Anda di halaman 1dari 89

HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL

13
Modul ke:

1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI)


2. Cabang-Cabang HKI

Fakultas

EKONOMI DAN Udjiani Hatiningrum, SH., M Si


BISNIS
Program Studi
Akuntansi
1. Pengertian Hak Kekayaan
Intelektual (HKI)

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau


akronim “HaKI”, adalah:
padanan kata yang biasa digunakan untuk
Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak
yang timbul bagi hasil olah pikir yang
menghasikan suatu produk atau proses yang
berguna untuk manusia.
Apapun rumusan definisi yang dikemukakan
oleh para ahli maupun lembaga-lembaga, HKI
selalu mempunyai 3 (tiga) unsur, antara lain:

1. hak eksklusif yang diberikan oleh hukum;


2. hak tersebut berkaitan dengan usaha
manusia yang didasarkan pada kemampuan
intelektual;
3. kemampuan intelektual tersebut memiliki
nilai ekonomi.
Objek yang diatur dalam HKI adalah:
karya-karya yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia.
2. Cabang-Cabang Hak Kekayaan Intelektual
Di Indonesia, dikenal tujuh cabang hak kekayaan
intelektual, antara lain:
1. Hak Cipta (copy rights),
2. Paten (patent),
3. Merek (trade mark),
4. Desain industri (industrial design),
5. Desain tata laksana sirkuit terpadu (integrated circuit
layout design),
6. Rahasia Dagang (trade secret),
7. Perlindungan varietas tanaman (plant varieties
protection).
Hak Cipta (Copy right)

HKI di Indonesia, pengaturan hak cipta sebagai cabang


dari HKI di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya
disebut dengan UUHC).

Hak Cipta merupakan:


kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam
mendukung pembangunan bangsa dan memajukan
kesejahteraan umum sebagaimana yang diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta yang dimaksud dengan:

1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul


secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan
pribadi.
3. Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra
yang dihasilkan inspirasi, kemampuan,
pikiran,imajinasi, kecekatan, keterampilan,
atau keahlian yang diekspresikan dalam
bentuk nyata.
4. Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai
pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima lebih
lanjut hak dari pihak yang menerima hak
tersebut secara sah.
Pemegang Hak Cipta memiliki hak eksklusif
yaitu :
Hak Moral dan Hak Ekonomi

Hak Ekonomi adalah:


hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi
atas hak cipta.
Hak Ekonomi ini berupa:
keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena
penggunaan hak ciptanya tersebut oleh dirinya
sendiri, atau karena digunakan oleh pihak lain
berdasarkan lisensi yang diberikan.

Pencipta berhak menggunakan karya dalam rangka


memperoleh manfaat ekonomi (pecuniary rights),
yang terdiri dari:
hak untuk memperbanyak (right to reproduce), hak
untuk mengumumkan (right to distribute) dan hak
untuk menampilkan (right of performance).
Hak moral adalah:
hak yang melindungi kepentingan pribadi atau
reputasi penemu atau pencipta.

Hak moral ini melekat pada pribadi dari si


pencipta.

Sifat pribadi ini menunjukkan ciri khas yang


berkaitan dengan nama baik, kemampuan
dan juga integritas yang hanya dimiliki
pencipta.
Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang No. 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta dikatakan
bahwa hak cipta adalah:
benda bergerak tidak berwujud yang dapat
dijaminkan dengan jaminan fidusia.
Dalam pasal 9 ayat 2 UUHC ditegaskan bahwa:
setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib
mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
dan setiap orang yang tanpa izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan
dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

Hak lain yang dilarang dan dikategorikan pelanggaran


hak cipta adalah penggunaan secara Komersial,
Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau
Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan
reklame atau periklanan secara komersial tanpa
persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli
warisnya sebagaimana yang tercantum dalam pasal 12
ayat (1) UUHC.
Pembajakan merupakan suatu pelanggaran.

