara. Sekalipun demikian, apabila Pemegang paten menghendaki agar Surat Patennya
diumumkan dalam Tambahan Berita negara, maka hal itu dapat saja diusahakan atas biaya
sendiri.
        Paten Sederhana diberikan untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal diberikannya Surat Paten Sederhana.
        Karena benda atau alat yang dihasilkan tersebut diperoleh denga waktu yang relatif
singkat, dengan cara yang sederhana, dengan biaya yang relatif murah, dan secara teknologi
juga bersifat sederhana, maka jangka waktu pelindungan selama 5 (lima) tahun dinilai cukup
(Pasal 10).
3.1.5  Pengalihan Paten
Dalam pasal 73 ditegaskan:
Paten atau pemilikan paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian
karena:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris;
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
                        Seperti halnya Hak Cipta dan Merek Dagang, paten pada dasarnya adalah hak
milik perorangan yag tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektual manusia.
Sebagai hak milik, paten dapat pula dialihkan oleh penemunya atau yang berhak atas
penemuan itu. Paten dapat beralih atau dialihkan baik dengan cara pewarisa, hibah, wasiat,
maupun dengan cara perjanjian. Khusus mengenai pengalihan dengan perjanjian ini
ditentukan, bahwa hal itu harus dituangkan dalam bentuk Akta Notaris. Hal ini mengingat
begitu luasnya aspek yang terjangkau oleh paten sebagai hak. Adapun sebab lain peten karena
pembubaran badan hukum yang semula merupakan Pemegang Paten.
                        Peralihan pemilikan paten tidak menghapus hak penemu untuk tetap
dicantumka nama dan identitas lainnya dalam paten yang bersangkutan.
3.1.6  Lisensi Paten
                        Lisensi paten adalah suatu perjanjian antara pemilik paten (pemberi lisensi)
dan pihak lain yang bermaksud untuk menggunakan paten tersebut (penerima lisensi) dimana
pemberi lisensi akan memberikan persetujuan untuk menggunakan paten tersebut kepada si
penerima lisensi dalam lingkup yang disetujui.
                        Lisensi paten adalah merupakan salah satu cara yang umum digunakan oleh
pemilik paten untuk mengekspoitasi paten miliknya. Lisensi paten memungkinkan pemilik
paten untuk tetap mempertahankan hak kepemilikan paten-nya sementara orang lain
melakuka investasi untuk mengekploitasi imbalan, pemberi lisensi telah terhindar dair
masalah biaya manufaktur dan pemasaran barang atau produk dari paten tersebut di situas
yang mungkin tidak dikenalnya.
                        Penerima lisensi paten, di sisi lain, akan diuntungkan karena lisensi
memungkinkan si penerima lisensi untuk mengakses dan menggunakan secara sah paten yang
bersangkutan tanpa harus menghabiskan biaya dan waktu untuk kegiata research and
development. Disamping itu, lisensi paten adalah merupakan salah satu cara untuk transfer
teknologi dari satu negara yang di kembangkan di negara pemberi lisensi. Disisi lain, lisensi
paten dapat mempunyai efek negatif kepada pemberi lisensi untuk mengembangkan suatu
teknologi yang lebih baik yang dapat menjadi ‘ancaman’ bagi si pemberi lisensi.
                        Pemberian lisensi paten adalah merupakan salah satu hak dari pemilik paten
sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
(UUP). Lisensi paten wajib dicatatkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Ditjen HKI). Jika lisensi tersebut tidak dicatatkan di Dijen HKI, lisensi tersebut tidak
mempunyai akibat hukum terhadap pihak lain.
Jenis-jenis lisensi ada 3 yaitu;
a.  Lisensi Non-Ekslusif
Suatu lisensi dimana pemberi lisensi memberi hak kepada penerima lisensi untuk
menggunakan paten yang dilisensikan sementara si pemberi lisensi (pemilik paten) masih
diperbolehkan (tidak dilarang) untuk memerberikan lisens yang sama kepada pihak lain.
Dengan kata lain, lisensi non-eksklusif ini akan dimungkinkan terjadi kompetisi antar tidakan
hukum terhadap pihak-pihak yang diduga melanggar paten yang dilisensikan adalah pemberi
lisensi (pimilik paten)
b.  Lisensi Eksklusif
Suatu lisensi dimana pemberi lisensi memberi hak hanya kepada satu pihak untuk
mengekploitasi paten yang dilisensikan. Dengan demikian, dengan lisensi eksklusif, tidak ada
pihak lain selain dari penerima lisensi eksklusif yang dapat mengeksploitasi paten yang
bersagkutan, termasuk pemilik paten itu sendiri tidak diperkenankan melaksanakan paten
yang telah di lisensikan. Karena hanya ada satu penerima lisensi eksklusif, lisensi eksklusif
menghasilkan tingkat resiko yang lebih tinggi bagi pemberi lisensi dibandingkan jenis lisensi
lainnya. Untuk mengurangi resiko yang demiian, biasanya pemberi lisensi memasukkan suatu
klausal untuk melindungi kepentinga pemberi lisensi.
            Klausal yang demikian secara substasial mengatur hak pemberi lisensi untuk dapat
mengakhiri perjanjian lisensi atau mengubahnya ke lisens non-eksklusif jika penerima lisensi
eksklusif bagi pemberi lisensi aalah ringannya yang diembannya karea pemberi hanya perlu
memonitor performansi dari penerima lisens berada pada posisi yang lebih baik untuk
mendikte pasar dan yang perlu dipertimbangkan hanya bagaiman mencapai target minimum.
c.  Sole License
Suatu lisensi dimana pemberi lisensi haya boleh memberi lisensi kepada satu pihak tetapi si
pemberi lisens (pemilik paten) masih diperbolehkan mengeksploitas paten tersebut. Jika
pemilik paten ingin membuat perjanjian lisensi sementara pemberi lisensi tersebut juga
bermaksud untuk mengeksploitasi sendiri patennya tersebut, maka bntuk lisensi yangtepat
dipilih adalah lisens non-eksklusif.
3.1.7  Paten Sederhana
                        Paten Sederhana hanya diberikan untuk satu klaim. Karena proses
penemuannya berlangsung sederhana dan hasl yang diperoleh juga bersifat sederhana, maka
penemuan yang di hasilkan biasanya hanya berisikan 1 (satu) klaim.
                        Dalam Pasal 111 ditegaskan :
a.  Untuk paten sederhana diberikan Surat Paten Sederhana oleh Kantor Paten.
