INTELEKTUAL (HAKI)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap ide-ide yang cemerlang dan kreatif yang tercipta dari seseorang atau sekelompok
orang sebagai bentuk dari kemampuan intelektual manusia yang berguna dan memberi
dampak baik dari berbagai aspek perlu di akui dan perlu dilindungi, agar ide-ide cemerlang
dan kreatif yang telah diciptakan tidak diklaim atau di bajak oleh pihak lain. Untuk itu
diperlukan wadah yang dapat membantu dan menaungi ide-ide cemerlang dan kreatif
tersebut. Untuk tingkat internasional organisasi yang mewadahi bidang HaKI (Hak atas
Kekayaan Intelektual) adalah WIPO (World Intellectual Property Organization).
Di Indonesia sendiri untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil
kebudayaan di bidang karya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra serta mempercepat
pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa, maka dirasakan perlunya perlindungan hukum
terhadap hak cipta. Perlindungan hukum tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk
mewujudkan iklim yang lebih baik untuk tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Di Indonesia, Undang-undang yang melindungi karya cipta adalah Undang-undang
nomor 6 tahun 1982 tentang hak cipta, dan telah melalui beberapa perubahan dan telah
diundangkan Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta yang mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak diundangkan. Tidak hanya
karya cipta, invensi di bidang teknologi (hak paten) dan kreasi tentang penggabungan antara
unsur bentuk, warna, garis (desain produk industri) serta tanda yang digunakan untuk
kegiatan perdagangan dan jasa (merek) juga perlu diakui dan dilindungi dibawah
perlindungan hukum. Dengan kata lain Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) perlu
didokumentasikan agar kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama
dapat dihindari atau dicegah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka secara umum rumusan masalah pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Apa yang dimaksud dengan HaKI?
2) Apa saja ruang lingkup HaKI?
3) Apa pengertian dan landasan hukum dari hak cipta, hak paten, desain industri dan merek?
4) Bagaimana sifat dan dasar hukum HaKI?
5) Mengapa HaKI itu penting?
6) Bagaimana sejarah perkembangan perlindungan HaKI di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam pembahasan makalah ini, yang berjudul “HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL” berdasarkan rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas hal-hal
yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain:
1) Untuk mengetahui pengertian HaKI.
2) Untuk mengetahui ruang lingkup HaKI.
3) Untuk mengetahui pengertian dan landasan hukum hak cipta, hak paten, desain industri dan
merek.
4) Untuk mengetahui sifat dan dasar hukum HaKI.
5) Untuk mengetahui pentingnya HaKI.
6) Untuk mengetahui sejarah perkembangan perlindungan HaKI di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
Selain tujuan daripada penulisan makalah, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat
yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah
khazanah keilmuan terutama di bidang hukum terutama hukum Bisnis dan semoga
keberadaan hukum ini dapat memberi masukan bagi semua pihak.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka yang
berorientasi pada buku-buku Hukum Bisnis
BAB II
PEMBAHASAN
C. Pengertian dan Dasar Hukum dari Hak Cipta, Paten (Patent), Desain Industri
(Industrial Design) dan Merek (Trademark)
1. Hak Cipta
Hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penaungan gagasan atau informasi tertentu. Dalam undang-undang hak cipta adalah hak
eksklusif pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan- pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 butir 1)
Dasar hukum Hak Cipta: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Hak Paten
Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri untuk ivensinya tersebut atau memberikan
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Dasar hukum Hak Paten: Undang-Undang No 14 tahun 2001 tentang Hak Paten.
3. Desain Industri
Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau gabungan
dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu barang komoditas atau kerajinan tangan.
Dasar hukum: Undang-Undang No 13 tahun 2000 tentang Desain Industri.
4. Hak Merek
Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar
umum merek dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Dasar hukum hak merek: Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang Merek.
G. Analisis Kasus
Dikaitkan dengan kasus yang ada suatu merek tidak dapat didaftar atas dasar
permohonan yang diajukan pemohon yang beritikat tidak baik dan pemohon ada niat dan
sengaja untuk meniru, membonceng atau menjiplak ketenaran merek lain demi kepentingan
usahanya yang mengakibatkan menimbulkan kerugian pihak lain atau menyesatkan
konsumen. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan. Permohonan yaitu
permintaan pendaftaran merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di
bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
Pendaftaran suatu merek berfungsi sebagai berikut:
a) Untuk barang bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang terdaftar,
b) Dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang
dimohonkan oleh permohonan lain untuk barang atau jasa sejenis,
c) Dan untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada
pokoknya dalam peredaran untuk barang atau jasa sejenis.
Syarat dan Tata cara Permohonan Pendaftaran Merek menurut Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek terdapat pada pasal 7 yaitu:
1. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal
dengan mencantumkan:
o Tanggal, bulan, dan tahun;
o Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;
o Nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
o Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur
warna;
o Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan
diajukan dengan Hak Prioritas.
2. Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
3. Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa
orang secara bersama, atau badan hukum.
4. Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
5. Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama
berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu
alamat sebagai alamat mereka.
6. Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut
ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan
melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
7. Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya,
surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8. Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9. Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan
Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur
dengan Keputusan Presiden.
Di dalam kasus “LOTTO” ini, “LOTTO” Singapura memiliki bukti. Memiliki nomor
pendaftaran merek dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan
pendaftaran No. 137430, yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdapat
kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman
dengan memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat dengan alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura
mengajukan permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO”
milik Hadi Darsono (Tergugat I), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek (Tergugat II) karena telah lalai memberikan nomor
pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda usaha barangnya
setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman dapat dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik
dalam tulisan ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih
dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak sejenis
terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah terkenal didunia
internasional.
Dalam kasus ini Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek
terkenal Seven Up – LANVIN – DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No.
370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan
karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai
atau didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek
dagang terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan
Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di
bidang perdagangan serta kepentingan khalayak ramai.
Setelah memeriksa perkara ini Mahkamah Agung dalam putusannya berpendirian bahwa
judex facti salah menerapkan hukum, Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa
Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961.
Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat
membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.
Sehingga putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili
sendiri perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis yang
intinya sebagai berikut :
Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat
Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
Merek “LOTTO” secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang
dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang
berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
Merek “LOTTO”, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan,
pada 6 Oktober 1984.
Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda
dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I
tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang
termasuk dalam kelompok barang sejenis kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek
yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung
menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara
menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini
berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang
telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai
itikad baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap karya-karya yang lahir dari buah pikir yang cemerlang yang berguna bagi manusia
perlu di akui dan dilindungi. Untuk itu sistem HaKI diperlukan sebagai bentuk penghargaan
atas hasil karya. Disamping itu sistem HaKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi
yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya
teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan
dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan
maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan
nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
B. Saran
Ditinjau dari sudut perangkat perundang-undangan, Indonesia sudah mempunyai
perangkat yang cukup di bidang HaKI. Namun pengetahuan tentang HaKI dan perangkat
perundang-undangan dimasyarakat dirasakan masih kurang dan perlu ditingkatkan, sehingga
perlindungan HaKI betul-betul dapat ditegakkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adoe, Kaleb, 2010. HUKUM BISNIS. Kupang: Politeknik Negeri Kupang.
Supramono, Gatot, 1989. Tindak Pidana Hak Cipta: Masalah Penangkapan dalam Tingkat
Penyidikan. Jakarta: Pustaka Kartini.
Sumber lainnya:
http://prasetyohp.staff.hukum.uns.ac.id/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional-di-
indonesia/hki-dan-perlindungan-pengetahuan-tradisional-di-indonesia/
http://www.scribd.com/doc/12686190/Sekilas-Haki-Di-Indonesia-Indonesia-Intellectual-Property-
Law-in-brief
http://bjnatasyakusumah.blogspot.com/2010/04/studi-kasus-tentang-sengketa-atas-merek.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
Diposting oleh Unknown di 00.27
Kirimkan Ini lewat Email
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi sekarang ini makin maraknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh oknum-oknum tertentu guna mencari keuntungan untuk dirinya pribadi
maupun untuk lembaga/perusahaannya, baik di bidang hak kekayaan pribadi maupun hak
kekayaan lembaga/perusahaannya yang termasuk di dalam Hak Kekayaan Intelektual
(HKI). Bahkan pelanggaran-pelanggaran tersebut telah menjadi bisnis utama dalam mencari
nafkah sebagian masyarakat di negara-negara berkembang.
Secara substantif, pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang
timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. HKI dikategorikan sebagai hak atas
kekayaan mengingat HKI pada akhirnya menghasilkan karya-karya intelektual berupa;
pengetahuan, seni, sastra, teknologi, di mana dalam mewujudkannya membutuhkan
pengorbanan tenaga, waktu biaya, dan pikiran. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan
karya intelektual tersebut ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat
menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual tadi.
(Bambang Kesowo, 1998:160-161)
HKI merupakan satu sistem yang memberikan perlindungan hukum atas karya-karya
intelektual seseorang maupun lembaga atau perusahaannya di bidang industri, ilmu
pengetahuan dan seni(hak cipta), hak kepemilikan industri(desain industri, paten, merek, dan
lain-lain).
Selain itu juga, pelanggaran-pelanggaran tersebut menandakan bahwa masih
kurangnya kesadaran pada masing-masing individu untuk menghargai hasil karya seseorang
ataupun perusahaan terhadap barang atau produk ciptaannya terutama pada hak kekayaan
intelektual melalui hak cipta dan hak paten. Pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat berupa
pembajakan, pemalsuan, penjiplakan, pengklaiman, dan lain sebagainya. Salah satu contoh
dari pelanggaran tersebut tampak pada pengklaiman yang dilakukan oleh negara lain, seperti
pada karya suara (lagu, musik), karya pertunjukkan (pewayangan, tari, lenong, dll), karya
seni dalam berbagai bentuk (lukis, gambar, kaligrafi, terapan, batik, dll), serta pada karya-
karya lainnya.
Namun demikian, pada awalnya pemerintah telah membuat Undang-Undang
mengenai hak cipta dan hak paten tersebut guna melindungi kedua jenis Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) itu, salah satu contohnya pada produk karya seni dalam bentuk Batik.
Undang-Undang tersebut diharapkan dapat lebih ditekankan pada penerapan perlindungannya
oleh negara khususnya oleh pihak pemerintah. Tetapi pada kenyataannya perlindungan
Undang-Undang tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya karena masih kurang dalam
penerapannya dan Undang-Undang tersebut masih kurang dipahami secara baik dan benar
oleh sebagian masyarakat sehingga produk karya seni dalam bentuk batik tersebut dengan
mudahnya diklaim oleh negara lain.
Selain itu juga dengan adanya Undang-Undang tersebut para produsen/pencipta batik
ini merasa terlindungi karena produk/barang ciptaannya telah dihargai dan diakui oleh
masyarakat luas maupun oleh negara. Tetapi pada kondisi nyatanya banyak dari mereka yang
merasa dirugikan karena hasil karyanya tersebut kurang dilindungi oleh negara khususnya
pemerintah. Hal ini juga memberikan dampak yang signifikan bagi penciptanya, baik dari
segi penghargaan, pengakuan, pemunculan ide, maupun dari segi materil.
Dampak yang signifikan itu juga timbul karena beberapa kendala yang berkaitan
dengan peraturan perundang-undangannya, salah satu contohnya adalah kendala yang datang
dari para pencipta batik itu sendiri yang tidak dengan segera mendaftarkan/mempatenkan
barang/produk ciptaannya. Hal ini ditandai dengan lamanya proses pendaftaran itu sendiri
yang membutuhkan waktu yang panjang, memakan biaya yang cukup besar, serta dengan
anggapan mereka bahwa telah adanya pengklaiman yang dilakukan oleh negara lain terhadap
barang/produk batik yang mereka produksikan.
Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Hak Cipta yang menjelaskan pengertian hak cipta
diperkuat lagi dengan Ketentuan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan:
“Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak citptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Berdasarkan pada dua ketentuan di atas, maka hak cipta tersebut dapat di artikan
sebagai suatu hak kekuasaan sendiri untuk memperbanyak atau mengumumkan hasil
karyanya yang di buat oleh pencipta produk atau pemegang produk dan tetap memperhatikan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan pengertian paten menurut UU No. 14 Tahun 2001 yang menyatakan:
“Hak eksklusif yang diberikan negara kepada penemu (inventor) di bidang teknologi (proses,
hasil produksi, penyempurnaan, dan pengembangan proses atau hasil produksi) selama waktu
tertentu, melaksanakan sendiri invensinya atau memberika persetujuan kepada orang lain
untuk melaksanakannya, dalam hal ini pemegan paten adalah penemu sebagai pemilik paten.”
Berdasarkan analisis tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas makalah ini
dengan judul “Upaya untuk Melindungi Hak Kekayaan Intelektual Melalui Hak Cipta
dan Hak Paten pada Batik Indonesia”
Sedangkan menurut Saidin (1995) Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak
eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya
ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun
jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud
(benda imateriil).
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Hak Atas Kekayaan
Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau
sekelompok orang sebagai hasil kreatifnya yang di ekspresikan ke khalayak umum dalam
bentuk apapun dan bernilai ekonomis.
2.1.2 Sejarah Perkembangan HAKI di Indonesia
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HKI pertama kali ada di
Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. caxton, Galileo dan
Guttenberg terctat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut, dan
mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian di adopsi oleh kerajaan Inggris di
jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris
yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten
tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan
lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne
Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi
tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi,
perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian
membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of
Intellectual Property yang kemudian di kenal dengan nama World Intellectual Property
Organization (WIPO). WIPO kemudian menjadi bahan administratif khusus di bawah PBB
yang menangani masalah HKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001 WIPO telah
menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia.
2.1.3 Ruang Lingkup HAKI
Ruang lingkup HAKI.:
Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Paten
Hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas
hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
2.1.4 Prinsip-Prinsip Hak Atas Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia
yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik
hak cipta.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari
kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan
intelektual terhadap karyanya.
Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna
meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa
dan Negara.
Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah
diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan
berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
2.1.5 Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :
1. Hak Cipta
2. Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
o Hak Paten
o Hak Merek
o Hak Desain Industri
o Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
o Hak Rahasia Dagang
o Hak Indikasi
Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas Hak Cipta, dan Hak Paten.
2.2 Hak Cipta
2.2.1 Definisi Hak Cipta
Hak Cipta, (dalam bahasa Inggris copyrights, dan dalam bahasa
Belandaauteursrecht) merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, tetapi berbeda
dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan
sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain untuk melakukannya.
Menurut pengertian Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2002, yang dimaksud dengan hak cipta
adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan
kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra
(http://ipr.itb.ac.id/?page_id=179).
Menurut Hanafi (2000:189) secara hakiki hak cipta termasuk hak milik immaterial
karena menyangkut ide, gagasan pemikiran, maupun imajinasi dari seseorang yang
dituangkan dalam bentuk karya cipta, seperti buku ilmiah, karangan sastra, maupun karya
seni.
Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hak cipta
merupakan hak untuk menyalin suatu ciptaan. Hak cipta juga dapat memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaannya. Dan
pada dasarnya, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3. Alat peraga yang digunakan untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
5. Drama atau drama musical, tari, koreografi atau pewayangan, dan pantomime.
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,
seni patung, kolase dan seni terapan.
7. Arsitektur.
8. Peta.
9. Seni Batik.
10. Fotografi.
11. Sinematografi.
12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
Di samping ciptaan-ciptaan tersebut, di bawah ini ada beberapa ciptaan yang dilindungi
juga oleh UU Hak Cipta. Sebagaimana dituangkan dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2)
yang menyatakan:
1) Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya
nasional lainnya.
2) Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadikan milik
bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi,
tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
2. Peraturan perundang-undangan.
Menurut Kansil (1990) Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak, oleh karena itu hak
cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Wasiat;
Hak cipta dianggap benda yang bergerak dan immaterial. Hak cipta tidak dapat dialihkan
secara lisan, harus dengan akta otentik atau akta di bawah tangan (Pasal 3).
Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula hak cipta yang tidak diumumkan
yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat,
tidak dapat disita.
Berhubung sifat ciptaan adalah pribadi dan manunggal dengan diri pencipta, maka hak
pribadi itu tidak dapat disita daripadanya (Pasal 4).
Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights) serta
hak terkait yang juga merupakan hak eksklusif di Indonesia.
Hak Ekonomis
Menurut Saliman (2005:197), hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat
ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait.
Secara umum, hak ekonomis merupakan hak eksklusif dari pengarang untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan ekonomi. Hak ekonomis ini meliputi hak memperbanyak, hak
distribusi, hak pertunjukan, dan hak peragaan.
Hak Moral
Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat
dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan. (Saliman,2005;197)
Hak cipta juga melindungi hak moral,yaitu hak untuk menuntut kepemilikan suatu karya,
dan hak untuk tidak menyetujui perubahan yang dapat membahayakan reputasi penciptanya.
(http://ipr.itb.ac.id/?page_id=179).
Menurut Pasal 24 UU No. 19 Tahun 2002, penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan
kepada orang atau badan lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk
menggugat seseorang yang tanpa persetujuaannya (lihat Pasal 55-66 UU No. 19 Tahun
2002):
a. Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan tersebut;
b. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
c. Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau
d. Mengubah isi ciptaan yang bersangkutan.
Hak Terkait
Secara umum, hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak
eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi produser
rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman
bunyinya dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan
karya siarannya. (http://hakintelektual.com/hak-cipta/pengertian-hak-cipta/).
Menurut ketentuan Pasal 49-50 UU No. 19 Tahun 2002:
a. Pelaku memiliki hak untuk memberi izin atau melarang orang lain tanpa persetujuannya
membuat, memperbanyak, dan menyiarkan rekaman suara dan/atas gambar pertunjukannya,
untuk jangka waktu 50 (lima puluh) tahun;
b. Produser rekaman suara memiliki hak khusus untuk memberi izin atau melarang orang lain
yang tanpa persetujuannya memperbanyak rekaman suara, untuk jangka waktu 50 (lima
puluh) tahun;
c. Lembaga penyiaran juga memiliki hak khusus, untuk jangka waktu 20 (dua puluh) .
Namun menurut literatur, masih ada jenis-jenis Paten yang lain saat ini:
1. Paten yang Berdiri Sendiri (Independent Patent)
Paten yang berdiri sendiri serta tidak tergantung dengan Paten lainnya.
2. Paten yang Terkait dengan Paten lainnya (Dependent Patent)
Keterkaitan antar Paten bisa terjadi jika ada hubungan antara lisensi biasa maupun lisensi
wajib dengan Paten lainnya dan kedua Paten itu dalam bidang yang berkaitan. Bila kedua
Paten itu dalam bidang yang sama, penyelesaiannya diusahakan dengan saling memberikan
lisensi atau lisensi timbal balik (cross license)
3. Paten Tambahan (Patent of Addition) atau Paten Perbaikan (Patent of
Improvement) Paten ini
merupakan perbaikan, penambahan, atau tambahan dari temua yang asli. Bila dilihat dari segi
Paten pokoknya, kedua jenis Paten ini hanya merupakan pelengkap sehingga disebut pula
Paten Pelengkap (Patent of Accessory). Di Indonesia tidak dikenal Paten
Pelengkap.
4. Paten Impor (Patent of Importation), Paten Konfirmasi atau Paten Revalidasi (Paten of
Revalidation) Paten ini bersifat khusus
karena telah dikenal di luar negeri dan negara yang memberikan Paten lagi hanya
mengkonfirmasi, memperkuatnya, atau mengesahkannya lagi supaya berlaku di wilayah
negara yang memberikan Paten lagi (revalidasi).
5.
3.1.4 Jangka Waktu Paten
Dalam Pasal 9 ditegaskan bahwa:
a. Paten diberikan untuk jangaka waktu selama empat belas tahun terhitung sejak tanggal
penerimaan permintaan paten (filing date). Tanggal tersebut dinyatakan dalam Surat
Paten(Letter of Patent) yang diberikan oleh Kantor Paten. Jangka waktu paten selama 14
(empat belas) tahun tersebut dapat pula di katakan sebagai jangka waktu perlindungan hukum
atas paten yang bersangkutan.
b. tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum paten dan
diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Daftar mum paten berupa buku yag khusus berisikan catatan tentang Surat paten, yang
dibuat dalam bentuk dan susunan yag sederhana, jelas dan rapi. Berita Resmi Paten dapat
pula disebut Jurnal Paten, yang dikelola dan diterbitkan secara berkala oleh Kantor paten,
serta ditempatkan/ditempelkan di papan pengumuman Kantor Pten yang dapat dilihat dengan
mudah oleh masyarakat dan disebarluaskan.
Berita Resmi Paten memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Tambahan Berita
negara. Sekalipun demikian, apabila Pemegang paten menghendaki agar Surat Patennya
diumumkan dalam Tambahan Berita negara, maka hal itu dapat saja diusahakan atas biaya
sendiri.
Paten Sederhana diberikan untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal diberikannya Surat Paten Sederhana.
Karena benda atau alat yang dihasilkan tersebut diperoleh denga waktu yang relatif
singkat, dengan cara yang sederhana, dengan biaya yang relatif murah, dan secara teknologi
juga bersifat sederhana, maka jangka waktu pelindungan selama 5 (lima) tahun dinilai cukup
(Pasal 10).
3.1.5 Pengalihan Paten
Dalam pasal 73 ditegaskan:
Paten atau pemilikan paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian
karena:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris;
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
Seperti halnya Hak Cipta dan Merek Dagang, paten pada dasarnya adalah hak
milik perorangan yag tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektual manusia.
Sebagai hak milik, paten dapat pula dialihkan oleh penemunya atau yang berhak atas
penemuan itu. Paten dapat beralih atau dialihkan baik dengan cara pewarisa, hibah, wasiat,
maupun dengan cara perjanjian. Khusus mengenai pengalihan dengan perjanjian ini
ditentukan, bahwa hal itu harus dituangkan dalam bentuk Akta Notaris. Hal ini mengingat
begitu luasnya aspek yang terjangkau oleh paten sebagai hak. Adapun sebab lain peten karena
pembubaran badan hukum yang semula merupakan Pemegang Paten.
Peralihan pemilikan paten tidak menghapus hak penemu untuk tetap
dicantumka nama dan identitas lainnya dalam paten yang bersangkutan.
3.1.6 Lisensi Paten
Lisensi paten adalah suatu perjanjian antara pemilik paten (pemberi lisensi)
dan pihak lain yang bermaksud untuk menggunakan paten tersebut (penerima lisensi) dimana
pemberi lisensi akan memberikan persetujuan untuk menggunakan paten tersebut kepada si
penerima lisensi dalam lingkup yang disetujui.
Lisensi paten adalah merupakan salah satu cara yang umum digunakan oleh
pemilik paten untuk mengekspoitasi paten miliknya. Lisensi paten memungkinkan pemilik
paten untuk tetap mempertahankan hak kepemilikan paten-nya sementara orang lain
melakuka investasi untuk mengekploitasi imbalan, pemberi lisensi telah terhindar dair
masalah biaya manufaktur dan pemasaran barang atau produk dari paten tersebut di situas
yang mungkin tidak dikenalnya.
Penerima lisensi paten, di sisi lain, akan diuntungkan karena lisensi
memungkinkan si penerima lisensi untuk mengakses dan menggunakan secara sah paten yang
bersangkutan tanpa harus menghabiskan biaya dan waktu untuk kegiata research and
development. Disamping itu, lisensi paten adalah merupakan salah satu cara untuk transfer
teknologi dari satu negara yang di kembangkan di negara pemberi lisensi. Disisi lain, lisensi
paten dapat mempunyai efek negatif kepada pemberi lisensi untuk mengembangkan suatu
teknologi yang lebih baik yang dapat menjadi ‘ancaman’ bagi si pemberi lisensi.
Pemberian lisensi paten adalah merupakan salah satu hak dari pemilik paten
sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
(UUP). Lisensi paten wajib dicatatkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Ditjen HKI). Jika lisensi tersebut tidak dicatatkan di Dijen HKI, lisensi tersebut tidak
mempunyai akibat hukum terhadap pihak lain.
Jenis-jenis lisensi ada 3 yaitu;
a. Lisensi Non-Ekslusif
Suatu lisensi dimana pemberi lisensi memberi hak kepada penerima lisensi untuk
menggunakan paten yang dilisensikan sementara si pemberi lisensi (pemilik paten) masih
diperbolehkan (tidak dilarang) untuk memerberikan lisens yang sama kepada pihak lain.
Dengan kata lain, lisensi non-eksklusif ini akan dimungkinkan terjadi kompetisi antar tidakan
hukum terhadap pihak-pihak yang diduga melanggar paten yang dilisensikan adalah pemberi
lisensi (pimilik paten)
b. Lisensi Eksklusif
Suatu lisensi dimana pemberi lisensi memberi hak hanya kepada satu pihak untuk
mengekploitasi paten yang dilisensikan. Dengan demikian, dengan lisensi eksklusif, tidak ada
pihak lain selain dari penerima lisensi eksklusif yang dapat mengeksploitasi paten yang
bersagkutan, termasuk pemilik paten itu sendiri tidak diperkenankan melaksanakan paten
yang telah di lisensikan. Karena hanya ada satu penerima lisensi eksklusif, lisensi eksklusif
menghasilkan tingkat resiko yang lebih tinggi bagi pemberi lisensi dibandingkan jenis lisensi
lainnya. Untuk mengurangi resiko yang demiian, biasanya pemberi lisensi memasukkan suatu
klausal untuk melindungi kepentinga pemberi lisensi.
Klausal yang demikian secara substasial mengatur hak pemberi lisensi untuk dapat
mengakhiri perjanjian lisensi atau mengubahnya ke lisens non-eksklusif jika penerima lisensi
eksklusif bagi pemberi lisensi aalah ringannya yang diembannya karea pemberi hanya perlu
memonitor performansi dari penerima lisens berada pada posisi yang lebih baik untuk
mendikte pasar dan yang perlu dipertimbangkan hanya bagaiman mencapai target minimum.
c. Sole License
Suatu lisensi dimana pemberi lisensi haya boleh memberi lisensi kepada satu pihak tetapi si
pemberi lisens (pemilik paten) masih diperbolehkan mengeksploitas paten tersebut. Jika
pemilik paten ingin membuat perjanjian lisensi sementara pemberi lisensi tersebut juga
bermaksud untuk mengeksploitasi sendiri patennya tersebut, maka bntuk lisensi yangtepat
dipilih adalah lisens non-eksklusif.
3.1.7 Paten Sederhana
Paten Sederhana hanya diberikan untuk satu klaim. Karena proses
penemuannya berlangsung sederhana dan hasl yang diperoleh juga bersifat sederhana, maka
penemuan yang di hasilkan biasanya hanya berisikan 1 (satu) klaim.
Dalam Pasal 111 ditegaskan :
a. Untuk paten sederhana diberikan Surat Paten Sederhana oleh Kantor Paten.
b. Paten Sederhana yang diberikan Kantor Paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat
dalam daftar Umum Paten Sederhana.
c. Terhadap keputusan penolakan permintaan Paetn Sederhana tidak dapat dimintakan banding
kepada Komisi Banding Paten.
Jangka waktu Paten Sederhana sebagaiman dimaksud dalam Pasal 10 tidak
dapat diperpanjang. Untuk Paten Sederhana tidak dapat dimintakan Lisensi Wajib dan tidak
dikenakan biaya tahunan (Pasal 112)
3.1.8 Pembatalan Paten
1. Paten yang Batal Demi Hukum
Paten dinyatakan batal demi hukum oleh Kantor Paten dalam hal:
a. Tidak dilaksanakan dalam jangka waktu empat puluh delapan bulan sejaktanggal pemberian
paten:
b. Tidak dipenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang diatur dalam
Undang-undang ini.
Batalnya paten demi hukum diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten
kepada Pemegang Paten dan Pemegang Lisensi Paten yang bersangkutan serta mulai berlaku
sejak tanggal pemberitahuan tersebut. Batalnya paten dengan alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94 ayat (10 dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita
Resmi Paten.
2. Pembatalan Paten atas Permintaan Pemegag Paten.
Paten dapat dibatalkan oleh Kantor paten untuk seluruhnya atau sebagian atas
permintaan Pemegang Paten yang diajukan secaa tertulis kepada Kantor paten. Karena Paten
pada dasarjnya hak yang diterima dari Negara untuk selama jangka waktu tertentu, maka
kalau yag bersangkutan tidak menghendaki hak tersebut lebih lanjut dapat saja Negara
membatalkan hak yang telah diberikennya. Pembatalan paten mengenai pembatalan tersebut.
3. Pembatalan Paten karen Gugatan
Paten yang sudah ada tetapi kemudian penggunaan, pengumuman atau pelaksanaanynya
bertentangan dengan peratuan perundang-undangan, ketertiban umum atau kesusilaan. Paten
serupa ini dapat pula digugat pembatalannya.
Gugatan pembatalan ini biasanya ditujukan terhadap paten yang diberikan belakangan
kepada orang lain, tetapi untuk penemuan yang sebenarnya sama.
3.1.9 Penyelesaian Sengketa
Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga
atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap hasil ciptaannya dengan
cara sebagai berikut.
Mengajukan permohonan penetapan sementara ke pengadilan niaga dengan
menunjukkan bukti-bukti kuat sebagai pemegang hak dan bukti adanya pelanggaran.
Penetapan sementara ditujukan untuk:
mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang
diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan
importasi; dan
menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna
menghindari terjadinya penghilangan barang bukti.
Mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan
meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya.
Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak penyidik POLRI dan/atau PPNS DJHKI
BAB III
PEMBAHASAN
Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu tonggak penting kemajuan suatu
negara dalam penguasaan teknologi dan karya-karya intelektual. Sehingga hal tersebut
mengingatkan kita akan pentingnya suatu perlindungan terhadap hak-hak kekayaan
Intelektual tersebut yang sudah seharusnya menjadi perhatian, kepentingan, dan kepedulian
semua pihak agar tercipta kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembangnya suatu negara
dalam menciptakan inovasi-inovasi atau hasil karya-hasil karya yang menjadi syarat dalam
menumbuhkan kemampuan penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi.
Dengan ditegakkannya hukum atas kekayaan intelektual ini diharapkan dapat
mendorong motivasi bagi semua pihak sesuai dengan bidang, tugas, dan profesinya masing-
masing untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang kreatif dan inovatif. Selain itu
juga, perlindungan hak kekayaan intelektual ini dapat mampu menciptakan produktivitas
kerja yang tinggi pada masyarakat.
3.1. Upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten
pada Batik Indonesia
Kemampuan intelektual manusia melahirkan banyak sekali daya cipta maupun
kreatifitas di berbagai bidang dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga dapat dikatakan
majunya ekonomi ataupun teknologi suatu negara merupakan hasil karya intelektual manusia
dari negara tersebut. Oleh karena itu, setiap karya intelektual tersebut memiliki nilai
ekoonomis yang tinggi. Revolusi Industri merupakan salah satu bukti kelebihan manusia
sebagai makhluk sempurna dalam melahirkan banyak hasil karya intelektual manusia
sehingga sangat berpengaruh pada kehidupan manusia saat ini.
Oleh karenanya, setiap hasil karya intelektual manusia tersebut perlu untuk
mendapatkan perlindungan hukumnya yang sekaligus sebagai upaya penghargaan atas karya
intelektual manusia. Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan terhadap hasil karya
intelektual manusia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi tersebut adalah berbentuk Hak
Kekayaan Intelektual atau lebih dikenal dengan istilah HKI.
Perlunya perlindungan hukum terhadap HKI ini dirasakan sangat penting karena
dengan melihat semakin banyaknya persaingan yang tidak wajar (curang) mulai dari
pembajakan, pemalsuan, penjiplakan, pengklaiman, dan lain sebagainya. Untuk itu dalam
mengatur perlindungan hukum tersebut diperlukan adanya penghargaan, pengakuan, dan
kesadaran yang kuat baik dari masyarakat luas maupun dari negara itu sendiri.
Sebagai contoh, adanya pengaduan-pengaduan terhadap pelanggaran-pelanggaran
tentang penyalahgunaan terhadap hasil-hasil karya intelektual khususnya yang sering
dijumpai yaitu pelanggaran-pelanggaran pada hak cipta dan hak paten. Hal tersebut
menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam memberikan
penghargaan atau apresiasi terhadap hasil karya intelektual seseorang ataupun
badan/perusahaannya.
Dan pada awalnya pemerintah telah membuat Undang-Undang mengenai perlindungan-
perlindungan terhadap karya-karya intelektual tersebut tetapi penerapan akan
perlindungannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan oleh
banyak faktor, salah satunya adalah karena kurangnya kesadaran dan pemahaman secara baik
dan benar akan Undang-Undang ini oleh sebagian masyarakat. Padahal dengan adanya
Undang-Undang tersebut diharapkan dapat lebih ditekankan pada penerapan dalam
perlindungannya oleh negara khususnya pemerintah.
Selain itu juga, salah satu bentuk perlindungan yang diberikan terhadap hasil karya
intelektual manusia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi tersebut adalah berbentuk Hak
Kekayaan Intelektual. Besarnya pengaruh HKI terhadap perkembangan dan kehidupan
manusia ini diakui oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Keberadaan Peraturan mengenai HKI ataupun pengetahuan mengenai HKI ini
diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan karya cipta maupun
invensi diberbagai bidang di Indonesia sekaligus memberikan banyak dorongan bagi setiap
masyarakat Indonesia untuk terus berkarya sekaligus menghargai hasil jerih payah dari setiap
pencipta maupun inventornya.
Dengan terus berkarya tersebut, maka masyarakat Indonesia dapat memunculkan
berbagai inovasi dan temuan, baik yang dikembangkan oleh seseorang ataupun diproduksi
massal oleh industri. Akan tetapi berbagai inovasi ini terkadang menimbulkan problematika
karena banyaknya kasus mengenai beberapa inovasi dan temuan yang diklaim oleh pihak
lain, bahkan hak kepemilikannya juga diperebutkan. Sehingga hal ini menimbulkan dampak
yang sangat signifikan terutama bagi para penciptanya, salah satu contohnya adalah Batik
Indonesia yang belum lama ini diklaim oleh negara lain.
Batik adalah seni gambar di atas kain untuk pakaian yang dibuat dengan teknik resist
menggunakan material lilin. Kata ‘batik’ berasal dari bahasa Jawa yang berarti menulis. Di
Indonesia pada beberapa waktu yang lalu kita dengar bahwa batik merupakan salah satu
yang menjadi identitas negara kita yang juga diakui oleh negara lain bahwa itu adalah hasil
karya dari negara mereka.
Batik di Indonesia memang sangat beragam. Hampir dari seluruh wilayah Indonesia
mempunyai batik dengan motif khas dari wilayah mereka masing-masing. Batik juga
merupakan salah satu kebudayaan yang harus dilestarikan. Khususnya batik yang langsung
dibuat dengan canting atau batik tulis. Mungkin dinegara lain yang mengakui bahwa batik
tersebut adalah kebudayaan mereka, jika kita lihat dengan seksama mungkin berbeda dengan
batik yang dibuat di Indonesia dengan menggunakan canting. Karena kebanyakan yang dijual
disana adalah batik cetak produksi pabrikan.
Namun berkat pemikiran mereka yang hebat, mereka juga tidak mau kalah dengan kita
yaitu mereka datang ke Indonesia untuk mempelajari cara membuat batik dengan canting.
Dan setelah mereka mendapatkan ilmunya, mereka akan kembali lagi ke negara asalnya
kemudian menerapkan apa yang sudah mereka pelajari tersebut di negara kita. Ada saja
pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga mereka dengan bangganya memperkenalkan
bahwa itu adalah hasil kebudayaan mereka. Dan juga masih ada saja pihak yang tidak
menghargai karya orang lain dan tidak menghargai hak atas kekayaan intelektual yang
dimiliki oleh semua pengrajin batik di indonesia. Namun banyak juga pihak atau wisatawan
asing yang mempelajari cara membuat batik di Indonesia kemudian menerapkan dan
membagikan ilmunya kepada orang lain di negaranya dan kemudian memperkenalkan bahwa
itu merupakan hasil kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia
berinisiatif mendapatkan pengakuan dari Lembaga PBB di bidang Pendidikan, Ilmiah dan
Budaya (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia.
Sehubungan dengan langkah tersebut, Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan
suatu sertifikasi merek melalui Departemen Perindustrian yang diberi nama Batikmark.
Batikmark dapat berfungsi sebagai sertifikasi produk-produk batik Indonesia.
Melalui Batikmark, Indonesia menggabungkan konsep merek kolektif dan sertifikasi.
Peraturan Menteri Perindustrian yang menciptakan Batikmark mensyaratkan bahwa merek
sertifikasi Batikmark hanya dapat diberikan kepada pengusaha batik yang telah memiliki
merek terdaftar dan yang produknya lulus serangkaian tes yang dilaksanakan oleh Badan
Standardisasi Nasional. Produk yang lulus tes dianggap telah memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan pengusahanya berhak mendapatkan sertifikasi dan mengajukan
permohonan untuk mendapatkan Batikmark.
Tujuan utama pembentukan sertifikasi Batikmark adalah memastikan pandangan dunia
bahwa tekstil bermotif batik adalah kekayaan tradisional Indonesia. Selain itu, sertifikasi
Batikmark juga bertujuan menjaga kualitas tekstil bermotif batik yang berasal dari Indonesia.
Hal ini diharapkan membantu memberikan perlindungan bagi para konsumer batik karena
konsumer diberikan keyakinan bahwa batik Jawa yang dibelinya berasal dari Indonesia dan
telah disertifikasi oleh institusi nasional yang ditunjuk Pemerintah. Sertifikasi Batikmark juga
bertujuan untuk menghadapi kompetisi produk identik atau mirip yang dijual di pasaran dan
untuk menghadapi ancaman pembajakan batik Jawa asal Indonesia oleh produsen tekstil luar
negeri. Praktek semacam ini telah berlangsung lama dan diprakarsai oleh negara-negara di
Asia dan Afrika.
Produsen yang telah berhasil mendapatkan sertifikasi Batikmark secara langsung
mendapatkan perlindungan di Indonesia tetapi tidak demikian halnya di negara lain.
Produsen-produsen tersebut harus mendaftarkan hak kekayaan intelektual di negara lain demi
mendapatkan perlindungan tersebut. Perlindungan tersebut bisa dalam bentuk paten desain,
hak cipta, dan/atau merek.
Walaupun sudah mendapatkan sertifikasi dari Pemerintah Indonesia, pengusaha batik
tetap harus berusaha sendiri dalam mendapatkan perlindungan hak atas kekayaan intelektual
di negara lain sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Hal ini akan terus terjadi
sampai pemerintah Indonesia berhasil menduniakan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual untuk batik dan produk-produk kekayaan budaya tradisional Indonesia lainnya.
Walaupun demikian, Batikmark adalah langkah solid pertama untuk melindungi hak
kekayaan intelektual atas kekayaan budaya tradisional Indonesia. Akan tetapi, banyak yang
masih harus dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya tradisional secara global di
negara-negara lain. Sementara ini, desainer dan produsen dapat secara individual melindungi
produk-produk mereka di dunia internasional melalui berbagai macam perlindungan hak atas
kekayaan intelektual yang ditawarkan.
3.2. Upaya untuk melindungi Hak kekayaan intelektual melalui hak cipta
pada batik Indonesia
Penjiplakan terhadap batik yang dilakukan oleh berbagai negara besar terus terjadi
bahkan hingga mengklaim bahwa batik adalah milik mereka.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari
budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Batik merupakan karya seni budaya bangsa
Indonesia yang dikagumi dunia. Batik telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
terkemuka penghasil kain tradisional yang halus di dunia karena berasal dari tradisi yang
beraneka ragam, kreatif serta artistic sebagai unsur yang memenuhinya. Para pengrajin batik
yang menjamur di wilayah khususnya provinsi Jawa Tengah menjadikan batik sebagai mata
pencaharian mereka. Akan tetapi para pengrajin dalam membuat batik sering melakukan
penjiplakan motif di antara sesama pengrajin. Penjiplakan dalam membuat karya seni batik
ini dikarenakan minimnya wawasan para pencipta batik Indonesia mengenai pentingnya
pendaftaran Hak Cipta bagi karya seni batik membuat kebiasaan meniru atau menjiplak motif
di antara sesama pengrajin menjadi hal yang biasa bahkan sulit untuk dihilangkan.
Masalah hak cipta ini muncul berkaitan dengan masalah liberalisasi ekonomi dan
masalah kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia. Kondisi sosial-budaya masyarakat
Indonesia masih dalam masa transisi industrial yang belum semuanya mengerti dan
memahami masalah hak cipta yang sebelumnya tidak dikenal. Masyarakat tersebut
digambarkan sebagai masyarakat yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris
yang bercorak komunal-tradisional ke masyarakat industri yang bercorak individual-modern.
Perubahan itu berkaitan dengan struktur hubungan masyarakat yang belum tuntas ke corak
yang lebih rasional dan komersial sebaagai akibat dari proses pembangunan yang dilakukan.
Problem hak cipta juga muncul berkaitan dengan seni rupa tradisional Indonesia yang
masih hidup seperti seni batik, Permasalahannya, apakah seorang perancang batik terkenal
yang membuat rancangannya berdasarkan pada pola dan ragam tradisional dapat menuntut
pada pembatik-pembatik tradisional yang menulis batik mirip dengan rancangan pembatik
terkenal tersebut karena menggunakan pola dan ragam hias yang sudah mentradisi
dikarenakan pembatik terkenal tersebut sudah mendaftarkan karyanya pada Kantor Cipta,
Paten, dan Merek?
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bagi masyarakat tradisional suatu karya
cipta yang telah diumukan kepada masyarakat langsung menjadi milik bersama, siapa saja
boleh meniru dan mencontoh ciptaan tersebut, dan penciptanya juga tidak
mempermasalahkannya. Ciri khas mereka adalah sifat kolektif atau kebersamaan sehingga
menurutnya hak cipta tidak mempunyai akar budaya. Selain itu, mereka beranggapan bahwa
nilai yang mendasari kepemilikan individu terhadap suatu karya cipta manusia baik di bidang
Ilmu pengetahuan, sastra, maupun seni merupakan nilai budaya barat yang menjelma dalam
sistem hukumnya.
Akan tetapi hal ini juga harus diperhatikan dengan memberikan perlindungan hukum
terhadap hak cipta para pengerajin batik dan juga diberikan himbauan kepada para pengrajin
agar dapat medaftarkan karya mereka agar karya tersebut tidak bisa dengan mudahnya oleh
orang lain atau bahkan negara lain karena kita telah memiliki hak cipta atas karya kita sendiri.
Dan adapun salah satu contoh kasus mengenai hak cipta lainnya adalah ketidakjelasan
dalam pendaftarannya, karena begitu selektifnya proses pendaftarannya tersebut, sehingga
hasil karya atau ciptaan yang dianggap mempunyai kesamaan ditolak walaupun sebenarnya
tidak ada kesamaan antara hasil karya atau ciptaan yang sedang didaftarkan tersebut dengan
pihak yang melakukan penolakan.
Atas permasalahan tersebut, maka perlunya sosialisasi mengenai pentingnya
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya pada hak cipta kepada masyarakat agar
dapat meningkatkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya suatu penciptaan hasil
karya seseorang, dan perlunya perbaikan kinerja dari penegak hukum dalam prosedur ataupun
penindakan atas pelanggaran HKI, serta agar masyarakat lebih dapat menghargai hasil karya
seseorang dengan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
3.3. Upaya untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual melalui hak patenpada batik
Indonesia
Salah satu cara pemerintah Indonesia untuk melindungi warisan tradisional bangsa
Indonesia terjadi di bidang tekstil batik. Salah satu tujuannya adalah untuk membentuk
persepsi dunia bahwa Jawa tekstil bermotif batik, yang mencakup praktek tradisional sekarat
kain melalui wax-resist metode, berasal dari Indonesia. Dengan demikian, pemerintah
Indonesia telah dinominasikan Jawa tekstil bermotif batik ke dalam daftar PBB untuk
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) 's warisan budaya
takbenda. Nominasi ini secara resmi terdaftar pada Mei 2009. Sebagai kelanjutan dari
nominasi ini, pemerintah sekarang mengeluarkan sebuah tanda sertifikasi, yang disebut
Batikmark, melalui Departemen Perindustrian (Departemen Perindustrian RI) yang dapat
diterapkan untuk benar disertifikasi batik produk Indonesia.
Batikmark diperkenalkan oleh Departemen Perindustrian Indonesia melalui Keputusan
Menteri nya (Peraturan Menteri Perindustrian RI) No 74/MIND / PER/9/2007. Langkah
pemerintah membentuk kerangka peraturan untuk pendaftaran dan perlindungan Batik-pola
tekstil menggunakan tanda bukanlah langkah baru. Praktek yang serupa telah diakui oleh
perjanjian internasional dan dipraktekkan oleh negara. Berdasarkan Pasal 7bis (2) Konvensi
Paris, setiap negara berhak menjadi hakim kondisi khusus di mana tanda kolektif harus
dilindungi. Artikel dalam Konvensi Paris adalah kekuatan yang mendorong India "SILK
MARK" tanda kolektif. Dengan cara yang sama, "WOOLMARK" adalah merek sertifikasi
terkenal di dunia swasta.
Dengan Batikmark, Indonesia terbilang menggabungkan konsep merek kolektif dan
sertifikasi. Berdasarkan Keputusan Menteri bahasa Indonesia, hanya produsen batik yang
sudah menjual produk mereka di bawah merek dagang terdaftar dapat memperoleh
"Batikmark" sertifikasi. Produk dari produsen juga harus melewati serangkaian tes yang
dilakukan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional). Produk yang lulus tes mereka dianggap
sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Produsen menerima sertifikasi pada lulus
tes. Jika produsen yang memenuhi syarat, mereka kemudian dapat mengajukan permohonan
tertulis, yang melekat dengan profil perusahaan, untuk kepala Kerajinan dan Batik
Yogyakarta Grand House (Balai Besar Kerajinan dan Batik). Kerajinan Yogyakarta Grand
Batik House adalah lembaga disahkan oleh Keputusan Menteri untuk melakukan tes
tambahan pada tekstil bermotif batik. Lembaga Batik kemudian akan melakukan tes di
laboratorium mereka. Tujuan tes adalah untuk memastikan bahwa tekstil tersebut memenuhi
standar sertifikasi dari tekstil bermotif batik. Kualifikasi termasuk mereview: bahan
diterapkan pada tekstil, pola, teknik pencelupan, dan kualitas tekstil. Jika bermotif batik
tekstil lulus tes maka produsen akan memenuhi syarat untuk mendapatkan nomor
"Batikmark" sertifikasi. Sertifikasi ini berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang.
Sertifikasi ini dalam bentuk label dicetak "Batik Indonesia" yang dipasang di setiap produk
tunggal tekstil bermotif batik yang telah disertifikasi. Label ini telah dilindungi hak cipta di
Kantor Hak Cipta Indonesia.
Setiap pemerintah kota seharusnya aktif melakukan inventarisasi dan perlindungan
warisan budaya dan kearifan lokal. Masyarakat di era kreatif diupayakan tidak terlena dengan
nostalgia warisan budaya masa lalu, tetapi turut melestarikan dan menjadikan warisan budaya
sebagai sumber inspirasi untuk dapat menciptakan karya yang bernilai ekonomi.
Sistem HKI modern didasarkan pada konsep kepemilikan (property) yang bersifat
indivudual (private rights), bukan kepemilikan kolektif (collective rights) sebagaimana yang
berlaku pada penduduk asli. Beberapa hambatan terhadap perlindungan batik diantaranya
adalah biaya paten relatif mahal bagi pengrajin, kesadaran pengrajin pada hak paten batik
masih rendah dan masih menganut asas kepemilikan kolektif dan belum tumbuhnya
kepemilikan individual.