Dalam pasal 1 angka 23 UUHC disebutkan


bahwa Pembajakan adalah Penggandaan
Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara
tidak sah dan pendistribusian barang hasil
penggandaan dimaksud secara luas untuk
memperoleh keuntungan ekonomi.
Jangka waktu perlindungan Hak Cipta dalam Undang-
Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta:

1. Hak moral pencipta untuk (i) tetap mencantumkan


atau tidak mencatumkan namanya pada salinan
sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk
umum; (ii) menggunakan nama aliasnya atau
samarannya; (iii) mempertahankan haknya dalam
hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan,
modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan
kehormatan diri atau reputasinya, berlaku tanpa
batas waktu {Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang No.
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta}.
Jangka waktu perlindungan Hak Cipta dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta:

2. Sedangkan hak moral untuk (i) mengubah


ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam
masyarakat; dan (ii) mengubah judul dan
anak judul ciptaan, berlaku selama
berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas
ciptaan yang bersangkutan {Pasal 57 ayat (2)
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta }.
Jangka waktu perlindungan Hak Cipta dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta:

3. Untuk hak ekonomi atas ciptaan, perlindungan


hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan
terus berlangsung selama 70 tahun setelah
pencipta meninggal dunia, terhitung mulai
tanggal 1 Januari tahun berikutnya (Pasal 58
ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta).
Jangka waktu perlindungan Hak Cipta dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta:

4. Sedangkan jika hak cipta tersebut dimiliki oleh


badan hukum, maka berlaku selama 50 tahun
sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Perlindungan sebagaimana diatur dalam Pasal 58
UUHC hanya berlaku bagi ciptaan berupa:
1. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
2. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. drama, drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
6. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti
lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat,
patung, atau kolase;
7. karya arsitektur;
8. peta; dan
9. karya seni batik atau seni motif lain.
10. Akan tetapi, bagi ciptaan berupa:
11. karya fotografi;
12. potret;
13. karya sinematografi;
14. permainan video;
15. program komputer;
16. perwajahan karya tulis;
17. terjemahan, tafsiran, saduran, bunga rampai, basis
data, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan karya lain
dari hasil transformasi;
18. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi
atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
19. kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format
yang dapat dibaca dengan program komputer atau
media lainnya; dan
20. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama
kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
21. berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan
pengumuman. (Pasal 59 ayat (1) No. 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta).
Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas,
tidak diberikan Hak Cipta untuk hal-hal berikut :

1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;


2. peraturan perundang-undangan;
3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat
Pemerintah;
4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-
badan sejenis lainnya.
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 adanya
larangan bagi pengelola tempat perdagangan untuk
membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang
hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di
tempat perdagangan yang dikelolanya (Pasal 10
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014).

Mengenai pidana bagi tempat perbelanjaan yang


melanggar ketentuan tersebut, yaitu pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 juga ada
yang namanya Lembaga Manajemen Kolektif.

Lembaga Manajemen Kolektif adalah:


institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang
diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta,
dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak
ekonominya dalam bentuk menghimpun dan
mendistribusikan royalti (Pasal 1 angka 22 Undang-
Undang No. 28 Tahun 2014).
Pada dasarnya yang dilindungi oleh Undang-
Undang hak cipta adalah:
pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan
setiap karya dalam bentuk yang khas dan
menunjukkan keasliannya di bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra
Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik
seluruh maupun sebagian karena:
1. pewarisan;
2. hibah;
3. wakaf;
4. wasiat
5. perjanjian tertulis; atau
6. sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Hak ekonomi atas suatu ciptaan tetap berada di
tangan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
selama Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tidak
mengalihkan seluruh hak ekonomi dari Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta tersebut kepada
penerima pengalihan ha katas Ciptaan.

Hak Ekonomi yang dialihkan Pencipta atau


Pemegang Hak Cipta untuk seluruh atau
sebagian tidak dapat dialihkan untuk kedua
kalinya oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
yang sama.
Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran ciptaan
hapus, karena :
1. Penghapusan atas permohonan orang atau
badan hukum yang namanya tercatat sebagai
Pencipta dan Pemegang Hak Cipta,
2. Lampau waktu (lewat waktu),
3. Dinyatakan batal oleh putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Penyelesaian Sengketa:

Berdasarkan pada Pasal 95 ayat 1, bahwa upaya


penyelesaian sengketa Hak Cipta bisa dilakukan
melalui alternatif penyelesaian sengketa dan
arbritase sebelum ke Pengadilan.

Selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait


bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak yang
bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau
berada di wilayah NKRI harus menempuh terlebih
dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi
sebelum melakukan tuntutan pidana.
Arbitrase adalah:
forum penyelesaian sengketa di luar
pengadilan.