b.  Paten Sederhana yang diberikan Kantor Paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat
dalam daftar Umum Paten Sederhana.
c.  Terhadap keputusan penolakan permintaan Paetn Sederhana tidak dapat dimintakan banding
kepada Komisi Banding Paten.
                        Jangka waktu Paten Sederhana sebagaiman dimaksud dalam Pasal 10 tidak
dapat diperpanjang. Untuk Paten Sederhana tidak dapat dimintakan Lisensi Wajib dan tidak
dikenakan biaya tahunan (Pasal 112)
3.1.8  Pembatalan Paten
1. Paten yang Batal Demi Hukum
Paten dinyatakan batal demi hukum oleh Kantor Paten dalam hal:
a.  Tidak dilaksanakan dalam jangka waktu empat puluh delapan bulan sejaktanggal pemberian
paten:
b.  Tidak dipenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang diatur dalam
Undang-undang ini.
                    Batalnya paten demi hukum diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten
kepada Pemegang Paten dan Pemegang Lisensi Paten yang bersangkutan serta mulai berlaku
sejak tanggal pemberitahuan tersebut. Batalnya paten dengan alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94 ayat (10 dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita
Resmi Paten.
2. Pembatalan Paten atas Permintaan Pemegag Paten.
        Paten dapat dibatalkan oleh Kantor paten untuk seluruhnya atau sebagian atas
permintaan Pemegang Paten yang diajukan secaa tertulis kepada Kantor paten. Karena Paten
pada dasarjnya hak yang diterima dari Negara untuk selama jangka waktu tertentu, maka
kalau yag bersangkutan tidak menghendaki hak tersebut lebih lanjut dapat saja Negara
membatalkan hak yang telah diberikennya. Pembatalan paten mengenai pembatalan tersebut.
3.  Pembatalan Paten karen Gugatan
Paten yang sudah ada tetapi kemudian penggunaan, pengumuman atau pelaksanaanynya
bertentangan dengan peratuan perundang-undangan, ketertiban umum atau kesusilaan. Paten
serupa ini dapat pula digugat pembatalannya.
Gugatan pembatalan ini biasanya ditujukan terhadap paten yang diberikan belakangan
kepada orang lain, tetapi untuk penemuan yang sebenarnya sama.
3.1.9 Penyelesaian Sengketa
Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga
atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap hasil ciptaannya dengan
cara sebagai berikut.
Mengajukan permohonan penetapan sementara ke pengadilan niaga dengan
menunjukkan bukti-bukti kuat sebagai pemegang hak dan bukti adanya pelanggaran.
Penetapan sementara ditujukan untuk:
       mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang
diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan
importasi; dan
       menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna
menghindari terjadinya penghilangan barang bukti.
       Mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan
meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya.
       Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak penyidik POLRI dan/atau PPNS DJHKI
BAB III
PEMBAHASAN
Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu tonggak penting kemajuan suatu
negara dalam penguasaan teknologi dan karya-karya intelektual. Sehingga hal tersebut
mengingatkan kita akan pentingnya suatu perlindungan terhadap hak-hak kekayaan
Intelektual tersebut yang sudah seharusnya menjadi perhatian, kepentingan, dan kepedulian
semua pihak agar tercipta kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembangnya suatu negara
dalam menciptakan inovasi-inovasi atau hasil karya-hasil karya yang menjadi syarat dalam
menumbuhkan kemampuan penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi.
Dengan ditegakkannya hukum atas kekayaan intelektual ini diharapkan dapat
mendorong motivasi bagi semua pihak sesuai dengan bidang, tugas, dan profesinya masing-
masing untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang kreatif dan inovatif. Selain itu
juga, perlindungan hak kekayaan intelektual ini dapat mampu menciptakan produktivitas
kerja yang tinggi pada masyarakat.
3.1.       Upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten
pada Batik Indonesia
Kemampuan intelektual manusia melahirkan banyak sekali daya cipta maupun
kreatifitas di berbagai bidang dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga dapat dikatakan
majunya ekonomi ataupun teknologi suatu negara merupakan hasil karya intelektual manusia
dari negara tersebut. Oleh karena itu, setiap karya intelektual tersebut memiliki nilai
ekoonomis yang tinggi. Revolusi Industri merupakan salah satu bukti kelebihan manusia
sebagai makhluk sempurna dalam melahirkan banyak hasil karya intelektual manusia
sehingga sangat berpengaruh pada kehidupan manusia saat ini.
Oleh karenanya, setiap hasil karya intelektual manusia tersebut perlu untuk
mendapatkan perlindungan hukumnya yang sekaligus sebagai upaya penghargaan atas karya
intelektual manusia. Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan terhadap hasil karya
intelektual manusia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi tersebut adalah berbentuk Hak
Kekayaan Intelektual atau lebih dikenal dengan istilah HKI.
Perlunya perlindungan hukum terhadap HKI ini dirasakan sangat penting karena
dengan melihat semakin banyaknya persaingan yang tidak wajar (curang) mulai dari
pembajakan, pemalsuan, penjiplakan, pengklaiman, dan lain sebagainya. Untuk itu dalam
mengatur perlindungan hukum tersebut diperlukan adanya penghargaan, pengakuan, dan
kesadaran yang kuat baik dari masyarakat luas maupun dari negara itu sendiri.
Sebagai contoh, adanya pengaduan-pengaduan terhadap pelanggaran-pelanggaran
tentang penyalahgunaan terhadap hasil-hasil karya intelektual khususnya yang sering
dijumpai yaitu pelanggaran-pelanggaran pada hak cipta dan hak paten. Hal tersebut
menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam memberikan
penghargaan atau apresiasi terhadap hasil karya intelektual seseorang ataupun
badan/perusahaannya.
Dan pada awalnya pemerintah telah membuat Undang-Undang mengenai perlindungan-
perlindungan terhadap karya-karya intelektual tersebut tetapi penerapan akan
perlindungannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan oleh
