Anda di halaman 1dari 13

PERATURAN PERUSAHAAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan


Dosen Pengampu : Sangkot Azhar Rambe, M. Hum

OLEH KELOMPOK 5

LARA NOPI DAYANTI (0204192107)


ASNISIAH ARUAN (0204192094)
ACHMAD HADITYA (0204193117)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH & HUKUM
UIN SUMATERA UTARA
MEDAN

2020 – 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Peraturan perusahaan" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum ketenagakerjaan. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia dalam prakerja bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................ii

DAFTAR ISI ....................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..................................................................1
B. Rumusan masalah ............................................................. 2
C. Tujuanmasalah ..................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian perusahaan atau pengusaha ............................. 3
B. Hubungan kerja pada umumnya ........................................6
C. Peraturan perusahaan......................................................... 10

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ..........................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang tentunya dituntut untuk mencari mata pencaharian guna mendapatkan
penghasilan atau pendapatan yang sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan
hidupnya. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa manusia hidup selalu dihadakan pada
berbagai macam kebutuhan yang pada dasarnya dapatlah dikelompokkan dalam 2 (dua)
golongan, yatiu :

a. Kebutuhan Primer, yaitu kebutuhan yang betapapun keadannya manusia harus dapat
memenuhinya. Dalam hal ini, manakala kebutuhan primer tidak bisa dipenuhi, akan
sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup manusianya. Pada dasarnya manusia
sepakat bahwa kebutuhan primer itu terdiri dari sandang, pangan dan papan.
b. Kebutuhan Sekunder, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang baru dapat dipenuhi manakala
kebutuhan primer telah terpenuhi terlebih dahulu

Untuk jenis mata pencaharian itu sendiri tentunya banyak macamnya. Orang bisa menjadi
pedagang, nelayan maupun juga menjadi pegawai baik di instansi pemerintahan maupun di
perusahaan-perusahaan swasta. Beda halnya dengan menjadi wirausaha sendiri, jikalau kita
menjadi pegawai maka kita terikat.

B. Rumusan masalah

a. Apakah pengertian dari peraturan perusahaan?


b. Apakah fungsi dari peraturan perusahaan?
c. Apa saja isi dari peraturan perusahaan?

C. Tujuan masalah

a. Mengetahui apa saja fungsi dari perusaan


b. Mengetahu isi dari peraturan preusahaan

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perusahaan / Pengusaha

Pertama kali istilah perusahaan dalam perundang-undangan terdapat di dalam


Pasal 6, 16, dan 36 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), tetapi pengertian
secara jelas dari perusahaan itu sendiri tidak termuat dalam KUHD. Sebelumnya terjadi
perubahan terhadap KUHD yaitu Menurut L.N. 1938-276 yang mulai berlaku pada
tanggal 17 Juli 1938, bab kesatu yang berkepala: “Tentang pedagang- pedagang dan
tentang perbuatan dagang” dan meliputi Pasal 2, 3, 4, dan 5 telah dihapuskan. Menurut
Chidir Ali, dengan perubahan tersebut dicantumkan istilah baru yaitu perusahaan
(bedrijf; ondenting), yang di mana pengertian perusahaan jauh lebih luas dari pengertian
pedagang berdasar undang- undang yang lama.1

Dalam penjelasan pembentuk Undang-Undang (Memorie van Teoligting, MvT)


mengemukakan sebagai berikut: “Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang
dilakukan, secara tidak terputus-putus, terang- terangan, dalam kedudukan tertentu untuk
mencari laba.

Molengraaff mengenai defenisi perusahaan adalah sebagai berikut : “Perusahaan adalah


keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar, untuk
memperoleh penghasilan, dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan barang atau
mengadakan perjanjian perdagangan.”