Artinya, pencipta dapat juga menggunakan


jalur ini sebagai aletrnatif memperjuangkan
hak-haknya.
Dipilihnya mekanisme melalui jalur arbitarse adalah
karena keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh
melalui jalur ini di antaranya adalah :
 kasusnya ditangani oleh para ahli yang ahli dalam
bidangnya yang terdiri tiga hakim sebagai pemutus
sengketanya,
 penanganan perkaranya bersifat rahasia atau tidak
dapat diketahui publik sehingga penyelesaiannya
menjadi hanyalah diketahui para pihak yang
berpekara,
 putusan peradilan relatif lebih cepat dibandingkan
dengan peradilan umum dan terakhir putusannya
adalah final dan mengikat (final and binding).
Artinya, putusan arbitrase adalah yang pertama
dan sekaligus terakhir, sehingga tidak ada lagi
upaya lainnya.

Dengan menggunakan arbitrase ini


dimungkinkan pencipta memperoleh keadilan
yang tidak terlalu lama dibandingkan dengan
mekanisme yang tersedia dalam
memperjuangkan hak-haknya.
Berdasarkan pada Bab XVII UUHC, setidaknya ada
sekitar 8 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan
Pidana (diatur tentang Pidana Penjara dan Pidana
Denda).

Pidana Penjara menurut UUHC No. 28 Tahun 2014


disebutkan:
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Sedangkan untuk Pidana Denda menurut UUHC No. 28


Tahun 2014 ditentukan:
paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).
Selain itu juga UUHC No. 28 Tahun 2014 juga
secara tegas menyebutkan di dalam Pasal 120
bahwa Tindak Pidana Hak Cipta merupakan
delik aduan.

Pada delik aduan, jaksa hanya akan melakukan


penuntutan apabila telah ada pengaduan dari
orang yang menderita, dirugikan oleh kejahatan
tersebut.
Pencipa, pemegang Hak Cipta dan/atau
pemegang Hak Terkait atau ahli warisnya yang
mengalami kerugian hak ekonomi berhak
memperoleh ganti rugi.

Pembayaran ganti rugi dibayarkan paling lama


6 bulan setelah putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.
Gugatan ganti rugi dapat berupa:
permintaan untuk menyerahkan seluruh atau
sebagian penghasilan yang diperoleh dari
penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah,
pertunjukan atau pameran karya yang merupakan
hasil pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak
Terkait".

Selain itu juga Pencipta, Pemilik Hak Cipta dan


Pemegang Hak Terkait juga bisa bisa mengajukan
putusan sela kepada Pengadilan Niaga.
Menurut Pasal 99 ayat 3 UUHC No. 28 Tahun 2014
diterangkan bahwa putusan sela dimintakan ke
Pengadilan Niaga untuk:
a. meminta penyitaan Ciptaan yang dilakukan
Pengumuman atau Penggandaan, dan/atau alat
Penggandaan yang digunakan untuk menghasilkan
Ciptaan hasil pelanggaran Hak Cipta dan produk Hak
Terkait; dan/atau
b. menghentikan kegiatan Pengumuman,
Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan
Ciptaan yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta
dan produk Hak Terkait.
Sebuah ciptaan untuk dapat memperoleh
perlindungan hukum dari negara harus
memenuhi dua syarat sebagai berikut :

Material form Originality


Material form :
suatu ide atau pemikiran telah dituangkan
dalam bentuk nyata.

Jadi, yang dilindungi bukan suatu ide atau


pemikiran.
Originality :
Arti originality adalah suatu ciptaan itu benar-
benar berasal dari orang yang mengaku sebagai
penciptanya, bukan berasal dari suatu ciptaan
lain yang telah ada.
Yang dianggap pencipta atas suatu ciptaan
adalah :

1. orang yang namanya terdaftar dalam daftar


umum ciptaan pada Direktorat Jenderal HKI;
atau
2. orang yang namanya disebut dalam ciptaan
atau diumumkan sebagai pencipta pada
suatu ciptaan.
Dalam hal adanya ciptaan yang tidak dikenal
penciptanya maka berlaku ketentuan sebagai berikut :

1. Negara memegang hak cipta atas karya


peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya
nasional lainnya.
2. Negara memegang hak cipta atas cerita rakyat
(folklore) dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat,
dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,
kareografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Pendaftaran Hak Cipta

Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu


kewajiban untuk mendapatkan hak cipta.

Begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara


otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan
tersebut.
Paten (Patent)

Pengertian paten menurut UU No. 14 Tahun 2001


adalah :
hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
investor atas hasil invensinya dibidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain.
Secara umum, ada 3 kategori besarmengenai subjek
yang dapat dipatenkan :

1. Proses.
mencakup :
- algoritma,
- metode bisnis,
- sebagian besar perangkat lunak (software),
- teknik medis,
- teknik olahraga dan semacamnya.
2. Mesin.