banyak faktor, salah satunya adalah karena kurangnya kesadaran dan pemahaman secara baik
dan benar akan Undang-Undang ini oleh sebagian masyarakat. Padahal dengan adanya
Undang-Undang tersebut diharapkan dapat lebih ditekankan pada penerapan dalam
perlindungannya oleh negara khususnya pemerintah.
Selain itu juga, salah satu bentuk perlindungan yang diberikan terhadap hasil karya
intelektual manusia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi tersebut adalah berbentuk Hak
Kekayaan Intelektual. Besarnya pengaruh HKI terhadap perkembangan dan kehidupan
manusia ini diakui oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Keberadaan Peraturan mengenai HKI ataupun pengetahuan mengenai HKI ini
diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan karya cipta maupun
invensi diberbagai bidang di Indonesia sekaligus memberikan banyak dorongan bagi setiap
masyarakat Indonesia untuk terus berkarya sekaligus menghargai hasil jerih payah dari setiap
pencipta maupun inventornya.
Dengan terus berkarya tersebut, maka masyarakat Indonesia dapat memunculkan
berbagai inovasi dan temuan, baik yang dikembangkan oleh seseorang ataupun diproduksi
massal oleh industri. Akan tetapi berbagai inovasi ini terkadang menimbulkan problematika
karena banyaknya kasus mengenai beberapa inovasi dan temuan yang diklaim oleh pihak
lain, bahkan hak kepemilikannya juga diperebutkan. Sehingga hal ini menimbulkan dampak
yang sangat signifikan terutama bagi para penciptanya, salah satu contohnya adalah Batik
Indonesia yang belum lama ini diklaim oleh negara lain.
Batik adalah seni gambar di atas kain untuk pakaian yang dibuat dengan teknik resist
menggunakan material lilin. Kata ‘batik’ berasal dari bahasa Jawa yang berarti menulis. Di
Indonesia pada beberapa waktu yang lalu kita dengar bahwa batik  merupakan salah satu
yang menjadi identitas negara kita yang juga diakui oleh negara lain bahwa itu adalah hasil
karya dari negara mereka.
Batik di Indonesia memang sangat beragam. Hampir dari seluruh wilayah Indonesia
mempunyai batik dengan motif khas dari wilayah mereka masing-masing. Batik juga
merupakan salah satu kebudayaan yang harus dilestarikan. Khususnya  batik yang langsung
dibuat dengan canting atau batik tulis. Mungkin dinegara lain yang mengakui bahwa batik
tersebut adalah kebudayaan mereka, jika kita lihat dengan seksama mungkin berbeda dengan
batik yang dibuat di Indonesia dengan menggunakan canting. Karena kebanyakan yang dijual
disana adalah batik cetak produksi pabrikan.
Namun berkat pemikiran mereka yang hebat, mereka juga tidak mau kalah dengan kita
yaitu mereka datang ke Indonesia untuk mempelajari cara membuat batik dengan canting.
Dan setelah mereka mendapatkan ilmunya, mereka akan kembali lagi  ke negara asalnya
kemudian menerapkan apa yang sudah mereka pelajari tersebut di  negara kita. Ada saja
pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga mereka dengan bangganya memperkenalkan
bahwa itu  adalah hasil kebudayaan mereka. Dan juga masih ada saja pihak yang tidak
menghargai karya orang lain dan tidak menghargai hak atas kekayaan intelektual yang
dimiliki oleh semua pengrajin batik di indonesia. Namun banyak juga pihak atau wisatawan
asing yang mempelajari cara membuat batik di Indonesia kemudian menerapkan dan
membagikan ilmunya kepada orang lain di negaranya dan kemudian memperkenalkan bahwa
itu  merupakan hasil  kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia
berinisiatif mendapatkan pengakuan dari Lembaga PBB di bidang Pendidikan, Ilmiah dan
Budaya (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia.
Sehubungan dengan langkah tersebut, Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan
suatu sertifikasi merek melalui Departemen Perindustrian yang diberi nama Batikmark.
Batikmark dapat berfungsi sebagai sertifikasi produk-produk batik Indonesia.  
Melalui Batikmark, Indonesia menggabungkan konsep merek kolektif dan sertifikasi.
Peraturan Menteri Perindustrian yang menciptakan Batikmark mensyaratkan bahwa merek
sertifikasi Batikmark hanya dapat diberikan kepada pengusaha batik yang telah memiliki
merek terdaftar dan yang produknya lulus serangkaian tes yang dilaksanakan oleh Badan
Standardisasi Nasional. Produk yang lulus tes dianggap telah memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan pengusahanya berhak mendapatkan sertifikasi dan mengajukan
permohonan untuk mendapatkan Batikmark.
Tujuan utama pembentukan sertifikasi Batikmark adalah memastikan pandangan dunia
bahwa tekstil bermotif batik adalah kekayaan tradisional Indonesia. Selain itu, sertifikasi
Batikmark juga bertujuan menjaga kualitas tekstil bermotif batik yang berasal dari Indonesia.
Hal ini diharapkan membantu memberikan perlindungan bagi para konsumer batik karena
konsumer diberikan keyakinan bahwa batik Jawa yang dibelinya berasal dari Indonesia dan
telah disertifikasi oleh institusi nasional yang ditunjuk Pemerintah. Sertifikasi Batikmark juga
bertujuan untuk menghadapi kompetisi produk identik atau mirip yang dijual di pasaran dan
untuk menghadapi ancaman pembajakan batik Jawa asal Indonesia oleh produsen tekstil luar
negeri. Praktek semacam ini telah berlangsung lama dan diprakarsai oleh negara-negara di
Asia dan Afrika.  
Produsen yang telah berhasil mendapatkan sertifikasi Batikmark secara langsung
mendapatkan perlindungan di Indonesia tetapi tidak demikian halnya di negara lain.
Produsen-produsen tersebut harus mendaftarkan hak kekayaan intelektual di negara lain demi
mendapatkan perlindungan tersebut. Perlindungan tersebut bisa dalam bentuk paten desain,
hak cipta, dan/atau merek.
Walaupun sudah mendapatkan sertifikasi dari Pemerintah Indonesia, pengusaha batik
tetap harus berusaha sendiri dalam mendapatkan perlindungan hak atas kekayaan intelektual
di negara lain sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Hal ini akan terus terjadi
sampai pemerintah Indonesia berhasil menduniakan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual untuk batik dan produk-produk kekayaan budaya tradisional Indonesia lainnya.
