2015
0
KATA PENGANTAR
الر ْح َٰم ِن ه
الر ِح ِيم ِ بِ ْس ِم ه
اَّلل ه
Assalamu’alaikum wr. wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt., atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan dan
merapihkan buku ini sehingga dapat dibaca oleh kalangan mahasiswa/I ataupun dosen .
Buku ini merupakan kumpulan makalah dari kelompok pemakalah kelas Ilmu Hukum
3C. Penyusun menyadari bahwa didalam terciptanya dan rapihnya buku ini berkat
bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan dosen pembimbing yakni Bapak
Djawahir Hejazziey serta pihak-pihak lain yang telah membantu. dalam kesempatan ini
penyusun menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang membantu dalam pembuatan buku ini. Penyusunan buku ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang dan sebagai penambah wawasan bagi yang
membaca. Urgensi pokok dari adanya buku ini yakni untuk menambah ilmu pengetahuan
kepada kalangan mahasiswa/I mengenai seluk-beluk Hukum Dagang sampai pada
akarnya sehingga dapat melakukan praktek dalam hal perdagangan.
Penyusun menyadari bahwa dalam proses penyusunan buku ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penyusun telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
selesai dengan baik dan oleh karenanya, pemakalah dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca .
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...2
2
BAB I
Oleh :
Hukum dagang terdiri dari dua kata: hukum dan dagang. Hukum adalah aturan-
aturan atau batasan-batasan mengenai hak dan kewajiban dalam lingkungan sosial yang
bersifat memaksa.dagang atau perniagaan adalah suatu pekerjaan menukar benda
dengan benda yang lainnya dengan bermaksud mendapat keuntungan. Dagang atau
niaga adalah suatu pekerjaan dan usaha menukar suatu benda dengan benda lain
bermaksud mendapat keuntungan.
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam
lapangan perdagangan1
1. Ahmad ihsan
Hukum dagang merupakan pengaturan rmasalah perdagangan yang timbul
diakibatkan tingkah laku manusia dalam perdagangan.
2. Purwo sucipto
Hukum perikatan yang timbul dalam perusahaan.
3. CST. Kansil
3
Hukum perusahaan merupakan seperangkat aturan yang mengatur tingkah
manusia yang ikut andil dalam melakukan perdagangan dalam usaha pencapaian
laba.
4. Sunariyati Hartono
Hukum ekonomi keseluruhan keputusan yang mengatur kegiatan perekonomian.
5. Munir Fuadi
Segala perangkat aturan tata cara pelaksanaan kegiatan perdagangan, industry,
atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau kegiatan tukar menukar
barang.
6. Ridwan Halim
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur hubungan satu pihak dengan pihak
lain yang berkenaan dengan urusan dagang.
7. Andi Hamzah
Hukum dagang ialah keseluruhan hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas
perdagangan seperti yang diatur dalam WvK dan beberapa perundang-undangan
tambahan.
8. Fockema Andreae
Hukum dagang adalah keseluruhan hukum mengenai perusahaan lalu lintas
perdagangan, sejauh mana diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang dan
beberapa undang-undang tambahan.
9. Tirtaamijaya
Hukum dagang adalah suatu hukum sipil yang istimewa.
10. Van Kan
Hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata, yaitu suatu tambahan
yang mengatur hal-hal khusus.2
Dahulu sebelum tahun 1934 istilah dan pengertian pedagang serta perbuatan
perniagaan diatur dalam pasal 2-5 KUHD, namun hal itu telah dihapus melaui UU 2 juli
1934 (stb. Nomor 347 Tahun 1934) yang mulai berlaku 1 januari 1935, yang menentukan
bahwa seluruh tittle 1 buku I W.v.K hal tersebut dihapus dan digantikan dengan istilah
“perusahaan” dan “perbuatan perusaahaan”.Walaupun di dalam KUHD dipergunakan
2 Ibid., hal. 2
4
istilah “perusahaan”,namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran resmi
(penafsiran autentik). Sebab itu perlu dipahami maksud dari perusahaan itu.
Mengenai pengertian perusahaan ini dalam ilmu hukum dagang terdapat beberapa
pendapat, yang penting diantaranya ialah :
5
2. Pengertian perbuatan perdagangan dalam pasal 3 KUHD hanya meliputi
perbuatan membeli, sedangkan menjual adalah tujuan dari perbuatan membeli.
Sedangkan pada pasal 4 KUHD bahwa perbuatan menjual juga
3. termasuk dalam perbuatan perdagangan, misal; menjual wesel, jual beli kapal,
dsb.
6
8. Tentang asuransi seumumnya.
9. Tentang asuransi kebakaran, asuransi pertanian, dan jiwa. (pembahasan
lebih lanjut dalam subbab KUHD tersendiri).
Buku kedua, tentang hak dan kewajiban yang timbul dari pelayaran, yaitu:
Kitab Undang-Undang Hukum Sipil/ BW terbagi menjadi empat bagian yaitu sebagai
berikut.
7
Sumber dari hukum dagang atau hukum perdata di luar KUHD dan KUHS, yaitu
:
a) Kebiasaan, berdasarkan Pasal 1339 dan 1347 BW yang
berbunyi: Untuk apa yang sudah menjadi kebiasaan
(asumsi) dan hal yang sudah lazimnya harus dianggap
sebagai termasuk juga dalam suatu perjanjian.
b) Peraturan kepailitan (S. 1905-No. 217).
c) Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 6 Tahun 1982 – LN.
1982 No.15).
d) Peraturan Oktroi (S. 1911 –No. 136, S. 1922- No. 25).
e) Peraturan tentang pabrik dan merk dagang (S.1912 No.
545).
f) Peraturan tentang pertanggungan hasil bumi
(oogstverband) (S. 1886- No. 57).
g) Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi.
h) Ordonansi balik nama (Staatsblad 1834- No. 27).
8
3. Yurisprudensi
Putusan hakim terdahulu yang berkaitan dengan bisnis/perniagaan, tetapi hal ini
merupakan yang tidak memiliki kekuatan yang mengikat.
5. Doktrin
Merupakan sumber hukum yang berasal dari ajaran maupun pendapat para ahli hukum,
namun tidak memiliki kekuatan mengikat. Contoh: tentang status firma. 4
Berlandaskan pada asas konkordansi tentu sejarah hukum dagang di Indonesia ini
berkaitan dengan Romawi, Prancis, dan Neitherlands. Perkembangan hukum dagang
sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan di Eropa, sekitar pada tahun 1000-1500
terutama pada Negara dan kota-kota eropa pada saat itu di itali dan prancis selatan telah
lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, ngansaat) hukum romawi itu tidak
dapat menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagan di kota-kota tersebut, maka
dibuatlah hukum baru yang berdiri sendiri pada abad yang ke-16 dan ke-17.5
Hukum yang baru ini berlaku bagi golongan pedagang yang disebut dengan
hukum pedagang ( koopmansrecht) kemudian pada abad ke-16 dan ke-17 sebagian besar
kota diprancis mengadakan pengadilan-pengadilan yang istimewa khusus menyelesaikan
perkara-perkara dibidang perdagangan, Namun saat itu hukum ini belum merupakan
unifikasi . oleh karena itu, pada abad ke-17 diadakanlah kodifikasi dalam hukum dagang
yang di prancis. Menteri keuangan dari raja loulis XIV (1643-1715) yaitu Colber
membuat suatu peraturan yaitu ordonnance du commerce (1673).
Diatur pula tentang hukum laut pada tahun 1681 ordonnace de la marine. Pada
1807 di prancis dibawah kaisar napoleon dibuat dua kitab undang-undang yaitu kitab
undang-undang hukum perdata prancis ( code civilis des vernacais) dan kitab undang-
9
undang hukum dagang prancis ( code du commer).Disamping itu disusun pula kitab-
kitab lainnya yakni:
1. Code civil adalah yang mengatur hukum civil atau hukum perdata
2. Code penal ialah yang menentukan hukum pidana
Kedua buku itu dibawa dan berlaku di negri Belanda, dan akhirnya dibawa ke
Indonesia. Pada tanggal 1 januari 1809, code de Commerece(hukum dagang) berlaku di
negri Belanda yang pada waktu itu menjadi jajahannya
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dibagi dalam dua buku, yaitu; buku
pertama tentang dagang pada umumnya, dan buku kedua tentang hak-
dan kewajiban yang terbit dari pelayaran. Jika dicermati secara seksama,dalam
KUHD tidak ada definisi apa yang dimaksud dengan hukum dagang.
Setelah mereka kembali pada 1 Oktober 1938, Belanda berhasil mengubah Code
De Commerce menjadi Wetbook Van koophandel(WvK). Pada tahun1847 berlaku pula
di Indonesia atas dasar concordantie( persamaan) yang disebutKUHD .