3. Barang yang diproduksi dan digunakan.

Barang yang diproduksi dan digunakan


mencakup :
- perangkat mekanik,
- perangkat elektronik dan
- komposisi materi seperti kimia, obat-obatan,
DNA, RNA, dan sebagainya.
Paten dibagi dalam dua kategori :

1. Paten Sederhana.

Paten sederhana itu obyek patennya berupa


produk atau alat dan lingkup teknologinya
sederhana.
Kalau diundang-undang itu dibilang harus
kasat mata (tangible).
2. Paten Biasa.

Paten biasa memiliki teknologi lebih rumit,


dan objek paten menyangkut hal yang tidak
kasat mata (intangible) seperti metode,
proses atau sistem.
Masa perlindungan paten sederhana hanya
selama 10 tahun sedangkan paten biasa sampai
20 tahun sejak tanggal penerimaan paten.

Setelah berakhirnya jangka waktu tersebut,


maka penemuan tersebut menjadi milik umum.
Paten dapat beralih atau dialihkan baik
seluruhnya maupun sebagian karena :

 pewarisan;
 hibah;
 wasiat;
 perjanjian tertulis; atau
 sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Pencantuman nama penemu dalam surat paten
adalah lazim dan sering dikenal dengan istilah

MORAL RIGHT
Pembatalan Paten

Ada 3 (tiga) macam pembatalan paten, yaitu :


1. Batal demi Hukum
2. Batal atas Permohonan Pemegang Paten
3. Batal karena Adanya Gugatan
Batal demi Hukum :

Apabila pemegang paten tidak memenuhi kewajiban


membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang
ditentukan oleh undang-undang, yang akan
diberitahukan secara tertulis oleh Dirjen HAKI kepada
pemegang paten serta penerima Lisensi dan mulai
berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut.

Paten yang dinyatakan batal demi hukum ini akan


dicatat dan diumumkan.
Batal atas Permohonan Pemegang Paten :

Pembatalan paten ini tidak dapat dilakukan jika


penerima lisensi tidak memberikan persetujuan
secara tertulis yang dilampirkan pada permohonan
pembatalan tersebut.

Keputusan pembatalan paten tersebut diberitahukan


secara tertulis oleh Ditjen HAKI kepada penerima
Lisensi yang kemudian dicatat dan diumumkan.
Batal karena Adanya Gugatan :

Pembatalan ini terjadi karena adanya gugatan


yang diajukan oleh pihak ketiga kepada
peemgang paten melalui Pengadilan Niaga
dalam hal paten tersebut sama dengan paten
lain yang telah diberikan kepada pihak lain
untuk invensi yang sama berdasarkan undang-
undang .
Akibat Hukum dari adanya pembatalan paten :

1. Akan menghapuskan segala akibat hukum


yang berkaitan dengan paten;

2. Penerima Lisensi tetap berhak melaksanakan


Lisensi yang dimilikinya sampai dengan
berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan
dalam perjanjian Lisensi;
3. Penerima Lisensi tidak wajib meneruskan
pembayaran royalti yang seharusnya masih
wajib dilakukan kepada Pemegang Paten
yang Patennya dibatalkan, tetapi
mengalihkan pembayaran royalti untuk sisa
jangka waktu Lisensi yang dimilikinya kepada
pemegang Paten yang berhak.
Apabila pemegang Paten sudah menerima
sekaligus royalti dari penerima Lisensi,
pemegang Paten tersebut wajib
mengembalikan jumlah royalti sesuai dengan
sisa jangka waktu penggunaan Lisensi Kepada
pemegang Paten yang berhak.
Berakhirnya Paten

1. Selama 3 tahun berturut-turut pemegang paten tidak


membayar biaya tahunan, maka paten dinyatakan
batal demi hukum terhitung sejak tanggal yang
menjadi akhir batas waktu kewajiban pembayaran
untuk tahun yang ketiga tersebut.