Walaupun demikian, Batikmark adalah langkah solid pertama untuk melindungi hak
kekayaan intelektual atas kekayaan budaya tradisional Indonesia. Akan tetapi, banyak yang
masih harus dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya tradisional secara global di
negara-negara lain. Sementara ini, desainer dan produsen dapat secara individual melindungi
produk-produk mereka di dunia internasional melalui berbagai macam perlindungan hak atas
kekayaan intelektual yang ditawarkan.
3.2. Upaya untuk melindungi Hak kekayaan intelektual melalui hak cipta
pada batik Indonesia
Penjiplakan terhadap batik yang dilakukan oleh berbagai negara besar terus terjadi
bahkan hingga mengklaim bahwa batik adalah milik mereka.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari
budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Batik merupakan karya seni budaya bangsa
Indonesia yang dikagumi dunia. Batik telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
terkemuka penghasil kain tradisional yang halus di dunia karena berasal dari tradisi yang
beraneka ragam, kreatif serta artistic sebagai unsur yang memenuhinya. Para pengrajin batik
yang menjamur di wilayah khususnya provinsi Jawa Tengah menjadikan batik sebagai mata
pencaharian mereka. Akan tetapi para pengrajin dalam membuat batik sering melakukan
penjiplakan motif di antara sesama pengrajin. Penjiplakan dalam membuat karya seni batik
ini dikarenakan minimnya wawasan para pencipta batik Indonesia mengenai pentingnya
pendaftaran Hak Cipta bagi karya seni batik membuat kebiasaan meniru atau menjiplak motif
di antara sesama pengrajin menjadi hal yang biasa bahkan sulit untuk dihilangkan.
Masalah hak cipta ini muncul berkaitan dengan masalah liberalisasi ekonomi dan
masalah kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia. Kondisi sosial-budaya masyarakat
Indonesia masih dalam masa transisi industrial yang belum semuanya mengerti dan
memahami masalah hak cipta yang sebelumnya tidak dikenal. Masyarakat tersebut
digambarkan sebagai masyarakat yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris
yang bercorak komunal-tradisional ke masyarakat industri yang bercorak individual-modern.
Perubahan itu berkaitan dengan struktur hubungan masyarakat yang belum tuntas ke corak
yang lebih rasional dan komersial sebaagai akibat dari proses pembangunan yang dilakukan.
Problem hak cipta juga muncul berkaitan dengan seni rupa tradisional Indonesia yang
masih hidup seperti seni batik, Permasalahannya, apakah seorang perancang batik terkenal
yang membuat rancangannya berdasarkan pada pola dan ragam tradisional dapat menuntut
pada pembatik-pembatik tradisional yang menulis batik mirip dengan rancangan pembatik
terkenal tersebut karena menggunakan pola dan ragam hias yang sudah mentradisi
dikarenakan pembatik terkenal tersebut sudah mendaftarkan karyanya pada Kantor Cipta,
Paten, dan Merek?
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bagi masyarakat tradisional suatu karya
cipta yang telah diumukan kepada masyarakat langsung menjadi milik bersama, siapa saja
boleh meniru dan mencontoh ciptaan tersebut, dan penciptanya juga tidak
mempermasalahkannya. Ciri khas mereka adalah sifat kolektif atau kebersamaan sehingga
menurutnya hak cipta tidak mempunyai akar budaya. Selain itu, mereka beranggapan bahwa
nilai yang mendasari kepemilikan individu terhadap suatu karya cipta manusia baik di bidang
Ilmu pengetahuan, sastra, maupun seni merupakan nilai budaya barat yang menjelma dalam
sistem hukumnya.
Akan tetapi hal ini juga harus diperhatikan dengan memberikan perlindungan hukum
terhadap hak cipta para pengerajin batik dan juga diberikan himbauan kepada para pengrajin
agar dapat medaftarkan karya mereka agar karya tersebut tidak bisa dengan mudahnya oleh
orang lain atau bahkan negara lain karena kita telah memiliki hak cipta atas karya kita sendiri.
Dan adapun salah satu contoh kasus mengenai hak cipta lainnya adalah ketidakjelasan
dalam pendaftarannya, karena begitu selektifnya proses pendaftarannya tersebut, sehingga
hasil karya atau ciptaan yang dianggap mempunyai kesamaan ditolak walaupun sebenarnya
tidak ada kesamaan antara hasil karya atau ciptaan yang sedang didaftarkan tersebut dengan
pihak yang melakukan penolakan.
Atas permasalahan tersebut, maka perlunya sosialisasi mengenai pentingnya
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya pada hak cipta kepada masyarakat agar
dapat meningkatkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya suatu penciptaan hasil
karya seseorang, dan perlunya perbaikan kinerja dari penegak hukum dalam prosedur ataupun
penindakan atas pelanggaran HKI, serta agar masyarakat lebih dapat menghargai hasil karya
seseorang dengan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
3.3. Upaya untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual melalui hak patenpada batik
Indonesia
Salah satu cara pemerintah Indonesia untuk melindungi warisan tradisional bangsa
Indonesia terjadi di bidang tekstil batik. Salah satu tujuannya adalah untuk membentuk
persepsi dunia bahwa Jawa tekstil bermotif batik, yang mencakup praktek tradisional sekarat
kain melalui wax-resist metode, berasal dari Indonesia. Dengan demikian, pemerintah
Indonesia telah dinominasikan Jawa tekstil bermotif batik ke dalam daftar PBB untuk
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) 's warisan budaya
takbenda. Nominasi ini secara resmi terdaftar pada Mei 2009. Sebagai kelanjutan dari
nominasi ini, pemerintah sekarang mengeluarkan sebuah tanda sertifikasi, yang disebut
Batikmark, melalui Departemen Perindustrian (Departemen Perindustrian RI) yang dapat
diterapkan untuk benar disertifikasi batik produk Indonesia.
Batikmark diperkenalkan oleh Departemen Perindustrian Indonesia melalui Keputusan
Menteri nya (Peraturan Menteri Perindustrian RI) No 74/MIND / PER/9/2007. Langkah
pemerintah membentuk kerangka peraturan untuk pendaftaran dan perlindungan Batik-pola
