Anda di halaman 1dari 20

PENGANTAR HUKUM KETENAGAKERJAAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah: Hukum Ketenagakerjaan HES 7B
Dosen Pengampu: Feni Arifiani, S.Ag., M.H.

Disusun oleh: Kelompok 1


Iyet Karnita Amalia (11180490000001)
M Fauzi Maulana Ichsan (11180490000019)
Nadia Widyani Utama (11180490000075)
Fikri Aulia Rahman (11180490000078)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021 M
KATA PENGANTAR

Perkembangan zaman menjadi suatu keharusan bagi kehidupan manusia. Seiring


berjalannya waktu banyak penemuan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Para ilmuwan saling berlomba lomba dalam menciptakan alat untuk menunjang
kehidupan manusia terutama pada abad pertengahan. Puncaknya adalah Ketika revolusi
industry yang merubah segala sektor yang mengakibatkan system pekerjaan pun berubah.
Hukum ketenagakerjaan menjadi isu yang hangat untuk dibicarakan, karena
mengingat banyak pekarjaan dalam suatu negara membutuhkan buruh untuk bekerja disana.
Namun seringkali pemberi kerja tidak memberikan hak hak buruh yang harusnya diterima.
Maka dari itu memperjuangkan hak buruh untuk diperlakukan dengan adil dan baik menjadi
sebuah keharusan bagi para pemberi kerja atau para pengusaha.

Jakarta, 08 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………… 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………... 3
BAB I……………………………………………………………………….. 4
PENDAHULUAN…………………………………………………………... 4
A. Latar Belakang………………………………………………………. 5
B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 5
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………. 5
BAB II………………………………………………………………………. 6
PEMBAHASAN…………………………………………………………….. 6
A. Pengertian dan Peristilahan Hukum Ketenagakerjaan………………. 6
B. Dasar Hukum Ketenagakerjaan……………………………………… 7
C. Asas Hukum Ketenagakerjaan………………………………………. 10
D. Objek Hukum Ketenagakerjaan……………………………………... 11
E. Sifat Hukum Ketenagakerjaan………………………………………. 12
F. Kedudukan dan Pentingnya Hukum Ketenagakerjaan………………. 14
G. Sistem Ketenagakerjaan yang Berlaku………………………………. 17
BAB III………………………………………………………………………. 19
PENUTUP……………………………………………………………………. 19
A. Kesimpulan…………………………………………………………… 19
B. Kritik dan Saran………………………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketenagakerjaan merupakan isu yang harus diperhatikan. Karena banyak pekerjaan yang
memerlukan buruh/karyawan. Jika ketenagakerjaan tidak diatur dengan berdaarkan keadilan
maka para buruh akan merasa dimanfaat kan oleh para pemodal dan tidak diperhatikan
kehidupannya sama sekali. Dalam ranah hukum, ketenagakerjaan telah dibahas dan
dirumuskan. Hal ini dibuktikan dengan adanya organisasi para buruh di dunia atau yang kita
kenal dengan ILO (International Labour Organization). Di Indonesia sendiri hukum
ketenagakerjaan juga telah rumuskan yakni pada UU No. 13 tahun 2003. Kemudian pada
undang undang yang terbaru juga telah di rumuskan dalam UU No. 11 Tahun 2020 atau yang
kita kenal dengan UU Cipta Kerja atau Omnubus Law yang berisi banyak peraturan terutama
mengenai ketenagakerjaan.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui pengertian dan istilah hukum ketenagakerjaan
2. Mengetahui dasar hukum ketenagakerjaan
3. Mengetahui asas hukum ketenagakerjaan’
4. Mengetahui objek hukum ketenagakerjaan
5. Mengetahui sifat hukum ketenagakerjaan
6. Mengetahui kedudukan dan pentingnya hukum ketenagakerjaan
7. Mengetahui system ketenagakerjaan

C. Tujuan Masalah
Menyelesaikan tugas perkuliahan membuat makalah dalam mata kuliah hukum
ketenagakerjaan HES 7B.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Peristilahan Hukum Ketenagakerjaan


Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja.1 Hukum
dapat diartikan sebagai norma hukum, yakni norma yang dibuat oleh pemegang kekuasaan
yang berwenang. Norma hukum dapat berbentuk norma hukum yang tertulis maupun yang
tidak tertulis.2 Sedangkan Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.3
Menurut Iman Soepomo hukum perburuhan atau hukum ketenagakerjaan adalah suatu
humpunan peraturan baik tetulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di
mana seseorang bekerja kepada orang lain dengan menerima upah.4
Menurut Dalinama, dapat dikatakan bahwa hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Artinya yang dipelajari dan dimuat dalam hukum ketenagakerjaan adalah semua regulasi
yang mengatur ketenagakerjaan sebelum orang bekerja, selama orang bekerja, dan sesudah
orang bekerja. Beranjak dari pengertian tersebut hal yang paling banyak diatur dalam hukum
ketenagakerjaan ini adalah selama atau Ketika orang sedang aktif bekerja.5
Jadi, intinya hukum ketenagakerjaan merupakan suatu aturan yang berlaku dan
dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur mengenai tenaga kerja dan segala yang
berhubungan dengan tenaga kerja.
Pada dasarnya hukum ketenagakerjaan mempunyai sifat melindungi dan
menciptakan rasa aman, tentram, dan sejahtera dengan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat. Hukum ketenagakerjaan dalam memberi perlindungan harus
berdasarkan pada dua aspek, Pertama,hukum dalam perspektif ideal diwujudkan dalam
peraturan perundang-undangan (heterotom) dan hukum yang bersifat otonom.

1
Dr. Devi Rahayu, Buku Ajar Hukum Ketenagakerjaan, (Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2019), hlm. 5
2
Ibid, hlm. 6
3
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003, Pasal 1 ayat 1
4
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan (Jakarta: Djambatan, 1985), hlm. 1
5
Dalinama Telaumbanua, Hukum Ketenagakerjaan (Sleman: Penerbit Deepublish, 2019), hlm. 3

5
Kedua,hukum normatif pada tingkat implementasi memberikan kontribusi dalam
bentuk pengawasan melalui aparat penegak hukum dan melaksanakan penindakan
terhadap pihak-pihak yang tidak mematuhi ketentuan hukum.6
Istilah Istilah Dalam Hukum Ketenagakerjaan
1. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain (pasal 1 angka 3 UU No. 13 Tahun 2003). Penggunaan istilah
yuridis pada setiap zaman di Indonesia yang dipakai berbeda beda. Pada zaman orde
lama menggunakan istilah buruh, pada zaman orde baru menggunakan istilah pekerja,
sedangkan pada masa reformasi menggunakan istilah pekerja/buruh.7 Tenaga kerja
(Sumber Daya Manusia) merupakan satu aspek yang sangat berpengaruh
terhadap semua perkembangan perekonomian di dunia. Tenaga kerja tidak terlepas
dari pembangunan, Tenaga kerja tidak terlepas dari kehidupan, dantenaga
kerja merupakan tonggak utama perekonomian suatu bangsa, di samping
Sumber Daya Alam dan teknologi.8
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mempu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang/jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun
masyarakat. Pada dasarnya istilah buruh dan tenaga kerja itu sama, hanya saja buruh
memfokuskan pada orang yang menerima upah. Sedangkan tenaga kerja
memfokuskan pada orang yang mampu melakukan pekerjaan, menghasilkan
barang/jasa, kebutuhan sendiri atau kebutuhan masyarakat.9
3. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-
badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.10
4. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang

6
Laurensius Arliman S, 2017, Perkembangan Dan Dinamika Hukumketenagakerjaan Di Indonesia, Jurnal
Selat 5, no. 1, hlm. 76 - 77
7
Dalinama Telaumbanua, Hukum Ketenagakerjaan (Sleman: Penerbit Deepublish, 2019), hlm. 1
8
Laurensius Arliman S, 2017, Perkembangan Dan Dinamika Hukumketenagakerjaan Di Indonesia, Jurnal
Selat 5, no. 1, hlm. 75
9
Dalinama Telaumbanua, Hukum Ketenagakerjaan (Sleman: Penerbit Deepublish, 2019), hlm. 2
10
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003, Pasal 1 ayat 4