Pada waktu itu, Wvk hanya berlaku hanya bagi orang Tionghoa dan orang asing
lainnya, sedangkan bagsa Indonesia tetap tunduk kepada hukum adat, kecuali atas
kehendak sendiri mereka tunduk pada Wvk..
Pada mulanya WvK terdiri atas tiga buku, kemudian menjadi dua buku setelah
peraturan kepailitan( pailisimen) tidak lagi diatur dalam WvK, tetapi diatur sendiri dalam
peraturan pemerintah tahun 1905 dan berlaku pada tanggal 1 november 1906.
Sejak peraturan baru itu diakan, tidak hanya seorang pedagang yang dapat
dijatuhkan pailit tetapi setiap orang.Sebelum tahun 1938, hukum dagang hanya mengikat
pedagang saja, dan pedangangsajalah yang dapt melakukan perbuatan dagang. Misalnya
menandatangi aksep wesel, atau mengadakan pailit. Namun, sejak tahun 1938
perusahaan dapat melakukan perbuatan dagang.dengan demikian, artinya menjadi lebih
luas maka Wvk berlaku bagi setiap pengusaha.
10
D. Hubungan Antara Hukum Dagang Dengan KUHPer
Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUH Per dan
KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang
menjadi sumber terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum terkenal peraturan-
peraturan sebagai yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antarnegara
baru mulai berkembang dalam abad pertengahan.
Pada beberapa negara lainnya, misalnya Amerika Serikat dan Swiss, tidaklah
terdapat suatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang terpisah dari KUH Per.
Dahulu memang peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan hanya
berlaku bagi orang-orang pedagang saja, misalnya hanyalah orang pedagang
diperbolehkan membuat surat wesel dan hanyalah orang pedagang dapat dinyatakan
pailit.
Akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga orang bukan
pedagang sebagaimana juga KUH Per berlaku bagi setiap orang termasuk juga seorang
pedagang. Malahan dapat dikatakan bahwa sumber yang terpenting dari Hukum Dagang
ialah KUH Per. Hal ini memang dinyatakan dalam Pasal 1 KUHD, yang berbunyi:
“KUH Per dapat juga berlaku dalam hal-hal yang diatur dalam KUHD sekadar KUHD
itu tidak khusus menyimpang dari KUH Per”.
Hal ini berarti bahwa untuk hal-hal yang diatur dalam KUHD sepanjang tidak
terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan
dalam KUH Per. Menurut Prof. Subekti, dengan demikian sudahlah diakui bahwa
kedudukan KUHD terhadap KUH Per adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum
6 Ibid., hal 30
11
umum. Dengan perkataan lain menurut Prof. Sudiman Kartohadiprojo, KUHD
merupakan suatu lex specialis terhadap KUH Per sebagai lex generalis, maka sebagai lex
specialis kalau andaikata dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai hal yang dapat
aturan pula dalam KUH Per, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku. Adapun
pendapat sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini antara lain sebagai
berikut:
a) Van Kan beranggapan bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum
Perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUH Per
memuat Hukum Perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat
penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit itu.
b) Van Apeldoorn menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari
lapangan hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUH Per.
c) Sukardono menyatakan, bahwa Pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara
Hukum Perdata Umum dengan Hukum Dagang … sekedar KUHD itu tidak
khusus menyimpang dari KUH Per”.
d) Tirtaamidjaja menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil
yang istimewa.
Dalam hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata ini dapat pula kita
bandingkan dengan sistem hukum yang bersangkutan di negara Swiss.Seperti juga di
tanah air kita, di negara Swiss juga berlaku dua buah kodifikasi, yang kedua-duanya
mengatur bersama hukum perdata.
2. Hukum dagang mengatur kegiatan privat sampai dengan hukum ekonomi lahir akibat
turut campurnya pemerintah dalam masalah perdagangan.
a) Sumber terpenting dari hukum dagang adalah BW, dan hal ini dapat dilihat dari
pasal 1 KUHD yang menerangkan :
“untuk hal-hal yang diatur dalam WvK sepanjang tidak ada peraturan khusus yang
berlainan, juga berlaku peraturan-peaturan dalam BW”
12
→ diakui sebagi hubungan hukum khususnya hukum umum (lex special derogat legi
generalis).
1. Bilamana KUHD (WvK) tidak mengatur, maka KUHPdt (BW) bisa diberlakukan.
2. Bilamana KUHD dan KUHPdt sama-sama tidak mengatur maka yang berlaku
KUHPdt.
E. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hukum
dagang terdapat peraturan-peraturan yang mengatur jelasnya suatu aktivitas
dagang yang tertulis dalam KUHD dan pelaku-pelaku dalam usaha dagang
masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang dimana harus dilaksanakan
demi kelancaran dalam berdagang. Hukum dagang adalah aturan-aturan atau
batasan-batasan mengenai hak dan kewajiban dalam lingkungan sosial yang
bersifat memaksa.nInti dari hukum dagang ini :
1. Pedagang
2. Perbuatan dagang
3. Perikatan dagang
7 Op.cit. hal. 92
13
DAFTAR PUSTAKA
14
BAB II
Oleh :
Subjek hukum merupakan pihak yang memiliki kewenangan terhadap segala hak
dan kewajiban yang diberikan oleh hukum untuk melakukan perbuatan hukum, baik di
dalam pengadilan maupun dalam pergaulan hukum di masyarakat. Di dalam pergaulan
hukum dikenal dua (2) subjek hukum, yaitu manusia dan badan hukum.8
Para ahli hukum pada umumnya memiliki pandangan yang sama bahwa subjek
hukum merupakan segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk
8
Dijan Widijowati, Hukum Dagang, (Purwakarta : Andi, 2012) hlm. 13
9 Ibid
10 Ibid
15
bertindak dalam hukum. Subjek hukum juga dapat diartikan sebagai orang yang
memiliki hak dan kewajibanyang mengakibatkan kewenangan hukum sebagai berikut:
Secara yuridis, subjek hukum dalam bidang ilmu hukum perdata secara umum
dapat dibagi menjadi dua jenis subjek hukum, yaitu manusia (naturlife persoon) dan
badan hukum (recht persoon) yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Manusia (natuurlife persoon), dalam arti manusia dalam arti biologis sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan kewenangan secara mandiri dalam
melakukan perbuatan hukum.
Berdasarkan hukum yang berlaku, setiap manusia dianggap sebagai subjek
hukum secara kodrati sejak manusia dilahirkan hingga manusia meninggal
dunia, meskipun terdapat beberapa manusia sebagai subjek hukum yang
“tidak cakap hukum” sehingga manusia yang dianggap oleh hukum “tidak
cakap hukum” harus dengan perwakilan dalam melakukan perbuatan hukum.
2. Badan hukum (recht persoon) dalam arti suatu badan yang terdiri dari
kumpulan orang yang diberi status “persoon” oleh hukum sehingga memiliki
hak dan kewajiban.
Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak
manusia, meskipun badan hukum memiliki perbedaan yang mendasar
dibandingkan dengan subjek hukum manusia, seperti badan hukum tidak
dapat melakukan perkawinan, badan hukum tidak dapat diberikan sanksi
penjara, dan badan hukum dapat dibubarkan.
16
B. Perusahaan dan Badan Usaha Sebagai Subjek Hukum Dagang
Dalam hukum dagang, yang menjadi pihak atau subjek yang melakukan kegiatan
perdagangan disebut sebagai “perusahaan” yang terdiri dari perseorangan (manusia) dan
badan usaha, baik badan usaha dengan status badan hukum maupun badan usaha dengan
status bukan badan hukum.
Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap
dan terus-menerus dengan tujuan memeroleh keuntungan atau laba, baik yang
diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum. Perusahaan juga dapat diartikan sebagai badan yang
menjalankan usaha, baik kegiatan usaha yang dilakukan oleh perseorangan maupun
kegiatan usaha yang dilakukan oleh badan usaha.
Molengraaf menjelaskan bahwa perusahaan merupakan keseluruhan perbuatan
yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar untuk memeroleh penghasilan
dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian
perdagangan.
Menteri Kehakiman Belanda menjelaskan bahwa perusahaan merupakan tindakan
ekonomi yang dilakukan secara terus-menerus, tidak terputus-putus, dan terang-terangan
untuk memeroleh laba rugi bagi dirinya sendiri. Hal ini selaras dengan pandangan
Molengraaf yang menjelaskan bahwa perusahaan harus memiliki unsur-unsur terus-
menerus atau tidak terputus-putus, secara terang-terangan karena berhubungan dengan
pihak ketiga, kualitas tertentu karena dalam lapangan perniagaan, menyerahkan barang-
barang, mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan dan harus bermaksud memeroleh
laba.
Berdasarkan Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang
Wajib Daftar Perusahaan, perusahaan diartikan sebagai “setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja
serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memeroleh
keuntungan dan atau laba”. “Bentuk usaha” yang dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan adalah organisasi perusahaan
atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis usaha yang diatur dan
diakui oleh undang-undang, baik bersifat perseorangan, persekutuan, atau badan hukum.