tekstil menggunakan tanda bukanlah langkah baru. Praktek yang serupa telah diakui oleh
perjanjian internasional dan dipraktekkan oleh negara. Berdasarkan Pasal 7bis (2) Konvensi
Paris, setiap negara berhak menjadi hakim kondisi khusus di mana tanda kolektif harus
dilindungi. Artikel dalam Konvensi Paris adalah kekuatan yang mendorong India "SILK
MARK" tanda kolektif. Dengan cara yang sama, "WOOLMARK" adalah merek sertifikasi
terkenal di dunia swasta.
Dengan Batikmark, Indonesia terbilang menggabungkan konsep merek kolektif dan
sertifikasi. Berdasarkan Keputusan Menteri bahasa Indonesia, hanya produsen batik yang
sudah menjual produk mereka di bawah merek dagang terdaftar dapat memperoleh
"Batikmark" sertifikasi. Produk dari produsen juga harus melewati serangkaian tes yang
dilakukan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional). Produk yang lulus tes mereka dianggap
sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Produsen menerima sertifikasi pada lulus
tes. Jika produsen yang memenuhi syarat, mereka kemudian dapat mengajukan permohonan
tertulis, yang melekat dengan profil perusahaan, untuk kepala Kerajinan dan Batik
Yogyakarta Grand House (Balai Besar Kerajinan dan Batik). Kerajinan Yogyakarta Grand
Batik House adalah lembaga disahkan oleh Keputusan Menteri untuk melakukan tes
tambahan pada tekstil bermotif batik. Lembaga Batik kemudian akan melakukan tes di
laboratorium mereka. Tujuan tes adalah untuk memastikan bahwa tekstil tersebut memenuhi
standar sertifikasi dari tekstil bermotif batik. Kualifikasi termasuk mereview: bahan
diterapkan pada tekstil, pola, teknik pencelupan, dan kualitas tekstil. Jika bermotif batik
tekstil lulus tes maka produsen akan memenuhi syarat untuk mendapatkan nomor
"Batikmark" sertifikasi. Sertifikasi ini berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang.
Sertifikasi ini dalam bentuk label dicetak "Batik Indonesia" yang dipasang di setiap produk
tunggal tekstil bermotif batik yang telah disertifikasi. Label ini telah dilindungi hak cipta di
Kantor Hak Cipta Indonesia.
Setiap pemerintah kota seharusnya aktif melakukan inventarisasi dan perlindungan
warisan budaya dan kearifan lokal. Masyarakat di era kreatif diupayakan tidak terlena dengan
nostalgia warisan budaya masa lalu, tetapi turut melestarikan dan menjadikan warisan budaya
sebagai sumber inspirasi untuk dapat menciptakan karya yang bernilai ekonomi.
Sistem HKI modern didasarkan pada konsep kepemilikan (property) yang bersifat
indivudual (private rights), bukan kepemilikan kolektif (collective rights) sebagaimana yang
berlaku pada penduduk asli. Beberapa hambatan terhadap perlindungan batik diantaranya
adalah biaya paten relatif mahal bagi pengrajin, kesadaran pengrajin pada hak paten batik
masih rendah dan masih menganut asas kepemilikan kolektif dan belum tumbuhnya
kepemilikan individual.
Sebuah kata, nama, simbol, perangkat atau kombinasi dari semuanya dapat disetujui
sebagai merek dagang selama mereka digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan
barang dari produsen dari yang diproduksi atau dijual oleh orang lain, itu adalah indikator
sumber barang . Dengan demikian, merek dagang didefinisikan oleh tiga elemen penting: (1)
kata yang sebenarnya, simbol atau perangkat, (2) penggunaan simbol sebagai tanda pada
barang dan jasa, dan (3) kemampuan merek untuk mengidentifikasi dan membedakan sumber
barang dan / atau jasa. Sebuah Batikmark merek dagang sertifikasi dari pemerintah Indonesia
menjamin bahwa produk tersebut memiliki ciri-ciri tertentu yang membuatnya berbeda dari
yang lain-pola batik. Ini menjamin keunikan tekstil, pola, teknik pencelupan, dan kualitas
tekstil. Ciri-ciri ini menentukan identitas produk dan membedakannya dari tekstil bermotif
batik lainnya. Dengan demikian, merek dagang memberikan perlindungan bagi konsumen
dari kebingungan terhadap sumber dan kualitas benda diproduksi.
Salah satu contoh kasus dalam hak paten di Indonesia ini adalah pada beberapa waktu
yang lalu kita dengar bahwa batik yang merupakan salah satu yang menjadi identitas negara
kita juga diakui atau diklaim oleh negara lain bahwa itu adalah hasil karya dari negara
mereka. Pada dasarnya batik di Indonesia dengan batik di negara lain itu berbeda. Hal ini
tampak pada proses pembuatannya, karena jika di Indonesia proses pembuatan batik itu
langsung dibuat dengan canting atau yang biasa disebut dengan batik tulis, sedangkan di
negara lain mereka cenderung membuat batik dengan cetakan-cetakan pabrik bukan dengan
canting.
Akan tetapi, dengan  melihat kondisi yang demikian mereka lalu mempelajari cara
membuat batik di negara kita. Dan setelah mereka bisa membuatnya, lalu mereka
menerapkannya di negara mereka. Dan ada sebagian orang yang mengklaimnya sebagai
budaya dari negara mereka. Namun ada juga yang mengatakan bahwa kebudayaan batik ini
merupakan kebudayaan dari negara kita (Indonesia).
Maka perlunya hak paten disini adalah supaya hasil kebudayaan kita tidak diklaim atau
diakui lagi oleh negara lain sebagai kebudayaan dari negara mereka. Dan sudah seharusnya
masyarakat khususnya pemerintah berupaya melestarikan dan melakukan sosialisasi lebih
jauh mengenai salah satu kebudayaan kita ini agar tetap berjaya di mata dunia. Serta, kita
sebagai bangsa Indonesia harus mencintai produk dalam negeri ini, agar kebudayaan batik ini
tidak mudah diakui dan tetap dapat menjadi identitas bangsa kita yang abadi.
Selain itu langkah lainnya yang dapat diambil oleh pemerintah dalam menyikapi
pengklaiman ini adalah dengan membentuk tim pakar yang bertugas mengkaji kesenian
tradisional dan karya-karya cipta. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata akan membentuk tim
pakar untuk mengkaji dan memilah kesenian tradisional dan karya-karya cipta milik
Indonesia dan Malaysia sehingga tidak terjadi saling klaim. Pemerintah juga akan
tetap meningkatkan perlindungan terhadap seni dan budaya tradisional itu sehingga tidak
diklaim oleh negara lain.