6
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.11
Penerimaan upahbagi buruh merupakan konsekuensi buruh yang telah menyerahkan
tenaganya untuk bekerja. Upah merupakan hak buruh setelah mereka melakukan
pekerjaannya. Kebalikan pemberian upah dalam hubungan kerja adalah adanya
kewajiban majikan atau pemberi kerja untuk memberi pekerjaan. Adanya
kewajibanpemberian upah berarti dapat ditafsirkan adanya kewajiban untuk
memberikan pekerjaan.12
5. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan
yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,
yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja
dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.13

B. Dasar Hukum Ketenagakerjaan


Indonesia adalah negara hukum dan menganut sistem hukum Eropa Kontinental. Oleh
sebab itu, segala sesuatu harus didasarkan pada hukum tertulis. Sumber hukum
ketenagakerjaan saat ini (s/d tahun 2011) terdiri dari peraturan perundang-undangan dan
diluar peraturan perundang-undangan. Namun payung hukum utama bagi urusan
ketenagakerjaan di Indonesia adalah Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Secara umum, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat
(1) UUD 1945 juga menjadi payung hukum utama. Berdasarkan pondasi tersebut, maka
terbentuklah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya
disebut UU Ketenagakerjaan) yang menjadi dasar hukum utama dalam bidang
ketenagakerjaan. Selain UUD 1945 dan UU Ketenagakerjaan, terdapat sumber hukum lain

11
Ibid, Pasal ayat 30
12
Dr. Devi Rahayu, Buku Ajar Hukum Ketenagakerjaan, (Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2019), hlm. 8
13
Ibid, pasal 1 ayat 31

7
yang menjadi tonggak pengaturan bagi urusan ketenagakerjaan, baik sumber hukum formil
maupun sumber hukum materiil. Sumber hukum ketenagakerjaan tersebut adalah:14
1. Undang–Undang
Perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan mengalami banyak perubahan yaitu
ditandai dengan munculnya undang-undang baru yang lebih dinamis dan tentunya banyak
membawa kepentingan bagi pekerja/buruh maupun pengusaha itu sendiri. Undang–
undang merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), sesuai dengan tata urutan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan beberapa undang–undang tentang
ketenagakerjaan yang berlandaskan Pancasila dan Undang–Undang Republik Indonesia
tahun 1945, yang diselenggarakan atas dasar asas keterpatuhan dengan melalui
koordinasi fungsional lintas sektoral pusat atau daerah, antara lain :15
a. Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
• Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan“.
• Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945
juga menjadi payung hukum.
Dari pondasi UUD 1945 tersebut, maka terbentuklah Undang-Undang No.13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut sebagai UU
Ketenagakerjaan yang menjadi dasar hukum dalam bidang ketenagakerjaan.16
b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3889).
c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279).

14
Russel Butarbutar, Modul Hukum Ketenagakerjaan dan problematikanya,
https://www.academia.edu/37604297/Modul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf hal. 6, diakses pada tanggal 09
September 2021 pukul 23.01
15
D SASONGKO, Dasar Hukum Ketenagakerjaan, 2017, Hal. 16
16
Raditya Wardana, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia https://lifepal.co.id/media/hukum-
ketenagakerjaan/ , diakses pada tanggal 08 September 2021 pukul 21.09

8
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Undang-undang ini mencabut:
• Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1227)
• Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja
di Perusahaan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2686)
e. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456)