17
Kata “usaha” itu sendiri diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan sesuatu
guna mencapai tujuan yang diinginkan melalui suatu proses yang teratur dengan unsur-
unsur sebagai berikut.
1. Menjalankan usaha secara terus-menerus (ada kontinuitas).
2. Menjalankan usaha secara terang-terangan (dalam arti legal).
3. Memiliki tujuan utama untuk mencari keuntungan.
4. Memiliki sistem pembukuan dan membuat pembukuan.
5. Memiliki objek usaha.
6. Melakukan kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan kepentingan
umum dan undang-undang.
Menjalankan perusahaan berbeda dengan menjalankan pekerjaan karena
Dalam menjalankan pekerjaan tidak ditujukan untuk mencari laba dan dalam
menjalankan pekerjaan tidak dibebankan kewajiban untuk melakukan pembukuan.
Berdasarkan pengertian perusahaan yang telah dijelaskan, perusahaan memiliki
unsur-unsur pembentuk, diantaranya:
1. Kegiatan dilakukan secara terus-menerus.
2. Kegiatan dilakukan secara terang-terangan.
3. Kegiatan memiliki kualitas atau kedudukan tertentu.
4. Kegiatan ditujukan untuk mencari laba.
Salah satu contoh perusahaan ialah pedagang perantara. Pedagang perantara
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang hanyalah makelar dan komisioner, tetapi
di luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditemukan pedagang perantara dalam
bentuk pedagang keliling, pemegang prokurasi, pemegang afiliasi, agen, dan distributor,
yang lebih rinci yakni:
1. Makelar, dalam arti seorang pedagang perantara yang diangkat oleh pejabat
berwenang, yang menjalankan perusahaan dengan mendapatkan upah atau
provisi dan bertindak atas nama pemberi amanat atau prinsipal, seperti yang
tercantum dalam Pasal 62 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sehingga
akibat hukum yang ditimbulkan, yaitu:
a. Diantara prinsipal dan pihak ketiga (bukan makelar) dapat saling
menuntut untuk saling memenuhi prestasi karena terjadi kesepakatan
langsung, begitu juga diantara prinsipal dan makelar.
18
b. Apabila makelar tidak diangkat oleh pejabat yang berwenang, maka yang
berlaku hanya ketentuan pemberian kuasa, seperti yang tercantum dalam
pasal 1792 KUH Perdata.
2. Komisioner, dalam arti orang yang menjalankan perusahaan dengan
mendapatkan provisi dan bertindak atas nama dirinya sendiri untuk
menjalankan amanat orang lain seperti yang tercantum dalam pasal 76
KUHD sehingga komisioner memiliki akibat hukum:
a. Diantara prinsipal atau komiten dan pihak ketiga (bukan komisioner)
tidak dapat saling menuntut dalam pemenuhan prestasi karena tidak
terjadi kesepakatan langsung (Pasal 1340 KUH Perdata) tetapi diantara
prinsipal dan komisioner dapat saling menuntut prestasi.
b. Apabila komisioner bertindak atas nama prinsipal, maka hubungan
hukum yang terjadi merupakan hubungan pemberian kuasa, seperti yang
tercantum dalam pasal 79 KUHD.
3. Pengurus filial (afiliasi), dalam arti pemegang kuasa yang mewakili
pengusaha menjalankan perusahaan dengan mengelola satu cabang
perusahaan yang meliputi daerah tertentu yang berfungsi untuk memimpin
cabang yang mewakili pengusaha mengelola cabang perusahaan seperti yang
tercantum dalam Pasal 1792 dan Pasal 1601 KUH Perdata.
4. Agen perusahaan, dalam arti orang yang mewakili pengusaha untuk
mengadakan dan melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama
pengusaha serta memiliki hubungan tetap dan koordinatif dengan pengusaha.
5. Distributor, dalam arti orang yang mewakili pengusaha untuk mengadakan
dan melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama dirinya serta
memiliki hubungan tetap dan koordinatif dengan pengusaha. Distributor
memiliki persamaan degan komisioner, sedangkan agen memiliki persamaan
dengan makelar
6. Pemegang kopurasi, dalam arti pemegang kuasa dan pengusaha untuk
mengelola sebagian besar bidang tertentu dari perusahaan yang berfungsi
untuk mengelola bagian besar atau bagian tertentu dari perusahaan sehingga
memiliki hubungan ketenagakerjaan yang bersifat subkoordinatif dengan
perusahaan seperti yang tercantum dalam Pasal 1792 dan Pasal 1601 KUH
Perdata.
19
7. Pedagang keliling, dalam arti pembantu pengusaha yang bekerja keliling di
luar toko atau kantor untuk memajukan perusahaan dengan mempromosikan
barang dagangan atau membuat perjanjian antara pengusaha dan pihak ketiga
(calon pelanggan) yang berfungsi untuk mewakili pengusaha memajukan
perusahaan dengan kerja keliling di luar toko atau kantor sehingga memiliki
hubunganhukum ketenagakerjaan yang bersifat subkoordinatif seperti dalam
Pasal 1792 KUH Perdata.
Khusus untuk perusahaan yang dijalankan oleh lebih dari satu orang
perkumpulan yang disebut sebagai badan usaha, maka secara khusus badan usaha
diartikan sebagai organisasi usaha yang didirikan oleh lebih dari satu individu
melaksanakan tujuan usaha untuk meraih keuntungan. Badan usaha juga diartikan
sebagai kumpulan yang terdiri dari beberapa orang dan memiliki unsur-unsur khusus
yang selalu melekat pada badan usaha, baik badan usaha dengan status badan hukum
maupun status badan bukan hukum. Unsur-unsur badan usaha yang dimaksud dijelaskan
sebagai berikut:
1. Badan usaha memiliki unsur kepentingan bersama.
2. Badan usaha memiliki unsur kehendak bersama.
3. Badan usaha memiliki unsur tujuan.
4. Badan usaha memiliki unsur kerja sama yang jelas.
Badan usaha merupakan perusahaan yang didirikan dua orang atau lebih dengan
penyatuan modal untuk mencapai tujuan tertentu yang memiliki unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Badan usaha memiliki kepentingan yang sama diantara pendiri
perusahaan.
2. Badan usaha memiliki kehendak yang sama diantara pendiri
perusahaan.
3. Badan usaha memiliki tujuan yang sama diantara pendiri perusahaan.
Keberadaan badan usaha di Indonesia digolongkan menjadi dua jenis, yaitu badan
usaha dengan status badan hukum dan badan usaha dengan status bukan badan hukum.
Penggolongan badan usaha didasarkan atas bentuk tanggung jawab yang melekat pada
pendiri perusahaan dan para pengurus perusahaan.
Badan usaha dengan status bukan badan hukum memiliki tanggung jawab yang
tidak terbatas terhadap harta kekayaan pribadi para pendiri badan usaha dan pengurus
badan usaha sehingga harta kekayaan pribadi sebagai harta kekayaan di luar badan usaha
20
dibebankan segala bentuk tagihan utang piutang yang sebenarnya ditujukan kepada
badan usaha.
Badan usaha dengan status badan hukum memiliki tanggung jawab yang terbatas
terhadap harta kekayaan pribadi para pendiri badan usaha atau para pengurus badan
usaha sehingga harta kekayaan yang dibebankan atas utang piutang badan usaha hanya
terbatas pada harta kekayaan yang dimiliki oleh badan usaha dan tidak dapat
membebankan kepada harta kekayaan pribadi para pendiri badan usaha atau pengurus
badan usaha.
Beberapa bentuk badan usaha dalam pandangan hukum dagang yang berlaku di
Indonesia adalah:
1. Badan usaha dengan status bukan badan hukum meliputi prusahaan dagang,
persekutuan perdata, persekutuan firma, dan persekutuan komanditer.
2. Badan usaha dengan status badan hukum meliputi perseroan terbatas,
yayasan, dan koperasi.
Keberadaan badan usaha persekutuan perdata, persekutuan firma, dan
persekutuan komanditer didasarkan pada ketentuan dalam KUHD dan KUH Perdata,
keberadaan badan usaha dalam bentuk perseroan terbatas didasarkan atas ketentuan yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
keberadaan badan usaha dalam bentuk yayasan tercantum dalam Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2001 Jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan dan
keberadaan badan usaha dalam bentuk koperasi didasarkan atas ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang perkoperasian.
Dalam hukum dagang, setiap perusahaan memiliki kewajiban melakukan
pencatatan kekayaan dan harta benda dari perusahaan yang tiap enam bulan harus
membuat neraca keuangan. Setiap perusahaan harus menyimpan semua pembukuan
untuk jangka waktu selama tiga puluh tahun berikut surat-surat tembusan serta catatan
selama sepuluh tahun sehingga dengan adanya pembukuan seseorang pengusaha
mempunyai bukti terhadap peristiwa hukum dan hakim memiliki hak menggunakan buku
itu sebagai bukti untuk kepentingan manapun.