BAB IV

KESIMPULAN

4.1.1  Kesimpulan upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak
paten pada Batik Indonesia
Upaya perlindungan hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten pada Batik
Indonesia dirasakan sangat penting karena semakin maraknya pelanggaran-pelanggaran
terhadap penyalahgunaan karya-karya intelektual tersebut, salah satu contohnya adalah
adanya pengaduan-pengaduan yang dilakukan oleh para desainer atau perancang Batik
terhadap karya-karyanya tersebut yang seringkali ditiru dan dipalsukan oleh pihak lain.
Oleh karena itu, adapun langkah-langkah yang telah diambil pemerintah dalam
menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut adalah dengan membuat Undang-Undang
tentang perlindungan karya-karya tersebut. Namun, Undang-Undang tersebut dirasakan
belum berjalan sebagaimana mestinya.
Selain itu juga, langkah lain yang diambil oleh pemerintah adalah dengan menerbitkan
suatu sertifikasi merek melalui Departemen Perindustrian yang diberi nama Batikmark.
Batikmark ini adalah langkah awal kembali pemerintah dalam melindungi karya-karya
intelektual Indonesia yang berupa Batik. Tetapi Batikmark ini belum dapat melindungi karya
Batik itu sepenuhnya, karena Batikmark ini juga memiliki kelemahan yakni para desainer
atau perancang Batik tersebut harus dapat berusaha sendiri melindungi karya-karya Batiknya
itu di negara lain. Hal ini dikarenakan pemerintah belum menduniakan perlindungan terhadap
hak kekayaan intelektual pada karya-karya intelektual Indonesia ini.

4.1.2 Kesimpulan upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta pada Batik
Indonesia
            Penjiplakan terhadap batik indonesia sangat terus terjadi bahkan dilakukan oleh
negara-negara lain.
Batik yang merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi
bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Dan batik merupakan karya seni
budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Akan tetapi penyebab terjadinya penjiplakan
terhadap batik indonesia adalah karena dalam membuat karya seni batik ini para pengerajin
batik minim wawasan untuk mendaftarkan hak cipta atas batik yang telah di ciptakan kepada
pemerintah agar batik tersebut tidak dapat dengan mudah di jiplak oleh pihak lain.
Selain itu, para pengerajin juga beranggapan bahwa apabila suatu karya yang telah
diciptakan dan telah di umumkan kepada masyarakat akan langsung menjadi milik bersama,
dan siapa saja berhak untuk meniru ciptaan tersebut dan tidak akan dipermasalahkan.
Oleh karena itu untuk melindungi hak cipta maka pemerintah memberikan
perlindungan hukum terhadap hak cipta para pengerajin batik. Hal ini ditujukan juga agar
masyarakat dapat menghargai karya-karya orang lain dan tidak meniru karya orang lain
dengan mudahnya tanpa memikirkan hak cipta atas karya tersebut.
4.1.3 Kesimpulan upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak patenpada Batik
Indonesia
Dalam melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten pada batik
Indonesia,  pemerintah sekarang mengeluarkan sebuah tanda sertifikasi, yang disebut
Batikmark, melalui Departemen Perindustrian (Departemen Perindustrian RI) yang dapat
diterapkan untuk benar disertifikasi batik produk Indonesia.
Dari  Keputusan Menteri Bahasa Indonesia, hanya produsen batik yang sudah menjual
produk mereka di bawah merek dagang terdaftar dapat memperoleh "Batikmark"
sertifikasi. Untuk mendapatkan nomor sertifikasi Batikmark, para produsen batik harus
melawati serangakaian tahap kualifikasi apakah produk batik yang di produksi sesuai dengan
standar kelayakan nasional.Sertifikasi batikmark berlaku selama tiga tahun dan dapat
diperpanjang. Sertifikasi ini dalam bentuk label dicetak "Batik Indonesia" yang dipasang di
setiap produk tunggal tekstil bermotif batik yang telah disertifikasi.
Hambatan yang dilalui terhadap perlindungan batik adalah biaya paten relatif mahal
bagi pengrajin, dan juga kesadaran pengrajin pada hak paten batik masih rendah dan masih
menganut asas kepemilikan kolektif dan belum tumbuhnya kepemilikan individual.
Maka perlunya hak paten disini adalah supaya hasil kebudayaan kita tidak diklaim atau
diakui lagi oleh negara lain sebagai kebudayaan dari negara mereka. Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata harus berperan penting dalam meningkatkan perlindungan terhadap batik
Indonesia.

SARAN
4.2.1 Saran upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan
hak Paten pada Batik Indonesia
Adanya pengaduan-pengaduan yang dilakukan oleh para desainer atau perancang Batik
terhadap karya-karyanya tersebut yang seringkali ditiru dan dipalsukan oleh pihak lain
menandakan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat dalam memberikan penghargaan atau
apresiasi terhadap hasil karya orang lain. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat khususnya
pemerintah dapat lebih menghargai hasil karya-hasil karya tersebut, baik dari segi
pemunculan ide sampai pada pengaplikasiannya.
Dan selain itu juga, diharapkan pemerintah dapat lebih melindungi karya-karya
intelektual tersebut melalui penekanan dalam penerapan  Undang-Undang mengenai
perlindungan-perlindungan hukum terhadap karya-karya tersebut khususnya dalam hak cipta
dan hak patennya agar para pencipta ataupun pemilik karya tersebut tidak merasa dirugikan,
baik dirugikan dalam segi material maupun dalam segi nonmaterial.
Pemerintah juga diharapkan dapat menduniakan perlindungan hak kekayaan intektual
pada sertifikasi Batikmark. Hal ini dimaksudkan agar para desainer atau perancang Batik
tidak harus melindungi karya-karyanya tersebut dengan sendiri di negara lain.

4.2.2 Saran upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta pada
Batik Indonesia
Untuk melindungi hak cipta seharusnya pemerintah lebih aktif dalam
menghimbau  para pengerajin batik untuk mendaftarkan  hak cipta atas batik mereka kepada
pemerintah.
Diharapkan juga agar pemerintah dapat mensosialisasikan  mengenai pentingnya
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya pada hak cipta kepada masyarakat agar
dapat meningkatkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya suatu penciptaan hasil
karya seseorang, dan perlunya perbaikan kinerja dari penegak hukum dalam prosedur ataupun
penindakan atas pelanggaran HKI, serta agar masyarakat lebih dapat menghargai hasil karya
seseorang dengan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
4.2.3 Saran upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten pada
Batik Indonesia
            Dalam melindungi kebudayaan batik Indonesai baik dari segi motif,
kepemilikan, bahkan ancaman dari negara lain, Pemerintah harusmengembangkan
pengakuan, lalu juga membantu untuk memperkuat promosi. Dengan demikian, sentra-sentra
batik yang ada semakin berkembang dan mampu memunculkan keunikan-keunikan dalam
kreasi batik.
Selain itu, pemerintah harus membantu supaya batik mudah mendapat lisensi atau hak
paten, yaitu dengan mengurangi biaya paten yang relatif mahal bagi produsen dan pemerintah
harus meningkatkan kesadaran para produsen batik agar produsen batik mengetahui betapa
pentingnya hak paten itu terhadap batik.