1. Pengertian Pekerja / Buruh

Istilah buruh sangat populer dalam dunia perburuhan/ ketenagakerjaan, selain

1
Abdul Rachman Budiono, Op.cit. hlm 41

5
istilah ini sudah dipergunakan sejak lama bahkan mulai dari zaman Belanda juga karena
Peraturan Perundang-undangan yang lama (sebelum Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan) menggunakan istilah buruh. Pada zaman penjajahan Belanda
yang dimaksudkan buruh adalah pekerja kasar sepeti kuli, tukang, mandor yang
melakukan pekerjaan kasar, orang-orang ini disebutnya sebagai “Blue Collar”.
Sedangkan yang melakukan pekerjaan dikantor pemerintah maupun swasta disebut
sebagai “Karyawan/pegawai” (White Collar). Perbedaan yang membawa konsekuensi
pada perbedaan perlakuan dan hak-hak tersebut oleh pemerintah Belanda tidak terlepas
dari upaya untuk memecah belah orang-orang pribumi.2

Setelah merdeka kita tidak lagi mengenal perbedaan antara buruh halus dan buruh
kasar tersebut, semua orang yang bekerja disektor swasta baik pada orang maupun badan
hukum disebut buruh. Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yakni Buruh adalah Barang siapa yang
bekerja pada majikan dengan menerima upah (Pasal 1 ayat 1a).

Dalam perkembangan Hukum Perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan


diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah (Depnaker)
pada waktu Kongres FBSI II Tahun 1985. Alasan pemerintah karena istilah buruh kurang
sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang
selalu ditekan dan berada dibawah pihak lain yakni majikan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 4


memberikan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Pengertian agak umum namun maknanya lebih
luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan,
persekutuan badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk apapun. Penegasan imbalan dalam bentuk apapun ini perlu karena upah selama ini
diidentikkan dengan uang, padahal ada pula buruh/pekerja yang menerima imbalan dalam
bentuk barang.

2
Azikin Zainal, Dasar-DasarHukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004, hlm. 361

6
A. Hubungan Kerja Pada Umumnya
1. Pengertian Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms,


mempunyai beberapa pengertian. Menurut Pasal 1601 KUHPerdata: Memberikan
pengertian sebagai berikut: “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak
kesatu (siburuh), mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan
untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah” Sedangkan
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 1 angka
14 memberikan pengertian yakni: “Perjanjian kerja adalah suatuperjanjian antara pekerja
/ buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan
kewajiban ke dua belah pihak”.

Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek
perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan
seizin majikan dapat menyuruh orang lain. 3

2. Pengertian Hubungan Kerja

Pada dasarnya, hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha,
terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha, di mana pekerja
menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan
di mana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan
membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja. Dari pengertian
tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau
tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha.

Menurut Hartono Widodo dan Judiantoro, hubungan kerja adalah kegiatan-kegiatan


pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang
memerintahnya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian kerja yang telah

3
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1977, hlm. 63

7
disepakati.4

4
Abdul Rachman Budiono, Hukum Perburuhan diIndonesi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm.
56

8
Selanjutnya Tjepi F. Aloewir, mengemukakan bahwa pengertian hubungan kerja adalah
hubungan yang terjalin antara pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian yang diadakan
untuk jangka waktu tertentu maupun tidak tertentu.

Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai:

1. Pembuatan Perjanjian Kerja (merupakan titik tolak adanya suatu hubungan


kerja)
2. Kewajiban Pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak
dari pengusaha atas pekerjaan tersebut)
3. Kewajiban Pengusaha (yaitu membayar upah kepada pekerja, sekaligus
merupakan hak dari si pekerja atas upah)

3. Macam-macam Perjanjian Kerja PKWT – PKWTT

Pengertian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu diatur dalam pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No: KEP.100/MEN/VI/2004, yang dimaksud dengan Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
adalah: Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. (KEP.100/MEN/VI/2004). Dengan
demikian yang dinamakan sifat perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagai berikut:

1. Pekerja yang sekali selesai atau sifatnya sementara Pola hubungan kerja dengan
perjanjian kerja waktu tertentu dapat dilakukan untuk pekerja yang didasarkan atas
selesainya pekerja tertentu untuk waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
2. Diperkirakan penyelesaianya dalam waktu tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga)
tahun. Pola hubungan kerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu dapat dilakukan untuk
pekerja yang dipekirakan penyelesaianya dalam waktu tidak terlalu lama dan paling lama
3
3. Pekerja musiman Pekerja yang bersifat musiman adalah pekerja yang pelaksanaanya
tergantung pada musim atau cuaca. PKWT yang dilakukan untuk pekerja yang musiman
hanya dapt dilakukan satu jenis pekerjaan waktu tertentu.