Pasal 6 hingga Pasal 12 KUHD telah mengatur mengenai pembukuan dalam
kegiatan perdagangan yang memiliki fungsi pembukuan sebagai berikut.
1. Fungsi yuridis, yaitu pembukuan dapat dijadikan sebagai alat bukti
pengadilan.
21
2. Fungsi ekonomis, yaitu pembukuan dapat digunakan untuk mengetahui laba
atau rugi perusahaan.
3. Fungsi administrasi, yaitu pembukuan dapat digunakan untuk memperlancar
proses administrasi perusahaan.
4. Fungsi fiskal, yaitu pembukuan dapat dijadikan dasar acuan bagi pengenaan
pajak.
Pembukuan perusahaan dalam hukum dagang merupakan hal yang sangat penting
karena pembukuan perusahaan dapat dijadikan sebagai pencatat kekayaan, kewajiban,
modal, dan segala sesuatu menyangkut laporan keuangan perusahaan. Selain itu,
pembukuan perusahaan juga dapatmemberikan informasi yang jelas kepada perusahaan
dalam mengetahui neraca laba rugi, tingkat ketercapaian maupun dalam mengetahui
kebijakan yang akan atau telah diambil, mempermudah urusan tertib administrasi
perusahaan serta pembukuan perusahaan dapat dijadikan sebagai dasar pemenuhan
kewajiban dalam pembayaran pajak pada negara.
Perlu diketahui bahwa dokumen perusahaan adalah data, catatan, atau keterangan
yang dibuat oleh perusahaan atau diterima perusahaan, baik yang tertulis maupun
terekam dalam bentuk apa pun, yang terdiri dari neraca laporan, laporan laba rugi,
laporan perubahan modal dan laporan harga pokok produksi dan laporan itu sendiri,
dapat diartikan sebagai:
1. Neraca merupakan daftar yang berisikan semua harta kekayaan, utang-utang,
dan saldo.
2. Laporan perubahan modal adalah ikhtisar perubahan modal yang terjadi
selama periode satu tahun.
22
Dalam arti lain badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang
diberi status “persoon” oleh hukum sehingga memiliki hak dan kewajiban11 .
Secara istilah badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan (arah
yang ingin dicapai) tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban12 . Hal ini selaras
dengan pandangan Sri Soedewi Masjchoen yang menjelaskan bahwa badan hukum
adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu
badan yang berwujud himpunan dan badan yang memiliki harta kekayaan sendiri untuk
tujuan tertentu13 .
Lebih lanjut, badan hukum menurut pandangan para ahli hukum lainnya dapat diartikan
sebagai berikut.
a) Menurut Von Savigny, C.W. Opzoomer, A.N. Houwing dan Langemeyer,
Pengertian Badan Hukum adalah buatan hukum yang diciptakan sebagai bayangan
manusia yang ditetapkan oleh hukum negara.
b) Menurut Holder dan Binder, Pengertian Badan Hukum adalah badan yang
mempunyai harta terpisah dan dimiliki oleh pengurus harta tersebut karena jabatannya
sebagai pengurus harta.
c) Menurut A. Brinz dan F.J. Van der Heyden, Pengertian Badan Hukum ialah
badan yang mempunyai hak atas kekayaan tertentu yang tidak dimiliki oleh subjek
manusia mana pun yang dibentuk untuk tujuan melayani kepentingan tertentu. Adanya
tujuan
e) Menurut Otto Von Gierke, Pengertian Badan Hukum adalah eksistensi realitas
mereka dari konstruksi yuridis seolah-olah sebagai manusia yang sesungguhnya dalam
lalu lintas hukum, yang juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk
melalui alat-alat kelengkapannya yaitu pengurus dan anggotanya. Apa yang mereka
putuskan dianggap sebagai kemauan badan hukum itu sendiri.
11 DR. Rr. Dijan Wwidijowati, SH. M.H. hukum dagang(purwakarta: ANDI, 2012) hal 14.
12 Salim HS, pengantar hukum perdata tertulis (BW) (cetakan ke -5), sinar grafika, Jakarta, 2008, hal.26
13 Ibid.
23
f) Pengertian Badan Hukum menurut Molengraf pada hakikatnya merupakan hak
dan kewajiban dari para anggotanya secara bersama-sama, di dalamnya terdapat harta
kekayaan bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi
pemilik sebagai pribadi untuk masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak
dapat dibagi-bagi itu, tetapi juga sebagi pemilik bersama untuk keseluruhan harta
kekayaan, sehingga setiap pribadi anggota merupakan pemilik harta kekayaan yang
terorganisasikan dalam badan hukum tersebut.
g) Menurut Chidir Ali, badan hukum dapat diartikan berdasarkan dua (2)
pandangan, yaitu berdasarkan pandangan teori hukum dan berdasarkan pandangan
persoalan hukum positif yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut14 .
1. Berdasarkan teori hukum, badan hukum dapat diartikan sebagai subjek hukum
yang merupakan segala sesuatu berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat itu oleh
hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2. Berdasarkan hukum positif, badan hukum dapat diartikan sebagi siapa saja yang
oleh hukum positif diakui sebagi badan hukum.
3. Dapat disimpulkan bahwa badan hukum merupakan sekumpulan orang atau
badan –badan yang mendirikan suatu struktur keorganisasian dengan hak dan kewajiban
hukum yang terpisah antara orang-orang atau badan-badan yang mendirikan dan
menjalankan organisiasi tersebut.
4. Sebuah badan, perkumpulan, atau suatu perikatan hukum dapat dikatakan sebagai
badan hukum, apabila memiliki persyaratan-persyaratan sebagai badan hukum, seperti
memiliki organisasi yang merupakan satu-kesatuan tersendiri, memiliki kepribadian
sebagai badan hukum, memiliki tujuan tersendiri, dan memiliki harta kekayaan sendiri.
Persyaratan-persyaratan badan, perkumpulan, atau suatu perikatan hukum supaya dapat
diartikan sebagai badan hukum lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Memiliki harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subjek hukum yang lain.
b. Memiliki tujuan ideal tertentu yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
c. Memiliki kepentingan sendiri dalam lalu-lintas hukum.
24
d. Memiliki organisasi kepengurusan yang besifat teratur berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan peraturan internalnya sendiri.
e. Terdafatar sebagai badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
H.M.N purwosutipjo menjelaskan bahwa suatu badan dapat dikategorikan sebagai badan
hukum, apabila memenuhi persyaratan material dan persyaratan formal sebagai berikut:
1. Persyaratan material badan hukum yang meliputi:
a. adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan
kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan itu.
b. adanya kepentingan yang menjadi tujuan bersama.
c. adanya beberapa orang sebagai pengurus badan hukum.
2. Persyaratan formal badan hukum yang meliputi pengakuan dari negara yang mengakui
suatu badan sebagai badan hukum.
Adapun teori-teori tentang badan hukum yang dikembangkan oleh para ahli
hukum dimaksud, dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Teori fiksi, dalam arti teori yang menjelaskan, badan hukum hanya merupakan
bentukan negara sehingga keberadaan badan hukum hanya fiksi sebagai sesuatu yang
sesungguhnya tidak ada, tetapi orang yang menghidupkannya dalam banyangan sebagai
subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia. 15
2. Teori kekayaan bertujuan, dalam arti teori menjelaskan bahwa hanya manusia
yang dapat menjadi subjek hukum, tetapi ada kekayaan (vermogen) yang bukan
merupakan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan yang terikat pada tujuan tertentu yang
disebut sebagai badan hukum, sehingga yang terpentinng dalam teori ini ialah kekayaan
yang diurus dengan tujuan tertentu dan bukan siapakah badan hukum itu.
3. Teori organ, dalam arti teori yang menjelaskan bahwa badan hukum itu seperti
manusia sebagai penjelmaan yang nyata dalam pergaulan hukum. Badan hukum
membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan seperti
para pengurus sebagaimana manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan
perantaraan mulutnya atau dengan perantaraan tangannya, apabila khendak itu ditulis di
15 Teori ini dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny pada sekitar tahun 1779 -1861
25
atas kertas sehingga setiap keputusan pengurus/organ merupakan kehendak dari badan
hukum.
4. Teori kekayaan bersama, dalam arti teori yang menjelaskan bahwa pada
hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum hak dan kewajiban para anggota bersama
sehingga kekayaan badan hukum merupakan milik bersama seluruh anggota. Oleh
karena itu, badan hukum hanya merupakan suatu konstruksi yuridis yang abstrak.