2. Tidak dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya


tahunan berkaitan dengan kewajiban
pembayaran biaya tahunan untuk tahun ke-18 dan
tahun-tahun berikutnya, maka paten dianggap
berakhir pada akhir batas waktu kewajiban
pembayaran biaya tahunan untuk tahun yang
ke-18 tersebut.
Ketentuan Pidana :

 Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak


melanggar hak Pemegang paten dengan
melakukan salah satu tindakan dalam Pasal
16 (hak dan kewajiban pemegang paten)
dipidana dengan penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
 Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat 3, pasal 40, dan Pasal 41 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun;

Pasal 25 ayat 3 :
Terhitung sejak tanggal penerimaan kuasanya, Kuasa
wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh
dokumen Permohonan sampai dengan tanggal
diumumkannya Permohonan yang bersangkutan).
Pasal 40 :
Selama masih terikat dinas aktif hingga selama
satu tahun sesudah pensiun atau sesudah
berhenti karenaalasan apa pun dari Direktorat
Jenderal, pegawai Direktorat Jenderal atau
orang yang karenatugasnya bekerja untuk dan
atas nama Direktorat Jenderal, dilarang
mengajukan Permohonan, memperoleh Paten,
atau dengan cara apa pun memperoleh hak atau
memegang hak yang berkaitan dengan Paten,
kecuali apabila pemilikan Paten itu diperoleh
karena pewarisan.
Pasal 41 :
Terhitung sejak Tanggal Penerimaan, seluruh
aparat Direktorat Jenderal atau orang yang
karena tugasnya terkait dengan tugas Direktorat
Jenderal wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan
seluruh dokumen Permohonan sampai dengan
tanggal diumumkannya Permohonan yang
bersangkutan.
Jika sebuah perusahaan ingin patennya
berlaku di negara lain, maka perusahaan
tersebut harus mendaftarkan patennya di
negara lain tersebut.

Tidak seperti hak cipta, paten harus


didaftarkan terlebih dahulu sebelum berlaku.
Peraturan Mengenai Hak Merek UU No 15
Tahun 2001 :

Pengertian Merek ( Pasal 1 ) adalah :


tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-
huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.
Merek (Trademark) mempunyai unsur-unsur :

 Memiliki daya pembeda;


 Bukan milik umum;
 Tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, moralitas
agama, kesusilaan atau ketertiban umum.
Fungsi Merek :

1. Sebagai tanda pengenal untuk hasil produksi


yang seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum dengan
produksi seseorang/beberapa orang atau
badan hukum lain;
2. Sebagai alat promosi, sehingga
mempromosikan hasil produksinya cukup
dengan menyebut mereknya;
3. Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
Jangka waktu perlindungan hukum
merek diberikan selama 10 tahun
sejak tanggal penerimaan dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

Permohonan perpanjangan diajukan secara


tertulis kepada Dirjen HKI dalam jangka waktu
12 bulan sebelum berakhirnya perlindungan
hukum bagi merek (tahun ke-9).
Mengurus Pendaftaran Merek dengan syarat – syarat
sebagai berikut :
1. Membuat Permohonan Pendaftaran Merek ;
2. Surat Pernyataan Pemohon berhak atas Merek
tersebut ;
3. Identitas Pemohon (bila Pemohon PT disertakan SK
Menteri Hk dan HAM yang di dalamnya ada
Anggaran Dasar PT tersebut );
4. Contoh Etiket merek sebanyak 20 eksemplar ;
Jangka waktu pemeriksaan merek kurang lebih 9
bulan sejak pendaftaran diterima dan jangka waktu
perlindungan merk adalah 10 tahun dan dapat
diperpanjang.
Proses Pendaftaran Merek

Prosedur Permohonan Pendaftaran Merek


berdasarkan Undang-Undang Merek No. 15
Tahun 2001 :
1. Permohonan pendaftaran Merek diajukan
dengan cara mengisi formulir yang telah
disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia
dan diketik rangkap 4 (empat).
2. Pemohon wajib melampirkan :

 surat pernyataan di atas kertas bermeterai


cukup yang ditanda tangani oleh pemohon
(bukan kuasanya), yang menyatakan bahwa
merek yang dimohonkan adalah miliknya;
 surat kuasa khusus, apabila permohonan
pendaftaran diajukan melalui kuasa;
salinan resmi akta pendirian badan hukum atau
fotokopinya yang dilegalisasi oleh notaris, apabila
pemohon badan hukum
24 (dua puluh empat) lembar etiket merek (4 lembar
dilekatkan pada formulir) yang dicetak diatas kertas;

 fotokopi kartu tanda penduduk pemohon;

 bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam


Bahasa Indonesia, apabila permohonan dilakukan
dengan hak prioritas; dan

bukti pembayaran biaya permohonan sebesar Rp.