DAFTAR PUSTAKA

Emirzon, Joni. 2008. Hukum Bisnis Indonesia. Jakarta: PT. Prenhalindo.

Saliman, Abdul R, dkk. 2005. Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh 
      Kasus. Jakarta: Prenada Media Group.

Lindsey, Tim, dkk. 2005. Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT Alumni.

Puspita, Dwi. 2012. Hak Kekayaan Intelektual.


(http://ardwiradwipuspita.blogspot.com/2012/04/hak-kekayaan-intelektual.html).

Septyadi, Bachtiar. 2012. Hak Cipta dan Hak Paten.


(http://bachtiarseptiyadi.blogspot.com/2012/06/tulisan-4-hak-cipta-dan-hak-paten.html).

Ardiansyah, R. 2007. Hak atas Kekayaan Intelektual.


(http://zuyyin.wordpress.com/2007/05/29/hak-atas-kekayaan-intelektual/).

Maqoma, Irfani. 2012. Kesadaran Perlindungan Haki di Indonesia Perlu Dipertegas.


(http://suma.ui.ac.id/2012/05/16/kesadaran-perlindungan-haki-di-indonesia-perlu-
dipertegas/).

Augustyas, Dhika. 2012. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI).


(http://dhiasitsme.wordpress.com/2012/03/31/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/).

Wendi. 2012. Hak Paten Batik di Indonesia. (http://bozwen.blogspot.com/2012/03/hak-paten-


batik-di-indonesia.html).

Knobloch, Charles dan Dewi Savitri Reni. 2009. Batikmark Sebagai Langkah Pertama
Perlindungan Pola Batik Jawa di Negara-Negara Asing.
(http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21554/batikmark-sebagai-langkah-pertama-
perlindungan-pola-batik-jawa-di-negaranegara-asing).
Manggala, Adam Bagja. 2012. Studi Kasus dan Tanggapan Hak Cipta.
(http://adambagjamanggala.blogspot.com/2012/06/studi-kasus-dan-tanggapan-hak-
cipta.html).

PENGERTIAN RAHASIA DAGANG


 Seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Rahasia Dagang (Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2000), Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi
dan/ atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Rahasia Dagang dijelaskan
lebih lanjut bahwa lingkup perlindungan Rahasia Dagang adalah metode produksi, metode pengolahan,
metode penjualan atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan
tidak diketahui masyarakat umum. Adapun yang dimasukkan kedalam informasi teknologi, adalah sebagai
berikut :
 Informasi tentang penelitian dan pengembangan suatu teknologi;
 Informasi tentang produksi/proses; dan
 Informasi mengenai kontrol mutu.
Sedangkan yang dimaksud dalam informasi bisnis, adalah sebagai berikut :
 Informasi yang berkaitan dengan penjualan dan pemasaran suatu produk;
 Informasi yang berkaitan dengan para langganan;
 Informasi tentang keuangan; dan
 Informasi tentang administrasi. 
HKI ini merupakan salah satu cara yang tepat untuk melindungi ide, selain Paten.
Beberapa alasan/keuntungan penerapan Rahasia Dagang dibandingkan Paten adalah karya
intelektual tidak memenuhi persyaratan paten, masa perlindungan yang tidak terbatas, proses
perlindungan tidak serumit dan semahal paten, lingkup dan perlindungan geografis lebih luas.
SISTEM PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG
            Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila informasi itu, Bersifat rahasia hanya
diketahui oleh pihak tertentu bukan secara umum oleh masyarakat,Memiliki
nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat
komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi,Dijaga kerahasiaannya apabila
pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak
dan patut. , kecuali untuk lisensi Rahasia Dagang yang diberikan.  Lisensi Rahasia Dagang
harus dicatatkan ke Ditjen. HKI - DepkumHAM. Adapaun perbedaanya dengan HKI yang
lainya adalah :
         Bentuk HKI lainnya tidak bersifat rahasia, HKI lain mendapatkan perlindungan kaena
merupakan sejenis kekayaan yang dimilki orang lain
         Rahasia dagang mendapatkan perlindungan meskipun tidak mengandung nilai kreativitas
ataupun pemikiran baru. Yang terpenting adalah rahasia dagang tersebut tidak diketahui
secara umum. Misalnya,sebuah system kerja yang efektif.
         Bentuk HKI lain selalu berupabentuk tertentu yang dapat ditulis,digambar atau dicatat secra
persis sesuai dengan syarat pendaftaran yang ditetapkan oleh instansi pemerintah.

JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG


Dengan adanya unsur kerahasiaan dalam suatu rahasia dagang, maka menyebabkan
rahasia dagang tidak memiliki batas jangka waktu perlindungan, karena yang terpenting
adalah selama pemilik rahasia dagang tetap melakukan upaya untuk menjaga kerahasiaan dari
informasi, maka informasi tersebut masih tetap dalam perlindungan rahasia dagang.
Berdasarkan Undang-Undang Rahasia Dagang Pasal 5 ayat (1) juga disebutkan, bahwa
pemilik rahasia dagang dapat mengalihkan haknya kepada pihak lain melalui cara-cara yang
telah ditetapkan dalam undang-undang yakni melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian
tertulis, dan sebab-sebab lainnya yang dibenarkan oleh undang-undang (sebagai contoh yakni
melalui putusan pengadilan yang mengharuskan pemilik rahasia dagang untuk membuka
informasinya). Dan khusus terhadap pengalihan hak atas dasar perjanjian, diperlukan adanya
suatu pengalihan hak yang didasarkan pada pembuatan suatu akta, terutama akta otentik.
Disisi lain pemilik rahasia dagang dapat pula mengalihkan haknya melalui suatu perjanjian
lisensi. Perjanjian ini hanya diberikan selama jangka waktu tertentu dengan hak yang terbatas
untuk pemegang lisensi. Dilakukan pembatasan karena dalam prakteknya pemilik rahasia
dagang hanya memberikan lisensi pada pihak lain dan bukan berarti akan serta merta
membuka seluruh informasi yang dimilikinya.