2. Peraturan-Peraturan
Peraturan-peraturan yang dimaksud adalah peraturan yang lebih rendah
kedudukannya dan merupakan peraturan pelaksanaan dari undang– undang yang dibuat
oleh presiden atau menteri, antara lain : 17
1) Peraturan atau keputusan instansi lain dalam bidang ketenagakerjaan. Suatu
instansi atau pejabat tertentu yang diberi kekuasaan untuk membuat peraturan
dan keputusan tertentu yang berlaku bagi umum misalnya keputusan menteri
tenaga kerja no 159 tahun 1999 tentang penyelenggaran program Jamsostek bagi
pekerja harian, borongan.
2) Peraturan pemerintah antara lain :
• PP No.78 Tahun 2015 tentang Upah ;
• Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Struktur dan Skala Upah;
• Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Kebutuhan Hidup Layak;

17
Joni Bambang s, Hukum Ketenagakerjaan, 2013, penerbit Pustaka Setia, Bandung Hal. 18-20

9
• Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013
tentang Upah Minimum;
• Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraan Ketenagakerjaan;
• Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 75 Tahun 2017 tentang Upah
Minimum Kabupaten / Kota Di Jawa Timur Tahun 2018;

C. Asas Hukum Ketenagakerjaan


Adapun beberapa Asas dalam Hukum Ketenagakerjaan, diantaranya :18
1. HIP dalam mencapai tujuannya mendasarkan diri pada asas-asas pembangunan,yaitu;
• asas manfaat Segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan kesejahtraan rakyat.
• Asas usaha bersama dan Kekeluargaan. usaha mencapai cita-cita dan aspirasi-
aspirasi bangsa harus merupakan usaha bersama seluruh rakyat yang
dilakukan secara gotongroyong dan kekeluargaan.
• Asas Demokrasi; yaitu berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang
politik,sosial ekonomi. Penyelesaian masalah-masalah nasional
ditempuhdengan jalan musyawarah untuk mufakat.
• Asas adil dana merata; hasil-hasil yang dicapai dalam pembangunan harus
dapat dinikmatisecara adil dan merata sesuai dengan darma baktinya.
• Asas perikehidupan dalam keshimbangan; kesehimbangan antara
kepentingan-kepentingan yaitu antara kepentingan duniawi dan
akhirat,material dan spirittual,jiwa dan raga,individu dan masyarakat dan lain-
lain.
• Asas kesadaran hukum; setiap warganegara harus taat dan sadar kepada
hukum dan mewajibkan Negara menegakkan hukum.

18
I Nyoman Mudana, Hukum ketenagakerjaan , 2016 , hal. 23-26

10
• Asas kepercayaan pada diri sendiri; pembangunan berdasarkan pada
kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan pada
kepribadian bangsa.
2. Dalam pelaksanaannya HIP berlandaskan pada dua asas, yaitu :
• Asas kekeluargaan dan gotong royong
• Asas musyawarah untuk mufakat

D. Objek Hukum Ketenagakerjaan


Objek hukum dalam suatu hubungan kerja adalah pekerjaan yang berupa isi perintah dari
pemberi kerja kepada penerima kerja. Hal ini dapat terjadi karena adanya perjanjian kerja
antara pemberi kerja dan penerima kerja yang selanjutnya disebut hubungan kerja.
Adapun objek hukum ketenagakerjaan dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1. Objek Materiil
Objek Materiil hukum ketenagakerjaan adalah kerja manusia yang bersifat sosial
ekonomis. Titik tumpu objek ini adalah terletak pada kerja manusia. Kerja manusia
merupakan aktualisasi unsure kejasmanian manusia dengan diberi bentuk dan terpimpin
oleh unsure kejiwaannya diaplikasikan / diterapkan terhadap benda luar untuk tujuan
tertentu.
Secara objektif, tujuannya adalah hasil kerja, sedangkan secara ekonomis tujuannya
adalah tambahan nilai. Tambahan nilai bagi buruh berupa upah, sedangkan tambahan
nilai bagi majikan berupa keuntungan. Upah dan keuntungan bukan tujuan akhir kerja
manusia yang bersifat sosial ekonomis sebab tujuan akhirnya adalah kelangsungan /
kesempurnaan hidup manusia.
2. Objek Formal
Objek formal hukum ketenagakerjaan adalah kompleks hubungan hukum yang
berhubungan erat dengan kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis. Hubungan hukum
adalah hubungan yang dilindungi oleh UU. Hubungan hukum dalam hukum perburuhan
terjadi sejak adanya perjanjian kerja. Hubungan hukum bias terjadi karena perjanjian dan