450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah).
3. Setelah mengajukan persyaratan untuk permohonan
merek, akan dilakukan pemeriksaan substantif yang
dilakukan paling lambat 30 hari terhitung sejak
tanggal penerimaan berkas persyaratan
permohonan merek.

Pemeriksaan ini selesai paling lama 9 bulan.

Hasil dari pemeriksaan ini ada dua, yaitu :


o Permohonan diterima;
o Permohonan tidak diterima/ditolak
Penolakan permohonan diberitahukan secara
tertulis kepada pemohon atau kuasanya
disertai alasannya.

Pemohon atau kuasanya dapat menyampaikan


keberatan atau tanggapan disertai alasannya
paling lambat 30 hari sejak tanggal penerimaan
surat pemberitahuan penolakan.
4. Dirjen HAKI akan mengumumkan
permohonan tersebut dalam Berita Resmi
Merek.

Pengumuman berlangsung selama 3 (tiga)


bulan.
Lingkup Merek terbagi atas beberapa jenis,
yaitu :

1. Merek Dagang ;
2. Merek Jasa ;
3. Merek Kolektif.
Sistem dalam pendaftaran merek

Ada 2 sistem dalam pendaftaran merek, yaitu :


1. Sistem Deklaratif.
Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas
pemakaian pertama.

Siapa pemakai pertama suatu merek, dialah yang


dianggap berhak menurut hukum atas merek
bersangkutan.
2. Sistem Konstitutif.
Dalam sistem konstitutif, hak akan timbul
apabila telah didaftarkan oleh si pemegang.

Karena itu, dalam sistem ini pendaftaran


merupakan suatu keharusan.
Merek yang Tidak Dapat Didaftar :

1. Bertentangan dengan peraturan perundang-


2. undangan yang berlaku, moralitas agama,
kesusilaan, atau ketertiban umum.
3. Tidak memiliki daya pembeda.
4. Telah menjadi milik umum.
5. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan
barang atau jasa yang dimohon pendaftarannya.
Penghapusan merek yang telah terdaftar pada
dasarnya dapat dihapuskan yaitu :

1. atas prakarsa Dirjen HAKI atau;


2. atas permohonan pemilik merek;
3. atas putusan pengadilan berdasarkan
gugatan penghapusan;
4. tidak diperpanjang jangka waktu
berlakukunya pendaftaran merek.
Penghapusan ini dapat dilakukan jika :

1. Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun


berturut-turut dalam perdagangan barang dan atau
jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian
terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat
diterima oleh Dirjen HAKI;

2. Merek digunakan untuk jenis barang dan atau jasa


yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa
yang dimohonkan pendaftarannya, termasuk
pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek
yang di daftar.
Pembatalan Merek :

Merek yang telah terdaftar juga dapat


dibatalkan dengan suatu gugatan yang hanya
dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun sejak tanggal pendaftaran merek.
Merek terdaftar dapat dihapuskan karena 4
(empat) kemungkinan yaitu :

1. Atas prakasa Ditjen HKI;


2. Atas permohonan dari pemilik merek yang
bersangkutan;
3. Atas putusan Pengadilan berdasarkan
gugatan penghapusan;
4. Tidak diperpanjang jangka waktu
pendaftaran mereknya.
Pelanggaran dan Sanksi

Ketentuan sanksi terhadap pelanggaran Merek


antara lain diatur sebagai berikut :

1. Menggunakan merek yang sama pada


keseluruhannya dengan merek atau indikasi
geografis yang terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis, dipidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
2. Menggunakan merek yang sama pada
pokoknya dengan merek atau indikasi
geografis yang terdaftar milik pihak lain
untuk barang dan/atau jasa sejenis,
dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda maksimal Rp 800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).
3. Memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang patut diketahui bahwa barang dan/atau
jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran
merek yang terdaftar atau indikasi geografis,
dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).

Tindak pidana dalam merek merupakan delik


aduan.
Penyelesaian Sengketa

Adapun gugatannya dapat berupa :


 Gugatan ganti rugi.
 Perhentian semua perbuatan yang berkaitan
dengan penggunaan merek.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arus Akbar Silondae & Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok


hukum Bisnis, Salemba Empat, Jakarta, 2011.
2. http://business-law.binus.ac.id/2015/04/09/upaya-
upaya-hukum-pencipta-menghadapi-pelanggaran-
hak-cipa/
Terima Kasih
Udjiani Hatiningrum, SH., M Si

Anda mungkin juga menyukai