9
B. Peraturan Perusahaan

1. Pengertian Peraturan Perusahaan

Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
memuat ketentuan tentang syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Peraturan Perusahaan
dibuat untuk menjadi pegangan bagi Perusahaan maupun karyawan yang berisikan
tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tujuan memelihara
hubungan kerja yang baik dan harmonis antara pengusaha dan karyawan, dalam usaha
bersama meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kelansungan usaha perusahaan.

Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan sesuai dengan ketentuan Pasal 1
angka 20 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan
mengenai peraturan perusahaan diatur lebih lanjut pada Pasal 108 sampai dengan Pasal
115

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU No.13/2003”)


dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011
tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 16/2011”).

Tujuan dan manfaat pembuatan peraturan perusahaan adalah:

Dengan peraturan perusahaan yang masa berlakunya dua tahun dan setiap dua tahun
harus diajukan perstujuannya kepada departemen tenaga kerja;

1. Dengan adanya peraturan perusahaan minimal akan diperoleh kepastian


adanya hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha;
2. Peraturan perusahaan akan mendorong terbentuknya kesepakatan kerja
bersama sesuai dengan maksud permen no. 2 tahun 1978 diatas;
3. Setelah peraturan disyahkan oleh departemen tenaga kerja maka
perusahaan wajib memberitahukan isi peraturan perusahaan; danPada

10
perusahaan yang telah mempunyai kesepakatan kerja bersama tidak
Menurut Pasal 111 UU Ketenegakerjaan, Peraturan Perusahaan sekurang-
kurangnya memuat:

1. hak dan kewajiban pengusaha;


2. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
3. syarat kerja;
4. tata tertib perusahaan; dan
5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

Peraturan Perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak naskah
Peraturan Perusahaan diterima harus sudah mendapat pengesahan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk. Apabila Peraturan Perusahaan telah memenuhi ketentuan dalam
Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, tetapi dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kerja belum mendapatkan pengesahan dari Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan. Namun,
apabila Peraturan Perusahaan belum memenuhi persyaratan dalam Pasal 111 ayat (1) dan
(2) UU Ketenagakerjaan, maka Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan
perusahaan. Dan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal
pemberitahuan diterima oleh pengusaha, pengusaha wajib menyampaikan kembali
peraturan perusahaan yang telah diperbaiki tersebut kepada Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.

5
Asyhadie Zaeni, Hukum Kerja. Jakarta. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 19.

11
BAB III

KESIMPULAN

Beberapa pengertian terkait hal ini, namun secara umum dapat dimaknai bahwa
peraturan perusahaan adalah sebuah pedoman bagi tata kelola suatu perusahaan khususnya yang
berhubungan dengan hubungan kerja/hubungan industrial. Pedoman ini digunakan perusahaan
untuk menyelaraskan kehidupan perusahaan guna mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Pedoman ini juga digunakan agar kehidupan perusahaan dan kegiatan operasionalnya
berjalan dengan baik. Tentu saja jika pedoman dipatuhi akan meminimalisir resiko terjadinya
konflik antar karyawan. Seperti yang diketahui konflik akan menghambat operasional dari
produksi perusahaan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 4


memberikan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk apapun. Pengertian agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat
mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan badan hukum
atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.

Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, mempunyai


beberapa pengertian. Menurut Pasal 1601 KUHPerdata: Memberikan pengertian sebagai
berikut: “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (siburuh), mengikatkan
dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu
melakukan pekerjaan dengan menerima upah” Sedangkan berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni:
“Perjanjian kerja adalah suatuperjanjian antara pekerja / buruh dan pengusaha atau pemberi kerja
yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban ke dua belah pihak.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rachman Budiono, Op.cit. hlm 41

Azikin Zainal, Dasar-DasarHukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004, hlm.
361

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1977, hlm. 63

Abdul Rachman Budiono, Hukum Perburuhan diIndonesi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1995, hlm. 56

Asyhadie Zaeni, Hukum Kerja. Jakarta. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 19.

13

Anda mungkin juga menyukai