CONFIDENTIAL CONTRACT
Confidential contract, adalah hubungan yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak
untuk me- rahasiakan informasi yang dipelajari atau diterima atau yang dike- tahuinya dari
dalam hubungan tersebut (confidential relation ship) dan informasi yang dirahasiakan ini
dianggap sebagai  benda berge-rak yang tidak berwujud (intangible).  Apabila kewajiban
meraha-siakan ini kemudian tidak ditepati dan secara sengaja maupun tidak sengaja
mengungkapkan atau menggunakan informasi itu, maka perbuatan penerima informasi ini
akan dianggap sebagai breach of confidential (pelanggaran kewajiban merahasiakan)
atau breach of fiduciary obligatoir (pelanggaran kepercayaan yang menjadi kewajiban)
atau breach of contract (pelanggaran kontrak), yang merupakan pelanggaran rahasia dagang
dan  dapat mengakibatkan kerugian bagi pemiliknya.
CONTOH KASUS
Kasus :
Sengketa rahasia dagang yang terjadi antara PT. General Food Industries dengan kedua
mantan karyawannya yang berawal dari kedua mantan karyawannya yang berpindah tempat
kerja di perusahaan saingan PT. GFI. Kedua karyawan tersebut menciptakan suatu produ
yang sama dengan apa yang dilakukannya ditempatnya bekerja terdahulu. Setelah
mengatahui hal tersebut maka PT general food mengajukan gugatan terhadap kedua
karyawan tersebut dan juga PT. GFI.
Pembahasan :
            Rahasia dagang adalah salah satu cabang dari hukum Hak Kekayaan Intelektual.
Hukum rahasia dagang mempunyai peranan yang sangat penting karena setiap pelaku usaha
pasti tidak ingin rahasia dari kegiatan usahanya terbongkar, terutama dari pesaing bisnisnya,
dan yang dilindungi oleh hukum rahasia dagang adalah suatu rahasia dalam dunia usaha yang
bernilai ekonomi dan tidak diketahui oleh umum. Rahasia dagang diatur dalam Undang-
Undang No.30 Tahun 2000 Tentang Rahasia dagang. Dalam suatu kegiatan usaha pasti ada
hal-hal yang dapat menimbulkan sengketa. Salah satu sengketa bisa terjadi akibat
pelanggaran rahasia dagang.
            Jaksa penuntut umum menuntut kedua karyawan tersebut dengan pelanggaran rahasia
dagang dan hakim telah memvonis kedua karyawan tersebut dengan hukuman pidana dua
bulan penjara. Kedua terpidana tersebut di anggap telah melanggar pasal 17 Undang-Undang
No.30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, yaitu bahwa “tanpa hak telah menggunakan
rahasia dagang pihak lain”. Secara fakta, penulis melihat bahwa kedua terpidana tersebut
tidak melanggar rahasia dagang, karena PT. GFI tidak secara jelas menyatakan hal apa
sajakah yang menjadi rahasia dalam perusahaan. Sehingga menurut penulis berkesimpulan
bahwa apa yang dituduhkan bukanlah suatu rahasia sehingga sudah seharusnya kedua
terpidana tersebut mengajukan banding.
Diposting oleh Unknown di 07.58 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Apakah Desain Industri itu?

Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau
garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
Desain Industri bagaimanakah yang dapat didaftarkan?

Desain Industri dapat didaftarkan jika Desain Industri tersebut:

1. Baru, apabila pada tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Desain Industri tersebut tidak sama

dengan pengungkapan Desain Industri yang telah ada sebelumnya;

2. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama,

atau kesusilaan.

Berapa lama perlindungan hukum Desain Industri terdaftar?

Desain Industri terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak
tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Desain Industri.

Bagaimana cara mengajukan permohonan pendaftaran Desain Industri?

1. Mengajukan permohonan ke kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual secara tertulis dalam

Bahasa Indonesia dengan mengisi formulir permohonan yang memuat:

a. tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;

b. nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan pendesain;

c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemohon;

d. nama, dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; dan

e. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan

dengan hak prioritas.

2. Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya, serta dilampiri:

3. contoh fisik atau gambar atau foto serta uraian dari Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya

(untuk mempermudah proses pengumuman permohonan, sebaiknya bentuk gambar atau foto tersebut

dapat di-scan, atau dalam bentuk disket atau floppy disk dengan program yang sesuai);

4. surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa;

5. surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya adalah milik pemohon.

3. Dalam hal permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu pemohon, permohonan

tersebut ditandatangani oleh salah satu pemohon dengan dilampiri persetujuan tertulis dari para

pemohon lain;

4. Dalam hal permohonan diajukan oleh bukan pendesain, permohonan harus disertai pernyataan yang

dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas Desain Industri yang bersangkutan.
Apakah Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) itu?

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari
berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian
atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan
untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.

Apakah Sirkuit Terpadu itu?

Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat
berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang
sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan
semikonduktor untuk menghasilkan fungsi elektronik.

DTLST bagaimanakah yang dapat didaftarkan?

DTLST dapat didaftarkan jika DTLST tersebut orisinal, desain tersebut merupakan hasil karya
mandiri pendesain, dan pada saat DTLST tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi
para pendesain.

Berapa lama perlindungan hukum DTLST terdaftar?

DTLST terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak pertama kali
DTLST dieksploitasi secara komersial atau sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.

Bagaimana cara mengajukan permohonan pendaftaran DTLST?

1. Mengajukan permohonan ke kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual secara tertulis dalam

Bahasa Indonesia dengan mengisi formulir permohonan yang memuat:

a. tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;

b. nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan pendesain;

c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemohon;

d. nama, dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; dan

e. tanggal pertama kali dieksploitasi secara komersial apabila sudah pernah dieksploitasi sebelum

permohonan diajukan.

2. Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya, serta dilampiri:

3. salinan gambar atau foto serta uraian dari desain yang dimohonkan pendaftarannya;

4. surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa;

5. surat pernyataan bahwa desain yang dimohonkan pendaftarannya adalah miliknya;

6. surat keterangan yang menjelaskan mengenai tanggal eksploitasi pertama secara komersial.
7. Dalam hal permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu pemohon, permohonan

tersebut ditandatangani oleh salah satu pemohon dengan dilampiri persetujuan tertulis dari para

pemohon lain.

8. Dalam hal permohonan diajukan oleh bukan pendesain, permohonan harus disertai pernyataan yang

dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas desain industri yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai