Anda di halaman 1dari 299

HUKUM DAGANG

(Berdasarkan Kumpulan Makalah Ilmu Hukum 3C)

Dosen Pembimbing: Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH.

Penyusun: Ilmu Hukum 3 C

Penyunting: Andrea Sukmadilaga

Pencetakan: Zahid Ahsan

Buku ini dikhususkan kepada mahasiswa/I Ilmu Hukum 3 C

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

2015

0
KATA PENGANTAR

‫الر ْح َٰم ِن ه‬
‫الر ِح ِيم‬ ِ ‫بِ ْس ِم ه‬
‫اَّلل ه‬
Assalamu’alaikum wr. wb

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt., atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan dan
merapihkan buku ini sehingga dapat dibaca oleh kalangan mahasiswa/I ataupun dosen .
Buku ini merupakan kumpulan makalah dari kelompok pemakalah kelas Ilmu Hukum
3C. Penyusun menyadari bahwa didalam terciptanya dan rapihnya buku ini berkat
bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan dosen pembimbing yakni Bapak
Djawahir Hejazziey serta pihak-pihak lain yang telah membantu. dalam kesempatan ini
penyusun menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang membantu dalam pembuatan buku ini. Penyusunan buku ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang dan sebagai penambah wawasan bagi yang
membaca. Urgensi pokok dari adanya buku ini yakni untuk menambah ilmu pengetahuan
kepada kalangan mahasiswa/I mengenai seluk-beluk Hukum Dagang sampai pada
akarnya sehingga dapat melakukan praktek dalam hal perdagangan.

Penyusun menyadari bahwa dalam proses penyusunan buku ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penyusun telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
selesai dengan baik dan oleh karenanya, pemakalah dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca .

Wabillahi Taufik wal Hidayah

Wasslamu’alaikum wr. Wb.

Ciputat, 10 Oktober 2015

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...2

BAB I SEJARAH & PENGERTIAN HUKUM DAGANG SERTA HUBUNGAN


ANTARA HUKUM DAGANG DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA………………………………………………………………………………..3

BAB II SUBJEK ATAU PELAKU DALAM HUKUM DAGANG DAN PERANTARA


DALAM DUNIA PERUSAHAAN……………………………………………………..15

BAB III BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA (


Persekutuan Perdata, Perusahaan Perseorangan, PT, Fa, CV, Koperasi, BUMN,
Perusahaan Kelompok )…………………………………………………………………36

BAB IV MASALAH PERUSAHAAN MODAL VENTURA, LISING,


PERBANKAN…………………………………………………………………………..67

BAB V PASAR MODAL DAN INVESTASI…………………………………………110

BAB VI SURAT BERHARGA………………………………………………………..159

BAB VII HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, ANTI MONOPOLI DAN


PERSAINGAN USAHA……………………………………………………….............182

BAB VIII HUKUM PENGANGKUTAN……………………………………………..223

BAB IX HUKUM KEPAILITAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN


HUTANG………………………………………………………………………………251

BAB X ARBITRASE SEBAGAI PENYELESAIAN PERSELISIHAN


PERDAGANGAN……………………………………………………………………..278

2
BAB I

SEJARAH & PENGERTIAN HUKUM DAGANG SERTA HUBUNGAN ANTARA


K.U.H. DAGANG DENGAN K.U.H PERDATA

Oleh :

Khoirunisa, Nurfajrina Sastiya, Mia Arlitawati

A. Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang terdiri dari dua kata: hukum dan dagang. Hukum adalah aturan-
aturan atau batasan-batasan mengenai hak dan kewajiban dalam lingkungan sosial yang
bersifat memaksa.dagang atau perniagaan adalah suatu pekerjaan menukar benda
dengan benda yang lainnya dengan bermaksud mendapat keuntungan. Dagang atau
niaga adalah suatu pekerjaan dan usaha menukar suatu benda dengan benda lain
bermaksud mendapat keuntungan.

Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam
lapangan perdagangan1

Mungkin pembentuk UU beranggapan rumusan atau definifi Hukum Dagang


diserahkan pada pendapat atau Doktrin dari para Sarjana. Untuk makna hukum dagang,
berikut dikutip rumusan hukum dagang yang dikemukakan oleh para sarajana (ahli),
yaitu sebagai berikut :

1. Ahmad ihsan
Hukum dagang merupakan pengaturan rmasalah perdagangan yang timbul
diakibatkan tingkah laku manusia dalam perdagangan.
2. Purwo sucipto
Hukum perikatan yang timbul dalam perusahaan.
3. CST. Kansil

1 Zainal Asikin, hukum dagang,hal. 1

3
Hukum perusahaan merupakan seperangkat aturan yang mengatur tingkah
manusia yang ikut andil dalam melakukan perdagangan dalam usaha pencapaian
laba.
4. Sunariyati Hartono
Hukum ekonomi keseluruhan keputusan yang mengatur kegiatan perekonomian.

5. Munir Fuadi
Segala perangkat aturan tata cara pelaksanaan kegiatan perdagangan, industry,
atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau kegiatan tukar menukar
barang.
6. Ridwan Halim
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur hubungan satu pihak dengan pihak
lain yang berkenaan dengan urusan dagang.
7. Andi Hamzah
Hukum dagang ialah keseluruhan hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas
perdagangan seperti yang diatur dalam WvK dan beberapa perundang-undangan
tambahan.
8. Fockema Andreae
Hukum dagang adalah keseluruhan hukum mengenai perusahaan lalu lintas
perdagangan, sejauh mana diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang dan
beberapa undang-undang tambahan.
9. Tirtaamijaya
Hukum dagang adalah suatu hukum sipil yang istimewa.
10. Van Kan
Hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata, yaitu suatu tambahan
yang mengatur hal-hal khusus.2

Dahulu sebelum tahun 1934 istilah dan pengertian pedagang serta perbuatan
perniagaan diatur dalam pasal 2-5 KUHD, namun hal itu telah dihapus melaui UU 2 juli
1934 (stb. Nomor 347 Tahun 1934) yang mulai berlaku 1 januari 1935, yang menentukan
bahwa seluruh tittle 1 buku I W.v.K hal tersebut dihapus dan digantikan dengan istilah
“perusahaan” dan “perbuatan perusaahaan”.Walaupun di dalam KUHD dipergunakan

2 Ibid., hal. 2

4
istilah “perusahaan”,namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran resmi
(penafsiran autentik). Sebab itu perlu dipahami maksud dari perusahaan itu.

Mengenai pengertian perusahaan ini dalam ilmu hukum dagang terdapat beberapa
pendapat, yang penting diantaranya ialah :

Perumusan dari pemerintah Belanda: Minister van justitie Netherlands di dalam


memorie jawaban kepada parlemen di Netherlands memenafsirkan pengertian itu sebagai
berikut: Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan, apabila pihak yang berkepentingan
bertindak secara tidak terputus-putus dan terang-terang serta di dalam kedudukan
tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri.” Definisi yang diberikan Menteri
Kehakiman ini sebenarnya agak berkelebihan(terlampau luas) oleh karena memuat juga
mereka yang sebenarnya tidak menjalankan perusahaan, melainkan menjalankan
pekerjaan sedangkan dalam rancangan undang-undang dibedakan antara perusahaan dan
pekerjaan.

Molengraaf berpendapat, bahwa pengertian perusahaan yang dipakai oleh


undang-undang tahun 1934/347 adalah pengertian ekonomis. Beliau memberikan
perusahaan sebagai berikut: “barulah dikatakan ada perusahaan jika secara terus-menerus
bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan mempergunakan atau
menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.” Definisi
Molengraff ini adalah sesuai dengan perumusan Menteri Kehakiman Belanda, definisi
mana disetujui pula oleh Prof. Sukardono. 3

Inti Hukum Dagang


Antara lain :
1. Pedagang
2. Perbuatan dagang
3. Perikatan dagang
Alasan pasal 2 s/d 5 KUHD dicabut :
1. Pengertian barang pada pasal 3 KUHD hanya meliputi barang bergerak,
sehingga jual beli barang tidak bergerak tidak tunduk pada pasal 2 s/d 5 KUHD.

3 CST Kansil, Pokok-pokok pengetahuan hukum dagang Indonesia, hal.32

5
2. Pengertian perbuatan perdagangan dalam pasal 3 KUHD hanya meliputi
perbuatan membeli, sedangkan menjual adalah tujuan dari perbuatan membeli.
Sedangkan pada pasal 4 KUHD bahwa perbuatan menjual juga

3. termasuk dalam perbuatan perdagangan, misal; menjual wesel, jual beli kapal,
dsb.

4. Menurut ketentuan pasal 2 KUHD, bahwa perbuatan dagang hanya dilakukan


oleh pedagang, padahal pada pasal 4 KUHD juga termasuk komisioner, makelar,
pelayan, dsb.

5. Jika terjadi perselisihan antara pedagang dan bukan pedagang mengenai


pelaksanaan perjanjian, KUHD tidak dapat diterapkan karena KUHD hanya
diberlakukan bagi pedagang yang pekerjaan sehari-harinya melakukan perbuatan
dagang.

B. Sumber-sumber Hukum Dagang

Sumber-sumber hukum dagang ialah peraturan mengenai hukum dagang. Hukum


Dagang bersumber pada (diatur dalam):

1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan


a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Kitab Undang-undang Hukum Dagang ( KUHD ) merupakan sumber hukum


tertulis yang mengatur masalah perdagangan/perniagaan. KUHD terdiri atas dua
buku, yaitu :Buku pertama, terbagi dalam 9 title, yaitu :
1. Tentang pembukuan.
2. Tentang beberapa macam persekutuan dagang.
3. Tentang bursa, makelar.
4. Tentang komisioner, ekspeditur, dan pengangkutan melalui sungai dan
perairan di darat.
5. Surat wesel.
6. Tentang cheque, promes, kuitansi bawa (aan toonder).
7. Tentang hak reklame atau tuntutan kembali suatu kepailitan.

6
8. Tentang asuransi seumumnya.
9. Tentang asuransi kebakaran, asuransi pertanian, dan jiwa. (pembahasan
lebih lanjut dalam subbab KUHD tersendiri).

Buku kedua, tentang hak dan kewajiban yang timbul dari pelayaran, yaitu:

1. Kapal laut dan muatannya.


2. Orang yang menyewakan kapal dan tempat sewaan kapal.
3. Kapten, anak buah kapal dan penumpang kapal.
4. Perjanjian buruh kapal.
5. Pemuatan kapal.
6. Tubrukan.
7. Kecelakaan kapal, kandas, barang-barang yang terdampar ombak.
8. Asuransi bahaya pengangkutan di darat.
9. Kapal-kapal dan perahu-perahu dalam perairan di darat.
10. Asuransi bahaya kapal.
11. Kecelakaan.
12. Hapusnya perjanjian dalam perdagangan.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS)/BW

Kitab Undang-Undang Hukum Sipil/ BW terbagi menjadi empat bagian yaitu sebagai
berikut.

1) Hukum perorangan (personenrecht).


2) Hukum kebendaan (zakenrecht).
3) Hukum perikatan (verbintenissenrecht).
4) Pembuktian dan daluwarsa.

Di dalam hukum perikatan, masalah perdagangan atau perniagaan diatur lebih


rinci.Hukum perikatan adalah hukum yang mengatur akibat hukum, yakni suatu
hubungan hukum, yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua pihak
yang masing- masing berdiri sendiri (zelfstandige rechtssubjecten).

1. Sumber hukum tidak tertulis

7
Sumber dari hukum dagang atau hukum perdata di luar KUHD dan KUHS, yaitu
:
a) Kebiasaan, berdasarkan Pasal 1339 dan 1347 BW yang
berbunyi: Untuk apa yang sudah menjadi kebiasaan
(asumsi) dan hal yang sudah lazimnya harus dianggap
sebagai termasuk juga dalam suatu perjanjian.
b) Peraturan kepailitan (S. 1905-No. 217).
c) Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 6 Tahun 1982 – LN.
1982 No.15).
d) Peraturan Oktroi (S. 1911 –No. 136, S. 1922- No. 25).
e) Peraturan tentang pabrik dan merk dagang (S.1912 No.
545).
f) Peraturan tentang pertanggungan hasil bumi
(oogstverband) (S. 1886- No. 57).
g) Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi.
h) Ordonansi balik nama (Staatsblad 1834- No. 27).

2. Hukum Tertulis yang belum dikodifikasikan

Yakni peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur hal-


hal yang berhubungan dengan perdagangan.
Peraturan-peraturan lain di luar kodifikasi
a) Staatsblad 1927-262, mengenai pengangkutan dengan kereta
api (Bepalingen Vervoer Spoorwagen).
b) Staatsblad 1939-100 jo. 101, mengenai pengangkutan dengan
kapal terbang di pedalaman dan perubahan-perubahan serta
tambahan selanjutnya.
c) Staatsblad 1941- 101, mengenai perusahaan pertanggungan
jiwa.
d) Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1948 tentang Damri.
e) Undang-Undang No. 4 Tahun 1959 tentang Pos.
f) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1959, tentang Pos
Internasional.

8
3. Yurisprudensi

Putusan hakim terdahulu yang berkaitan dengan bisnis/perniagaan, tetapi hal ini
merupakan yang tidak memiliki kekuatan yang mengikat.

4. Perjanjian-perjanjian internasional/ Traktat

Missal: GATT, WTO, TRIPs, dsb.

5. Doktrin

Merupakan sumber hukum yang berasal dari ajaran maupun pendapat para ahli hukum,
namun tidak memiliki kekuatan mengikat. Contoh: tentang status firma. 4

C. Sejarah Hukum Dagang

Berlandaskan pada asas konkordansi tentu sejarah hukum dagang di Indonesia ini
berkaitan dengan Romawi, Prancis, dan Neitherlands. Perkembangan hukum dagang
sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan di Eropa, sekitar pada tahun 1000-1500
terutama pada Negara dan kota-kota eropa pada saat itu di itali dan prancis selatan telah
lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, ngansaat) hukum romawi itu tidak
dapat menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagan di kota-kota tersebut, maka
dibuatlah hukum baru yang berdiri sendiri pada abad yang ke-16 dan ke-17.5

Hukum yang baru ini berlaku bagi golongan pedagang yang disebut dengan
hukum pedagang ( koopmansrecht) kemudian pada abad ke-16 dan ke-17 sebagian besar
kota diprancis mengadakan pengadilan-pengadilan yang istimewa khusus menyelesaikan
perkara-perkara dibidang perdagangan, Namun saat itu hukum ini belum merupakan
unifikasi . oleh karena itu, pada abad ke-17 diadakanlah kodifikasi dalam hukum dagang
yang di prancis. Menteri keuangan dari raja loulis XIV (1643-1715) yaitu Colber
membuat suatu peraturan yaitu ordonnance du commerce (1673).

Diatur pula tentang hukum laut pada tahun 1681 ordonnace de la marine. Pada
1807 di prancis dibawah kaisar napoleon dibuat dua kitab undang-undang yaitu kitab
undang-undang hukum perdata prancis ( code civilis des vernacais) dan kitab undang-

4 Man Suparman s, lastuti abu bakar, ka rtikasari, hukum dagang hal 4


5 Op.cit.,hal 1

9
undang hukum dagang prancis ( code du commer).Disamping itu disusun pula kitab-
kitab lainnya yakni:

1. Code civil adalah yang mengatur hukum civil atau hukum perdata
2. Code penal ialah yang menentukan hukum pidana

Kedua buku itu dibawa dan berlaku di negri Belanda, dan akhirnya dibawa ke
Indonesia. Pada tanggal 1 januari 1809, code de Commerece(hukum dagang) berlaku di
negri Belanda yang pada waktu itu menjadi jajahannya

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dibagi dalam dua buku, yaitu; buku
pertama tentang dagang pada umumnya, dan buku kedua tentang hak-

dan kewajiban yang terbit dari pelayaran. Jika dicermati secara seksama,dalam
KUHD tidak ada definisi apa yang dimaksud dengan hukum dagang.

Setelah mereka kembali pada 1 Oktober 1938, Belanda berhasil mengubah Code
De Commerce menjadi Wetbook Van koophandel(WvK). Pada tahun1847 berlaku pula
di Indonesia atas dasar concordantie( persamaan) yang disebutKUHD .

Pada waktu itu, Wvk hanya berlaku hanya bagi orang Tionghoa dan orang asing
lainnya, sedangkan bagsa Indonesia tetap tunduk kepada hukum adat, kecuali atas
kehendak sendiri mereka tunduk pada Wvk..

Pada mulanya WvK terdiri atas tiga buku, kemudian menjadi dua buku setelah
peraturan kepailitan( pailisimen) tidak lagi diatur dalam WvK, tetapi diatur sendiri dalam
peraturan pemerintah tahun 1905 dan berlaku pada tanggal 1 november 1906.

Sejak peraturan baru itu diakan, tidak hanya seorang pedagang yang dapat
dijatuhkan pailit tetapi setiap orang.Sebelum tahun 1938, hukum dagang hanya mengikat
pedagang saja, dan pedangangsajalah yang dapt melakukan perbuatan dagang. Misalnya
menandatangi aksep wesel, atau mengadakan pailit. Namun, sejak tahun 1938
perusahaan dapat melakukan perbuatan dagang.dengan demikian, artinya menjadi lebih
luas maka Wvk berlaku bagi setiap pengusaha.

Dasar Berlakunya BW dan WvK:

Setelah Indonesia merdeka agustus 1945 melalui pasal I Aturan Peralihan


UUD’45 yang berbunyi : segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini, inilah landasan mengapa
BW dan WvK berlaku di Indonesia bahkan hingga sekarang.

10
D. Hubungan Antara Hukum Dagang Dengan KUHPer

Prof. Subekti, S. H. berpendapat bahwa terdapatnya KUHD di samping KUH


Perdata sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya Hukum
Dagang tidaklah lain daripada Hukum Perdata, dan perkataan “dagang” bukanlah suatu
pengertian hukum, melainkan suatu pengertian perekonomian. 6

Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUH Per dan
KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang
menjadi sumber terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum terkenal peraturan-
peraturan sebagai yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antarnegara
baru mulai berkembang dalam abad pertengahan.

Di Netherlands sekarang ini sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan


pemisahan Hukum Perdata dalam dua kitab undang-undang itu (bertujuan
mempersatukan Hukum Perdata dan Hukum Dagang dalam suatu kitab undang-undang
saja).

Pada beberapa negara lainnya, misalnya Amerika Serikat dan Swiss, tidaklah
terdapat suatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang terpisah dari KUH Per.
Dahulu memang peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan hanya
berlaku bagi orang-orang pedagang saja, misalnya hanyalah orang pedagang
diperbolehkan membuat surat wesel dan hanyalah orang pedagang dapat dinyatakan
pailit.

Akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga orang bukan
pedagang sebagaimana juga KUH Per berlaku bagi setiap orang termasuk juga seorang
pedagang. Malahan dapat dikatakan bahwa sumber yang terpenting dari Hukum Dagang
ialah KUH Per. Hal ini memang dinyatakan dalam Pasal 1 KUHD, yang berbunyi:
“KUH Per dapat juga berlaku dalam hal-hal yang diatur dalam KUHD sekadar KUHD
itu tidak khusus menyimpang dari KUH Per”.

Hal ini berarti bahwa untuk hal-hal yang diatur dalam KUHD sepanjang tidak
terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan
dalam KUH Per. Menurut Prof. Subekti, dengan demikian sudahlah diakui bahwa
kedudukan KUHD terhadap KUH Per adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum

6 Ibid., hal 30

11
umum. Dengan perkataan lain menurut Prof. Sudiman Kartohadiprojo, KUHD
merupakan suatu lex specialis terhadap KUH Per sebagai lex generalis, maka sebagai lex
specialis kalau andaikata dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai hal yang dapat
aturan pula dalam KUH Per, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku. Adapun
pendapat sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini antara lain sebagai
berikut:

a) Van Kan beranggapan bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum
Perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUH Per
memuat Hukum Perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat
penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit itu.
b) Van Apeldoorn menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari
lapangan hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUH Per.
c) Sukardono menyatakan, bahwa Pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara
Hukum Perdata Umum dengan Hukum Dagang … sekedar KUHD itu tidak
khusus menyimpang dari KUH Per”.
d) Tirtaamidjaja menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil
yang istimewa.

Dalam hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata ini dapat pula kita
bandingkan dengan sistem hukum yang bersangkutan di negara Swiss.Seperti juga di
tanah air kita, di negara Swiss juga berlaku dua buah kodifikasi, yang kedua-duanya
mengatur bersama hukum perdata.

Hubungan Hukum Dagang Dan Hukum Ekonomi

1. Kegiatan dagang dan kegiatan perusahaan merupakan kegiatan ekonomi

2. Hukum dagang mengatur kegiatan privat sampai dengan hukum ekonomi lahir akibat
turut campurnya pemerintah dalam masalah perdagangan.

Inti hubungan KUHD dan KUH per:

a) Sumber terpenting dari hukum dagang adalah BW, dan hal ini dapat dilihat dari
pasal 1 KUHD yang menerangkan :

“untuk hal-hal yang diatur dalam WvK sepanjang tidak ada peraturan khusus yang
berlainan, juga berlaku peraturan-peaturan dalam BW”

12
→ diakui sebagi hubungan hukum khususnya hukum umum (lex special derogat legi
generalis).

Maksud asas tersebut :

1. Bilamana KUHD (WvK) tidak mengatur, maka KUHPdt (BW) bisa diberlakukan.

2. Bilamana KUHD dan KUHPdt sama-sama tidak mengatur maka yang berlaku
KUHPdt.

→ ketentuan umum mengesampingkan ketentuan khusus.7

E. Kesimpulan

Dari pembahasan makalah diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hukum
dagang terdapat peraturan-peraturan yang mengatur jelasnya suatu aktivitas
dagang yang tertulis dalam KUHD dan pelaku-pelaku dalam usaha dagang
masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang dimana harus dilaksanakan
demi kelancaran dalam berdagang. Hukum dagang adalah aturan-aturan atau
batasan-batasan mengenai hak dan kewajiban dalam lingkungan sosial yang
bersifat memaksa.nInti dari hukum dagang ini :

1. Pedagang
2. Perbuatan dagang
3. Perikatan dagang

Sumber-sumber Hukum Dagang

1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan


2. Hukum Tertulis yang belum dikodifikasikan
3. Yurisprudensi
4. Perjanjian-perjanjian internasional/ Traktat
5. Doktrin

7 Op.cit. hal. 92

13
DAFTAR PUSTAKA

Soekardono.1963. Hukum Dagang Indonesia. Djakarta: Soeroengan.

Asikin, Zainal. 2014. Hukum Dagang. Depok: PT Raja Grafindo Persada.

Kansil, CST. 2013. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Bandung: PT


Refika Aditama.

Suparman, Man. 2014. HUkum Dagang. Bandung: PT Refika Aditama.

14
BAB II

SUBJEK ATAU PELAKU DALAM HUKUM DAGANG DAN PERANTARA


DALAM DUNIA PERUSAHAAN

Oleh :

Dian Oktavia, Dara Fitryalita, Dian Bahtiar, Choirunisa

A. Pengertian Subjek Hukum

Subjek hukum merupakan pihak yang memiliki kewenangan terhadap segala hak
dan kewajiban yang diberikan oleh hukum untuk melakukan perbuatan hukum, baik di
dalam pengadilan maupun dalam pergaulan hukum di masyarakat. Di dalam pergaulan
hukum dikenal dua (2) subjek hukum, yaitu manusia dan badan hukum.8

Subjek hukum merupakan terjemahan dari kata rechtsubject (Bahasa Belanda),


persona moralis (Bahasa Latin) dan dari kata law of subject atau legal persons (Bahasa
Inggris) yang diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban, yaitu manusia dan badan
hukum.9 Subjek hukum juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang memiliki hak
dan kewajiban dalam lalu lintas hukum yang meliputi manusia (naturlijke persoon) dan
badan hukum (rechtpersoon).10

Abdulkadir Muhammad menjelaskan bahwa subjek hukum adalah orang, yaitu


pendukung hak dan kewajiban. Orang dalam pengertian hukum dapat terdiri dari
manusia pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi adalah subjek hukum dalam arti
biologis sebagai makhluk sosial, sedangkan badan hukum adalah subjek hukum dalam
arti yuridis sebagai gejala dalam kehidupan bermasyarakat yang merupakan badan
ciptaan manusia berdasarkan hukum, memiliki hak dan kewajiban seperti manusia
pribadi.

Para ahli hukum pada umumnya memiliki pandangan yang sama bahwa subjek
hukum merupakan segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk

8
Dijan Widijowati, Hukum Dagang, (Purwakarta : Andi, 2012) hlm. 13
9 Ibid
10 Ibid

15
bertindak dalam hukum. Subjek hukum juga dapat diartikan sebagai orang yang
memiliki hak dan kewajibanyang mengakibatkan kewenangan hukum sebagai berikut:

1. Kewenangan untuk memiliki hak (rechtsbevoegdheid).


2. Kewenangan untuk melakukan atau menjalankan perbuatan hukum dan
faktor-faktor yang memengaruhinya.

Secara yuridis, subjek hukum dalam bidang ilmu hukum perdata secara umum
dapat dibagi menjadi dua jenis subjek hukum, yaitu manusia (naturlife persoon) dan
badan hukum (recht persoon) yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Manusia (natuurlife persoon), dalam arti manusia dalam arti biologis sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan kewenangan secara mandiri dalam
melakukan perbuatan hukum.
Berdasarkan hukum yang berlaku, setiap manusia dianggap sebagai subjek
hukum secara kodrati sejak manusia dilahirkan hingga manusia meninggal
dunia, meskipun terdapat beberapa manusia sebagai subjek hukum yang
“tidak cakap hukum” sehingga manusia yang dianggap oleh hukum “tidak
cakap hukum” harus dengan perwakilan dalam melakukan perbuatan hukum.
2. Badan hukum (recht persoon) dalam arti suatu badan yang terdiri dari
kumpulan orang yang diberi status “persoon” oleh hukum sehingga memiliki
hak dan kewajiban.
Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak
manusia, meskipun badan hukum memiliki perbedaan yang mendasar
dibandingkan dengan subjek hukum manusia, seperti badan hukum tidak
dapat melakukan perkawinan, badan hukum tidak dapat diberikan sanksi
penjara, dan badan hukum dapat dibubarkan.

Perlu diketahui bahwa dalam hukum perdagangan internasional, subjek hukum


manusia (naturlife persoon) dan badan hukum (recht persoon) mengalami perkembangan
dimensi yang menurut pandangan para ahli hukum dan berdasarkan hukum perdagangan
internasional secara umum dapat digolongkan menjadi manusia, perusahaan, organisasi
internasional (bidang perdagangan internasional), dan negara.

16
B. Perusahaan dan Badan Usaha Sebagai Subjek Hukum Dagang

Dalam hukum dagang, yang menjadi pihak atau subjek yang melakukan kegiatan
perdagangan disebut sebagai “perusahaan” yang terdiri dari perseorangan (manusia) dan
badan usaha, baik badan usaha dengan status badan hukum maupun badan usaha dengan
status bukan badan hukum.
Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap
dan terus-menerus dengan tujuan memeroleh keuntungan atau laba, baik yang
diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum. Perusahaan juga dapat diartikan sebagai badan yang
menjalankan usaha, baik kegiatan usaha yang dilakukan oleh perseorangan maupun
kegiatan usaha yang dilakukan oleh badan usaha.
Molengraaf menjelaskan bahwa perusahaan merupakan keseluruhan perbuatan
yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar untuk memeroleh penghasilan
dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian
perdagangan.
Menteri Kehakiman Belanda menjelaskan bahwa perusahaan merupakan tindakan
ekonomi yang dilakukan secara terus-menerus, tidak terputus-putus, dan terang-terangan
untuk memeroleh laba rugi bagi dirinya sendiri. Hal ini selaras dengan pandangan
Molengraaf yang menjelaskan bahwa perusahaan harus memiliki unsur-unsur terus-
menerus atau tidak terputus-putus, secara terang-terangan karena berhubungan dengan
pihak ketiga, kualitas tertentu karena dalam lapangan perniagaan, menyerahkan barang-
barang, mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan dan harus bermaksud memeroleh
laba.
Berdasarkan Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang
Wajib Daftar Perusahaan, perusahaan diartikan sebagai “setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja
serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memeroleh
keuntungan dan atau laba”. “Bentuk usaha” yang dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan adalah organisasi perusahaan
atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis usaha yang diatur dan
diakui oleh undang-undang, baik bersifat perseorangan, persekutuan, atau badan hukum.

17
Kata “usaha” itu sendiri diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan sesuatu
guna mencapai tujuan yang diinginkan melalui suatu proses yang teratur dengan unsur-
unsur sebagai berikut.
1. Menjalankan usaha secara terus-menerus (ada kontinuitas).
2. Menjalankan usaha secara terang-terangan (dalam arti legal).
3. Memiliki tujuan utama untuk mencari keuntungan.
4. Memiliki sistem pembukuan dan membuat pembukuan.
5. Memiliki objek usaha.
6. Melakukan kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan kepentingan
umum dan undang-undang.
Menjalankan perusahaan berbeda dengan menjalankan pekerjaan karena
Dalam menjalankan pekerjaan tidak ditujukan untuk mencari laba dan dalam
menjalankan pekerjaan tidak dibebankan kewajiban untuk melakukan pembukuan.
Berdasarkan pengertian perusahaan yang telah dijelaskan, perusahaan memiliki
unsur-unsur pembentuk, diantaranya:
1. Kegiatan dilakukan secara terus-menerus.
2. Kegiatan dilakukan secara terang-terangan.
3. Kegiatan memiliki kualitas atau kedudukan tertentu.
4. Kegiatan ditujukan untuk mencari laba.
Salah satu contoh perusahaan ialah pedagang perantara. Pedagang perantara
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang hanyalah makelar dan komisioner, tetapi
di luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditemukan pedagang perantara dalam
bentuk pedagang keliling, pemegang prokurasi, pemegang afiliasi, agen, dan distributor,
yang lebih rinci yakni:
1. Makelar, dalam arti seorang pedagang perantara yang diangkat oleh pejabat
berwenang, yang menjalankan perusahaan dengan mendapatkan upah atau
provisi dan bertindak atas nama pemberi amanat atau prinsipal, seperti yang
tercantum dalam Pasal 62 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sehingga
akibat hukum yang ditimbulkan, yaitu:
a. Diantara prinsipal dan pihak ketiga (bukan makelar) dapat saling
menuntut untuk saling memenuhi prestasi karena terjadi kesepakatan
langsung, begitu juga diantara prinsipal dan makelar.

18
b. Apabila makelar tidak diangkat oleh pejabat yang berwenang, maka yang
berlaku hanya ketentuan pemberian kuasa, seperti yang tercantum dalam
pasal 1792 KUH Perdata.
2. Komisioner, dalam arti orang yang menjalankan perusahaan dengan
mendapatkan provisi dan bertindak atas nama dirinya sendiri untuk
menjalankan amanat orang lain seperti yang tercantum dalam pasal 76
KUHD sehingga komisioner memiliki akibat hukum:
a. Diantara prinsipal atau komiten dan pihak ketiga (bukan komisioner)
tidak dapat saling menuntut dalam pemenuhan prestasi karena tidak
terjadi kesepakatan langsung (Pasal 1340 KUH Perdata) tetapi diantara
prinsipal dan komisioner dapat saling menuntut prestasi.
b. Apabila komisioner bertindak atas nama prinsipal, maka hubungan
hukum yang terjadi merupakan hubungan pemberian kuasa, seperti yang
tercantum dalam pasal 79 KUHD.
3. Pengurus filial (afiliasi), dalam arti pemegang kuasa yang mewakili
pengusaha menjalankan perusahaan dengan mengelola satu cabang
perusahaan yang meliputi daerah tertentu yang berfungsi untuk memimpin
cabang yang mewakili pengusaha mengelola cabang perusahaan seperti yang
tercantum dalam Pasal 1792 dan Pasal 1601 KUH Perdata.
4. Agen perusahaan, dalam arti orang yang mewakili pengusaha untuk
mengadakan dan melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama
pengusaha serta memiliki hubungan tetap dan koordinatif dengan pengusaha.
5. Distributor, dalam arti orang yang mewakili pengusaha untuk mengadakan
dan melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama dirinya serta
memiliki hubungan tetap dan koordinatif dengan pengusaha. Distributor
memiliki persamaan degan komisioner, sedangkan agen memiliki persamaan
dengan makelar
6. Pemegang kopurasi, dalam arti pemegang kuasa dan pengusaha untuk
mengelola sebagian besar bidang tertentu dari perusahaan yang berfungsi
untuk mengelola bagian besar atau bagian tertentu dari perusahaan sehingga
memiliki hubungan ketenagakerjaan yang bersifat subkoordinatif dengan
perusahaan seperti yang tercantum dalam Pasal 1792 dan Pasal 1601 KUH
Perdata.

19
7. Pedagang keliling, dalam arti pembantu pengusaha yang bekerja keliling di
luar toko atau kantor untuk memajukan perusahaan dengan mempromosikan
barang dagangan atau membuat perjanjian antara pengusaha dan pihak ketiga
(calon pelanggan) yang berfungsi untuk mewakili pengusaha memajukan
perusahaan dengan kerja keliling di luar toko atau kantor sehingga memiliki
hubunganhukum ketenagakerjaan yang bersifat subkoordinatif seperti dalam
Pasal 1792 KUH Perdata.
Khusus untuk perusahaan yang dijalankan oleh lebih dari satu orang
perkumpulan yang disebut sebagai badan usaha, maka secara khusus badan usaha
diartikan sebagai organisasi usaha yang didirikan oleh lebih dari satu individu
melaksanakan tujuan usaha untuk meraih keuntungan. Badan usaha juga diartikan
sebagai kumpulan yang terdiri dari beberapa orang dan memiliki unsur-unsur khusus
yang selalu melekat pada badan usaha, baik badan usaha dengan status badan hukum
maupun status badan bukan hukum. Unsur-unsur badan usaha yang dimaksud dijelaskan
sebagai berikut:
1. Badan usaha memiliki unsur kepentingan bersama.
2. Badan usaha memiliki unsur kehendak bersama.
3. Badan usaha memiliki unsur tujuan.
4. Badan usaha memiliki unsur kerja sama yang jelas.
Badan usaha merupakan perusahaan yang didirikan dua orang atau lebih dengan
penyatuan modal untuk mencapai tujuan tertentu yang memiliki unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Badan usaha memiliki kepentingan yang sama diantara pendiri
perusahaan.
2. Badan usaha memiliki kehendak yang sama diantara pendiri
perusahaan.
3. Badan usaha memiliki tujuan yang sama diantara pendiri perusahaan.
Keberadaan badan usaha di Indonesia digolongkan menjadi dua jenis, yaitu badan
usaha dengan status badan hukum dan badan usaha dengan status bukan badan hukum.
Penggolongan badan usaha didasarkan atas bentuk tanggung jawab yang melekat pada
pendiri perusahaan dan para pengurus perusahaan.
Badan usaha dengan status bukan badan hukum memiliki tanggung jawab yang
tidak terbatas terhadap harta kekayaan pribadi para pendiri badan usaha dan pengurus
badan usaha sehingga harta kekayaan pribadi sebagai harta kekayaan di luar badan usaha

20
dibebankan segala bentuk tagihan utang piutang yang sebenarnya ditujukan kepada
badan usaha.
Badan usaha dengan status badan hukum memiliki tanggung jawab yang terbatas
terhadap harta kekayaan pribadi para pendiri badan usaha atau para pengurus badan
usaha sehingga harta kekayaan yang dibebankan atas utang piutang badan usaha hanya
terbatas pada harta kekayaan yang dimiliki oleh badan usaha dan tidak dapat
membebankan kepada harta kekayaan pribadi para pendiri badan usaha atau pengurus
badan usaha.
Beberapa bentuk badan usaha dalam pandangan hukum dagang yang berlaku di
Indonesia adalah:
1. Badan usaha dengan status bukan badan hukum meliputi prusahaan dagang,
persekutuan perdata, persekutuan firma, dan persekutuan komanditer.
2. Badan usaha dengan status badan hukum meliputi perseroan terbatas,
yayasan, dan koperasi.
Keberadaan badan usaha persekutuan perdata, persekutuan firma, dan
persekutuan komanditer didasarkan pada ketentuan dalam KUHD dan KUH Perdata,
keberadaan badan usaha dalam bentuk perseroan terbatas didasarkan atas ketentuan yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
keberadaan badan usaha dalam bentuk yayasan tercantum dalam Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2001 Jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan dan
keberadaan badan usaha dalam bentuk koperasi didasarkan atas ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang perkoperasian.
Dalam hukum dagang, setiap perusahaan memiliki kewajiban melakukan
pencatatan kekayaan dan harta benda dari perusahaan yang tiap enam bulan harus
membuat neraca keuangan. Setiap perusahaan harus menyimpan semua pembukuan
untuk jangka waktu selama tiga puluh tahun berikut surat-surat tembusan serta catatan
selama sepuluh tahun sehingga dengan adanya pembukuan seseorang pengusaha
mempunyai bukti terhadap peristiwa hukum dan hakim memiliki hak menggunakan buku
itu sebagai bukti untuk kepentingan manapun.
Pasal 6 hingga Pasal 12 KUHD telah mengatur mengenai pembukuan dalam
kegiatan perdagangan yang memiliki fungsi pembukuan sebagai berikut.
1. Fungsi yuridis, yaitu pembukuan dapat dijadikan sebagai alat bukti
pengadilan.

21
2. Fungsi ekonomis, yaitu pembukuan dapat digunakan untuk mengetahui laba
atau rugi perusahaan.
3. Fungsi administrasi, yaitu pembukuan dapat digunakan untuk memperlancar
proses administrasi perusahaan.
4. Fungsi fiskal, yaitu pembukuan dapat dijadikan dasar acuan bagi pengenaan
pajak.
Pembukuan perusahaan dalam hukum dagang merupakan hal yang sangat penting
karena pembukuan perusahaan dapat dijadikan sebagai pencatat kekayaan, kewajiban,
modal, dan segala sesuatu menyangkut laporan keuangan perusahaan. Selain itu,
pembukuan perusahaan juga dapatmemberikan informasi yang jelas kepada perusahaan
dalam mengetahui neraca laba rugi, tingkat ketercapaian maupun dalam mengetahui
kebijakan yang akan atau telah diambil, mempermudah urusan tertib administrasi
perusahaan serta pembukuan perusahaan dapat dijadikan sebagai dasar pemenuhan
kewajiban dalam pembayaran pajak pada negara.
Perlu diketahui bahwa dokumen perusahaan adalah data, catatan, atau keterangan
yang dibuat oleh perusahaan atau diterima perusahaan, baik yang tertulis maupun
terekam dalam bentuk apa pun, yang terdiri dari neraca laporan, laporan laba rugi,
laporan perubahan modal dan laporan harga pokok produksi dan laporan itu sendiri,
dapat diartikan sebagai:
1. Neraca merupakan daftar yang berisikan semua harta kekayaan, utang-utang,
dan saldo.
2. Laporan perubahan modal adalah ikhtisar perubahan modal yang terjadi
selama periode satu tahun.

C. Badan Hukum Sebagai Subjek Hukum Dagang

1. Pengertian badan hukum (legal persons)


Secara bahasa badan hukum dapat diartilan dalam kamus istilah hukum adalah badan
atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai orang untuk menjalankan hak dan
kewajiban. Sehingga keberadaan badan hukum pada hakikatnya sama dengan manusia
yang kedudukannya menjadi subyek hukum.

22
Dalam arti lain badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang
diberi status “persoon” oleh hukum sehingga memiliki hak dan kewajiban11 .
Secara istilah badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan (arah
yang ingin dicapai) tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban12 . Hal ini selaras
dengan pandangan Sri Soedewi Masjchoen yang menjelaskan bahwa badan hukum
adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu
badan yang berwujud himpunan dan badan yang memiliki harta kekayaan sendiri untuk
tujuan tertentu13 .
Lebih lanjut, badan hukum menurut pandangan para ahli hukum lainnya dapat diartikan
sebagai berikut.
a) Menurut Von Savigny, C.W. Opzoomer, A.N. Houwing dan Langemeyer,
Pengertian Badan Hukum adalah buatan hukum yang diciptakan sebagai bayangan
manusia yang ditetapkan oleh hukum negara.

b) Menurut Holder dan Binder, Pengertian Badan Hukum adalah badan yang
mempunyai harta terpisah dan dimiliki oleh pengurus harta tersebut karena jabatannya
sebagai pengurus harta.

c) Menurut A. Brinz dan F.J. Van der Heyden, Pengertian Badan Hukum ialah
badan yang mempunyai hak atas kekayaan tertentu yang tidak dimiliki oleh subjek
manusia mana pun yang dibentuk untuk tujuan melayani kepentingan tertentu. Adanya
tujuan

d) tersebut yang menentukan bahwa harta kekayaan dimaksud sah untuk


diorganisasikan menjadi badan hukum.

e) Menurut Otto Von Gierke, Pengertian Badan Hukum adalah eksistensi realitas
mereka dari konstruksi yuridis seolah-olah sebagai manusia yang sesungguhnya dalam
lalu lintas hukum, yang juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk
melalui alat-alat kelengkapannya yaitu pengurus dan anggotanya. Apa yang mereka
putuskan dianggap sebagai kemauan badan hukum itu sendiri.

11 DR. Rr. Dijan Wwidijowati, SH. M.H. hukum dagang(purwakarta: ANDI, 2012) hal 14.
12 Salim HS, pengantar hukum perdata tertulis (BW) (cetakan ke -5), sinar grafika, Jakarta, 2008, hal.26
13 Ibid.

23
f) Pengertian Badan Hukum menurut Molengraf pada hakikatnya merupakan hak
dan kewajiban dari para anggotanya secara bersama-sama, di dalamnya terdapat harta
kekayaan bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi
pemilik sebagai pribadi untuk masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak
dapat dibagi-bagi itu, tetapi juga sebagi pemilik bersama untuk keseluruhan harta
kekayaan, sehingga setiap pribadi anggota merupakan pemilik harta kekayaan yang
terorganisasikan dalam badan hukum tersebut.

g) Menurut Chidir Ali, badan hukum dapat diartikan berdasarkan dua (2)
pandangan, yaitu berdasarkan pandangan teori hukum dan berdasarkan pandangan
persoalan hukum positif yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut14 .

1. Berdasarkan teori hukum, badan hukum dapat diartikan sebagai subjek hukum
yang merupakan segala sesuatu berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat itu oleh
hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2. Berdasarkan hukum positif, badan hukum dapat diartikan sebagi siapa saja yang
oleh hukum positif diakui sebagi badan hukum.
3. Dapat disimpulkan bahwa badan hukum merupakan sekumpulan orang atau
badan –badan yang mendirikan suatu struktur keorganisasian dengan hak dan kewajiban
hukum yang terpisah antara orang-orang atau badan-badan yang mendirikan dan
menjalankan organisiasi tersebut.
4. Sebuah badan, perkumpulan, atau suatu perikatan hukum dapat dikatakan sebagai
badan hukum, apabila memiliki persyaratan-persyaratan sebagai badan hukum, seperti
memiliki organisasi yang merupakan satu-kesatuan tersendiri, memiliki kepribadian
sebagai badan hukum, memiliki tujuan tersendiri, dan memiliki harta kekayaan sendiri.
Persyaratan-persyaratan badan, perkumpulan, atau suatu perikatan hukum supaya dapat
diartikan sebagai badan hukum lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Memiliki harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subjek hukum yang lain.
b. Memiliki tujuan ideal tertentu yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
c. Memiliki kepentingan sendiri dalam lalu-lintas hukum.

14 Chidir Ali, Op. Cit, hal 18.

24
d. Memiliki organisasi kepengurusan yang besifat teratur berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan peraturan internalnya sendiri.
e. Terdafatar sebagai badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

H.M.N purwosutipjo menjelaskan bahwa suatu badan dapat dikategorikan sebagai badan
hukum, apabila memenuhi persyaratan material dan persyaratan formal sebagai berikut:
1. Persyaratan material badan hukum yang meliputi:
a. adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan
kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan itu.
b. adanya kepentingan yang menjadi tujuan bersama.
c. adanya beberapa orang sebagai pengurus badan hukum.

2. Persyaratan formal badan hukum yang meliputi pengakuan dari negara yang mengakui
suatu badan sebagai badan hukum.
Adapun teori-teori tentang badan hukum yang dikembangkan oleh para ahli
hukum dimaksud, dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Teori fiksi, dalam arti teori yang menjelaskan, badan hukum hanya merupakan
bentukan negara sehingga keberadaan badan hukum hanya fiksi sebagai sesuatu yang
sesungguhnya tidak ada, tetapi orang yang menghidupkannya dalam banyangan sebagai
subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia. 15
2. Teori kekayaan bertujuan, dalam arti teori menjelaskan bahwa hanya manusia
yang dapat menjadi subjek hukum, tetapi ada kekayaan (vermogen) yang bukan
merupakan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan yang terikat pada tujuan tertentu yang
disebut sebagai badan hukum, sehingga yang terpentinng dalam teori ini ialah kekayaan
yang diurus dengan tujuan tertentu dan bukan siapakah badan hukum itu.
3. Teori organ, dalam arti teori yang menjelaskan bahwa badan hukum itu seperti
manusia sebagai penjelmaan yang nyata dalam pergaulan hukum. Badan hukum
membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan seperti
para pengurus sebagaimana manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan
perantaraan mulutnya atau dengan perantaraan tangannya, apabila khendak itu ditulis di

15 Teori ini dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny pada sekitar tahun 1779 -1861

25
atas kertas sehingga setiap keputusan pengurus/organ merupakan kehendak dari badan
hukum.
4. Teori kekayaan bersama, dalam arti teori yang menjelaskan bahwa pada
hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum hak dan kewajiban para anggota bersama
sehingga kekayaan badan hukum merupakan milik bersama seluruh anggota. Oleh
karena itu, badan hukum hanya merupakan suatu konstruksi yuridis yang abstrak.
Teori kekayaan bersama menjelaskan bahwa pihak yang dapat menjadi subjek
badan hukum, yaitu:
a. Setiap orang yang secara nyata ada dibelakang badan hukum .
b. Setiap anggota badan hukum.
c. Setiap pihak yang mendapatkan keuntungan dari suatu badan hukum.
5. Teori kenyataan yuridis, dalam arti teori yang menjelaskan bahwa badan hukum
dipersamakan dengan manusia yang merupakan suatu realita yuridis sebagai suatu fakta
yang diciptakan oleh hukum sehingga badan hukum itu merupakan suatu realitas,
konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis.
Pada perkembangannya, suatu badan hukum terbagi berdasarkan bentuk, sifat,
dan peraturan perundang-undangan yang mendasari badan hukum yang lebih lanjut dapat
dijelaskan sebagi berikut:
1. Badan hukum berdasarkan bentuknya, ialah pembagian badan hukum
berdasarkan pendiriannya yang selanjutnya dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Badn hukum publik, dalam arti badan hukum yang didirikan dan memiliki oleh
pihak pemerintah seperti negara, lembaga pemerintahan, badan usaha milik negara/
daerah, dan bank negara.
b. Badan hukum privat, dalam arti badan hukum yang didirikan dan memiliki oleh
pihak swasta seperti perkumpulan, persekutuan, perseroan terbatas, koperasi, dan
yayasan.
2. Badan hukum berdasarkan sifat, ialah pembagian badan hukum berdasarkan
karakteristik yang melekat pada badan hukum yang selanjutnya dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Korporasi (corporatie), dalam arti badan hukum yang didirikan untuk
kepentingan bisinis atau komersial.
b. Yayasan (stichting), dalam arti badan hukum yang didirikan untuk tujuan
kemanusiaan atau sosial.

26
c. Badan hukum berdasarkan peraturan, ialah pembagian badan hukum berdasarkan
peraturan yang mengatur tentang badan hukum yang selanjutnya dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
a. Badan hukum yang diatur dalam yuridiksi hukum perdata, seperti:
1) Zedeljkelichaam (perhimpunan) sebagaimana yang diatur dalam pasal 1653
hingga 1665 buku III kitab undang-undang hukum perdata dan staatblad tahun 1870
Nomor 64.
2) Perseroan terbatas dan firma sebagaimana yang diatur berdasarkan kitab undang-
undang hukum dagang.
3) Persekutuan komanditer sebagaimana yang diatur dalam staatblad Tahun 1933
Nomor 108.
b. Badan hukum yang diatur dalam yuridiksi hukum perdata adat, seperti:
1) Maskapai Andil Indonesia (MAI) sebagaimana yang diatur dalam staatblad
Tahun 1939 nomor 569.
2) Perkumpulan indonesia sebagaimana yang diatur dalam staatblad Tahun 1939
Nomor 570.
3) Koperasi indonesia sebagiamana yang diatur dalam staatblad Tahun 1927 Nomor
1.
Bebepa badan, perkumpulan, atau persekutuan dagang telah dinyatakan secara
tegas sebagai badah hukum oleh undang-undang tentang perseroan terbatas, yayasan, dan
koperasi yang menyatakan sebagai berikut:
1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota, sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal
1 Udang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004
tentang Yayasan.
3. Koperasi adalah badan usaha yang beranggota orang-orang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan, sebagaimana

27
yang dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Koperasi.

D. Perantara dalam Dunia Perusahaan


Ketika sudah diketahui tentang hakikat pada suatu perusahaan bahwa dalam
perusahaan tidak dirintis atau dibangun oleh satu (1) orang. Akan tetapi oleh
beberapa oarang yang membangun suatu perusahaan tersebut secara bersama-
sama.
Oleh karena itu, dalam perusahaan-perusahaan membutuhkan bantuan dan
perantaraan orang-orang lain dalam melakukan pekerjaannya. Orang-orang perantara ini
dapat dibagi dalam dua golongan16 , yaitu:
1. Terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja. Dan
lazimnya juga dinamakan “handels-bedienden”. Dalam golongan ini termasuk misalnya
pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie houder dan sebagainy.
2. Terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan pekerja pada seorang
majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang “lasthebber” dalam pengertian BW.
Dalam golongan kedua ini termasuk makelar dan komissionair.
Berdasarkan kedudukan dan tanggung jawabnya serta cara membuat
persetujuannya, perantara dalam perniagaan dibedakan atas:
1. Yang membuat persetujuan sendiri, yakni mereka yang menjalankan usaha jual
beli atas nama sendiri dan untuk tanggungan orang lain. Mereka ini adalah wakil tidak
langsung, yakni komisioner.
2. Atas nama orang lain yang menyuruhnya (prinsipalnya), ia hanya
mempertemukan antara pembeli dan penjualnya. Atas transaksi itu ia menerima upahnya.
Mereka adalah wakil langsung, yakni agen, dan makelar.

a. Agen
Agen perniagaan adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan sendiri dalam
usaha menjualkan hasil perusahaan (industri) tertentu. Misalnya, perusahaan sepetu Bata
di Jakarta, menjual hasil perusahaannya di seluruh Indonesia melalui agennya.
Agen perniagaan biasanya berkedudukan di suatu tempat dimana sebuah
perusahaan mempunyai banyak relasi sehingga perlu untuk menunjuk seorang yang

16 Prof. Subekti, S.H. pokok-pokok hukum perata (Bandung: PT intermesa, 2013) hal.194.

28
setiap hari berhubungan langsung dengan para pelanggannya. Agen perniagaan
mengutamakan kepentingan perusahaan yang diwakilinya sehingga ia mewakili
perusahaan.
1) Tugas agen
a. Menjalankan perantara menjualkan hasil dari suatu perusahaan tertentu.
b. Bertindak atas nama sendiri dalam menjualkan barang tersebut.
c. Menjalankan usaha terbatas:
d. Dalam suatu daerah tertentu.
e. Untuk suatu masa tertentu.
f. Atas suatu barang hasil industri atau perusahaan tertentu saja.

Hubungan agen dengan perusahaan yang memberikan barang-barang merupakan


suatu perjanjian. Perjanjiannya harus dibuat tertulis , hubungan perjanjian kerja ini
disebut kontrak agency17 .
Isi dari kontrak agency yakni sebagai berikut:
a. Ketentuan mengenal daerah atau rayon mana ia akan menjalankan
perwakilannya.
b. Keterangan tentang waktu , untuk berapa lama ia akan menjalankan
perwakilan tersebut.
c. Ketentuan tentang kuasa, untuk menutup persetujuan apakah diberi kuasa
atau tidak.
d. Ketentuan tentang besarnya provisi yang akan diterimanya (agen).
e. Ketentuan mengenal ongkos-ongkos bila ada.

2) Pembagian Agen
a. Agen umum: perwakilan yang menjalankan usaha untuk menjual hasil suatu
perusahaan dalam daerah, wilayah, suatu negara atau lebih. Mislanya
Indonesia.
b. Agen kepala: perwakilan dari agen umum untuk menjual suatu hasil
perusahaan (industri) dalam daerah, wilayah, agen umum yang lebih kecil.
Misalnya Sulawesi.

17 Dra. Farida hasyim, M.Hum. hukum dagang (bandar lampung: sinar grafika, 2009) hal. 76.

29
c. Agen sub: sebagai wakil daeri agen kepala untuk mewakili menjualkan suatu
hasil perusahaan (industri) dalam daerah agen kepala yang lebih sempit lagi.
Misalanya Provinsi Jawa Imur, Kabupaten, atau kota madyanya saja.
d. Agen sebagai cabang: cabang dari suatu peusahaan pada suatu daerah atau
kota tertentu. Mislanya BRI di berbagai kota di seluruh Indonesia yang
pusatnya di Jakarta.

b. Makelar
Menurut pasal 62 KUHD, makelar adalah seorang pedagang-perantara yang
diangkat oleh Gubernur Jendral (Presiden) atau oleh pembesar yang telah dinyatakan
berwenang untuk hal itu. Ia menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan
pekerjaan yang diatur dalam pasal perusahaannya dengan melakukan pekerjaan yang
diatur dalam pasal 64, mendapat upah atau provisi tertentu atas amanat dan nama orang-
orang dengan siapa ia tidak mempunyai suatu hubungan yang tetap. Sebelum
diperbolehkan melakukan pekerjaannya, ia harus bersumpah di depan pengadilan negeri
di sekitar tempat tinggalanya.18
Pekerjaan makelar menurut pasal 64 adalah melakukan penjualan dan pembelian
bagi majikannya akan barang-barang dagangan dan lainnya.
Makelar disebut juga broker adalah perantara yang diangkat oleh pembesar yang
bebas. Ia harus mengangkat sumpah dahulum, maka barulah boleh menjadi makelar.
Adapun prosedur pengangkatan makelar yakni calon makelar memasukkan
permohonnya kepada pengadilan negeri, dalam suratnya telah diterangkan keinginannya
menjadi seorang makelar dalam suatu perniagaa. Dalam sumpahnya makelar berjani
akan memenuhi kewajiban dan tugasnya dengan setia serta menggunakan
pengetahuannya dengan sebaik-baiknya.19

1) Tugas pokok seorang makelar


a. Memberi perantara dalam jual beli.
b. Menyelenggarakan lelang terbuka dan lelang tertutup. Lelang terbuka
adalah penjualan kepada umum di muka pegawai yang di wajibkan
untuk itu (notaris/ juru sita). Pada lelang tertutup tawaran dilakukan
dengan rahasia. Menaksir untuk bank hipotik dan maskapai asuransi.

18 Ibid. Hal 77.


19 Ibid, hal 79.

30
c. Mengadakan monster barang-barang yang akan diperjual belikan.
d. Menyortir party-party barang yang akan di perjual belikan.
e. Memberikan keahliannya dalam hal kerusakan dan kerugian.
f. Menjadi wasit atau arbiter dalam hal perselisihan tentang kualitas.

Makelar tangan kesatu, yaitu yang biasa bekerja untuk importir dan eksportir.
Makelar yang memimpin pelelangan disebut makelar direksi. Upah makelar menurut
Undang-Undang disebut provisi, dalam praktiknya disebut coutage.

2) Kewajiban Seorang Makelar


a. Mengadakan buku catatan mengenai tindakannya sebagai makelar. Setiap
hari catatan ini disalin dalam buku hharian dengan keterangan yang jelas
tentang pihak-pihak yang mengadakan teransaksi, penyelenggaraan,
penyerahan, kualitas, jumlah dan harga, serta syarat-syarat yang dijanjikan.
(pasal 66 KUHD).
b. Siap sedia tiap saat untuk memberikan kutipan/ ikhtisar dari buku-buku itu
kepada pihak-pihak yang bersangkutan mengenai pembicaraan dan tindakan
yang dilakukan dalam hubungan dengan transaksi yang diadakan. (pasal 67
KUHD)
c. Menyimpann monster sampai barang diserahkan dan diterima.

3.) Hak-hak makelar


a. Hak menahan barang (hak retensi), selama upah, ganti ongkos belum dibayar
oleh prinsipalnya. Retensi adalah hak orang jyang disuruh untuk menahan
barang-barang pesuruh yang ada dalam tangannya, sampai segala sesuatu
dalam hubungan suruhan itu sudah tertagih.
b. Hak untuk mendapatkan upah ganti dan rugi ongkos yang dikeluarkannya.
Upah makelar disebut:
- Provisi oleh prinsipalnya.
- Kurtasi oleh makelar yang menerimanya.

31
c. Komisioner
Komisioner adalah seorang pengusaha yang atas kuasa (perintah) orang lain
(komiten) melakukan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama sendiri atau firma dengan
mendapat upah/komisi. Surat untuk perjanjian komisi disebut kontrak komisi. Jabatan
komisioner adalah jabatan bebas, artinya, siapa saja boleh menjadi komisioner,
sedangkan orang yang memesan atau yang memberi order kepala komisioner disebut
komiten/prinsipal.
Menurut pasal 76 KUHD komisioner adalah seseorang yang menyelenggarakan
perusahannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup persetujuan atas nama
firma itu sendiri, tetapi atas amanat dan tanggungan orang lain dengan menerima upah
atau provisi tertentu.
Beberapa pendapat para sarjana mengenai hubungan komiten dengan komisioner.
a. Pendapat Polak
KUHD menganggap hubungan komiten dengan komisionernya sebagai
pemberian kuasa khususs.
b. Penapat Vollmar
Perjanjian antara komisioner dengan komiten adalah suatu perjanjian pemberian
kuasa biasa.
c. Pendapat Molengraff
Hubungan komisioner dengan komitennya adalah suatu perjanian campuran
antara perjanjian pemberian kuasa dan perjanjian untuk melakukan pekerjaan
yang diatur dalam pasal 1601 KUHS.

1) Tugas Komisioner
Komisioner mempunyai tugas yang sama dengan makelar dan seorang penerima
kuasa. Perbedaannya hanya terletak dalam hal bahwa komisioner bertindak atas namanya
sendiri atau firma. Yakni ada beberapa tugas pokok komisioner, sebgai berikut:
a. Membeli dan menjualkan barang-barang untuk orang lain.
b. Mencatat semua kejadian melalui perantaraan yang diberikan nya.
c. Membuat faktur penjualan dalam hal menjual dan faktur konsinyasi dari
penjual.
d. Memikul resiko-resiko yang mungkin terjadi melalui perantaraan yang
dijalankannya.
e. Membiayai semua pengeluaran dan harga beli yang dilakukannya.