11
UU. Dengan terjadinya perjanjian kerja berarti telah terjadi pula hubungan kerja antara
pengusaha dan pekerja.19

E. Sifat Hukum Ketenagakerjaan


Sama halnya dengan pengertian sebelumnya pada objek hukum dapat berarti Hukum
Ketenagakerjaan memiliki sifat tertutup (private) karena merupakan hubungan yang
mengikat satu pihak dengan satu atau lebih pihak lainnya. Meskipun demikian, Hukum
Ketenagakerjaan juga memiliki sifat public karena adanya wujud campur tangan pemerintah.
Negara dalam pelaksanaan hubungan kerja yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat bersama. Sifat Hukum Ketenagakerjaan secara umum terdapat 2 (dua) sifat,
antara lain:
1. Sifat Hukum Ketenagakerjaan sebagai Hukum Mengatur (Regelend Recht)
Sifat mengatur ini ditandai dengan adanya peraturan yang tidak sepenuhnya bersifat
memaksa, sehingga diperbolehkan terjadinya atau dilakukan suatu penyimpangan atas
ketentuan tersebut dalam perjanjian baik Perjanjian Kerja, Peraturan perusahaan (PP)
maupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Sifat Hukum Ketenagakerjaan disebut sebagai sifat fakultatif, yang memiliki definisi
sebagai hukum atau peraturan yang mengatur dan melengkapi dan dapat
dikesampingkan. Contoh aturan Hukum Ketenagakerjaan atau Hukum Perburuhan yang
bersifat fakultatif atau mengatur, antara lain:
a) Pasal 51 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan
Tentang pembuatan perjanjian kerja baik dengan cara tertulis maupun tidak tertulis
atau secara lisan karena tidak adanya kewajiban bahwa suatu perjanjian ditegaskan harus
berupa bentuk tertulis maupun tidak tertulis atau lisan sesuai dengan Pasal dengan sifat
sebagai pengatur, sehingga tidak terdapat hukuman berupa sanksi bagi siapapun yang
membuat perjanjian kerja dalam bentuk lisan atau tidak tertulis. Dalam Pasal ini terbukti
bahwa Perjanjian Kerja dalam bentuk tertulis bukan merupakan hal yang memaksa atau
imperative.

19
Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika dan kajian Teori, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010

12
b) Pasal 10 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan
Dalam Pasal ini, diatur bahwa pemberi kerja selaku pengusaha/perusahaan memiliki
hak untuk membentuk serta menjadi anggota organisasi pengusaha, sehingga ketentuan
Hukum yang bersifat mengatur, memberikan hak kepada pihak pengusaha untuk
melaksanakan maupun tidak, ketentuan dalam Pasal ini memberikan kebebasan kepada
pihak pengusaha/perusahaan untuk memilih.

2. Sifat Hukum Ketenagakerjaan sebagai Sifat Memaksa (dwingenrecht)


Sifat memaksa dalam Hukum Ketenagakerjaan ini merupakan peraturan-peraturan
yang telah dicampur tangani oleh Pemerintah Negara yang ditegaskan harus ditaati dan
tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dengan upaya dapat mengatur atau sebagai pengatur
hubungan kerja antara penerima kerja selaku tenaga kerja atau pekerja dan pemberi kerja
selaku pengusaha atau perusahaan, dapat dijatuhkan hukuman atau pemberian sanksi
kepada setiap individu yang menolak untuk mentaati peraturan atau melanggar aturan
yang memiliki sifat memaksa. Contoh bentuk ketentuan memaksa yang dicampur tangani
oleh pemerintah yang telah tercantum didalam UURI Ketenagakerjaan, antara lain:
a) Pasal 42 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan, tentang perizinan yang menyangkut
penggunaan Tenaga Kerja Asing (atau disebut sebagai “TKA”);
b) Pasal 68 UURI Ketenagakerjaan, mengenai larangan dan syarat untuk
mempekerjakan anak dibawah umur;
c) Pasal 76 UURI Ketenagakerjaan, mengenai larangan dan syarat untuk
mempekerjakan perempuan;
d) Pasal 153 ayat (1) UURI Ketenagakerjaan, tentang larangan melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (untuk selanjutnya disebut sebagai “PHK”) terhadap kasus atau
sengketa tertentu.

13
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sifat hukum ketenaga-kerjaan adalah :
1. Melindungi pihak yang lemah dan menempatkan mereka pada kedudukan yang
layak bagi kemanusiaan.
2. Untuk mendapatkan keadaan sosial dalam lapangan perburuhan atau
ketenagakerjaan yang pelaksanaannya diselenggarakan dengan jalan melindungi
tenaga kerja terhadap kekuasaan pengusaha yang tidak terbatas.20

F. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan


Bila diikuti sistem Belanda, di negara tersebut hukum perburuhan/ ketenagakerjaan
dahulu dijadikan bagian dari hukum perdata, dan secara tradisional hukum
perburuhan/ketenagakerjaan selalu digolongkan pada hukum sipil. Gagasan ini berasal dari
zaman di mana dianggap bahwa buruh/tenaga kerja dan majikan/pengusaha bebas
mengadakan perjanjian kerja satu dengan yang lainnya (Pasal 1338 KUH. Perdata) dan
Pemerintah dilarang mencampuri kemerdekaan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
tersebut. Namun perkembangan teknologi dalam bidang produksi telah memaksa pemerintah
untuk terus menerus mencampuri urusan perburuhan/ketenaga-kerjaan dan ada kalanya demi
kepentinganumum dan ada kalanya untuk kepentingan buruh/tenaga kerja itu sendiri yang
selalu berada dalam posisi yang lemah.21
Kedudukan hukum ketenagakerjaan didalam tata hukum Indonesia terletak dibidang
hukum administrasi/tata negara, hukum perdata dan hukum pidana. Kedudukan tersebut
membawa konsekuensi yuridis bahwa ketentuan peraturan-peraturan hukum ketenagakerjaan
haruslah mendasarkan pada teori hukum yang menelaah bidang tersebut.
Kedudukan hukum ketenagakerjaan didalam tata hukum Indonesia, dapat dilihat dalam
gambar berikut ini:
Hukum Perdata Hukum Administrasi
Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan
Hukum Pidana
Ketenagakerjaan

20
Muhamad Azhar, S.H.,LL.M, Hukum Ketenagakerjaan : Buku Ajar hlm.12
21
Muhamad Azhar, S.H.,LL.M, Hukum Ketenagakerjaan : Buku Ajar hlm.13

14
Gambar Skema kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam tata hukum Indonesia

1. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan Di Bidang Hukum Perdata


