Anda di halaman 1dari 16

Konsep Dasar Hak Cipta

Hak Cipta telah lama dikenal lama, namun konsep hukum hak cipta baru dikenal di Indonesia
pada awal tahun 80-an. Setelah masa revolusi sampai tahun 1982, Indonesia masih menggunakan
Undang-Undang pemerintah kolonial Belanda Auteurswet 1912 sampai Undang-Undang Hak Cipta
pertama dibuat yaitu pada tanggal 1982. Sejak menjadi bangsa yang merdeka, Indonesia
mempunyai empat buah Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982, Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Ditinjau dari sejarahnya terdapat dua konsep hak cipta yang saling mempengaruhi yaitu:
Konsep copyrights yang berkembang di Inggris dan negara-negara yang menganut sistem Hukum
Common Law dan konsep droit d’auteur yang berkembang di Perancis dan negara-negara yang
menganut sistem Hukum Civil Law.
Pengaturan konsep copyrights yang menekankan perlindungan hak-hak penerbit dari tindakan
penggandaan buku yang tidak sah tercantum di dalam Dekrit Star Chamber yang isinya menentukan
ijin percetakan dan setiap orang dapat mencetak buku. Aturan hukum lain yang secara jelas
melindungi hak penerbit dari tindakan penggandaan yang tidak sah adalah Act of Anne 1709 dan
sebagai peletak dasar konsep modern hak cipta.
Konsep droit d’auteur berbeda dengan konsep copyrights. Konsep droit d’auteur lebih
menekankan perlindungan atas hak-hak pengarang dari tindakan yang dapat merusak reputasinya.
Konsep ini didasarkan pada aliran hukum alam yang menyatakan bahwa suatu karya cipta adalah
perwujudan tertinggi (alter ego) pencipta. Dalam hal ini pencipta mempunyai hak alamiah untuk
memanfaatkan ciptaannya. Konsep tersebut berkembang pesat setelah revolusi Perancis tahun 1789,
konsep droit d’auteur meletakan dasar pengakuan bukan saja hak ekonomi dari pencipta akan tetapi
juga hak moral.
Konvensi Internasional tentang Hak Cipta
 Berne Convention
Berne Convention tahun 1886 sebagaimana telah direvisi di Paris 1971 merupakan pengaturan
hak cipta pertama dalam bentuk perjanjian multilateral. Berne Convention telah memberikan aturan
tentang lingkup perlindungan hak cipta, kepemilikan hak cipta, hak-hak pencipta, jangka waktu
perlindungan hak cipta dan pengecualian-pengecualian hak cipta. Ada tiga prinsip dasar yang ada
dalam Berne Convention, yaitu pertama, prinsip National Treatment artinya perlindungan yang sama
bagi karya cipta warga negara sendiri maupun warga negara asing peserta konvensi. Kedua, prinsip
Automatically Protection artinya pemberian perlindungan hak cipta dapat dilakukan tanpa adanya
pendaftaran secara formal. Ketiga, prinsip independent protection artinya pemanfaatan dan
perlindungan ciptaan di negara asing tidak bergantung pada perlindungan di negara asal ciptaan
dilindungi.
 Universal Copyrights Convention
Universal Copyrights Convention 1952 adalah konvensi di bawah administrasi UNESCO
yang bertujuan memfasilitasi negara-negara yang belum mau bergabung dengan Berne
Convention. Konvensi ini mencantumkan 3 prinsip dasar dalam Berne Convention, namun
memberikan syarat yang lunak terhadap pengaturan pengakuan hak moral.

 Rome Convention 1971


Rome Convention lahir karena adanya perkembangan teknologi rekaman suara yang
membuka peluang penggandaan dengan cara mudah, massal, dan dengan kualitas yang sama.
Rome Convention menjadi dasar perlindungan bagi pihak-pihak yang terkait dalam penyebaran
hak cipta atau Neightbouring Rights.