Teori kekayaan bersama menjelaskan bahwa pihak yang dapat menjadi subjek
badan hukum, yaitu:
a. Setiap orang yang secara nyata ada dibelakang badan hukum .
b. Setiap anggota badan hukum.
c. Setiap pihak yang mendapatkan keuntungan dari suatu badan hukum.
5. Teori kenyataan yuridis, dalam arti teori yang menjelaskan bahwa badan hukum
dipersamakan dengan manusia yang merupakan suatu realita yuridis sebagai suatu fakta
yang diciptakan oleh hukum sehingga badan hukum itu merupakan suatu realitas,
konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis.
Pada perkembangannya, suatu badan hukum terbagi berdasarkan bentuk, sifat,
dan peraturan perundang-undangan yang mendasari badan hukum yang lebih lanjut dapat
dijelaskan sebagi berikut:
1. Badan hukum berdasarkan bentuknya, ialah pembagian badan hukum
berdasarkan pendiriannya yang selanjutnya dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Badn hukum publik, dalam arti badan hukum yang didirikan dan memiliki oleh
pihak pemerintah seperti negara, lembaga pemerintahan, badan usaha milik negara/
daerah, dan bank negara.
b. Badan hukum privat, dalam arti badan hukum yang didirikan dan memiliki oleh
pihak swasta seperti perkumpulan, persekutuan, perseroan terbatas, koperasi, dan
yayasan.
2. Badan hukum berdasarkan sifat, ialah pembagian badan hukum berdasarkan
karakteristik yang melekat pada badan hukum yang selanjutnya dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Korporasi (corporatie), dalam arti badan hukum yang didirikan untuk
kepentingan bisinis atau komersial.
b. Yayasan (stichting), dalam arti badan hukum yang didirikan untuk tujuan
kemanusiaan atau sosial.
26
c. Badan hukum berdasarkan peraturan, ialah pembagian badan hukum berdasarkan
peraturan yang mengatur tentang badan hukum yang selanjutnya dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
a. Badan hukum yang diatur dalam yuridiksi hukum perdata, seperti:
1) Zedeljkelichaam (perhimpunan) sebagaimana yang diatur dalam pasal 1653
hingga 1665 buku III kitab undang-undang hukum perdata dan staatblad tahun 1870
Nomor 64.
2) Perseroan terbatas dan firma sebagaimana yang diatur berdasarkan kitab undang-
undang hukum dagang.
3) Persekutuan komanditer sebagaimana yang diatur dalam staatblad Tahun 1933
Nomor 108.
b. Badan hukum yang diatur dalam yuridiksi hukum perdata adat, seperti:
1) Maskapai Andil Indonesia (MAI) sebagaimana yang diatur dalam staatblad
Tahun 1939 nomor 569.
2) Perkumpulan indonesia sebagaimana yang diatur dalam staatblad Tahun 1939
Nomor 570.
3) Koperasi indonesia sebagiamana yang diatur dalam staatblad Tahun 1927 Nomor
1.
Bebepa badan, perkumpulan, atau persekutuan dagang telah dinyatakan secara
tegas sebagai badah hukum oleh undang-undang tentang perseroan terbatas, yayasan, dan
koperasi yang menyatakan sebagai berikut:
1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota, sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal
1 Udang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004
tentang Yayasan.
3. Koperasi adalah badan usaha yang beranggota orang-orang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan, sebagaimana
27
yang dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Koperasi.
a. Agen
Agen perniagaan adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan sendiri dalam
usaha menjualkan hasil perusahaan (industri) tertentu. Misalnya, perusahaan sepetu Bata
di Jakarta, menjual hasil perusahaannya di seluruh Indonesia melalui agennya.
Agen perniagaan biasanya berkedudukan di suatu tempat dimana sebuah
perusahaan mempunyai banyak relasi sehingga perlu untuk menunjuk seorang yang
16 Prof. Subekti, S.H. pokok-pokok hukum perata (Bandung: PT intermesa, 2013) hal.194.
28
setiap hari berhubungan langsung dengan para pelanggannya. Agen perniagaan
mengutamakan kepentingan perusahaan yang diwakilinya sehingga ia mewakili
perusahaan.
1) Tugas agen
a. Menjalankan perantara menjualkan hasil dari suatu perusahaan tertentu.
b. Bertindak atas nama sendiri dalam menjualkan barang tersebut.
c. Menjalankan usaha terbatas:
d. Dalam suatu daerah tertentu.
e. Untuk suatu masa tertentu.
f. Atas suatu barang hasil industri atau perusahaan tertentu saja.
2) Pembagian Agen
a. Agen umum: perwakilan yang menjalankan usaha untuk menjual hasil suatu
perusahaan dalam daerah, wilayah, suatu negara atau lebih. Mislanya
Indonesia.
b. Agen kepala: perwakilan dari agen umum untuk menjual suatu hasil
perusahaan (industri) dalam daerah, wilayah, agen umum yang lebih kecil.
Misalnya Sulawesi.
17 Dra. Farida hasyim, M.Hum. hukum dagang (bandar lampung: sinar grafika, 2009) hal. 76.
29
c. Agen sub: sebagai wakil daeri agen kepala untuk mewakili menjualkan suatu
hasil perusahaan (industri) dalam daerah agen kepala yang lebih sempit lagi.
Misalanya Provinsi Jawa Imur, Kabupaten, atau kota madyanya saja.
d. Agen sebagai cabang: cabang dari suatu peusahaan pada suatu daerah atau
kota tertentu. Mislanya BRI di berbagai kota di seluruh Indonesia yang
pusatnya di Jakarta.
b. Makelar
Menurut pasal 62 KUHD, makelar adalah seorang pedagang-perantara yang
diangkat oleh Gubernur Jendral (Presiden) atau oleh pembesar yang telah dinyatakan
berwenang untuk hal itu. Ia menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan
pekerjaan yang diatur dalam pasal perusahaannya dengan melakukan pekerjaan yang
diatur dalam pasal 64, mendapat upah atau provisi tertentu atas amanat dan nama orang-
orang dengan siapa ia tidak mempunyai suatu hubungan yang tetap. Sebelum
diperbolehkan melakukan pekerjaannya, ia harus bersumpah di depan pengadilan negeri
di sekitar tempat tinggalanya.18
Pekerjaan makelar menurut pasal 64 adalah melakukan penjualan dan pembelian
bagi majikannya akan barang-barang dagangan dan lainnya.
Makelar disebut juga broker adalah perantara yang diangkat oleh pembesar yang
bebas. Ia harus mengangkat sumpah dahulum, maka barulah boleh menjadi makelar.
Adapun prosedur pengangkatan makelar yakni calon makelar memasukkan
permohonnya kepada pengadilan negeri, dalam suratnya telah diterangkan keinginannya
menjadi seorang makelar dalam suatu perniagaa. Dalam sumpahnya makelar berjani
akan memenuhi kewajiban dan tugasnya dengan setia serta menggunakan
pengetahuannya dengan sebaik-baiknya.19
30
c. Mengadakan monster barang-barang yang akan diperjual belikan.
d. Menyortir party-party barang yang akan di perjual belikan.
e. Memberikan keahliannya dalam hal kerusakan dan kerugian.
f. Menjadi wasit atau arbiter dalam hal perselisihan tentang kualitas.
Makelar tangan kesatu, yaitu yang biasa bekerja untuk importir dan eksportir.
Makelar yang memimpin pelelangan disebut makelar direksi. Upah makelar menurut
Undang-Undang disebut provisi, dalam praktiknya disebut coutage.
31
c. Komisioner
Komisioner adalah seorang pengusaha yang atas kuasa (perintah) orang lain
(komiten) melakukan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama sendiri atau firma dengan
mendapat upah/komisi. Surat untuk perjanjian komisi disebut kontrak komisi. Jabatan
komisioner adalah jabatan bebas, artinya, siapa saja boleh menjadi komisioner,
sedangkan orang yang memesan atau yang memberi order kepala komisioner disebut
komiten/prinsipal.
Menurut pasal 76 KUHD komisioner adalah seseorang yang menyelenggarakan
perusahannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup persetujuan atas nama
firma itu sendiri, tetapi atas amanat dan tanggungan orang lain dengan menerima upah
atau provisi tertentu.
Beberapa pendapat para sarjana mengenai hubungan komiten dengan komisioner.
a. Pendapat Polak
KUHD menganggap hubungan komiten dengan komisionernya sebagai
pemberian kuasa khususs.
b. Penapat Vollmar
Perjanjian antara komisioner dengan komiten adalah suatu perjanjian pemberian
kuasa biasa.
c. Pendapat Molengraff
Hubungan komisioner dengan komitennya adalah suatu perjanian campuran
antara perjanjian pemberian kuasa dan perjanjian untuk melakukan pekerjaan
yang diatur dalam pasal 1601 KUHS.
1) Tugas Komisioner
Komisioner mempunyai tugas yang sama dengan makelar dan seorang penerima
kuasa. Perbedaannya hanya terletak dalam hal bahwa komisioner bertindak atas namanya
sendiri atau firma. Yakni ada beberapa tugas pokok komisioner, sebgai berikut:
a. Membeli dan menjualkan barang-barang untuk orang lain.
b. Mencatat semua kejadian melalui perantaraan yang diberikan nya.
c. Membuat faktur penjualan dalam hal menjual dan faktur konsinyasi dari
penjual.
d. Memikul resiko-resiko yang mungkin terjadi melalui perantaraan yang
dijalankannya.
e. Membiayai semua pengeluaran dan harga beli yang dilakukannya.
32
2) Syarat yang Perlu Dipenuhi untuk Menjadi Seorang Komisioner
a. Cukup modal dan mampu.
b. Berkedudukan yang tetap.
c. Memiliki pengetahuan dalam lapangan perdagangan dan punya pengalaman
yang cukup.
d. Memiliki hubungan dagang yang luas.
e. Supel dalam pegaulan dagang yang luas.
f. Supel dalam pergaulan dan lincah.
3) Hak-Hak Komisioner
a. Hak retensi: hak untuk menahan semua barang yang ada ditangan komisioner
dalam hal upah dan mengganti ongkos-ongkos yang belum dibayar oleh
komitennya.
b. Hak sparatis: hak mendahulukan untuk menerima piutang lebih dahulu dari
piutang lainnya, apabila komiten jatuh pailit.
E. Kesimpulan
33
Perantara dalam dunia perusahaan dibagi menjadi dua golongan, yaitu terdiri dari
orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja (handels-bedienden),
seperti pelayan, pemegang buku, kasir, procuratie houder dan sebagainya dan terdiri dari
orang-orang yang tidak dapat dikatakan pekerja pada seorang majikan, tetapi dapat
dipandang sebagai seorang (lasthebber), yaitu makelar dan komisioner.
Sedangkan, berdasarkan kedudukan dan tanggung jawabnya serta cara membuat
persetujuannya, perantara dalam dunia perusahaan dibedakan menjadi dua, yaitu
perantara yang membuat persetujuan sendiri dan perantara atas nama orang lain yang
menyuruhnya (prinsipalnya). Perantara yang membuat persetujuan sendiri merupakan
mereka yang menjalankan usaha jual beli atas nama sendiri dan untuk tanggungan orang
lain, yakni komisioner (wakil tidak langsung). Sementara itu, perantara atas nama orang
lain yang menyuruhnya (prinsipalnya) hanya mempertemukan antara pembeli dan
penjualnya dan atas transaksi itu ia menerima upahnya, yakni agen, dan makelar (wakil
langsung).
34
DAFTAR PUSTAKA
HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (cetakan ke-5). Jakarta : Sinar
Grafika. 2008
35
BAB III
Oleh:
A. Bentuk-Bentuk Perusahaan
a. Kepentingan bersama
b. Kehendak bersama
36
c. Tujuan bersama
d. Kerja sama
Keempat unsur ini ada pada tiap-tiap perkumpulan seperti Persekutuan Perdata,
Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas. Namun sudah tentu bahwa masing-masing
mempunyai unsur tambahan sebagai unsur pembeda (ciri khas) antara satu perkumpulan
dengan perkumpulan lain.
Perkumpulan dalam arti luas ini ada yang Berbadan Hukum dan ada pula yang
Tidak Berbadan Hukum. Yang Berbadan Hukum adalah:
1. Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD
2. Koperasi, diatur di dalam UU Nomor 12 tahun 1967
3. Perkumpulan saling menanggung, diatur dalam pasal 286 sampai dengan pasal
308 KUHD.
4. Maskapai Andil Indonesia (IMA)
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
37
Dilihat dari dasar hukum bagi berlakunya Perusahaan Negara di Indonesia, maka
Perusahaan Negara ini dapat dibagi dalam:
1) Perusahaan Perseorangan
22 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal.8
23
38
tidak besar. Sebagian besar perusahaan perseorangan ini modalnya termasuk
modal kecil, sehingga mereka ini termasuk golongan pengusahan kecil seperti
toko atau industri rumah tangga.
2) Persekutuan Perdata
“Persekutuan” artinya persatuan orang-orang yang sama kepentingannya
terhadap suatu perusahaan tertentu.24 Sedangkan “Sekutu” artinya peserta dalam
persekutuan. Jadi, persekutuan berarti perkumpulan orang-orang yang menjadi
peserta pada perusahaan tertentu. Jika badan usaha tersebut tidak menjalankan
perusahaan, maka badan itu bukanlah persekutuan perdata, tetapi disebut
“perserikatan perdata”. Sedangkan orang-orang yang mengurus badan itu disebut
sebagai “anggota”, bukan sekutu. Dengan demikian, terdapat dua istilah yang
pengertiannya hampir sama, yaitu “perserikatan perdata” dan “persekutuan
perdata”. Perbedaannya, perserikatan perdata tidak menjalankan perusahaan,
sedangkan persekutuan perdata menjalankan perusahaan. Dengan begitu, maka
perserikatan perdata adalah suatu badan usaha yang termasuk hukum perdata
umum, sebab tidak menjalankan perusahaan. Sedangkan persekutuan perdata
adalah suatu badan usaha yang termasuk dalam hukum perdata khusus (hukum
dagang) sebab menjalankan perusahaan.
24H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang (Bentuk -bentuk Perusahaan), (Jakarta:
Penerbit Djambatan, 1982), Cetakan ke 2, hal. 16
39
“Suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya.”25
25R. Soebekti dan R. Tjitrosoebono, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita,
1974. (Terjemahan)
40
pemasukan, baik pada maatschap umum maupun khusus harus ditentukan
secara jelas atau terperinci.
41
Jadi persekutuan Firma adalah persekutuan perdata khusus, dimana
kekhususannya ini terletak pada tiga unsur mutlak yang dimilikinya sebagai
tambahan pada unsur persekutuan perdata, yaitu:
26Pasal 18 KUHD berbunyi:”Dalam Persekutuan Firma adalah tiap -tiap sekutu secara tanggung
menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari persekutuan”.
42
Setiap anggota atau sekutu Firma memiliki hak dan tanggung jawab yang
sama atau bisa disebut juga tanggung jawab renteng bagi perjanjian-
perjanjian/ perikatan-perikatan persekutuan.
- Pendirian Firma
Menurut Pasal 16 KUHD jo. 1618 KUHPerdata, pendirian Firma tidak
diisyaratkan adanya akta, tetapi pasal 22 KUHD mengharuskan pendirian
Firma itu dengan akta otentik. Namun demikian, ketentuan Pasal 22 KUHD
tidak diikuti dengan sanksi bila pendirian Firma itu dibuat tanpa akta otentik.
Bahkan menurut pasal ini, dibolehkan juga Firma didirikan tanpa akta otentik.
Ketiadaan akta otentik tidak dapat dijadikan argument untuk merugikan pihak
ketiga. Ini menunjukkan bahwa akta otentik tidak menjadi syarat mutlak bagi
pendirian Firma, sehingga menurut hukum suatu Firma tanpa akta juga dapat
berdiri. Akta hanya diperlukan apabila terjadi suatu proses. Di sini kedudukan
akta itu lain daripada akta dalam pendirian suatu PT. Pada PT akta otentik
43
merupakan salah satu syarat pengesahan berdirinya PT, karena tanpa akta
otentik, PT dianggap tidak pernah ada. 27
Bila pendirian Firma sudah terlanjur dibuat dengan akta, maka akta
tersebut didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, kemudian
diikuti dengan pengumuman dalam Berita Negara RI. Di samping itu, untuk
memulai berusaha sekutu pendiri harus mengantongi Surat Izin Usaha, Surat
Izin Tempat Berusaha, dan surat izin berhubungan dengan UU Gangguan bila
diperlukan.
- Proses Pembubaran
a. Jangka waktu firma telah berakhir sesuai yang telah ditentukan dalam
akta pendirian;
44
e. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah
pengampuan atau dinyatakan pailit.
- Sekutu
Dalam Persekutuan Firma hanya terdapat satu macam sekutu, yaitu sekutu
komplementer atau Firmant. Sekutu komplementer menjalankan perusahaan dan
mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga sehingga bertanggung jawab
pribadi untuk keseluruhan. Pasal 17 KUHD menyebutkan bahwa dalam anggaran
dasar harus ditegaskan apakah di antara para sekutu ada yang tidak
diperkenankan bertindak keluar untuk mengadakan hubungan hukum dengan
pihak ketiga. Meskipun sekutu kerja tersebut dikeluarkan wewenangnya atau
tidak diberi wewenang untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga,
namun hal ini tidak menghilangkan sifat tanggung jawab pribadi untuk
keseluruhan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUHD.