Sebuah kata, nama, simbol, perangkat atau kombinasi dari semuanya dapat disetujui
sebagai merek dagang selama mereka digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan
barang dari produsen dari yang diproduksi atau dijual oleh orang lain, itu adalah indikator
sumber barang . Dengan demikian, merek dagang didefinisikan oleh tiga elemen penting: (1)
kata yang sebenarnya, simbol atau perangkat, (2) penggunaan simbol sebagai tanda pada
barang dan jasa, dan (3) kemampuan merek untuk mengidentifikasi dan membedakan sumber
barang dan / atau jasa. Sebuah Batikmark merek dagang sertifikasi dari pemerintah Indonesia
menjamin bahwa produk tersebut memiliki ciri-ciri tertentu yang membuatnya berbeda dari
yang lain-pola batik. Ini menjamin keunikan tekstil, pola, teknik pencelupan, dan kualitas
tekstil. Ciri-ciri ini menentukan identitas produk dan membedakannya dari tekstil bermotif
batik lainnya. Dengan demikian, merek dagang memberikan perlindungan bagi konsumen
dari kebingungan terhadap sumber dan kualitas benda diproduksi.
Salah satu contoh kasus dalam hak paten di Indonesia ini adalah pada beberapa waktu
yang lalu kita dengar bahwa batik yang merupakan salah satu yang menjadi identitas negara
kita juga diakui atau diklaim oleh negara lain bahwa itu adalah hasil karya dari negara
mereka. Pada dasarnya batik di Indonesia dengan batik di negara lain itu berbeda. Hal ini
tampak pada proses pembuatannya, karena jika di Indonesia proses pembuatan batik itu
langsung dibuat dengan canting atau yang biasa disebut dengan batik tulis, sedangkan di
negara lain mereka cenderung membuat batik dengan cetakan-cetakan pabrik bukan dengan
canting.
Akan tetapi, dengan melihat kondisi yang demikian mereka lalu mempelajari cara
membuat batik di negara kita. Dan setelah mereka bisa membuatnya, lalu mereka
menerapkannya di negara mereka. Dan ada sebagian orang yang mengklaimnya sebagai
budaya dari negara mereka. Namun ada juga yang mengatakan bahwa kebudayaan batik ini
merupakan kebudayaan dari negara kita (Indonesia).
Maka perlunya hak paten disini adalah supaya hasil kebudayaan kita tidak diklaim atau
diakui lagi oleh negara lain sebagai kebudayaan dari negara mereka. Dan sudah seharusnya
masyarakat khususnya pemerintah berupaya melestarikan dan melakukan sosialisasi lebih
jauh mengenai salah satu kebudayaan kita ini agar tetap berjaya di mata dunia. Serta, kita
sebagai bangsa Indonesia harus mencintai produk dalam negeri ini, agar kebudayaan batik ini
tidak mudah diakui dan tetap dapat menjadi identitas bangsa kita yang abadi.
Selain itu langkah lainnya yang dapat diambil oleh pemerintah dalam menyikapi
pengklaiman ini adalah dengan membentuk tim pakar yang bertugas mengkaji kesenian
tradisional dan karya-karya cipta. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata akan membentuk tim
pakar untuk mengkaji dan memilah kesenian tradisional dan karya-karya cipta milik
Indonesia dan Malaysia sehingga tidak terjadi saling klaim. Pemerintah juga akan
tetap meningkatkan perlindungan terhadap seni dan budaya tradisional itu sehingga tidak
diklaim oleh negara lain.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1.1 Kesimpulan upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak
paten pada Batik Indonesia
Upaya perlindungan hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan hak paten pada Batik
Indonesia dirasakan sangat penting karena semakin maraknya pelanggaran-pelanggaran
terhadap penyalahgunaan karya-karya intelektual tersebut, salah satu contohnya adalah
adanya pengaduan-pengaduan yang dilakukan oleh para desainer atau perancang Batik
terhadap karya-karyanya tersebut yang seringkali ditiru dan dipalsukan oleh pihak lain.
Oleh karena itu, adapun langkah-langkah yang telah diambil pemerintah dalam
menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut adalah dengan membuat Undang-Undang
tentang perlindungan karya-karya tersebut. Namun, Undang-Undang tersebut dirasakan
belum berjalan sebagaimana mestinya.
Selain itu juga, langkah lain yang diambil oleh pemerintah adalah dengan menerbitkan
suatu sertifikasi merek melalui Departemen Perindustrian yang diberi nama Batikmark.
Batikmark ini adalah langkah awal kembali pemerintah dalam melindungi karya-karya
intelektual Indonesia yang berupa Batik. Tetapi Batikmark ini belum dapat melindungi karya
Batik itu sepenuhnya, karena Batikmark ini juga memiliki kelemahan yakni para desainer
atau perancang Batik tersebut harus dapat berusaha sendiri melindungi karya-karya Batiknya
itu di negara lain. Hal ini dikarenakan pemerintah belum menduniakan perlindungan terhadap
hak kekayaan intelektual pada karya-karya intelektual Indonesia ini.
4.1.2 Kesimpulan upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta pada Batik
Indonesia
Penjiplakan terhadap batik indonesia sangat terus terjadi bahkan dilakukan oleh
negara-negara lain.
Batik yang merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi
bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Dan batik merupakan karya seni
budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Akan tetapi penyebab terjadinya penjiplakan
terhadap batik indonesia adalah karena dalam membuat karya seni batik ini para pengerajin
batik minim wawasan untuk mendaftarkan hak cipta atas batik yang telah di ciptakan kepada
pemerintah agar batik tersebut tidak dapat dengan mudah di jiplak oleh pihak lain.
Selain itu, para pengerajin juga beranggapan bahwa apabila suatu karya yang telah
diciptakan dan telah di umumkan kepada masyarakat akan langsung menjadi milik bersama,
dan siapa saja berhak untuk meniru ciptaan tersebut dan tidak akan dipermasalahkan.
Oleh karena itu untuk melindungi hak cipta maka pemerintah memberikan
perlindungan hukum terhadap hak cipta para pengerajin batik. Hal ini ditujukan juga agar
masyarakat dapat menghargai karya-karya orang lain dan tidak meniru karya orang lain
dengan mudahnya tanpa memikirkan hak cipta atas karya tersebut.
4.1.3 Kesimpulan upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak patenpada Batik
Indonesia
Dalam melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten pada batik
Indonesia, pemerintah sekarang mengeluarkan sebuah tanda sertifikasi, yang disebut
Batikmark, melalui Departemen Perindustrian (Departemen Perindustrian RI) yang dapat
diterapkan untuk benar disertifikasi batik produk Indonesia.
Dari Keputusan Menteri Bahasa Indonesia, hanya produsen batik yang sudah menjual
produk mereka di bawah merek dagang terdaftar dapat memperoleh "Batikmark"
sertifikasi. Untuk mendapatkan nomor sertifikasi Batikmark, para produsen batik harus
melawati serangakaian tahap kualifikasi apakah produk batik yang di produksi sesuai dengan
standar kelayakan nasional.Sertifikasi batikmark berlaku selama tiga tahun dan dapat
diperpanjang. Sertifikasi ini dalam bentuk label dicetak "Batik Indonesia" yang dipasang di
setiap produk tunggal tekstil bermotif batik yang telah disertifikasi.
Hambatan yang dilalui terhadap perlindungan batik adalah biaya paten relatif mahal
bagi pengrajin, dan juga kesadaran pengrajin pada hak paten batik masih rendah dan masih
menganut asas kepemilikan kolektif dan belum tumbuhnya kepemilikan individual.
Maka perlunya hak paten disini adalah supaya hasil kebudayaan kita tidak diklaim atau
diakui lagi oleh negara lain sebagai kebudayaan dari negara mereka. Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata harus berperan penting dalam meningkatkan perlindungan terhadap batik
Indonesia.
SARAN
4.2.1 Saran upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta dan
hak Paten pada Batik Indonesia
Adanya pengaduan-pengaduan yang dilakukan oleh para desainer atau perancang Batik
terhadap karya-karyanya tersebut yang seringkali ditiru dan dipalsukan oleh pihak lain
menandakan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat dalam memberikan penghargaan atau
apresiasi terhadap hasil karya orang lain. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat khususnya
pemerintah dapat lebih menghargai hasil karya-hasil karya tersebut, baik dari segi
pemunculan ide sampai pada pengaplikasiannya.