Kedudukan hukum ketenagakerjaan di bidang hukum perdata pada hakikatnya yang
memegang peranan penting didalam hubungan industrial adalah pihak-pihaknya, yaitu
buruh dan majikannya saja.
Hubungan antara pengusaha dan pekerja didasarkan pada hubungan hukum privat.
Hubungan itu didasarkan pada hukum perikatan yang menjadi bagian dari hukum
perdata. Pemerintah hanya berlaku sebagai pengawas atau lebih tepatnya dapat
menjalankan fungsi fasilitator apabila ternyata dalam pelaksanaan muncul suatu
perselisihan yang tidak dapat mereka selesaikan.
Selain itu fungsi pengawasan dari pemerintah dapat maksimal apabila secara filosofis
kedudukan pemerintah lebih tinggi dari yang diawasi (buruh-majikan). Hal ini belum
terlaksana apabila pejabat Depnaker sebagai salah satu organ pemeritah yang
menjalankan fungsi pengawasan, secara ekonomi masih dibawah majikan dan secara
moral masih jauh dari ideal. Hal ini disebut sebagai oknum Depnaker. Selain itu, pejabat
Depnaker kadang ada yang menjalakan fungsi sebagai majikan contohnya dalam
pengerahan TKI.
2. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan Di Bidang Hukum Administrasi
Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam hukum administrasi yang diperhatikan
ada dua hal, yaitu subjek hukum dalam penyelenggaraan negara dan bagaimana
perannya. Subjek hukum dalam penyelenggaraan negara menyangkup tiga hal, yaitu
pejabat, lembaga dan warga negara. Pejabat dalam hal ini adalah pejabat negara yang
tunduk pada ketentuan hukum administrasi.
Perannya berkaitan dengan menjalankan fungsi negara didalam pembuatan peraturan
atau pemberian izin (bestuur), bagaimana negara melakukan pencegahan terhadap suatu
hal yang dapat terjadi (politie) dan bagaimana upaya hukumnya (reschtspraak).
Pemerintah sebagai penyelenggara negara di bidang ketenagakerjaan harus dapat
melaksaakan ketiga fungsi itu dengan baik.
3. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan Di Bidang Hukum Pidana

15
Kedudukan hukum perburuhan dalam hukum pidana pentingnya penerapan sanksi
hukum bagi pelanggar peraturan perundang-undangan. Terdapat asas legalitas dalam
hukum pidana, yaitu suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum
apabila perbuatan tersebut sudah dituangkan dalam suatu undang-undang. Penerapan
sanksi harus mendasarkan pada ada tidaknya kesalahan yang dibuktikan dengan adanya
hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat yang terjadi. Sanksi, hakikatnya
merupakan perampasan hak seseorang, oleh karena itu harus dibuat secara demokratis.
Bentuk peraturan yang mencerminkan situasi demokratis adalah undang-undang atau
peraturan daerah karena dalam perbuatannya melibatkan suara atau wakil-wakil rakyat
yag duduk di DPR atau DPRD.
Kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam bidang tata hukum Indonesia secara
teoritis dapat dipisahkan menjadi tiga bidang, yaitu perdata, administrasi, dan pidana.
Dalam praktiknya harus dijalankan secara berhubungan satu sama lain. Hubungan
hukum yang dilakukan oleh pengusaha dan pekerja didasarkan pada perjanjian kerja,
peraturannya masuk lingkup hukum perikatan yang menjadi bagian hukum perdata.
Selama proses pembuatan, pelaksanaan dan berakhirnya hubungan kerja harus diawasi
oleh pemerintah sebagai konsekuensi menjalankan fungsi bestuur, politie, dan
rechtspraak. Apabila dalam proses pembuatan, pelaksanaan dan berakhirya hubungan
kerja terdapat pelanggaran hukum maka dapat diterapkan sanksi pidana yang menjadi
kajian dalam bidang hukum pidana.22
Pentingnya hukum ketenagakerjaan dalam ilmu hukum
Hukum ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja
serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil
maupun spiritual. Hukum ketenagakerjaan di Indonesia diatur di dalam UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan mengatur tentang segala
hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah
kerja.

22
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafik, 2009), hlm. 13-15

16
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-
hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat
yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia
usaha. Pembangunan ketenagakerjaan tidak hanya mencakup kepentingan tenaga kerja
selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan
pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang
menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya
manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya
perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan
hubungan industrial.
Tujuan dari dibentuknya hukum ketenagakerjaan adalah untuk :
• memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi;
• mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
• memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
dan
• meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya

G. Sistem Ketenagakerjaan yang Berlaku


Sistem ketenagakerjaan di Indonesia saat ini dinilai masih feodal dan tertinggal, salah
satunya karena terus mengembangkan konsep minimum tanpa Batasan rasio gaji dan
pembagian saham kepada pekerja serta insentif lainnya. Ketua Asosiasi Kader Sosio-
Ekonomi Srategis (AKSES) Suroto mengatakan sistem ketenagakerjaan Indonesia yang
dianggap masih feodal tersebut diperparah lagi denga konsep “outsourching” yang disub-
kontrakan.23
Sistem Outsourching merupakan wujud dari kebijakan pasar kerja fleksibel yang
disyaratkan IMF dalam pemberian bantuan pemulihan krisis ekonomi di Indonesia.