32
2) Syarat yang Perlu Dipenuhi untuk Menjadi Seorang Komisioner
a. Cukup modal dan mampu.
b. Berkedudukan yang tetap.
c. Memiliki pengetahuan dalam lapangan perdagangan dan punya pengalaman
yang cukup.
d. Memiliki hubungan dagang yang luas.
e. Supel dalam pegaulan dagang yang luas.
f. Supel dalam pergaulan dan lincah.

3) Hak-Hak Komisioner
a. Hak retensi: hak untuk menahan semua barang yang ada ditangan komisioner
dalam hal upah dan mengganti ongkos-ongkos yang belum dibayar oleh
komitennya.
b. Hak sparatis: hak mendahulukan untuk menerima piutang lebih dahulu dari
piutang lainnya, apabila komiten jatuh pailit.

4) Persamaan antara komisioner dengan makelar


a. Merupakan perantara perdagangan.
b. Memberikan perantara perdagangan untuk kepentingan orang lain.
c. Belerja mendapatkan upah dari hasil perantaraan yang diberikannya.

E. Kesimpulan

Subjek hukum merupakan pihak yang memiliki suatu kewenangan terhadap


segala hak dan kewajibannya yang di berikan oleh hukum untuk melakukan suatu
perbuatan hukum baik didalam pengadilan maupun dalam pergaulan hukum di
masyarakat. Dalam hukum dagang, terdapat tiga subjek hukum, yaitu perusahaan, badan
usaha, dan badan hukum.

Subjek hukum manusia dan badan hukum mengalami perkembangan dimensi.


Menurut perdagangan para ahli hukum dan berdasarkan hukum perdagangan
internasional secara umum dapat digolongkan menjadi manusia, perusahaan, organisasi
internasional, dan negara.

33
Perantara dalam dunia perusahaan dibagi menjadi dua golongan, yaitu terdiri dari
orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja (handels-bedienden),
seperti pelayan, pemegang buku, kasir, procuratie houder dan sebagainya dan terdiri dari
orang-orang yang tidak dapat dikatakan pekerja pada seorang majikan, tetapi dapat
dipandang sebagai seorang (lasthebber), yaitu makelar dan komisioner.
Sedangkan, berdasarkan kedudukan dan tanggung jawabnya serta cara membuat
persetujuannya, perantara dalam dunia perusahaan dibedakan menjadi dua, yaitu
perantara yang membuat persetujuan sendiri dan perantara atas nama orang lain yang
menyuruhnya (prinsipalnya). Perantara yang membuat persetujuan sendiri merupakan
mereka yang menjalankan usaha jual beli atas nama sendiri dan untuk tanggungan orang
lain, yakni komisioner (wakil tidak langsung). Sementara itu, perantara atas nama orang
lain yang menyuruhnya (prinsipalnya) hanya mempertemukan antara pembeli dan
penjualnya dan atas transaksi itu ia menerima upahnya, yakni agen, dan makelar (wakil
langsung).

34
DAFTAR PUSTAKA

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : PT. Intermasa. 1987

Muhammad, Abdulkadir.Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bhakti.


2000

Purwostjipto. Pengertian Pokok hukum Dagang Indonesia 1 : Pengetahuan Dasar


Hukum Dagang. Jakarta : Djambatan. 2007

Widijowati, Dijan. Hukum Dagang. Purwakarta : ANDI. 2012

HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (cetakan ke-5). Jakarta : Sinar
Grafika. 2008

Hasyim, Farida. Hukum Dagang. Bandar Lampung : Sinar Grafika, 2009.

35
BAB III

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA (


Persekutuan Perdata, Perusahaan Perseorangan, PT, Fa, CV, Koperasi, BUMN,
Perusahaan Kelompok )

Oleh:

Mia Henika Putri, Farhana Thahira, Fathurian Ramadhan, Haidar

A. Bentuk-Bentuk Perusahaan

Bentuk-bentuk perusahaan atau badan usaha yang dapat dijumpai di Indonesia


sekarang ini demikian beragam jumlahnya. Sebagian besar dari bentuk-bentuk badan
usaha tersebut merupakan peninggalan masa lalu, diantaranya ada yang telah diganti
dengan sebutan dalam Bahasa Indonesia, tetapi masih ada juga sebagian yang tetap
mempergunakan nama aslinya. Nama-nama yang masih terus digunakan dan belum
diubah pemakaiannya misalnya, Burgerlijk Maatschap/Maatschap, Vennootschap onder
Firma atau Firma (Fa), dan Commanditaire Vennootschap (CV). Selain itu, ada pula
yang sudah di Indonesiakan, seperti Perseroan Terbatas atau PT, yang sebenarnya berasal
dari Naamloze Vennootschap (NV). Kata “vennootschap” diartikan menjadi kata
“Perseroan”, sehingga dapat dijumpai sebutan Perseroan Firma, Perseroan Komanditer
dan Perseroan Terbatas. Bersamaan dengan itu, ada juga yang menggunakan kata
perseroan dalam arti luas, yaitu sebagai sebutan perusahaan pada umumnya. 20

a. Yang diatur dalam KUHPer/ KUHD

Pada dasarnya, sebagian besar bentuk-bentuk perusahaan yang ada bentuk


asalnya adalah Perkumpulan. Perkumpulan yang dimaksudkan adalah perkumpulan
dalam arti luas, dimana tidak mempunyai kepribadian sendiri dan mempunyai unsur-
unsur sebagai berikut.21

a. Kepentingan bersama
b. Kehendak bersama

20I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta:Kesaint Blanc, 2005), hal.1.


21R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumatoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan: Bentuk -bentuk
perusahaan yang berlaku di Indonesia, (Jakarta:Rajawali Press, 1991), Cetakan 1, hal.9

36
c. Tujuan bersama
d. Kerja sama

Keempat unsur ini ada pada tiap-tiap perkumpulan seperti Persekutuan Perdata,
Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas. Namun sudah tentu bahwa masing-masing
mempunyai unsur tambahan sebagai unsur pembeda (ciri khas) antara satu perkumpulan
dengan perkumpulan lain.

Perkumpulan dalam arti luas ini ada yang Berbadan Hukum dan ada pula yang
Tidak Berbadan Hukum. Yang Berbadan Hukum adalah:

1. Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD
2. Koperasi, diatur di dalam UU Nomor 12 tahun 1967
3. Perkumpulan saling menanggung, diatur dalam pasal 286 sampai dengan pasal
308 KUHD.
4. Maskapai Andil Indonesia (IMA)
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Sedang yang tidak Berbadan Hukum adalah:

1. Perusahaan Perseorangan, yang wujudnya berbentuk Perusahaan Dagang (PD)


atau Usaha Dagang (UD)
2. Persekutuan, yang wujudnya terdiri dari bentuk-bentuk:
a. Perdata (Maatschap), diatur dalam pasal 1618 sampai dengan pasal 1652
KUHPer (Bab kedelapan Buku ke tiga KUHPer)
b. Persekutuan Firma (Fa), diatur dalam pasal 1618 sampai dengan pasal 1652
KUHPer dan pasal 16 sampai dengan 35 KUHD.
c. Persekutuan Komanditer (CV), diatur dalam pasal 1618 sampai dengan pasal
1652 KUHPer dan pasal 19 sampai dengan 21 KUHD

b. Yang diatur di luar KUHPer/ KUHD

Bentuk Perusahaan yang tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum


Perdata maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang adalah Perusahaan
Negara, di mana pengaturannya ada pada berbagai peraturan khusus.

37
Dilihat dari dasar hukum bagi berlakunya Perusahaan Negara di Indonesia, maka
Perusahaan Negara ini dapat dibagi dalam:

1. Perusahaan Negara sebelum tahun 1960


2. Perusahaan Negara menurut Undang-undang No.9 tahun 1969
3. Perusahaan Daerah (PD) menurut Undang-undang No.5 tahun 1962
4. Perusahaan Negara menurut Undang-undang No.19 Prp. 1960

Sebelum adanya Undang-undang tentang Perusahaan Negara, pengaturan


mengenai perusahaan-perusahaan negara di Indonesia terdapat pada peraturan yang
berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan pula adanya berbagai bentuk mengenai Perusahaan
Negara ini.

a. Perusahaan Bukan Badan Hukum

1) Perusahaan Perseorangan

Perusahaan Perseorangan adalah wujud dari Perusahaan Dagang (PD)


atau Usaha Dagang (UD) yang merupakan perusahaan yang dijalankan oleh satu
orang pengusaha.22 Perusahaan Perseorangan juga dapat diartikan sebagai
perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perorangan yang
bukan berbadan hukum, dapat berbentuk perusahaan dagang, perusahaan jasa,
dan perusahaan industri.23 Perusahaan perseorangan ini modalnya dimiliki oleh
satu orang. Pengusahanya langsung bertindak sebagai pengelola yang kadangkala
dibantu oleh beberapa orang pekerja. Pekerja tersebut bukan termasuk pemilik
tetapi berstatus sebagai pembantu pengusaha dalam mengelola perusahaannya
berdasarkan perjanjian kerja atau pemberian kuasa. Perusahaan Perseorangan ini
biasa disebut dengan one man corporation atau een manszaak. Pada perusahaan
perseorangan dalam kegiatannya selalu melibatkan banyak orang yang bekerja,
tetapi mereka itu adalah pembantu pengusaha dalam perusahaan, yang hubungan
hukumnya dengan pengusaha bersifat perburuhan dan atau pemberian kuasa.

Modal dalam perusahaan perseorangan merupakan milik satu orang, yaitu


milik si pengusaha. Karena modal ini milik satu orang, maka biasanya modal itu

22 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal.8
23

38
tidak besar. Sebagian besar perusahaan perseorangan ini modalnya termasuk
modal kecil, sehingga mereka ini termasuk golongan pengusahan kecil seperti
toko atau industri rumah tangga.

KUHD sendiri tidak mengatur secara khusus mengenai perusahaan


perseorangan, akan tetapi dalam praktik (hukum kebiasaan) diakui sebagai pelaku
usaha. Di dunia usaha, masyarakat telah mengenal dan menerima bentuk
perusahaan perseorangan yang disebut Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha
Dagang (UD).

2) Persekutuan Perdata
“Persekutuan” artinya persatuan orang-orang yang sama kepentingannya
terhadap suatu perusahaan tertentu.24 Sedangkan “Sekutu” artinya peserta dalam
persekutuan. Jadi, persekutuan berarti perkumpulan orang-orang yang menjadi
peserta pada perusahaan tertentu. Jika badan usaha tersebut tidak menjalankan
perusahaan, maka badan itu bukanlah persekutuan perdata, tetapi disebut
“perserikatan perdata”. Sedangkan orang-orang yang mengurus badan itu disebut
sebagai “anggota”, bukan sekutu. Dengan demikian, terdapat dua istilah yang
pengertiannya hampir sama, yaitu “perserikatan perdata” dan “persekutuan
perdata”. Perbedaannya, perserikatan perdata tidak menjalankan perusahaan,
sedangkan persekutuan perdata menjalankan perusahaan. Dengan begitu, maka
perserikatan perdata adalah suatu badan usaha yang termasuk hukum perdata
umum, sebab tidak menjalankan perusahaan. Sedangkan persekutuan perdata
adalah suatu badan usaha yang termasuk dalam hukum perdata khusus (hukum
dagang) sebab menjalankan perusahaan.

Mengenai Persekutuan Perdata ini diatur dalam pasal 1618-1652


KUHPer, Buku Ketiga, Bab Kedelapan, tentang Perserikatan Perdata ( Burgelijke
Maatschap ). Persekutuan perdata ini ada dua jenis, yaitu: Persekutuan Perdata
Jenis Umum dan Persekutuan Perdata Jenis Khusus.

Di dalam pasal 1618 KUHPer dirumuskan sebagai berikut:

24H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang (Bentuk -bentuk Perusahaan), (Jakarta:
Penerbit Djambatan, 1982), Cetakan ke 2, hal. 16

39
“Suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya.”25

Maka persekutuan perdata mempunyai unsur-unsur mutlak sebagai berikut:


a. Adanya pemasukan sesuatu ke dalam perserikatan.
b. Pembagian keuntungan, atau kemanfaatan yang di dapat dengan adanya
pemasukan tersebut.

Dalam pasal 1618 KUHPer, dikatakan bahwa tiap peserta harus


memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan. Hal yang dimaksudkan disini adalah
“pemasukan” (inbreng). Pemasukan (inbreng) dapat berwujud barang, uang atau
tenaga, baik tenaga badaniah maupun tenaga kejiwaan (pikiran).

- Jenis – jenis Maatschap ( Persekutuan Perdata )


Sesuai dengan kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) sebagai
sumber hukumnya, maatschap itu terbagi dua, yaitu sebagai berikut.

1. Maatschap Umum (Pasal 1622 KUHPerdata)


Meliputi apa saja yang akan diperoleh para sekutu sebagai hasil usaha mereka
selama maatschap berdiri. Maatschap jenis ini usahanya bisa bermacam-
macam (tidak terbatas), yang penting inbreng-nya ditentukan secara
jelas/terperinci.

2. Maatschap Khusus (Pasal 1623 KUHPerdata)


Maatschap khusus adalah maatschap yang gerak usahanya ditentukan secara
khusus, bisa hanya mengenai barang-barang tertentu saja, atau pemakaiannya,
atau hasil yang akan di dapat dari barang-barang itu, atau mengenai suatu
usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap.
Jadi, penentuannya ditekankan pada jenis usaha yang dikelola oleh
maatschap (umum atau khusus), bukan pada inbrengnya. Mengenai

25R. Soebekti dan R. Tjitrosoebono, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita,
1974. (Terjemahan)

40
pemasukan, baik pada maatschap umum maupun khusus harus ditentukan
secara jelas atau terperinci.

- Sifat Pendirian Maatschap

Menurut Pasal 1618 KUHPerdata, maatschap adalah persekutuan yang


didirikan atas dasar perjanjian. Menurut sifatnya, perjanjian itu ada dua macam
golongan, yaitu perjanjian konsensual dan perjanjian riil. Perjanjian mendirikan
maatschap adalah perjanjian konsensual, yaitu perjanjian yang terjadi karena ada
persetujuan kehendak dari para pihak atau ada kesepakatan sebelum ada
tindakan-tindakan (penyerahan barang). Pada maatschap, jika sudah ada kata
sepakat dari para sekutu untuk mendirikannya, meskipun belum ada inbreng,
maka maatschap sudah dianggap ada.

Perjanjian untuk mendirikan maatschap, di samping harus memenuhi


ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, juga harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut.

a. Tidak dilarang oleh hukum.


b. Tidak bertentangan dengan tatasusila dan ketertiban umum.
c. Harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar, yaitu keuntungan

3) Persekutuan Firma (Fa)


Menurut Pasal 16 KUHD, “Persekutuan Firma ialah tiap-tiap persekutuan
perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama
bersama”. Molengraaff memberikan pengertian Firma dengan
menggabungkan pasal 16 dan pasal 18 WvK, yaitu suatu perkumpulan
(vereniging) yang didirikan untuk menjalankan perusahaan di bawah nama
bersama dan yang mana anggota-anggota tidak terbatas tanggung
jawabnya terhadap perikatan Firma dengan pihak ketiga.
Schilfgaarde mengatakan persekutuan Firma sebagai persekutuan terbuka
terang-terangan (openbare vennootschap) yang menjalankan perusahaan
dan tidak mempunyai persero komanditer.

41
Jadi persekutuan Firma adalah persekutuan perdata khusus, dimana
kekhususannya ini terletak pada tiga unsur mutlak yang dimilikinya sebagai
tambahan pada unsur persekutuan perdata, yaitu:

a. Menjalankan Perusahaan (Pasal 16 KUHD)


Sebuah persekutuan yang sudah didirikan namun tidak memiliki aktivitas
atau kegiatan menjalankan perusahaan, maka persekutuan itu bukanlah badan
usaha. Persekutuan Firma harus menjalankan perusahaan dalam rangka
mencapai keuntungan atau laba. Di samping itu, aktivitas menjalankan
perusahaan haruslah bersifat terus-menerus, tetap, dan harus memelihara
pembukuan.

b. Dengan nama bersama atau firma (Pasal 16 KUHD)


Firma artinya nama bersama, yaitu nama orang (sekutu) yang
dipergunakan menjadi nama perusahaan, misalnya: salah seorang sekutu
bernama “Hermawan”, lalu Persekutuan Firma yang mereka dirikan diberi
nama “Persekutuan Firma Hermawan”, atau “Firma Hermawan Bersaudara”.
Di sini, tampak bahwa nama salah seorang sekutu dijadikan sebagai nama
Firma.

Mengacu pada Pasal 16 KUHD dan yurisprudensi, ditentukan bahwa


nama bersama atau Firma dapat diambil dari:
- Nama dari salah seorang sekutu, misalnya: “Firma Hermawan”
- Nama dari salah seorang sekutu dengan tambahan, misalnya: “Firma
Hermawan Bersaudara”,”Sutanto & Brothers”, dll.
- Kumpulan nama dari semua atau sebagian sekutu, misalnya: “Firma
Hukum ANEK”
- Nama lain yang bukan nama keluarga, yang menyebutkan tujuan
perusahaannya, misalnya: “Firma Perdagangan Cengkeh”

c. Adanya pertanggungjawaban sekutu yang bersifat pribadi untuk keseluruhan


(Pasal 18 KUHD)26

26Pasal 18 KUHD berbunyi:”Dalam Persekutuan Firma adalah tiap -tiap sekutu secara tanggung
menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari persekutuan”.

42
Setiap anggota atau sekutu Firma memiliki hak dan tanggung jawab yang
sama atau bisa disebut juga tanggung jawab renteng bagi perjanjian-
perjanjian/ perikatan-perikatan persekutuan.

- Sifat Kepribadian Firma


Sebagaimana yang berlaku dan menjadi ciri sebuah Maatschap, maka
kapasitas atau sifat kepribadian yang tebal juga menjadi ciri sebuah Firma,
hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 16 KUHD yang menyebutkan Firma
sebagai persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan
dengan nama bersama.

Persekutuan Perdata dan Persekutuan Firma sifat kepribadian para


sekutunya masih sangat diutamakan. Lingkungan sekutu-sekutu tidak luas,
hanya terbatas pada keluarga, teman dan sahabat karib yang bekerja sama
untuk mencari laba, “oleh kita untuk kita”. Berbeda halnya dengan Perseroan
Terbatas (PT), yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya, maka
sifat kepribadian tidak kelihatan lagi bahkan tidak diperdulikan. Bagi PT yang
paling penting adalah bagaimana meraup modal sebanyak mungkin dari
pemegang saham, tidak peduli siapa orangnya. Banyaknya jumlah pemegang
saham dalam PT menyebabkan mereka tidak saling mengenal satu sama lain.

- Pendirian Firma
Menurut Pasal 16 KUHD jo. 1618 KUHPerdata, pendirian Firma tidak
diisyaratkan adanya akta, tetapi pasal 22 KUHD mengharuskan pendirian
Firma itu dengan akta otentik. Namun demikian, ketentuan Pasal 22 KUHD
tidak diikuti dengan sanksi bila pendirian Firma itu dibuat tanpa akta otentik.
Bahkan menurut pasal ini, dibolehkan juga Firma didirikan tanpa akta otentik.
Ketiadaan akta otentik tidak dapat dijadikan argument untuk merugikan pihak
ketiga. Ini menunjukkan bahwa akta otentik tidak menjadi syarat mutlak bagi
pendirian Firma, sehingga menurut hukum suatu Firma tanpa akta juga dapat
berdiri. Akta hanya diperlukan apabila terjadi suatu proses. Di sini kedudukan
akta itu lain daripada akta dalam pendirian suatu PT. Pada PT akta otentik

43
merupakan salah satu syarat pengesahan berdirinya PT, karena tanpa akta
otentik, PT dianggap tidak pernah ada. 27

Bila pendirian Firma sudah terlanjur dibuat dengan akta, maka akta
tersebut didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, kemudian
diikuti dengan pengumuman dalam Berita Negara RI. Di samping itu, untuk
memulai berusaha sekutu pendiri harus mengantongi Surat Izin Usaha, Surat
Izin Tempat Berusaha, dan surat izin berhubungan dengan UU Gangguan bila
diperlukan.

Sebenarnya berdasarkan Pasal 26 ayat 2 dan Pasal 29 KUHD, dikenal dua


jenis Firma.
a. Firma Umum, yakni firma yang didirikan tetapi tidak didaftarkan serta
tidak diumumkan.
b. Firma khusus, yakni Firma yang didirikan, didaftarkan serta diumumkan,
dan memiliki sifat-sifat yang bertolak belakang dengan Firma Umum.

- Proses Pembubaran

Pembubaran Persekutuan Firma diatur dalam ketentuan Pasal 1646


sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata dan Pasal 31 sampai dengan Pasal 35
KUHD. Pasal 1646 KUHPerdata menyebutkan bahwa ada 5 hal yang
menyebabkan Persekutuan Firma berakhir, yaitu :

a. Jangka waktu firma telah berakhir sesuai yang telah ditentukan dalam
akta pendirian;

b. Adanya pengunduran diri dari sekutunya atau pemberhentian


sekutunya;

c. Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang dijalankan


persekutuan firma;

d. Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu;

27Achmad Ichsan, Hukum Dagang: Lembaga perserikatan, Surat-surat Berharga, Aturan-Aturan


Pengangkutan, (Jakarta:PT. Pradnya Paramita, 1993), hal. 124.

44
e. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah
pengampuan atau dinyatakan pailit.

- Sekutu

Dalam Persekutuan Firma hanya terdapat satu macam sekutu, yaitu sekutu
komplementer atau Firmant. Sekutu komplementer menjalankan perusahaan dan
mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga sehingga bertanggung jawab
pribadi untuk keseluruhan. Pasal 17 KUHD menyebutkan bahwa dalam anggaran
dasar harus ditegaskan apakah di antara para sekutu ada yang tidak
diperkenankan bertindak keluar untuk mengadakan hubungan hukum dengan
pihak ketiga. Meskipun sekutu kerja tersebut dikeluarkan wewenangnya atau
tidak diberi wewenang untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga,
namun hal ini tidak menghilangkan sifat tanggung jawab pribadi untuk
keseluruhan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUHD.

- Keuntungan

Perihal pembagian keuntungan dan kerugian dalam persekutuan Firma diatur


dalam Pasal 1633 sampai dengan Pasal 1635 KUHPerdata yang mengatur cara
pembagian keuntungan dan kerugian yang diperjanjikan dan yang tidak
diperjanjikan di antara pada sekutu. Dalam hal cara pembagian keuntungan dan
kerugian diperjanjikan oleh sekutu, sebaiknya pembagian tersebut diatur di dalam
perjanjian pendirian persekutuan. Dengan batasan ketentuan tersebut tidak boleh
memberikan seluruh keuntungan hanya kepada salah seorang sekutu saja dan
boleh diperjanjikan jika seluruh kerugian hanya ditanggung oleh salah satu
sekutu saja. Penetapan pembagian keuntungan oleh pihak ketiga tidak
diperbolehkan.

Apabila cara pembagian keuntungan dan kerugian tidak diperjanjikan, maka


pembagian didasarkan pada perimbangan pemasukan secara adil dan seimbang
dan sekutu yang memasukkan berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan
sekutu yang memasukkan uang atau benda yang paling dikit.

45
4) Persekutuan Komanditer (CV)

Menurut Pasal 19 KUHD, Persektuan Komanditer, selanjutnya disingkat


CV, adalah persekutuan yang didirikan oleh satu orang atau lebih yang secara
tanggung menanggung bertanggung jawab seluruhnya (solider) pada pihak
pertama (sekutu komplementer), dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang
(sekutu komanditer) pada pihak lain.

Dalam KUHD, sekutu komanditer disebut juga dengan sekutu pelepas


uang (geldschieter). Bila Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16 s/d 35 KUHD,
maka tiga pasal diantaranya yakni Pasal 19, 20 dan 21 merupakan aturan
mengenai CV. Karena itulah dalam Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa
Persekutuan Komanditer sebagai bentuk lain dari Firma yakni firma yang lebih
sempurna dan memiliki satu atau beberapa orang sekutu pelepas uang atau
komanditer. Dalam firma biasa, sekutu komanditer ini tidak dikenal, tetapi
masing-masing sekutu wajib memberikan pemasukan (inbreng) dalam jumlah
yang sama, sehingga kedudukan mereka dari segi modal dan tanggung jawab
juga sama. Dalam CV ada pembedaan antara sekutu komanditer (sekutu diam;
mitra pasif; sleeping patners) dan sekutu komplementer (sekutu kerja; mitra aktif;
working patners). Adanya pembedaan sekutu-sekutu inimembawa konsekuensi
pada pembedaan tanggung jawab yang dimilki oleh masing- masing sekutu.

Adapun dasar pikiran dari pembentukan perseroan ini ialah seorang atau
lebih mempercayakan uang atau barang untuk digunakan di dalam perniagaan
atau lain perusahaan kepada seorang lainnya atau lebih yang menjalankan
perusahaan tersebut, dan karena itulah orang yang menjalankan perusahaan itu
sajalah yang pada umumnya berhubungan dengan pihak-pihak ketiga. Karena itu
pula si pengusaha bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pihak ketiga, dan
tidak semua anggotanya yang bertindak keluar. 28

28Prof.Drs.C.S.T. Kansil dan Chrisyine S.T. Kansil, Pokok -Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia, Cetakan 4,(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 84-85.

46
Demikian maksud KUHD bahwa perseroan komanditer itu adalah suatu
perseroan yang tidak bertindak di muka umum. Dalam perseroan ini seorang atau
lebih dari anggota-anggotanya (si pemberi uang) tidak menjadi pimpinan
perusahaan maupun bertindak terhadap pihak ketiga. Mereka ini hanyalah
sekedar menyediakan sejumlah modal bagi anggota atau anggota-anggota lainnya
yang menjalankan perseroan komanditer tersebut.

- Jenis - jenis CV

a. CV diam-diam, yaitu CV yang belum menyatakan dirinya terang-terangan


kepada pihak ketiga sebagai CV.
b. CV terang-terangan (terbuka), yaitu CV yang terang-terangan menyatakan
dirinya kepada pihak ketiga sebagai CV.
c. CV denga saham, yaitu CV terang-terangan yang modalnya terdiri dari
kumpulan saham-saham.

- Kedudukan Hukum CV

Persekutuan Komanditer (CV) tidak diatur secara khusus oleh undang-


undang, baik di dalam KUHPerdata maupun KUHD, akan tetapi pengaturannya
mengacu pada ketentuan-ketentuan Maatschap dalam KUHPerdata dan
Persekutuan Firma, antara lain 19.20.21.30 ayat (2) dan 32 KUHD. Ketentuan-
ketentuan Maatschap diberlakukan tentu saja sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan khusus dalam KUHD seperti disebutkan di atas.

Kedudukan hukum CV dikenal dalam keadaan statis-tunduk sepenuhnya


pada hukum Perdata (KUHPerdata dan KUHD). Demikian juga dalam keadaan
bergerak-tunduk sepenuhnya pada hukum perdata (KUHPerdata atau KUHD).

Kedudukan hukum CV dalam keadaan statis dimaksudkan semua


perbuatan dan perhubungan hukum intern CV, seperti perbuatan hukum pendirian
yang dilakukan di hadapan Notaris (Pasal 22 ayat 1 KUHD).

- Berakhirnya Persekutuan

Karena persekutuan komanditer pada hakikatnya adalah persekutuan


perdata (Pasal 16 KUH Dagang), maka mengenai berakhirnya persekutuan

47
komanditer sama dengan berakhirnya persekutuan perdata dan persekutuan firma
(Pasal 1646 s/d 1652 KUH Perdata)

- Kelebihan & Kekurangan Persekutuan Komanditer

Kelebihan Persekutuan Komanditer:

a. Mudah proses pendiriannya.


b. Kebutuhan akan modal dapat lebih dipenuhi.
c. Persekutuan komanditer cenderung lebih mudah memperoleh kredit.
d. Dari segi kepemimpinan, persekutuan komanditer relatif lebih baik.
e. Sebagai tempat untuk menanamkan modal, persekutuan komanditer
cenderung lebih baik, karena bagi sekutu diam akan lebih mudah
untuk menginvestasikan maupun mencairkan kembali modalnya.

Kekurangan Persekutuan Komanditer:

a. Kelangsungan hidup tidak menentu, karena banyak tergantung dari


sekutu aktif yang bertindak sebagai pemimpin persekutuan.

b. Tanggung jawab para sekutu komanditer yang terbatas mengendorkan


semangat mereka untuk memajukan perusahaan jika dibandingkan
dengan sekutu-sekutu pada persekutuan firma.

5) Perusahaan Kelompok

Menurut Christianto Wibisono, yang dimaksud dengan perusahaan


kelompok ialah salah suatu bentuk usaha yang merupakan penggabungan atau
pengelompokan dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam berbagai
kegiatan baik vertikal maupun horisontal.29

29
Sulistiawaty, Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan Anak, Tesis
Pasca Sarjana, UGM, 2008, hal. 43

48
- Unsur-Unsur yang Terdiri dari Perusahaan Kelompok

a. Adanya kesatuan dari sudut ekonomi.

Dilihat dari segi ekonomi, perusahaan kelompok secara keseluruhan


dianggap sebagai suatu kesatuan dimana di dalamnya terdapat perusahaan induk
dan perusahaan anak. Kesatuan ekonomi antara perusahaan induk dengan
perusahaan anak salah satunya dapat tercipta melalui kepemilikan saham
perusahaan induk dalam perusahaan anak.

b. Adanya jumlah jamak secara yuridis.

Hubungan-hubungan perusahaan kelompok dapat diartikan sebagai


hubungan antara badan-badan hukum. Perusahaan-perusahaan itu berada di
bawah pimpinan sentral atau pengurusan bersama. atau dapat juga dikatakan
bahwa mereka dipimpin secara seragam atau bersama-sama.30

- Jenis – Jenis Perusahaan Kelompok

Menurut jenis variasi usahanya, para sarjana membagi perusahaan


kelompok ke dalam dua kategori, yaitu perusahaan kelompok vertikal dan
perusahaan kelompok horisontal. Emmy Pangaribuan mendefinisikan jenis
perusahaan kelompok sebagai berikut:

a. Perusahaan kelompok vertikal

Dalam perusahaan kelompok seperti ini, sifat vertikal ada apabila


perusahaan-perusahaan yang terkait di dalam susunan itu merupakan mata rantai
dari perusahaan-perusahaan yang melakukan suatu proses produksi, hanya mata
rantainya saja yang berbeda. Jadi suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis
produksi dari hulu ke hilir. Semua perusahaan yang terkait tersebut merupakan
suatu kesatuan dalam perusahaan kelompok.

b. Perusahaan kelompok horizontal

30http://novie-smwtkecil.blogspot.co.id/2013/06/perusahaan-kelompok.html, diakses tanggal 13


September 2015

49
Dalam perusahaan kelompok horisontal, perusahaan-perusahaan yang
terkait di dalam perusahaan kelompok itu ialah perusahaan-perusahaan yang
masing-masing bergerak dalam bidang-bidang usaha yang beragam. Jenis usaha
yang ditangani dalam perusahaan kelompok horisontal perusahaan yang terkait
tidak hanya menangani satu jenis produksi, melainkan beberapa jenis industri. 31

B. Perusahaan Badan Hukum

1) Perseroan Terbatas (PT)

KUHD tidak mengatur rumusan definisi atau pengertian tentang


Perseroan Terbatas secara lengkap, tetapi hanya memberikan sedikit gambaran
tentang PT, terutama dari segi penamaan, dan bila ditafsirkan lebih jauh, akan
menyentuh persoalan tanggung jawab terbatas dari perseronya (pemegang
saham). Hal itu diatur dalam ketentuan Pasal 36 KUHD yang berbunyi:
“Perseroan Terbatas tak mempunyai sesuatu firma, dan tak memakai
nama salah seorang atau lebih dari para peseronya, namun diambil nama
perseroan itu dari tujuan perusahannya semata-mata”.
Dengan kata lain, rasio dari ketentuan Pasal 36 adalah bahwa pesero
dalam PT masing-masing memiliki tanggung jawab terbatas sesuai dengan nilai
saham yang dimilikinya.
Perseroan Terbatas merupakan bentuk badan usaha yang paling sempurna
diantara berbagai bentuk badan usaha lainnya seperti Maatschap, baik Firma
maupun Persekutuan Komanditer (CV). 32
Pengertian tentang Perseroan Terbatas secara tegas dapat ditemukan
dalam ketentuan umum UU PT 1995 maupun dalam ketentuan umum UU PT
2007.
Pasal 1 butir 1 UU PT 1995 menyebutkan bahwa:
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan
hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi

31Ibid.,
32Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk -bentuk badan usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
Cetakan 1, hal. 81

50
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya”.

Definisi Perseroan Terbatas di atas kemudian mengalami sedikit


penyempurnaan dalam UU PT 2007 dengan adanya panambahan frase baru,
yakni “persekutuan modal”, sehingga definisinya secara lengkap dalam Pasal 1
butir 1 UU PT 2007 berbunyi:
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini
serta peraturan pelaksanannya.”

Berdasarkan definisi Perseroan Terbatas di atas, terdapat beberapa unsur


dari Perseroan Terbatas, sebagai berikut:
a. Perseroan Terbatas merupakan Badan hukum
b. Perseroan Terbatas merupakan Persekutuan Modal
c. Didirikan berdasarkan perjanjian
d. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi dalam saham-
saham.

- Pendirian Perseroan Terbatas

Menurut KUHD, pendirian Perseroan Terbatas dilakukan dengan akta


otentik. Akta pendirian yang otentik tersebut kemudian disampaikan terlebih
dahulu kepada Menteri Kehakiman untuk mendapatkan pengesahan. Pengesahan
dari Menteri Kehakiman baru akan diberikan apabila syarat-syarat dalam
anggaran dasar perseroan tidak bertentangan dengan kepentingan umum maupun
kesusilaan. Setelah akta pendirian perseroan disahkan, maka tugas para pendiri
adalah mendaftarkannya pada kepaniteraan Pengadilah Negeri setempat, dan
kemudian diumumkan dalam Berita Negara.

Pendirian PT dalam UU PT 2007 diatur dalam Pasal 7 s/d 14 (delapan


Pasal). Menurut Pasal 7 ayat (1) UU PT 2007, dikatakan bahwa “Perseroan

51
didirikan minimal 2 (dua) orang atau lebih denga akta notaris yang dibuat dalam
bahasa Indonesia”. Pada prinsipnya, pendirian Perseroan memang harus
dilakukan dengan perjanjian minimal oleh 2 (dua) pendiri atau lebih yakni
dengan bantuan notaris di daerah hukum tempat dimana para pendiri berada.
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan “orang” adalah orang
perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum
Indonesia atau asing.

- Modal dan Saham Perseroan Terbatas

Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. UU PT


1995 mengatur besarnya modal dasar yaitu minimal Rp. 20 juta ( dua puluh juta
rupiah). Sedangkan melalui UU PT 2007, Pasal 32 ayat (1) mengatur bahwa
modal dasar Perseroan paling sedikit Rp. 50 juta (lima puluh juta rupiah). Tetapi
mengenai jumlah ini ternyata bukan ketentuan yag pasti, karena Undang-undang
yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum
modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar sebagaimana
dimaksud pada Pasal 32 ayat (1). Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha
tetentu” antara lain usaha perbankan, asuransi, atau freight forwarding.

- Jenis-jenis saham

Saham di dalam sebuah Perseroan Terbatas dapat terbagi atas:

a. Saham/Sero Atas Nama, yaitu nama persero ditulis di atas surat sero
setelah didaftarkan dalam buku Perseroan Terbatas sebagai persero.
b. Saham/Sero Pembawa, yaitu suatu saham yang di atas surat tidak
disebutkan nama perseronya.

Ditinjau dari hak-hak persero, saham/sero dapat pula dibagi sebagai


berikut:

a. Saham/Sero Biasa

Sero yang biasanya memperoleh keuntungan (dividen) yang sama sesuai


dengan yang ditetapkan oleh rapat umum pemegang saham.

b. Saham/Sero Preferen

52
Sero preferen ini selain mempunyai hak dan dividen yang sama dengan
sero biasa, juga mendapat hak lebih dari sero biasa.

c. Saham/Sero Kumulatif Preferen

Sero kumulatif preferen ini mempunyai hak lebih dari sero preferen. Bila
hak tersebut tidak bisa dibayarkan pada tahun sekarang, maka dibayarkan pada
tahun berikutnya.

- Pembagian

a. PT terbuka

Perseroan terbuka adalah perseroan terbatas yang menjual sahamnya kepada


masyarakat melalui pasar modal (go public). Jadi sahamnya ditawarkan kepada
umum, diperjualbelikan melalui bursa saham. Contoh-contoh PT.Terbuka adalah
PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, dan lain-lain.

b. PT tertutup

Perseroan terbatas tertutup adalah perseroan terbatas yang modalnya berasal dari
kalangan tertentu misalnya pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga
saja atau orang kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum.

c. PT kosong

Perseroan terbatas kosong adalah perseroan yang sudah ada izin usaha dan izin
lainnya tapi tidak ada kegiatannya.

- Keuntungan PT

Keuntungan utama membentuk perusahaan perseroan terbatas adalah:

Kewajiban terbatas. Tidak seperti partnership, pemegang saham sebuah


perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan.
Akibatnya kehilangan potensial yang "terbatas" tidak dapat melebihi dari jumlah

53
yang mereka bayarkan terhadap saham. Tidak hanya ini mengijinkan perusahaan
untuk melaksanakan dalam usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga
membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan.

Masa hidup abadi. Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup
dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas
modal, yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam
jangka waktu yang lebih panjang daripada aset perusahaan tetap dapat menjadi
subyek disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode
pertengahan, ketika tanah disumbangkan kepada Gereja (sebuah perusahaan)
yang tidak akan mengumpulkan biaya feudal yang seorang tuan tanah dapat
mengklaim ketika pemilik tanah meninggal. Untuk hal ini, lihat Statute of
Mortmain.# Efisiensi manajemen. Manajemen dan spesialisasi memungkinkan
pengelolaan modal yang efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan
ekspansi. Dan dengan menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari
modal yang ada. Dan juga adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik
perusahaan, sehingga terlihat tugas pokok dan fungsi masing- masing.

- Kelemahan

Kerumitan perizinan dan organisasi. Untuk mendirikan sebuah PT


tidaklah mudah. Selain biayanya yang tidak sedikit, PT juga membutuhkan akta
notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu. Lalu dengan besarnya perusahaan
tersebut, biaya pengorganisasian akan keluar sangat besar. Belum lagi kerumitan
dan kendala yang terjadi dalam tingkat personel. Hubungan antar perorangan juga
lebih formal dan berkesan kaku.

2) Koperasi

Koperasi berasal dari kata bahasa Latin, yaitu cum, yang berarti dengan,
dan aperari, yang berarti bekerja. Dalam Bahasa Inggris, koperasi merupakan
kata yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Co dan Operation (Cooperative), yang
berarti bekerja sama. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah

54
Cooperatieve Vereneging, yang berarti bekerja bersama dengan orang lain untuk
mencapai tuuan tertentu.33

Kata Cooperation kemudian diangkat menjadi istilah ekonomi sebagai


Koperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan
istilah KOPERASI, yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang
sifatnya sukarela.34

Koperasi sebagai suatu usaha bersama haruslah mempunyai ciri-ciri


sebagai berikut.35
a. Bukan merupakan kumpulan modal (akumulasi modal)
b. Merupakan kerja sama
c. Semua kegiatan harus didasarkan atas kesadaran para anggotanya, tidak boleh
ada paksaan.
d. Tujuan koperasi harus merupakan kepentingan bersama para anggotanya

Mohammad Hatta dalam The Cooperative Movement in Indonesia,


mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib
penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong. 36

Pada umumnya terdapat beragam unsur yang terkandung, tetapi pada


pokoknya sama, sebagai berikut.37

a. Merupakan kumpulan orang, bukan semata perkumpulan modal


b. Adanya kesamaan dalam tujuan
c. Merupakan usaha yang bersifat sosial, tetapi tetap bermotif ekonomi
d. Bukan bertujuan untuk keuntungan badan koperasi itu sendiri, tetapi untuk
kepentingan kesejahteraan anggota
e. Diurus bersama dengan semangat kebersamaan dan gotong royong

33 Baca Penjelasan Umum Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.


34 R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2001), hal.1.
35 Ibid., hal 2.
36 Andjar Pachta W., Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia:

Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, (Jakarta:Kencana, 2005), hal. 19.
37 Ibid.,

55
f. Netral
g. Demokratis
h. Menghindari persaingan antar anggota
i. Merupakan suatu sistem
j. Sukarela
k. Mandiri dengan kepercayaan diri
l. Keuntungan dan manfaat sama, proporsional dengan jasa yang diberikan
m. Pendidikan
n. Moral
o. Pengaturan beragam untuk setiap Negara, tetapi dengan suatu prinsip yang
tetap sama, yaitu prinsip koperasi.

Mengetahui secara jelas perbedaan antara koperasi dan bentuk usaha


lainnya, dapat dilihat dari unsur-unsur utama yang ada pada koperasi dan bentuk
usaha lainnya (Firma, CV, dan PT), yaitu sebagai berikut. 38

a. Unsur para pihak


b. Unsur tujuan
c. Unsur modal
d. Pembagian sisa hasil usaha

- Tujuan, Fungsi, dan Peran Koperasi

Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam Bab II,


Bagian Kedua, Pasal 3 telah mengatur mengenai tujuan koperasi Indonesia
sebagai berikut.39

“Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada


umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945”

Sedangkan fungsi dan peran koperasi Indonesia diatur dalam Pasal 4


Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, sebagai berikut. 40

38 Ibid., hal. 20.


39 Pasal 3 Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian

56
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota
khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional
yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.

- Modal koperasi

Menurut ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Perkoperasian, Modal


Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri adalah
modal yang menanggung resiko atau disebut modal ekuiti. Modal sendiri dapat
berasal dari sumber berikut.

a. Simpanan Pokok
b. Simpanan Wajib
c. Dana Cadangan
d. Hibah

Untuk pengembangan usaha koperasi, dapat menggunakan modal


pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya. Modal
pinjaman dapat berasal dari sumber berikut.

a. Pinjaman yang diperoleh dari anggota, termasuk calon anggota yang


memenuhi syarat.
b. Pinjaman dari koperasi lain atau anggotanya didasari dengan perjanjian kerja
sama antar koperasi.
c. Pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

40 Pasal 4 Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian

57
d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
e. Sumber lain yang sah adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan
tidak melalui penawaran secara umum.

3) BUMN (Badan Usaha Milik Negara)


Badan Usaha Milik Negara, selanjutnya disingkat BUMN, diatur dalam
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(Lembaran Negara Nomor 70 Tahun 2003) yang diundangkan serta mulai berlaku
pada 19 Juni 2003.
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan Negara
yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN
(Persero dan Perumserta Perseroan Terbatas lainnya). Selanjutnya, pembinaan
dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-
prinsip perusahaan yang sehat.
Keberadaaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan salah
satu wujud nyata Pasal 33 UUD 1945 memiliki posisi strategis pagi peningkatan
kesejahteraan rakyat. Namun demikian, dalam realitanya, seberapa jauh BUMN
mampu menjadi alat negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa
ini tergantung pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri. Apabila
BUMN tidak mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada
akhirnya akan menimbulkan beban bagi keuangan negara dan masyarakat akan
menerima pelayanan yang tidak memadai dan harus menanggung biaya yang
lebih tinggi.41
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar
modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu
pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta

41 Baca penjelasan umum Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

58
dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan
koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi
ekonomi.42

- Tujuan Pendirian BUMN

Tujuan pendirian BUMN diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun


2003, yaitu sebagai berikut.43
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan
konstribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan
membantu penerimaan keuangan negara.
b. Mengejar Keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk
mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan
pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Dengan demikian,
penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi)
berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang
tujuan menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam
pelaksanannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan
yang hebat.
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa
yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari
BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh
sector swasta dan koperasi.
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah , koperasi, dan masyarakat.

42 Ibid.,
43 www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5653/.

59
- Modal BUMN

Dalam menjalankan kegiatan usahanya BUMN mendapatkan modal yang


berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. 44 Yang dimaksud dengan
dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk
selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat. Pemisahan itu sesuai dengan kedudukannya sebagai
badan hukum, yang harus mempunyai kekayaan sendiri terlepas dari pengaruh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

- Pengurus dan Pengawasan BUMN

Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. Direksi bertanggung jawab


penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta
mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam
melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN
dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip
good corporate governance. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:

a. Tranparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan


keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan
relevan mengenai perusahaan.
b. Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
c. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e. Kewajaran, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

44 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

60
Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas.
Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggungjawab penuh atas pengawasan BUMN
untuk kepentingan dan tujuan BUMN. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris dan
Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan-ketentuan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta
kewajaran.

C. Kewajiban Pengusaha Menurut Undang-Undang


Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-
undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh
pengusaha:45
1. Membuat pembukuan. (Sesuai dengan Pasal KUH Dagang Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan)
2. Mendaftarkan perusahaannya. (Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun
1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan).
Setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan menurut hukum wajib
melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya.

- Membuat Pembukuan

Didalam Pasal KUH Dagang menjelaskan makna pembukuan, yaitu


mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan
atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan
perusahaan agar dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.

Sementara itu, mengenai dokumen perusahaan di dalam KUH Dagang


menggunakan istilah pembukuan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8
tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan. Dokumen Perusahaan
berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 merupakan
data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan

45 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta:Grasindo,

2007), hal. 44.

61
dalam pelaksanaan kegiatannya, baik yertulis diatas kertas atau sarana lain,
maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dillihat, dibaca, dan
didengar.

Selain itu, didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 yang


dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan
dokumen lainnya:46

1. Dokumen Keuangan
Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba
rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti pembukuan dan
data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan
kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.

2. Dokumen Lainnya.
Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi
keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak
terkait langsung dengan dokumen keuangan.

Berdasarkan Pasal 12 KUH Dagang menetukan bahwa tiada seorangpun


dapat dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya. Akan tetapi, kerahasiaan
pembukuan yang dimaksud oleh Pasal 12 KUH Dagang tersebut tidak mutlak,
artinya bisa dilakukan terobosan dengan beberapa cara, misalnya representation
dan comunication.

1. Representation
Representation artinya melihat pembukuan pengusaha dengan
perantara hakim, seperti yang disebut pada Pasal KUH Dagang.
2. Comunication
Comunication artinya pihak-pihak yang disebutkan dibawah ini dapat
melihat pembukuan pengusaha secara langsung tanpa perantara
hakim, hal ini disebabkan yang bersangkutan mempunyai hubungan
kepentingan langsung dengan perusahaan, yakni

46 Ibid., hal. 45

62
a. para ahli waris,
b. para pendiri perseroan/persero,
c. kreditur dalam kepailitan, dan
d. buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya
perusahaan.

Sebagaimana telah ditentukan oleh undang-undang bahwa pembukuan


wajib dibuat oleh seorang pengusaha, tentunya bagi pengusaha yang tidak
menjalankan kewajibannya atau lalai tidak dapat dikenakan sanksi-sanksi
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 dan Pasal
396, 397, 231 (1) (2) KUH Pidana.

- Wajib Daftar Perusahaan

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar


Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum
wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.47

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar


Perusahaan, yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan
menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini atau peraturan-peraturan
pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.

Dengan demikian, daftar perusahaan merupakan daftar informasi umum yang


harus didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan Perindustrian/kanwil serta
Departemen Perdagangan dan Perindustrian Tingkat II.

Kemudian, daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang


dibuat secara benar dan suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk
semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya
tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin
kepastian perusahaan.

47 Ibid., hal. 46

63
Selain itu, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 disebutkan bahwa
daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak, berarti daftar perusahaan tersebut
dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi.

Kepada perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya dalam daftar perusahaan,


kemudian diberikan tanda daftar perusahaan yang berlaku selama 5 tahun sejak
dikeluarkannya, dan wajib diperbaharui sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum tanggal
berlakunya berakhir.

Kemudian, setiap perubahan dan penghapusan wajib dilaporkan pada kantor


tempat pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus yang bersangkutan dengan
menyebutkan alasan perubahan dan penghapusan dalam waktu 3 bulan setelah terjadi
pengubahan atau penghapusan.

Selain yang disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3


tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi48

a. perusahaan yang bersangkutan menghentika segala kegiatan usahanya;


b. perusahaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya
kadaluwarsa;
c. perusahaan yang ersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan
suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap.

Kemudian, Pasal 32-35 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 merupakan


ketentuan pidana, sebagai berikut.49

a. Barang siapa yang menurut undang-undang ini dan atau peraturan


pelaksanannya diwajibkan mendaftarkan perusahaan dalam daftar perusahaan
yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya
diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana
denda setinggi-tingginya Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

48 Ibid., hal. 48
49 Ibid.,

64
b. Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru
atau tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam pidana kurungan selama-
lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.500.000,00
(saru juta lima ratus ribu rupiah).

65
DAFTAR PUSTAKA

Mulhadi, Hukum Perusahaan (Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia), Bogor: Ghalia


Indonesia, 2010.

Hadhikusuma, R.T. Sutantya R. dan Sumantoro, Pengertian Pokok Perusahaan (Bentuk-


bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1996.

Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta:
Grasindo, 2007

http://novie-smwtkecil.blogspot.co.id/2013/06/perusahaan-kelompok.html

https://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/hukum-dagang/

https://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas

https://id.wikipedia.org/wiki/Persekutuan_komanditer

https://id.wikipedia.org/wiki/Firma

66
BAB IV

PERUSAHAAN MODAL VENTURA, LEASING, ASURANSI, DAN BANK


SEBAGAI PERANTARA HUKUM DAGANG

A. Modal Ventura

Perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan atau
permodalan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima
bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu. (Keppres No. 61
Tahun 1988 dan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988)

Namun modal ventura ini sudah dikeluarkan dari kegiatan perusahaan pembiayaan
berdasar Kepmenkeu No. 448 KMK.017/2000.

Pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal dari perusahaan
modal ventura adalah Perusahaan Pasangan Usaha.

Tujuan Perjanjian Modal Ventura (Pasal 4 SK Menkeu No.


1251/KMK.013/1988) :

1. Pengembangan suatu penemuan baru.

2. Pengembangan perusahaan yang ada tahap awal usahanya mengalami kesulitan


dana.

3. Membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan.

4. Membantu perusahaan yang berada pada taraf kemunduran.

5. Pengembangan proyek penelitian dan rekayasa.

6. Pengembangan pelbagai penggunaan teknologi baru dan alih teknologi, baik dari
dalam maupun luar negeri.

7. Membantu pengalihan pemilikan perusahaan.

67
Namun, pembiayaan oleh Perusahaan Modal Ventura (PMV) dalam Perusahaan
Pasangan Usaha (PPU) dengan bentuk penyertaan modal sifatnya adalah sememtara,
yakni 10 tahun.

Bentuk Perusahaan Modal Ventura

Bentuk PMV harus berbentuk badan hukum, seperti PT atau koperasi. Jadi, PMV tidak
berlaku pada Firma dan CV karena menurut hukum yang berlaku di Indonesia, Firma
dan CV bukan merupakan suatu badan hukum.

Sumber Pembiayaan Modal Ventura

Ahli hukum ekonomi dari UGM, Emmy Pangaribuan, menyebutkan beberapa alternatif
sumber dana PMV, yaitu :

1. Modal sendiri

2. Pinjaman

3. Pendanaan melalui pasar modal

Apabila usaha pembiayaan itu disertai pemberian jasa di bidang manajemen maka perlu
dipikirkan apakah ada imbalan atas jasa-jasa tersebut di luar usaha pembiayaan. Hal itu
dapat dituangkan dalam perjanjian modal ventura atau dalam modal perjanjian sendiri.

Jika usaha PPU meningkat, maka akan diperoleh keuntungan, baik melalui kenaikan jual
sahamnya maupun dari peningkatan kedudukan ekomonis PPU dalam kehidupan
perekonomian. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat diatur menganai saham PMV
atas PPU pada saat harus dilakukan divestasi, antara lain:

1. Saham harus dibeli kembali oleh PPU.

2. PPU tidak akan membeli kembali saham PMV dan PMV bebas menjual ke pihak
ketiga.

68
3. Apabila PPU setelah memperoleh pembiayaan dari PMV menjadi berkembang
dan meningkat usahanya, tidak tertutup kemungkinan bahwa saham-sahamnya dapat
ditawarkan melalu pasar modal.

B. Leasing

Leasing merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk menyediakan barang modal, baik
secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa
hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. (SK Menkeu No. 48
Tahun 1991)

Mekanisme leasing secara sederhana:

1. Perusahaan yang membeli barang modal (lessee) mengadakan perjanjian dengan


penjual, yang direalisasikan dalam akta jual beli.

2. Pembayaran dilakukan dengan dana yang berasal dari leasing company (lessor).

3. Sebelum pembayaran dilakukan, terlebih dahulu diadakan perjanjian antara lessor


dan lesse. Kemudian setelah pmbayaran dilakukan dilanjutkan dengan ditutupnya
perjanjian leasing.

Beberapa jenis leasing, antara lain yang dikenal saat ini adalah sebagai berikut:

1. Direct finance lease, jika leasor membeli barang atas permintaan lessee untuk
kepentingan proses produksi lessee.

2. Cross border lease, di mana antara lessor dan lessee berdomisili di Negara yang
berlainan.

3. Full service lease, di mana lessor bertanggung jawab atas pemeliharaan barang,
membayar asuransi dan pajak.

69
4. Capative lease, leasing yang ditawarkan oleh lessor kepada lessee langganannya.

5. Third party lease, kebalikan dari capative lease, jadi lessor bebas menawarkan
leasing kepada siapa saja.

6. Operating lease, yaitu perjanjian leasing yang tidak menggunakan hak opsi.

7. Financial lease, adalah kebalikan operating lease, yakni lessee berhak


menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal yang dihitung berdasarkan nilai
sisa (residual value).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perjanjian leasing:

1. Nilai pembiayaan, yakni jumlah pembiayaan pengadaan atau pembelian barang


modal, yakni jumlah yang dibayar oleh lessor kepada lesse sehubungan dengan
penjualan tanah dan bangunan.

2. Angsuran pokok pembiayaan, yakni bagian dari pembayaran sewa guna usaha
yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan.

3. Security deposit, adalah jumlah barang modal pada akhir masa sewa guna usaha
yang telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha.

4. Bunga, yaitu bagian dari pembayaran sewa guna usaha yang diperhitungkan
sebagai pendapatan bagi lessor.

5. Opsi, yaitu hak lessee untuk membeli kembali barang modal berupa
penandatanganan akta perjanjian dan akan berakhir pada pembayaran angsuran pokok
pembiayaan terakhir.

Nilai plus leasing antara lain:

1. Merupakan suatu metode pembiayaan.

70
2. Lessee adalah badan penyedia dana sekaligus pemilik barang yang disewa.

3. Objek leasing biasanya adalah alat-alat produksi.

4. Risiko objek leasing seluruhnya pada lessee termasuk pemeliharaan alat.

5. Imbalan jasa yang diterima lessor berupa tebusan berkala harga perolehan barang.

6. Jangka waktu leasing ditentukan dalam perjanjian atau kekuatan ekonomi serta
umur barang.

7. Jika barang musnah, kewajiban lessee membayar imbalan jasa tidak berhenti.

8. Pada akhir jangka waktu leasing, lessee dapat menggunakan hak opsinya untuk
membeli barang sehingga hak milik beralih kepada lessee. Sisi ekonomis yang turut
mendukung cleasing dapat melakukan penghematan-penghamatan;

1) Penggunaan modal dalam jumlah besar,

2) Bebas beban pajak dan biaya, antar lain pajak kekayaan, biaya depresiasi, dan
lain-lain,

3) Bebas dari kewajiban membuat laporan/ mengurus barang second hands.

Syarat dan Ciri – ciri Leasing:

1. Adanya hak opsi bagi lesse.

2. Adanya para pihak yang bersangkutan.

3. Adanya objek perjanjian leasing; segala macam barang modal.

4. Cara pembayaran yang dilakukan secara berkala (setiap bulan, setiap kuartal atau
setiap setengah tahun sekali).

5. Residual value.

71
Perbedaan Leasing dengan Sewa Menyewa:

1. Pada perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa, sedangkan perjanjan sewa
menyewa tidak.

Jadi, pada akhir masa leasing, lesse mempunyai hak untuk menentukan apakah ia ingin
membeli barang modal tersebut dengan harga sebesar nilai sisa atau dapat
mengembalikan kepada lessor. Sedangkan pada sewa menyewa, pemuewa wajib
memgembalikan barang tersebut kepada penyewa jika masa sewa telah berakhir.

2. Dalam leasing, hanya perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari


Kementrian keuangan saja yang dapat menjadi lessor. Sedangkan dalam sewa menyewa,
siapa saja boleh menjadi lessor.

C. Asuransi

Sejarah Asuransi

Sejak zaman kebesaran Yunani dalam bentuknya yang mirip dengan asuransi sudah
mulai dikenal orang. Ketika zaman Iskandar Zulkarnaen, seorang menteri yang
membutuhkan uang banyak yaitu Antimenes, mengadakan pembicaraan dengan para
pemilik budak belian. Pembicaraan itu bertujuan agar pemilik budak belian menyerahkan
uang kepadanya dan apabila budak belian itu melarikan diri atau meninggal, pemiliknya
akan mendapat ganti rugi berupa uang. Begitupun pada zaman kebesaran Romawi.

Sementara asuransi dalam bentuk konkretnya terjadi pada abad pertengahan dan
setelahnya. Dengan makin meningkatnya perdagangan di laut tengah, maka munculah
asuransi untuk pengangkutan di laut. Setelah itu, menyusul asuransi kebakaran. Ini
ditandai dengan adanya kebiasaan dari anggota suatu perkumpulan (glide) yang sama
pekerjaannya menanggung kerugian salah seorang dari anggotanya apabila rumahnya
terbakar dengan uang anggota lain di dalam glide tersebut.

72
Pada zaman kodifikasi Francis di abad kesembilanbelas, perihal asuransi diatur dalam
Code Civil dan Code De Commerce oleh kaisar Napoleon. Di dalamnya diatur tentang
asuransi laut. Dalam rancangan Undang-undang yang diadakan di Negeri Belanda untuk
Kitab Undang-undang Hukum Dagang juga baru diatur mengenai asuransi laut. Terakhir
dalam rancangan undang-undang yang kemudian menjadi suatu undang-undang yaitu
KUHD (Wet Boek van Koophandel) tahun 1838 memuat peraturan-peraturan mengenai
asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi, dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga
dianut untuk Hindia Belanda dahulu, yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.

Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi

Asuransi atau dalam bahasa Belanda "verzekering" berarti pertanggungan.Dalam suatu


asuransi terlibat dua pihak, yaitu : yang satu sanggup menanggung atau menjamin,
bahwa pihak lain (tertanggung) akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang
mungkin akan tertanggung derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum
tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. dan yang lain
adalah pihak yang ditanggung, yang diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak
yang menanggung. Uang tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang menanggung,
apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.

Mengenai asuransi telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang efektif
berlaku pada tanggal 11 februari 1992.

Pengertian asuransi menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima uang premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Sedangkan asuransi menurut Pasal 246 KUHD adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima
uang premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian,

73
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tidak tentu.

Dari pengertian asuransi diatas, menunjukkan bahwa asuransi mempunyai unsur-unsur


sebagai berikut:

a. Adanya pihak tertanggung.

b. Adanya pihak penanggung.

c. Adanya perjanjian asuransi (antara penanggung dan tertanggung).

d. Adanya pembayaran premi (oleh tertanggung kepada penanggung).

e. Adanya kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan (yang diderita oleh


tertanggung).

f. Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.

Selain pengaturannya pada KUHD dan UU No.2 Tahun 1992, asuransi juga diatur dalam
perundang-undangan lainnya, diantaranya adalah:

a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1998 tanggal 26


Oktober 1988 Tentang Usaha di Bidang Asuransi Kerugian.

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1249/KMK.013/1998


tanggal 20 Desember 1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Usaha di
Bidang Asuransi Kerugian.

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1250/KMK.013/1998


tanggal 20 Desember 1988 Tentang Usaha Asuransi Jiwa.

Landasan Hukum Lahirnya Jenis-Jenis Asuransi Varia

Pasal 247 KUHD menyebutkan beberapa jenis asuransi seperti asuransi kebakaran,
asuransi hasil pertanian, asuransi jiwa, dan asuransi pengangkutan. Akan tetapi dalam
praktik jenis-jenis asuransi itu lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis yang

74
disebutkan di dalam Pasal 247 KUHD. Tetapi secara yuridis, pasal ini tidak membatasi
atau menghalangi timbulnya jenis-jenis pertanggungan lain menurut kebutuhan
masyarakat. Hal ini dapat kita dasarkan pada kata-kata “antara lain” yang terdapat pada
pasal tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa tumbuhnya jenis-jenis baru di bidang
asuransi memang tidak dilarang oleh undang-undang.

Disamping itu sebagai suatu Perjanjian terhadap asuransi berlaku asas kebebasan
berkontrak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt bahwa:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”

Juga dikemukakan oleh R. Subekti bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan


yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa
saja asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dengan
demikian Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt yang telah dibahas diatas merupakan dasar hukum
adanya jenis-jenis baru di bidang asuransi.

Sementara itu sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPdt yang
menentukan bahwa:

“Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat perikatan;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.”

Dikatakan oleh R. Setiawan bahwa syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya,
sementara syarat ketiga dan keempat mengenai obyeknya. Apabila suatu perjanjian tidak
memenuhi syarat obyektif, maka perjanjian itu akibatnya batal demi hukum. Tetapi
apabila perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif, maka akibatnya perjanjian itu
dapat dibatalkan. Dalam hal tersebut yang berhak membatalkan adalah pengadilan.

75
Sehubungan dengan tumbuhnya jenis baru dalam bidang asuransi, kepentingan itu dapat
diasuransikan asal memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 268 KUHD, yaitu:

a. Dapat dinilai dengan uang;

b. Dapat diancam oleh suatu bahaya;

c. Tidak dikecualikan oleh undang-undang.

Dengan demikian, ketentuan KUHD maupun KUHPdt yang mendorong tumbuhnya


jenis-jenis baru dalam bidang asuransi antara lain Pasal 1338 ayat (1) Jo 1320 KUHPdt,
Pasal 246, 247, 268 Jo 250 KUHD.

Perusahaan Asuransi

Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam mengambil alih
risiko atas fisik barang jaminan atau agunan.

Makna usaha perasuransian berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992


Tentang Usaha Perasuransian adalah sebagai berikut:

a. Usaha perasuransian merupakan usaha jasa keuangan yang menghimpun dana


dari masyarakat melalui premi asuransi dengan memberikan perlindungan kepada
anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian
karena sesuatu yang tidak pasti terjadi atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
Bila sesuatu yang tidak pasti terjadi sehingga merugikan pemakai jasa asuransi, maka
perusahaan asuransi akan membayar klaim asuransi kepada pemakai jasa asuransi. Usaha
perasuransian meliputi kegiatana usaha asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan usaha
reasuransi.

b. Usaha penunjang asuransi merupakan usaha yang menyelenggarakan jasa


keperantaraan, penilaian kerugian asuransi, dan usaha lain sebagai pendukung kegiatan
usaha jasa perusahaan asuransi dalam kegiatan perasuransian. Usaha penunjang asuransi
terdiri dari usaha pialang asuransi, usaha pialang reasuransi, usaha penilaian kerugian
asuransi, usaha konsultan aktuaria, dan usaha agen asuransi.

76
Beberapa Prinsip dalam Sistem Hukum Asuransi

Didalam asuransi terkandung beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan bagi para
pihak dari tahap pembuatan perjanjian asuransi sampai dengan pemberian ganti rugi,
yaitu:

1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan (insurable


interest principle). Prinsip ini mengandung pengertian bahwa agar suatu perjanjian
asuransi bisa dilaksanakan, maka objek yang diasuransikan haruslah suatu kepentingan
yang dapat diasuransikan, yaitu kepentingan yang dapat dinilai dengan uang.

2. Prinsip keterbukaan atau kejujuran yang sempurna (utmost good faith principle).
Dalam prinsip ini terkandung arti bahwa penutupan asuransi baru sah apabila didasari
itikad baik.

3. Prinsip indemnitas (indemnity principle). Menurut prinsip ini bahwa yang


menjadi dasar oenggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung adalah sebesar
kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung (seimbang antara kerugian yang
betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti rugi yang harus ia terima).

4. Prinsip subrogasi untuk kepentingan penanggung (subrogation principle). Prinsip


ini berarti apabila pihak tertanggung telah mendapatkan ganti rugi atas dasar prinsip
indemnity, maka ia tidak berhak lagi memperoleh ganti rugi dari pihak lain, walaupun
ada pihak lain yang bertanggungjawab pula atas kerugian yang dideritanya.

5. Prinsip sebab akibat (causaliteit principle). Timbulnya kewajiban penanggung


untuk mengganti kerugian kepada tertanggung apabila peristiwa yang menjadi sebab
timbulnya kerugian itu disebutkan dalam polis. Tetapi tidaklah mudah menentukan suatu
peristiwa itu merupakan sebab timbulnya kerugian yang dijamin dalam polis. Ada 3
pendapat untuk menentukan sebab timbulnya kerugian dalam perjanjian asuransi, yaitu:

a) Pendapat menurut peradilan di Inggris terutama dianut yaitu sebab dari kerugian
itu adalah peristiwa yang mendahului kerugian itu secara urutan kronologis terletak
terdekat kepada kerugian itu. Inilah yang disebut Causa Proxima.

b) Pendapat kedua ialah di dalam pengertian hukum pertanggungan, sebab itu tiap-
tiap peristiwa yang tidak dapat ditiadakan tanpa juga akan melenyapkan kerugian itu.

77
Dengan kata lain ialah tiap-tiap peristiwa yang dianggap sebagai condition sinequa non
terhadap kerugian itu.

c) Causa remota: bahwa peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu
ialah peristiwa yang terjauh. Ini merupakan lanjutan dari pemecahan suatu ajaran yang
disebut “sebab adequate”yang mengemukakan bahwa dipandang sebagai sebab yang
menimbulkan kerugian itu ialah peristiwa yang pantas berdasarkan ukuran pengalaman
harus menimbulkan kerugian itu.

6. Prinsip kontribusi. Prinsip ini terjadi apabila ada asuransi berganda (double
insurance).

7. Prinsip Follow The Fortunes. Prinsip ini hanya berlaku bagi re-asuransi, sebab di
sini hanya penanggung pertama dengan penanggung ulang. Dalam hal ini penanggung
ulang mengikuti segala suka duka penanggung pertama. Prinsip ini menghendaki bahwa
tindakan penanggung ulang tidak boleh mempertimbangkan secara tersendiri terhadap
obyek asuransi, akibatnya segala sesuatu termasuk peraturan dan perjanjian yang berlaku
bagi penanggung pertama, berlaku pula bagi penanggung ulang.

Perjanjian Asuransi

Perjanjian asuransi mempunyai sifat dan ciri yang khusus, yaitu:

1. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian aletoir, bukan perjanjian komutatif.


Maksudnya bahwa prestasi dari penanggung untuk memberikan ganti rugi atau sejumlah
uang kepada tertanggung diganti kepada suatu peristiwa yang belum pasti terjadi
(onzeker voorval). Itu berarti terdapat kesenjangan waktu antara prestasi tertanggung
membayar premi dengan haknya mendapat ganti rugi dari penanggung. Hal demikian
berlainan dengan perjanjian jenis lain yang pada umumnya prestasi kedua belah pihak
dilaksanakan secara serentak. Oleh karena adanya syarat bagi pelaksanaan prestasi
penanggung tersebut maka perjanjian asuransi disebut pula sebagai perjanjian bersyarat
(conditional).

2. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian sepihak (unilateral). Maksudnya bahwa


perjanjian dimaksud menunjukkan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan janji
yaitu pihak penanggung.

78
3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung
(adhesion), karena didalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi
perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung/perusahaan
asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar.
Dengan demikian perjanjian asuransi sebagian terbesar ditentukan secara sepihak oleh
penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya
mengetahui banyak tentang apa yang akan dikemukakan. Akibatnya, apabila timbul
pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung.

Manfaat Asuransi Bagi Masyarakat dan Pembangunan

Dalam asuransi jiwa selain bersifat pengalihan risiko juga bersifat menabung. Hal ini
karena apabila kematian lebih lama dari yang ditentukan dalam penutupan asuransi
berarti penanggung akan memberikan sejumlah uang sebagaimana sudah ditetapkan
sebelumnya.

Tabungan inilah yang dapat disalurkan dalam turut membiayaipembangunan nasional,


disamping sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri.

Asuransi dikatakan sebagai alat pembangunan seperti yang diamanatkan dalam TAP
MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara pada arah dan
kebijakan pembangunan umum di bidang ekonomi dunia usaha nasional bagian c
mengatakan,

“Dalam rangka mengembangkan dunia usaha nasional agar makin mengembangkan


kemampuan dan peranannya dalam mendukung pembangunan nasional menciptakan
struktur ekonomi yang lebih kokoh, terus di dorong perkembangan kegiatan yang saling
mengisi secara efisien antar sektor usaha seperti pertanian, industri pertambangan,
perhubungan, konstruksi, konsultasi, perdagangan, perbankan, dan asuransi mulai dari
kegiatan yang paling hulu sampai dengan yang paling hilir.”

Sebagai realisasi dari adanya amanat diatas, maka pada tanggal 20 Desember 1988,
Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi di bidang asuransi diberikan peluang-peluang
dalam meningkatkan usahanya.

Peluang-peluang itu antara lain:

79
1. Pendirian perusahaan asuransi baru.

2. Pendirian perusahaan asuransi campuran.

3. Pemasaran polis-polis asuransi sesuai dengan kebutuhan.

4. Pembukaan kantor-kantor cabang baru sampai ke daerah-daerah.

D. BANK

Latar Belakang Sejarah

Sejarah perkembangan perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 9 periode :

1. Periode Pendudukan Belanda

2. Periode Pendudukan Jepang

3. Periode Awal Kemerdekaan Indonesia

4. Periode 1950 – 1959

5. Periode 1959 – 1966

6. Periode 1966 – 1969

7. Periode 1969 – 1983

8. Periode 1983 – 1988

9. Periode 1988 – sekarang

1. Periode Pendudukan Belanda

Bank pertama di Indonesia didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda pada 1824 dengan
nama Nederlandche Handel Maatschappij (NHM) dan pemerintah Hindia-Belanda
menjadi salah satu pemegang saham utama. Sekarang ini NHM telah berubah menjadi
Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII) yang kemudian demerger menjadi Bank Mandiri.

80
Pemerintah Hindia-Belanda juga mendirikan De Javasche Bank (1827), kini Bank
Indonesia (BI), dan NV Escompto Bank, sebuah bank swasta yang sekarang dikenal
sebagai Bang Dagang Negara (BDN) yang kemudian demerger juga ke dalam Bank
Mandiri. Pada tahun 1895 didirikan beberapa koperasi simpan-pinjam yang didirikan di
kalangan petani di Purwokerto, kemudian pada 1934 digabungkan oleh pemerintah
Belanda ke dalam Algemeene Volkscrediet Bank (AVB), saat ini menjadi Bank Rakyat
Indonesia.

Pada tahun 1898 pemerintah Hindia-Belanda bekerja sama dengan Jawatan Pos
membuka sebuah bank tabungan, Post Spaarbank. Yang kemudian diikuti oleh pendirian
Rumah Gadai Negara pada tahun 1901.

Kemudian pada saat menjelang kemerdekaan Indonesia terdapat sejumlah bank asing
yang beroperasi di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1928 di Surabaya didirikan sebuah
bank swasta, Bank Nasional Indonesia (BNI), oleh Dokter Sutomo, Samsi, dan Ir.
Anwari. Sesudah itu pada tahun 1932 berdiri Bank Abuan Saudagar di Bukittinggi, dan
Bank Bumi di Jakarta. Tidak satupun bank-bank swasta pada masa sebelum perang
tersebut yang mampu bertahan hingga masa kemerdekaan.

Bank-bank yang didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda mempunyai kedudukan kuat


di Indonesia pada saat itu. Contohnya NHM, yang lebih dikenal dengan sebutan Factorij,
karena semula bergerak di bidang perdagangan. Kedudukan lembaga ini sangat kuat
pada zaman tanam paksa, hampir sama dengan VOC yang menguasai bagian penjualan.
Semua hasil yang dimiliki pemerintah Hindia-Belanda harus dikirim melalui Factorij
dengan cara konsiyasi ke Negeri Belanda. Dengan memonopoli ekspor dan impor ini,
Factorij sudah tentu memperoleh kedudukan yang istimewa.

Sementara itu, guna memberikan fasilitas terhadap lalu lintas pembayaran serta
pembiayaan impor dan ekspor ke Eropa dan Amerika, pemerintah Hindia-Belanda
membuka pintu lebar-lebar bagi bank-bank devisa asing untuk mrndirikan kantor cabang
di Indonesia. Berturut-turut di Indonesia didirikan bank-bank asing, seperti The
Chartered Bank of India, The Overseas Chinese Banking Corporation, The Bank of
China, dan lain-lain.

2. Periode Pendudukan Jepang

81
Pada masa pendudukan Jepang, dunia perbankan Indonesia mengalami masa suram.
Pemerintah tentara Jepang merasa perlu memaksa bank supaya menyediakan biaya untuk
keperluan perang tentara Jepang. Pada 20 Oktober 1942, panglima tertinggi Jepang di
Jawa memerintahkan penutupan bank, kecuali AVB tidak ditutup, melainkan dilanjutkan
tetapi berganti nama menjadi Syomin Ginko. Sehubungan dengan penutupan bank-bank
tersebut, ditunjuk satu likuidator, yaitu Nanpo Kaihatsu Kinko, sebuah bank yang
berkantor pusat di Tokyo yang bertindak sebagai bank sirkulasi.

Pada awalnya perintah penutupan bank hanya ditujukan untuk bank-bank yang berada di
Pulau Jawa saja. Tetapi kemudian atas perintah bala tentara Jepang yang bermarkas di
Singapura, dikeluarkan peritah untuk menutup pula bank-bank yang berada di Pulau
Sumatera. Kementerian Perhubungan Laut yang berkedudukan di Tokyo pun
mengeluarkan perintah untuk menutup bank-bank yang berlokasi di Kalimantan dan
Indonesia Timur.

Pada 1 April 1943, Nanpo Kaihatsu Kinko membuka empat kantor di Pulau Jawa dan
empat lagi di Sumatera.Bank tabungan milik Hindia-Belanda yang dibekukan setelah
tentara Jepang mendarat di Indonesia pada 1 April 1942 dibuka kembali, tetapi namanya
diganti menjadi Tyokin Kyoku, dengan modal permulaan dari pihak Jepang.

Pada zaman pendudukan Jepang, propaganda kegiatan menabung tidak tanggung-


tanggung dengan prinsip “mula-mula dipaksa, kemudian menjadi kebiasaan”. Tetapi
usaha tersebut tidak mendatangkan hasil, karena jumlah penduduk yang berjuta-juta itu
terpaksa menabung sekedar memenuhi perintah. Ternyata usaha pengerahan tabungan itu
hanya merupakan pos rugi bagi pemerintah Jepang.

3. Periode Awal Kemerdekaan Indonesia

Setelah Agresi Militer Pertama dan kedua yang dilakukan oleh Belanda, di daerah yang
diduduki Belanda dibentk pemerintahan Netherland Indies Civil Administration (NICA),
yang kemudian mendirikan beberapa Negara bagian yang tergabung dalam Bijeenkomst
voor Federaal Overleg (BFO). Di Negara-negara bagian ini, bank-bank Hindia-Belanda
segera mengadakan rehabilitasi dan bekerja kembali.

Sementara di daerah Republik Indonesia, dalam Sidang Dewan Menteri pada 19


September 1945, pemerintah Republik Indonesia memutuskan untuk mendirikan sebuah
bank sirkulasi berbentuk bank milik negara. Pembentukan bank ini dipercayakan pada

82
R.M. Margono Djojohadikusumo. Segera dilakukanlah tindakan-tindakan positif dengan
mendirikan yayasan “Pusat Bank Indonesia” dengan Akta Notaris R.M. Soerojo di
Jakarta pada 14 Oktober 1945. Modal awalnya berjumlah Rp 340 ribu uang Jepang yang
diperoleh dari Dana Revolusi, yaitu dana yang dikumpulkan oleh rakyat untuk
perjuangan kemerdekaan.

Setahun setelah kemerdekaan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah


Pengganti UU No. 2 tahun 1946 yang menegaskan lahirnya BNI, yang peresmiannya
dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1946. Tugas BNI adalah mengeluarkan dan
mengedarkan uang kertas bank di samping bertindak sebagai pemegang kas negara. Pada
kenyataannya, tugas BNI adalah mengatur pengedaran Uang RI (ORI – Oeang Repoeblik
Indonesia) sebagai uang kertas pemerintah, di samping menarik uang masa pendudukan
Jepang dan menggantinya dengan ORI. Surat penugasan ini ditandatangani oleh A.A.
Maramis sebagai Menteri Keuangan waktu itu. Setelah itu diterbitkanlah ORI setempat
oleh perintah daerah. Masa berlaku ORI mencapai tiga tahun lima bulan, karena setelah
pengakuan kedaulatan, atas pertimbangan penyehatan keuangan, ORI ditarik dari
pengedaran dan diganti dengan uang De Javasche Bank.

Kemudian pada 22 Februari 1946, berdasarkan PP No. 1 tahun 1946, didirikan Bank
Rakyat Indonesia (BRI) yang melanjutkan kegiatan AVB beserta cabang-cabangnya
yang tersebar di seluruh Indonesia. Keinginan pemerintah dapat dipenuhi oleh daerah
yang dikuasai pemerintah RI, sedangakn wilayah Indonesia yang dikuasai pihak Hindia-
Belanda diusahakan oleh pihak Hindia-Belanda dengan membuka bank kembali dengan
menggunakan nama AVB.

Pada 1 Januari 1947, pemerintah RI mendirikan Banking and Tading Corporation Ltd.
(BTC) yang berpusat di Jakarta. Perusahaan ini dapat dikatakan sedikit sekalli
melakukan usaha sebagai sebuah bank. Sewaktu Agresi Militer Kedua terjadi, semua
milik BTC disita Belanda. Tetapi setelah pengakuan kedaulatan dan kembalinya
pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta, BTC dihidupkan kembali. Akhirnya BTC
baru melakukan usaha-usaha perbankan yang sesungguhnya setelah berganti nama
menjadi Indonesia Banking Corporation (IBC).

4. Periode 1950 – 1959

83
Masa ini dimulai dari berlangsungnya Konferensi Meja Bundar (KMB) sampai dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. KMB berlangsung pada 1949 di Den Haag,
Negeri Belanda. Konferensi ini memutuskan untuk menyerahkan kedaulatan Indonesia
kepada pemerintah Republik Indonesia Sekirat (RIS). Ternyata pihak Indonesia sulit
mengusahakan agar BNI berlaku sebagai bank sentral. Maka pemerintah RIS terpaksa
menerima De Javasche Bank sebagai bank sentral yang berhak mengedarkan uang
kertas, artinya bertindak sebagai bank sirkulasi di Indonesia.

Fungsi lain De Javasche Bank masih sama yaitu membiayai perusahaan Belanda di
Indonesia. Hal ini menyebabkan posisi bank tersebut menjadi sangat lemah. Maka RIS
membubarkan diri kemudian membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
pada 1950. Kemudian pada tanggal 30 April 1951 Menteri Keuangan, Jusuf Wibisono
menyatakan bahwa pemerintah RI hendak menasionalisasi De Javasche Bank. Akhirnya
pada 6 Desember 1951 De Javasche Bank dinasionalisasikan dengan UU No. 14 tanggal
6 Desember 1951. Tetapi biarpun telah dinasionalisasikan bentuk hukum De Javasche
Bank tetap “perseroan terbatas” atau naamloze vennootschap (NV).

Pada 1953 dikeluarkan UU No. 11 tentang penetapan UU Pokok Bank Indonesia,


sebagai pengganti UU De Javasche Bank tahun1922. Di samping itu terdapat pula aturan
tambahan, yaitu PP No. 1 tahun 1955, Keputusan-keputusan Dewan Moneter No. 25, 26,
dan 27 tahun 1957. Dengan demikian, BI telah dilengkapi dengan kekuasaan dan ha-hak
prerogatif sebagai bank sentral modern.

Pada 1959 pemerintah melakukan sanering. Semua uang NICA dan uang kertas De
Javasche Bank yang nilainya lebih dari Rp 2,50,- dipotong dua bagian. Bagian kanan
uang ini dapat ditukar dengan 3% Obligasi RI, sedangkan bagian kiri dapat ditukar
dengan uang kertas yang baru dari De Javasche Bank.

Pada periode ini juga ditandai dengan mulai beroperasinya kembali bank-bank asing,
seperti Nationale Handels Bank (NHB), Bank of China, dan sebagainya. Selain itu juga
muncul bank-bank swasta nasional yang baru. Sampai akhir 1955, jumlah bank swasta
ini telah mencapai 75 buah. Dengan dipelopori 12 bank swasta, Perhimpunan Bank-bank
Nasional Indonesia (Perbanas) berdiri pada tanggal 27 Mei 1952.

84
Selama tahun 1957-1958 terjadi eksodus orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia,
termasuk tenaga pimpinan dan staf eks perbankan Belanda, sehingga terjadi semacam
kekosongan kendati dapat diisi oleh tenaga bangsa Indonesia.

Bank Belanda yang pertama kali dinasionalisasi adalah NHB. Bank ini dinasionalisasi
dengan PP No. 39 tahun 1969. Untuk menampung semua kegiatannya, pemerintah
mendirikan Bank Umum Negara (Buneg) dengan UU No. 1 tahun 1959, yang kelak
berubah menjadi Bank Bumi Daya (BBD). Kemudian bank kedua yang dinasionalisasi
adalah Nederlandsche Handels Maatschappij (NHM). Bank ini dinasionalisasi dengan
UU No. 41/prp/1960 tanggal 16 Oktober 1960.

Pada 8 November 1960, Badan Pengawas Bank-bank Belanda Pusat, atas nama
pemerintah, mengambil alih NHM, dinasionalisasi dan kemudian dilebur ke dalam
BKTN. Bank lain milik pemerintah Belanda yang dinasionalisasi adalah PT Escomtibank
yang semula bernama Nederlandsche Indische Handlesbank (NIH), yang didirikan tahun
1863. Sebagai pengganti bank ini, oleh pemerintah didirikan Bank Dagang Negara
(BDN) dengan UU No. 13/prp/1960 tertanggal 1 April 1960.

5. Periode 1959 – 1966

Pada 1962 terjadi perombakan struktural kepemimpinan moneter perbankan.


Berdasarkan “Regrouping Kabinet” tahun 1962, bidang urusan keuangan dipimpin
langsung oleh seorang Wakil Menteri Pertama (WAMPA) yang merupakan atasan
langsung dari:

a) Departemen Urusan P3 (Pendapatan, Pembiayaan, dan Pengawasan)

b) Departemen Urusan Anggaran Negara

c) Departemen Urusan Bank Sentral/Bank Indonesia

Dengan status baru lembaga Bank Indonesia, kedudukan Gubernur Bank Indonesia
menjadi setingkat dengan kedudukan menteri. Akibatnya, walaupun tidak ada keputusan
resmi yang mengubah UU Bank Indonesia 1953, praktis kedudukan Dewan Moneter
seolah-olah dibekukan. Tugas dan wewenang Dewan Moneter beralih ke tangan
pemeritah.

85
Pada permulaan 1965, dengan Penetapan Presiden No. 17/1965, diputuskan
pembentukan sistem perbankan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia.
Dalam sistem ini diintegrasikan BI menjadi Bank Negara Indonesia Unit I, BKTN
menjadi Bank Negara Indonesia Unit II, Bank Negara Indonesia menjadi Bank Negara
Indonesia Unit III, Bank Umum Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV, dan
Bank Tabungan Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit V.

Pada periode ini kegiatan industri perbankan mengalami kemerosotan yang cukup
drsatis. Hal seperti ini tidak lepas dari kebijaksanaan pemerintah sendiri yang sebelum
1966 lebih memberi prioritas pada masalah-masalah politik daripada pembangunan
ekonomi, sehingga mengakibatkan timbulnya banyak kesulitan di bidang ekonomi.
Tingkat inflasi mencapai puncaknya pada 1966, yaitu sebesar 635%. Di samping itu
pengawasan devisa yang sangat ketat disertai kurs devisa ganda untuk mengatur
pembagian cadangan devisa yang masih langka telah menyebabkan kurs pasar gelap
menjadi dua atau tiga kali lipat dari kurs resmi yang ditetapkan pemerintah.

Dalam situasi yang tidak normal ini, dapat dimengerti mengapa masyarakat Indonesia
sedikit sekali menyalurkan tabungannya melalui sistem perbankan. Setiap kenaikan
harga berarti berkurangnya nilai riil uang. Artinya ditengah masyarakat juga selalu
timbul gejala kekurangan uang.

6. Periode 1966 – 1969

Pada zaman Orde Baru, Presiden Soeharto segera mengambil langkah-langkah


penyusunan pembaharuan kebijakan dasar ekonomi, keuangan, dan
pembangunan.Periode ini disebut juga dengan periode stabilisasi dan rehabilitasi.
Adapun tindakan-tindakan yang diambil oleh pemerintah Orde Baru adalah :

1) Tindakan moneter tahun 1965 yang menetapkan mata uang rupiah baru
menggantikan seribu rupiah uang lama.

2) Mengusahakan APBN yang seimbang, walaupun dengan bantuan kredit lunak


dari negara-negara donor IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia), sehingga
sumber inflasi dari defisit anggaran bisa ditiadakan.

3) Menormalkan kembali struktur perbankan sesuai dengan UU Pokok Perbankan


1967 dan UU Bank Indonesia 1968.

86
4) Menggalakkan tabungan dan deposito yang sekaligus dapat mengurangi inflasi,
dengan menetapkan tingkat bunga deposito yang menarik, untuk tahap pertama dengan
tingkat bunga 6% sebulan.

5) Menyehatkan posisi neraca pembayaran dalam bentuk moratorium pembayaran


kredit ke luar negeri dan sekaligus mendapatkan bantuan, termasuk pangan (beras dan
gandum), untuk perbaikan segera pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

6) Menormalkan hubungan dengan luar negeri, termasuk kesediaan pembicaraan


kompensasi segala perusahaan dan perkebunan yang telah dinasionalisasikan.

7) Mengadakan UU Penanaman Modal Asing (PMA), dan Penanaman Modal


Dalam Negeri (PMDN) dan sekaligus memberi izin kepada beberapa kantor cabang bank
asing untuk membuka kantor dan melakukan kegiatan di Jakarta.

Program stabilisasi dan rehabilitasi yang merupakan program jangka pendek itu
memprioritaskan pengendalian inflasi, penyediaan pangan yang cukup, rehabilitasi
prasarana ekonomi, peningkatan kegiatan-kegiatan ekspor, serta pencukupan bahan
pakaian. Adapun urutan tindakan pemerintah dalam rangka pelaksanaan program jangka
pendek tersebut adalah sebagai berikut:

a) Ketentuan-ketentuan 3 Oktober 1966 sebagai tahap pertama mengandung


kebijakan perkreditan, kebijakan anggaran yang berimbang, kebijakan perdagangan luar
negeri, penjadwalan kembali utang-utnag luar negeri, kebijakan penanaman modal asing,
serta kebijakan decontrol dan debirokratisasi.

b) Fase kedua yang dimuat dalam ketentuan 10 Februari 1967, bertujuan untuk
menyesuaikan tarif dan harga-harga.

c) Ketentuan-ketentuan 28 Juli 1967 sebagai tahap ketiga program jangka pendek


mempunyai sasaran untuk memperlancar arus peredaran barang dan menyehatkan
sarana-sarana produksi.

Serangkaian keputusan dan undang-undang yang dikeluarkan dalam periode tersebut


telah memberikan landasan bagi kebijakan nasional tentang pengaturan perbankan di
Indonesia.Landasan pokok penting bagi perbankan tercantum pada UU Pokok Perbankan
No. 14 tahun 1967 berbunyi :

87
Pertama, tata perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem yang menjamin adanya
kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesianserta mengawasi
pelaksanaan kebijakan moneter pemerintah di bidang perbankan.

Kedua, memobilisasi dan mengembangkan seluruh potensi nasional yang bergerak di


bidang perbankan berdasarkan asas-asas demokrasi ekonomi.

Ketiga, membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut diatas bagi kepentingan
ekonomi rakyat.

Dengan adanya kebijakan-kebijakan ini ekonomi Indonesia berangsur-angsur membaik.


Oleh karena nilai rupiah mulai stabil, masyarakat mulai pulih kepercayaanya pada mata
uang rupiah dengan akibat peningkatan tabungan dalam bentuk currency. Tetapi
selanjutnya meningkatkan juga dalam bentuk simpanan giro. Perkembangan ini terutama
berlangsung setelah bulan Oktober 1968, ketika bank-bank mulai memberikan suku
bunga yang sangat tinggi terhadap deposito berjangka antara 4-6 persen perbulan. Pada
tahun-tahun berikutnya, karena inflasi sudah reda, suku bunga menurun dengan tenang.
Secara keseluruhan tingkat bunga bank tetap berada dalam pengendalian bank sentral.

7. Periode 1969 – 1983

Setelah gelombang perkembangan ekonomi pada umumnya dapat dikendalikan dengan


mantap, kebijakan moneter dengan pasti diarahkan untuk mencapai stabilitas moneter
menuju pencapaian target Pelita II dan III.

Pada 12 Juli 1971 dikeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) tentang Tabungan
Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka (Taska). Kemudian
pada 1974, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan tentang berlakunya pasar uang di
Jakarta. Pasar uang antarbank tersebut dapat dijadikan arena bagi BI untuk
mempengaruhi perkembangan dana dan kredit perbankan. Melalui intervensinya pada
pasar uang antarbank ini, BI dapat mengendalikan perkembangan uang primer dan
jumlah uang yang beredar. Selanjutnya, perkembangan transaksi dan suku bunga dalam
pasar ini dapat dijadikan ukuran bagi perlu atau tidaknya diambil tindakan untuk
mempengaruhinya.

Untuk lebih menyemarakkan sektor keuangan, pada awal decade 1970-an. Pemerintah
bersama Bank Indonesia memprakarsai pendirian Lembaga Keuangan Bukan Bank

88
(LKBB). Disamping itu, untuk menambah alternatif sumber atau cara pembiayaan, pada
1974 pemerintah meberikan izin dibukanya perusahaan leasing. Berbagai kebijakan
moneter selama periode ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pembangunan
ekonomi bangsa pada periode berikutnya.

8. Periode 1983 – 1988

Periode ini disebut juga periode deregulasi, karena pada periode ini banyak sekali
kebijakan baru yang merupakan kemajuan besar, khususnya di bidang moneter dan
perbankan. Pada awal dasawarsa 1980-an Indonesia menghadapi berbagai persoalan
sebagai akibat resesi ekonomi dunia, dan penurunan harga minyak bumi di pasaran
internasional. Perkembangan yang kurang menggembirakan ini telah mendorong
pemerintah mengambil tindakan moneter lagi pada 30 Maret 1983. Kebijakan ini juga
didukung oleh kebijakan anggaran belanja 1983/84 yang ketat, seperti penghapusan
subsidi dan penjadwalan kembali proyek-proyek besar yang banyak menggunakan
devisa.

Kenyataan ini mendorong perlunya suatu perubahan dalam kebijakan moneter dan
perbankan, yang kemudian diwujudkan dengan keluarnya Kebijakan 1 Juni 1983. Ciri
pokok kebijakan ini adalah deregulasi di bidang perbankan, khususnya di bidang
perkreditan, penghapusan pagu kredit yang telah berlaku sejak April 1974. Tujuannya
untuk mengurangi ketergantungan bank-bank pada Bank Indonesia, dan ketentuan ini
telah membebaskan Bank Indonesia sebagai lender of the first resort, dan kembali ke
fungsi pokoknya sebagai lender of the last resort. Kenyataan menunjukkan bahwa
kebijakan ini telah memberi hasil yang cukup berarti. Sejak 1 Juni 1983 sampai dengan
Maret 1984, deposito di bank-bank pemerintah meningkat 151% dibandingkan dengan
peningkatan sebesar 18% dari Agustus 1982 sampai dengan Mei 1983. Untuk
melengkapi kebijakan tersebut, BI mengeluarkan SBI dan fasilitas diskonto.

Setelah kebijakan deregulasi perbankan itu berjalan lebih dari dua tahun, pada
permulaan September 1985 pemerintah memutuskan bahwa bank-bank asing dapat
memberikan kredit ekspor kepada perusahaan, termasuk perusahaan asing di luar Jakarta.
Perkembangan yang menonjol setelah deregulasi ini terjadi pada BUSN. Sebelum

89
kebijakan 1 Juni 1983, pertumbuhan kantor BUSN baru sekitar 4,4% setahun. Tetapi
setelah kebijakan tersebut kantor BUSN tumbuh menjadi 12,5% setahun dan terus
mengalami perkembangan selanjutnya.

Menjelang akhir 1986, pemerintah mengeluarkan lagi kebijakan moneter, yaitu devaluasi
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sebesar 45%, atau dari nilai tukar Rp 1.134,-
menjadi Rp 1.644,- pada tanggal 12 September 1986. Dua hari setelah itu Bank
Indonesia mengumumkan cara baru dalam penentuan nilai tukar dengan tidak lagi
memberi porsi yang kuat pada dolar, melainkan dengan variasi perhitungan yang
didasarkan atas tingkat SDR (Special Drawing Rights), di samping tetap berpegang pada
prinsip nilai tukar mengambang (floating rate). Melengkapi kebijakan ini, maka pada 25
Oktober 1986 pemerintah melalui BI mengeluarkan ketentuan-ketentuan swap ulang
untuk bank-bank devisa dan LKBB. Deregulasi swap, dengan sendirinya memberi
dampak positif, antara lain:

a) Dana yang mahal dari sumber domestic terpaksa dihadapkan pada kompetisi oleh
sumber dana yang lebih murah. Hal ini diharapkan dapat menekan dana-dana yang lebih
mahal tersebut, meskipun dampaknya lebih lanjut berupa money outflow tetap masih
mengantui pula.

b) Fasilitas swap diharapkan akan merangsang perusahaan, baik bank maupun


nonbank (LKBB, leasing, dan jenis perusahaan lainnya), untuk melakukan pemasukan
dana dari luar negeri.

c) Risiko perubahan kurs yang sudah dapat dihindari dengan swap, meskipun hanya
dalm jangka waktu enam bulan, dengan sendirinya dapat meniadakan kekhawatiran
terhadap ketidakpastian usaha.

Jadi, deregulasi swap 25 Oktober ini pada pokoknya benar-benar diselaraskan dengan
jiwa deregulasi perbankan 1 Juni 1983. Beberapa perubahan dalam deregulasi swap ini
adalah sebagai berikut:

a) Swap antara bank dengan nasabahnya dilakukan atas dasar kebijakan yang
ditetapkan oleh masing-masing bank. Jenis valuta, besar swap nasabah, dan premi swap
dikenakan pada kebijakan masing- masing bank.

90
b) Premi swap ulang yang diterapkan Bank Indonesia didassarkan atas
perkembangan suku bunga pinjaman luar negeri.

Pengaruh psikologis devaluasi pada September 1986 yang lalu terhadap masyarakat
membuat kepercayaan mereka terhadap nilai tukar rupiah menurun, dan banyak dari
mereka memborong dolar karena khawatir kalau pemerintah mengadakan devaluasi lagi.

Sementara, sejak Desember 1986 sampai akhir Mei 1987 terjadi capital outflow yang
cukup deras. Beberapa kondisi yang menyebabkan larinya modal keluar negeri tersebut
antara lain:

a) Ketidakpastian besarnya proyeksi defisit neraca pembayaran luar negeri kita


waktu itu sebagai akibat ketidakpastian harga migas dan penurunan harga berbagai
komoditi ekspor tradisional lainnya, serta depresiasi dolar AS yang berlangsung sangat
cepat. Sedangkan debt service ratio (DSR) Indonesia sudah meningkat menjadi di atas
41%.

b) Kurangnya dukungan iklim usaha dan besarnya distorsi dalam ekonomi dalam
negeri, antara lain karena masih berlakunya tata niaga impor bagi komoditi bahan baku
dan komoditi penolong penting.

c) Manajemen kurs BI sering tertinggal oleh perkembangan kurs pasar


internasional. Disamping itu, BI menetapkan premi swap valuta asing pada tingkat
konstan tertentu. Tingkat premi itu baru berubah setelah melalui periode yang cukup
lama dengan presentasi yang lebih lambat dari perubahan tingkat suku bunga di pasar
dunia. Keterlambatan kurs valuta asing dan tingkat premi swap tersebut telah membuka
peluang bagi spekulator valuta asing untuk memperoleh keuntungan.

Untuk menghindari dampak negatif lanjutan yang bisa terjadi, maka pada akhir 1987
pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Sumarlin, kembali mengeluarkan kebijakan
baru yang dikenal dengan Gebrakan Sumarlin. Gebrakan ini dimaksudkan untuk
memerangi spekulasi mata uang asing, dengan cara mengurangi rupiah yang beredar.
Kebijakan itu ditempuh dengan perhitungan akan bisa menekan usaha spekulasi, karena
tidak ada lagi yang bisa ditukarkan dengan dolar.

Penciutan rupiah terbesar terjadi pda akhir Juni 1987 ketika Sumarlin memerintahkan
empat BUMN –Taspen, PLN, PT Pusri, dan Pertamina- menarik deposito dan giro

91
masing-masing yang ditaruh di bank-bank pemerintah dan kemudian menggunakannya
untuk membeli SBI. Akibatnya deposito dan giro bank-bank pemerintah tersedot 800
miliar rupiah dan berpindah ke BI. Akibatnya bank-bank di Indonesia mengalami
kesulitan mencari dana rupiah. Dolar Amerika yang mereka miliki mau tidak mau harus
dijual untuk menutupi kekurangan rupiah. Dengan demikian, dolar Amerika mengalir
lagi ke bank sentral dan memperbesar cadangan devisa yang dikuasai pemerintah.

Akan tetapi, karena cara kontraksi moneter dan instrument seperti itu yang digunakan,
keberhasilannya terpaksa dibayar dengan harga yang sangat mahal. Kontraksi moneter
yang drastis menimbulkan krisis likuiditas pada lembaga-lembaga keuangan dan pada
perekonomian nasional. Kesulitan likuiditas itu mengakibatkan tingkat suku bunga
pinjaman di dalam negeri meningkat cepat, di samping memaksa pemasukan modal dari
luar negeri. Sebagian dari valuta asing yang mengalir masuk tersebut, merupakan dana
valuta asing milik bank-bank yang terkena dampak Gebrakan Sumarlin, dan sebagian
lagi mungkin berupa dan valuta asing yang diparkir oleh para speculator di luar negeri,
dan sisanya mungkin berupa pinjaman baru dari luar negeri untuk mengatasi krisi
likuiditas rupiah di kalangan lembaga-lembaga dalam negeri.

Meningkatnya suku bunga deposito akan memikat pemilik modal untuk menyimpan
dana di bank. Sebaliknya, suku bunga pinjaman yang meningkat akan menekan sektor
produksi dan investasi. Sektor produksi tertekan karena kesulitan likuiditas, dan minat
untuk invetasi terlihat kembali karena suku bunga yang tinggi sangat memberatkan
investor.

Jika dikaitkan dengan perkembangan perbankan nasional sampai akhir 1987,


perkembangan moneter dan deregulasi di atas ternyata menunjukkan fluktuasi yang
berbeda-beda. Perolehan keuntungan riil (margin laba) bank swasta nondevisa sampai
akhir 1987 meningkat cukup besar. Dan berdasarkan data terakhir sebelum dikeluarkan
Paket 27 Oktober 1988, jumlah BUSN tercatat sebanyak 66 buah, termasuk 2 bank
tabungan swasta dan 10 buah diantaranya adalah bank devisa.

9. Periode 1988 – Sekarang

Menko Ekuin Radius Prawira mengumumkan serangkaian kebijakan baru yang


merupakan paket deregulasi di bidang Keuangan Moneter dan Perbankan (KMP) pada
tanggal 27 Oktober 1988. Paket kebijakan ini ebih dikenal deengan sebutan Pakto 1988.

92
Adapun intisari Paket Oktober 1988 tersebut meliputi:

1) Semua bank – baik bank pemerintah, bank pembangunan daerah, bank swasta
nasional, maupun bank koperasi – bebas membuka kantor cabang di seluruh wilayah
Indonesia, dengan syarat 24 bulan terakhir atau minimal 20 bulan terakhir tergolong
sehat, termasuk permodalannya.

2) Pembukaan kantor cabang pembantu dan kantor-kantor lainnya di bawah kantor


cabang, cukup dengan pemberitahuan kepada BI. Jadi, tidak perlu izin baru.

3) Pendirian bank umum, bank pembangunan swasta, dan bank pembangunan


kopersi yang selama ini tertutup dibuka kembali, dengan syarat modal setornya minimal
Rp 10 miliar untuk bank umum dan bank pembangunan swasta, dan simpanan wajibnya
minimal Rp 10 miliar untuk bank pembangunan koperasi.

4) Bank Perkreditan rakyat (BPR) yang ada dapat ditingkatkan menjadi bank umum
atau bank pembangunan setelah memenuhi syarat permodalan.

5) BPR boleh didirikan di kecamatan di luar ibu kota Dati II, dan ibu kota provins,
dengan syarat berbentuk perseroan terbatas (P.T.) atau perusahaan daerah (P.D.), dan
modal setornya Rp 50 juta. Sedangkan untuk yang berbentuk badan hukum koperasi,
simpanan pokok dan simpanan wajibnya minimal Rp 50 juta.

6) BPR boleh membuka cabang di kecamatan tempat kedudukan bank yang


bersangkutan, tanpa izin dari Menteri Keuangan tetapi harus lapor kepada BI setempat.

7) BPR dapat menghimpun dana masyarakat berupa giro, deposito, dan tabungan,
sedangkan pemberian kreditnya terutama diperuntukkan bagi pengusaha kecil atau
masyarakat pedesaan. Namun bersadasrkan SK Menteri Keuangan No. 279/
KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989, yaitu penyempurnaan Keputusan Menteri
Keuangan RI No. 1064/KMK.00/1988 tentang pendirian dan usaha BPR, maka akhirnya
BPR tidak diperkenankan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk giro.

8) BPR yang ada di ibu kota negara, ibu kota provinsi atau ibu kota Dati II harus
ditingkatkan menjadi bank umum atau bank pembangunan, atau dipindahkan ke
kecamatan. Batas waktu penyesuaian tersebut dua tahun sejak berlakunya peraturan.

93
9) Semua bank dapat menyelenggarakan program Tabanas, Taska, dan tabungan
lainnya.

10) Penerbitan sertifikat deposito oleh bank tidak memerlukan izin lagi.

11) Syarat menjadi bank decisa hanya dikaitkan dengan tingkat kesehatan, yaitu
selama 24 bulan atau minimal 20 bulan tergolong sehat, dengan volume usaha harus
mencapai sekurang-kurangnya Rp 100 miliar, dana pihak ketiga sekurang-kurangnya Rp
80 miliar, dan pinjaman yang diberikan sekurang-kurangnya Rp 75 miliar.

12) Cabang-cabang bank devisa nasional secara otomatis menjadi bank devisa tanpa
perlu izin lagi selain melapor ke BI.

13) Dibuka kemungkinan untuk mendirikan bank campuran yang didirikan secara
bersama oleh satu atau lebih bank asing. Syaratnya, bank asing yang bersangkutan
mempunyai kantor perwakilan di Indonesia, termasuk peringkat besar di negara asalnya,
dan negara asalnya menganut asas respirokal.

14) Bank campuran dapat memilih tempat kedudukan di salah satu dari enam kota,
yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Ujungpandang. Tetapi juga,
posisi kredit bank campuran tersebut, setelah 12 bulan sejak didirikan, diwajibkan
sekurang-kurangnya mencapai 50% untuk kredit ekspor.

15) Bank asing yang telah ada dan tergolong sehar dapat membuka kantor cabang
pembantu baik di Jakarta maupun di lima kota besar tadi. Setelah 12 bulan sejak
dibukanya impor kantor cabang pembantu tersebut, posisi kredit ekspornya harus
mencapai sekurang-kurangnya 50% dari total kredit yang diberikan.

16) Bank-bank bukan devisa diperkenankan melakukan usaha perdagangan valuta


asing (money changer). Di samping itu, izin usaha perdagangan valuta asing, yang
selama ini berlaku untuk satu tahun, diubah menjadi tanpa batas atau untuk selamanya.

17) Jangka swap diperpanjang dari maksimal enam bulan menjadi tiga tahun. Premi
swap yang selama ini 9% diubah, berdasarkan keadaan pasar, yaitu perbedaan antara
rata-rata suku bunga deposito di dalam negeri dengan LIBOR (London Inter Bank Offer
Rate). Bila bank mengenakan premi lebih tinggi, maka premi swap ulang BI disesuaikan
dengan premi tersebut.

94
18) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
dapat menempatkan dananya pada semua bank umum dan LKBB, namum penempatan
dana tersebut pada bank bank yang bukan milik pemerintah atau pemerintah daerah tidak
boleh melbihi 50% dari dana yang dapat ditempatkan, dan pada masing-masing bank
maksimum 20% dasri seluruh penempatan dana BUMN/BUMD yang bersangkutan.

19) Bank dan LKBB dikenakan batas maksimum pemberian kredit (legal lending
limit) kepada debitor dan debitor grup, pemegang saham dan pengurus, antara lain:

a. Sebanyak 20% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk fasilitas yang
disediakan bagi satu debitor.

b. Sebanyak 50% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk fasilitas yang
disediakan bagi suatu debitor grup.

c. Sebanyak 5% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk kredit anggota dewan
komisaris bukan pemegang saham beserta grup perusahaan yang dimiliknya.

d. Sebanyak 10% dari jumlah penyertaan pada bank atau LKBB bagi pemegang
saham atau perusahaan yang dimiliknya.

20) Likuiditas wajib minimum bank diturunkan dari 15% menjadi 2% dari jumlah
kewajiban kepada pihak ketiga, dan batas pinjaman maksimum antar bank ditiadakan.

21) LKBB diperkenankan menerbitkan sertifikat deposito tanpa izin.

22) Perluasan modal bank dan LKBB dapat dilakukan dengan menerbitkan penjualan
saham baru melalu pasar modal.

Dengan paket ini diharapkan akan meningkatkan pengembangan sektor produksi dan
investasi di daerah pedesaan. Juga diharapkan semakin meningktakan pengerahan dana
masyarakat, efisiensi lembaga keuangan dan perbankan, pengendalian kebijakan
moneter, serta menunjang iklim pengembangan pasar modal yang saling berkait dan
saling mendukung untuk peningkatan ekspor nonmigas.

Krisis moneter yang mulai berjangkit pada sekitar pertengahan 1997 yang lalu
berdampak sangat buruk bagi perekonomian Indonesia dan telah berkembang menjadi
krisis multidimensional, termasuk krisis di bidang industri perbankan yang semula
memang sudah rapuh.

95
Akibat krisis perbankan terhadap perekonomian nasional jelas sangat berat. Pertumbuhan
ekonomi yang negatif, kondisi investasi yang semaik menurun, pengangguran tenaga
keja yang meningkat yang konon mencapai 40 juta orang.

Disamping akibat-akibat tersebut, terjadi juga akibat-akibat khusus, seperti:

1. Kasus rekapitulasi perbankan

2. Masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia

3. Masalah kredit macet

Di tengah-tengah krisis perbankan nasional tersebut, pada tanggal 10 November 1998,


yaitu pada era pemerintahan BJ Habibie, di undangkanlah UU No. 10 tahun 1998 tentang
Perubahan UU atas UU No. 7 tahun 1002 tentang perbankan.

UU No. 10 tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan 1998) pada prinsipnya


mengubah dan menambah UU No. 7 tahun 1992 (selanjutnya disebut UU perbankan
1992).

Pengertian Bank

Dalam UU lama maupun baru, pengertian bank pada pokoknya sama, hanya bedanya
dalam UU Perbankan 1992 menghilangkan kedudukannya sebagai lembaga keuangan
dan diganti dengan badan usaha. Arah usahanya lebih jelas ketimbang apa yang
dirumuskan dalam pengertian yang lalu.

Adapun pengertian bank dalam Pasal 1 No. 2 UU Perbankan 1998:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Perubahan istilah lembaga keuangan menjadi badan usaha dimaksudkan agar lembaga
perbankan lebih professional dalam mengelola usaha perputaran yang dari dan ke
masyarakat.

Sedangkan pengertian bank menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, bank adalah usaha
di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama
memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

96
Pengertian bank menurut para ahli:

a. Mac Loed

Bank is a shop for the sale of credit. (bank adalah suatu perusahaan kredit)

b. Hawtrey

Bankers are merely dealers in credit.

c. G. M. Verjin Stuart

Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kredit,
baik dengan alat pembayarannya sendiri dan dengan uang yang diperoleh dari orang lain
untuk maksud itu, maupun dengan jalan meperedarkan alat-alat pertukaran baru berupa
uang giral.

Jadi, pada hakikatnya yang dimaksudkan dengan bank ialah semua badan usaha yang
bertujuan untuk menyediakan jasa-jasanya jika terdapat permintaan atau penawaran akan
kredit. Bank memperoleh kredit dari orang lain, karena ia membayarkan bunga untuk
kredit itu. Sebaliknya ia memberikan kredit kepada orang lain dengan memungut bunga
yang lebih tinggi dari bunga yang dibayarkannya itu.

Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan

Mengenai asasnya ketentuan Pasal 2 UU Perbankan tahun 1992 menyebutkan, perbankan


Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokarsi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi”
adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berkaitan dengan itu, untuk memperoleh pengertian mengenai makna demokrasi


ekonomi Indonesia itu, ahli ekonomi Universitas Gadjah Mada, Mubyarto merumuskan
bahwa demokrasi ekonomi Indonesia sebagai Demokrasi Ekonomi Pancasila mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :

Pertama, dalam sistem ekonomi Pancasila koperasi ialah soko guru perekonomian;

97
Kedua, perekonomian Pancasila digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi,
sosial, dan yang paling penting ialah moral;

Ketiga, perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga dalam Pancasila terdapat solidaritas sosial;

Keempat, perekonomian Pancasila berkaitan dengan persatuan Indonesia, yang berarti


nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi. Sedangkan sistem perekonomian
kapitalis pada dasarnya kosmopolitanisme, sehingga dalam mengejar keuntungan tidak
mengenal batas-batas Negara;

Kelima, sistem perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya keseimbangan antara
perencanaan sentral (nasional) dengan tekanan pada desentralisasi di dalam pelaksanaan
kegiatan ekonomi.

Kemudian fungsi utama perbankan Indonesia menurut Pasal 3 UU Perbankan tahun 1992
menyebutkan, bahwa perbankan Indonesia mempunyai fungsi utama sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Sedangkan perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak semata-
mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang nonekonomis.
Secara lengkap mengenai hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang
Perbankan yang berbunyi, “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,
dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.

Jenis dan Usaha Bank

• Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya

1) Bank Sentral, yaitu Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UU No. 13


tahun 1968 tentang Bank Sentral, kemudian dicabut dengan UU No. 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia.

98
2) Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. (Pasal 1 No. 3 UU Perbankan 1998)

3) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Pasal 1 No. 4 UU Perbankan 1998)

4) Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu


atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Hal tersebut
dimungkinkan oleh ketentuan Pasal 5 ayat 2 UU Perbankan 1992. Maksud dari
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu antara lain melaksanakan
kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi,
pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, dan lain-lain.

Sedangkan Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudhrabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musharakah), dan lain-lain sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 13 UU
Perbankan 1998.

• Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya

1) Bank Umum Milik Negara, yaitu bank yang hanya dapat didirikan berdasarkan
UU.

2) Bank Umum Swasta, yaitu bank yang hanya dapat didirikan dan menjalankan
usahanya setelah mendapat izin dari pimpinan BI. Pendirian bank umum diatur dengan
SK Direksi BI No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999.

3) Bank Campuran, yaitu bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih
bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara Indonesia
dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia,
dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.

99
4) Bank Milik Pemerintah Daerah, yaitu Bank Pembangunan Daerah.

• Usaha Bank

Sesuai dengan Pasal 6 UU No. 7 tahun 1992 yang kemudian diubah dengan UU No. 10
tahun 1998, maka usaha-usaha yang dapat dilakukan bank meliputi:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.

2) Memberikan kredit.

3) Menerbitkan surat pengakuan utang.

4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya:

a) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasioleh bank yang masa


berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surta
dimaksud.

b) Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak
lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat termaskud.

c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.

d) Sertifikat Bank Indonesia.

e) Obligasi.

f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.

g) Instrument Surat Berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.

5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan


nasabah.

100
6) Menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun wesel
unjuk, cek atau sarana lainnya.

7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan


perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu


kontrak.

10) Melakukan penempatan dana dari naabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

11) Membeli melalui pelanggan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal
debitor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

12) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.

13) Menyediakan pembiayaan bagi nassabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (dalam UU No. 10 tahun
1998 menjadi: Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia).

14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu Bank Umum juga dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:

1) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang


ditetapkan oleh BI.

2) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

3) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara utnuk mengatasi akibat


kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

101
4) Bertindak sebagai pendiri dana pension dan pengurus dana pension sesuai dengan
ketentuan dalam perundang-undangan dana pension yang berlaku.

Sedangkan usaha-usaha BPR antara lain :

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito


berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2) Memberikan kredit.

3) Menyediakan pembiayaan bagi nassabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai


dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

4) Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito,


dan atau tabungan pada bank lain.

Bentuk Hukum Bank

Bentuk Hukum bank merupakan salah satu persyaratan pokok dalam mendirikan bank.
Bentuk hukum Bank Umum dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah ini:

1) Perusahaan Perseroan (PERSERO)

2) Perusahaan Daerah

3) Koperasi

4) Perseroan Terbatas

Sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat bentuk hukumnya yang diatur dalam Pasal 21
ayat 2 dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah ini :

1) Perusahaan Daerah

2) Koperasi

3) Perseroan Terbatas

4) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

102
Sementara bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang
berkedudukan di luar negeri adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya
sebagaimana ditentukan oleh Pasal 21 ayat 3 .

E. Kesimpulan

1. Modal Ventura

Perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha


pembiayaan atau permodalan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan
yang menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu.
(Keppres No. 61 Tahun 1988 dan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988)

Namun modal ventura ini sudah dikeluarkan dari kegiatan perusahaan


pembiayaan berdasar Kepmenkeu No. 448 KMK.017/2000.

2. Leasing

Leasing merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk menyediakan barang


modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna
usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha
(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. (SK
Menkeu No. 48 Tahun 1991).

3. Asuransi

Asuransi atau dalam bahasa Belanda "verzekering" berarti pertanggungan.Dalam


suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu : yang satu sanggup menanggung atau menjamin,
bahwa pihak lain (tertanggung) akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang
mungkin akan tertanggung derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum
tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. dan yang lain
adalah pihak yang ditanggung, yang diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak

103
yang menanggung. Uang tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang menanggung,
apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.

Asuransi mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

a) Adanya pihak tertanggung.

b) Adanya pihak penanggung.

c) Adanya perjanjian asuransi (antara penanggung dan tertanggung).

d) Adanya pembayaran premi (oleh tertanggung kepada penanggung).

e) Adanya kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan (yang diderita oleh


tertanggung).

f) Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.

Beberapa Prinsip dalam Sistem Hukum Asuransi

a) Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan (insurable


interest principle).

b) Prinsip keterbukaan atau kejujuran yang sempurna (utmost good faith principle).

c) Prinsip indemnitas (indemnity principle).

d) Prinsip subrogasi untuk kepentingan penanggung (subrogation principle).

e) Prinsip sebab akibat (causaliteit Principle).

f) Prinsip kontribusi. Prinsip ini terjadi apabila ada asuransi berganda


(doubleinsurance).

g) Prinsip Follow The Fortunes.

Perjanjian asuransi mempunyai sifat dan ciri yang khusus, yaitu:

a) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian aletoir, bukan perjanjian komutatif.

b) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian sepihak (unilateral).

104
c) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung
(adhesion), karena didalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi
perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung / perusahaan
asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar.

4. Bank

Sejarah perkembangan perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 9


periode:

1) Periode Pendudukan Belanda

2) Periode Pendudukan Jepang

3) Periode Awal Kemerdekaan Indonesia

4) Periode 1950 – 1959

5) Periode 1959 – 1966

6) Periode 1966 – 1969

7) Periode 1969 – 1983

8) Periode 1983 – 1988

9) Periode 1988 – sekarang

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Jenis dan Usaha Bank

• Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya

1) Bank Sentral.

2) Bank Umum.

3) Bank Perkreditan Rakyat.

105
4) Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu
atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.

• Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya

1) Bank Umum Milik Negara.

2) Bank Umum Swasta.

3) Bank Campuran.

4) Bank Milik Pemerintah Daerah.

• Usaha Bank

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.

2) Memberikan kredit.

3) Menerbitkan surat pengakuan utang.

4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya.

5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan


nasabah.

6) Menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana


kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun wesel
unjuk, cek atau sarana lainnya.

7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan


perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu


kontrak.

106
10) Melakukan penempatan dana dari naabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

11) Membeli melalui pelanggan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal
debitor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

12) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.

13) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu Bank Umum juga dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:

1) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang


ditetapkan oleh BI.

2) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

3) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara utnuk mengatasi akibat


kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

4) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pension sesuai dengan
ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

Sedangkan usaha-usaha BPR antara lain:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito


berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2) Memberikan kredit.

3) Menyediakan pembiayaan bagi nassabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai


dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

107
4) Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito,
dan atau tabungan pada bank lain.

Bentuk Hukum Bank

• Bentuk hukum Bank Umum dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah
ini:

1) Perusahaan Perseroan (PERSERO)

2) Perusahaan Daerah

3) Koperasi

4) Perseroan Terbatas

• Sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat bentuk hukumnya yang diatur dalam
Pasal 21 ayat 2 dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah ini:

1) Perusahaan Daerah

2) Koperasi

3) Perseroan Terbatas

4) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

108
DAFTAR PUSTAKA

1. Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. 2007

2. Kansil, C.S.T. dan Kansil, Christine S.T. Pokok-pokok Pengetahuan Hukum


Dagang Indoensia. Jakarta: Sinar Grafika. 2004

3. Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: Intermasa. 1996

4. Purwaningsih, Endang. Hukum Bisnis. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010

5. Suparman Sastrawidjaja, Man dan Endang. Hukum Asuransi, Perlindungan


Tertanggung, Asuransi Deposito, dan Usaha Perasuransian. Bandung: PT. Alumni. 2004

6. Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Kredit. Djambatan. 1996

7. Widjanarto. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: Pustaka


Utama Grafiti. 2003

109
BAB V

PASAR MODAL DAN INVESTASI

Oleh:

Diana Yurika, Astrid Rahma Ayu, Arfah Naila

A. Pengertian Pasar Modal dan Investasi


Sebagai bentuk pasar, pasar modal merupakan sarana atau wadah untuk
mempertemukan anatara penjual dan pembeli. Namun, analogi penjual
danpembeli disini sudah pasti akan berbeda dengan pasar komoditas di pasar
tradisional. Penjual dan pembeli disini adalah penjual dan pembeli instrument
keuangan dalam kerangka investasi. “market is difined as any situation in which
buyers and sellers can negotiate the exchange of a commodity or group of
commudity” (Robert Ang,1997)50
Pasar modal merupakan situasi yang mana memberikan ruang dan
peluang penjual dan pembeli bertemu dan bernegosiasi dalam pertukaran
komoditas dan kelompok komuditas modal (Robert Ang, 1997). Modal disini
baik modal berbentuk hutang (obligasi) maupun modal ekuitas (equity). Tempat
untuk pertukaran modal inilah yang selanjutnya disebut pasar modal (bursa efek).
Di dalam undang-undang, Pasar Modal didefinisikan sebagai kegiatan
yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan
public yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga profesi
yang berkaitan dengan efek. (Bab 1, pasal 1, angka 13, UURI No 8 tahun 1995
tentang Pasar Modal)51 .
Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
system dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek serta
pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.

50 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 10
51 Martalena,SE.,M.M., Pengantar Pasar Modal., (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011) hlm 2

110
Sementara efek adalah surat berharga pengakuan hutang, surat berharga
komersial saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan investasi kolektif,
kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek. 52
Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu system keuangan yang
terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua
lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga
yang beredar.dalam arti sempit, Pasar Modal adalah suatu pasar (tempat berupa
gedung) yang dipersiapkan guna memperdagangkan saham-saham,obligasi-
obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara
dagang efek (sunariyah, 2004).
Pasar Modal memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu Negara
kerena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama bagi sarana
pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana
dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat
digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan
lain-lain. Kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi
pada instrument keuangan, seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain.
Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai
karakteristik keuntungan dan resiko masing- masing instrument.
Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan
perusahaan ataupun institusi pemerintahan melalui perdagangan instrument
keuangan jangka panjang, seperti obligasi, saham dan sebagainya.

1) Fungsi Pasar Modal


Pasar modal merupakan tempat bertemuanya pihak yang memiliki dana
lebih (lender) dengan pihak yangmemerlukan dana jangka panjang (borrower).
Dalam perspektif perekonomian secara agregat fungsi dan peranan pasar modal
memiliki daya dukung perekonomian. Dalam system perekonomian pasar modal
memiliki dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Fungsi ekonomi,
bahwa pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender
ke borrower dalam rangka pembiayaan investasi. Dengan menginvestasikan
dananya, lender mengharapkan adanya imbalan atau return dari penyerahan dana

52Man Suparman Sastrawidjaya., Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga., (Bandung: Alumni,
1997) hlm 273

111
tersebut. Sedangkan bagi borrower, adanya dana dari luar dapat digunakan untuk
pengembangan usahanya tanpa menunggu dana dari hasil oprasi perusahaannya.
Fungsi keuangan, maksudnya bahwa dengan cara menyediakan dana yang
diperlukan oleh borrower dan pada lender tanpa harus terlibat langsung dalam
kepemilikan aktiva riil.53
Sedangkan ada fungsi pasar modal dalam perekonomian suatu Negara
karena memiliki 4 fungsi, yaitu:
1. Fungsi saving
Pasar modal dapat menjadi alternative bagi masyarakat yang ingin
menghindari penurunan mata uang karena inflasi.
2. Fungsi kekayaan
Masyarakat dapat mengembangkan nilai kekayaan dengan berinvestasi dalam
berbagai instrument pasar modal yang tudak akan mengalami penyusutan
nilai sebagaimana yang terjadi pada investasi nyata, misalnya rumah atau
perhiasan.
3. Fungsi likuiditas
Instrument pasar modal pada umumnya mudah untuk dicairkan sehingga
memudahkan masyarakat memperoleh kembali dananya dibandingkan rumah
dan tanah.
4. Fungsi pinjaman
Pasar modalmerupakan sumber pinjaman bagi pemerintah maupun
perusahaan untuk membiayai kegiatannya. 54

Dilihat dari perspektif lain, pasar modal juga memberikan fungsi besar bagi
pihak-pihak yang ingin memperoleh keuntungan dari investasi. Fungsi pasar
modal tersebut antara lain:

1. Bagi perusahaan

Pasar modal memberikan ruang dan peluang bagi perusahaan untuk


memperoleh sumber dana yang relative memiliki risiko investasi (cost of

53 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 16

54 Martalena,SE.,M.M., Pengantar Pasar Modal., (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011) hlm 3

112
capital) rendah dibandingkan sumber dana jangka pendek dari pasar uang.
Kerena, jika mengambil sumber dana untuk pembiayaan perusahaan dari
pasar uang (lewat kredit perbankan misalnya) maka harus menanggung
cost of capital berupa angsuran pokok dan bunga secara periodic. Hal itu,
dipandang cukup berat bagiperusahaan, terlebih jika dana tersebut
digunakan untuk investasi jangka panjang yang memberikan keuntungan
dengan tenggang waktuyang agak lama, sementara angsuran bank harus
diselesaikan setiap bulan.

2. Bagi investor
Alternative investasi bagi pemodal terutama bagi instrument yang
memberikan likuiditas tinggi. Pasar modal memberikan ruang investor
dan profesi lain untuk memperoleh return yyang cukup tinggi. Investor
yang berinvestasi melalui pasar modal tidak harus memiliki modal besar,
memiliki kemampuan analisis keuangan bagus. Pesar modal memberikan
ruang dan peluang untuk investor kecil, pemula, bahkan masyarakat
awam sekalipun, misalnya dengan mempercayakan dananya kepada fund
manager. Fundmanager akan melakukan portopolio investasi yang
menguntungkan atas dana yang dipercayakkannya.

3. Bagi perekonomian nasional


Dalam daya dukung perekonomian secara nasional, pasar modal memiliki
peran penting dalam rangka meningkatkan dan mendorong pertumbuhan
dan stabilitas ekonomi. Hal itu ditunjukan dengan fungsi pasar modal
yang memberikan sarana bertemunya anatara leder dan borrower. Disitu
terjadi kemudahan penyediaan dana untuk sector riil dalam peningkatan
produktifitas, sementara pada sisis lain pihak investor akan memperoleh
apportunity keuntungan dari danayang dimiliki.

2) Karakteristik Pasar Modal

Pasar modal merupakan lembaga yang terorganisir yang


menyediakan sarana transaksi sekuritas (mempertemukan investor beli
melalui perantara perdagangan efek) sehingga dilihat dari struktur dan

113
bentuk pasar berbeda dengan jenis pasar leinnya. Pasar modal tidak hanya
sebatas wadah, tempat, gedung dan jenis fasilitas fisik lainnya, melainkan
juga berupa penyediaan mekanisme yang memberikan ruang dan peluang
untuk melakukan transaksi.untuk itu pasar modal memiliki karakteristik,
antara lain:

1. Membeli prospek yang akan datang, hal itu ditunjukkan dengaan


karakter investasi, yang mana memberikan prospek keuntungan
dimasa depan (expected retrun), semua investor yang memiliki atau
memegang sekuritas didasarkan pengharapan dimasa datang baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Mempunyai harapan keuntungan tinggi,tapi juga mengandung risiko
yang tinggi juga. Inilah salah satu karakter di pasar modal. Hal itu,
sejalan dengan teori investasi yaitu instrument investasi yang
memberikan expected return tinggiumumnya mengandung
risikoyangtinggi pula (hight return- hight risk). Investasi
dipasarmodal berarti bermain diatas ekpetasi masa depan, yang
memiliki probabilitas munculnya return maupun risk. Kedua peluang
tersebut sama-sama tinggi, disinilah letak penting kemampuan
investor untuk memanfaatkan potensi analisisnya guna mengurangi
risiko investasi yang akan terjadi.
3. Mengutamakan kemampuan analisis, ini ciri khusus investasi di pasar
modal. Instrument pasar modal yang berarti investasi diatas prospek
masa depandalah keharusan untuk memaksimalkan kemampuan
analisis teknikal maupun fudemental. Banyak factor yang
mempengaruhi kinerja sekuritas, baik dari perusahaan emiten maupun
luar perusahaan, termasuk lingkungan internasional sekalipun. Pasar
modal juga dipengaruhi kondisi politik, social, hukum dan lingkungan
lainnya. Untuk itu kemampuan analisis menentukan resiko dan
keuntungan dalam berinvestasi.
4. Mengandung unsur spekulasi
Disadari ataupun tidak, investasi di pasar modal memiliki nilai
spekulasi yang tinggi, terlepas apakah telah dilakukan analisis
mendalam dengan maksud untuk mengurangi ketidakpastian masa

114
depan investasi, atau belum. Nilai spekulatif semakin Nampak
terutama bagi investor jangka pendek yang mengejar capital gain.
Investor jenis ini pola transaksinya seolah mengandung unsur domino
tinggi, yaitu memasang transaksi jual dan beli dengan memanfaatkan
potensi bertaruh. Membeli sekuritas tentu kemudian memasang
dengan harga tertentu, yang setiap saat dapat naik dan turun dengan
unpredictable. Disitu, pada prinsipnya yang dijual bukanlah surat
berharga sebagai meteri, melaikan potensi yang sangat sarat dengan
spekulatif yang terkandung pada sekuritas bersangkuta. 55

3) Manfaat Pasar Modal

Sebagai wadah yang terorganisir berdasarkan undang-undang


untuk mempertemukananatara investor sebagai pihak yang surplus dana
untuk berinvestasi dalam instrument keuangan jangka panjang, pasar
modal memiliki manfaat sebagai:

1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha


sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
2. Alternative investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan
resiko ynag bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan
diversifikasi investasi.
3. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan
mempunyai prospek, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan
iklim berusaha yang sehat.
4. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik
5. Memberikan akses control social
6. Menyediakan leading indicator bagi trand ekonomi Negara.

Adapun secara umum, pasar modal memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai wahana pengalokasian dana secara efisien


2. Sebagai alternative investasi

55 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 15

115
3. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat
dan berprospek baik
4. Pelaksanaan manajemen perusahaan secara professional dan
transparan
5. Peningkatan aktifitas ekonomi nasional

4) Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pasar Modal

1. Supply sekuritas, apakah cukup banyak perusahaan yang butuh dana?


Apakah mereka bersedia full disclosure? (Membuka kondisi
perusahaan)
2. Demand sekuritas, apakah cukum banyak masyarakat yang memiliki
dana?
3. Kondisi politik dan ekonomi
4. Masalah hukum dan peraturan
5. Keberadaan lembaga yang mengatur dan mengawasi, dan berbagai
lembaga yang memungkinkan transaksi secara efisien

5) Kelembagaan Dan Instrumen Pasar Modal

Struktur pasar modal Indonesia secara khusus diatur dalam Undang-


Undang No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal Indonesia. Berdasarkan
Undang-Undang tersebut, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (BAPEPAM-LK) melakukan pengawasan atas pelaksanaan
pasar di Indonesia termasuk lembaga dan profesi yang terkait dengannya.
Lembaga ini membantu pemerintah untuk mewujudkan industry pasar
modan dan lembaga nonbank yang sehat sehingga dapat menjadi
penggerak perekonomian Indonesia. Berikut ini adalah struktur pasar
modal Indonesia.

116
1. Badan Pengawas Pasar modal dan Lembaga Keuangan
BAPEPAM-LK merupakan badan pengawas pasar modal yang
mana, sebagaimana diatur dalam undang-undang BAPEPAM-LK
mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mencabut bagi lembaga,
institusi, perorangan dan emitem yang terlibat dalam pasar modal jika
melanggar peraturan perundangan. Disamping itu BAPEPAM-LK, juga
berhak menerbitkan peraturan dalam rangka penegakan hukum atas setiap
pelanggaran terhadap peraturan dan perundangan oleh pihak yang
berkaitan dengan pasar modal. Adapun tugas dan wewenang BAPEPAM-
LK sebagai berikut:

Sebagai pihak pemerintah, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga


Keuangan (BAPEPAM-LK), antara lain:
a. Melakukan pembinaan
b. Pengaturan
c. Pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal yang bertujuan untuk
mewujudkan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien

117
d. Melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat

Dalam rangka kepentingan tersebut selanjutnya Badan Pengawas Pasar


Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), memiliki kewenangan:

a. Memberikan izin, persetujuan, dan pendaftaran kepada pelaku pasar


modal
b. Memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum
c. Menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan
dibidang pasar modal
d. Melakukan penegakan hukumatas setiap pelanggaran terhadap setiap
peraturan perundang-undangan dan tindak pidana dibidang pasar
modal.

Adapun fungsi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuanagn


(BAPEPAM-LK), antara lain:

a. Menyusun peraturan dibidang pasar modal


b. Menegakkan peraturan dibidang pasar modal
c. Membina dan mengawasi pihak yang memperoleh izin usaha,
persetujuan, pendaftaran dari BAPEPAM-LK dan pihak lain yang
bergerak dipasar modal
d. Menetapkan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi emiten dan
perusahaan public
e. Menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihakyang dikenakan
sanksi oleh bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, dan lembaga
penyimpanan dan penyelesaian.
f. Menetapkan ketentuan akuntansi dibidang pasar modal
g. Mengamankan teknis pelaksanaan tugas pokok BAPEPAM-LK sesuai
dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh mentri keuangan dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku56

2. Bursa Efek

56 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 20

118
Berdasarkan Undang-Undang BAPEPAM-LK No. 8 tahun 1995,
bursa efek merupakan perseroan terbatas yang didirikan dengan tujuan untuk
menyelenggarakan dibidang pasar modal. Saham pasar modal dimiliki oleh
anggota yang terdiri dari perusahaan efek. Dengan demikian, pasar modal
adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system dan atau
sarana untuk menemukan penawaran jual dan beli efek dan pihak lain dengan
tujuan untuk memperdagangkan efek diantara mereka.

Sebagaimana Undang-Undang BAPEPAM-LK No 8 tahun 1995, pasar modal


tujuan keberadaan bursa efek, antara lain:
a. Menyelenggarakan perdagangan efek yang teretur,wajar dan efisien
b. Memberi fasilitas baik pisik maupun mekanisme terjadinya transaksi jual
dan beli oleh investor sekuritas pasar modal dengan perantara Wakil
Perantara Perdagangan Efek (WPPE)

Berkaitan dengan tujuan keberadaan pasar modal tersebut, sejalan dengan


peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No 8
tahun 1995, tugas bursa efek Indonesia antara lain:

a. Menyediakan sarana pendukung serta mengawasi kegiatan anggota bursa


efek
b. Menyusun rancangan anggaran tahunan dan penggunaan laba bursa efek,
dan melaporkannya kepada BAPEPAM-LK
c. Menetapkan peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan, perdagangan,
kesepadanan efek, kliring dan penyelesaian transaksi bursa, dan hal-hal
yang berkaitan dengan kegiatan bursa efek.

3. Lembaga Kliring dan Penjamin (PT.KPEI)


Untuk membantu segala proses administrasi serta penyimpanan efek
dalam hubungannya dengan perdagangan efek maka terdapat lembaga yang
bertugas dan berfungsi melakukan kliring dan penjaminan efek dari transaksi
efek, kedua lembaga tersebut adalah:
a. Lembaga kliring dan penjamin (LKP)
b. Lembaga penyimpan dan penyelesaian (LPP)

119
Lembaga kliring dan penjaminan efek merupakan anak bursa efek yang
berfungsi untuk melakukan kegiatan kliring dan penjaminan efek dari
transaksi efek. Bursa efek Indonesia membentuk LKP dengan nama PT.
Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Sedangkan perusahaan efek
dan bank kostodian dapat membentuk lembaga penyimpanan dan
penyelesaian (LPP) yang berfungsi untuk mempermudah penyelesaian
pemindahan bukuan serta proses penyimpanan efek. Lembaga penyimpanan
dan penyelesaian transaksi efek (LPP) yang sudah terbentuk adalah PT.
Koatodian Depositori Efek Indonesia (KDEI). Sementara tujuan LPP dan
LKP adalah menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi
bursa yang teratur, wajar dan efisien.

Dalam rangka menjamin penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek,


lembaga kliring dan penjaminan (LKP) memiliki tugas, antara lain:

a. Wajib menetapkan peraturan mengenai kegiatan kliring dan penjaminan


penyelesaian transaksi bursa, termasuk ketentuan mengenai biaya
pemakaian jasa
b. Menjamin penyerahan secara fisik baik saham maupun uang
Mayoritas saham lembaga kliring dan penjaminan wajib dimiliki oleh bursa
efek57

4. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (PT.KSEI)


Sementara untuk menjamin penyimpanan dan penyelesaian efek yang
ditrensaksikan dibentuk lembaga penyimpanan dan penyelesaian (PT.KSEI).
lembaga penyimpanan dan penyelesaian adalah pihak yang
menyelenggarakan kegiatan kostudian sentral bagi bank custodian sentral
bagi bank custodian, perusahaan efek dan pihak lain.
Tugas lembaga penyimpanan dan penyelesaian (PT. KSEI), antara lain:

57 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 21

120
a. Wajib menetapkan peraturan mengenai jasa custodian sentral dan jasa
penyelesaian transaksi efek, termasuk ketentuan mengenai biaya
pemakaian jasa
b. Mengamankan pemindahtanganan efek
c. Menyelesaikan settlemen

Adapun tujuan lembaga penyimpanan dan penyelesaian (PT.KSEI) adalah


menyediakan jasa custodian sentral dan penyelesaian transaksi yang
teratur, wajar, dan efisien.

5. Perusahaan Efek
Perkembangan bursa efek di Indonesia tidak dapat dilepas dari perusahaan
efek yang ada. Perusahaan efek disini berperan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal, mengelola serta menghimpun dana bagi perusahaan
public. Perusahaan efek merupakan kegiatan usaha sebagai perantara
pedagang efek, penjamin emisi efek, dan atau menajer investasi (Sawidji
Widoatmodjo, 2006). Sebagaimana peran yang strategis dalam kancah
perekonomian makro suatu Negara, perusahaan efek mempunyai fungsi:
a. Penjaminan emisi efek (underwriter)
b. Perantara-perantara efek (broker dealer)
c. Manajer investasi (investment manager)

Untuk dapat menjalankan peran dan fungsi melakukan kegiatan usaha


dibidang efek, perusahaan efek merupakan perseroan yang memperoleh izin
usaha dari BAPEPAM-LK

Sebagai perusahaan perseroan yang memiliki izin dari pemerintah


untuk melakukan aktifitas berkaitan dengan sekuritas pasar modal,
perusahaan efek memiliki kewajiban dan tanggung jawab, antara lain:

a. Perusahaan efek bertanggung jawab terhadap segala kegiatan yang


berkaitan dengan efek yang dilakukan oleh direktur, peegawai, dan pihak
lain yang bekerja untuk perusahaan tersebut.
b. Setiap perusahaan efek wajib mempunyai system pengawasan atas
kegiatan para wakil perusahaan efek dan setiap pegawainya untuk

121
menjamin dipatuhinya semua ketentuan perundang-undangan dibidang
pasar modal.

6. Penjaminan Emisis efekbersinggungan dengan posisi underwriter sebagai


pihak yang melaksanakan proses initial public offering (IPO), memiliki tugas
dan tanggung jawab, antara lain:
a. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas aktivitas dalam
penawaran umum sesuai dengan jadwal yang tercantum dalam prospectus
meliputi:
- Pemasaran efek
- Penjatahan efek
- Pengambilan uang pembayaran pesanan efek yang tidak memperoleh
penjatahan (refund)
b. Bertanggung jawab atas pembayaran hasil penawaran umum kepada
emitem sesuai dengan kontak.
c. Menyampaikan laporan yang dipersyaratkan kepada BAPEPAM-LK

Dalam menjalankan penjaminan saat emisi, underwriter membentuk


sindikasi yang terdiri dari sejumblah underwriter yaitu:

a. Lead underwriter (penjamin pelaksanaan emisi)


b. Underwriters (penjamin emisi)
Lead undewriter merupakan pertanggung jawab pelaksana
penjaminan emisi, diaman lead underwriter ini bertanggung jawab penuh.
Lead underwriter yang mencari underwriters untuk dijadikan kelompok
dan membagi tanggung jawab anatara lead underwriter dengan emitem.
Kontrak penjaminan antara lead underwriter dengan emiten menentukan
jenis penjaminan, yang mana jenis kontrak penjaminan terdiri atas:
a. Full commitment (kesanggupan penuh)
Kesanggupan penuh, berarti underwriter bertanggung jawab atas efek
yang tidak terjual. Disini jika terjadi efek yang tidak terjual, maka
underwriterakan membeli sisa efek yang tidak terjual tersebut.
b. Best effort (kesanggupan terbaik)

122
Kesanggupan terbaik berarti underwriter tidak bertanggung jawab atas
sisa efek yang tidak terjual, tetapi underwriter akan berusaha sebaik-
baiknya untuk menjual saham emiten.

Biaya yang dikenakan anatara full commitment dengan best effort


akan berbeda diaman full commitment akan lebih tinggi. Baiay
penjamin emisi berkisar 4%dari kapitalisasi pasar.

7. Perantara-Perantara Efek
Mekanisme perdagangan efek di bursa efek tidak dapat langsung terjadi
anatar investor beli dengan investor jual. Proses perdagangan bursa efek harus
lewat perantara yang disebut Wakil Perantara Perdagangan Efek (WPPE).
Mereka adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk
kepentingan sendiri atau efek lain. Melaksanakan semua order baik beli
maupun jual dari nasabahnya dengan mendapatkan biaya jasa perantara efek
(Brokerage efek)
Adapun tugas dan tanggung jawab Perantara Pedagang Efek, antara lain:
a. Melaksanakan amanat jul beli dari nasabah
b. Menyelenggarakan administrasi transaksi efek
c. Menyediakan data dan informasi bagi kepentingan nasabah
d. Memberi remendasi kepada nasabah untuk membeli atau menjual efek
berdasarkan keadaan keuangan dan maksud tujuan investasi nasabah
e. Mengenal nasabah
f. Menyampaikan laporanyang dipersyaratkan kepada BAPEPA-LK

Wakil perusahaan efek, yang mewakili kepentingan nasabah dan praktik di


pasar modal Indonesia, meliputi:

a. Wakil Perantar Pedagangan Efek (WPPE)


b. Wakil Manajer Investasi (WMI)
c. Wakil Penjamin Emisi Efek (WPEE)
d. Wakil Agen Penjualan Efek Raksadana (WAPRED)

Perusahaan perantara pedagangan efek adalah perusahaan efek yang


melaksanakan semua order baik beli maupun jual dari nasabahnya dengan

123
mendapatkan biaya jasa perantara efek (brokerage fee) (Robert Ang, 1997).
Brokage fee ditetapkan oleh BAPEPAM-LK sebesar maksimal 1% dari nilai
transaksi, sedangkanminimumtidak ditetapkan.

8. Manajer Investasi
Manajer investasi merupakan perusahaan efek yang melakukan usaha
sebagai pengumpul dana serta mengelola dana untuk investasi sesuai dengan
perjanjian dengan investor (pemodal) (Djiptono Darmadji dan Hendry
Fakhruddin, 2011). Manjer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya
mengelola portifolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio
investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi,
dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Robert ANG,
1997).
Adapun tugas dan tanggung jawab manajer investasi, anatara lain:
a. Mengelola dana nasabah
b. Menyelenggarakan administrasi portofolio nasabah
c. Menyediakan dana dan informasi bagi kepentingan nasabah
d. Melaksanakan keputusan investasi sesuai dengan kepentingan nasabah
e. Memberikan rekomendasi kepada nasabah untuk membeli atau menjual
efek berdasarkan keadaan keuangan dan maksud tujuan investasi dari
nasabah
f. Mengenal nasabah
g. Menghitungnilai wajar pasar dari efek dalam portofolio raksadana dan
menyampaikannya kepada bank custodian setiap hari kerja (jika
mengelola raksadana)58

9. Lembaga Penunjang Pasar Modal


Lembaga Penunjang Psar Modal adalah lembaga/institusi yang
berfunngsi di dalam kegiatan pasar modal melalui paertisipasi yang bersifat
di belakang layar (Herman Darmawi,2006). Setiap lembaga penunjang pasar

58 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 25

124
modal harus mendapatkan izin dari BAPEPAM-LK. Adapun lembaga
penunjang pasar modal meliputi:

A. Biro Administrasi Efek


Biro Administrasi Efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak
dengan emiten melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian
hak yang berkaitan dengan efek. Adapun tugas dan tanggung jawab biro
administrasi efek, antara lain:
- Setiap biro administrasi efek wajib mengadministrasikan, menyimpan
dan memelihara catatan, pembukuan, data dan keterangan tertulis
yangberhubungan dengan emiten yang efeknya diadministrasikan oleh
biro administrasi efek; jasa administrasi yang diberikan;manajemen
biro administrasi efek
- Biro administrasi efek wajib menjaga sebaik-baiknya setiap efek
maupun catatan pembukuan dalam pengelolaan dan wajib membuat
salinan dari catatan yang disimpan di tempat yang terpisah dan aman.
B. Custodian
Lembaga yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain
berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga
dan hak lain, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang
rekening yang menjadi nasabahnya (Tandelilim Eduardus,2001)
Bersinggungan dengan posisi kostodian tersebut, maka memiliki
kewajiban dan tanggung jawab, anatara lain:
- Kustodian menyelenggarakan kegiatan penitipan bertanggung jawab
untuk menyimpan efek milik pemegang rekening dan memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara custodian dengan
pemegang rekening yang dimaksud
- Efek yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri
- Custodian hanya dapat mengeluarkan efek atau dana yang tercatat
pada rekening efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau
pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya
- Custodian wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang rekening
atas setiap kerugian yang timbul akibat kesalahannya.

125
Yang dapat menyelenggarakannya kegiatan usaha sebagai custodian
adalah lembaga penyelesaian dan penyimpanan, perusahaan efek, atau
bank umum yang telaah mendapat persetujuan BAPEPAM-LK 59

C. Wali amanat

Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang


efek yang bersifat utang. Dalam hal ini wali amanat dan emiten wajib
membuat kontrak perwali-amanatan diaman wali amanat akan mewakili
kepentingan pemegang efek bersifat utang (Rober Ang, 1997). Apabila
wali amanat lalai melakukan tugasnya sehingga menimbulkan kerugian
kepada pemegang efek yang bersifat utang,maka paraa pemegang efek
dapat menuntut ganti rugi pada wali amanat tersebut. Kegiatan usaha dari
wali amanat dapat dilakukan oleh:

- Bank umum, dan


- Pihak lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Untuk daapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai wali amanat,
bank umum atau pihak lain wajib terlebih dahulu terdaftar dia
BAPEPAM-LK
D. Penasihat Investasi
Penasihat Investasi adalah pihak yang memberi nasihat kepada
pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh
imbalan jasa (Rober Ang, 1997). Penasihat investasi dapat dilakukan oleh
orang perseorangan dan perusahaan. Sesuai denagn UU Pasar Modal,
yang dapat melakukan kegiatan sebagai penasihat investasi adalah pihak
yang telah memperoleh izin usah dari BAPEPAM-LK.

10. Pemeringkat Efek


Pemeringkat efek memiliki fungsi utama untuk memberikan opini atas
suatu efek yang bersifat utang (Husnan, Suad,2000). Opini yang diberikan
melalui berbagai analisa fudemental dan segala informasi yang berhubungan
dengan perusahaan yang menerbitkan efek yang bersangkutan (Robert Ang,
1997). Pemeringkat ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada

59 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 25

126
investor guna mengetahui kemempuan perusahaan dalam mengembalikan
pokok pinjaman dan bunga. Rating agencies yang terkenal di duniaadalah
Standard & Poor dan Moddy’s. di Indonesia perusahaan pemeringkat efek
adalah PT. Perfindo (Pemeringkat Efek Indonesia). Pemegang saham PT.
Pefindo saat itu terdiri dari lebih 100 pemegang saham yang masing-masing
tidak boleh melebihi 10% dari modal di tempatkannya dan disektor penuh.
Pemegang saham PT. Pefindo adalah BEI (sekarang sudah menjadi Bursa
Efek Indonesia), perusahaan sekuritas, bank-bank pemerintah, yayasan dana
pensiun dan perusahaan asuransi.

Jenis pemeringkat, ditinaju dari jangkauan penilaian yang dilakukan dapat


dibagi atas dua jenis, antara lain:
a. Corporate rating
Corporate rating adalah pemeringkat yang dilakukan untuk menilaisuatu
perusahaan secara menyeluruh
b. Product rating
Product rating adalah pemeringkat yang dilakukan terhadap suatu produk
efek yang akan dikeluarkan suatu perusahaan (issuer) yang pada
umumnya berbentuk efek hutang.

Manfaat rating agencia (pemeringkat) dapat ditinjau sisi emiten dan sisi
investor. Bagi emiten,pemeringkat memberi manfat antara lain:

a. Mengetahui posisi perusahaan


b. Menentukan struktur hutang
c. Menurunkan biaya perolehan dana
d. Menggantikan adanya jaminan
e. Sebagai alat promosi

Sedangkan bagi investor manfaat pemeringkatan antara lain:

a. Memperoleh informasi atas risiki investasi


b. Penghematan biaya ketika melakukan analiss sendiri dengan mendapatkan
informasi secara langsung
c. Sebagai referensi untuk menentukan tingkat kembalian ( rate of return)
suatu investasi

127
d. Memberikan perspektif pilihan investasi yang lebih beragam sesuai
dengan risiko
e. Meningkatkan likuiditasportofolio investasi

Suatu perusahaan ingin diperingkat harus memenuhi syarat dan ketentuan


yang telah ditetapkan, PT Pefindo menentukan syarat-syarat sebagai berikut

a. Laporan keuangan perusahaan harus sudah diaudit 5tahun terakhir dengan


ketentuan 2 tahun terakhir memperoleh opini wajar tanpa pengecualian
b. Diaudit oleh akuntan public yang terdaftar di BAPEPAM-LK

6) Profesi Penunjang Pasar Modal


Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal dan
peraturan pelaksanaannya bahwa sebagai salah satu pelaku pasar modal harus
ikut membantu mengembangkan pasar modal. Setiap profesi penunjang pasar
modal wajib taat pada kode etik dan standar profesi yang di tetapkan oleh
asosiasi profesi masing-masing sepanjang tidak betentangan dengan Undang-
Undang atau peraturan pelaksanaannya. Dalam melakukan kegiatan usaha
dibidang pasar modal, profesi penunjang pasar modal wajib memberikan
pendapat atau penilaian yang independen.
Tanggung jawab utama Profesi Penunjang Pasar Modal adalah membantu
emiten dalam proses go-publik dan memenuhi persyaratan mengenai
keterbukaan yang sifatnya terus- menerus. Untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawab, profesi penunjang pasar modal perlu memiliki pengetahuan
yang memadai mengenai Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar
modal dan peraturan pelaksanaannya serta ikut bertanggung jawab terhadap
kepatuhan atau ketaatan emiten yang merupakan nasabahnya untuk
memenuhi ketentuan pasar modal yang berlaku, dan secara aktif memberikan
nasehat kepada nasabahnya untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada.
Disini, independensi profesi penunjang pasar modal sangat penting.
Berkaitan penggunssn sikap professional oleeh profesi penunjang pasar
modal, maka hendaknya menggunakan keahlian dalam membantu
mempersiapkan emiten dalam merumuskan prospectus dan laporan tahunan,

128
tidak hanya mengungkapkan semua infoemasi material tetapi juga
mengungkapkan secara jelas, sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat.
Penekananmengenai keterbukaan harus diberikan pada hal-hal yang sangat
relevan dan menjadi perhatian para analis efek dan pemodal.

A. Akuntan Publik
Perkembangan pasar modal, yang berarti banyak perusahaan yang
memanfaatkannya lewat go public dalam rangka mencari sumber dana
perusahaan untuk pengembangan usaha, sehingga diversifikasi modal
menjadi luas. Dalam kondisi seperti itu kepemilikan perusahaan menjadi
terdiversifikasikan sehingga oprasional perusahaan banyak yang
mengawasi.
Para pemegang saham berkepentingan memperoleh informasi
yang valid dan relevan termasuk pihak lain yang berkepentingan terhadap
perusahaan. Untuk itu peran akuntan public sebagai pihak eksternal untuk
menilai kewajaran infoemasi yang disampaikan atau diterbitkan
perusahaan menjadi sangat penting.
Peran profesi akuntan dalam pasar modal adalah membantu
mengembangkan standar akuntansi keuangan dan standar pemeriksaan
akuntan public, mendorong kepatuhan akuntan dalam menerapkan standar
tersebut. Bentuk peran tersebut seperti pengembangan standar akuntansi
keuanagn yang berkaitan dengan instrument pasar moda, seperti efek
derivative, standar pemeriksaan industry efek, dan lain sebagainya.
Dengan demikian diharapkan akuntan akan selalu dapat mengikuti
perkembangan industry keuangan yang tumbuh dengan pesat dan semakin
kompleks.
Dalam proses emisi oleh emiten, akuntan public bertanggung
jawab untuk membantu penyusunan prospectus, laporan tahunan, yang
mnecakup laporan keuangan yang diaudit yang disajikan secara jelas,
mudah dimengerti, dan memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh BAPEPAM-LK. Akuntan juga dapat membantu emiten dalam
mematuhi persyaratan mengenai keterbukaan, dengan mengungkapkan
informasi dan fakta material yang relevan kepada masyarakat.

129
Dalam rangka membantu emisi serta menjaga pprofesional dalam
pemberian jasa terhadap klien yang bersinggungan pasar modal, akuntan
public berkewajiban dan bertanggung jawab:
- Wajib memiliki keahlian di bidang pasar modal, dan persyaratan
keahlian profesi akuntan
- Sanggup melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP) dank ode etik profesi, serta senantiasa
bersikapindependen.
B. Konsultan Hukum
Perusahaan go publik yang modalnya terdiversifikasikan secara
luas di masyarakat sering muncul persoalan-persoalan hukum. Persoalan
hukum tersebut bersinggungan dengan jaminan keamanan investasi para
investor, asset, hutang, modal, system dan produk baru pasar modal.
Untuk itu membutuhkan konsultan hukum yang memberikan advice dan
pertimbangan tertang berbagai hal terkait dengan kepastian huku.
Konsultan hukum adalah ahli hukum yang memberikan pendapat hukkum
kepada pihak lain dan terdaftar di BAPEPAM-LK (Robert Ang, 1997)
Aspek hukum yang perlu dikembangkan antara lain mengenai standar
kontrak antara perantara dagang efek dan nasabahnya, dan kontrak
pelayananjasa kostodian.
Kewajiban dantanggung jawab konsultan hukum antara lain:
- wajib memilikikeahlian di bidang pasar modal, dan persyaratan
keahlian dapat dipenuhi melalui program latihan yang diakui
BAPEPAM-LK
- sanggup melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan
hukum dan standar pendapat hukum, kode etik profesi, serta
senantiasa bersikap independen.

C. Penilai (appraiser)
Jasa penilaian memiliki peran penting dalam penentuan nilai wajar
atas suatu aktiva, baik ketika emisi, akuisi, dan ketejadian lain. Jaha
penilaian adalah pihak yang memberikan penilaian atas asset perusahaan
dan terdaftar di BAPEPAM-LK. Kewajiban dan tanggung jawab penilai,
antara lain : sanggup melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar

130
penilaian Indonesia dan kode etik profesi, serta senantiasa bersikap
independen.

D. Notaris
Peran notaris di pasar modal diperlukan terutama dalam hubungan
dengan penyusunan anggaran dasar paara pelaku pasar modal, seperti
emiten, perusahaan public, perusahaan efek, dan dana reksa, serta
penyusunan kontak-kontrak penting seperti kontrak reksadana,
penjaminan emisi dan perwaliamanatan. Notaris adalah pejabat umum
yang berwewnang membuat akta otentik dan terdaftar di BAPEPAM-LK
Kewajiban dan tanggung jawab notaris antara lain:
- Membuat berita acara rapat umum pemegang saham
- Membuat akte perubahan anggaran dasar
- Menyiapkan perjanjian-perjanjian
- Melakukan tugas sesuai dengan kode etik profesi dan bersikap
independen

7) Emiten dan Perusahaan Publik

Emiten adalah pihak yang melakukan Penawaran Umum, yaitu kegiatan


penawaran efek yang dilakukam untuk menjual efek kepada
masyarakatberdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya (mencatatkan sahamnya di Bursa Efek) (Robert
Ang, 1997). Emiten melakukan emisi dengan maksud untuk mencari sumber
dana guna pengembangan usaha. Pasar modal, memberikan peluang dan
ruang diversifikasi emiten dalam mencari sumber dana dengan risko (cost of
capital) rendah.

8) Perusahaan Publik

Perusahaan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300


(tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya

131
Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah). Atau suatu jumlah pemegang
saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

9) Penawaran Umum

Penawaran umum (initial public offering) merupakan tahapan awal


perusahaan menjual saham untuk publik (Husnan, Suad, 2000). Penawaran
umum adalah suatu kegiatan penawaran efek yang dilakukan emiten untuk
menjual efek kepada investor/masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur
dalam Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya (Herman Darmawi,
2005). Perusahaan yang dapat melakukan penawaran umum adalah emiten
yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam-LK dan
telah efektif. Suatu penawaran efek bukan merupakan suatu penawaran umum
jika nilai keseluruhan penawaran dari penawaran efek kurang dari Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

10) Reksadana

Undang-undang pasar modal no. 8 tahun 1995 mendefinisikan Reksadana


sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek Manager
Investasi. Reksadana yang berbentuk Perseroan dapat bersifat terbuka atau
tertutup. reksadana yang berbentuk Kontrak investasi Kolektif hanya dapat
dikelola oleh Manager Investasi berdasarkan kontrak.

Pengelolaan, Pelaporan, dan Keterbukaan Informasi:

a. Manager Investasi Reksadana terbuka berbentuk Perseroan dan kontak


investasi kolektif wajib menghitung nilai pasar wajar dari Efek dalam
portofolio setiap hari bursa berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bapepam-LK.
b. Nilai saham Reksadana terbuka berbentuk Perseroan dan nilai unit
Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif ditentukan berdasarkan nilai aktiva
bersih.

132
c. Bamk Kustodian Reksadana wajib menyampaikan laporan yang
memperlihatkam posisi keuangan dari masing-masing Reksadana kepada
Bapepam-LK 60 .
d. Bank Kustodian dan Manager Investasi wajib memastikan kelelngkapan
data laporan yang tersedia dam akurasi perhitungan data laporan
Reksadana yang disampaikan.

11) Pemodal
Pihak yang melakukan investasi melalui pasar modal baik perseorangan
maupun institusi. Investor institusi terdiri dari perusahaan yang bergerak
dibidang jasa keuangan maupun jasa lainnya seperti asuransi, dana pensiun,
koperasi, dan badan hukum lainnya. Baik pemodal perseorangan
ataupuninstitusi tersebut dapat berasal dari Warga Negara Indonesia(WNI)
atau badan hukum Indonesia ataupun warga Negara asing dan badan hukum
asing (Robert Ang,1997)

12) Instrument Pasar Modal


A. Saham
Suratberharga yang menunjukkan kepemilikan investor (perorangan
maupun badan hukum) di dalam suatuperusahaan (PT)
B. Obligasi
Surat berharga yang menunjukkan bahwa penerbit obligasi (bond issuer)
tersebut memperoleh pinjaman dana dari pembeli obligasi dan memiliki
kewajiban untuk membayar kupon bunga secara berkala atas obligasi
tersebut serta kewajiban melunasi pokok utang pada waktu yang telah
ditentukan kepada pihak pembeli obligasi.
C. Reksadana
Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio efek oleh
maanajer investasi.

60 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 30

133
D. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)
Efek yang memberikan hak kepada pemiliknya untukmembeli saham baru
dengan harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Diterbitkan pada
saat penawaran umum terbatas (right issue)
E. Waran
Efek yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk membeli saham
baru dengan harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Diterbitkan
mengikuti penerbitan/ penjualan efek lain,missal right issue, IPO,
Obligasi.

13) Dasar Hukum Pasar Modal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 TAHUN 1995

TENTANG

PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar Modal yang


teratur, wajar, dan efisien, diperlukan adanya persyaratan yang
wajib dipenuhi oleh Pihak-Pihak yang melakukan kegiatan di
bidang Pasar Modal dan ketentuan mengenai sanksi administratif
bagi Pihak-Pihak tertentu yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, dipandang perlu
mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan,
persetujuan, dan pendaftaran untuk melakukan kegiatan di

134
bidang Pasar Modal serta sanksi administratif dengan Peraturan
Pemerintah;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal


(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3608);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR
MODAL.

BAB I

BURSA EFEK

Pasal 1
Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha
dari Bapepam.
Pasal 2

Modal disetor Bursa Efek sekurang-kurangnya berjumlah


Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 3

(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha Bursa Efek diajukan


kepada Bapepam disertai dengan dokumen dan keterangan sebagai
berikut:
a. akta pendirian Perseroan yang telah disahkan oleh Menteri
Kehakiman;

b. daftar Perusahaan Efek yang menjadi pemegang saham Bursa


Efek;

c. Nomor Pokok Wjib Pajak Perseroan;


d. pertimbangan ekonomi yang mendasari pendirian Bursa Efek
termasuk uraian tentang keadaan pasar yang dilayaninya;

e. proyeksi keuangan 3(tiga) tahun;

135
f. rencana kegiatan 3 (tiga)tahun termasuk susunan organisasi,
fasilitas komunikasi, dan program-program latihan yang akan
diadakan;

g. daftar calon direktur dan komisaris termasuk pejabat satu tingkat


di bawah direksi;

h. daftar Pihak yang merencanakan untuk mencatatkan Efek di


Bursa Efek;
i. rancangan peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan,
perdagangan, kesepadanan Efek, kliring dan penyelesaian
Transaksi Bursa, termasuk mengenai penetapan biaya dan iuran
berkenaan dengan jasa yang diberikan;

j. neraca pembukaan Perseroan yang telah diperriksa oleh Akuntan


yang terdaftar di Bapepam; dan

k. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan


dengan permohonan izin usaha Bursa Efek yang ditetapkan lebih
lanjut oleh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10 )diajukan


dengan menggunakan formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan
oleh Bapepam.
Pasal 4

Bapepam mempertimbangkan permohonan sebagimana dimaksud


dalam Pasal 3 dengan memperhatikan :
a. integritas dan keahlian calon anggota direksi dan komisaris;

b. tingkat kelayakan dari rencana yang telah disusun; dan


c. prospek terbentuknya suatu pasar yang teratur, wajar, dan efisien.

Pasal 5

(1) Yang dapat menjadi pemegang saham Bursa Efek adalah


Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebagai
Perantara Pedagang Efek.
(2) Pada waktu pendirian, Bursa Efek wajib memiliki sekutang-
kurangnya 50 (lima puluh) pemegang saham.

136
(3) Bursa Efek wajib menerima permohonan Perusahaan Efek untuk
menjadi pemegang saham Bursa Efek sepanjang pemegang saham
yang menjadi Anggota Bursa Efek tersebut belum mencapai 200
(dua ratus).
Pasal 6

(1) Yang dapat menjadi Anggota Bursa Efek adalah pemegang saham
Bursa Efek yang memenuhi syarat sebagai Anggota Bursa Efek.
(2) Bursa Efek wajib menerima permohonan pemegang saham yang
memenuhi syarat sebagai Anggota Bursa Efek untuk menjadi
Anggota Bursa Efek sepanjang jumlah Anggota Bursa Efek belum
mencapai 200 (dua ratus).

Pasal 7
(1) Pemindahan hak atas saham Bursa Efek hanya dapat dilakukan
kepada Perusahaan Efek yang telah mempunyai izin usaha sebagai
Perantara Pedagang Efek dan memenuhi syarat menjadi Anggota
Bursa Efek tersebut.

(2) Pemindahan saham Bursa Efek hanya dapat dilakukan setelah


adanya pernyataan Bursa Efek bahwa Perusahaan Efek yang akan
menerima peralihan saham Bursa Efek tersebut telah memenuhi
syarat menjadi Anggota Bursa Efek.

Pasal 8

(1) Perusahaan Efek yang telah menjadi pemegang saham Bursa Efek
tetapi kemudian tidak memenuhi syarat untuk menjadi Anggota
Bursa Efek wajib mengalihkan saham Bursa Efek yang dimilikinya
kepada Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai
Anggota Bursa Efek selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal saham Bursa Efek tersebut
dimiliki oleh Perusahaan Efek dimaksud.

(2) Perusahaan Efek yang tidak lagi menjadi Anggota Bursa Efek wajib
mengalihkan saham Bursa Efek yang dimilikinya kepada
Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai Anggota
Bursa Efek selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan

137
sejak saat Perusahaan Efek tersebut tidak lagi menjadi Anggota
Bursa Efek.
(3) Dalam hal Perusahaan Efek tidak mengalihkan saham Bursa Efek
yang dimilikinya kepada Perusahaan Efek lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), maka Bursa Efek melelang
saham Bursa Efek dimaksud pada tingkat harga terbaik dalam
jangka waktu 3 (tiga)bulan sejak dilampauinya batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

(4) Dalam hal saham Bursa Efek tidak dapat dialihkan dalam batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka Perusahaan
Efek yang memiliki saham Bursa Efek wajib menjual saham
tersebut kepada Bursa Efek dan Bursa Efek wajib membeli saham
tersebut pada harga nominal.

Pasal 9
(1) Jumlah anggota direksi dan komisaris Bursa Efek masing-masing
sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.

(2) Anggota direksi dilarang mempunyai jabatan rangkap sebagai


anggota direksi, komisaris atau pegawai pada perusahaan lain.

(3) Anggota direksi dan komisaris diangkat untuk masa jabatan selama
3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

Pasal 10

(1) Saham Bursa Efek adalah saham atas nama yang mempunyai nilai
nominal dan hak suara yang sama.

(2) Setiap pemegang saham Bursa Efek hanya dapat memiliki 1 (satu)
saham.

(3) Perusahaan Efek pemegang saham Bursa Efek yang tidak


memenuhi syarat menjadi anggota Bursa Efek, tidak dapat
menggunakan hak suara atas saham yang dimilikinya.

(4) Bursa Efek dilarang membagikan dividen kepada pemegang saham.


Pasal 11

Perusahaan Efek yang menjadi pemegang saham Bursa Efek dilarang

138
mempunyai hubungan dengan Perusahaan Efek lain yang juga menjadi
pemegang saham Bursa Efek yang sama melalui:
a. kepemilikan, ab langsung maupun tidak langsung, sekurang-
kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari saham yang mempunyai
hak suara;

b. perangkapan jabatan sebagai anggota direksi atau komisaris; atau

c. pengendalian di bidang pengelolaan dan atau kebijaksanaan


perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung.

Pasal 12
Pemegang saham Bursa Efek wajib menyerahkan surat saham Bursa
Efek yang dimilikinya kepada Lembaga Kliring dan Penjaminan
sebagai jaminan atas transaksi Efek yang dilakukannya.
Pasal 13

(1) Anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek atau perubahannya wajib
diajukan kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan.

(2) Dalam hal anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek atau
perubahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditolak,
Bapepam memberikan alasan atas penolakan tersebut.

(3) Dalam rangka terciptanya Pasar Modal yang teratur, wajar, dan
efisien, Bapepam dapat memerintahkan Bursa Efek untuk
mengubah anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek.

Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan
Bursa Efek berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh
Bapepam

BABII

LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN, SERTA LEMBAGA


PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN
Pasal 15

Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan

139
Penyelesaian dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha
dari Bapepam.
Pasal 16

Modal disetor Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga


Penyimpanan dan Penyelesaian sekurang-kurangnya berjumlah
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 17
(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha Lembaga Kliring dan
Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian diajukan
kepada Bapepam disertai dengan dokumen dan keterangan sebagai
berikut :

a. akta pendirian Perseroan yang telah disahkan oleh Menteri


Kehakiman;

b. Nomor Pokok Wajib Pajak Perseroan;


c. proyeksi keuangan 3 (tiga) tahun;

d. rencana kegiatan 3 (tiga) tahun termasuk susunan organisasi,


fasilitas komunikasi, dan program-program latihan yang akan
diadakan;

e. daftar calon direktur dan komisaris termasuk pejabat satu tingkat


di bawah direksi;

f. Bursa Efek yang akan mengendalikan dan atau menggunakan


jasa Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian;

g. rancangan peraturan mengenai kegiatan kliring dan penjaminan


penyelesaian Transaksi Bursa, termasuk ketentuan mengenai
biaya pemakaian jasa yang ditetapkan oleh Lembaga Kliring dan
Penjaminan;
h. . rancangan peraturan mengenai jasa Kustodian sentral dan jasa
penyelesaian transaksi Efek, termasuk ketentuan mengenai biaya
pemakaian jasa yang ditetapkan oleh Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian; dan

140
i. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan
dengan permohonan izin usaha Lembaga Kliring dan Penjaminan
atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang ditetapkan
lebih lanjut oleh Bapepam.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan
menggunakan formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan oleh
Bapepam.
Pasal 18

Bapepam mempertimbangkan permohonan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 17 dengan memperhatikan :

a. integritas dan keahlian calon anggota direksi dan komisaris;

b. tingkat kelayakan dari rencana yang telah disusun;


c. prospek terbentuknya suatu pasar yang teratur, wajar, dan efisien;
dan
d. sistem kliring, penjaminan, penyelesaian, serta jasa Kustodian yang
aman dan efisien.

Pasal 19
(1) Jumlah anggota direksi dan komisaris Lembaga Kliring dan
Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian masing-
masing sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.

(2) Anggota direksi Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga


Penyimpanan dan Penyelesaian dilarang mempunyai jabatan
rangkap sebagai anggota direksi, komisaris, atau pegawai pada
perusahaan lain.
(3) Anggota direksi dan komisaris diangkat untuk masa jabatan selama
3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

Pasal 20
(1) Saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian adalah saham atas nama yang
mempunyai nilai nominal dan hak suara yang sama.

(2) Saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga

141
Penyimpanan dan Penyelesaian hanya dapat dimiliki oleh Bursa
Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian,
atau Pihak lain atas persetujuan Bapepam.

(3) Mayoritas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan, harus dimiliki


oleh Bursa Efek.

(4) Pemindahan hak atas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau
Lembaga Penuyimpanan dan Penyelesaian hanya dapat dilakukan
kepada Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Bank
Kustodian, atau Pihak lain yang telah memperoleh persetujuan dari
Bapepam.

(5) Pemindahan hak atas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan oleh
Bursa Efek kepada pihak yang bukan Bursa Efek hanya dapat
dilakukan sepanjang Bursa Efek tetap memiliki mayoritas saham
Lembaga Kliring dan Penjaminan.
(6) Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian dilarang membagikan dividen kepada pemegang
saham.

Keputusan BAPEPAM-LK

Bunyi Pasal 5K Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-


undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (RUU). Pasal 5K, yang
notabene adalah pasal baru yang ditambahkan dalam RUU, dikutip untuk
memulai ulasan seputar pokok-pokok perubahan dalam RUU yang
berkaitan dengan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).

Pasal tersebut dikutip dengan tujuan untuk menjadikannya sebagai entry


point untuk memulai pembicaraan seputar Bapepam dalam RUU. Sampai
di mana independensi Bapepam yang diatur dalam RUU dapat menjamin
terbentuknya lembaga pengawas pasar modal yang kredibel?

142
Pemerintah memiliki dua alternatif dalam rangka pembentukan lembaga
independen yang akan melakukan pengawasan pasar modal. Salah satu
alternatif tersebut adalah pengawasan pasar modal tetap akan dilakukan
oleh Bapepam yang telah independen. Bapepam kelak akan berbentuk
komisi dan dipimpin oleh komisioner yang diangkat oleh presiden.

Bapepam dalam RUU dikatakan independen karena lembaga pengawas


pasar modal ini tidak lagi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri Keuangan, melainkan langsung kepada Presiden. Sementara itu,
pada ketentuan Pasal 3 ayat (2) UU PM disebutkan bahwa Bapepam
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, dalam hal ini
Menteri Keuangan.

UU PM memang telah menempatkan Bapepam sebagai lembaga yang


bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Jadi secara organisatoris,
kedudukan Bapepam berada dalam lingkup Departemen Keuangan
sebagai badan yang secara khusus diberi kewenangan untuk melakukan
pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari.

Pasal 3 ayat (2) UU PM yang memposisikan Bapepam berada di bawah


Menteri Keuangan, dalam RUU diubah redaksinya. Dengan demikian,
Pasal 3 ayat (2) RUU berbunyi: Bapepam adalah lembaga independen
yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bebas dari campur tangan
pihak lain.

RUU: Dewan Komisioner Bapepam

Dengan ketentuan ini, Bapepam kelak agak-agak mirip dengan badan


pengawas pasar modal Amerika Serikat Securities and Exchange
Commission (SEC). SEC merupakan lembaga yang berdiri sendiri, di
mana anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden.

Perihal Dewan Komisioner, Pasal 5B ayat (1) RUU menyebutkan bahwa


Dewan Komisioner adalah organ yang memimpin Bapepam. Pasal ini
merupakan dasar hukum bagi Dewan Komisioner dalam RUU.

143
Kemudian, dalam Pasal 5C ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa Dewan
Komisioner terdiri dari 5 (lima) Komisioner dan Komisioner sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang berasal dari pegawai karier Bapepam.

Selanjutnya mengenai pengangkatannya, diatur dalam Pasal 5F (1) RUU


yang menyebutkan bahwa anggota Komisioner dicalonkan dan diangkat
oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Kemudian mengenai masa
jabatan Komisioner, Pasal 5G ayat (4) RUU mengatur bahwa Komisioner
diangkat untuk masa jabatan selama 4 (empat) tahun.

Terkait dengan dua hal yang terakhir, yaitu mengenai jumlah anggota dan
lamanya masa jabatan Komisioner, jika dibandingkan dengan SEC, maka
sekali lagi kita menjumpai kesamaan antara ketentuan ini dengan
ketentuan The Glass-Steagall Act tahun 1933 yang menjadi dasar hukum
SEC.

Berdasarkan ketentuan itu, presiden menunjuk dan mengangkat lima


orang anggota SEC, yang disebut Komisaris, untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun masa kerja. Dari lima orang Komisaris SEC tersebut, tidak boleh
lebih dari 3 (tiga) orang Komisaris berasal dari partai politik yang sama.
Tujuannya, untuk menjaga kemandirian serta netralitas SEC dari campur
tangan atau kepentingan politis.

Ketentuan yang melarang lebih dari tiga anggota Komisaris SEC berasal
dari parpol yang sama, sedikit banyak juga diadopsi dalam RUU. Lihat
saja ketentuan Pasal 5L ayat (2) RUU yang mengatur bahwa antara
sesama Komisioner dilarang berasal dari parpol yang sama.

Jika diperhatikan lebih lanjut, ketentuan mengenai pelarangan sesama


Komisioner Bapepam berasal dari parpol yang sama tersebut jauh lebih
ketat ketimbang apa yang diatur bagi SEC. Jika di dalam SEC masih
dimungkinkan tiga orang Komisaris berasal dari parpol yang sama,
sedangkan untuk Bapepam hal tersebut tertutup sama sekali. Pasalnya,
jangankan tiga, dua orang pun tidak dimungkinkan oleh RUU.

144
RUU: kewenangan baru Bapepam

Kewenangan Komisioner atau Pejabat Bapepam pada umumnya diatur


dalam Pasal 5 RUU, mulai dari Pasal 5 huruf a sampai dengan huruf q,
serta dalam beberapa Pasal baru yang sebelumnya tidak terdapat dalam
UU PM, seperti Pasal 5A, Pasal 5D, serta Pasal 5K. Yang juga perlu
menjadi catatan adalah, RUU melakukan beberapa perubahan yang
signifikan terkait dengan materi kewenangan Bapepam.

Pertama, Pasal 5 huruf a angka 1 RUU terkait dengan kewenangan


Bapepam dalam pemberian izin usaha kepada Pihak-pihak yang terkait
secara langsung ataupun tidak langsung di pasar modal.

Dalam Pasal 5 huruf a angka 1 UU PM, pihak-pihak yang memerlukan


izin usaha dari Bapepam hanya terbatas pada Bursa Efek, Lembaga
Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa
Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan terakhir Biro
Administrasi Efek.

Sementara itu dalam RUU, di akhir redaksi pasal tersebut ditambah lagi
dengan kalimat "dan Pihak lain yang ditetapkan oleh Bapepam". Hal ini
ternyata berhubungan erat dengan perubahan definisi kata "Pihak" yang
diberikan sebelumnya dalam Pasal 1 angka 2 RUU. Singkatnya, RUU
memperluas cakupan "Pihak" dalam kaitannya dengan kebijakan
demutualisasi bursa.

RUU, dengan memperluas cakupan kata "Pihak", memungkinkan pihak


lain seperti lembaga keuangan bank untuk menjadi anggota Bursa Efek,
sehingga mereka dapat melakukan transaksi bursa, contohnya transaksi
yang berkaitan dengan obligasi pemerintah.

Kedua, Pasal 5 huruf cA RUU dinyatakan bahwa Bapepam berwenang


menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan Emiten dan
Perusahaan Publik. Menurut sumber hukumonline, ketentuan baru ini

145
hadir setelah mendapat masukan dari wakil Departemen Kehakiman dan
HAM (Depkeh HAM) selama pembahasan RUU.

Menurut sumber tersebut, Depkeh HAM berpendapat bahwa pengaturan


Bapepam tentang pengelolaan emiten dan perusahaan publik belum
terdapat "cantolannya" atau "payungnya" dalam peraturan setingkat
undang-undang. Dengan demikian, menurut wakil Depkeh HAM itu,
pengelolaan emiten dan perusahaan publik harus secara tegas diatur dalam
RUU.

Terkait dengan hal yang disebut terakhir, dalam sistematika pembentukan


ketentuan hukum pasar modal, yakni UU PM, maka fungsi undang-
undang adalah menjadi umbrella provision (ketentuan yang memayungi)
bagi peraturan pelaksananya. Menurut praktisi hukum pasar modal Indra
Safitri, hal itu harus dilakukan untuk mengoptimalkan seluruh elemen
yang mengatur dinamika pasar modal.

RUU: klimaks independensi Bapepam

Ketiga, Pasal 5K RUU menentukan, sebagaimana telah dikutip di muka,


Komisioner dan atau pejabat Bapepam tidak dapat dihukum karena telah
mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan
wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini
sepanjang dilakukan dengan itikad baik.

Pasal ini, agaknya dapat dikatakan sebagai klimaks atau puncak dari
implikasi independensi Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal.
Pasal ini dengan tegas dan jelas menggambarkan begaimana "perkasanya"
Bapepam, sehingga otoritas hukum lainnya atau pihak ketiga manapun
tidak dapat mempengaruhi hasil keputusan Bapepam terkait dengan
pelaksanaan wewenangnya.

Untuk menjalankan kewenangannya secara independen, ketentuan seperti


ini memang sangat diperlukan oleh Bapepam. Bagaimanapun Bapepam

146
harus terhindar dari kepentingan dan campur tangan pihak ketiga, baik
yang bernuansa politis ataupun ekonomis.

Dalam konteks ini, perlu dicamkan bahwa pihak-pihak yang berpotensi


melanggar ketentuan pasar modal adalah mereka yang merupakan
kelompok masyarakat yang kepentingan politis dan ekonomisnya sangat
tinggi. Pasal 5K RUU dalam konteks ini dapat dipandang sebagai bekal
yuridis yang dapat mendukung ruang gerak Pejabat Bapepam dalam
menjalankan fungsi pengawasannya secara optimal.

Secara lebih khusus lagi, dengan mengantongi Pasal 5K di saku para


penyidik Bapepam tidak akan pernah lagi menemukan kesulitan untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan dalam rangka melaksanakan
tugas mereka. Di dunia pasar modal, informasi (dalam arti sempit) adalah
segala-galanya. Dengannya, para pelaku pasar dapat melakukan almost
anything.

Coba saja cermati, beragam kejahatan yang terjadi di pasar modal hampir
seluruhnya terkait dengan informasi. Sebut saja, pelanggaran keterbukaan
informasi dengan cara memberikan informasi yang menyesatkan kepada
publik (misleading information), manipulasi pasar (market manipulation),
penipuan (fraud), ataupun perdagangan orang dalam (insider trading).

Independen kredibel

Namun pada sisi lain, kewenangan Bapepam sebagaimana diatur dalam


Pasal 5K RUU wajib dikritisi. Pasalnya, kendala Bapepam dalam
melaksanakan tugasnya selama ini bukan hanya sebatas kurang
memadainya wewenang yang mereka miliki, tetapi lebih kepada
merosotnya integritas individu-individu Bapepam itu sendiri.

Sebagaimana pernah diakui oleh Ketua Bapepam Herwidayatmo,


kelemahan lembaga pengawas jasa keuangan, khususnya Bapepam, juga
terkait dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki
Bapepam. Secara terpisah, Indra Safitri mengungkapkan bahwa sisi lemah

147
pejabat Bapepam akhir-akhir ini merupakan dampak dari rendahnya
mentalitas penegakan hukum mereka.

Tidak sedikit dari pejabat Bapepam yang telah memiliki jalinan "kasih"
yang erat dengan pelaku pasar tertentu, baik itu perusahaan efek ataupun
emiten. Pertalian itu telah dijalin sedemikian lamanya, sehingga bukan
suatu hal yang janggal ketika sebagian pejabat Bapepam menerima
"sesuatu" dari pihak-pihak tertentu yang juga, secara tak langsung,
menginginkan "sesuatu" dari para pejabat tersebut.

Di sinilah letak persoalan sebenarnya. Bagaimanapun juga tingkat


efektifitas hukum yang akan diterapkan akan sangat bergantung kepada
moral aparat hukumnya. Sehingga sangat wajar bila independensi
Bapepam tidak dicemari oleh prilaku yang menyimpang dari pola
pelaksanaannya di lapangan.

Keyakinan untuk menghadirkan posisi Bapepam yang bersih, jujur, dan


berwibawa akan memicu dan mendorong pelaku pasar untuk mematuhhi
segala bentuk keputusan, perintah, dan sanksi hukum yang diberikan.

Sekali lagi penting untuk ditegaskan, independensi bukan segala-galanya,


tapi kredibilitas Bapepam akan sangat ditentukan pula oleh kemauan
aparat Bapepam untuk tetap bertindak bersih, jujur, dan berwibawa.

- Keputusan lembaga penyelesaian dan penyimpanan (PT.KSEI)


a. Bahwa PT Kustodian Sentral Efek Indonesia ("KSEI") sebagai
Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, dalam menyediakan jasa Kustodian
sentral dan penyelesaian transaksi Efek berwenang untuk mengatur
penggunaan layanan jasa tersebut bagi Pemakai Jasa agar berjalan
secara teratur, wajar dan efisien sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan
peraturan pelaksanaannya.

148
b. Bahwa untuk memastikan penggunaan layanan jasa KSEI berjalan
secara teratur, wajar dan efisien, dipandang perlu untuk mengatur
mengenai pengenaan sanksi bagi Pemakai Jasa yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan KSEI.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dipandang
perlu untuk membuat peraturan KSEI tentang Sanksi KSEI.
MEMUTUSKAN
1. Peraturan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Nomor
VIII Tentang Sanksi KSEI sebagaimana tercantum dalam lampiran
keputusan ini.
2. Hal yang perlu diatur lebih lanjut dari Peraturan ini akan diatur dalam
surat edaran yang akan diterbitkan kemudian oleh KSEI.
3. Keputusan Direksi ini berlaku efektif sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan bahwa segala sesuatunya akan diubah dan diperbaiki
sebagaimana mestinya apabila terdapat kekeliruan dalam penetapan
dan/atau dianggap perlu untuk dilakukan perbaikan atas Keputusan
Direksi ini.

- Kode etik profesi dalam pasar modal


Berkaitan dengan kode etik, Asosiasi WPPE (AWP2EI), menerbitkan
Kode Etik WPPE yang antara lain memuat:
a. Memahami dan mematuhi segala ketentuan, peraturan, dan perudang-
undangan Pasar Modal di Indonesia.
b. Tuntutan untuk bertindak dan bersikap profesional.
c. Dilarang melakukan transaksi efek baik langsung maupun tidak
langsung untuk dan atas nama pribadi.
d. Dalam melaksanakan Amanat, kepentingan Nasabah didahulukan
berdasarkan prioritas waktu dan prioritas harga.
UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
PENIPUAN, MANIPULASI PASAR, DAN PERDAGANGAN ORANG
DALAM
Pasal 90

149
Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung
atau tidak langsung:

a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan


atau cara apa pun;

b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan

c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau


tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat
tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan
dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan
kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan
mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.
Yang dimaksud dengan “kegiatan perdagangan Efek” dalam Pasal ini
adalah kegiatan yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau
penjualan Efek yang terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi
di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan atau
penjualan Efek di luar Bursa Efek atas Efek Emiten atau Perusahaan
Publik.

- UU NO 8 THN 1995 tentang pasar modal


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal adalah ketentuan umum mengenai undang-undang Pasar Modal.
Berisi tentang definisi, pengertian, serta aturan dan ketentuan mengenai
aktivitas di pasar modal. Di dalamnya berisi tentang:
BAB I Ketentuan Umum
Memberikan penjelasan tentang definisi, pengertian, serta aturan dan
ketentuan yang diatur di UU Pasar Modal.
BAB II Badan Pengawas Pasar Modal
Aturan mengenai fungsi, peran, otoritas, serta tanggung jawab yang
dimiliki Badan Pengawas Pasar Modal.
BAB III Bursa Efek, Lembaga Kliring, dan
Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian

150
Memberikan pemaparan fungsi, syarat, dan ketentuan mengenai aktivitas
di Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian.
BAB IV Reksa Dana
Aturan mengenai bentuk dan sifat Reksa Dana, serta ketentuan mengenai
pengelolaan Reksa Dana.
BAB V Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat
Investasi
Aturan mengenai persyaratan, ketentuan, otoritas kegiatan, serta pedoman
untuk Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat Investasi.
BAB VI Lembaga Penunjang Pasar Modal
Aturan mengenai persyaratan dan ketentuan tentang Lembaga Penunjang
Pasar Modal, yang di dalamnya termasuk Kustodian, Biro Administrasi
Efek, dan Wali Amanat.
BAB VII Penyelesaian Transaksi Bursa dan Penitipan
Kolektif
Penjelasan mengenai tata cara aktivitas penyelesaian transaksi bursa, serta
syarat dan ketentuan mengenai penitipan kolektif.
BAB VIII Profesi Penunjang Pasar Modal
Aturan yang mengatur profesi penunjang aktivitas Pasar Modal, serta
persyaratan, tata cara, dan kewajiban saat melakukan aktivitas di Pasar
Modal.

BAB IX Emiten dan Perusahaan Publik


Penjelasan mengenai persyaratan pendaftaran, kewajiban, ketentuan, serta
hak yang dimiliki Emiten dan Perusahaan Publik dalam aktivitas di bursa
saham.
BAB X Pelaporan dan Keterbukaan Informasi
Memberikan paparan kewajiban bagi pelaku di bursa saham untuk
melapor kepada Badan Pengawas Pasar Modal, termasuk jenis laporan
yang harus disampaikan.
BAB XI Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan
Orang Dalam

151
Penjelasan mengenai aktivitas dan kegiatan apa saja yang dilarang di
kegiatan Pasar Modal, termasuk penipuan, dan pelarangan penggunaan
orang dalam sesuai ketentuan berlaku.
BAB XII Pemeriksaan
Dasar hukum mengenai wewenang Bapepam melakukan pemeriksaan
terhadap pelanggaran UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya,
termasuk aturan tata cara pemeriksaan.
BAB XIII Penyidikan
Aturan mengenai prosedur dan tata cara pelaksanaan penyidikan yang
dilakukan Bapepam terhadap pelanggar UU Pasar Modal dan peraturan
pelaksanaannya.
BAB XIV Sanksi Administratif
Aturan mengenai sanksi administratif yang diberikan Bapepam terhadap
pelanggar UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.
BAB XV Ketentuan Pidana
Penjelasan mengenai ketentuan pidana terhadap pihak yang melanggar
UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.
BAB XVI Ketentuan Lain-lain
Penjelasan mengenai ketentuan menuntut ganti rugi terhadap pihak yang
dirugikan dari pelanggaran UU Pasar Modal dan peraturan
pelaksanaannya, serta kewajiban konsultasi dan atau koordinasi Bapepam
dan Bank Indonesia terkait aktivitas pengawasan di Pasar Modal.
BAB XVII Ketentuan Peralihan
Memberikan paparan kewajiban dan ketentuan bagi Perusahaan Publik
setelah UU Pasar Modal ini diundangkan, dan sifat peraturan lain terkait
Pasar Modal setelah UU Pasar Modal ini resmi berlaku.
BAB XVIII Ketentuan Penutup
Penjelasan mengenai tanggal berlakunya UU Pasar Modal mulai 1 Januari
1996, sekaligus tak berlakunya UU lama yang mengatur Pasar Modal.

- UU NO 1 THN 1995 tentang perseroan terbatas


a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel,
Staatsblad 1847:23), sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

152
ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional
maupun internasional;
b. bahwa di samping bentuk badan hukum Perseroan Terbatas
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang, hingga
saat ini masih terdapat badan hukum lain dalam bentuk Maskapai Andil
Indonesia sebagaimana diatur dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia
(Ordonnantie op de Indonesische Maatschapij op Aandeelen, Staatsblad
1939:569 jo.717);
c. bahwa dalam rangka menciptakan kesatuan hukum, untuk memenuhi
kebutuhan hukum baru yang dapat lebih memacu pembangunan nasional,
serta untuk menjamin kepastian dan penegakan hukum, dualisme
pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf b perlu ditiadakan dengan
mengadakan pembaharuan peraturan tentang Perseroan Terbatas;

d. bahwa pembaharuan pengaturan tentang Perseroan Terbatas


sebagaimana dimaksud dalam huruf c, harus merupakan pengejawantahan
asas kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi ekonomi berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b, c, dan d dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang
Perseroan Terbatas;

- UU NO 15 THN 2002 tentang tindak pidana pencucian uang diubah


dengan UU NO 25 THN 2003
a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah
yang besar semakin meningkat, baik kejahatan yang dilakukan dalam
batas wilayah Negara Republik Indonesia maupun yang melintasi batas
wilayah negara;
b. bahwa asal-usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari kejahatan
tersebut, disembunyikan atau disamarkan dengan berbagai cara yang
dikenal sebagai pencucian uang;
c. bahwa perbuatan pencucian uang harus dicegah dan diberantas agar
intensitas kejahatan yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan

153
yang jumlahnya besar dapat di minimalisasi sehingga stabilitas
perekonomian nasional dan keamanan negara terjaga;
d. bahwa pencucian uang bukan saja merupakan kejahatan nasional tetapi
juga kejahatan transnasional, oleh karena itu harus diberantas, antara lain
dengan cara melakukan kerja sama regional atau internasio nal melalui
forum bilateral atau multilateral;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-undang tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang.
UU NO 25 THN 2003
a. bahwa agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang dapat berjalan secara efektif, maka Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang perlu
disesuaikan dengan perkembangan hukum pidana tentang pencucian
uang dan standar internasional;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, perlu mengubah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang;

- UU NO 24 THN 2002 tentang surat utang negara (SUN)


a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan
cita-cita dan tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, perlu ditingkatkan kemampuan dan
kemandirian
untuk melaksanakan pembangunan ekonomi nasional secara
berkesinambungan
dengan bertumpu pada kekuatan masyarakat;
b. bahwa mobilisasi dana melalui pasar keuangan merupakan upaya
peningkatan
partisipasi masyarakat secara optimal dalam program pembiayaan
pembangunan

154
nasional melalui mekanisme pengelolaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara;
c. bahwa penerbitan Surat Utang Negara kepada publik merupakan
salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan risiko
keuangan bagi negara di masa mendatang;
d. bahwa guna memberikan kepastian hukum kepada pemodal perlu
adanya landasan hukum atas komitmen Pemerintah untuk
memenuhi kewajiban keuangan serta penyelenggaraan manajemen
Surat Utang Negara yang transparan, profesional, dan bertanggung
jawab;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-undang tentang
Surat Utang Negara;

155
B. Kesimpulan
Dalam Undang-Undang Pasar Modal didefinisikan sebagai kegiatan yang
berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan
public yang berkaitan dengan efek yang di terbitkannya, serta lembaga profesi
yang berkaitan dengan efek. (bab 1, pasal 1, anka 13, UURI No 8 tentang
pasar modal)
a) Fungsi umum pasar modal diantaranya:
1. Saving
2. Fungsi kekayaan
3. Fungsi likuiditas
4. Fungsi pinjaman
b) Lembaga pasar modal
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuanagn (BAPEPAM-
LK)
2. Bursa efek
3. Lembaga Kliring dan Penjaminan ( PT.KPEI)
4. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (PT.KSEI)
5. Perusahaan efek
6. Penjamin emisi efek
7. Perantara dagang efek
8. Manajer investasi
c) Lembaga penunjang pasar modal
1. Biro administrasi efek
2. Custodian
3. Wali amanat
4. Penasihat investasi
d) Profesi penunjang pasar modal
1. Akuntan public
2. Konsultan hukum
3. Penilai (appraiser)
4. Notaris
e) Emiten dan perusahaan public
f) Perusahaan public
g) Penawaran umum

156
h) Raksadana
i) Pemodal
j) Instrument pasar modal
1. Saham
2. Obligasi
3. Reksadana
4. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)
5. Waran

157
Daftar Pustaka

- Hadi, Nor. 2013. Pasar Modal. Yogyakarta: Graha Ilmu.


- Martalena. 2011. Pengantar Pasar Modal. Yogyakarta: Penerbit Andi
- Prof.Drs.C.S.T. Kansil,S.H. 2008. Jakarta: Sinar Grafika
- Sastrawidjaya, man suparman. 1997. Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat
Berharga. Bandung: Alumni.

158
BAB VI

SURAT BERHARGA

Oleh :

Fakhri Muhammad, Tiara alfionissa, Dini Nabillah, Dhea Alda Mutya

A. Pengertian Surat berharga


Kemajuan teknologi dunia yang begitu pesat sangat berpengaruh dalam sektor
perdagangan. Hal ini terlihat dalam hal orang menghendaki segala yang menyangkut
urusan perdagangan dapat bersifat praktis, aman, dan dipertanggungjawabkan,
khususnya dalam lalu lintas pembayarannya. Artinya, orang tidak mutlak lagi
menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat
berharga sebagai alat pembayaran kredit. 61
Praktis artinya dalam setiap transaksi para pihak tidak perlu membawa mata uang
dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan cukup dengan mengantongi
surat berharga saja dan aman artinya tidak setiap orang yang berhak menggunakan surat
berharga, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara tertentu.
Adapun jika menggunakan mata uang apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali
kemungkinan timbulnya bahaya atau kerugian, misalnya pencurian dll.
Surat berharga yang menjadi objek pembicaraan seperti yang diatur dalam KUHD,
terlebih dahulu perlu dibedakan dua macam surat, yaitu :
1. Surat berharga, terjemahan dan istilah aslinya dalam bahasa belanda waarde
papieren, Waarde berarti nilai dalam KUHD yang diartikan berharga dan
Papiern yang berarti kertas, sehingga Waarde Papieren berarti kertas berharga.
Sedangkan di Negara-negara anglo saxon lebih dikenal dengan istilah negotiable
instruments.62
2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya dalam
bahasa belanda papier van waarde dan dalam bahasa inggrisnya letter of value.
Bahkan di Indonesia, ada yang menerjemahkan surat berharga menjadi surat
perniagaan (Commercial paper).

61
R. Ali Ridho, Hukum Dagang tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan Komanditer,

Keseimbangan Kekuasaan dalam PT danPenswastaan BUMN (Bandung: RemadjaKarya, 1988), hlm. 7 .


62H. Boerhanoeddin S.Batoeh, Surat-surat Berharga dan Artinya Menurut Hukum, (Jakarta: Binacipta,
1980) h.27

159
KUHD tidak menjelaskan secara implisit tentang apa yang disebut dengan surat
berharga. Oleh karena itu, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan surat berharga
perlu merujuk kepada pendapat-pendapat para pakar atau sarjana hukum mengenai
definisi tentang surat berharga.
Beberapa definisi tentang surat berharga menurut para ahli diantaranya :
1. Menurut Molengraaff, surat berharga berarti akta-akta atau alat-alat bukti yang
menurut kehendak penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang diperuntukan
semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan
untuk menagih.63
2. Menurut Ribbius, surat berharga artinya surat-surat yang pada umumnya harus
didalam pemilikan seseorang untuk dapat melaksanakan hak yang ada
didalamnya.64
3. Menurut Purwo Sutjipto, surat berharga adalah surat bukti tuntutan hutang,
pembawa hak dan mudah untuk diperjualbelikan.65
Dari tiga pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa surat berharga berarti surat yang
diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang
merupakan pembayaran harga sejumlah uang atau dapat dikatakan surat yang
mempunyai nilai.66

B. Fungsi dan tujuan surat berharga

Setelah kita mengetahui apa definisi dari surat berharga itu, sekarang kita akan
mengetahui apa fungsi dan tujuan surat berharga itu.
Surat berharga mempunyai beberapa fungsi diantaranya:
1. Sebagai alat pembayaran (alat ukur uang)
2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah atau
sederhana)
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)67
4. Sebagai pembawa hak.

63 Molengraaff, Leidraad bij de Boefening van Het Nederlandse Handelsrecht, Jilid 1 1974 dan Jilid 2 1954
64 Dra.Farida Hasyim,M.Hum. Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 232-233
65 R. Ali Rido,SH., Hukum Dagang, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), h. 7
66 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-surat Berharga, (Bandung: PT.Aditya Pratama,

1993), H.9
67 R.Ali Rido,SH, Loc.Cit.

160
Selain mempunyai fungsi, surat berharga juga mempunyai tujuan. Tujuannya adalah
untuk berbagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang dan dapat
mengalihkan barang.

Maksudnya, dengan surat berharga dapat ditukar dengan uang atau hak untuk
mendapatkan pembayaran atas sejumlah uang tertentu, atau memperoleh sejumlah
barang tertentu yang dapat diperjualbelikan. 68

Adapun istilah surat berharga yang dipergunakan dalam beberapa peraturan


perundang-undangan antara lain:

1 Pasal 469 KUHD, “Untuk dicurinya atau hilangnya emas, perak permata dan
lain-lain barang berharga, uang dan surat-surat berharga, begitupun…”
2 Pasal 99 ayat (1) Peraturan Kepailitan, “Semua uang, barang-barang perhiasan,
efek-efek dan lain-lain surat berharga harus disimpan…”
3 Dalam konteks perbankan, Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan, memberikan definisi surat berharga secara
enumeratif (merinci) yaitu surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap derivative dari surat berharga atau kepentingan
lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang. 69

C. Teori Mengenai Surat Berharga

Ada empat teori yang dikenal dan membahas masalah di atas antara lain70

1. Teori kreasi atau penciptaan (creatietheorie)


2. Teori kepantasan (redelijkheidstheorie)
3. Teori perjanji an (overeenkomstheorie)
4. Teori penunjukan (vertoningstheorie)71

a. Teori kreasi atau penciptaan

Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh Einert seorang sarjana hukum jerman
pada tahun 1839, kemudian diteruskan oleh Kuntze dalam bukunya Die Lehre von Den

68 Emmy Pangaribuan Simanjutak, Hukum Dagang Surat-surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM,
Yogyakarta, 1982, h. 23
69 UU No.7/1992 tentang Perbankan
70
Zevenbergen, 1935 , h. 40-45
71 Dra.Farida Hasyim,M.Hum., Op.cit, h. 235

161
Inhaberpapieren tahun 1857. Menurut teori ini , yang menjadi dasar hukum mengikatnya
surat berharga antara penerbit dan pemegang adalah perbuatan “menandatangi” surat
berharga itu. Perbuatan inilah yang menciptakan perikatan anatara penerbit dan
pemegang karena ada perikatan itu, penerbit bertanggung jawab membayar kepada
pemegang surat berharga itu, walaupun tanpa perjanjian dengan pemegang berikutnya.

b. Teori kepantasan

Pelopor teori ini adalah Grunhut. Ia adalah seorang sarjana hukum jerman. Di
jerman, teori ini disebut Redlichkeitstheorie. Teori ini masih berdasarkan pada teori
kreasi atau penciptaan dengan pembatasan. Teori kreasi atau penciptaan menyatakan
bahwa penerbit yang menandatangani surat itu tetap terikat untuk membayar kepada
pemegang, 72 meskipun pemegang yang tidak jujur.

c. Teori perjanjian
Teori ini dikemukakan oleh Thoi, seorang sarjana hukum jerman dalam bukunya
Das handelsrecht (1987). Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum mengikatnya
surat berharga antara penerbit dan pemegang adalah surat perjanjian yang dibuat oleh
kedua belah pihak , yaitu penerbit yang menandatangani dan pemegang pertama yang
menerima surat berharga itu.
Dalam perjanjian, disetujui bahwa jika pemegang pertama mengalihkan surat itu
kepada pemegang berikutnya, penerbit tetap terikat untuk membayar atau bertanggung
jawab untuk membayar dalam keadaan tertentu.
d. Teori penunjukan
Teori ini dikemukakan oleh sarjana hukum terkenal, yaitu Land dalam bukunya
Beginseleen van het Hedendaagsche (1881), Wittenwaall dalam bukunya Het
Toonderpapier (1893), dan di jerman oleh Rieser.
Menurut teori ini, yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga antara
penerbit dan pemegang adalah perbuatan penunjukan surat itu kepada debitur. Debitur
yang pertama adalah penerbit, oleh siapa surat berharga itu disuruh dipertunjukkan pada
hari bayar, saat itulah timbul perikatan dan penerbit selaku debitur wajib membayarnya.
Namun, teori ini tidak sesuai dengan fakta karena pembayaran adalah pelaksanaan dari
suatu perjanjian atau perikatan, dengan demikian perikatan tersebut harus sudah ada

72 R. Soekardono,SH., Hukum Dagang Indonesia, cetakan keempat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1981) h. 38

162
terlebih dahulu sebelum pelaksanaannya. Teori ini pun dikat akan terlalu jauh
bertentangan dengan KUHD.73

D. Surat Berharga adalah Surat Legitimasi


Awal terbitnya surat berharga tidak akan terlepas dari perjanjian atau selalu
didahului suatu atau transaksi atau perbuatan hukum para pihak atau dengan kata lain
adanya perikatan dasar. Perikatan dasar itu berbentuk perjanjian atau kontrak yang dapat
berupa perjanjian jual-beli, sewa menyewa, sewa guna usaha (leasing), pengangkutan,
dan sebagainya. Dalam penerbitan surat berharga minimal terdapat dua pihak, yaitu
pihak penerbit dan penerima surat berharga.
Surat legitimasi berarti surat bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang
berhak. Surat berharga adalah surat legitimasi dapat digunakan sebagai bukti diri bagi
pemegangnya , bahwa ialah orang yang berhak atas tagihan tersebut didalamnya, maka
dengan adanya surat berharga dengan seacara otomatis timbullah suatu perikatan antara
masing- masing pihak yang membuatnya.
Surat berharga tidak hanya berlaku sebagai bukti diri jika terjadi perselisihan, tetapi
juga mempermudah pemegangnya menuntut haknya atas pembayaran diluar proses. Asas
legitimasi ini digunakan untuk memperlancar peredarannya dalam lalu lintas pembayaran
sesuai dengan fungsi dan penerbitan surat berharga.
Ada dua jenis surat legitimasi menurut KUHD74 , yaitu:
1. Legitimasi formil, bahwa surat berharga itu dianggap sebagai orang yang
berhak atas tagihan yang tersebut didalamnya. Dianggap demikian, karena bila
pemegang tidak dapat menunjukkan bukti secara formil diatur UU maka ia tidak
dapat dikatakan pemegang sah.
2. Legitimasi materiil, bahwa bukti pemegang surat berharga itu
sesungguhnya adalah orang yang berhak atas tagihan yang tersebut didalamnya.
Beberapa hal yang penting dari adanya legitimasi tersebut adalah:
1. Pemegang surat berharga secara formil adalah orang yang mempunyai
hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materilnya.
2. Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang surat berharga itu
benar-benar orang yang berhak.

73 Soekardino, Ibid
74 Prodjojikoro, Wirjono., Op.cit. h. 43

163
3. Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga
yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.
Undang-undang mengutamakan legitimasi formal untuk menjamin fungsi dan tujuan
surat berharga.
Beberapa hal yang penting dari adanya legitimasi tersebut, bahwa:
1. Pemegang surat berharga secara formil adalah orang yang mempunyai
hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materilnya.
2. Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang surat berharga itu
benar-benar orang yang berhak.
3. Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga
yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.

E. Jenis-jenis Surat Berharga

Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai berapa macam jenis-jenis surat


berharga.

1. Menurut Zevenbergen, ada tiga jenis surat berharga, yaitu:

a. Surat rekta
b. Surat kepada pengganti
c. Surat kepada pembawa75
2. Scheltema dan Wiarda membagi surat berharga menjadi 2 (dua) jenis,
yakni:
a. Surat kepada pengganti
b. Surat kepada pembawa76

3. Sedangkan Volmer menyebutnya sebagai surat perniagaan, yang terdiri dari


surat berharga dan surat yang berharga, namun terbagi pula beberapa kelompok surat
yang masing- masing kelompok mempunyai kekhususannya sendiri-sendiri, yakni:77

a. Surat berharga dan surat yang berharga

Perbedaan antara dua kelompok surat ini terletak pada kedudukan akta pada surat
berharga, yang merupakan syarat adanya hak menuntut (bestaansvoorwarde) dan

75 Zevenbergeen, Negotiable Instruments and Check Collection, West Publishing company, 1993, h. 65
76 Scheltema dan Wiarda, Commercial Paper, Harcourt Brace Legal and Profesional Publication, Inc, New
York, 1992, h. 47
77 Volmer, Charles, Commercial Paper and Payment Law, West Publishing Co, ST. Paul, Minn, 1975, h. 33

164
merupakan pembawa hak (dragger van recht). Sedangkan akta pada surat yang berharga
tidak merupakan surat adanya hak menuntut dan tidak merupakan pembawa hak, sebab
tanpa akta hak menuntut tetap ada dan dapat dibuktikan dengan segala alat pembuktian
menurut hukum, karena akta itu bukan pembawa hak.

b. Surat bukti diri

Surat bukti diri (legitimatiepapiern) pada umumnya sama dengan surat berharga.
Surat bukti diri itu terutama dimaksudkan bahwa pemegangnya adalah pemilik hak yang
sah.

c. Surat kepada pengganti dan kepada pembawa (order-en toonder


papier)

Merupakan surat yang membuktikan bahwa adanya perikatan dari


penandatanganan, dengan keistimewaannya bahwa kedudukan krediturnya itu dapat
dengan mudah diperalihkan kepada orang lain, sedangkan hal kedudukan kreditur yang
mudah diperalihkan itu sesuai dengan maksud si penandatangan.

d. Surat rekta (rektapapiern)

Merupakan surat yang menurut Undang-undang dapat diterbitkan sebagai surat


berharga, tetapi karena para pihak menghendaki agar kedudukan kreditur jangan diganti,
maka surat itu dibentuk sedemikian rupa, sehingga peralihan itu sukar dilaksanakan.

e. Surat kebendaan (zakenrechtelijke papieren)

Surat yang berisi perikatan untuk menyerahkan barang-barang, misalnya


konosomen, ceel, delivery order (DO) dan lain-lain. Surat itu dapat diterbitkan atas
nama, kepada pengganti atau kepada pembawa.

f. Surat keanggotaan (lidmaatscapsapieren)

Disebut juga surat saham (aandelbewijzen) pada perseroan terbatas, koperasi,


atau kumpulan lainnya, dapat juga disebut sebagai surat keanggotaan. Surat saham pada
perseroan terbatas dapat diterbitkan atas namadan kepada pembawa. Saham kepada
pengganti tidak dikenal, baik dalam undang-undang maupun dalam praktek.

4. Adapun ketentuan-ketentuan mengenai surat berharga diatur dalam Buku I title 6


dan title 7 KUHD yang berisi tentang:
a. Wesel

165
b. Surat sanggup
c. Cek
d. Kwitansi-kwitansi
e. Promes atas tunjuk78

1) Wesel
Surat wesel adalah surat berharga yang memuat kata “wesel” didalamnya, ditanggali
dan ditandatangani di suatu tempat, dalam mana penerbit (treker) memberi perintah tak
bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayar sejumlah uang pada hari
bayar (vervaldag) kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit yang disebut penerima
(nemer) atau penggantinya di suatu tempat tertentu. Dengan begitu, maka personalia
yang bersangkutan dengan surat wesel dapat diperinci sebagai berikut:

a) Penerbit (treker), yaitu orang yang membuat atau menerbitkan atau


mengeluarkan surat wesel.
b) Tersangkut (betrokkene) yaitu orang yang mendapat perintah dari penerbit
untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar kepada penerima.
c) Penerima (nemmer) yaitu orang yang ditunjuk oleh penerbit untuk menerima
sejumlah uang sebagai disebut dalam surat wesel pada hari bayar.
d) Pemegang (houder) adalah orang yang memperolah surat wesel dari penerima
atau pemegang lainnya.
e) Ansodan (endosant) ialah kedudukan penerima atau pemegang, yang
menyerahkan surat wesel kepada orang lain, sedangkan orang lain yang
menerima penyerahan surat itu disebut “pemegang”.

Gambar diatas merupakan contoh bentuk wesel


Bentuk surat wesel dibagi menjadi 2, yaitu:

78Drs. C.S.T. Kansil,SH, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h. 165

166
1. Bentuk surat wesel umum
Ada tiga bentuk umum mengenai surat wesel, yaitu:
a. Wesel atas nama, yaitu wesel yang nama pemiliknya ditulis dalam
wesel itu. Meskipun wesel ini atas nama, tetapi dapat diserahkan
kepada orang lain dengan andosemen, yang mempunyai akibat
sebagai andosemen biasa (pasal 110 ayat 1).
b. Wesel kepada pengganti, yaitu wesel yang disamping nama
pemiliknya ada tambahan sebuah klausul yang berbunyi “atau
penggantinya”. Penyerahan wesel ini kepada orang lain dengan
andosemen (pasal 110 ayat 1).
c. Wesel tidak kepada pengganti, ialah wesel atas nama dengan
tambahan klausul “tidak kepada pengganti”. Wesel jenis ini bukanlah
jenis surat berharga, melainkan surat yang berharga atau “wesel
rekta” sedangkan peyerahannya tidak boleh mempergunakan
andosemen, melainkan harus dilakukan dengan sesi (cessie), yang
berakibat peralihan itu harus diketahui/disetujui oleh debitur (pasal
110 ayat 2).
2. Bentuk wesel khusus
Di samping bentuk wesel umum, KUHD mengenal wesel-wesel bentuk
khusus yang diatur dalam pasal 102. 102 a, 103 dan 126. Yang perinciannya
adalah sebagai berikut.
a. Wesel yang diterbitkan untuk penerbit sendiri atau penggantinya.
b. Wesel yang diterbitkan kepada penerbit sendiri.
c. Wesel yang diterbitkan atas tanggungan pihak ketiga.
d. Wesel inkaso.
e. Wesel domisili.
f. Wesel domisili dalam blanko.
3. Pasal 100 KUHD menentukan persyaratan-persyaratan bagi setiap wesel,
jelasnya sebagai berikut:
a. Kata wesel harus jelas gtertulis pada surat itu
b. Perintah yang tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang yang
telah ditentukan (yang tertulis)
c. Nama orang yang harus membayarnya (tertarik)
d. Penetapan atau ketentuan tanggal pembayaran

167
e. Penetapan atau ketentuan tempat dimana pembayaran itu harus
dilakukan
f. Nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yang ditujukan
olehnya pembayaran harus dilakukan
g. Tanggal dan tempat surat wesel tersebut ditariknya
h. Tanda tangan yang mengeluarkan wesel tersebut (penarik)
Pasal 101 KUHD menegaskan bahwa semua persyaratan diatas harus dipenuhi
dan seandainya salah satu syarat itu tertinggal atau tidak terpenuhi, maka surat tersebut
tidak berlaku sebagai surat wesel.79
2) Surat Sanggup
Yang dimaksud dengan perkataan sanggup dalam hal ini adalah sama dengan
setuju. Kata sanggup atau setuju itu mengandung suatu janji untuk membayar, yaitu
kesediaan dari pihak penanda tangan untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang
atau penggantinya pada waktu tertentu. Jadi, surat sanggup atau surat aksep adalah surat
tanda sanggup atau setuju membayar sejumlah uang kepada pemegang atau
penggantinya pada hari tertentu.
Surat sanggup istilah aslinya berasal dari bahasa belanda,ordebriefie,bahasa
perancisnya billet order, bahasa inggrisnya promissory note. Dalam undang-undang juga
dikenal istilah promesse dan order. Surat sanggup juga disebut surat aksep.
Surat aksep berasal dari bahasa perancis, accept yang artinya setuju. Kedudukan
si penanda tangan surat aksep adalah sama sepertikedudukan akseptan pada surat wesel,
artinya suatu janji sanggup atau setuju membayar.
Karena si penanda tangan selaku penerbit mengikatkan diri untuk membayar
kepada penerima atau pemegang, jadi posisinya seperti akseptan pada surat wesel, maka
dalam surat aksep tidak terdapat adanya tersangkut.
Surat sanggup tidak dapat digolongkan kepada surat pengakuan utang walaupun
di dalamnya penanda tangan sudah tertulis bahwa utangnya pada pemegang dan berjanji
membayar pada hari bayar. Surat pengakuan utang bukan surat berharga, melainkan
hanya merupakan surat bukti utang yang diperalihkan kepada orang lain.
Surat sanggup mempunyai dua sifat, yaitu:
a) surat sanggup sebagai bukti pinjaman uang
b) surat sanggup sebagai alat bayar.

79 Drs. C.S.T. Kansil,SH., Op.Cit., h. 154

168
3) CEK
Pada pokoknya surat cek itu adalah sebuah surat di bawah tangan yang
berisikan perintah pembayaran tanpa syarat yang menjadi alat pembayaran tunai
secara giral sebagai ganti uang chartal.
Dalam masyarakat dagang khususnya, alat pembayaran tunai secara giral
semacam surat cek adalah lazim sekalipun kadang-kadang bentuknya tidak sesuai
dengan ketentuan pasal 178 KUHD. Ini sejenis dengan surat cek yang berlaku di
kalangan para pedagang tionghoa, yaitu kertas bon putih yang disebut Pe Pyo.
Berlakunya Pe Pyo ini hanya terbatas dalam masyarakat yang saling
mempercayai saja. Apabila terjadi sengketa, penyelesaian sangat sulit.
Surat Cek termasuk surat tagihan utang yang berupa perintah untuk
membayar sejumlah uang tertentu, jadi sama seperti surat wesel. Perbedaannya
disebabkan oleh sifatnya yang berlainan. Oleh karena itu, kedua macam surat
berharga ini pengaturannya berbeda dalam KUHD walaupun ada juga
persamaannya antara lain di bawah ini.
1. Fungsi ekonomis dalam lalu lintas pembayaran. Surat wesel
menitikberatkan fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran kredit,
yaitu untuk memperoleh uang kredit. Adapun surat cek
menitikberatkan fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran tunai, hal
ini dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 205 ayat (1) KUHD.
Setiap cek harus dibayar pada waktu yang diperlihatkan, sedangkan
setiap penetapan akan kebalikannya dianggap tidak tertulis.
2. Waktu peredaran sebagai alat pembayaran kredit, surat wesel
mempunyai waktu peredaran yang lama bahkan bisa melebihi satu
tahun, sedangkan surat cek sebagai alat pembayaran tunai
mempunyai waktu peredaran yang singkat, yaitu 70 hari (pasal 206
ayat 1 KUHD).
3. Surat wesel sebagai alat pembayaran kredit harus dibayar pada
waktu tertentu yang telah ditetapkan dalam surat wesel, sedangkan

169
surat cek harus dibayar pada waktu diperlihatkan dalam (pasal 205
ayat 1 KUHD).
4. Penerbitan surat wesel dapat diterbitkan atas bangkir atau bukan
bangkir. Sebagai alat pembayarn kredit, pemegang surat wesel dapat
memperoleh pembayaran sebelum hari bayar dengan jalan
mengendosemenkan surat wesel itu kepada orang lain. Adapun surat
cek sebagai alat pembayarn tunai harus diterbitkan atas bangkir.
Apabila ingin memperoleh pembayaran, langsung saja diperlihatkan
kepada banknya.
5. Lembaga akseptasi sebagai alat pembayaran kredit surat wesel
mengenal lembaga akseptasi, artinya sebelum hari bayar tiba perlu
memperoleh kepastian terlebih dahulu dari tersangkut, sedangkan
surat cek sebagai alat pembayaran tunai tidak mengenal lembaga
akseptasi. Jadi, setiap waktu diperlihatkan kepada bangkir, ia harus
dibayar.
Klausul yang berbeda walaupun dapat diterbitkan atas penglihatan (op zicht),
surat wesel bersifat atas pengganti (aan order). Adapun surat cek dapat diterbitkan
atas pengganti dan dapat juga atas tunjuk (aan toonder). Pada umumnya, surat cek
diterbitkan atas tunjuk sehingga peralihannya cukup dari tangan ke tangan. 80
Surat cek harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-
undang yang disebut syarat-syarat formal.
Menurut ketentuan pasal 178 KUHD setiap surat cek harus memuat syarat-
syarat formal berikut ini:
1. Istilah cek harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam
bahasa surat ditulis.
2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
3. Nama orang yang harus membayar (tersangkut).
4. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.
5. Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan.
6. Tanda tangan orang yang menerbitkan.
Apabila surat cek tidak memuat salah satu syarat-syarat formal di atas, surat itu
tidak berlaku sebagai surat cek kecuali dalam hal-hal berikut ini:

80 Drs. C.S.T. Kansil,SH, Ibid.,

170
1. Surat cek yang tidak menetapkan tempat pembayaran secara khusus,
maka tempat yang tertulis disamping nama tersangkut (bangkir)
dianggap sebagai tempat pembayaran. Jika disamping nama tersangkut
itu terdapat lebih dari satu tempat yang disebutkan surat cek itu harus
dibayar di tempat yang tersebut pertama.
2. Apabila tidak ada penunjukan tersebut, surat cek harus dibayar di tempat
kantor pusat tersangkut (bankir).\
3. Tiap-tiap surat cek yang menerangkan tempat diterbitkan dianggap
ditanda tangani di tempat tertulis di samping nama penerima.

Sebagaimana bentuk surat wesel, surat cek juga ada bentuk-bentuk khusus
antara lain sebagai berikut:
1. Surat cek atas pengganti penerbit (pasal 183 ayat 1 KUHD).
2. Surat cek atas penerbit sendiri (pasal 183 ayat3 KUHD).
3. Surat cek untuk perhitungan orang ketiga (pasal 183 ayat 2 KUHD).
4. Surat cek inkaso (pasal 183a ayat 1 KUHD).
5. Surat cek berdomisili (pasal 185 KUHD).
Adapun yang dimaksud dengan cek kosong, cek yang diajukan kepada
bank namun nasabah pada bank tidak mencukupi untuk membayar surat cek yang
bersangkutan (surat edaran bank Indonesia,16 mei 1975 No.SE8/7 UPPB). Dari
pengertian tersebut jelas bahwa nasabah yang bersangkutan hanya diperbolehkan
menerbitkan surat cek yang jumlahnya maksimal sama dengan jumlah saldo giro
yang sama, jika jumlah cek itu melebihi saldo giro yang ada, ia dikatakan cek
kosong.81

Masalah yang terjadi dengan cek kosong ini adalah sebagai berikut.

1. Kelemahan pasal 180 KUHD yang berhubungan dengan penerbit surat


cek dan penyediaannya dana pada banker.
2. Rahasia bank seperti yang diatur dalam pasal 40 undang-undang
perbankan.
3. Spekulasi dari pihak pemilik rekening giro yaitu pennerbit surat cek.
4. Administrasi bank yang kurang waspada.

4) Kwitansi

81 Dr. Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Jakarta: PT. Citra Ditya Bekti, 2008), h.171

171
Istilah kwitansi berasal dari kata kwintante (bahasa belanda) yang berarti
tanda pembayaran. Dalam bahasa inggris adalah receipt, dalam bahasa belanda
selain di kenal dengan istilah kwintantie dikenal pula dengan namakwitjing,
yang artinya tanda terima atau tanda bayar atau pembebasan.

Gambar diatas merupaka contoh bentuk kwitansi


Orang yang namanya tercantum dalam surat dan kemudian menguasainya,
dianggap telah memenuhi pembayaran yang telah diperintahkan oleh
penandatanganan.
Akan tetapi, perintah pembayaran dalam kwitansi bukanlah perintah
pembayaran dalam arti sebenarnya, melainkan hanya merupakan bentuk
perintah tidak langsung dengan menggunakan kata terima. Artinya, pemegang
kuitansi telah menerima perintah pembayaran tidak langsung dari penanda
tangan jika pemilik kwitansi tersebut memperlihatkan kepadanya uang yang di
sebutkan namanya dalam surat itu mengakui dan bersedia membayar, ia bebas
dari utangnya jika ia membayar dan surat itu dikuasai.
Kwitansi bersifat sebagai surat perintah pembayaran atas tunjuk, kwitansi
atas tunjuk tidak diatur bersamaan dengan surat cek, sebab kwitansi atas tunjuk
bukan perintah membayar dalam arti sebenarnya dan tidak memenuhi syarat-
syarat formal surat cek.
Kwitansi dapat diserahkan kepada siapa saja yang akan memintakan
pembayaran atas uang yang disebutkan namanya di dalam surat itu sesuai
dengan fungsinya sebagai surat atas tunjuk. Namun, pencantuman klausul atas
tunjuk atau aantoonder di dalamnya itu tidak menjadi syarat. 82
Perikatan dasar antara penerbit dang pemegang kwitansi atas tunjuk
adalah dasar terbitnya kuitansi atas tunjuk tersebut. Dalam perikatan dasar itu
pemegang kuitansi atas tunjuk berposisi sebagai kreditor yang berhak atas

82 Dra.Farida Hasyim,M.Hum, Hukum Dagan, (jakarta. Sinar Grafika: 2009) hal.256

172
pembayaran sejumlah uang dan pihak penerbit sebagai debitur yang
berkewajiban membayar.
Untuk itu, debitur membayar kepada kreditor dengan menyerahkan
kuitansi atas tunjuk dengan permintaan supaya kuitansi itu diperlihatkan kepada
orang yang disebutkan di dalamnya. 83

Yang bertanggung jawab atas pembayaran terhadap setiap pemegang


selama kurun waktu 20 hari setelah hari tanggal penerbitannya adalah penerbit
yang asli dari kuitansi atas tunjuk dengan permintaan supaya kuitansi itu
diperlihakan kepada orang yang disebutkan di dalamnya. Kewajiban dan
tanggung jawab terus berjalan sampai hari pertama berikutnya yang bukan hari
raya. Menurut undang-undang, jika hari terakhir dari tenggang waktu tersebut
jatuh pada hari rya menurut undang-undang dalam arti pasal 229 b bis KUHD.
Dengan demikian, berarti pemegang dapat menawarkan kuitansi tersebut pada
hari kerja berikutnya, jika ia menawarkan pembayaran pada hari terakhir itu
merupakan itu merupakan hari raya menurut undang-undang.84
Jika dalam tenggang waktu 20 hari itu pemegang tidak menawarkan
pembayaran kepada orang yang disebutkan dalam kuitansi itu, ia kehilangan hak
atas pembayaran kuitansi kepada penerbitnya semula. Dengan ketentuan
penwaran kepada penerbit itu tidak lewat tenggang waktu enam bulan sejak
tanggal penerbitannya. (pasal 229k ayat 1 KUHD).
Pasal 229 f KUHD menyatakan bahwa penerbit kwitansi atas tunjuk
bertanggung jawab atas pembayarannya dalam tenggang waktu 20 hari setelah
tanggal penerbitannya. Selanjutnya pasal 229g ayat 1 KUHD menyatakan bahwa
tanggung jawab tersebut berjalan terus kecuali jika penerbit dapat membuktikan
dalam tenggang waktu itu, uang sejumlah kuitansi yang diterbitkan itu telah
disediakannya pada orang-orang atas diri siapa kuitansi itu di terbitkan.
Setelah lewat tenggang waktu enam bulan terhitung mulai hari penerbitan
semula, maka segala tuntunan terhadap penerbit atau terhadap mereka yang telah
menggunakan surat tersebut sebagai pembayaran terhapus. Ketentuan lampau ini
tidak dapat dikemukakan oleh penerbit tidak menyediakan dana untuk
pembayaran kuitansi tersebut.

83 Ibid., h. 257
84 Ibid., h. 258

173
Menurut Abdul Qadir Muhammad, S.H. (hukum dagang tentang surat-
surat berharga) menyatakan bahwa kesemuanya itu dengan tidak mengurangi
ketetentuan dalam pasal 1967 KUHD. Menurut pasal 1967 KUHD, segala
tuntutan hukum baik bersifat kebendaan maupun bersifat perseorangan hapus
karena daluwarsa dengan lewat waktu 30 tahun, sedangkan siapa yang
menunjukkan akan adanya daluwarsa itu, namun tidak menunnjukkan suatu
alasan, dan tidak didasarkan pada itikad baik.

5) Promes atas tunjuk


Istilah promes berasal dari kata promesse dalam bahasa prancis yang artinya,
sanggup atau janji, yaitu sanggung membayar atau janji membayar. Orang yang
menandatangani surat itu menyanggupi atau berjanji untuk membayar sejumlah
uang yang tersebut dalam surat itu kepada setiap pemegangnya.Promes ini
bersifat atas tunjuk, artinya siapa saja yang memegang surat itu dan setiap saat ia
memperlihatkan kepada yang bertandatangan ia akan memperoleh pembayaran.
Menurut Undang-Undang (Pasal 174 dan seterusnya KUHD), suatu surat
promes atau aksep memuat:
1. Nama promes, atau aksep atau orderbriefje
2. Janji yang tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang
3. Penetapan hari pembayaran
4. Tempat dimana pembayaran harus dilakukan
5. Nama seseorang kepada siapa, atau kepada wakil
siapapembayaran harus dilakukan
6. Nama tempat serta tanggal pembuatan promes
7. Tanda tangan (+ nama) dari yang membuat promes.
Penerbitan promes atas tunjuk dapat dilakukan secara penglihatan dan dapat
pula secara sesudah penglihatan. Perbedaan antara promes atas tunjuk dan surat
sanggup adalah pada promes atas tunjuk nama pemegangnya tidak dalam surat
itu. Adapun pada surat sanggup nama pemegangnya dicantumkan dalam teksnya.
Pemegang surat promes atas tunjuk harus menagih pembayarannya dalam
waktu 6 hari setelah surat itu diterimanya sebagai pembayaran, hari
penerimaannya tidak dihitung sebagaimana ditentukan di dalam pasal 229i ayat 1
KUHD.

174
Kemudian dalam ayat 2 pasal tersebut dinyatakan bahwa apabila dalam
proses itu disebutkan hari, tanggal pembayaran, maka dalam tenggang waktu 6
hari, pemegang promes atas tunjuk harus mengajukan penawaran pembayaran
kepada penandatangan. Apabila hari terakhir tenggang waktu 6 hari jatuh pada
hari raya, menurut pasal 229b bis KUHD maka kewajiban dan tanggung jawab
terus berjalan sampai dengan hari pertama berikutnya.

Jika dalam tenggang waktu yang telah ditentukan pemegangn promes atas
tunjuk telah menawarkan pembayaran, namun ternyata mendapat penolakan
pembayaran maka ia harus menawarkannya untuk dicabut kepada orang yang
memberikan kepadanya sebagai pembayaran. Akan tetapi, tidak berarti tuntutan
pembayaran pemegang itu menjadi lenyap, penandatangan itu berkewajiban
membayar kepada pemegang dalam hal terjadi non pembayaran.
Setelah lewat tenggang waktu 6 bulan terhitung mulai hari penerbitan
semula, maka segala tuntutan terhadap penanda tangan promes atau terhadap
mereka yang telah menggunakan promes tersebut sebagai pembayaran
dihapuskan.

5 Jenis surat yang sudah disebutkan diatas merupakan jenis-jenis surat


yang terdapat dalam KUHD, berikut akan kami sebutkan juga jenis-jenis surat
berharga diluar KUHD:
1. Bilyet Giro
2. Obligasi
3. Saham
4. Sertifikat Deposito
a) Bilyet Giro
Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah pemilik dana pada rekening
giro, kepada bank atau tertarik untuk memindahkan sejumlah dana kedalam
rekening yang tertera dalam bilyet giro, dana mana tidak dapat dicairkan secara
tunai.

175
Gambar diatas merupakan contoh bentuk bilyet giro

(1) Dasar hukum adanya bilyet giro antara lain:


(a) SEBI No.8/7/1975;
(b) SEBI No.9/72/1975;
(c) SEBI No.9/16/1976;
(d) SEBI No.5/85/1972;
(2) Setiap Bilyet Giro harus berisikan:
(a) Nama dan nomor Bilyet Giro;
(b) Nama bank tertarik;
(c) Perintah bayar tanpa syarat;
(d) Nama dan nomor rekening pemegang /penerima;
(e) Nama dan alamat bank penerima;
(f) Jumlah dana dalam angka dan huruf;
(g) Tempat dan tanggal penarikan;
(h) Tanda tangan dan nama jelas penarik;
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan Bilyet Giro adalah
sama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan cek.

(3) Beberapa istilah yang berkaitan dengan Bilyet Giro:


(a) Bilyet Giro mundur adalah Bilyet Giro yang tanggal efektifnya setelah
tanggal penerbitan;

176
(b) Stop payment merupakan perintah penarik untuk membatalkan penarikan
yang disebabkan oleh hilangnya Bilyet Giro;
(c) Inkaso (Pasal 183a KUHD) adalah perintah atau kuasa untuk menagihkan
sejumlah uang yang tertera dalam Bilyet Giro;
(d) Cerukan (overdraft) adalah kondisi yang mana bank tertarik melakukan
pembayaran atas instruksi pendebetan atau penarikan yang dilakukan
penarik atau nasabah, walaupun dana pada rekening giro tersebut tidak
mencukupi;
(e) Bilyet Giro kosong adalah tolakan terhadap Bilyet Giro yang ditarik,
dikarenakan: (i) saldo rekening tidak cukup, (ii) rekening telah ditutup,
dan (iii) alasan lain;
(f) Mekanisme pemberian SP dalam Bilyet Giro sama dengan cek.

(4) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Bilyet Giro:


(a) Apabila terdapat perbedaan penulisan dalam jumlah uang dalam angka dan
huruf, maka yang berlaku yang tertulis dalam huruf;

(b) Apabila terdapat penulisan jumlah uang yang berulang-ulang, maka yang
berlaku adalah jumlah yang terkecil;
(c) Setiap perubahan perintah atau coretan, wajib ditandatangani oleh penarik
di tempat kosong yang terdekat dengan perubahan tersebut.
(d) Bilyet Giro hanya dikenal dalam hukum Indonesia. Di negara lain, Bilyet
Giro sebagai media pemindahbukuan dana pada rekening giro, tidak
dikenal mengingat baik untuk keperluan pembayaran tunai atau media
pemindahbukuan hanya digunakan satu instrument yaitu cek.
(5) Tanggal dan batas waktu yang berlaku dalam Bilyet Giro:
(a) Tanggal penerbitan;
(b) Tanggal efektif (bukan merupakan syarat formal Bilyet Giro) adalah
tanggal mulai berlakunya tenggang waktu penarikan. Apabila tidak ditulis
dalam Bilyet Giro maka tanggal penebitan sama dengan tanggal efektif;
(c) Tenggang waktu penarikan selama-lamanya 70 hari sejak tanggal
penerbitan;
(d) Tenggang waktu penawaran selama-lamanya 6 bulan setelah batas waktu
penarikan;
(e) Masa daluwarsa adalah masa setelah tenggang waktu penawaran.

177
b) Obligasi
Terdapat beberapa definisi mengenai obligasi. Obligasi atau bond, adalah surat utang
jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk membayar
kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan
sebeluan umnya.85
(1) Jenis-jenis obligasi ini antara lain sebagai berikut.
(a) Obligasi dengan tingkat bunga tetap
(b) Obligasi dengan tingkat bunga mengambang
(c) Obligasi dengan jaminan
Jenis obligasi berdasarkan penerbitnya, dari klasifikasi pihak yang menerbitkan
obligasi, dikenal jenis 1) company bonds (pihak yang menerbitkan adalah perusahaan),
2) government bonds (pemerintah pusat), dan 3) municipal bonds (pemerintah daerah
atau wilayah otonomi khusus).
(2) Pihak-pihak dalam obligasi yaitu:
(a) Emite, sebagai debitur
(b) Investor, sebagai kreditur
(c) Penerbit obligasi, bank ataupun perusahaan sehat pada umumnya
(d) Underwriter, pihak yang menjamin obligasi yang diterbitkan emiten
(e) Wali amanat, pihak yang mewakili investor dan menjamin masalah-
masalah terhadap investor
(3) Unsur Obligasi:
(a) Bukti uang
(b) Berisi janji-janji: Jangka waktu, bunga, dan periode pembayaran bunga
(c) Jangka waktu
c) Saham
Saham merupakan bukti penyertaan modal dalam suatu perseroan, yang dibuktikan
dengan surat saham, sebagai suatu surat legitimasi yang menyatakan bahwa pemegang
adalah orang yang berhak atas deviden, hak suara, dan manfaat lainnya. Saham diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
(1) Jenis-jenis saham yaitu:
(a) Saham atas tunjuk, yang dibuktikan dengan surat saham, dan
(b) Saham atas nama

85Artur J. Keown, et al.. Basic Financial Management. 7 th Edition. (Prentice Hall InterNational. 1996). Hal.
252

178
(2) Pihak-pihak yang terlibat dalam Saham adalah:
(a) Penerbit (emiten) adalah PT yang menerbitkan saham dalam rangka
menghimpun modal
(b) Pemegang saham atau investor adalah pemodal yang membeli atau
menyetorkan uang untuk keperluan penyertaan modal dalam perusahaan
penerbit.

d) Sertifikat Deposito

Berdasarkan UU Perbankan sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang


bukti simpanannya dapat diperdagangkan. Sedangkan menurut Blacks Law Dictionary
yaitu: Pengakuan tertulis dari bank kepada penyimpan (deposan) dengan janji untuk
membayar kepada penyimpan, atau penggantinya. Sertifikat Deposito diatur dalam Surat
Keputusan Direktur BI No.17/44/KEP/DIR tanggal 22 Oktober 1984 tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito oleh Bank Umum Dan Bank Pembangunan.
(1) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Sertifikat deposito:
(a) Diterbitkan atas bawa, dalam mata uang rupiah, oleh Bank umum dan
Bank pembangunan setelah mendapat persetujuan BI
(b) Perhitungan bunga secara true discount, sehingga setoran awal ataupun
pembayaran harga beli sertifikat deposito adalah sebesar net proceed
(c) Jangka waktu sertifikat deposito tidak kurang dari 15 hari
(d) Bank dapat memiliki sertifikat deposito yang diterbitkan bank lain dalam
jumlah tidak melebihi 7,5% dari jumlah pinjaman yang diberikannya.

(2) Pihak-pihak yang terlibat dalam Sertifikat deposito adalah:


(a) Penerbit (Bank), sebagai pihak yang memiliki kewajiban pembayaran
kepada siapapun yang mengajukan sertifikat deposito saat jatuh tempo
(b) Pemegang (deposan atau penggantinya atau siapapun yang menguasai
sertifikat deposito) sebagai pihak yang berhak atas pembayaran jumlah
pokok yang tertera dalam sertifikat deposito.

179
F. Kesimpulan

Surat berharga berarti surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan
pemenuhan suatu prestasi, yang merupakan pembayaran harga sejumlah uang atau dapat
dikatakan surat yang mempunyai nilai.
Yang fungsinya ialah sebagai :
1. Sebagai alat pembayaran (alat ukur uang)
2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah atau
sederhana)
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)
4. Sebagai pembawa hak.

Macam-macam atau Jenis-jenis surat ada banyak diantara ialah yang terdapat dalam
KUHD, yaitu:
d. Wessel
e. Cek
f. Surat sanggup
g. Kwitansi
h. Promes atas tunjuk
Surat berharga yang terdapat diluar KUHD, yaitu:
i. Bulyet Giro
j. Obligasi
k. Saham
l. Sertifikat deposito
Semuanya merupakan sebuah kertas (surat) yang mempunyai nilai/harga karena
nominal yang tercantum dalam surat-surat tersebut.

180
DAFTAR PUSTAKA
Hasyim Farida, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Kansil.C.S.T, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.

Keown. Artur J., et al.. Basic Financial Management. 7 th Edition. Prentice Hall
InterNational. 1996.

Molengraaff, Leidraad bij de Boefening van Het Nederlandse Handelsrecht, Jilid 1 1974
dan Jilid 2 1954.

Muhammad Abdulkadir, Hukum Dagang Tentang Surat-surat Berharga, Bandung:


PT.Aditya Pratama, 1993.

Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 7 Jakarta:Djambatan,


1984.
Ridho Ali, Hukum Dagang tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan
Komanditer, Keseimbangan Kekuasaan dalam PT danPenswastaan BUMN Bandung:
RemadjaKarya, 1988.
S.Batoeh Boerhanoeddin, Surat-surat Berharga dan Artinya Menurut Hukum, Jakarta:
Binacipta, 1980.

Scheltema dan Wiarda, Commercial Paper, Harcourt Brace Legal and Profesional
Publication, Inc, New York, 1992.

Sembiring Sentosa, Hukum Dagang, Jakarta: PT. Citra Ditya Bekti, 2008.
Simanjutak Emmy Pangaribuan, Hukum Dagang Surat-surat Berharga, Seksi Hukum
Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982.

Soekardono R, Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 (Bagian Pertama), Jakarta: Dian


Rakyat, 1981.
UU No.7/1992 tentang Perbankan.
Volmer, Charles, Commercial Paper and Payment Law, West Publishing Co, ST. Paul,
Minn, 1975.

Wijayanti Henny, “Hukum Dagang Bagian 1” Diktat Fakultas Hukum UMJ, 2010.
Zevenbergeen, Negotiable Instruments and Check Collection, West Publishing company,
1993.

181
BAB VII

HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, ANTI MONOPOLI DAN


PERSAINGAN USAHA

Oleh:

Nila Tari, Mutiara Sari, Farizka Novaliana, Anwar Fauzi

A. Latar Belakang HAKI (Hak Kekayaan Intelektual)

Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intelectual Property Rights (IPR)
sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan bahkan internasional
tidak lepas dari pembentukan organisasi Per-dagangan Dunia (World Trade
Organization). Pembentukan WTO sendiri mempunyai sejarah yang cukup panjang,
yaitu ditandai dengan maslah perundingan tarif dan perdagangan atau General
Agreement Tariffs and Trade (GATT). Dalam tahun terakhir pada tahun 1994 Maroko,
telah menandatangani pembentukan WTO, Indonesia sendiri telah tercatat dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1998. Salah satu bagian yang cukup penting dalam
dokumen pembentukan WTO adalah lampiran IC, yakni tentang Hak Kekayaan
Intelektual yang dikaitkan dengan perdagangan Trade Related Intellectual Property
Rights (Trips).86

Terbentuknya Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO, maka isu masalah HAKI
semakin muncul ke masyarakat, Mengapa? Karena masalah perdagangan yang semakin
lama semakin mengglobal yang dicoba dikaitkan dengan Haki atau TRIPs.

Adapun prinsip dasar yang Tercatat dalam TRIPs, yakni adalah:

1. Perlakuan yang sama (nasional treatment) terhadap semua warga negar.


2. Perlakuan istimewa untuk negara tertentu.
3. Persetujuan memperoleh atau mempertahankan perlindungan.

86 Dr. Sentosa Sembiring, S.H,M.H.. Hukum Dagang. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2015,h.197

182
Sedangkan tujuan perlindungan HAKI digunakan untuk inovasi teknologi atau
penyebaran teknologi, dalam menunjang kesejahteraan sosial ekonomi, keseimbangan
hak dan kewajiban.

Dari latar belakang munculnya Organisasi perdagangan Dunia tersebut, dapat dipahami
bahwa masalah HAKi cukup erat kaitannya dengan dunia bisnis. Maka itu pembisnis
tersebut berani mengeluarkan dana yang lebih untuk berbagai penelitian, maksud dari
penelitian tersebut adalah untuk mengetahui apa saja yang sedang dibutuhkan oleh
masyarakat ataupun melakukan penelitian dalam bidang teknologi, yang hasilnya kelak
dapat dijual.

B. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Mungkin timbul berbagai pertanyaan, Apa yang dimaksud dengan HKI? Jika
dicermati dalam Undang-Undang sendiri belum ada rumusan autentik tentang
HKI. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan HKI, berikut dikutip dalam
suatu rumusan tentang HKI yang dikemukakan oleh W.R. Cornish87 yaitu sebagai
berikut:

“intellectual Property rights protect applicants of ideas and informations that are
of commercial value.”

Dari rumusan diatas, tampak bahwa lahirnya HKI pada awalnya berasal dari
suatu ide yang diwujudkan dalam bentuk nyata. Hasil yang nyata tersebut
diberikan perlindungan hukum. Jadi, hakikat HKI adalah adanya suatu kreasi
(creation). Kreasi ini mungkin dalam bidang kesenian (art)atau dalam bidang
industri ataupun dalam ilmu pengetahuan atau kombinasi antara ketiganya.

87 W.R. Cornish. Intellectual Property. London: Sweet & Maxwell, 1989.

183
Oleh karena itu, apabila seseorang ingin hak kekayaan intelektualnya mendapat
perlakuan khusus88 atau tepatnya dilindungi oleh hukum, harus mengikuti
prosedur tertentu yang ditetapkan oleh negara.

Lembaga pendaftaran dalam mendapatkan pengakuan HKI mempunyai peran


yang cukup penting dalam dunia bisnis dikarenakan ada enis HKI yang secara
normatif tidak perlu didaftarkan, tetapi tetap dilindungi, dalam arti jika hasil
karyanya diumumkan oleh yang berhak, pada saat itu hak tersebut sudah
dilindungi.89 Hanya saja, apabila ada pelanggaran HKI yang tidak mendaftarkan
haknya. Sebaliknya, bisa terjadi orang lain yang mendaftarkan hak tersebut.
Sebagai contoh, kasus batik yang dibuat di Indonesia, yang didaftarkan oleh
pengusaha Jerman di negaranya dan oleh pengusaha Jepang di negaranya.
Akibatnya, impor Batik dari Indonesia ke kedua negara tersebut mendapat
hambatan karena batik yang datang dari luar dianggap pelanggaran HKI. 90

C. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual

Dalam kepustakaan ilmu hukum, pada umumnya terbagi menjadi dua golongan
besar, yaitu:
1. Hak Cipta (copyright)
2. Hak kekayaan industri (industrial property) yang terdiri atas:
1. Hak paten (patent)
2. Hak merek (trademark)
3. Hak produk industri (industrial design)
4. Penanggulangan praktik persaingan curang (represion of unfair
competition practieces).91

Jika dicermati dalam ketentuan TRIPs, HKI terdapat dalam delapan golongan,
diantaranya:

88 Perlakuan khusus ini terdapat dalam Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1999 Tentang larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Undang-Undang ini (pasal 50). Berkaitan dengan
persainaan usaha.
89 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
90 Kompas, September 1997,h.10.
91 Bambang Kesowo, Pegantar Umum Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual, Jakarta,1987,h.17

184
1. Hak cipta dan sebagainya
2. Merek dagang
3. Indikasi geografis
4. Desain produk industri
5. Paten
6. Desain Lay Out
7. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan
8. Pengendalian atas praktik persaingan curang

Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang HAKI di Indonesia adalah sebagai


berikut:

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang pelindungan varietas.


2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang rahasia dagang.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri.
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang desain rangkaian tata letak
sirkuit terpadu.
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

D. Perlindungan Varietas Tanaman

Latar belakang munculnya UUPVT, dijabarkan dalam konsiderans UUPVT,


antara lain:
a. Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara Agraris
b. Untuk membangun pertanian yang maju
c. Sumber daya plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya.
d. Guna meningkatkan minat serta peran dan perorangan untuk melakukan
kegiatan pemuliaan tanaman dalam memperoreh varietas unggul baru.

Diterbitkannya UUPVT tidak terlepas dengan adanya hukum yang terkait,


diantaranya adalah:

185
a. Undang-undang Nomer 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United
Naions Convensations on Biological.
b. Undang-undang Nomer 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization.
c. Undang-Undang Nomer 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
d. Undang-Undang Nomer 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

E. Rahasia Dagang

1. Dasar Hukum
Mengingat dunia bisnis seringkali banyak dilakukan dengan jalur waralaba
(franchise) pemilik HKI dalam hal ini pemegang rahasia dagang berharap
rahasia dagangnya dapat dilindungi oleh hukum. Untuk itu, pemerintah
Republik Indonesia pada tanggal 20 Desember 2000 menerbitkan Undang-
Undang Nomer 30 Tahun 2000, Lembaga Negara Republik IndonesiaTahun
2000 Nomer 242.

2. Pengertian Rahasia Datang


Apakah yang dimaksud dengan Rahasia Dagang? Hal ini dapat dijabarkan
dalam Pasal 1 butir 1 dan 2 Undang-Undang Rahasia Dagang yang
mengemukakan sebagai berikut:

1. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum


dibidang tekhnologi/bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna
dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia
Dagang tersebut.92
2. Hak Rahasia dagang adalah hak atas Rahasia Dagang yang timbul
berdasarkan undang-undang.93

F. Desain Industri

92 Dr. Sentosa Sembiring, S.H,M.H.. Hukum Dagang. Bandung: PT Citra Aditya Bakti,h.207.
93 Ibid.

186
1. Dasar Hukum

Hal ini diatur dala Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 243 (UUDI)

2. Pengertian Desain Industri

 Pasal 1 butir 1 UUDI:


“Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas Industri,
atau kerajinan tangan.”

 Pasal 1 butir 5 UUDI:


“Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

3. Ruang lingkup Desain Industri

 Pasal 2 Undang-Undang Desain Industri

(1) Hak desain Industri diberikan untuk desain industri yang


baru.
(2) Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal
penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan
pengungkapan yang telah ada sebelumnya.

 Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri selama 10 Tahun (Pasal


5)
 Yang berhak atas desain industri adalah pendesain, kecuali adanya
perjanjian (Pasal 6)

187
 Desain Industri merupakan hak ekslusif (Pasal 9)
 Hak desain industri diberikan atas dasar permohonan (Pasal 10)
 Yang pertama mengajukan permohonan desain industri, kecuali
terbukti sebaliknya (Pasal 2)
 Sekalipun diberi hak lisensi, pemegang hak desain industri tetap dapat
melaksankan sendiri desain industri (pasal 33-34)
 Lisensi wajib dicatatkan di Dirjen HKI (Pasal 35)
 Jika ada sengketa desain industri ,penyelesaian dapat dilakukan
dengan mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran desain industri
kepengadilan niaga (Pasal 38-39, Undang-Undang Desain Industri).
 Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat dimohonkan kasasi.
 Sengketa Desain Industri dapat diajukan ke pengadilan Niaga atau
melalui Alternative Disupute Resolution (Pasal 46-47 Undang-Undang
Desain Industri)

G. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu


1. Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000, Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 2000 Nomor 244 (untuk selanjutnya disingkat UUDTLST)

2. Pengertian Istilah yang Digunakan

 Pasal 1 butir 1
“Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah
jadi,yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-
kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang
sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara
terpadu didalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan
untuk menghasilkan fungsi elektronik.”

 Pasal 1 butir 2
“Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga
dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen

188
tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua yang
terkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan 3 dimensi
tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.”

 Pasal 1 butir 6
“Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak ekslusif yang
diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil
kreasiya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau
memberikan persetujuannya kepada phak lain untuk melaksanakan
hak tersebut.”

 Pasal 1 butir 7
“Pemegang hak Adalah Pemegang hak Desain Tata letak sirkuit
terpadu, yaitu pendisain atau penerima hak dan pendisain yang
terdaftar dalam daftar umum desain tata letak sirkuit terpadu.”

3. Pemegang Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

 Yang berhak atas desain tata letak sirkuit terpadu adalah pendisain
atau yang menerima hak (Pasal 5)
 Hak diberikan atas dasar permohonan (Pasal 9)
 Hak DTLST merupakan hak eksklusif (Pasal 8)
 Jangka waktu DTLST 10 tahun (Pasal 4)
 Pengalihan Hak wajib dicatat dalam daftar umum. Jika tidak,
pengalihan tersebut tidak mempunyai akibat hukum (Pasal 23)
 Pemegang desain Tata letak sirkuit terpadu berhak memberikan lisensi
dan wajib daftar (Pasal 25)
 Dalam hal ada gugatan terhadap desain tata letak sirkuit terpadu
diajukan kepengadilan niaga atau (Pasal 30)
 Terhadap Putusan Pengadilan niaga hanya dapat diajukan kasasi.
Sedangkan penyelesaian sengketa Desain tata letak sirkuit terpadu
diajukan ke pengadilan niaga atau lewatAlternative Dispute
Resolution (Pasal 39-40).

189
H. Paten

1. Dasar Hukum Paten

UndangundangNOmor 14 tahun 2001 yang diundangkanpadatanggal 1


agustus 2001.untuk selanjutnnyadisebutUUP,PentingnnyaUUP,tiada lain
adalah:

a. Untuk mendorong inventor berkreativitas dalam teknologi;


b. Memberi keleluasan industriawan (Usahawan) dalam memilih teknologi
baru;
c. Memicu sector industry untuk melakukan investasi
d. Instrumen penentu kebijakan pembanguan.

Mencermati arti pentingnnya teknologi dalam kehidupan masyarakan,maka


ada hal prinsip pokok yang melandasi laihirnnya Undang-undang
paten,Yakni;
a. Paten diberikan atas permintaan
b. Paten untuk satu inventaris;
c. Invensi harus baru,mengandung langkah inventif,dapat diterapkan dalam
industri.

2. Pengertian Paten:

Dalam pasal 1 butir,1,2,dan 3 Undang undang paten (UUP) disebutkan:

1. Paten adalahhakekslusif yang diberikanoleh Negara kepadan inventor


atashasilinvensinnya di
bidangteknologi,yanguntukselamawaktutertentumelaksanakansendirii
nvensinnyatersebutataumemberikanpersetujuankepadapihak lain
untukmelaksanakannya.
2. Invensiadalahiden inventor yang
dituangkankedalamsuatukegiatanpemecahanmasalah yang

190
spesifikdibidangteknologidapatberupaproduksiatauproses,ataupenyem
purnaandanpengembanganprodukatau proses.
3. Inventor adalahseorang yang secarasendiriataubeberapa orang yang
secarabersama –samamelakukan ide yang dituangkankedalamkegiatan
yang menghasilkaninvensi

Dalam pasal 20 disebutkan:

“Paten diberikan atas permohonan.”

Dalam kepustakaan ilmu hokum juga dapat ditemui rumusan tentang


proses sebagi berikut;

“Patent is a grant of a right of exclude others from the


making,using,or selling of an invention during a specific time,it’s
constitute alegitimate monopoly.”

Dari rumusan diatas,kirannya dapat dikemukakan,paten adalah hasil dari


kreatifitas seseorang dalam bidang teknologi.Mungkin timbul
pertanyaan,mengapa masalah paten selalu merupakan isu yang cukup
menarik dalam dunia bisnis khususnnya dalam bidang industry?Hal ini
tentu ada kaitannya dengan hasil invesi seseorang dalam bidang teknologi
yang selain membawa dampak pengembangan ilmu pengetahuan,juga ada
nilai ekonomisnnya.Untuk itu,tidaklah mngherankan apabila perusahaan-
perusahaan raksasa,yang berstatus Multy National Corporation
(MNC),mengembangkan (research and development) dalam upaya
mengembangkan teknologi yang sudah adadan ataupun berusaha untuk
menghasilkan teknologi yang lebih muktahir.tentunnya,dalam hal ini
memerlukan investasu dana yang tidak sedikit,tetapi harapan untuk
memperoleh kuntungan dari riset dan pengembangan teknologi tersebut
tentunnya sangat menggiurkan.melihat hasil investasi tersebut mkembawa
nilai tambah,tidaklah mengherankan bahi Negara yang masyarakatnnya
yang telah akrab dengan kemajuan teknologi,dunia riset,serta
pengembangan ilmu dan teknologi pun cukup diminati,Mengapa? Karena
pabila ia berhasil melahirkan teknologi yang baru atau pun
memperbaharui teknolgi yang sudah ada ,maka Negara memberikan

191
perlindungan hokum atas hasil invensinnya berupa pemberian hak khusus
(exclusive right).Untuk itu,kepada inventor diberikan hak untuk
memperbanyak hasil invensinnya atau member lisensi kepada pihak lain
untuk menggunakan hasil temuannya dengan imbalan atau royalti yang
diterimannya.

,dan pada dasar pemerintah memberikan ,perlindungan hokum kepada


inventor,bukankah invensi tersebut atas hasil usahannya sendiri sehingga
ia patas untuk memamfaatkan sendiri invesinnya?Tampaknya,disinilah
latar belakang permasalahannya mengapa perlu UUP,yakni agar invensi
tersebut juga dapat dimamfaatkan oleh masyarakat.Jadi,tidak dinikmati
sendiri oleh inventor,Agar invensi tersebut tidak ditiru begitu saja dan
untuk memberikan penghargaan kepada inventor,perlu diberikan
penghargaan berupa perlindungan hokum.

Bagaimana halnnya dalam Undang-undang Paten? Apabila dicermati


secara seksama,UUP kirannya dapat dikemukakan bahwa kepada inventor
apabila memenuhi syarat yang ditentukan oleh UUP dapat diberikan paten
atau hasil invensinnya.94

3. Ruang Lingkup Paten

Dalam Pasal 2 ayat (1),(2), dan (3) Undang-Undang Paten :

(1) Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung


lagkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri.
(2) Suatu invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut
bagi seorang yang mempunyai keahlian biasa megenai teknik
merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.
(3) Penilaian bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat
diduga harus dilakukan dengan memerhatikan ke ahlian yang
ada pada saat permohonan diajukan atau yang telah ada pada
saat diajukan permohonan pertama dalam permohonan itu
diajukan dengan hak prioritas.

94 Ibid

192
Rumusan secara negatif dijabarkan dalam Pasal 3 UUP sebagai
berikut :

1. Suatu invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan,


invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan
sebelumnya.
2. Teknologi yang sebagaimana diungkapkan pada ayat 1 adalah
teknologi yang diumumkan di indonesia maupun diluar
Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan, atau melalui
peragaan, atau dengan cara yang memungkinkan seorang ahli
yang melakukan invensi tersebut sebelum:
a. Tanggal penerimaan.
b. Tanggal Prioritas.

4. Prosedur Mendapatkan Paten

Jika suatu invensi hendak di ajukan kekantor paten agar permohonan atau
tepatnya pendaftaran dikabulkan, harus memenuhi syarat, yaitu:

1. Invensi itu harus baru.


2. Mngandung langkah inventif
3. Dapat diterapkan dalam industri.95

5. Lisensi Paten

Jenis-jenis lisensi paten:

a. Lisensi eksklusif
b. Lisensi nonekslusif
c. Lisensi silang
d. Paket lisensi
e. Dalam satu “pool” (disamakan)

95 Lihat dan Bandingkan:Harsono Adi Sumarto,op.cit.,h.11

193
I. Merek

1. Dasar Hukum Merek

Merek adalah salah satu bagian yang cukup penting dalam Hak Atas
Kekauyaan Intelektual (HAKI)

Di indonesia sendiri diatur dalam:

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961


tentang Merek perusahaan dan Merek
perniagaan.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992


tentang Merek

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.


Untuk selanjutnya. Disebut Undang-
Undang Merek(UUM).

194
2. Pengertian Merek

Melihat Rumusan Merek masih bersifat umum, maka rumusan merek pun
dapat dijumpai dalam literatur HKI, yakni para pakar mencoba memberikan
rumusan tentang Merek, antara lain:

a. Sudargo Gautama:96
“suatu tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dari suatu
perusahaan dengan barang-barang dari perusahaan lain”.

b. R.M. Suryodiningrat:97
“Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dan pada bungkusnya itu
dibubuhi tulisan atau perkataan untuk membedakan dari barang jenis hasil
perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan.

Adapun fungsi Merek adalah:


1. Membedakan dengan barang atau jasa sejenis.
2. Menunjukkan kualitas
3. Sebagai sarana promosi.

J. Hak Cipta
1. Dasar Hukum Hak Cipta:

Hak cipta telah mengalami beberapa perubahan, terakhir diatur dalam


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, selanjutnya,
disebut Undang-Undang Hak Cipta (UUHC)

2. Ruang Lingkup Hak Cipta:

96 Sudargo Gautama. Hak Merek. Bandung: Alumni,1977.


97 R.M. Suryodiningrat. Hak Milik Perindustrian, Bandung: Tarsito,1980.

195
Dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa:
(1) Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa megurangi pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pencipta atau pemegang hak cipta atas karya yang simatografi dan
program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang
orang lainyang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial.

Dalam Pasal 3 disebutkan:

(1) Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak.


(2) Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian,
karena:
a. Pewarisan
b. Hibah
c. Wasiat
d. Perjanjian tertulis
e. Sebab sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan undang-undang.

Dalam pasal 12 ayat (1) UUHC disebutkan:

Dalam undang undang ini ciptaan yang dilindungi adalh ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

K. Istilah dan Pengertian Monopoli

Menurut Frank Fishwick kata “ monopoli ” berasal dari kata Yunani berarti “
penjual tunggal ”. Di Amerika Serikat dikenal dengan kata “ antitrust “ untuk pengertian
sepadan dengan istilah anti monopoli atau dominasi yang dipakai oleh masyarakat Eropa.
Selain itu terdapat istilah yang mirip yaitu “ kekuatan pasar “. Istilah –istilah tersebut
dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan seseorang menguasai pasar, dimana
pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subsitusi atau produk subsitusi potensial dan

196
terdapat kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut
lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan
dan penawaran pasar.

Dalam sistem ekonomi kapitalis dan liberalisme, dengan istrumen kebebasan


pasar, kebebasan keluar dan masuk tanpa retriksi, serta informasi dan bentuk pasarnya
yang atomistic monopolistic telah melahirkan monopoli. Adanya persaingan tersebut
mengakibatkan usaha untuk mengalahkan pesing-pesaingnya. Dalam sistem ekonomi
sosialis dan komunis terdapat bentuk yang khsa. Dengan nilai instrumental perencanaan
ekonomi yang sentralistik, mekanistik dan pemilikan factor produksi secara kolektif,
segalanya dimonopoli negara dan diatur pusat.

Dalam konteks yuridis tidak semua bentuk kegiatan monopoli dilarang, hanya
kegiatan monopoli yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat yang dilarang. Pasar moonopoli dapat menimbulkan pemusatan
ekonomi pada satu pelaku usaha, dimana tidak terjadi persaingan usaha yang sehat dan
merugikan kepentingan konsumen.

Disatu sisi pda pasar persaingan jumlah penjual sangat banyak dan tidak dapat
mempengaruhi harga pasar suatu produk tertentu, sehingga para pemjual hanya sebgai
pengikut harga saja ( price taker). Sedangkan sisi lain pada pasar monopoli jumlah
penjual hanya dikuasai oleh satu atau sekelompok dan mereka dapat menentukan harga
pasar.

Kemunculan monopoli dapat terjadi dalam bentuk dan cara :

1. Monopoli terjadi karena dikehendaki oleh hukum, timbulah monopoly by law.


UUD tahun 1945 membenarkan adanya monopoli jenis ini, dengan member
monopoli bagi negara uuntuk menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya serta cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang
banyak. Berhubung bersifat member pelayanan untuk masyarakat dilegitimasi
untuk dimonopoli dan tidak diharamkan. Selain itu pemberian hak istimewa atau
penemuan baru merupakan bentuk monopoli yang diakui oleh undang-undang.
2. Monopoli yang lahir dan tumbuh karena didukung oeh iklim dan lingkungan
yang cocok ( monopoly by nature ). Dapat dilihat dengan tumbuhnya perusahaan

197
yang memiliki keunggulan dan kekuatan tertentu dapat menjadi raksasa bisnis
yang menguasai pasar.
3. Monjopoli yang diperoleh melalui lisensi dengan mekanisme kekuasaan (
monopoly by license ). Jenis ini menimbulkan distorsi ekonomi karena
kehadiranya mengganggu keseimbangan ( equilibrium ) pasar yang sedang
berjalan dan bergeser kearah diinginkan oleh pihak yang memiliki monopoli
tersebut.
( RACHMADI USMAN / HUKUM PERSAINGAN USAHA )

Trust
Dalam bahasa inggris disebut pool, merupakan organisasi antarkorporat yang sengaja
didessain untuk membatasi persaingan dalam bidang usaha atau industry tertentu. Dalam
praktiknya, mereka menepatkan saham-saham dari berbagai usaha dalam suatu trust yang
selanjutnya djamin, tidak hanya bagi kesatuan langkah kolektif tetapi pembagian
keuntungan usaha yang lebih besar disbanding tiadanya trust.

Konglomerasi
Merupakan proses atau keadaan yang membentuk kumpulan atau penyatuan bebagai
elemen. Dalam kegiatan bisnis konglomerasi terjadi melalui merger atau penggabungan
berbagai unit usaha. Dari segi legal, merger dapat berupa akuisi atau konsolidasi. Dalam
akuisi suatu unit usaha mengambil alih unit usaha lainya, biasanya melalui
pengambilalihan saham atau asset perusahaan. Sedangkang konsolidasi dua atau lebih
unit usaha dilebur menjadi suatu badan hukum baru. Merger yang dikatakan konglomerat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu berupa perluasa pasar (untuk produk yang bersaing
dalam lingkup pasar yang berbeda secara geografis ); perluasa produk (untukproduk
yang tidak bersaing seperti kotak kaleng atau botol minuman); dan murni (untuk produk
yang tidak berkaitan, missal kapal selam dan pakaian ). Tujuan pokok hukum
antimonopoly adalah :
a. Menjaga agar antarpelaku usaha tetap hidup
b. Menjaga agar kompetisi yang dilakukan anatarpelaku usaha dilakukan secara
sehat
c. Agar konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha.

198
L. Kegiatan yang Dilarang dalam Monopoli
Dalam UU No.5 Tahun 1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17
sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti
halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak.
Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam
kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :

1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa
tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Undang-
undang no.5 tahun 1999 merumuskan beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana maksud
dalam ayat (a) apabila: barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada
subtitusinya;
c. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan
dan atau jasa yang sama; atau,
d. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50 % (lima puluh persen) pasangsa pasar atau jenis barang atau jasa
tertentu.

2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai
pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak. Pasal 28 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopsoni, yaitu sebagai
berikut.;

199
a. Pelaku usaha dilarang melakukan menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan
atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (a)
apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang
merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk
tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan;
d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada
beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999
dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb:
a. Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan
atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
b. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan
usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan.
c. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar
barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas
maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.

200
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya
di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses
pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan
barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan
posisi dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah sbb:
a. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai
75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.

6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang
menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi
direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
a. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama.
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha.
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu
yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis,
melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau
mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan
persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU
Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).

8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan


Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang
bukan berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus
dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan ,

201
peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak
sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28). Hanya penggabungan yang bersifat vertikal
yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.

M. Perjanjian yang Dilarang dalam Monopoli dan Persaingan Usaha


Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5 tahun 1999 lebih
menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-
undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku
usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan
kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian.
Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima
oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5
Tahun 1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan
hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan
conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali
jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang
dilarang dalam Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU
No.5 Tahun 1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut, ;

1. Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah
sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara
bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa.
b. Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau
pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara
lain :

202
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas
barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada
pasar bersangkutan yang sama.
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga
yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan
atau jasa yang sama.
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah
harga pasar.
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima
barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa
yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan.

3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan
tersebut berakibat:
a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain,
b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan
atau jasa dari pasar bersangkutan.

5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu
barang atau jasa.

6. Trust

203
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang
lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap
perusahaan atau peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa.

7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas,
diantaranya:.
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama
agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar yang
bersangkutan.
b. Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.

8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang
dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan
atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau
tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat
tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia
membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.

204
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga
tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
a. Harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok,
b. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku
usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri


Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.

N. Anti Monopoli / Anti Trust


Pelaksanaan antitrust di Amerika Serikat, yaitu dengan melarang setiap
kombinasi usaha yang mengurangi akses pasar dan karenanya membatasi kegiatan
perdagnagan, melalui kolusi secara aktif kolektif membatasi pasokan dan meningkatkan
hasil produksi barang dan jasa masing-masing. Berdasarkan penafsiran hukum, maka
anti trust hanya melarang berbagai kegiatan monopoli (monopolazing) yang menyangkut
market condust, bukan monopoli yang menyangkut market structure. Anti trust dengan
anti monopoli merupakan dua unsure yang berbeda. Anti Monopoli dan anti trust tidak
mempunyai pengertian yang sama dalam penafsiranya, keduanya memerlukan pengrtian
yang jelas mengenai ruang lingkupnya, apakah menyangkut struktur pasar, perilaku
pasar atau keduanya menurut Clayton Act.

O. Landasan Konstitusional
Ketentuan yang relevan sebagai landasan asas hukum bersifat material dari UUD
1945 yang melandasi perlunya pengaturan bidang ini, dapat dijumpai dalam pasal 27
ayat (2) dan pengertian kekeluargaan dalam sistem perekonomian dalam pasal 33 ayat
(1) yang dapat kita tafsirkan bersama sebagai pemberi kesempatan kepada seluruh
lapisan masyarakat berhak untuk berusaha. Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan :
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
Isi Undang-undang Anti Monopoli ( UU no.5 tahun1999 tertanggal 5 Maret 1999)
terdiri dari 11 bab dan 53 pasal sesuai dengan standart internasional :

205
1. Melarang perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau
persaingan tidak sehat ( Pasal 4, 7 s.d 9, Pasal 10 s.d 14,22, 23)
2. Mengizinkan sampai tingkat tertentu penetapan hargakonsumen, perjanjian
ekslusif serta perjanjian lisensi dan know how ( Pasal 5,6,15 dan Pasal 50b)
3. Melarang penggabungan atau peleburan badan usaha yang menyebabkan
terjadinya posisi dominan dipasar atau persaingan usaha tidak sehat.
4. Melarang tindakan merugikan konsumen, pemasok atau penerima barang dengan
cara menyalahgunakan posisi dominan dipasar (Pasal 17 dan 18)
5. Melarang menghalangi pesaing dengan tindakan-tindakan kriminasi baik melalui
harga, syarat-syarat perdagangan atau penolakan melakukan hubungan usaha
(Pasal 7,8,16,19 s.d 21 )
Terdapat empat macam praktik pengaturan harga yang dilarang :
1. Penetapan harga / price taker
Merupakan kesepakatan diantara para penjual yang bersaing di pasar yang sama
untuk menaikan atau menetapkan harga dengan tujuan membatasi persaingan
diantara mereka dan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi.
2. Diskriminasi harga
Merupakan penetapan harga kepada satu konsumen yang berbeda dari harga
kepada konsumen lain didalam segmen pasar yang berbeda atas suatu barang
yang sama dengan alasan yang tidak terkait.
3. Pengaturan harga yang merusak
Merupakan suatu strategi yang biasanya dilakukan oleh perusahaan yang
dominan untuk menyingkirkan pesaingnya disuatu pasar dengtan cara
menentukan harga penjualan yang sangat rendah dibawah biaya variable.
4. Pengaturan harga jual kembali
Merupakan kesepakatan antara pemasok dan distributor tentang pemasokan
barang atau jasa yang didasarkan pada kondisi kesepaktan bahwa pihak
distributor akan menjual (menjual kembali) pada harga yang ditetapkan (secara
sepihak) atau didiktekan oleh pihak pemasok.

Praktik bisnis curang meliputi :

a. Perbuatan hukum / legal act berupa perjanjian atau kontrak baik lisan maupun
tertulis yang dibuat oleh pelaku usaha

206
b. Perbuatan melawan hukum / unlawfull legal act yang dilakukan pelaku usaha
dikarenakan posisi dominanya dalam pasar produk barang atau jasa.
Dalam UU no 5 tahun 1999 praktik bisnis curang antara lain :
1. Persekongkolan dalam pengurusan tender ( pasal 22)
2. Persekongkolan untuk mensabotase kegiatan usaha pesaing ( pasal 24))
3. Persekongkolan untuk mendaptkan informasi rahasia dagang ( pasal 23)
4. Kartel harga dibawahharga pasar ( pasal 7)
5. Pembentukan trust ( pasal 12)
6. Jual rugi (pasal 20)
7. Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi ( pasal 21)
8. Pemilikan saham mayoritas ( pasal 27)

P. Penegakan HukumAnti Monopoli

Menurut Undang-Undang no. 5 tahun 1999 ialah diadakan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha yang dapat menjamin pelaksanaannya. Komisi ini dikatakan sebagai suatu
lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak
lain. Untuk menjamin independensi kerja komisi maka dipilihnya anggota
komisindiangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR.

Menurut Undang-Undang no.5 tahun 1999, setiap orang dimungkinkan untuk


memberikan laporan kepada komisi jika mengetahui ada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang tersebut ( Pasal 32 ayat (1) ). Tidak disebutkan
apakah LSM juga dapat memberikan laporan kepada komisi. Jika ini dimungkinkan
maka harus diantisipasi munculnya LSM yang bergerak dalam bidang pemantauan dan
advokasi terhadap pelanggaran undang-undang ini.

Disamping itu pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggran terhadap undang-undang
ini juga berhak untuk melaporkan secara tertulis kepada komisi mengenai telah terjadiny
pelanggran serta kerugian yang ditimbulkan ( Pasal 32 ayat (2) ).

Selain itu komisi tidak harus menunggu laporan dari masyarakat untuk memulai
melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha ynag telah me;akukan pelanggran
terhadap Undang-Undang no.5 tahun 1999 ( Pasal 40 ).

207
Menurut pasal 41, pelaku usaha wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam
penyidikan. Meskipun demikian komisi tidak memiliki kewenangan secara hukum untuk
menindaklanjuti pelaku usaha yang menolak untuk diperiksa atau memberikan informasi
kepada komisi. Kalo ada pelaku usaha yang menolak diserahkan kepada penyidik utuk
dilakukan penyidikan sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pasal 47 Undang-Undang no.5 tahun 1999, komisi diberi wewenang untuk
menjatuhkan tindakan administrative terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggran,
yaitu :

1. Penetapan pembatalan perjanjian-perjanjian yang dilarang undang-undang


2. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertical
3. Perintah untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik
monopoli
4. Perintah untuk mneghentikan penyalahgunaan posisi dominann
5. Peneteapan pembatalan atau penggabungan badan usaha dan pengambilalihan
saham
6. Penetapan pembayaran ganti rugi
7. Pengenaan denda serendah-rendahnya satu milyar rupiah dan setinggi-tingginya
dua puluh lima milyar rupiah.
Satatus Komisi Pengawas Persaingana Usaha yaitu :
1. Untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk KPPU yang
selanjutnya disebut komisi.
2. Komisi adalh lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
serta pihak lain.
3. Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.

Q. Penanganan Perkara

a. Pemeriksaan Perkara
Penanganan perkara dimulai dilakukanya pemeriksaan pendahuluan untuk
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan dilakukan
apabila ;
1. Adanya laporan dari pihak ketiga yang mengetahui terjadinya pelanggran
2. Laporan dari pihak yang dirugikan

208
3. Inisiatif sendiri dari komisi pengawas tanpa adanya laporan ( Pasal 40 )
Menurut pasal 10 Keputusan Presiden, maka komisi pengawas dalam proses
melakukan pelanggran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli maka
pengawas melakukan pemeriksaan harus disertakan dengan alat bukti.

b. Penyelidikan dan Penyidikan


Pengertian penyidikan dalam artihukum secara pidana merupakan kelanjutan dari
pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang pejabat penyidik ( Undang-undang no
8 tahun 1981 tentang KUHAP). Dengan demikian kewenangan penyidikan tidak
memiliki oleh komisi pengawas tetapi hanya dimiliki oleh lembaga penyidik
umum (kepolisian). Menurut pasal 40, komisi dalam melakukan pemeriksaan
sebagai tugas resmi tersedia alat bukti yang klasik, yaitu keterangan tugas resmi
tersedia alat-alat bukti yang klasik, yaitu keterangan saksi dan saksi ahli,
keterangan pelaku usaha lain serta surat atau dokumen. Dalam pemeriksaan
tersebut komisi memutuskan perhatianya pada dokumen usaha, yang berkat sifat
objektifnya mempunyai kekuatan pembuktian yang khusus. Selambat-
lambatnyantiga puluh hari terhitung sejak diselesaikanya pemeriksaan lanjutan,
komisi wajib menentukan telah terjadi atau tidaknya pelanggran terhadap
undang-undang ini.

c. Putusan Komisi Pengawas


Pasal 44 ayat (1), mengatur putusan komisi. Pelaku usaha wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan putusan terhadap komisi. Apabila komisi memutuskan tidak
menindaklanjuti pemeriksaan daan mengakhiri perkara, maka pelaksanaanya
tergantung pada tindakn administrative sebgaimana daitur dalam pasal 47 dan
yang telah dijatuhkan oleh komisi terhadap kasus tertentu.
Jenis tindakan administrative disebutkan dalam pasal 47 ayat (2) dapat dimuali
dari pembatalan perjanjian yang melanggar undang-undang ini, perintah kepada
pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam keputusan komisi, sampai kepentingan denda
dalam jumlah tertentu.

d. Jalur Pengadilan

209
Pasal 45 mengatur prosedur mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri
yang harus memeriksa keberatan pelaku usaha. Dalam waktu empat belas hari
sejak diterimanya keberatan tersebut. Pengadilan Negeri harus memberikan
putusan dalam waktu tiga puluh hari. Apabila pelaku usaha tidak menerima
putusan Pengadilan Negeri tersebut, maka dalam waktu empat belas hari dapat
mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah
Agung harus memberikan putusan dalam waktu tiga puluh hari sejak permohonan
kasasi diterima. Menurut pasal 46 ayat (!) apabila tidak terdapat keberatan, maka
putusan komisi tersebut telah mempunyai kekuatan hukum. Hal tersebut
sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar.
Pasal 46 ayat (2) mengandung ketentuan yang sangat luas sifatnya, yaitu setiap
putusan komisi yang final dan mengikat karena tidak diajukukanya keberatan,
perlu dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
Terhadap putusan dari Pengadilan Negeri atas keberatan yang dilakukan oleh
pihak pelaku usaha, hukum tidak menyediakan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi. Satu-satunya upaya hukum berupa kasasi ke Mahkamah
Agung atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Kasasi ke Mahkamah
Agung dapat dilakukan dalam jangka waktu empat belas hari saja.
Perlu diingatkan bahwa Undang-Undang Anti Monopoli tidak menyebutkan apa-
apa mengenai apakah terhadap putusan Mahkamah Agung dapat atau tidak
diajaukan upaya Peninjauan Kembali. Undang-Undang Anti Monopoli tidak
menyebutkan apa-apa,, maka berlaku ketentuan umum dimana boleh melakukan
peninjauan kembali.
e. Ekseskusi Pengadilan Negeri
Atas putusan yang sudah berkekuatan tetap, baik putusan komisi pengawas,
putusan Pengadilan Negeri ataupun putusan Mahkamah Agung, dapat diajukan
penetapan eksekusi ke Pengadilan Negeri yang berwenang. Pihak Pengadilan
Negeri berhak memberikan penetkan eksekusi sesuai prosedur yang berlaku.
Akan tetapi tentu saja pihak yang keberatan dapat mengajukan bantahan
ekseskusi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

f. Penegakan Hukum Perdata


Pada pokoknya Undang-Undang Anti Monopoli tidak mengatur mengenai
kebertan yang dilakukan secara perdata dari pihak yang dirugikan dari adanya

210
aktivitas monopoli yang bertentangan atau melanggar Undang-Undang no. 5
tahun 1999. Di Indonesia tidak dikenal ganti kerugian berlipat-lipat dan
cenderung untuk memberikan ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang
diderita. Walaupun melalui media pengadilan, dimungkinkan untuk
menyelesaikan perkara melalui proses gugatan perdata terutama terhadap
pelanggaran oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian yang dilarang (
Gugatan Wanpretasi )

g. Tindakan Administratif atau Sanksi Administratif


Tindakan administratif sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 47 ayat (1) dapat
berupa :
1. Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
sampai dengan pasal 13, 15 dan 16
2. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertical
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
3. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktik monopoli dan menyebabkan merugikan masyarakat
4. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi
dominan
5. Penetapan pembatalaan atas penggabungan usaha dan mengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 28
6. Penetapan pembayaran ganti rugi
7. Pengenaan denda serendah-rendahnya satu milyar rupiah dan setinggi-
tingginya dua puluh lima milyar rupiah.
SAnksi-sanksi pelanggran sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII, memuat tindakan
administrative, pidana pokok dan pidana tambahan.

R. Sanksi Pidana
Menurut Undang-Undang Anti Monopoli :
a. Pidana Pokok
1) Pelanggran terhadap ketentuan Pasal 4, 9 sampai pasal 14, Pasal 16
sampai 19, Pasal 25, 27 dan 28 diancam pidana denda serendah-

211
rendahnya dua puluh lima milyar rupiah dan setinggi tingginya seratus
milyar rupiah atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya
enam bulan.
2) Pelanggran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan 8,pasal 15 sampai
dengan 24 dan pasal 26 diancam pidana denda serendah-rendanhnya lima
milyar dan setinggi-tngginya dua puluh lima milyar rupiah atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya lima bulan.
3) Pelanggran terhadap ketentuan Pasal 41 diancam pidana denda serendah-
rendahnya satu milyar rupiah dan setinggi-tingginya lima milyar rupiah
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya tiga bulan.
Pasal 382 bis KUHP :
Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan
atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang atau
menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancsm karena persaingan curang
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan tersebut dapat menimbulkan
kerugian-kerugian bagi konkurennya atau konkuren orang lain.

b. Pidana Tambahan

Pasal 49 Undang-Undang no.5 tahun 1999 mengatur pidana tambahan :

Dengan menunjuk ketentuan pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap


pidana sebagaimana diatur dalam pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

1) Pencabutan izin usaha


2) Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisoris
sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun
3) Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugaian pada pihak lain.
4)

212
S. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

Munculnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 merupakan puncak


dari berbagai upaya yang mengatur masalah persaingan antarpelaku usaha dan
larangan melakukan praktik monopoli. Dalam sejarahnya upaya untuk
membentuk hukum persaingan usaha telah di mulai sejak tahun 1970-an.
Berbagai rancangan undang-undang dan naskah akademis telah dimunculkan,
namun baru pada tahun1998, sebagian karena desakan International Monetary
Fund (IMF). Bagi negara yang mengeliminir atau setidaknya mengurangi
konsentrasi kegiatan perekonomian yang mendasarkan pada kondisi pasar yang
tidak ideal, dan penuh dengan kecurangan, Undang-undang Antimonopoli
merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Bahkan begitu pentingnya
Undang-Undang Antimonopoli bagi suatu negara sehingga pengaturan mengenai
Antitrust Law bagi Amerika Serikat adalah seperti Magna Charta bagi free enter
prise untuk menjaga kebebasan ekonomi dan sistem free enter prise.

Gagasan untuk menerapkan Undang-Undang Antimonopoli dan


mengharamkan kegian pengusaha (pelaku usaha) yang curang telah dimulai sejak
lima puluh tahun sebelum masehi. Peraturan roma yang melarang tindakan
peraturan atau mengambil untung secara berlebihan, dan tindakan bersama yang
mempengaruhi perdagangan jagung. Demikian pula Magna Charta yang di
terapkan tahun 1349 di Inggris telah pula mengembangkan prinsip-pinsip yang
berkaitan dengan restrain of trade atau pengekangan dalam perdagangan yang
mengharamkan monopoli dan perjanjian-perjanjian yang membatasi kebebasan
individual untuk berkompetisi secara jujur. Pada bidang Industri juga diharapkan
tidak terjadi industri yang monopolistik dan tidak sehat, sebagaimana
diamanatkan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1984 tersebut,
menentukan bahwa pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan terhadap industry untuk mengembangkan persaingan yang baik
dan sehat, serta mencegah persaingan tidak jujur dan mencegah pemusatan
industry oleh satu kelompok atau perseorangan dan bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992
tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 14

213
Tahun 1997, pemakai merek tanpa izin dapat di tuntut secara perdata maupun
pidana.

Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya


kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan
cita-cita Pancasila dan Undang-Undang dasar tahun 1945. Karena itu dalam pasal
2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, diterapkan asas demokrasi ekonomi
sebagai dasar pembangunan bidang ekonomi. Artinya, pelaku usaha di Indonesia
dalam menjalankan kegiatan usahanya harus berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara pelaku usaha dan kepentingan
umum. Jadi, pasal ini mensyaratkan asas demokrasi ekonomi yang menjadi dasar
bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia.

Diantara larangan yang dilakukan oleh pelaku usaha sebagaimana diatur


dalam Undang-Undang Nomnor 5 Tahun 1999 adalah larangan untuk
mengadakan perjanjian-perjanjian tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Secara Yuridis
pengertian “perjanjian” dirumuskan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999. Disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, bahwa “perjanjian”adalah sesuatu perbuatan satu atau
lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha
lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Dari rumusan
yuridis tersebut, dapat disimpulkan unsure-unsur perjanjian menurut konteks
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 meliputi:

a. Perjanjian terjadi karena suatu perbuatan

b. Perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku usaha sebagai para pihak


dalam perjanjian

c. Perjanjian nya dapat dibuat secara tertulis atau tidak tertulis

d. Tidak menyebutkan tujuan perjanjian

Sebagaimana Ketentuan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata, juga menggunakan kata “perbuatan”. Ketentuan Pasal 1313 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata merumuskan pengertian “Perjanjian sebagai

214
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”. Para ahli menganggap rumusan yuridis
perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut
selain kurang lengkap juga terlalu luas. Lahirnya suatu perjanjian, karena adanya
persetujuan atau kesepakatan diantara dua pihak, bukan persetujuan sepihak saja,
pengertian perbuatan disini juga tidak terbatas, mencakup perbuatan sukarela dan
perbuatan yang bersifat melawan hukum. Dengan demikian, baik Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata maupun Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sama-
sama merumuskan pergantian perjanjian dalam pengertian yang luas.

Berbeda dengan istilah “Perjanjian” yang dipergunakan, dalam Undang-


Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak dapat kita temukan suatu definisi mengenai
“kegiatan”. Meskipun demikian , jika ditafsirkan secara a contrario terhadap
definisi perjanjian yang diberikan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
maka dapat dikatakan bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan “kegiatan”
tersebut adalah tindakan atau perbuatan hukum “sepihak” yang dilakukan oleh
satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa adanya keterkaitan
hubungan secara langsung dengan pelaku usaha lainnya.

T. Pengaturan Hukum Persaingan Usaha

Munculnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 merupakan puncak


dari berbagai upaya yang mengatur masalah persaingan antarpelaku usaha dan
larangan melakukan praktik monopoli. Di samping mengikat para pelaku usaha,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengikat pemerintah untuk tidak
mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat memberikan kemudahan dan
fasilitas istimewa kepada para pelaku usaha tertentu yang bersifat monopolistik.
Akibatnya, dunia usaha Indonesia menjadi tidak terbiasa dengan iklim kompetisi
yang sehat, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian yang harus ditanggung
oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, kehadiran Undang-Undang No
5 Tahun 1999, diharapkan mampu mengikat pemerintah untuk lebih objektif dan
professional dalam mengatur dunia usaha di Indonesia.

215
Ketentuan mengenai antimonopoli yang terdapat dalam beberapa
perundang-undangan secara sporadic dan tidak populer sampai dengan kemudian
lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang mulai berlaku terhitung satu
tahun sejak diundangkannya pada tanggal 5 Mei 1999.
Penggunaan hukum atau perundang-undangan sebagai instrument
kebijakan merupakan perkembangan mutakhir dalam sejarah hukum. Pada zaman
pemerintahan Orde Baru, kebijakan politik perekonomian nasional yang mengacu
kepada ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-ndang Dasar 1945 telah
diimplementasikan pertama dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijakan
Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan.
Pada dasarnya, negara berkepentingan untuk memperhatikan apa yang
diperlukan/dibutuhkan oleh warganya atau pelaku usaha dalam rangka
melakukan kegiatan ekonomi secara komperitif. Negara mempunyai kepentingan
untuk mengatur kehidupan ekonomi yang dilandasi dengan corak perekonomian
yang antimonopoly dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip persaingan usaha
secara sehat.
Secara filosofis ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat
menciptakan suatu keadilan, baik bagi pelaku usaha, dunia usaha, serta konsumen
sebagai bagian dari masyarakat. Di samping mampu member rasa keadilan,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara sosiologis sangat bermanfaat bagi
kepentingan serta perkembangan perekonomian negara karena undang-undang
tersebut mampu menjawab tantangan, serta keinginan masyarakat secara luas
yang sebetulnya sudah merasa jenuh dengan praktik monopoli yang dilakukan
oleh sekelompok kecil pelaku usaha yang dekat dengan pengusaha orde baru
pada waktu itu.
Undang-Undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha merupakan suatu
kebutuhan primer bag kepentingan pelaku usaha dan menduduki kunci dalam
ekonomi yang berbasiskan pada persaingan pasar sempurna

U. Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

216
Istilah “monopoli”,”antitrust”.”kekuatan pasar”, dan “dominasi” saling
dipertukarkan pemakainnya. Keempat istlah tersebut dipergunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, di mana pasar
tersebut tidak tersedia lagi produk substitusi atau produk substitusi potensial,
dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga
produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau
hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

Monopoli dapat terjadi dalam setiap sistem ekonomi. Dalam sistem


ekonomi kapitalisme dan liberalisme, dengan instrument kebebasan pasar,
kebebasan keluar masuk tanpa restriksi, serta informasi dan bentuk pasarnya
yang atomistik monoplistik telah melairkan melahirkan monopoli sebagai anak
kandungnya. Dalam konteks yuridis tidak semua bentuk kegiatan monopoli
dilarang, hanya kegiatan monopoli yang mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilarang.

Praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat ini dapat
menmbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu
serta dapat menciptakan iklim usaha yang tidak sehat, efektif, dan efisien. Dari
pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa yang dilarang oleh hukum adalah
praktik monopoli, bukan monopolinya. Selama suatu pemusatan ekonomi tidak
menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, maka tidak dapat
dikatakan telah terjadi praktik suatu monopoli, yang melanggar atau
bertentangan dengan undang-undang meskipun monopoli itu sendiri secara
nyata-nyata telah terjadi (dalam bentuk penguasaan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa terntu).
Praktik bisnis yang tidak jujur dapat diartikan sebagai segala tingkah laku
yang yang tidak sesuai dengan itikad baik, kejujuran di dalam berusaha.
Perbuatan ini termasuk perbuatan melawan hukum.
Tujuan yang hendak dicapai dengan dibuatnya berbagai undang-undang
mengenai larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana
dilakukan oleh negara-negara maju yang telah sangat berkembang masyarakat
korporasinya, seperti Amerika Serikat dan Jepang, adalah untuk menjaga
kelangsungan persaingan (competition).

217
Persaingan juga perlu dijaga eksistensinya demi terciptanya efisiensi, baik
efisiensi bagi masyarakat konsumen maupun bagi seiap perusahaan. Terdapat
dua efisiensi yang ingin dicapai oleh undang-undang antimonopoly, yaitu
efisiensi bagi para produsen dan efisiensi bagi masyarakat atau productive
efficiency dan allocative efficiency. Jadi pada prinsipnya tujuan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 ini ada dua, yaitu tujuan bidang ekonomi dan tujuan di
luar ekonomi.
Pada tataran pengaturan, pada umunya dikenal dua instrumen kebijakan
pengaturan persaingan usaha, yakni instrument pengaturan kebijakan struktur
(sturucture) dan instrumen pengaturan kebijakan perilaku (behavioral).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, seperti halnya Undang-Undang
Persaingan pada umumnya, memberikan alternative di antara dua metode
pendekatan yang ekstrim untuk menilai tindakan pelaku usaha.
Agar perbuatan pelaku usaha tidak mengarah kepada praktik monopoli
dan persaingan usaha yang tidak sehat, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
melarang pelaku usaha melakukan tindakan tertentu, yang dapat dikelompokkan
menjadi :
 Perjanjian Yang Dilarang (Pasal 4 sampai dengan Pasal 16)
 Kegiatan Yang Dilarang (Pasal 17 sampai dengan Pasal 24); dan
 Pasal Dominan (Pasal 25 sampai dengan Pasal 29)

Pemerintah dapat saja menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya atau


pelaku usaha yang berkolusi dengan pemerintah untuk membuat ketentuan yang
antipersaingan usaha, yang kemudian oleh pemerintah dituangkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan.

V. Perjanjian yang Dilarang

Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih


menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam
undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu
atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku
usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis .
Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan
”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih

218
sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti
Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999
masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah
bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga
combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya
sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—
termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-
Undang Anti Monopoli .
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian
dalam bentuk sebgai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger

*Perjanjian Yang Dilarang Penggabungan, Peleburan, Dan Pengambil-Alihan*


Ø Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan
pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum
kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya
Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Ø Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan
Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu
Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari
Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.

219
Ø Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha
untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset
Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian
terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut

Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli


Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang
meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Monopoli
- Monopsoni
- Penguasaan pasar
- Persekongkolan
- Posisi dominan, yang meliputi :
- Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
- Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
- Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
- Jabatan rangkap
- Pemilikan saham
- Merger, akuisisi, konsolidasi

W. Kegiatan yang dilarang

Bagian Pertama Monopoli Pasal 17


(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
1. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;
2. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang
dan atau jasa yang sama; atau

220
3. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua Monopsoni Pasal 18
(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal
atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau
satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu
atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
berupa:
1. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;

2. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat


mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya
produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol
dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia
perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya
dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar
bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu
yang dipersyaratkan.

221
X. Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu
suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan
pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi.
Adapun kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli, diantaranya: monopoli,
monopsoni, penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap,
pemilikan saham, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
Perjanjian yang dilarang dalam anti monopoli dan persaingan usaha, diantaranya:
oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni,
integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen
di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan
penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama,
KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur
dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan
menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi
pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan
dijelaskan dalam Pasal 49.

222
BAB VIII

HUKUM PENGANGKUTAN

Oleh:

Anggi Rahmadaniar, Fajar Muhammad Juanda, Rizki Diah Nasrunisa , Muhammad


Fikri Khoiri Yusuf

A. Pengertian Pegangkutan

Menurut arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan.
Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau barang
dari suatu tempat ke tempat yang lain.Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul
suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Pengangkutan dapat
diartikan.sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam
hal ini terkait unsur- unsur sebagai berikut:

1) Ada sesuatu yang diangkut.


2) Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan.
3) Ada tempat yang dapat dilalui oleh angkutan

Menurut pendapat R. Soekardono, SH, pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan


tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu
mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.Adapun proses dari
pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai
ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri . Sedangkan menurut Abdul Kadir
Muhammad Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam
alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat
tujuan/ dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang
ditentukan .Sehingga Secara umum dapat didefinisikan bahwa pengangkutan adalah
perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu
tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar angkutan.Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian
pengangkut adalah pengangkut dan pengirim.Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah

223
perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban
sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan .

B. Asas-Asas Pengangkutan
Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang
diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1) Yang bersifat perdata; dan
2) Yang bersifat public
Asas-asas yang bersifat publik terdapat pada tiap-tiap Undang-Undang
pengangkutan baik darat, laut dan udara. Dalam pengangkutan udara terdapat
dalam Pasal 2 Undang-Undang No.15 Tahun 1992.Asas-asas yang bersifat
perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan
berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan
penumpang atau pengirim barang. Asas-asas hukum pengangkutan yang bersifat
perdata menurut Abdulkadir Muhammad (1998: 18-19) adalah sebagai berikut:

a. Konsensual Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah


cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa
perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau
didukung oleh dokumen angkutan.
b. Koordinatif
Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar,
tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun
pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah
penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan
penumpang/pengirim barang.Pengangkutan adalah perjanjian pemberian
kuasa.
c. Campuran
Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian
kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada

224
pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan,
kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
d. Retensi
Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi
bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan.Pengangkutan hanya
mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
e. Pembuktian dengan dokumen. Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan
dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian
pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya
pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang.

Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:

a. Asas manfaat yaitu, bahwa pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan peri
kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan
pertahanan dan keamanan negara;

b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang
pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam
kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat
kekeluargaan;

c. Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan
biaya yang terjangkau oleh hmasyarakat;

d. Asas keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian


rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara
kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat,
serta antara kepentingan nasional dan internasional;

e. Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus


mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas;

225
f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan
utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda
transportasi;

g. Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk


menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga
negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan
pengangkutan.

h. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pngangkutan harus berlandaskan pada
kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada
kepribadian bangsa;

i. Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan


penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan .

C. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan

Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan barang atau orang
dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan
nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang-barang
dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat dimana barang-
barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat. Perpindahan barang atau orang dari
suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan dengan pengangkutan
tersebut harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat
ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada
perubahan bentuk tempat dan waktunya. Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada
dasarnya pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu :

a. Kegunaan Tempat ( Place Utility ) Dengan adanya pengangkutan berarti terjadi


perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang
bermanfaat, ketempat lain yang menyebabkan barang tadi menjadi lebih
bermanfaat.

226
b. Kegunaan Waktu ( Time Utility ) Dengan adanya pengangkutan berarti dapat
dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat
ketempat lain dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya .

D. Prinsip Dasar Pengangkutan

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu antara pengangkut


dan pengirim adalah sama tinggi. Hubungan kerja di dalam perjanjian
pengangkutan antara pengangkut dan pengirim tidak secara terus menerus, tetapi
sifatnya hanya berkala, ketika seorang pengirim membutuhkan pengangkut untuk
mengangkut barang. Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian pengangkutan
mengandung tiga prinsip tanggung jawab, yaitu:

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan


Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam.
penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti
kerugian yang timbul akibat dari kesalahannya itu. Pihak yang menderita
kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu.Beban pembuktian ada
pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut.Prinsip ini adalah yang
umum berlaku seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang
perbuatan melawan hukum.

b. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga


Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap
kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya Tetapi jika
pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari
kewajiban membayar ganti kerugian. Beban pembuktian ada pada pihak
pengangkut bukan pada pihak yang dirugikan.Pihak yang dirugikan cukup
menunjukkan adanya kerugian yang diderita
dalam pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut

c. Prinsip tanggung jawab mutlak


Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti
kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang

227
diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan
pengangkut. Pengangkut tidak dimungkinkan membebaskan diri dari tanggung
jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu.Prinsip ini tidak
mengenal beban pembuktian tentang kesalahan.Unsur kesalahan tidak relevan.

Dalam suatu pengangkutan bila undang-undang tidak menentukan syarat atau


halyang dikehendaki para pihak maka para pihak dapat mengikuti kebiasaan
yangtelah berlaku atau menentukan sendiri kesepakatan bersama, tentunya hal
tersebutharus mengacu pada keadilan.Tujuan pengangkutan adalah terpenuhinya
kewajiban dan hak-hak para pihak yang terlibat dalam pengangkutan.Kewajiban
dari pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dan berhak menerima
biaya pengangkutan.Sedangkan kewajiban pengirim atau penumpang adalah
membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan yang
wajar.

E. Jenis Pengangkutan dan Pengaturannya

Dalam dunia perdagangan ada tiga jenis pengangkutan antara lain :

a. Pengangkutan melalui darat yang diatur dalam :

1) KUHD, Buku I, Bab V, Bagian 2 dan 3, mulai pasal 90-98.


2) Peraturan khusus lainnya, misalnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992
tentang Perkeretaapian. Dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya,
3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi.

b. Pengangkutan melalui laut


Jenis pengangkutan ini diatur dalam :
1) KUHD, Buku II, Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal.
2) KUHD, Buku II, Bab V A tentang pengangkutan barang-barang.

228
3) KUHD, Buku II, Bab VB tentang pengangkutan orang.
4) Peraturan-peraturan khusus lainnya.

c. Pengangkutan udara
Jenis pengangkutan udara diatur dalam :
1) S. 1939 Nomor 100 ( Luchtvervoerordonnatie ).
2) Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan.
3) Peraturan-peraturan khusus lainnya.

F. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan


pengirim sama tinggi atau koordinasi ( geeoordineerd ), tidak seperti dalam
perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau
kedudukan subordinasi gesubordineerd ). Mengenai sifat hukum perjanjian
pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :

a. Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan pengangkut tidak
bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan
(tidak terus menerus), berdasarkan atas ketentuan pasal 1601 KUH Perdata.
b. Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala
tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud pasal 1601 b KUH Perdata. Pendapat
ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata ( Pasal penutup dari bab
VII
tentang pekerjaan pemborongan ).
c. Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni
perjanjian melakukan pekerjaan ( pelayanan berkala ) dan perjanjian
penyimpanan (bewaargeving). Unsur pelayanan berkala ( Pasal 1601 b KUH
Perdata ) dan unsur penyimpanan ( Pasal 468 ( 1 ) KUHD ).

229
G. Terjadinya Perjanjian Pengangkutan

Menurut sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutan tidak


disyratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian kehendak
(konsensus). Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya suatu
perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan ( konsensus ) diantara
para pihak. Dengan kata lain perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil. Dalam
praktek sehari-hari, dalam pengangkutan darat terdapat dokumen yang disebut
denga surat muatan ( vracht brief ) seperti dimaksud dalam pasal 90 KUHD.
Demikian juga halnya dalam pengangkutan pengangkutan melalui laut terdapat
dokumen konosemen yakni tanda penerimaan barang yang harus diberikan
pengangkut kepada pengirim barang.Dokumen-dokumen tersebut bukan
merupakan syarat mutlak tentang adanya perjanjian pengangkutan. Tidak adanya
dokumen tersebut tidak membatalkan perjanjian pengangkutan yang telah ada (
Pasal 454, 504 dan 90 KUHD ). Jadi dokumen-dokumen tersebut tidak merupakan
unsur dari perjanjian pengangkutan.Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil.

H. . Kedudukan Penerima

Dalam perjanjian pengangkutan, termasuk kewajiban pengangkut adalah


menyerahkan barang angkutan kepada penerima. Disini penerima bukan
merupakan pihak yang ada dalam perjanjian pengangkutan tetapi pada dasarnya dia
adalah pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengangkutan ( Pasal 1317 KUH
Perdata ). Penerima bisa terjadi adalah pengirim itu sendiri tetapi mungkin juga
orang lain. Penerima akan berurusan dengan pengangkut apabila ia telah menerima
barang-barang angkutan. Pihak penerima harus membayar ongkos angkutannya,
kecuali ditentukan lain. Apabila penerima tidak mau membayar ongkos atau uang
angkutnya maka pihak pengangkut mempunyai hak retensi terhadap barang-barang
yang diangkutnya.

230
I. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut

Dalam hukum pengangkutan dikenal adanya lima prinsip tanggung jawab


pengangkut yaitu :

a. Tanggung Jawab Praduga Bersalah (Presumtion of Liability) Menurut prinsip ini,


ditekankan bahwa selalu bertanggung jawab6 atas setiap kerugian yang timbul
pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat
membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung
jawab membayar ganti rugi kerugian itu. Beban pembuktian ini diberikan kepada
pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut.Hal ini diatur dalam pasal 1365
KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan
umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang tentang masing-
masung pengangkutan. Prinsip ini hanya dijumpai dalam 86 ayat 2 Undang-
undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, yang menyatakan : “jika
perusahaan angkutan perairan dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana
dimaksud aya 1 huruf b: musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut; c.
Keterlambatan angkutan penumpang, dan atau barang yang diangkut; d. Kerugian
pihak ketiga bukan disebabkan oleh kesalahannya, maka dia dapat dibebaskan
sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya. Walaupun hanya terdapat pada
pengangkutan perairan, bukan berarti pada pengangkutan darat dan pengangkutan
udara tidak dibolehkan.Dalam perjanjian pengangkutan, perusahaan angkutan dan
pengirim boleh menjanjikan prinsip tanggung jawab praduga, biasanya
dirumuskan dengan “(kecuali jika perusahaan angkutan dapat membuktikan
bahwa kerugian itu dapat karena kesalahannya)”.Dalam KUHD juga menganut
prinsip tanggung jawab karena praduga bersalah.Dalam ketentuan pasal 468 ayat
2 KUHD yaitu, “apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau
seluruhnya atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian
kepada pengirim, kecuali dia dapat membuktikan bahwa diserahkan sebagian
atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah
atau tidak dapat dihindari terjadinya.”

Dengan demikian jelas bahwa dalam hukum pengangkutan di Indonesia, prinsip


tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga bersalah keduanya dianut.
Tetapi prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip

231
tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian, artinya pengangkut
bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan
pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa dia tidak
bersalah atau lalai, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab. Beberapa pasal dalam
Undang-undang Pengangkutan Tahun 1992 yang mengatur tentang prinsip tanggung
jawab praduga bersalah adalah:

a. Pasal 45 UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Angukutan Lalu Lintas Jalan.


b. Pasal 28 ayat 1, 2 UU Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkereta Apian.
c. Pasal 43 ayat 1b dan pasal 44 UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.

b. Tanggung Jawab atas Dasar Kesalahan (Based on Fault or Negligence) Dapat


dipahami, dalam prinsip ini jelas bahwa setiap pengangkut harus bertanggung jawab atas
kesalahannya dalam penyelenggaraan pengangkutan dan harus mengganti rugi dan pihak
yang dirugikan wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ini
diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut.9 Hal ini diatur
dalam pasal 1365 KUHPer tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai
aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang tentang masing-masung
pengangkutan. Dalam KUHD, prinsip ini juga dianut, tepatnya pada pasal 468 ayat (2).
Pada pengangkutan di darat yang menggunakan rel kereta api, tanggung jawab ini
ditentukan dalam pasal 28 UU nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pada
pengangkutan di darat yang melalui jalan umum dengan kendaraan bermotor, tanggung
jawab ini di tentukan dalam pasal 28, pasal 29, pasal 31 dan pasal 45 UU nomor 14 tahun
1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Pada pengangkutan di laut dengan
menggunakan kapal, tanggung jawab ini di tentukan dalam pasal 86 UU nomor 21 tahun
1992 tentang Pelayaran. Dan berkaitan dengan angkutan udara, prinsip ini dapat
ditemukan dalam pasal 43-45 Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1995 tentang
pengangkutan udara.

c. Tanggung Jawab Pengangkut Mutlak (Absolut Liability) Pada prinsip ini, titik
beratnya adalah pada penyebab bukan kesalahannya. Menurut prinsip ini, pengangkut
harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang
diselenggarakan tanpa keharusan pembuktian ada tdaknya kesalahan pengangkut. Prinsip
ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan.
Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang

232
menimbulkan kerugian itu.prinsip ini dapat dapat dirumuskan dengan kalimat:
pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun
dalam penyelenggaraan pengangkutan ini. Dalam peraturan perundang-undangan
mengenai pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur, mungkin
karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu di
bebani dengan resiko yang terlalu berat.Akan tetapi tidak berarti bahwa pihak-pihak
tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan.Para pihak boleh
saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian
tanggung jawab, berdasarkan asas kebebasan berkontrak.Jika prinsip ini digunakan maka
dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya pada dokumen
pengangkutan.

d. Pembatasan tanggung jawab pengangkut (limitation of liability) Bila jumlah ganti rugi
sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 468 KUHD itu tidak dibatasi, maka ada
kemungkinan pengangkut akan menderita rugi dan jatuh pailit. Menghindari hal ini,,
maka undang-undang memberikan batasan tentang ganti rugi. Jadi, pembatasan ganti
rugi dapat dilakukan oleh pengangkut sendiri dengan cara mengadakan klausula dalam
perjanjian pengangkutan, konosemen atau charter party, dan oleh pembentuk undang-
undang. Hal ini diatur dalam pasal 475, 476 dan pasal 477 KUHD.Mengenai pembatasan
tanggung jawab pengangkut dalam angkutan udara, diatur dalam pasal 24 ayat (2), pasal
28, pasal 29 ayat (1) dan pasal 33 Ordonansi Pengangkutan Udara. Pasal 30 merupakan
pembatasan tanggung jawab yaitu banwa tanggung jawab pengangkut udara dibatasi
sampai jumlah Rp.12.500,- per penumpang. Pasal 24 merupakan pembatasan siapa-siapa
saja yang berhak menerima ganti rugi, yang dalam hal ini adalah : Suami/istri dari
penumpang yang tewas,Anak atau anak-anaknya dari si mati Orang tua dari si mati.
Pasal 28 menentuk in bahwa pengangkut udara tidak bertanggung jawab dalam hal
kelambatan, pasal ini berbunyi “Jika tidak ada persetujuan Ijin, maka pengangkut
bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul karena kelambatan dalam pengangkutan
penumpang, bagasi dan barang”.Satu pasal lain mengenai pembatasan tanggung jawab
pihak pengangkut adalah pasal 33, dimana pasal tersebut menentukan gugatan mengenai
tanggung jawab atas dasar apapun juga hanya dapat diajukan dengan syarat-syarat dan
batas-batas seperti yang dimaksudkan dalam peraturan ini.Dengan terbatasnya gugatan
mengenai tanggung jawab dari pihak pengangkut, maka terbatas pula tanggung jawab
pihak pengangkut.Pembebasan Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Ordonansi

233
Pengangkutan Udara yang memuat ketentuan mengenai pembebasan adalah pasal 1 ayat
(1), pasal 29 avat (1) dan pasal 36.Pasal 36 menemukan bahwa pengangkut bebas dari
tanggungjawabnya dalam hal setelah dua tahun penumpang yang menderita kerugian
tidak mengajukan tuntutannya. Pasal 36 berbunyi “Gugatan mengenai tanggung jawab
pengangkut harus diajukan dalam jangka waktu dua tahun terakhir mulai saat tibanya di
tempat tujuan, atau mulai dari pesawat Udara seharusnya tiba, atau mulai pengangkutan
Udara diputuskan jika tidak ada hak untuk menuntut dihapus. Selain itu ada hal-hal yang
membuat pengangkut tidak bertanggung jawab apabila timbul suatu keadaan yang sama
sekali tidak diduga sebelumnya, contohnya adalah sebagai berikut : bahaya perang,
sabotase, kebakaran, kerusuhan, kekacauan dalam negeri. Asuransi tanggung jawab
dibidang pengangkutan udara didasarkan atas prinsip terjadinya peristiwa asuransi
tersebut karena mencakup kerugian-kerugian yang terjadi selama jangka waktu asuransi
dan dilandasi kerugian yang paling dekat berdasar atas produk yang keliru.Pada Undang-
undang No 1 tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung jawab pengangkut dapat dilihat
pada pasal 141 (1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang
meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di
dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara. (2)Apabila kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut
atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk
membatasi tanggung jawabnya.Aturan ini menggunakan Prinsip Tanggung jawab Mutlak
(Strict Liability), dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut dikenai
tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang dari pengangkut.Pada
Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, pengangkut masih dapat menyangkal keharusan
bertanggung jawab asal dapat membuktikan bahwa pengangkut telah mengambil
tindakan untuk menghindarkan kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk
mengambil tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga, seperti
yang disebut dalam pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29 OPU; Pengangkut tidak
bertanggungjawab untuk kerugian, apabila:

a. ia dapat membuktikan bahwa ia dan semua buruhnya telah mengambil segala


tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian;

234
b. ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pencegahan
itu;
c. kerugian itu disebabkan oleh kesalahan yang menderita itu sendiri;
d. kesalahan penderita kerugian membantu terjadinya kerugian itu

Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan salah satu
bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara.
Tanggung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan meningkatkan kualitas
dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta keselamatan bagi penumpang. Artinya
secara normatif perlindungan hukum bagi penumpang telah ada, tinggal bagaimana
pelaksanaan dari aturan tadi.

e, Presumtion of non Liability

Dalam prinsip ini, pengangkut dianggap tidak memiliki tanggung jawab.13 Dalam hal
ini, bukan berarti pengangkut membebaskan diri dari tanggung jawabnya ataupun
dinyatakan bebas tanggungan atas benda yang diangkutnya, tetapi terdapat pengecualian-
pengecualian dalam mempertanggungjawabkan suatu kejadian atas benda dalam
angkutan. Pengaturan ini ditetapkan dalam :

A, Pasal 43 ayat 1 b UU Penerbangan

b. Pasal 86 UU Pelayaran

J. Perlindungan Hukum Bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas Darat

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) merupakan hal yang penting dalam
meningkatkan mobilitas sosial dan sangat dekat dekat masyarakat.Setiap waktu
masyarakat terus bergulat dengan angkutan jalan dengan bermacam-macam
kepentingan. Berbagai kondisi zaman dibarengi dengan berbagai kemajuan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan pola tingkah laku masyarakat telah
dilewati oleh Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia dari masa Pemerintahan
Belanda sampai pada era refomasi pada saat ini. Begitupun dengan Undang-undang
yang mengaturnya, pada masa pemerintahan Hindia Belanda di atur dalam
Werverkeersordonnantie” (Staatsblad 1933 Nomor 86) yang kemudian diubah dan
ditambah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1951 tentang Perubahan dan

235
Tambahan Undang-undang Lalu Lintas Jalan (Wegverkeersordonnantie, Staatsblad
1933 Nomor 86), lalu diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Undang-Undang No 3 Tahun 1965 ini bahwa
ini adalah Undang-Undang pertama yang mengatur LLAJ di Indonesia setelah
Indonesia Merdeka. Undang-undang tersebut kemudian diganti dengan Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang juga
kemudian diganti oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Pasal 229 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang selanjutnya disingkat UU Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, membagi kecelakaan lalu lintas menjadi tiga golongan yaitu:

1. Kecelakaan Lalu Lintas Ringan, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan


kerusakan Kendaraan dan/atau barang

2. Kecelakaan Lalu Lintas Sedang, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan


luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang

3. Kecelakaan Lalu Lintas Berat, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan


korban meninggal dunia atau luka berat

Pasal 229 ayat (5) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa kecelakaan
lalu lintas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian
Pengguna Jalan, ketidaklaikan kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau
lingkungan.Tidak hanya mengenai penggolongan kecelakaan lalu lintas, UU Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan juga telah secara eksplisit mengatur mengenai hak korban yang
diatur pada Bagian keempat Bab XIV tentang hak korban dalam kecelakaan lalu lintas.
Adapun hak korban kecelakaan lalu lintas tersebut sebagaimana dijelaskan pada Pasal
240 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa korban kecelakaan lalu lintas berhak
mendapatkan:

1. Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya
kecelakaan
lalu lintas dan/atau pemerintah
2. Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan
lalu lintas, dan
3. Santunan kecelakaan lalu lintas dari perusahaan asuransi.

236
Prosedur untuk mendapatkan Hak Korban Kecelakaan Lalu Lintas Darat
1. Pertolongan dan perawatan
Pasal 240 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menunjukan bahwa hak
korban ini biasa diperoleh korban dari pihak yang bertanggung jawab atas
terjadinya kecelakaan lalu lintas dan/atau pemerintah. Pengaturan mengenai
pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas darat hal
tersebut sebenarnnya juga telah diatur pada pasal sebelumnya yaitu dalam
Pasal 231 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menjelaskan
bahwa pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas,
wajib:
a. Menghentikan kendaraan yang dikemudikannya
b. Memberikan pertolongan kepada korban
c. Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia
terdekat
d.Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan
Selanjutnya dalam Pasal 231 ayat (2) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dijelaskan pula bahwa pengemudi kendaraan bermotor yang karena keadaan
memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf

b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indoensia


terdekat[7].
Pemberian pertolongan dan perawatan terhadap korban kecelakaan lalu lintas
tidak hanya merupakan kewajiban dari pengemudi kendaraan bermotor,
dalam Pasal 232 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan pula
bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui terjadinya
kecelakaan lalu lintas wajib:
a. Memberikan pertolongan kepada korban kecelakaan lalu lintas
b. Melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan/atau
c. Memberikan keterangan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia

237
Mengenai pelaksanaan dari pasal 238 ayat (2) dan Pasal 239 ayat (1) sebagai kewajiban
dan tanggung jawab pemerintah dalam penanganan kecelakaan lalu lintas maupun
terhadap korban kecelakaan lalu lintas. Pada perkembangannya hak korban yang berupa
perawatan maupun ganti kerugian bukan hanya berasal dari pihak yang bertanggung
jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah, tetapi juga dapat
diberikan dari pihak Yayasan atau Perusahaan tempat pelaku kecelakaan bekerja.

Untuk perawatan yang berasal dari Pemerintah (dalam hal ini diwakili oleh Asuransi)
prosedur pemberiannya adalah sama dengan prosedur santunan. Bahkan dalam rangka
memberikan pelayanan “PRIME” Service Jasa Raharja Dumai, diwakili oleh Petugas
Pelayanan, M. Abrar Anas, SE.Msi., menyerahkan penggantian biaya perawatan di
rumah korban. Sehubungan dengan kecelakaan lalu lintas jalan yang menimpa korban,
an. Tugiono, pejalan kaki yang menyebrang di tabrak oleh Sepeda Motor. Dijelaskan
juga bahwa uang penggantian biaya rawatan sudah ditransfer ke rekening an. Korban dan
berhubung korban tidak bisa datang ke kantor Jasa Raharja untuk menanda tangani
kwitansi penerimaan uang maka pihak jasa raharja yang datang untuk meminta tanda
tangan korban.

2. Ganti kerugian

Ganti kerugian merupakan hak korban kecelakaan lalu lintas dari pihak yang
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas, bukan hanya dimuat dalam
Pasal 240 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tetapi diatur pula dalam UU Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan pada BAB XIV bagian ketiga mengenai kewajiban dan tanggung
jawab dan paragraf 1 mengenai kewajiban dan tanggung jawab pengemudi, pemilik
kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan, dalam Pasal 234 dijelaskan bahwa:

a. Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum


bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang
dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi

b. Setiap pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum


bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian
atau kesalahan pengemudi

238
c. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika:

1) Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan
pengemudi.
2) Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga, dan/atau disebabkan
gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan

Besarnya nilai penggantian kerugian yang merupakan tanggung jawab pihak yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan putusan
pengadilan atau dapat juga dilakukan diluar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di
antara para pihak yang terlibat dengan catatan kerugian tersebut terjadi pada kecelakaan
lalu lintas ringan. Apabila korban kecelakaan lalu lintas meninggal dunia maka berdasar
Pasal 235 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pengemudi, pemilik, dan/atau
perusahaan angkutan umum memberikan ganti kerugian wajib kepada ahli waris korban
berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman. Namun pemberian ganti kerugian
atau bantuan tersebut tidak serta merta menggugurkan tuntutan perkara pidana
sebagaimana yang dimaksud Pasal 230 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3. Santunan kecelakaan lalu lintas Sebagai pelaksanaan Pasal 239 ayat (2) UU Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur bahwa Pemerintah membentuk perusahaan
asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yaitu pemerintah mempunyai PT. Jasa Raharja (Persero) sebagai
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tugas dan fungsinya ada 2 (dua) yaitu :

a. Memberikan santunan atas kejadian kecelakaan pada korban kecelakaan lalu lintas
darat, laut, udara, dan penumpang kendaraan umum.

b. Menghimpun dana pajak kendaraan bermotor melalui Samsat yang mana dana itu
nantinya untuk membayar santunan.

Adapun cara memperoleh santunan adalah sebagai berikut:

a. Menghubungi kantor Jasa Raharja terdekat

b. Mengisi formulir pengajuan dengan melampirkan :

1) Laporan Polisi tentang kecelakaan Lalu Lintas dari Unit Laka Satlantas Polres
setempat dan atau dari instansi berwenang lainnya.

239
2) Keterangan kesehatan dari dokter / RS yang merawat.

3) KTP / Identitas korban / ahli waris korban.

4) Formulir pengajuan diberikan Jasa Raharja secara cuma-cuma

Untuk memperoleh dana santunan caranya adalah dengan mengisi formulir yang
disediakan secara Cuma-cuma oleh PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Persero), yaitu :

a. Formulir model K1 untuk kecelakaan ditabrak kendaraan bermotor dapat


diperoleh di Polres dan Kantor Jasa Raharja terdekat.
b. Formulir K2 untuk kecelakaan penumpang umum dapat diperoleh di
Kepolisian/Perumka/Syahbandar laut/Badar Udara dan Kantor Jasa Raharja
terdekat. Dengan cara pengisian formulir sebagai berikut :
1) Keterangan identitas korban/ahli waris diisi oleh yang mengajukan
dana santunan
2) Keterangan kecelakaan lalu lintas diisi dan disahkan oleh
Kepolisian atau pihak yang berwenang lainnya.
3) Keterangan kesehatan/keadaan korban diisi dan disahkan rumah
sakit/dokter yang merawat korban.
4) Apabila korban meninggal dunia, tentang keabsahan ahli waris,
diisi dan disahkan oleh pamong praja/lurah/camat.

Dalam hal korban meninggal dunia, maka santunan meninggal dunia diserahkan
langsung kepada ahli waris korban yang sah, adapun yang dimaksud ahli waris adalah :

a. Janda atau dudanya yang sah


b. Dalam hal tidak ada janda/dudanya yang sah, kepada anak-anaknya yang sah
c. Dalam hal tidak ada Janda/dudanya yang sah dan anak-anaknya yang sah, kepada
Orang Tuanya yang sah. d.Dalam hal korban meninggal dunia tidak mempunyai
ahli waris, kepada yang menyelenggarakan penguburannya diberikan
penggantian biaya-biaya penguburan
d. Terdapat hal-hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Jo PP No 17 Tahun 1965
mengatur:
1) Korban yang berhak atas santunan yaitu Setiap penumpang sah dari alat
angkutan penumpang umum yang mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan

240
oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang bersangkutan
berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan
sampai turun di tempat tujuan.
2) Jaminan Ganda Kendaraan bermotor Umum (bis) berada dalam kapal ferry,
apabila kapal ferry di maksud mengalami kecelakaan, kepada penumpang bis
yang menjadi korban diberikan jaminan ganda.
3) Korban yang mayatnya tidak diketemukan Penyelesaian santunan bagi korban
yang mayatnya tidak diketemukan dan atau hilang didasarkan kepada Putusan
Pengadilan Negeri.Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo PP No 18
Tahun 1965 mengatur :
a, Korban Yang Berhak Atas Santunan, adalah pihak ketiga yaitu :
1) Setiap orang yang berada di luar angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan
kecelakaan yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat
angkutan lalu lintas jalan tersebut, contoh : Pejalan kaki ditabrak kendaraan
bermotor
2) Setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor dan
ditabrak, dimana pengemudi kendaran bermotor yang ditumpangi dinyatakan
bukan sebagai penyebab kecelakaan, termasuk dalam hal ini para penumpang
kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi

b. Tabrakan Dua atau Lebih Kendaraan Bermotor


1) Apabila dalam laporan hasil pemeriksaan Kepolisian dinyatakan bahwa
pengemudi yang mengalami kecelakaan merupakan penyebab terjadinya
kecelakaan, maka baik pengemudi mapupun penumpang kendaraan tersebut tidak
terjamin dalam UU No 34/1964 jo PP no 18/1965
2) Apabila dalam kesimpulan hasil pemeriksaan pihak Kepolisian belum
diketahui pihak-pihak pengemudi yang menjadi penyebab kecelakaan dan atau
dapat disamakan kedua pengemudinya sama-sama sebagai penyebab terjadinya
kecelakaan, pada prinsipnya sesuai dengan ketentuan UU No 34/1964 jo PP No
18/1965 santunan belum daat diserahkan atau ditangguhkan sambil menunggu
Putusan Hakim/Putusan Pengadilan
3) Kasus Tabrak Lari Terlebih dahulu dilakukan penelitian atas kebenaran kasus
kejadiannya
4) Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Kereta Api

241
1) Berjalan kaki di atas rel atau jalanan kereta api dan atau menyebrang sehingga
tertabrak kereta api serta pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang
mengalami kecelakaan akibat lalu lintas perjalanan kerata api, maka korban
terjamin UU No 34/1964.
2)Pejalan kaki atau pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang dengan
sengaja menerobos palang pintu kereta api yang sedang difungsikan sebagaimana
lazimnya kerata api akan lewat , apabila tertabrak kereta api maka korban tidak
terjamin oleh UU No 34/1964

K. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Dapat Memberikan


Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan dan Keamanan Pelayaran

Transportasi laut menjadi sarana paling utama bagi negara kepulauan. Indonesia
yang memiliki jumlah uang pulau tersebar luas membutuhkan sarana transportasi
laut yang memadai.Namun sebagai negara maritim sistem transportasi laut
Indonesia masih belum optimal.Ini terbukti dengan banyaknya jumlah kasus kapal
laut yang mengalami kecelakaan dan menelan banyak korban jiwa.Penyebab
kecelakaan beragam, mulai dari kebakaran, tabrakan sampai kapal tenggelam.

Sebuah dasar hukum telah menaungi jaminan keamanan dan keselamatan dalam
pelayaran, yakni UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menyatakan
bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,
kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. Meskipun telah ada dasar hukum, berbagai
kecelakaan di laut tetap tak bisa di hindari dan semakin marak terjadi, faktor yang
sering menyebabkan terjadinya kecelakaan di laut diantaranya adalah:

1. Faktor teknisbiasanya terkait dengan kekurangcermatan di dalam desain kapal,


penelantaran perawatan kapal sehingga mengakibatkan kerusakan kapal atau bagian-
bagian kapal yang menyebabkan kapal mengalami kecelakaan, atau pelanggaran
terhadap ketentuan dan peraturan atau prosedur yang ada.

242
2. Faktor cuaca buruk merupakan permasalahan yang biasanya dialami seperti
badaigelombang yang tinggi yang dipengaruhi oleh musim atau badai, arus yang besar,
kabut yang mengakibatkan jarak pandang yang terbatas.Terjadinya perubahan iklim saat
ini, mengakibatkan kondisi laut menjadi lebih ganas, ombak dan badai semakin besar
sehingga sering mengakibatkan terjadinya kecelakaan di laut.

3. Faktor manusia itu sendiri yaitu kecerobohan di dalam menjalankan kapal,


kekurangmampuan awak kapal dalam menguasai berbagai permasalahan yang mungkin
timbul dalam operasional kapal, secara sadar memuat kapal secara berlebihan.

Kondisi ini diperparah oleh lemahnya tingkat pengawasan dari para pemangku
kebijakan. Di Indonesia telah berlaku ketentuan yang mengatur tentang jaminan
keamanan dan keselamatan di laut, yakni UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
namun ternyata undang-undang tersebut masih memerlukan beberapa perubahan.

Kecelakaan kapal biasanya tidak disebabkan oleh hanya satu faktor, namun gabungan
faktor manusia, cuaca dan teknis.Faktor manusia sering dikatakan sebagai penyebab
utama kecelakaan, baik sebagai operator maupun pengambil keputusan. Namun apabila
ditinjau dari sudut pandang hukum, pada dasarnya telah ada undang-undang yang
menjamin keselamatan dan kemanan pelayaran, namun ketentuan tersebut belum
dilaksanakan secara optimal, undang-undang ini juga penting untuk segera diubah, hal
itu disebabkan ketentuan dari undang-undang tersebut belum menguraikan secara jelas
mengenai keselamatan kapal ditinjau dari batas muatan kapal dan alat kelengkapan
keselamatan.

Perubahan dalam suatu peraturan perundang-undangan adalah suatu hal yang wajar dan
sudah semestinya selalu dilakukan.perubahan terjadi ketika adanya kesenjangan antara
keadaan atau peristiwa dengan aturan yang berlaku. Jika objek yang diatur berubah maka
dituntut perubahan hukum untuk menyesuaikan agar peraturan efektif dalam
pelaksanaannya. Apabila terjadi perubahan dalam suatu keadaan atau peristiwa tanpa
diiringi perubahan hukum maka akan terjadi stagnasi hukum yang mengakibatkan
ketidakefektifan hukum dalam pelaksanannya. Begitupula pada UU Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran yang tidak secara optimal memberikan jaminan keamanan dan
keselamatan di laut, hal ini dikarenakan tidak adanya ketentuan yang dimuat secara jelas

243
mengatur mengenai keselamatan kapal. Ada dua hal utama yang menyangkut
keselamatan dan keamanan kapal yang tidak dimuat dalam Undang-undang Nomor 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran, hal tersebut adalah:

1. Tidak adanya ketentuan yang mencantumkan mengenai batas muatan kapal

Batas muatan kapal adalah sesuatu yang paling penting untuk menjamin
keselamatan dan keamanan pelayaran, kelebihan muatan suatu kapal bisa
menjadikan kapal itu overcapacity atau kelebihan muatan yang beresiko
menganggu keseimbangan kapal sehingga mengakibatkan kapal tenggelam.
Dengan adanya standarisasi dalam ketentuan perundang-undangan secara
mendetail mengenai jumlah muatan yang harus disesuaikan dengan kapasitas
kapal akan mengurangi resiko kecelakaan akibat kelebihan muatan pada kapal.
Dalam hal ini juga dibutuhkan kesadaran dari pihak pengelola kapal agar tidak
hanya menyadari adanya aturan namun bisa menataatinya dengan lebih
mengutamakan keselamatan penumpang dan awak kapal dari pada keuntungan
yang diperoleh dari banyaknya muatan yang bisa mengakibatkan kapal
overcapacity.

2. Tidak adanya ketentuan mengenai jumlah sekoci penolong dan alat


keselamatan lainnya yang harus ada di kapal.
Ketika kapal sudah mengalami gejala-gejala akan terjadinya kecelakaan, sekoci
penolong dan berbagai alat keselamatan lain menjadi kebutuhan utama untuk
menyelamatkan nyawa para penumpang dan awak. Namun banyak kapal-kapal
saat ini yang menyediakan sekoci dan alat-alat keselamatannya lainnya, namun
dalam jumlah terbatas dan dalam sebagian besar dalam keadaan rusak. Keadaan
akan semakin parah ketika kapal memiliki kelebihan muatan sehingga memiliki
banyak penumpang untuk diselamatkan sementara alat-alat penunjang
keselamatan hanya dalam jumlah terbatas.
Menurut Konvensi Internasional (Safety Of Life At Sea) SOLAS, Chapter III,
jumlah alat-alat penolong yang harus ada di kapal yaitu :Life Boat (sekoci
penolong) yang harus cukup untuk 50% dari jumlah pelayar pada setiap sisi, Life
Raft (Rakit Penolong)untuk kapal penumpang sejumlah yang cukup untuk 25%
dari jumlah pelayar pada setiap sisi, Life Buoy (Pelampung Penolong)untuk kapal

244
penumpang tergantung dari panjang kapal, Life Jacket (Rompi Penolong)satu
buah untuk tiap pelayar ditambah untuk anak-anak, suatu jumlah yang cukup oleh
Administrator, Buoyant Apparatus (alat-alat apung lainnya)untuk kapal
penumpang adalah sejumlah yang dapat menampung 3% dari jumlah pelayar.

Maka dari itu, diperlukan standariasi dalam peraturan perundang-undangan dalam


hal ini UUNomor 17 Tahun 2008 untuk disediakannya alat-alat penunjang
keselamatan lain. Hal tersebut mengacu pada ketentuan dalam konvensi
internasional tentang keselamatan jiwa di laut Safety of Life at Sea (SOLAS)
1974, yang disepakati pada tanggal 1 November 1974 dan berlaku sejak 25 Mei
1980 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 1980
tentang mengesahkan “international convention for the safety of life at sea, 1974″
sebagai hasil koferensi internasional tentang keselamatan jiwa di laut 1974.

Sudah waktunya pemerintah mengkaji kembali UU nomor 17 tahun 2008 tentang


Pelayaran dan melakukan perubahan dalam bentuk penambahan ketentuan yang
mengatur mengenai batas jumlah muatan kapal dan kelengkapan alat-alat keselamatan
pada kapal.

L. Ketentuan Keselamatan Penerbangan dalam Peraturan Penerbangan Nasional


Indonesia

Keselamatan dan keamanan penerbangan (di Indonesia) merupakan tanggung jawab


semua unsur baik langsung maupun tidak langsung, baik regulator, opertaor,
pabrikan, pengguna dan kegiatan lain yang berkaitan dengan transportasi
penerbangan tersebut. Namun demikian keberadaan tanggung jawab yang sifatnya
konseptual tersebut perlu diwujudkan, salah satu caranya adalah dengan adanya
kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan oleh pemerintah dan
instansi-instansinya di bidang transportasi, khususnya transportasi udara atau
penerbangan.
Secara umum beberapa peraturan di bidang penerbangan tanah air adalah sebagai
berikut:

245
1. Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)
OPU mengatur tentang dokumen angkutan udara, tanggung jawab pengangkut
kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik barang kiriman) dan besaran nilai
ganti rugi, dan tanggung jawab pihak ketiga dan besaran nilai ganti rugi. Sebagian
ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara
dinyatakan tidak berlaku lagi, kerena telah disempurnakan oleh Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Ketentuan dalam
Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara yang
disempurnakan meliputi: (1) tanggung jawab pengangkut kepada pihak kedua
(penumpang dan pemilik barang kiriman) dan besaran nilai ganti rugi, dan (2)
tanggung jawab pihak ketiga dan besaran nilai ganti rugi.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan


Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan dan sebagian dari Ordonansi
Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengatur tentang asas dan tujuan
dari penyelengaran penerbangan, kedaulatan atas wilayah udara, pembinaan penerbangan
sipil, pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara serta penggunaan sebagai jaminan
hutang, penggunaan pesawat udara, keamanan dan keselamatan penerbangan, bandar
udara, pencarian dan pertolongan kecelakaan serta penelitian sebab-sebab kecelakaan
pesawat udara, angkutan udara, dampak lingkungan, penyidikan dan ketentuan pidana.
Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut kemudian ditetapkan: (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara, (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, dan
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan. Sedangkan
peraturan pelaksana yang lebih rinci dan teknis yang merupakan petunjuk pelaksanaan
dari Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri dan Keputusan
Direktorat Jenderal Perhubungan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan


Seiring dengan tingkat keselamatan transportasi di Indonesia yang telah mencapai

246
tingkat yang memprihatinkan dengan banyaknya kecelakaan transportasi dan
seolah telah menjadi berita yang wajar sehari-hari di media massa, tidak
terkecuali transportasi udara, pembahasan mengenai perubahan undang-undang
mengenai transportasi pun menjadi bagian yang hangat di Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) di Indonesia khususnya untuk bidang transportasi penerbangan,
karena meskipun secara kuantitatif kecelakan di sini lebih sedikit tetapi dampak
kecelakaan yang lebih jauh, membuatnya lebih menjadi perhatian khalayak
ramai. Rancangan mengenai Undang-Undang ini mulai dibahas sejak Juni 2008,
dengan muatan rangkuman dari berbagai sumber, antara lain: Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2008 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992, artikel-artikel yang relevan dalam
tulisan ilmiah populer maupun yang terdapat dalam annal of air and space law,
usulan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU), dokumen ICAO
mengenai perubahan iklim global, kasus kecelakaan pesawat serta bahan dan
hasil workshop yang berkaitan dengan penegakan hukum di bidang transportasi
udara. Menurut K. Martono, pengajuan revisi terhadap Undang-Undang ini
berdasarkan pertimbangan pola pikir antara lain bahwa ketentuan-ketentuan
dalam Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 sebagian sudah
tidak relevan dan perlu dirubah, serta perlu adanya ketentuan-ketentuan yang
ditambahkan berkenaan dengan perkembangan ketentuan internasional mengenai
penerbangan. Hingga akhirnya Undang-Undang Penerbangan yang baru ini
berlaku mulai 12 Januari 2009,[27] walaupun demikian sesuai dengan ketentuan
penutup, diperlukan waktu setidak-tidaknya tiga tahun untuk memberlakukannya
secara efektif. Selanjutnya dengan berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, maka OPU dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 sudah tidak berlaku lagi, namun ketentuan pasal
464 Undang-Undang Penerbangan yang baru tersebut menyatakan bahwa
peraturan pelaksana bagi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
1992 yang digantikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti pengaturannya pada dalam Undang-Undang Penerbangan yang baru.

Mengingat keselamatan dan keamanan merupakan bagian dari asas dalam


penyelenggaraan transportasi, maka pengaturannya pun merupakan bagaian yang

247
mengalami revisi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2009, keselamatan dan keamanan selama penerbangan khusus dalam pesawat
udara diatur dalam BAB VIII mengenai Kelaikudaraan dan Pengoperasian
Pesawat Udara, Bagian keempat dari Pasal 52 sampai dengan Pasal 57.
Kemudian secara umum mengenai keselamatan penerbangan yang memuat
program, pengawasan, penegakan hukum, manajemen dan budaya keselamatan
diatur dalam BAB XIII Pasal 308 sampai dengan Pasal 322.Selanjutnya aturan
pelaksana mengenai ketentuan keselamatan dalam Undang-undang ini
menggunakan Peraturan Menteri mengenai keselamatan dan keamanan dalam
pesawat udara, kewenangan kapten selama penerbangan, budaya keselamatan dan
pemberian sanksi administratif.

M. Kesimpulan

a) UU Lalu Lintas dan Angkutan jalan secara eksplisit mengatur mengenai korban
kecelakaan lalu lintas sebagaimana dijelaskan pada Pasal 240 bahwa korban
kecelakaan lalu lintas berhak mendapatkan, Pertolongan dan perawatan dari
pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas dan/atau
pemerintah,Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya
kecelakaan lalu lintas, Santunan kecelakaan lalu lintas dari perusahaan asuransi.
b) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Dapat Memberikan
Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah
suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang
menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.
c) UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang tidak secara optimal
memberikan jaminan keamanan dan keselamatan di laut, hal ini dikarenakan
tidak adanya ketentuan yang dimuat secara jelas mengatur mengenai keselamatan
kapal. Ada dua hal utama yang menyangkut keselamatan dan keamanan kapal
yang tidak dimuat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, hal tersebut adalah:
a. Tidak adanya ketentuan yang mencantumkan mengenai batas muatan kapal
b. Tidak adanya ketentuan mengenai jumlah sekoci penolong dan alat
keselamatan lainnya yang harus ada di kapal. d)

248
d) Ketentuan Keselamatan Penerbangan dalam Peraturan Penerbangan Nasional
Indonesia.
a) Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)
b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan

249
Daftar Pustaka

Prof. R. Soekardono, S.H , 1983, Hukum Dagang Indonesia, Jilid II Bagian Pertama

Adji, Sution Usman, 1990, Hukum Pengangkutan di Indonesia

Kansil, C.S.T, 2006, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata.

Subekti, 1970, Hukum Perjanjian

250
BAB IX

HUKUM KEPAILITAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN HUTANG

Oleh:

Andi Faizkha Haditya, Andrea Sukmadilaga, , Zahid Ahsan ,Muhzen Muzadi, Farhan
Febriaji

A. Kepailitan
1. Pengertian
Istilah Kepailitan berasal dari kata “Pailit” yang artinya bangkrut.Kepailitan
berasal dari bahasa Prancis “failite” artinya Kemacetan pembayaran. Dalam
bahasa Iggris dengan kata To fail yang memiliki arti sama. Sehubungan dengan
pengucapan kata dalam bahasa Belanda adalah Faiyit yang berarti palyit.
Pengertian dari bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi
Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu
pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah
diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya. Terminologi Kepailitan dalam
Sistem hukum Anglo-Saxon dikenal dengan kata Bankrupct adapun hal itu berarti
keadaan tidak mampu membayar hutan dimana semua harta kekayaan yang
berhutang diambil oleh penagih atau persero-persero.Sedangkan, kepailitan
menurut UU Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan
Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di
bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang.Menurut Prof. Mr. Dr Sudargo Gautama, “ Pailit adalah Suatu sitaan
secara enyeluruh atas segala harta benda daripada sipailit. Sebagai konsekuensi
tertentu, si pailit dilarang untuk melanjutkan usahanya dan mengambil tindakan-
tindakan dalam huku, kecuali dengan persetujuan dari pihak pengawas atau
pelaksanaan ”.
Dari berbagai macam pengertian kepailitan diatas dapat disimpulkan secara
sederhana, bahwasanya kepailitan merupakan bentuk akibat dari bangkrutnya
usaha para pengusaha atau pedagang (debitor), maka dari itu semua aset-aset
milik debitor disita guna melakukan pembayaran utang-utangnya kepada kreditor.

251
Pengertian Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”)
adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah
pengawasan Hakim Pengawas. Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat
Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim
Pengadilan.Kurator sendiri pada Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan disebutkan
dalam kedudukannya harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan
dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.Tugas
Kurator sendiri adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta
pailit.Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan
atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.Dalam melaksanakan
tugas, Kurator tidak harus memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan
pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ debitor,
meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan
demikian dipersyaratkan, dan Kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak
ketiga, untuk meningkatkan nilai harta pailit. Sejak mulai pengangkatannya,
Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan
menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga
lainnya dengan memberikan tanda terima. Jika terjadi kesalahan atau kelalaian
dalam tugas pengurusan harta pailit, Kurator bertanggung jawab terhadap
kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau
pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka syarat-syarat yuridis agar
suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
1. Adanya hutang
2. Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;
3. Minimal satu dari hutang dapat ditagih;
4. Adanya debitor;
5. Adanya kreditor;
6. Kreditor lebih dari satu;

252
7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang diebut dengan
“Pengadilan Niaga”,
8. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
9. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang
Kepailitan;
10. Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan
“dapat menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepda hakim tidak diberikan
ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.

2. Pihak yang memohon Pailit


Peraturan perundang-undangan Kepailitan mensyaratkan bahwa permohonan
pernytaan pailit harus diajukan oleh pihak yang berwenang. Permohonan
pailit ini dapat dilakukan agar menjamin keadilan dan ketertiban, supaya
semua orang berpiutang mendapat pembayaran menurut imbangan besar
kecilnya piutang masing-masing. Adapun pihak-pihak yang dapat
mengajukan pailit antara lain:
1. Debitor
Dalam setiap hal diisyaratkan bahwa debitor mempunyai lebih dari satu orang
kreditor, karena merasa tidak mampu atau sudah tidak dapat membayar
utang-utangnya, dapat mengajukan permohonan pailit. Debitor harus
membuktikan bahwa ia mempunyai dua atau lebih kreditor serta juga
membuktikan bahwa ia tidak dapat membayar salah satu atau lebih utangnya
yang telah jatuh tempo.
2. Kreditor
Dua orang kreditor atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-
sama dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit selama memenuhi
syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perudang-undangan.
3. Kejaksaan
Apabila permohonan pernyataan pailit mengandung unsur atau alasan untuk
kepentingan umum maka permohonan harus diajukan oleh Kejaksaan
Keoentingan Umum yang dimaksud dalam undang-undang adalah
kepentingan bangsa dan negara dan / atau kepentingan masyarakat luas,
misalnya:
a. Debitor melarikan diri

253
b. Debitor menggelapkan harta kekayaan;
c. Debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang
menghimpun dana dari masyarakat
d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpun dana dari
masyarakat luas;
e. Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan
masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
f. Dalam hal lainnya yang enurut kejaksaan merupakan kepentingan umum

4. Bank Sentral
Bank sentral adalah satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit jika debitornya adalahh bank.Pengajuan permohonan
pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank
Indonesia dan semata-mata berdasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan
kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu
dipertanggungjawabkan.

5. Badan Pengawas Pasar Modal


Jika Pihak debitor adalah Perusahaan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiaan, maka pihak yang
berhak mengajukan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal, karena
Lembaga Pengawas Modal tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan dana masyarakat dengan Dana-dana yang diinvestasikan dibawah
pengawasannya.

6. Menteri Keuangan
Menteri keuangan juga dapat mengajukan pailit kepada Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang
kepentingan publik. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membangun
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang dikenaka
pailit, agar Lembaga-lembaga tersebut dapat meningkatkan pembangunan
dalam kehidupan perekonomian Negara

254
Permohonan pernyataan pailit tentunya harus melalui pengadilan dan advokat
yang telah memiliki izin praktik beracara.Namun, apabila pemohon
pernyataan pailit adalah Bank Sentral, Badan Pengawas Pasar Modal, dan
Menteri Keuangan, tidak memerlukan advokat.

3. Pihak yang dinyatakan pailit


setiap orang atau Badan Usaha dapat dinyatakan pailit sepanjang memenui
ketentuan syarat dinyatakan sebagai pailit. Adapun pihak yang dinyatakan
pailit yaitu :

1. Orang Perorangan
Baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum
menikah.Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor
perorangan yang telah menikah, maka permohonan hanya dapat diajukan atas
persetujuan dari salah satu pasangan.

2. Warisan
Harta peninggalan dari seseoran yang telah meninggal dapat dinyatakan pailit
jika ppihak yang telah meniggal tersebut sebelum meninggal dunia berada
dalam keadaan berhenti membayar utangnya. Pernyataan pailit tidak bisa
diberikan kepada pihak ahli waris, karena sesuai aturan undang-undang
bahwa harta pihak yang telah meninggal dipisahkan dari harta ahli waris.

3. Perkumpulan perseroan atau perserikatan


Perkumpulan perusahaan juga dapat dinyatakan sebagai pihak yang
dikenakan pailit.Jika sebuah perusahaan yang dinyatakan pailit memiliki
beberapa cabang, maka Permohonan pernytaan pailit harus diajukan dalam
satu permohonan atau diajukan terpisah sebagai dua permohonan.

4. Penjamin
Penanggungan utang adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna
kepentingan kreditor mengikat dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor
apabila debitor yang bersangkutan tidak dapat memenui kewajibannya.

255
5. Badan Hukum
Badan hukum bukanlah makhluk hidup seperti manusia, oleh karena itu,
Badan Hukum tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri.melainkan
Bdan Hukum membutuhkan perantara orang dimana orang akan bertindak
untuk dirinya.

6. Perkumpulan Bukan Badan Hukum


Perkumpulan yang bukan berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha
berdasarkan perjanjian antara anggotanya, adapun contoh Perkumpulan bukan
Badan Hukum adalah Persekutuan perdata, Persekutuan firma, dan
Persekutuan Komanditer.Oleh karena bukan badan hukum, maka yang
dinyatakan pailiyt hanyalah anggotanya saja.

7. Bank
Dalam Undang-undang tentang perbankan, Bank adalah badan hukum yang
menghimpun dana dan menyimpan dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalm bentuk dana-dana untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebuah Bank bisa saja dinyatakan
Pailit oleh Bank Sentral, karena Bank sarat dengan uang masyarakat yang
harus dilindungi atas penyalahgunaan yang dilakukan oleh Bank.

8. Perusahaan Efek
Perusahaan efek, Bursa Efek, lembaga Kliring dan Penjain, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaiaan dapat dinyatakan pailit oleh Badan
pengawas Pasar Modal.

4. Pihak yang terkait dalam proses pailit


Suatu proses dalam penyelesaiaan perkara kepailitan disamping debitor,
kreditor atau para kreditor, Undang-Undang kepailitan juga telah mengatur
tentang beberapa pihak yang memegang peranan dalam penyelesaian perkara
kepailitan. Para pihak tersebut adalah :

1. Pengadilan Niaga

256
Salah satu hal yang baru dalam Pranata Kepailitan adalah adanya pengadilan
khusus untuk memeriksa dan memutuskan perkara-perkara dibidang
perniagaan, yaitu hadirnya Pengadilan Niaga.Pengadilan Niaga merupakan
bagian dari pengadilan umum yang mepunyai kompetensi untuk memeriksa
perkara-perkara seperti perkara kepailitan dan perkara-perkara lainnya di
bidang perniagaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2. Hakim Niaga
Hakim Pengadilan Niaga diangkat berdasarkan putusan Ketua Mahkamah
Agung. Oleh karena itu hakim niaga harus memenhi beberapa kualifikasi
tertentu:
a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkuangan Peradilan hukum;
b. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-
masalah yang menjadi lingkup kewenang pengadilan;
c. Berwibawa, jujur, adail dan berkelakuan tidak tercela; dan
d. Telah berhasil menyelesaikan suatu program pelatihan khusus sebagai
hakimpada pengadilan.
3. Kurator
Kurator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam
suatu perkara kepailitan.Tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan
atau pemberesan harta pailit sejak hari pernyataan pailit diputuskan oleh
pengadilan.
4. Hakim Pengawas
Hakim pengawas memiliki tugas:
a. Mengawasi pengurus dan atau pemberesan harta pailit yang dilakukan
kurator;
b. Menerima pengajuan perlawanan debitor dan kreditor atas tindakan yang
diambil oleh kurator dalam pelaksanaan pengurusan harta pailit.
5. Panitia kreditor
sudah tentu Panitia kreditor adalah pihak yang mewakili pihak kreditor,
sehingga kreditor tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari
pihak kreditor. Ada dua macam jenis panitia kreditor yaitu :
a. Panitia kreditor sementara ;
b. Panitia kreditor (tetap), yakni yang dibentuk oleh hakim pengawas apabila
dalam putusan pailit tidak diangkat panitia kreditor sementara.

257
Pencocokan utang (verifikasi) merupakan salah satu kegiatan yang penting
dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya
ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masing-masing-masing kreditor.
Setelah pencocok utang selesai, Pihak panitia kreditor berhak untuk meminta
diperlihatkan semua buku, dokuen, dan surat mengenai kepailitan. Adapun
beberapa rapat kreditor dapat diadakan:
a. Rapat kreditur yang pertama yang harus diadakan dalam waktu lima belas
hari sejak putusan yang menyatakan kepailitan diucapkan.
b. Rapat kreditur untuk mencocokan tagihan dan atau diskusi dan
pemungutan hak suara atas rencana perdamiaan.
c. Rapat kreditur khusus

5. Sejarah Hukum Kepailitan


Sejarah hukum kepailitan Hukum kepailitan sudah ada sejak zaman Romawi.
Kata “ bangkrut”, dalam bahasa Inggris disebut “Bangkrupt” , berasal dari
undang-undang Italia, yaitu banca nipta . Sementara itu, di Eropa abad
pertengahan ada praktik kebangkrutan di mana dilakukan penghancuran
bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang melarikan diri secara
diam-diam dengan membawa harta para kreditor. Bagi Negara-negara dengan
tradisi hukum common law, di mana hukum berasal dari Inggris Raya, tahun
1952 merupakan tonggak sejarah, karena pada tahun tersebu hukum pailit dari
tradisi hukum Romawi diadopsi ke negeri Inggris.
Peristiwa ini ditandai dengan diundangkannya sebuah undang-undang yang
disebut Act Againts Such Person As Do Make Bangkrup oleh parlemen di
masa kekaisaran raja Henry VIII. Undang-undang ini menempatkan
kebangkrutan sebagai hukuman bagi debitor nakal yang ngemplang untuk
membayar utang sembari menyembunyikan aset-asetnya.Undang-undang ini
memberikan hak-hak bagi kelompok kreditor secara individual.Sementara itu,
sejarah hukum pailit di AS dimulai dengan perdebatan konstitusional yang
menginginkan kongres memiliki kekuasaan untuk membentuk suatu aturan
uniform mengenai kebangkrutan.Hal ini diperdebatkan sejarah diadakannya
constitutional convention di Philadelphia pada tahun 1787.

258
Dalam the Federalis Papers, seorang founding father dari Negara Amerika
serikat, yaitu James Medison, mendiskusikan apa yang disebut Bankrupcy
clause. Kemudian, kongres pertama kali mengundangkan undang-undang
tentang kebangkrutan pada tahun 1800, yang isinya mirip dengan undang-
undang kebangkrutan di Inggris pada saat itu.Akan tetapi, selama abad ke-18,
di beberapa Negara bagian USA telah ada undang-undang negara bagian yang
bertujuan untuk melindungi debitor yang disebut insolvency law.Selanjutnya,
undang-undang federasi AS tahun 1800 tersebut diubah atau diganti beberapa
kali.Kini di USA hukum kepailitan diatur dalam Bankrupcy. B. sejarah
berlakunya kepailitan di Indonesia Dalam sejarah berlakunya kepailitan di
Indonesia, maka dapat dibagi menjadi tiga masa, yakni: Masa sebelum
Faillisements Verordening berlaku.
Sebelum Faillisements Verordening berlaku, dulu hukum Kepailitan itu diatur
dalam dua tempat yaitu dalam: 1. Wet Book Van Koophandel atau WvK 2.
Reglement op de Rechtvoordering (RV) Sejarah masuknya aturan-aturan
kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van Koophandel
(KUHD) ke Indonesia.Adapun hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan
mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD.Namun
akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan
baru yang berdiri sendiri.Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan
Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276
Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906.Arti kata Failisment
Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat
beragam.
Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-peraturan
Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan Tjitrosidibio melalui karyanya yang
merupakan acuan banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment
Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-Undang Kepailitan
(UUPK). Undang-Undang Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia
Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun
1905 sampai dengan Tahun 1998 atau berlangsung selama 93 Tahun.
Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini sempat tidak
diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh Pemerintah

259
Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa
itu.
Akan tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan Kepailitan
peninggalan Belanda diberlakukan kembali. Pada tahun 1998 dimana
Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-
kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1
tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang
Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu isi atau substansi dari
PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu.
Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya
UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk
hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.
Perkembangan Substansi Hukum Terdapat sebahagian perubahan mengenai
substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan kepailitan
yang baru. Substansi tersebut antara lain:
1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya kepastian Frame Time
yaitu batas waktu dalam penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses
penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-undang tidak memberi
kepastian mengenai batas waktu. Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998
diatur sehingga dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan
masalah Frame Time.
2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator yang bernama
Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan.Para kalangan berpendapat kinerja
dari Balai Harta Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban
sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya Kurator Swasta.
3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala upaya hukum dalam
penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya dapat dilakukan Banding dan
Kasasi, kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi
sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut dikarenakan lamanya
waktu yang ditempu dalam penyelesaian kasus apabila Banding
diperbolehkan.

260
4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte Proccurure stelling
yang artinya yang dapat mengajukan kepailitan hanya Penasihat Hukum yang
telah mempunyai/memiliki izin praktek.
5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang dapat
mengjaukan permohonan kepailitan. Masa berlakunya Faillisements
Verordening.

Selanjutnya mengenai kepailitan diatur dalam Faillisements Verordening


(Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348).Peraturan kepailitan ini sebenarnya hanya
berlaku bagi golongan Eropah, golongan Cina, dan golongan Timur Asing
(Stb.1924-556).
1. Wet Book Van Koophandel atau WvK buku ketiga yang berjudul Van de
voorzieningen in geval van onvormogen van kooplieden atau peraturan
tentang ketidakmampuan pedagang. Peraturan ini adalah peraturan kepailitan
untuk pedagang.
2. Reglement op de Rechtvoordering (RV) Stb 1847-52 jo 1849-63, buku
ketiga bab ketujuh dengan judul Van de staat van kenneljk onvermogen atau
tentang keadaan nyata-nyata tidak mampu.

Peraturan ini adalah Peraturan Kepailitan bagi orang-orang bukan pedagang.


Akan tetapi ternyata dalam pelaksanaanya, kedua aturan tersebut justru
menimbulkan banyak kesulitan antara lain adalah:
1. Banyaknya formalitas sehingga sulit dalam pelaksanaannya,
2. Biaya tinggi.
3. Pengaruh kreditur terlalu sedikit terhadap jalannya kepailitan.
4. Perlu waktu yang cukup lama.

Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang sederhana dan tidak perlu
banyak biaya, maka lahirlah Faillisements Verordening (Stb. 1905-217) untuk
menggantikan 2 (dua) Peraturan Kepailitan tersebut. Masa berlakunya
Faillisements Verordening .Selanjutnya mengenai kepailitan diatur dalam
Faillisements Verordening (Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348).Peraturan
kepailitan ini sebenarnya hanya berlaku bagi golongan Eropah, golongan
Cina, dan golongan Timur Asing (Stb.1924-556).kesulitan yang sangat besar

261
terhadap perekonomian Nasional terutama kemampuan dunia usaha dalam
mengembangkan usahanya. Terlebih lagi dalam rangka untuk memenuhi
kewajiban pembayaran mereka pada para kreditur. Keadaan ini pada
gilirannya telah melahirkan akibat yang berantai dan apabila tidak segera
diselesaikan akan menimbulkan dampak yang lebih luas lagi.
Penyelesaian masalah utang haruslah dilakukan secara cepat dan efektif.
Selama ini masalah kepailitan dan penundaan kewajiban diatur dalam
Faillisements Verordening Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348. Secara umum
prosedur yang diatur dalam Faillisements Verordeningmasih baik.Namum
sementara seiring dengan berjalannya waktu, kehidupan perekonomian
berlangsung pesat maka wajarlah bahkan sudah semakin mendesak untuk
menyediakan sarana hukum yang memadai yakni yang cepat, adil, terbuka
dan efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang besar
penyelesaiannya terhadap kehidupan perekonomian Nasional. Kemudian
dilaksanakanlah penyempurnaan atas peraturan kepailitan atau Faillisements
Verordening melalui Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU tentang
kepailitan pada tanggal 22 April 1998 Perpu ini diubah menjadi UU No. 4
Tahun 1998 yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 19
September 1998 yang tertuang dalam Lembaran Negara (LNRI) tahun 1998
No. 135.31.
Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pada 18 Oktober 2004
UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan disahkannya UU No.37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No.37
Tahun 2004 ini mempunyai cakupan yang luas karena adanya perkembangan
dan kebutuhan hukum dalam masyarakat untuk menyelesaikan utang piutang
secara adil, cepat, terbuka dan efektif.
Adapun pokok materi baru dalam UU Kepailitan ini antara lain:
1. Agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU ini pengertian
utang diberikan batasan secara tegas. Demikian juga pengertian jatuh waktu.
2. Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan pernyataan pailit dan
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya
pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan
pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.

262
6. Akibat Hukum dari Keputusan pailit
Zainal Asikin, menguraikan beberapa akibat hukum dari putusan pailit. Hal
yang utama adalah dengan telah dijatuhkannyaputusan kepailitan, si debitur
(si pailit) kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas
harta bendanya.Pengurusan dan penguasaan harta benda tersebut beralih ke
tangan curator/Balai Harta Peninggalan.
Namun, tidak semua harta bendanya akan beralih penguasaan dan
pengurusannya ke curator/ Balai Harta Peninggalan. Dikecualikan dari hal ini
(kepalitan) adalah:
a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan
keluarganya, dan bahkan makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan
keluarganya.
b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunggu, dan uang tunjangan,
sejauh yang dientukan oleh Hakim Pengawas
c. Uang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya member
nafkah. (pasal 22 UU No. 37 tahun 2004)

Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum


apabila dengan perbuatan hukum tersebut akan menambah harta
kekayaannya.
Apabila ternyata di kemudian hari, perbuatan hukum itu merugikan kekayaan
pailit, curator/ Balai Harta Peninggalan dapat mengumukakan pembatalan
perbuatan hukum tersebut. Pasal 36 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan
sebagai berikut:
a. Dalam hal pada saat penyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal
balik yang belum atau sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian
dengan debitur dapat meminta kepada curator untuk memeberikan kepastian
tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang
disepakati oleh curator dan pihak tersebut.
b. Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara pihak tersebut dengan
curator mengenai jangka waktu di atas, Hakim Pengawas yang akan
menetapkan jangka waktu tersebut.

263
c. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan curator menyatakan
kesanggupannya, curator wajib memberikan jaminan atas kesanggupannya
untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Sebaliknya, jika curator tidak
memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian,
maka perjanjian tersebut dinyatakan berakhir dan pihak yang
bersangkutandapat menuntut ganti rugi dan akan diberlakukan sebagai
kreditor konkuren.
d. Apabila dalam perjanjian sebagaimana dimaksudkan di atas, telah
diperjanjikan untuk menyerahkan benda dagangan yang biasa diperdagangkan
dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan benda
dagangan yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak
yang harus menyerahkan benda tersebut belum menyerahkannya setelah
putusan pailit dikeluarkan, perjanjian tersebut menjadi hapus, dan dalam hal
pihak lawan (yang mengadakan perjanjian) dirugikan karena penghapusan
perjanjian tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor
konkuren untuk mendapatkanganti rugi.
e. Dalam hal debitur telah menyewa suatu benda, baik curator maupun pihak
yang menyewakan barang/benda dapat menghentikan perjanjian sewa,
dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya
perjanjian sesuai dengan adat istiadat setempat dalam jangka waktu paling
singkat Sembilan puluh hari. Jika pembayaran uang sewa telah dilakukan,
pemberitahuan perjanjian sewa tidak bisa dilakukan sebelum habisnya jangka
waktu pembayaran sewa tersebut.Sejak diputuskannya keadaan pailit, uang
sewa dinyatakan sebagai boedel pailit.
f. Pekerja/buruh yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan
kerja, atau curator dapat menghentikan hubungan kerja dengan mengindahkan
perjanjian kerja dan peraturan yang berlaku, dengan pengertian bahwa
hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan memberitahukan paling
singkat 45 hari sebelumnya. Sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, upah
kerja/buruh yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit
dinyatakan sebagai utang boedel pailit.
g. Warisan dan hibah yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh
kurator tidak dapat diterima dengan izin Hakim Pengawas, kecuali apabila
menguntungkan harta pailit.

264
h. Pembayaran suatu utang yang sudah jatuh tempo hanya dapat dibatalkan
apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa
permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal
pembayaran utang tersebut merupakan akibat dari persengkokolan antara
debitor dengan kreditor dengan maksud menguntungkan kreditor tersebut
melebihi kreditor lainnya. Jika pembayaran yang sudah diterima oleh
pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk karena memang sudah jatuh
tempo, pembayaran tersebut tidak dapat diambil kembali.

Dengan demikian, apabila suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh


debitur dan perbuatan hukum tersebut dapat merugikan para kreditor serta
dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum pernyataan pailit
ditetapkan, sedangkan perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan
debitur, (kecuali dapat dibuktikan sebaliknya) debitur dan pihak dengan siapa
perbuatan itu dilakukan dianggap mengetahui/sepatutnya mengetahui bahwa
perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Perbuatan
hukum tersebut:
a. Merupakan perikatan dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban
pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan.
b. Merupakan pembayaran atas atau pemberian jaminan untuk utang yang
belum jatuh tempo dan belum dapat ditagih
c. Dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau terhadap:
· Anggota atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat
ketiga.
· Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam angaka 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila
pihak-pihak tersebut, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara
langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut paling kurang sebesar
50% dari modal disetor.
d. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau
terhadap:
· Anggota direksi atau pengurus debitur atau suami/istri atau anak angkat
atau keluarga sampai derajat ketiga, dari anggota direksi atau pengurus
tersebut.

265
· Perorangan baik sendiri atau bersama-sama dengan suami/istri atau anak
angkat/keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut, yang ikut
serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur
paling kurang sebesar 50 % dari modal disetor.
· Perorangan yang suami/istri atau anak angkat/keluarga sampai derajat
ketiga, yang ikut secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan
pada debitur paling kurang sebesar 50% dari modal disetor.
· Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum/dengan atau
terhadap badan hukum lainnya, apabila:
- Perorangan anggota direksi atau penghubung pengurus pada kedua badan
usaha tersebut adalah orang yang sama.
- Suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga merupakan
anggota direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya
- Perorangan anggota direksi atau pengurus, anggota badan pengawas pada
debitur, atau suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga, ikut
serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur
paling kurang sebesar 50% dari modal disetor.
- Debitur adalah anggota direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau
sebaliknya.
- Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama, baik bersama, atau
tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarga
sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam
kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50% dari modal disetor
e. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau
terhadap badan hukum lainnya dalam kelompok badan hukum di mana
debitur merupakan anggotanya.

Selain itu, hal yang terpenting sebagai akibat hukum dijatuhkannya putusan
kepailitan, adalah hal-hal yang berkaitan dengan sebagai berikut:
a. Penghibahan. Dalam hal ini ditentukan bahwa hibah yang dilakukan
debitur dapat dimintakan pembatalan apabila curator dapat membuktikan
bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan, debitur mengetahui atau patut
mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkankerugian bagi
kreditor (pasal 44 UU No. 37 Th 2004

266
b. Pembayaran utang yang belum dapat ditagih (belum jatuh tempo), atau
debitur melakukan perbuatan yang tidak wajiib, perbuatan itu dapat
dibatalkan demi keselamatan harta pailit. Hal tersebut harus dibuktikan
bahwa pada waktu dilakukannya perbuatan tersebut, baik debitur maupun
pihak ketiga mengetahui bahwa perbuatannya (debitur) itu akan merugikan
pihak kreditor (pasal 45 UU No. 37 Th 2004).

7. Berakhirnya Kepailitan
Suatu kepailitan dapatdikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai
berikut.
a. Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua
kreditor.Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil
keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang. Keputusan rencana
perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor oleh lebih dari
seperdua jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang
mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang konkuren
yang diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor
dan mewakili paling paling sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor
yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian,
dalam jangka waktu paling sedikit delapan hari setelah pemungutan suara
pertama diadakan, harus diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada
pemungutan suara kedua kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan
pada pemungutan suara pertama.
Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani
oleh Hakim Pengawas dan panitera pengganti.
Berita acara rapat tersebut harus memuat:
1. Isi perdamaian
2. Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
3. Suara yang dikeluarkan
4. Hasil pemungutan suara, dan
5. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)

267
Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan Cuma-Cuma berita
acara rapat yang disediakan paling lambat tujuh hari setelah tanggal
berakhirnya rapat di Kepaniteraan Pengadilan.
Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara perdamaian harus
dimohonkan pengesahan kepada pengadilan yang megeluarkan keputusan
kepailitan.Pengadilan harus mengeluarkan penetapan pengesahan paling
lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang pengesahan.
Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan apabila:
a. Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk
menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam
perdamaian
b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin, dan
c. Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau persengkongkolan dengan
satu atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur
dan tanpa menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk
mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat (2) UU No.37 Th 2004).
Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan perdamaian ditolak, baik
kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam
jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan dapat
mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana perdamaian sisahkan atau
dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan
diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:
a. Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan
suara
b. Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa
perdamaian tersebut dicapai berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal
159 ayat (2) UU No. 37 Th 2004

b. Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu
kejadian di mana harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka
umum, yang hasil penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai
dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akor.

268
Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa
curator/Balai Harta Peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut
pemberesan harta pailit,yaitu:
1. Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan
terhadap piutang-piutang si pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di
mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan
sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Komisaris
2. Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang
menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim
Komisaris
3. Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan
dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang
disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut
4. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau
diuangkan itu.
5. Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah
menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan
berakhir. Debitur kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi
berada di bawah pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan

B. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan alternatif
penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini adalah suatu periode
waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan
niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitor
diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-
utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap
seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi
utangnya tersebut. Dengan demikian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) merupakan semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium.
Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU Pasal 222 ayat (2) dikatakan : “Debitor yang tidak dapat atau
memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh

269
waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran
utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi
tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor”.
Tata cara mengajukan permohonan PKPU diatur dalam Undang-Undang
Nomro 37 Tahun 2004. Prosesnya secara yuridis sebagai berikut :
1. Permohoann PKPU ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum debitor.Permohonan
tersebut ditandatangani oleh debitor dan advokatnya, permohonan ini pula
dilampiri dengan rencana perdamaian.Menurut Munir Fuady dalam bukunya
Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, lampiran rencana perdamain ini sangatlah
penting dalam PKPU karena tujuan utama dari PKPU ialah agar para pihak dapat
mencapai perdamain. Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang harus disertai daftar yang memuat sifat,
jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya. Dalam hal
pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil Debitor melalui juru sita
dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang

2. Surat permohonan berikut lampirannya, bila ada, harus disediakan di


Kepaniteraan Pengadilan, agar dapat dilihat oleh setiap orang dengan cuma-
cuma. Isi dan sistematika surat permohonan PKPU paling tidak memuat sebagai
berikut :
a. Tempat dan tanggal permohonan
b. Alamat pengadilan Niaga yang berwenang
c. Identitas Pemohon dan advokatnya
d. Uraian tentang alasan permohonan PKPU
e. Permohonan :
– Mengabulkan permohonan pemohon
– menunjuk Hakim Pengawas dan Pengurus
f. Tanda tangan debitor dan advokatnya
Kelengkapan berkas yang harus disiapkan sebagai persyaratan
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang pada Pengadilan Niaga
meliputi :
a. Surat permohonan bermeterai yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Niaga;

270
b. Identitas diri debitur;
c.Permohonan harus ditandatangani oleh Debitur dan Penasehat
Hukumnya;
d. Surat kuasa khusus yang asli (penunjukkan kuasa pada orangnya bukan
kepada Law Firmnya);
e. Ijin Penasehat Hukum/Kartu Penasehat Hukum;
f. Nama dan tempat tinggal/kedudukan para Kreditur Konkuren disertai
jumlah tagihannya masing- masing pada Debitur;
g. Neraca pembukuan terakhir;
h. Rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau
sebagian utang kepada Kreditur Konkuren (Jika ada).
Kelengkapan persyaratan tersebut diatas berlaku juga bagi permohonan
yang diajukan oleh :
a. Debitur perorangan;
b. Debitur perseroan terbatas ;
c. Debitur yayasan/asosiasi/perkongsian/partner.
Salinan dokumen-dokumen/surat-surat yang dibuat di luar negeri harus
disahkan oleh Kedutaan/ perwakilan Indonesia di negara tersebut dan
diterjemahkan oleh penerjemah resmi (disumpah); Dokumen (surat-surat) yang
berupa foto copy harus dilegalisir sesuai dengan aslinya oleh Pejabat yang
berwenang/Panitera Pengadilan; Surat permohonan serta dokumen-dokumen
dibuat rangkap sesuai dengan jumlah pihak ditambah 4 (empat) set untuk Majelis
Hakim dan arsip. Pada saat pendaftaran itu pula pemohon wajib membayar biaya
panjar. Pada permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, selain
memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam formulir kelengkapan persyaratan
permohonan (check-list); jika ada dilampiri dengan rencana perdamaian yang
meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur
konkuren;

3. Apabila permohonan PKPU dan kepailitan diperiksa pada saat yang


bersamaan, maka permohonan PKPU lah yang harus diputus terlebih dahulu.

4. Dalam hal permohonan diajukan oleh Debitor, Pengadilan dalam waktu


paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus

271
mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus
menunjuk seorang Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1
(satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor.
5. Dalam hal permohonan diajukan oleh Kreditor, Pengadilan dalam
waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat
permohonan, harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran
utang sementara dan harus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim pengadilan
serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor
mengurus harta Debitor.

6. Segera setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang


sementara diucapkan, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil Debitor dan
Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap
dalam sidang yang diselenggarakan paling lama pada hari ke-45 (empat puluh
lima) terhitung sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara
diucapkan. Dalam hal Debitor tidak hadir dalam sidang penundaan kewajiban
pembayaran utang sementara berakhir dan Pengadilan wajib menyatakan Debitor
Pailit dalam sidang yang sama.

e) Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan kewajiban


pembayaran utang sementara dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling
sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan
pengumuman tersebut juga harus memuat undangan untuk hadir pada
persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut tanggal,
tempat, dan waktu sidang tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat
pengurus. Apabila pada waktu penundaan kewajiban pembayaran utang
sementara diucapkan sudah diajukan rencana perdamaian oleh Debitor, hal ini
harus disebutkan dalam pengumuman tersebut, dan pengumuman tersebut harus
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari sebelum
tanggal sidang yang direncanakan. Penundaan kewajiban pembayaran utang
sementara berlaku sejak tanggal putusan penundaan kewajiban pembayaran utang
tersebut diucapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal sidang.

272
8. Pada hari sidang Pengadilan harus mendengar Debitor, Hakim
Pengawas, pengurus dan Kreditor yang hadir, wakilnya, atau kuasanya yang
ditunjuk berdasarkan surat kuasa. Dalam sidang itu setiap Kreditor berhak untuk
hadir walaupun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu.

9. Apabila rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan penundaan


kewajiban pembayaran utang sementara atau telah disampaikan oleh debitor
sebelum sidang dilangsungkan, maka pemungutan suara tentang rencana
perdamaian dilakukan, sepanjang belum ada putuan pengadilan yang menyatakan
bahwa PKPU tersebut berakhir. jika Kreditor belum dapat memberikan suara
mereka mengenai rencana perdamaian, atas permintaan Debitor, Kreditor harus
menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang
tetap dengan maksud untuk memungkinkan Debitor, pengurus, dan Kreditor
untuk mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau
sidang yang diadakan selanjutnya.

10. Bila PKPU tetap tetap tidak dapat ditetapkan oleh Pengadilan Niaga,
maka dalam jangka waktu 45 hari terhitung sejak putusan PKPU sementara
diucapkan, maka debitor demi hukum dinyatakan pailit.

11. Setelah dilakukan pemeriksaan, Majelis Hakim dapat mengabulkan


PKPU sementara menjadi PKPU tetap dengan syarat sebagai berikut :
a. disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang
haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui
dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan
b. disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya
dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan
atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
bagian dari seluruh tagihan Kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang
tersebut.

273
12. PKPU tetap hanya berlangsung selama 270 hari sejak putusan PKPU
sementara ditetapkan.

1. Akibat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


Dengan diucapkannya putusan PKPU, akibat hukum yang timbul terhadap
debitor ialah sekarang ia tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau
kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya tanpa persetujuan pengurus. Di
sini ia tetap memiliki hak untuk mengurus hartanya, hanya saja segala tindakan
yang dilakukan terhadap hartanya harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari
pengurus Apabila ternyata melanggar ketentuan ini ketentuan pengurus berhak
untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta
Debitor tidak dirugikan karena tindakan Debitor tersebut. Kewajiban Debitor
yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah
dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat dibebankan
kepada harta Debitor sejauh hal itu menguntungkan harta Debitor.Selama
penundaan kewajiban pembayaran utang berlangsung, terhadap Debitor tidak
dapat diajukan permohonan pailit.
Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, Debitor dapat
melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai
harta Debitor.Apabila dalam melakukan pinjaman itu perlu diberikan agunan,
Debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh pinjaman
tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.Pembebanan harta
Debitor dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan
atas kebendaan lainnya hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta Debitor
yang belum dijadikan jaminan utang.Apabila Debitor telah menikah dalam
persatuan harta, harta Debitor mencakup semua aktiva dan pasiva persatuan.
Akibat lain yang terjadi dengan putusan PKPU ini antara lain :
1. Jika debitur tersebut minta pailit, maka debitur tidak lagi dapat
mengajukan PKPU.
2. Debitur tidak dapat dipaksa membayar hutang-hutangnya, dan
pelaksanaan eksekusi harus ditangguhkan.

274
3. Eksekusi dan sitaan yang telah dimulai atas barang-barang, baik
yangtidak dibebani agunan maupun yang dibebani hak tanggungan, gadai, agunan
lainnya atau istimewa lainnya harus ditangguhkan
4. Sitaan berakhir dan diangkat
5. Perkara yang sedang berjalan ditangguhkan.
6. Debitur tidak boleh menjadi penggugat dan tergugat yang menyangkut
harta kekayaannya.
7. PKPU tidak berlaku bagi Kreditur Preferen
8. PKPU tidak berlaku utk biaya pendidikan,biaya pemeliharaan dan
pengawasan.
9. Hak retensi tetap berlaku.
10. Berlaku masa penangguhan 270 hari.
11. Bisa dilakukan kompensasi
12. Dapat dilakukan PHK.
13. Tidak ada Actio Paulina.
14. Perbuatan debitur tidak dapat dibatalkan oleh Kurator

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini tidak Penundaan kewajiban


pembayaran utang tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah dimulai
oleh Pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru. hakim dapat
menangguhkan putusan sampai berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran
utang bila gugatan pembayaran suatu piutang yang sudah diakui Debitor,
sedangkan penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu
putusan untuk melaksanakan hak terhadap pihak ketiga, setelah dicatatnya
pengakuan tersebut, Debitor tidak dapat menjadi penggugat atau tergugat dalam
perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya tanpa
persetujuan pengurus.

C. Kesimpulan
Kepailitan merupakan bentuk akibat dari bangkrutnya usaha para
pengusaha atau pedagang (debitor), maka dari itu semua aset-aset milik debitor
disita guna melakukan pembayaran utang-utangnya kepada kreditor.Pengertian
Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

275
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”) adalah Balai Harta
Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk
mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim
Pengawas.Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka syarat-syarat
yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
2. Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;
1. Adanya hutang
3. Minimal satu dari hutang dapat ditagih;
4. Adanya debitor;
5. Adanya kreditor;
6. Kreditor lebih dari satu;
7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang diebut dengan
“Pengadilan Niaga”,
8. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
9. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang
Kepailitan;
10. Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan
“dapat menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepda hakim tidak diberikan
ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.

Suatu kepailitan dapat dikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai
berikut.

a. Perdamaian, b.Insolvensi

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini tidak Penundaan kewajiban


pembayaran utang tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah dimulai oleh
Pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru. hakim dapat menangguhkan
putusan sampai berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran utang bila gugatan
pembayaran suatu piutang yang sudah diakui Debitor, sedangkan penggugat tidak
mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk melaksanakan hak
terhadap pihak ketiga, setelah dicatatnya pengakuan tersebut, Debitor tidak dapat
menjadi penggugat atau tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang
menyangkut harta kekayaannya tanpa persetujuan pengurus.

276
DAFTAR PUSTAKA

S. Sastrawidjaja, Man. 2010. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran


Utang. Bandung: P.T. ALUMNI.

Radjagukguk, Erman. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi,


Jurnal Hukum Vol.II No.6

Jono. 2013. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika.

Subekti dan Tjitrosudibio. 1993. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan undang-
undang Kepailitan. Jakarta: Pradnya Paramita.

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban


Pembayaran Utang

277
BAB X

ARBITRASE SEBAGAI PENYELESAIAN PERSELISIHAN


PERDAGANGAN

Oleh:
Muhamad Dadi Dwiono, Risky Ananda, Muhammad Eddy Kurniawan, Diah Ayu
Wulandari

A. Pengertian Arbitrase
Pengertian arbitrase dari para ahli :
Secara harfiah, perkataan arbitrase adalah berasal dari kata arbitrare (Latin) yang
berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Definisi
secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saat ini walaupun
pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.
Definisi menurut beberapa ahli :
1. Subekti
Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau
para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau
menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih.

2. H. Priyatna Abdurrasyid
Arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara
yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan
didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.

3. H.M.N. Purwosutjipto
Menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase yang diartikan sebagai suatu
peradilan perdamaian, di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka
tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh
hakim yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya
mengikat bagi keduabelah pihak.

278
4. Black’s Law Dictionary
Arbitrase sebagai a method of dispute resolution involving one or more neutral third
parties who are usually agreed to by the disputing parties and whose decision is
binding.

B. Sejarah/latar belakang Bani


1. Sejarah dan Dasar Pembentukan Arbitrase Internasional
Perkembangan sejarah arbitrase, sesungguhnya badan arbitrase telah lama
dipraktekkan. Menurut M. Domke, bangsa- bangsa telah menggunakan cara
penyelesaian sengketa melalui arbitrase sejak zaman Yunani kuno. Praktek ini
berlangsung pula pada zaman keemasan Romawi dan Yahudi (biblical times)
serta terus berkembang terutama di negara- negara dagang di Eropa, seperti
Inggris dan Belanda.
Arbitrase internasional, sejarah terbentuknya, bagi masing- masing negara
memiliki perbedaan yang terlihat dalam bentuk masing- masing jenis lembaga
arbitrase internasional itu sendiri.

2. Sejarah Arbitrase Syariah Indonesia


Rapat kerja nasional (rakernas) MUI tahun 1992, hartono marjono, SH, ditugasi
memeparkan makalahnya tentang arbitrase berdasarkan syariat islam yang
kemudian mendapat sambutan baik dari kalangan peserta dan kemudian
direkomendasikan untuk ditindak lanjuti oleh MUI.
Pada tanggal 22 April 1992 Dewan Pimpinan MUI mengundang para praktisi
hukum termasuk dari kalangan perguruan tinggi guna bertukar pikiran tentang
perlu tidaknya dibentuk arbitrase syariah.
Pada rapat selanjutnya tanggal 2 Mei 1992, diundang juga wakil dari bank
Muamalat Indonesia dan untuk selalnjutnya dibentuk tim kecil guna
mempersiapkan bahan-bahan kajian untuk ekmungkinannya membentuk badan
arbitrase Islam. Demikian selanjutnya dalam rakernas MUI 24-27 November
1992, juga diputuskan bahwa sehubungan dengan rencana pendirian lembaga
arbitrase muamalat, agar MUI segera merealisaikan.MUI dengan SK. No.Kep.

279
39/MUI/V/1992, tanggal Mei 1992, telah membentuk kelompok kerja
pembentukan arbitrase Hukum islam, yang terdiri dari nara sumber :
1. Prof. KH. Ali Yafie
2. Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML
3. H. Andi Lolo Tonang, SH
4. H. Hartono Mardjono, SH
5. Jimly Asshiddiqie, SH, MH
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) pada saat didirikan bernama
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).BAMUI didirikan pada tanggal
21 Oktober 1993 – berbadan hukum yayasan.Akte pendiriannya ditandatangani
oleh ketua MUI Bapak KH.Basri dan sekretaris Umum Bpk. HS
Prodjokusumo.BAMUI dibentuk oleh MUI berdasarkan rapat kerja nasional
(rakernas) MUI tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi
BASYARNAS diputuskan dalam rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama,
perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK. MUI No. Kep-
09/MUI/XII/2003 Tanggal 24 Desember 2003.

3. Badan Arbitrase Nasional Indonesia


Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) adalah sebuah badan yang
mempunyai hubungan erat dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia
(KADIN).Tujuannya memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam
sengketa-sengketa perdata yang timbul mengenai soal-soal perdagangan,
industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional maupum bersifat
internasional. Dalam melakukan tugasnya tersebut BANI adalah bebas
(otonom) dan tidak boleh dicampuri oleh sesuatu kekuasaan lain.
Badan Arbitrase Nasional Indonesia didirikan pada tanggal 3 Desember 11977
atas prakarsa KADIN sebagai sarana kepercayaanpara pengusaha indonesia
termasuk pengusaha perdagangan bagi kelancaran usahanya, untuk waktu yang
tidak ditentukan lamanya. Berkedudukan di Jakarta dan mempunyai cabang-
cabangnya di tempat lain di Indonesia yang dianggap perlu setelah diadakan
mufakat dengan kamar dagang dan industri (KADIN) indonesia.
Prakarsa KADIN dalam pendirian BANI karena memang diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1987 tentang kamar dagang dan industri yang

280
antara lain menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan pengusaha Indonesia.
Kamar dagang dan industri dapat melakukan antara lain jasa-jasa baik dalam
bentuk pemberian surat keterangan, penengahan, arbitrase dan rekomendas
mengenai usaha pengusaha Indonesia, termasuk legalisasi surat-surat yang
diperlukan bagi kelancaran usahanya.

a. Susunan BANI
Badan arbitrase nasional indonesia terdiri dari atas seorang ketua, seorang
wakil ketua, beberapa orang anggota tetap, beberapa orang anggota tidak
tetap dan sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris. Ketua,
Wakil Ketua, anggota , dan sekretariat tersebut diangkat dan
diberhentikan atas pengusulan Badan Arbitrase Nasional Indonesia oleh
KADIN indonesia. Untuk pertama kali mereka diangkat atas pengusulan
team inti pendiri BANI. Jangka waktu pemangkuan jabatan tersebut
adalah untuk waktu lima tahun, setelahmana mereka dapat diangkat
kembali. Ketua, Wakil ketua dan para anggota tetap merupakan pengurus
(board of managing directors) badan arbitrase nasional indonesia. Badan
Arbitrase Nasional Indonesia ( BANI ) adalah sebuah badan yang
mempunyai hubungan erat dengan KAMAR DAGANG dan INDUSTRI
(KADIN) INDONESIA. Tujuannya memberikan penyelesaian yang adil
dan cepat dalam sengketa-sengketa perdata yang timbul mengenai soal-
soal perdagangan, industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional
maupun yang bersifat Internasional. Dalam melakukan tugasnya tersebut
BANI adalah bebas (otonom) dan tidak boleh dicampuri oleh sesuatu
kekuasaan lain. Indonesia mulai memiliki pusat arbitrase nasional sejak
tahun 1977.Indonesia juga memiliki sebuah lembaga arbitrase yang
dipusatkan pada transaksi rencana perbankan dan keuangan Islam.
Lembaga ini dikenal sebagai BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia) yang didirikan pada tanggal 21 Oktober 1998 oleh Yayasan
BAMUI, sebagai sebuah mekanisme alternatif yang menyangkut
perselisihan komersial di Indonesia. Penyelesaian sengketa dengan
menggunakan arbitarase BANI jika sidang pertama pemohon tidak hadir,
tanpa adanya alasan yang sah, maka permohonan arbitrase akan
dinyatakan gugur. Hal ini sesuai dengan ketentuan HIR mengenai perkara

281
perdata. Namun jika termohon yang tidak datang pada sidang pertama
maka akan dipanggil sekali lagi untuk menghadap di muka sidang pada
waktu kemudian yang ditetapkan selambat-lambatnya empat belas hari
lagi sejak dikeluarkannya perintah tersebut. Jika termohon tidak datang
juga, maka pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya si termohon dan
tuntutan si pemohon akan dikabulkan, kecuali tuntutan itu oleh BANI
dianggap tidak berdasarkan hukum atau keadilan. Jadi ketentuan ini
sesuai dengan verstek dalam HIR.14 Ini berarti BANI termasuk ke dalam
arbitrase institusional yang bersifat nasional karena arbitrase ini
disediakan oleh organisasi tertentu dan sengaja didirikan untuk
menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian.Faktor kesengajaan
dan sifat permanen ini merupakan ciri pembeda dengan arbitrase ad
hoc.Selain itu arbitrase oleh BANI ini sudah ada sebelum sengketa timbul
yang berbeda dengan arbitrase ad hoc.Selain itu arbitrase oleh BANI ini
berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meskipun perselisihan yang
ditangani telah selesai dan ruang lingkup keberadaan dan yurisdiksinya
hanya meliputi kawasan negara yang bersangkutan.
Sedangkan alat bukti yang sah menurut BANI dapat dilihat pada pasal 14
peraturan prosedur BANI yaitu :
- Alat bukti keterangan para pihak dalam bentuk pengakuan,
- Alat bukti keterangan saksi
- Alat bukti keterangan ahli.
Pasal 14 BANI ini tidak menyebutkan alat bukti surat atau dokumen.
Namun secara implisit pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa “serta
mengajukan bukti-bukti yang oleh mereka dianggap perlu”, ini berarti
sesuai dengan praktek dan perundang-undangan di Indonesia adalah bukti
surat, persangka (vermoeden) dan alat bukti sumpah. Diharapkan dalam
alternatif penyelesaian sengketa dapat mendorong mewujudkan semakin
tingginya keadilan yang tercapai dalam bidang hukum khususnya hukum
yang berkompetensi ditangani dengan pengadilan ataupun penyelesaian
sengketa alternatif.

282
C. Ruang Lingkup Arbitrase
Arbitrase yang merupakan salah satu penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
di dasarkan oleh perjanjian arbitrase yang telah di sepakati oleh para pihak bila
mengalami suatu sengketa, sehingga perkara yang di tangani dengan menggunakan
penyelesaian arbitrase ini lebih cenderung bersifat privat maupun publik tetapi dalam
hal permasalahan yang berkaitan dengan pidana penyelesaian melalui arbitrase tidak
dapat dilakukan karena hal ini merupakan kewenangan absolut dari lembaga
peradilan. “Menurut Komar Kantaatmadja, arbitrase secara umum dapat dilakukan
dalam menyelesaikan sengketa publik maupun perdata, namun dalam
perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa
kontraktual (perdata).” 98[12] Sementara sengketa perdata dapat digolongkan
menjadi:
- Ouality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang
dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualitikasi teknis yang tinggi;
- Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana
halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau
aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak;
- Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question
of fact and law).
Dengan demikian penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini meliputi beda pendapat
dan sengketa di bidang perdaganganan, industri, keuangan, korporasi, asuransi,
lembaga keuangan, hak kekayaan intelektual, lisensi dan hak99[14] yang dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak, sehingga penyelesaian ini lebih cenderung di minati
oleh kalangan pengusaha pada khususnya karena cara ini lebih serasi dengan
kebutuhan dunia bisnis yang cenderung bergerak pada bidang perdata.

D. Syarat Arbitrase
Dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh para pihak dalam hal ini, dimana syarat ini merupakan hal yang paling

283
penting yang mana persetujuan di antara pihak di buat secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Setiap lembaga arbitrase, baik domestik maupun internasional dalam menyelesaikan
sengketa harus memiliki klausul yang telah disepakati dengan bentuk klausul
arbitrase. Di Indonesia sendiri menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa untuk menuangkan klausul arbitrase
dalam bentuk tertulis.
Penyelesaian sengketa secara arbitrase harus diperjanjikan (clausula arbitrase):
1. Factum de compromitendo, merupakan suatu ketentuan yang tercantum di dalam
perjanjian atau kontrak yang menyebutkan bahwa setiap perselisihan yang
timbul di kemudian hari sehubungan dengan perjanjian atau kontrak tersebut
akan diserahkan pada arbitrase untuk diputuskan.
2. Acta compromis, adalah suatu kesepakatan di antara para pihak yang telah
terlibat dalam suatu sengketa, untuk mengajukan sengketa mereka agar
diputuskan oleh arbitrase (pada umumnya arbitrase ad- hoc).100[15]
Sedangkan dalam lembaga arbitrase Indonesia seperti Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) menyarankan kepada para pihak yang ingin menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase perlu membuat suatu perjanjian yang isi perjanjiannya
sebagai berikut:
Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan
administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya
mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama
dan terakhir.”101[16]
Sementara Perjanjian/klausula arbitrase bersifat accessoir, tetapi tidak menjadi batal
karena batalnya perjanjian pokok. Tetapi tidak hanya itu saja penyelesaian sengketa
melalui arbitrase tidak dalam bentuk tertulis untuk suatu perjanjian, sehingga
klausul arbitrase pun dapat dilakukan secara lisan apabila perjanjian pokoknya
sudah diadakan secara lisan oleh para pihak dalam hal ini.102[17]

284
Perjanjian tertulis harus memuat sebagai berikut:
a. masalah yang dipersengketakan,
b. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak,
c. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau mejelis arbitrase,
d. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan,
e. nama lengkap sekretaris,
f. jangka waktu penyelesaian sengketa,
g. pernyataan kesediaan dari arbiter, dan
h. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala
biaya yang diperlukan bagi penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal-hal tersebut di atas batal demi
hukum.103[18]
Perjanjian untuk berarbitrase harus jelas dan tegas (unequivocal) serta tertulis.
Sementara klausula arbitrase mempunyai empat fungsi yang esensial, yakni:
a. untuk menghasilkan konsekuensi yang diperintahkan (mandatory
consequences) bagi para pihak;
b. untuk mencegah intervensi dari Pengadilan dalam menyelesaikan sengketa
para pihak (sekurang-kurangnya sebelum putusan dijatuhkan);
c. untuk memberdayakan arbiter dalam penyelesaian sengketa; dan
d. untuk menetapkan prosedur dalam menyelesaikan sengketa.

E. Syarat Arbiter
Seperti telah dijelaskan di atas penyelesaian sengketa melalui arbitrase di bantu oleh
arbiter atau wasit. Dimana setiap orang dapat dikatakan untuk menjadi seorang
arbiter asalkan telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-undang
tidak hanya itu saja menjadi seorang arbiter tidak harus berlatar belakang ahli hukum
tetapi ahli di tertentu seperti bidang minyak, lingkungan, perdagangan dan lain
sebagainya dapat menjadi arbiter, kecuali hakim, jaksa dan pejabat peradilan lainnya
dilarang untuk menjadi seorang arbiter.104[20]

285
Sehubungan dengan itu, siapa yang dapat bertindak sebagai arbiter di atur dalam Pasal
12 ayat 1 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa mengenai syarat pengangkatan arbiter harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a) Cakap melakukan tindakan hukum.
b) Berumur paling rendah 35 tahun.
c) Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat
kedua dengan salah satu pihak bersengketa.
d) Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase.
e) Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bindangnya paling sedikit 15
tahun.

Dari ketentuan tersebut di atas seorang arbiter atau wasit sebagai pihak yang merancang,
memimpin dan menyelesaikan suatu sengketa dengan cara arbitrase harus bersikap netral
atau tidak memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa. Selain itu pula syarat
yang telah di tentukan tersebut di atas dapat ditafsirkan memberikan keleluasaan kepada
pihak asing untuk menjadi arbiter guna menyelesaikan suatu sengketa.

F. Keuntungan dan kelemahan dalam menyelesaian sengketa melalui arbitrase.


Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang didasarkan
pada perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa. Tetapi dalam
penyelesaian sengeketa melalui arbitrase pasti memiliki keuntungan dan kelemahan
masing-masing dimana hal ini perlu diketahui oleh para pihak sebelum memilih
menyelesaikan suatu sengketa dengan jalan arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dinilai menguntungkan karena beberapa
alasan berikut ini:
1. Kecepatan dalam proses
Suatu persetujuan arbitrase harus menetapkan jangka waktu, yaitu beberapa lama
perselisihan atau sengketa yang diajukan pada arbitrase harus diputuskan.
Apabila para pihak tidak menentukan jangka waktu tertentu, jangka waktu
penyelesaian ditentukan oleh aturan-aturan arbitrase setempat yang dipilih.
2. Pemeriksaan ahli di bidangnya

286
Untuk memeriksa dan memutus perkara melalui arbitrase, para pihak diberi
kesempatan untuk memilih ahli yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan
sangat menguasai hal-hal yang disengketakan. Dengan demikian, pertimbangan-
pertimbangan yang diberikan dan putusan yang dijatuhkan dapat
dipertanggungjawabkan kualitasnya. Hal itu dimungkinkan karena selain ahli
hukum, di dalam badan arbitrase juga terdapat ahli-ahli lain dalam berbagai
bidang, misalnya ahli perbankan, ahli leasing, ahli pemborongan, ahli
pengangkutan udara, laut, dan lain-lain.
3. Sifat konfidensialitas
Sidang arbitrase selalu dilakukan dalam ruangan tertutup, dalam arti tidak
terbuka untuk umum, dan keputusan yang diucapkan dalam sidang tertutup
hampir tidak pernah dipublikasikan. Dengan demikian, penyelesaian melalui
arbitrase diharapkan dapat menjaga kerahasiaan para pihak yang bersengketa.
Arbitrase diangggap memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan cara
litigasi, oleh karena itu dalam praktek para pelaku bisnis dan dunia usaha ada
kecenderungan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Adapun beberapa keunggulannya antara lain :
a. Dijamin kerahasian sengketa para pihak karena proses pemeriksaan dan
putusannya tidak terbuka untuk umum sehingga kegiatan usaha atau bisnis
tidak terpengaruh sehingga krdibelitas pengusaha akan terjamin.
b. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan
administratif.
c. Para pihak dapat memilih arbiter menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai
masalah yang disengketakan, jujur dan adil sehingga tidak mesti arbiter yang
dipilih memiliki latar belakang hukum.
d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum yang akan digunakan untuk
menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan
arbitrase bahkan bebas menggunakan bahasa yang ingin digunakan dalam
persidangannya.
e. Putusan arbitrase merupakan putusan yang final dan mengikat (final and
binding) para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja
ataupun langsung dapat dilaksanakan.

287
Pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas, tidak semuanya benar, sebab di
negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat daripada proses
arbitrase105[24]. Di antara kelebihan arbitrase terhadap pengadilan adalah sifat
kerahasiaannya, karena keputusannya tidak dipublikasikan. Namun demikian,
penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi,
terutama untuk kontrak bisnis atau dagang yang bersifat internasional. Sifat rahasia
arbitrase dapat melindungi para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan atau
merugikan akibat penyingkapan informasi bisnis kepada umum. Meskipun
penyelesaian melalui arbitrase diyakini memiliki keunggulan-keunggulan
dibandingkan dengan jalur pengadilan, tetapi penyelesaian melalui Arbitrase juga
memiliki kelemahan-kelemahan.
1. Hanya untuk para pihak bona fide
Arbitrase hanya bermanfaat untuk para pihak atau pengusaha yang bona fide
(bonafid) atau jujur dan dapat dipercaya. Para pihak yang bonafid adalah mereka
yang memiliki kredibilitas dan integritas, artinya patuh terhadap kesepakatan, pihak
yang dikalahkan harus secara sukarela melaksanakan putusan arbitrase. Sebaiknya,
jika ia selalu mencari-cari peluang untuk menolak melaksanakan putusan arbitrase,
perkara melalui arbitrase justru akan memakan lebih banyak biaya, bahkan lebih
lama dari proses di pengadilan. Maka bagi masyarakat awam arbitrase belum dikenal
cukup luas dalam hal ini.
2. Keuntungan mutlak pada arbiter
Putusan arbitrase selalu tergantung pada kemampuan teknis arbiter untuk
memberikan putusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
Meskipun arbiter memiliki keahlian teknis yang tinggi, bukanlah hal yang mudah
bagi majelis arbitrase untuk memuaskan dan memenuhi kehendak para pihak yang
bersengketa. Pihak yang kalah akan mengatakan bahwa putusan arbitrase tidak adil,
demikian pula sebaliknya (pihak yang menang akan mengatakan putusan tersebut
adil).
3. Tidak ada presenden putusan terdahulu
Tidak ada legal precedence atau keterikatan terhadap putusan-putusan arbitrase
sebelumnya. Artinya, putusan-putusan arbitrase atas suatu sengketa terbuang tanpa

288
manfaat, meskipun di dalamnya mengandung argumentasi-argumentasi berbobot dari
para arbiter terkenal di bidangnya.
4. Masalah putusan arbitrase asing
Penyelesaian sengketa melelui arbitrase internasional memiliki hambatan
sehubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusannya. Karena biasanya pihak
yang kalah terkadang hartanya tidak mau dieksekusi sehingga menempuh jalur
hukum lain melalui pengadilan. Dimana lembaga arbitrase tidak memiliki daya paksa
untuk atau kewenangan dalam pelaksanaan eksekusi.

G. Proses dan prosedur pengurusan sengketa Bani


1. Tahap Persiapan atau permulaan
Tahap permulaan dengan mengajukan pendaftaran dan penyampaian permohonan
arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase (pihak pemohon) kepada
sekretaris Lembaga Arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Permohonan arbitrase ini pula harus membayar biaya pendaftaran dan biaya
administrasi yang telah ditentukan tarifnya oleh Badan Arbitrase Nasional
Indonesia. Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya
administrasi dilunasi. Yang harus dibayar lunas oleh kedua belah pihak (untuk
bagian yang sama). Bila salah satu berkeberatan membayar biaya administrasi,
maka pihak lawan harus melunasi keseluruhan biaya agar persidangan dapat
dimulai.
Tetapi dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase ada pihak ketiga yang di luar
perjanjian turut serta dalam berperkara maka pihak ini akan di perbolehkan hal ini
sesuai dengan amanat Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa maka pihak yang turut serta ini harus
menanggung segala biaya-biaya administrasi yang telah diwajibkan sehubungan
dengan keikutsertaannya tersebut.
Penyelesaian yang diharapkan dari para arbiter adalah adanya penyelesaian yang
dapat diterima oleh kedua belah pihak (win win solution). Untuk dapat mengambil
suatu putusan tersebut maka hal yang terpenting bagi arbiter adalah mengerti
sepenuhnya isi perjanjian yang menjadi dasar dari sengketa dan latar belakang dari
terjadinya sengketa dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Dalam mencari
penyelesaian tersebut, yang terpenting adalah pokok masalah sengketa atas

289
pelaksanaan perjanjian dan bukan masalah prosedural perjanjian atau
persengketaan. Agar pemeriksaan berjalan lancar dan menghasilkan putusan yang
adil, maka baik Pemohon maupun Termohon harus melakukan persiapan yang
baik, antara lain dengan membentuk Tim internal yang khusus menangani
masalah. Tim ini terdiri dari personalia yang terlibat dalam pelaksanaan perjanjian
dan mengetahui isi perjanjian serta mengetahui dengan jelas sebab dari timbulnya
sengketa. Tim ini dapat dibantu oleh penasehat hukum internal maupun eksternal
yang dapat membantu Tim berkaitan dengan masalah peraturan dan perundangan
yang menyangkut pelaksanaan perjanjian tersebut. Tim internal inilah yang harus
dapat memberikan suatu gambaran yang tepat mengenai permasalahan yang
dipersengketakan kehadapan arbiter. Selain harus menguasai seluruh aspek
perjanjian dan persengketaan yang terjadi Tim juga mencari dan memberikan
semua alat bukti yang dapat digunakan dan disampaikan kepada arbiter maupun
pada pihak lawannya. Tim internal ini juga dapat mengusulkan para pakar ataupun
saksi ahli dan mendapat kuasa untuk mewakili dalam persidangan dan bukan
hanya terbatas pada pimpinan perusahaan atau penasehat hukumnya.
Dalam menetapkan jumlah tuntutan dalam sengketa arbitrase, Pemohon perlu
mempertimbangkan bahwa atas dasar penyelesaian secara “win win solution”
maka jumlah tuntutan yang dikabulkan sering kali kurang dari yang diajukan.
Kemungkinan tidak tertutup bahwa jumlah putusan atas tuntutan dapat lebih kecil
dari pada biaya administrasi arbitrase. Karenanya di dalam mengajukan tuntutan
Pemohon perlu melakukan perhitungan secara cermat berkaitan dengan biaya
administrasi, antara lain memperhatikan jumlah tuntutan yang realistis yang dapat
kiranya diterima dalam putusan arbitrase, walaupun memang kewajiban
pembayaran biaya administrasi umumnya dibebankan bersama kepada kedua
belah pihak.
Tetapi lembaga Arbitrase akan membantu para pencari keadilan dan harus
berusaha keras mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mencapai
penyelesaian sengketa secara cepat, efektif dan tuntas sedangkan bila biaya yang
dikeluarkan ringan. Dimana dalam hal biaya ini bila melakukan penyelesaian
melalui pengadilan biaya yang dikeluarkan cukup mahal meliputi biaya perkara
atau administrasi, biaya untuk eksekusi dan biaya advokat bahkan penyelesaian
sengketa di pengadilan cenderung memakan waktu yang lama, prosedur yang
kaku dan formalistis sehingga hal ini akan tidak menguntungkan sekali bagi para

290
pihak yang bersengketa. Tidak hanya itu saja lembaga arbitrase seperti Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) setelah menerima pendaftaran dari pemohon
secara tertulis lalu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) akan membentuk
majelis arbitrase yang memeriksa dan memutus sengketa yang terjadi di antara
para pihak tetapi sebelum dan selama masa persidangan di Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) berlangsung para arbiter akan mengusahakan
perdamaian di antara para pihak.

2. Tahap Pemeriksaan
Walaupun dalam beberapa kasus para pihak mengajukan sengketa untuk
diputuskan/diselesaikan sepenuhnya berdasarkan fakta-fakta tertentu, tuntutan
tertulis dan dokumen-dokumen, namun pada umumnya suatu persidangan tetap
dilaksanakan yang dihadiri oleh arbiter atau majelis arbiter dan para pihak yang
bersangkutan, untuk memberikan kesempatan bagi para pihak untuk
menyampaikan segala informasi yang lengkap dan adil kepada para arbiter
mengenai aspek material dari permasalahan yang dipersengketakan. Persidangan
berlangsung di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dilakukan secara
tertutup untuk umum demi menjaga kerahasian dari para pihak yang bersengketa
dalam hal ini. Kerena penyelesaian melalui arbitrase hanya dihadiri para pihak
atau kuasa dari masing-masing dan arbiter dimana dinamika yang terjadi dalam
penyelesaian semacam ini tidak boleh disampaikan pada publik dengan kata lain
hal ini privat berbeda dengan Pengadilan Biasa dimana persidangannya dilakukan
secara terbuka untuk umum. Dengan telah dimulainya proses pemeriksaan setelah
dibentuknya Majelis Arbiter maka semua komunikasi antara para pihak dengan
arbiter harus dihentikan. Semua informasi baik dalam bentuk surat-menyurat
maupun dokumen atau alat bukti aslinya harus diserahkan kepada panitera sidang
disertai lima salinan masing-masing untuk para arbiter dan para pihak. Semua
informasi yang akan disampaikan secara lisan hanya dapat diterima apabila
didengar oleh para arbiter dan para pihak dalam sidang, harus terdapat
keterbukaan diantara semua pihak. Setiap penyimpangan atas prosedur arbitrase
termasuk namun tidak terbatas pada proses persidangan harus mendapat
persetujuan oleh para arbiter dan para pihak dalam suatu persidangan dan akan
dicatat dalam berita acara persidangan oleh Panitera. Dalam setiap persidangan

291
selalu dimungkinkan kepada para pihak untuk melakukan negosiasi di luar sidang
dan dapat diadakan setiap saat atas persetujuan para arbiter dan para pihak.
Kesempatan juga harus diberikan oleh para arbiter kepada para pihak untuk
melakukan mediasi. Mediasi dilakukan di luar persidangan arbitrase dan bukan
merupakan bagian dalam proses jalannya arbitrase.
Sasaran yang harus selalu menjadi pedoman bagi para pihak adalah tercapainya
suatu penyelesaian atas sengketa yang dapat diterima oleh kedua belah pihak
dengan mendapat bantuan dan arahan dari para arbiter dan putusan arbiter dapat
diterima oleh para pihak, sehingga hubungan dan/atau transaksi bisnis di antara
para pihak dapat berjalan kembali.
Para pihak harus berusaha agar dapat tercapainya suatu penyelesaian, demi
kebaikan bersama dan bukan demi kemenangan satu pihak. Cara pembatalan atas
putusan arbitrase bukanlah suatu cara yang dapat dijadikan sebagai alat untuk
menyatakan ketidaksetujuan.
Sehingga ketika para pihak sepakat untuk memulai proses dengan arbitrase
dengan menunjuk arbiter tunggal atau tiga orang arbiter tergantung kesepakatan,
yang mana para pihak berkehendak untuk mencapai suatu kesepakatan atas
sengeketanya. Arbitrase akan berjalan dengan kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Arbiter adalah seorang seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak
yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh
lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu
yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Tetapi arbiter dapat
mengambil suatu keputusan tentang mana yang salah dan mana yang
benar, kemudian mengintrusikan pada para pihak untuk menaati segala
keputusan yang diambil kemudian didaftarkan kepada Pengadilan Negeri
untuk pelaksanaan eksekusi.
b. Arbiter dapat memberikan nasehat atau pendapat hukum tentang kasus
beda pendapat yang terjadi diantara kedua belah pihak.
c. Para pihak dapat memilih arbiter yang memiliki keahlian pada bidang
yang disengketakan sehingga tidak keharusan arbiter harus berasal dari
ahli hukum.
d. Para pihak paham bahwa agar proses arbiter dapat berjalan dengan baik
maka di perlukan komunikasi yang terbuka dan jujur. Selanjutnya segala
bentuk komunikasi baik pertanyaan secara tertulis maupun lisan yang di

292
buat dalam proses arbitrase akan di perlukan serbagai informasi, yang
bersifat tertutup dan rahasia. Oleh sebab itu:
- Arbiter tidak akan membicarakan atau menyampaikan hal-hal yang telah
di sidangkan dalam proses arbitrase ke pihak lain.
- Para pihak sepakat untuk tidak meminta dengan alasan apapun catatan-
catatan arbiter atau bentuk-bentuk dokumentasi lainnya yang terkait
dengan arbitrase untuk di gunakan dalam proses hukum yang
berhubungan dengan kasus yang di tangani.
e. Para pihak yang mengikuti proses penyelesaian melalui arbitrase harus
melakukan beberapa hal:
- Melakukan proses arbitrase dengan itikat baik.
- Bersifat kooperatif dengan arbiter selama proses arbitrase berlangsung.
- Menghadiri persidangan arbitrase sesuai dengan tanggal dan tempat
yang telah di sepakati.
- Dalam hal penyelesaian sengketa melalui arbitrase salah satu pihak atau
kedua belah pihak tidak dapat mundur dalam proses yang sedang
berlangsung. Karena dalam penyelesaian menggunakan arbitrase para
pihak di nyatakan telah sepakat untuk menyelesaikan beda pendapat atau
sengketa.
- Arbiter dalam menangani suatu penyelesaian sengketa tidak di
perbolehkan menyatakan bahwa permasalahan yang di tangani tidak dapat
di selesaikan atau di hentikan tanpa adanya suatu putusan karena arbiter
harus dapat mengambil suatu putusan saat di temukan jalan buntu dalam
suatu permasalahan yang di tangani.
f. Dalam hal ini para pihak, tidak di benarkan dengan alasan apapun atau
dalam waktu apapun baik sebelum maupun sesudah penyelesaian
sengketa menggugat arbiter yang telah menangani kasus tersebut.

3. Tahap Pelaksanaan
Dengan didaftarkannya Putusan Arbitrase pada Panitera Pengadilan Negeri
sebagaimana yang ditetapkan dalam UU Arbitrase, maka putusan tersebut
mempunyai kekuatan eksekutorial. Pelaksanaan Putusan Arbitrase tidaklah perlu
menunggu eksekusi Pengadilan Negeri namun dapat dilakukan secara sukarela
oleh pihak yang bersangkutan. Putusan Arbitrase selayaknya diterima oleh

293
kedua pihak yang menyerahkan penyelesaian sengketa kepada para arbiter yang
mereka sendiri tunjuk dan percayai akan memberikan putusan yang adil atas
permasalahan dalam perjanjian yang mereka sendiri setujui untuk bekerja sama.
Terhadap Putusan Arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan. Pengajuan permohonan pembatalan menurut Pasal 70 Undang-
undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, oleh pihak yang tidak
puas atas putusan Majelis Arbitrase memiliki keterbatasan dalam alasan-alasan
yang dapat dipergunakan, yaitu apabila putusan mengandung adanya dokumen
diakui palsu atau dinyatakan palsu, diketemukannya dokumen yang bersifat
menentukan yang disembunyikan atau diambil dari hasil tipu muslihat. Namun
demikian, para pihak diharapkan kembali kepada maksud dibuatnya perjanjian
bahwa segala persengketaan akan diselesaikan untuk mencapai sesuatu
penyelesaian yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase adalah mengenai pokok permasalahan yang timbul
dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan diharapkan penyelesaiannya
dapat melanjutkan berlangsungnya perjanjian yang telah dibuat diantara para
pihak atau paling tidak dapat tetap melanjutkan hubungan kerja sama atau
transaksi antara para pihak di kemudian hari. Dari beberapa tahapan arbitrase di
atas, ternyata arbitrase mempunyai peran sebagai salah satu bentuk penyelesaian
suatu beda pendapat atau sengketa yang adil, bijaksana, memuaskan para pihak,
cepat, tuntas, efisien. Arbitrase adalah wadah untuk membangun solusi yang
didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan masing-masing pihak yang
bersengketa, yaitu membangun kepuasaan bersama dengan “win-win solution”
dan mendorong hubungan yang harmonis dan hubungan sosial yang lebih kuat.

H. Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa

Pengertian dari Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah suatu bentuk


penyelesaian sengketa selain pengadilan. Oleh karena itu APS sering pula disebut
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Salah satu lembaga yang

294
menyediakan APS adalah Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang
mengkhususkan diri pada sengketa perdata di bidang Pasar Modal.

Beberapa bentuk APS yang disediakan BAPMI adalah Pendapat Mengikat,


Mediasi, dan Arbitrase.

Pendapat Mengikat: pendapat yang diberikan oleh BAPMI untuk memberikan


penafsiran terhadap bagian perjanjian yang kurang jelas. Tujuan dari Pendapat
Mengikat adalah adanya penafsiran yang valid sehingga tidak ada lagi perbedaan
penafsiran di antara para pihak. Untuk meminta Pendapat Mengikat BAPMI, para
pihak harus mempunyai kesepakatan dan mengajukan permohonan secara tertulis,
bersedia terikat dan tunduk pada penafsiran dan pendapat yang diberikan oleh
BAPMI.

Mediasi: penyelesaian masalah melalui perundingan di antara para pihak yang


bersengketa dengan bantuan pihak ke-3 yang netral dan independen, yang disebut
Mediator, yang dipilih sendiri oleh para pihak. Mediator tidak dalam posisi dan
kewenangan memutus sengketa. Dia hanya fasilitator pertemuan guna membantu
masing-masing pihak memahami perspektif, posisi dan kepentingan pihak lain dan
bersama-sama mencari solusi yang bisa diterima. Lovenheim (1996: 1.4)
menambahkan “the goal is not truth finding or law imposing, but problem solving”.
Oleh karena itu Mediasi dianggap berhasil apabila para pihak dapat mencapai
perdamaian.

Untuk mengajukan sengketa ke Mediasi BAPMI, para pihak harus mempunyai


kesepakatan dan mengajukan permohonan secara tertulis, dan bersedia mematuhi
kesepakatan damai yang dicapainya. Arbitrase: penyelesaian sengketa dengan
menyerahkan kewenangan untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat
pertama dan terakhir kepada pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut
Arbiter.

Untuk mengajukan sengketa ke Arbitrase BAPMI, para pihak harus mempunyai


kesepakatan tertulis bahwa sengketa akan diselesaikan melalui Arbitrase (Perjanjian
Arbitrase), dan ada salah satu pihak yang bersengketa mengajukan surat permohonan
(tuntutan). Arbiter (berbentuk majelis atau tunggal) mempunyai tugas dan

295
kewenangan memeriksa dan memutus sengketa yang diajukan kepadanya. Putusan
Arbitrase bersifat final serta mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak (UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).
Arbitrase mirip dengan Pengadilan, dan Arbiter mirip dengan Hakim, tetapi ada
beberapa perbedaan mendasar:

(1) Pengadilan bersifat terbuka, Arbitrase bersifat tertutup; (2) mengajukan tuntutan
ke Pengadilan tidak membutuhkan persetujuan pihak lawan, tuntutan ke
Arbitrase harus didasari Perjanjian Arbitrase; (3) proses Pengadilan formal dan
kaku, Arbitrase lebih fleksibel; (4) Hakim pada umumnya generalist, Arbiter
dipilih atas dasar keahlian; (5) putusan Pengadilan masih bisa diajukan banding,
kasasi dan PK, putusan Arbitrase bersifat final dan mengikat; (6) Hakim
mengenal yurisprudensi, Arbiter tidak mengenal hal tersebut; (7) Hakim
cenderung memutus perkara atas dasar ketentuan hukum, Arbiter dapat pula
memutus atas dasar keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono).

Para pihak tidak perlu ragu memilih APS karena APS mendapatkan pengakuan
dalam sistem hukum Indonesia, antara lain: Keppres No. 34/1981 (ratifikasi atas
New York Convention); UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang tidak
menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara; dan
UU No. 30/1999 yang telah disebutkan.

Di samping itu, pengadilan dan Mahkamah Agung juga telah banyak memberikan
dukungan terhadap Arbitrase, baik dalam bentuk penguatan/pengakuan terhadap
Perjanjian Arbitrase, penegasan terhadap kompetensi absolut Arbitrase, dan juga
pelaksanaan putusan Arbitrase.

I. Kesimpulan
Penyerahan sengketa melalui jalur arbitrase dapat dilakukan apabila terdapat dua pihak
atau lebih yang bersengketa atas dasar perjanjian yang telah disepakati. Putusan dalam
arbitrase final dan mengikat antara pihak-pihak yang bersengketa sehingga hasil
putusannya tidak dapat dibanding ataupun dikasasi. Belakangan ini peneyelesaian
sengketa melalui jalur arbitrase kerap dilakukan oleh para pelaku usaha sebagai
alternative yang lebih dipilih ketimbang penyelesaian melalui jalur litigasi karena
mengutamakan win-win solution. Sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak.

296
Daftar Pustaka

Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegaakan
Keadilan, Jakarta: PT. Tatanusa, 2004
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006
Priyatna Abdurrasyid, dkk, Prospek Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2001
Ismail, Maqdir, Pengantar Praktek Arbitrase di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan
Australia,Jakarta,UniversitasAl-AzharIndonesia,2007

Peraturan Perundang-undangan:
Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Internet:
Anangga W. Roosdiono, Pemeriksaan Perkara dalam Arbitrase, http://www.bani-arb.org,
Internet Online,
Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia, http://www.wikipedia.com, Internet Online,
Sabtu,
Dodik Setiawan, Definisi Arbitrase, http://www.Google.Com, Internet Online,
Huala Adolf, Pendapat yang Mengikat dan Klausula Arbitrase, http://www.bani-arb.org,
Internet Online,
Suyud Margono, Kelemahan dalam Arbitrase, http://www.Google.Com, Internet Online,
Sutan Remy Sjahdeini, Membuat Konsep Klausula Arbitrase, http://www.bani-arb.org,
Internet Online,

http://mhunja.blogspot.com/2012/03/arbitrase-pengertian-keunggulan-dan.html

http://www.baniarbitration.org/ina/procedures.php

https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Arbitrase_Nasional_Indonesia

http://arifsuyo4.blogspot.com/2013/04/makalah-kelebihan-dan- kekurangan.html

297
http://fadlyknight.blogspot.com/2012/04/sejarah-arbitrase.html

https://sadarrukmana.wordpress.com/2009/06/19/makalah-arbitrase-syariah/

298

Anda mungkin juga menyukai