Dan selain itu juga, diharapkan pemerintah dapat lebih melindungi karya-karya
intelektual tersebut melalui penekanan dalam penerapan Undang-Undang mengenai
perlindungan-perlindungan hukum terhadap karya-karya tersebut khususnya dalam hak cipta
dan hak patennya agar para pencipta ataupun pemilik karya tersebut tidak merasa dirugikan,
baik dirugikan dalam segi material maupun dalam segi nonmaterial.
Pemerintah juga diharapkan dapat menduniakan perlindungan hak kekayaan intektual
pada sertifikasi Batikmark. Hal ini dimaksudkan agar para desainer atau perancang Batik
tidak harus melindungi karya-karyanya tersebut dengan sendiri di negara lain.
4.2.2 Saran upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak cipta pada
Batik Indonesia
Untuk melindungi hak cipta seharusnya pemerintah lebih aktif dalam
menghimbau para pengerajin batik untuk mendaftarkan hak cipta atas batik mereka kepada
pemerintah.
Diharapkan juga agar pemerintah dapat mensosialisasikan mengenai pentingnya
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya pada hak cipta kepada masyarakat agar
dapat meningkatkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya suatu penciptaan hasil
karya seseorang, dan perlunya perbaikan kinerja dari penegak hukum dalam prosedur ataupun
penindakan atas pelanggaran HKI, serta agar masyarakat lebih dapat menghargai hasil karya
seseorang dengan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
4.2.3 Saran upaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual melalui hak paten pada
Batik Indonesia
Dalam melindungi kebudayaan batik Indonesai baik dari segi motif,
kepemilikan, bahkan ancaman dari negara lain, Pemerintah harusmengembangkan
pengakuan, lalu juga membantu untuk memperkuat promosi. Dengan demikian, sentra-sentra
batik yang ada semakin berkembang dan mampu memunculkan keunikan-keunikan dalam
kreasi batik.
Selain itu, pemerintah harus membantu supaya batik mudah mendapat lisensi atau hak
paten, yaitu dengan mengurangi biaya paten yang relatif mahal bagi produsen dan pemerintah
harus meningkatkan kesadaran para produsen batik agar produsen batik mengetahui betapa
pentingnya hak paten itu terhadap batik.
DAFTAR PUSTAKA
Saliman, Abdul R, dkk. 2005. Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh
Kasus. Jakarta: Prenada Media Group.
Knobloch, Charles dan Dewi Savitri Reni. 2009. Batikmark Sebagai Langkah Pertama
Perlindungan Pola Batik Jawa di Negara-Negara Asing.
(http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21554/batikmark-sebagai-langkah-pertama-
perlindungan-pola-batik-jawa-di-negaranegara-asing).
Manggala, Adam Bagja. 2012. Studi Kasus dan Tanggapan Hak Cipta.
(http://adambagjamanggala.blogspot.com/2012/06/studi-kasus-dan-tanggapan-hak-
cipta.html).
CONFIDENTIAL CONTRACT
Confidential contract, adalah hubungan yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak
untuk me- rahasiakan informasi yang dipelajari atau diterima atau yang dike- tahuinya dari
dalam hubungan tersebut (confidential relation ship) dan informasi yang dirahasiakan ini
dianggap sebagai benda berge-rak yang tidak berwujud (intangible). Apabila kewajiban
meraha-siakan ini kemudian tidak ditepati dan secara sengaja maupun tidak sengaja
mengungkapkan atau menggunakan informasi itu, maka perbuatan penerima informasi ini
akan dianggap sebagai breach of confidential (pelanggaran kewajiban merahasiakan)
atau breach of fiduciary obligatoir (pelanggaran kepercayaan yang menjadi kewajiban)
atau breach of contract (pelanggaran kontrak), yang merupakan pelanggaran rahasia dagang
dan dapat mengakibatkan kerugian bagi pemiliknya.
CONTOH KASUS
Kasus :
Sengketa rahasia dagang yang terjadi antara PT. General Food Industries dengan kedua
mantan karyawannya yang berawal dari kedua mantan karyawannya yang berpindah tempat
kerja di perusahaan saingan PT. GFI. Kedua karyawan tersebut menciptakan suatu produ
yang sama dengan apa yang dilakukannya ditempatnya bekerja terdahulu. Setelah
mengatahui hal tersebut maka PT general food mengajukan gugatan terhadap kedua
karyawan tersebut dan juga PT. GFI.
Pembahasan :
Rahasia dagang adalah salah satu cabang dari hukum Hak Kekayaan Intelektual.
Hukum rahasia dagang mempunyai peranan yang sangat penting karena setiap pelaku usaha
pasti tidak ingin rahasia dari kegiatan usahanya terbongkar, terutama dari pesaing bisnisnya,
dan yang dilindungi oleh hukum rahasia dagang adalah suatu rahasia dalam dunia usaha yang
bernilai ekonomi dan tidak diketahui oleh umum. Rahasia dagang diatur dalam Undang-
Undang No.30 Tahun 2000 Tentang Rahasia dagang. Dalam suatu kegiatan usaha pasti ada
hal-hal yang dapat menimbulkan sengketa. Salah satu sengketa bisa terjadi akibat
pelanggaran rahasia dagang.
Jaksa penuntut umum menuntut kedua karyawan tersebut dengan pelanggaran rahasia
dagang dan hakim telah memvonis kedua karyawan tersebut dengan hukuman pidana dua
bulan penjara. Kedua terpidana tersebut di anggap telah melanggar pasal 17 Undang-Undang
No.30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, yaitu bahwa “tanpa hak telah menggunakan
rahasia dagang pihak lain”. Secara fakta, penulis melihat bahwa kedua terpidana tersebut
tidak melanggar rahasia dagang, karena PT. GFI tidak secara jelas menyatakan hal apa
sajakah yang menjadi rahasia dalam perusahaan. Sehingga menurut penulis berkesimpulan
bahwa apa yang dituduhkan bukanlah suatu rahasia sehingga sudah seharusnya kedua
terpidana tersebut mengajukan banding.
Diposting oleh Unknown di 07.58
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau
garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
Desain Industri bagaimanakah yang dapat didaftarkan?
1. Baru, apabila pada tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Desain Industri tersebut tidak sama
2. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama,
atau kesusilaan.
Desain Industri terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak
tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Desain Industri.
1. Mengajukan permohonan ke kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual secara tertulis dalam
d. nama, dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; dan
e. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan
3. contoh fisik atau gambar atau foto serta uraian dari Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya
(untuk mempermudah proses pengumuman permohonan, sebaiknya bentuk gambar atau foto tersebut
dapat di-scan, atau dalam bentuk disket atau floppy disk dengan program yang sesuai);
5. surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya adalah milik pemohon.
3. Dalam hal permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu pemohon, permohonan
tersebut ditandatangani oleh salah satu pemohon dengan dilampiri persetujuan tertulis dari para
pemohon lain;
4. Dalam hal permohonan diajukan oleh bukan pendesain, permohonan harus disertai pernyataan yang
dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas Desain Industri yang bersangkutan.
Apakah Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) itu?
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari
berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian
atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan
untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.
Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat
berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang
sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan
semikonduktor untuk menghasilkan fungsi elektronik.
DTLST dapat didaftarkan jika DTLST tersebut orisinal, desain tersebut merupakan hasil karya
mandiri pendesain, dan pada saat DTLST tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi
para pendesain.
DTLST terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak pertama kali
DTLST dieksploitasi secara komersial atau sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
1. Mengajukan permohonan ke kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual secara tertulis dalam
d. nama, dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; dan
e. tanggal pertama kali dieksploitasi secara komersial apabila sudah pernah dieksploitasi sebelum
permohonan diajukan.
3. salinan gambar atau foto serta uraian dari desain yang dimohonkan pendaftarannya;
6. surat keterangan yang menjelaskan mengenai tanggal eksploitasi pertama secara komersial.
7. Dalam hal permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu pemohon, permohonan
tersebut ditandatangani oleh salah satu pemohon dengan dilampiri persetujuan tertulis dari para
pemohon lain.
8. Dalam hal permohonan diajukan oleh bukan pendesain, permohonan harus disertai pernyataan yang
dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas desain industri yang bersangkutan.