23
https://ekonomi.bisnis.com/read/20180518/12/796973/sistem-ketenagakerjaan-indonesia-masih-feodal

17
outsourching menjadi sah sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Pada hakekatnya Outsourcing adalah sebuah pola kerja dengan cara
mendelegasikan operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis/kerja pada pihak lain
di luar perusahaan yang menjadi penyedia jasa outsourcing.
Batasan-batasan pekerjaan perusahaan outsourcing ini sesuai dengan regulasi pemerintah
yang tercantum di Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur pekerjaan alih daya.
Di UU Ketenagakerjaan, pekerjaan outsourcing adalah dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar
kegiatan utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan
penunjang. Namun di Pasal 66 UU Cipta Kerja, tak dicantumkan batasan pekerjaan-
pekerjaan apa saja yang dilarang dilakukan pekerja alih daya, namun hanya menyebut
pekerjaan alih daya didasarkan pada perjanjian waktu tertentu dan tidak tertentu.
"Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang
dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu
tidak tertentu," bunyi Pasal 66 UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dengan revisi ini, UU Cipta
Kerja membuka kemungkinan bagi perusahaan outsourcing adalah untuk mempekerjakan
pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum ketenagakerjaan merupakan suatu aturan yang berlaku dan dikeluarkan oleh
pemerintah untuk mengatur mengenai tenaga kerja dan segala yang berhubungan dengan
tenaga kerja. Hukum ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta
mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun
spiritual. Hukum ketenagakerjaan di Indonesia diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan mengatur tentang segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah kerja. Sistem
ketenagakerjaan di Indonesia saat ini dinilai masih feodal dan tertinggal, salah satunya karena
terus mengembangkan konsep minimum tanpa Batasan rasio gaji dan pembagian saham
kepada pekerja serta insentif lainnya.

B. Kritik dan Saran


Demikianlah makalah dari kelompok kami. Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat
memberikan pemahaman bagi para mahasiswanya dalam permasalahan hukum
ketenagakerjaan. Apabila ada kekurangan atau ada kesalahan dalam penulisan makalah ini
kami mohon maaf sebesar besarnya dan juga kami menerima saran dan kritik dari para
pembaca untuk lebih baik lagi kedepannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika dan kajian Teori, Ghalia


Indonesia, Bogor, 2010
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafik, 2009)
D SASONGKO, Dasar Hukum Ketenagakerjaan, 2017
Dalinama Telaumbanua, Hukum Ketenagakerjaan (Sleman: Penerbit Deepublish, 2019)
Dr. Devi Rahayu, Buku Ajar Hukum Ketenagakerjaan, (Surabaya: Scopindo Media
Pustaka, 2019)
https://ekonomi.bisnis.com/read/20180518/12/796973/sistem-ketenagakerjaan-indonesia-
masih-feodal
I Nyoman Mudana, Hukum ketenagakerjaan , 2016
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan (Jakarta: Djambatan, 1985)
Joni Bambang s, Hukum Ketenagakerjaan, 2013, penerbit Pustaka Setia, Bandung
Laurensius Arliman S, 2017, Perkembangan Dan Dinamika Hukumketenagakerjaan Di
Indonesia, Jurnal Selat 5, no. 1
Muhammad Azhar, Buku Ajar Hukum Ketenagakerjaan
Raditya Wardana, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
https://lifepal.co.id/media/hukum-ketenagakerjaan/
Russel Butarbutar, Modul Hukum Ketenagakerjaan dan problematikanya,
https://www.academia.edu/37604297/Modul_Hukum_Ketenagakerjaan_pdf hal. 6,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003

20

Anda mungkin juga menyukai