- Keuntungan
45
4) Persekutuan Komanditer (CV)
Adapun dasar pikiran dari pembentukan perseroan ini ialah seorang atau
lebih mempercayakan uang atau barang untuk digunakan di dalam perniagaan
atau lain perusahaan kepada seorang lainnya atau lebih yang menjalankan
perusahaan tersebut, dan karena itulah orang yang menjalankan perusahaan itu
sajalah yang pada umumnya berhubungan dengan pihak-pihak ketiga. Karena itu
pula si pengusaha bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pihak ketiga, dan
tidak semua anggotanya yang bertindak keluar. 28
28Prof.Drs.C.S.T. Kansil dan Chrisyine S.T. Kansil, Pokok -Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia, Cetakan 4,(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 84-85.
46
Demikian maksud KUHD bahwa perseroan komanditer itu adalah suatu
perseroan yang tidak bertindak di muka umum. Dalam perseroan ini seorang atau
lebih dari anggota-anggotanya (si pemberi uang) tidak menjadi pimpinan
perusahaan maupun bertindak terhadap pihak ketiga. Mereka ini hanyalah
sekedar menyediakan sejumlah modal bagi anggota atau anggota-anggota lainnya
yang menjalankan perseroan komanditer tersebut.
- Jenis - jenis CV
- Kedudukan Hukum CV
- Berakhirnya Persekutuan
47
komanditer sama dengan berakhirnya persekutuan perdata dan persekutuan firma
(Pasal 1646 s/d 1652 KUH Perdata)
5) Perusahaan Kelompok
29
Sulistiawaty, Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan Anak, Tesis
Pasca Sarjana, UGM, 2008, hal. 43
48
- Unsur-Unsur yang Terdiri dari Perusahaan Kelompok
49
Dalam perusahaan kelompok horisontal, perusahaan-perusahaan yang
terkait di dalam perusahaan kelompok itu ialah perusahaan-perusahaan yang
masing-masing bergerak dalam bidang-bidang usaha yang beragam. Jenis usaha
yang ditangani dalam perusahaan kelompok horisontal perusahaan yang terkait
tidak hanya menangani satu jenis produksi, melainkan beberapa jenis industri. 31
31Ibid.,
32Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk -bentuk badan usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
Cetakan 1, hal. 81
50
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya”.
51
didirikan minimal 2 (dua) orang atau lebih denga akta notaris yang dibuat dalam
bahasa Indonesia”. Pada prinsipnya, pendirian Perseroan memang harus
dilakukan dengan perjanjian minimal oleh 2 (dua) pendiri atau lebih yakni
dengan bantuan notaris di daerah hukum tempat dimana para pendiri berada.
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan “orang” adalah orang
perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum
Indonesia atau asing.
- Jenis-jenis saham
a. Saham/Sero Atas Nama, yaitu nama persero ditulis di atas surat sero
setelah didaftarkan dalam buku Perseroan Terbatas sebagai persero.
b. Saham/Sero Pembawa, yaitu suatu saham yang di atas surat tidak
disebutkan nama perseronya.
a. Saham/Sero Biasa
b. Saham/Sero Preferen
52
Sero preferen ini selain mempunyai hak dan dividen yang sama dengan
sero biasa, juga mendapat hak lebih dari sero biasa.
Sero kumulatif preferen ini mempunyai hak lebih dari sero preferen. Bila
hak tersebut tidak bisa dibayarkan pada tahun sekarang, maka dibayarkan pada
tahun berikutnya.
- Pembagian
a. PT terbuka
b. PT tertutup
Perseroan terbatas tertutup adalah perseroan terbatas yang modalnya berasal dari
kalangan tertentu misalnya pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga
saja atau orang kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum.
c. PT kosong
Perseroan terbatas kosong adalah perseroan yang sudah ada izin usaha dan izin
lainnya tapi tidak ada kegiatannya.
- Keuntungan PT
53
yang mereka bayarkan terhadap saham. Tidak hanya ini mengijinkan perusahaan
untuk melaksanakan dalam usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga
membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan.
Masa hidup abadi. Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup
dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas
modal, yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam
jangka waktu yang lebih panjang daripada aset perusahaan tetap dapat menjadi
subyek disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode
pertengahan, ketika tanah disumbangkan kepada Gereja (sebuah perusahaan)
yang tidak akan mengumpulkan biaya feudal yang seorang tuan tanah dapat
mengklaim ketika pemilik tanah meninggal. Untuk hal ini, lihat Statute of
Mortmain.# Efisiensi manajemen. Manajemen dan spesialisasi memungkinkan
pengelolaan modal yang efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan
ekspansi. Dan dengan menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari
modal yang ada. Dan juga adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik
perusahaan, sehingga terlihat tugas pokok dan fungsi masing- masing.
- Kelemahan
2) Koperasi
Koperasi berasal dari kata bahasa Latin, yaitu cum, yang berarti dengan,
dan aperari, yang berarti bekerja. Dalam Bahasa Inggris, koperasi merupakan
kata yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Co dan Operation (Cooperative), yang
berarti bekerja sama. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
54
Cooperatieve Vereneging, yang berarti bekerja bersama dengan orang lain untuk
mencapai tuuan tertentu.33
Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, (Jakarta:Kencana, 2005), hal. 19.
37 Ibid.,
55
f. Netral
g. Demokratis
h. Menghindari persaingan antar anggota
i. Merupakan suatu sistem
j. Sukarela
k. Mandiri dengan kepercayaan diri
l. Keuntungan dan manfaat sama, proporsional dengan jasa yang diberikan
m. Pendidikan
n. Moral
o. Pengaturan beragam untuk setiap Negara, tetapi dengan suatu prinsip yang
tetap sama, yaitu prinsip koperasi.
56
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota
khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional
yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.
- Modal koperasi
a. Simpanan Pokok
b. Simpanan Wajib
c. Dana Cadangan
d. Hibah
57
d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
e. Sumber lain yang sah adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan
tidak melalui penawaran secara umum.
41 Baca penjelasan umum Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
58
dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan
koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi
ekonomi.42
42 Ibid.,
43 www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5653/.
59
- Modal BUMN
44 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
60
Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas.
Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggungjawab penuh atas pengawasan BUMN
untuk kepentingan dan tujuan BUMN. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris dan
Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan-ketentuan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta
kewajaran.
- Membuat Pembukuan
45 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta:Grasindo,
61
dalam pelaksanaan kegiatannya, baik yertulis diatas kertas atau sarana lain,
maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dillihat, dibaca, dan
didengar.
1. Dokumen Keuangan
Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba
rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti pembukuan dan
data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan
kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.
2. Dokumen Lainnya.
Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi
keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak
terkait langsung dengan dokumen keuangan.
1. Representation
Representation artinya melihat pembukuan pengusaha dengan
perantara hakim, seperti yang disebut pada Pasal KUH Dagang.
2. Comunication
Comunication artinya pihak-pihak yang disebutkan dibawah ini dapat
melihat pembukuan pengusaha secara langsung tanpa perantara
hakim, hal ini disebabkan yang bersangkutan mempunyai hubungan
kepentingan langsung dengan perusahaan, yakni
46 Ibid., hal. 45
62
a. para ahli waris,
b. para pendiri perseroan/persero,
c. kreditur dalam kepailitan, dan
d. buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya
perusahaan.
47 Ibid., hal. 46
63
Selain itu, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 disebutkan bahwa
daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak, berarti daftar perusahaan tersebut
dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi.
48 Ibid., hal. 48
49 Ibid.,
64
b. Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru
atau tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam pidana kurungan selama-
lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.500.000,00
(saru juta lima ratus ribu rupiah).
65
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta:
Grasindo, 2007
http://novie-smwtkecil.blogspot.co.id/2013/06/perusahaan-kelompok.html
https://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/hukum-dagang/
https://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas
https://id.wikipedia.org/wiki/Persekutuan_komanditer
https://id.wikipedia.org/wiki/Firma
66
BAB IV
A. Modal Ventura
Perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan atau
permodalan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima
bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu. (Keppres No. 61
Tahun 1988 dan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988)
Namun modal ventura ini sudah dikeluarkan dari kegiatan perusahaan pembiayaan
berdasar Kepmenkeu No. 448 KMK.017/2000.
Pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal dari perusahaan
modal ventura adalah Perusahaan Pasangan Usaha.
6. Pengembangan pelbagai penggunaan teknologi baru dan alih teknologi, baik dari
dalam maupun luar negeri.
67
Namun, pembiayaan oleh Perusahaan Modal Ventura (PMV) dalam Perusahaan
Pasangan Usaha (PPU) dengan bentuk penyertaan modal sifatnya adalah sememtara,
yakni 10 tahun.
Bentuk PMV harus berbentuk badan hukum, seperti PT atau koperasi. Jadi, PMV tidak
berlaku pada Firma dan CV karena menurut hukum yang berlaku di Indonesia, Firma
dan CV bukan merupakan suatu badan hukum.