 
Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta merupakan cabang HKI yang melindungi ciptaan manusia di
bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak cipta adalah hak eksklusif
pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu
ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fungsi Hak Cipta
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau pemegang Hak Cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis
setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program
komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan bersifdat komersial.
Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah penciptanya meninggal
dunia, menjadi hak milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta
tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Hak Cipta menurut Undang-Undang Hak
Cipta
Hak Cipta di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Hak cipta
adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak Cipta dalam pengertian ini menjelaskan
adanya asas deklaratif dimana perlindungan hukum otomatis diberikan saat ciptaan sudah jadi
wujudnya (dilahirkan) tanpa harus mendaftarkannya.
sebuah karya juga harus dalam bentuk khas dan bersifat orisinil, bukan meniru karya orang
lain atau karya publik domain, sebagaimana diatur di dalam pasal 1 angka 2 dan angka 3 Undang-
Undang No. 19 Tahun 2002 (UUHC). Untuk mempermudah memahami syarat perlindungan
terhadap hak cipta, maka berdasarkan UU hak cipta adalah sebagai berikut:
 Berwujud atau bentuk nyata
 Bersifat pribadi atau khas
 Bersifat asli (original)
Hak Cipta dalam pengertian permberian hak eksklusif yang diatur di dalam UUHC terdapat 2
macam, yaitu:
 Hak Cipta (pasal 1 angka 1): meliputi pencipta dan penerima hak
 Hak terkait atau neightbouring right (pasal 1 angka 9): meliputi pelaku, produser rekaman suara
dan lembaga penyiaran. 
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
 Hak eksklusif
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah
yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan
hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
 Hak ekonomi dan hak moral
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan
alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Hak moral diatur dalam pasal 24–
26 Undang-undang Hak Cipta.
 Perkecualian dan batasan hak cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam
hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang
diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar
hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap
tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran
hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas
untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan
dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
 Ciptaan yang dilindungi dan tidak dilindungi
Pasal 40
( 1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra. terdiri atas:
a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim , dll
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf n dilindungi sebagai Ciptaan
tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk pelindungan
terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam
bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.
Pasal 41
Hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta meliputi:
a. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
b. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah
diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah Ciptaan; dan
c. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau
yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.
Masa Berlaku Hak Cipta
No Objek Hak Cipta Masa Berlaku Hak Cipta
1  Buku pamflet dan karya tulis lain Seumur hidup pencipta di tambah 50 tahun(setelah si
pencipta wafat)
 Drama, atau drama musik, tarian, koreografi
 Aneka senirupa, seni lukis, pahat dan patung
 lagu atau musik tanpa teks
 Arsitektur
 Ceramah, Kuliah, Pidato
 Alat- alat peraga
 Peta
 Terjemahan, tafsir, saduran

2 Program komputer 50 tahun sejak pertama kali di umumkan


 Sinematografi
 Fotografi
 Database
 Pengalihwujudan

3 Perwajahan (lay out) karya tulis yang di terbitkan 50 tahun sejak pertama kali di umumkan
4 Ciptaan yang di pegang badan hukum 50 tahun sejak pertma kali di umumkan
5 Folklot selama- lamanya
 cerita rakyat atau puisi rakyat
 lagu- lagu rakyat atau instrumen tradisional
 tari –tarian rakyat, permainan tradisional
 hasil seni berupa, kerajinan tangan, pahatan, ukiran, perhiasan maupun mosaik
 

6 Pementasan (hak untuk aktor atau pemusiknya) 50 tahun sejak pertama kali di pertunjukkan

7 Produk rekaman suara 50 tahun sejak pertama kali di rekam

8 Materi siaran 20 tahun sejak pertama kali di siarkan


Penegakan hukum atas pelanggaran hak cipta 
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata,
namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan
yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Undang- undang mengatur mengenai pelanggaran atas hak cipta. Di dalam UU No. 19 Tahun 2002
ditegaskan bahwa suatu perbuatan dianggap pelanggaran hak cipta jika melakukan pelanggaran terhadap
hak eksklusif yang merupakan hak Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak dan untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya
membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya ciptanya. Sehingga berdasarkan ketentuan undang-
undang ini, maka pihak yang melanggar dapat digugat secara keperdataan ke pengadilan niaga.
Tata Cara Pendaftaran Hak Cipta
 1) pendaftaran hak cipta di Indonesia yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak
cipta atau oleh kuasa dari pemegang hak cipta.
 2) Kemudian diajukan kepada Ditjen Hak Kekayaan Intelektual dengan surat rangkap dua
yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh hak cipta atau penggantinya dengan
dikenai biaya.
 3) Lalu Ditjen Hak Kekayaan Intelektual akan memberikan keputusan paling lama 9 bulan
terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pendaftaran hak cipta secara lengkap.
Daftar Umum Hak Cipta di Indonesia
mengatur antara lain:

 1) Nama pencipta dan pemegang hak cipta;


 2) Tanggal penerimaan surat permohonan pendaftaran hak cipta;
 3) Tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37 Undang-undang hak cipta
19/2002;
 4) Nomor pendaftaran hak cipta.

Anda mungkin juga menyukai