Ahli hukum ekonomi dari UGM, Emmy Pangaribuan, menyebutkan beberapa alternatif
sumber dana PMV, yaitu :
1. Modal sendiri
2. Pinjaman
Apabila usaha pembiayaan itu disertai pemberian jasa di bidang manajemen maka perlu
dipikirkan apakah ada imbalan atas jasa-jasa tersebut di luar usaha pembiayaan. Hal itu
dapat dituangkan dalam perjanjian modal ventura atau dalam modal perjanjian sendiri.
Jika usaha PPU meningkat, maka akan diperoleh keuntungan, baik melalui kenaikan jual
sahamnya maupun dari peningkatan kedudukan ekomonis PPU dalam kehidupan
perekonomian. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat diatur menganai saham PMV
atas PPU pada saat harus dilakukan divestasi, antara lain:
2. PPU tidak akan membeli kembali saham PMV dan PMV bebas menjual ke pihak
ketiga.
68
3. Apabila PPU setelah memperoleh pembiayaan dari PMV menjadi berkembang
dan meningkat usahanya, tidak tertutup kemungkinan bahwa saham-sahamnya dapat
ditawarkan melalu pasar modal.
B. Leasing
Leasing merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk menyediakan barang modal, baik
secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa
hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. (SK Menkeu No. 48
Tahun 1991)
2. Pembayaran dilakukan dengan dana yang berasal dari leasing company (lessor).
Beberapa jenis leasing, antara lain yang dikenal saat ini adalah sebagai berikut:
1. Direct finance lease, jika leasor membeli barang atas permintaan lessee untuk
kepentingan proses produksi lessee.
2. Cross border lease, di mana antara lessor dan lessee berdomisili di Negara yang
berlainan.
3. Full service lease, di mana lessor bertanggung jawab atas pemeliharaan barang,
membayar asuransi dan pajak.
69
4. Capative lease, leasing yang ditawarkan oleh lessor kepada lessee langganannya.
5. Third party lease, kebalikan dari capative lease, jadi lessor bebas menawarkan
leasing kepada siapa saja.
6. Operating lease, yaitu perjanjian leasing yang tidak menggunakan hak opsi.
2. Angsuran pokok pembiayaan, yakni bagian dari pembayaran sewa guna usaha
yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan.
3. Security deposit, adalah jumlah barang modal pada akhir masa sewa guna usaha
yang telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha.
4. Bunga, yaitu bagian dari pembayaran sewa guna usaha yang diperhitungkan
sebagai pendapatan bagi lessor.
5. Opsi, yaitu hak lessee untuk membeli kembali barang modal berupa
penandatanganan akta perjanjian dan akan berakhir pada pembayaran angsuran pokok
pembiayaan terakhir.
70
2. Lessee adalah badan penyedia dana sekaligus pemilik barang yang disewa.
5. Imbalan jasa yang diterima lessor berupa tebusan berkala harga perolehan barang.
6. Jangka waktu leasing ditentukan dalam perjanjian atau kekuatan ekonomi serta
umur barang.
7. Jika barang musnah, kewajiban lessee membayar imbalan jasa tidak berhenti.
8. Pada akhir jangka waktu leasing, lessee dapat menggunakan hak opsinya untuk
membeli barang sehingga hak milik beralih kepada lessee. Sisi ekonomis yang turut
mendukung cleasing dapat melakukan penghematan-penghamatan;
2) Bebas beban pajak dan biaya, antar lain pajak kekayaan, biaya depresiasi, dan
lain-lain,
4. Cara pembayaran yang dilakukan secara berkala (setiap bulan, setiap kuartal atau
setiap setengah tahun sekali).
5. Residual value.
71
Perbedaan Leasing dengan Sewa Menyewa:
1. Pada perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa, sedangkan perjanjan sewa
menyewa tidak.
Jadi, pada akhir masa leasing, lesse mempunyai hak untuk menentukan apakah ia ingin
membeli barang modal tersebut dengan harga sebesar nilai sisa atau dapat
mengembalikan kepada lessor. Sedangkan pada sewa menyewa, pemuewa wajib
memgembalikan barang tersebut kepada penyewa jika masa sewa telah berakhir.
C. Asuransi
Sejarah Asuransi
Sejak zaman kebesaran Yunani dalam bentuknya yang mirip dengan asuransi sudah
mulai dikenal orang. Ketika zaman Iskandar Zulkarnaen, seorang menteri yang
membutuhkan uang banyak yaitu Antimenes, mengadakan pembicaraan dengan para
pemilik budak belian. Pembicaraan itu bertujuan agar pemilik budak belian menyerahkan
uang kepadanya dan apabila budak belian itu melarikan diri atau meninggal, pemiliknya
akan mendapat ganti rugi berupa uang. Begitupun pada zaman kebesaran Romawi.
Sementara asuransi dalam bentuk konkretnya terjadi pada abad pertengahan dan
setelahnya. Dengan makin meningkatnya perdagangan di laut tengah, maka munculah
asuransi untuk pengangkutan di laut. Setelah itu, menyusul asuransi kebakaran. Ini
ditandai dengan adanya kebiasaan dari anggota suatu perkumpulan (glide) yang sama
pekerjaannya menanggung kerugian salah seorang dari anggotanya apabila rumahnya
terbakar dengan uang anggota lain di dalam glide tersebut.
72
Pada zaman kodifikasi Francis di abad kesembilanbelas, perihal asuransi diatur dalam
Code Civil dan Code De Commerce oleh kaisar Napoleon. Di dalamnya diatur tentang
asuransi laut. Dalam rancangan Undang-undang yang diadakan di Negeri Belanda untuk
Kitab Undang-undang Hukum Dagang juga baru diatur mengenai asuransi laut. Terakhir
dalam rancangan undang-undang yang kemudian menjadi suatu undang-undang yaitu
KUHD (Wet Boek van Koophandel) tahun 1838 memuat peraturan-peraturan mengenai
asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi, dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga
dianut untuk Hindia Belanda dahulu, yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.
Mengenai asuransi telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang efektif
berlaku pada tanggal 11 februari 1992.
Pengertian asuransi menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima uang premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan asuransi menurut Pasal 246 KUHD adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima
uang premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian,
73
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tidak tentu.
Selain pengaturannya pada KUHD dan UU No.2 Tahun 1992, asuransi juga diatur dalam
perundang-undangan lainnya, diantaranya adalah:
Pasal 247 KUHD menyebutkan beberapa jenis asuransi seperti asuransi kebakaran,
asuransi hasil pertanian, asuransi jiwa, dan asuransi pengangkutan. Akan tetapi dalam
praktik jenis-jenis asuransi itu lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis yang
74
disebutkan di dalam Pasal 247 KUHD. Tetapi secara yuridis, pasal ini tidak membatasi
atau menghalangi timbulnya jenis-jenis pertanggungan lain menurut kebutuhan
masyarakat. Hal ini dapat kita dasarkan pada kata-kata “antara lain” yang terdapat pada
pasal tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa tumbuhnya jenis-jenis baru di bidang
asuransi memang tidak dilarang oleh undang-undang.
Disamping itu sebagai suatu Perjanjian terhadap asuransi berlaku asas kebebasan
berkontrak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt bahwa:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”
Sementara itu sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPdt yang
menentukan bahwa:
Dikatakan oleh R. Setiawan bahwa syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya,
sementara syarat ketiga dan keempat mengenai obyeknya. Apabila suatu perjanjian tidak
memenuhi syarat obyektif, maka perjanjian itu akibatnya batal demi hukum. Tetapi
apabila perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif, maka akibatnya perjanjian itu
dapat dibatalkan. Dalam hal tersebut yang berhak membatalkan adalah pengadilan.
75
Sehubungan dengan tumbuhnya jenis baru dalam bidang asuransi, kepentingan itu dapat
diasuransikan asal memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 268 KUHD, yaitu:
Perusahaan Asuransi
Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam mengambil alih
risiko atas fisik barang jaminan atau agunan.
76
Beberapa Prinsip dalam Sistem Hukum Asuransi
Didalam asuransi terkandung beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan bagi para
pihak dari tahap pembuatan perjanjian asuransi sampai dengan pemberian ganti rugi,
yaitu:
2. Prinsip keterbukaan atau kejujuran yang sempurna (utmost good faith principle).
Dalam prinsip ini terkandung arti bahwa penutupan asuransi baru sah apabila didasari
itikad baik.
a) Pendapat menurut peradilan di Inggris terutama dianut yaitu sebab dari kerugian
itu adalah peristiwa yang mendahului kerugian itu secara urutan kronologis terletak
terdekat kepada kerugian itu. Inilah yang disebut Causa Proxima.
b) Pendapat kedua ialah di dalam pengertian hukum pertanggungan, sebab itu tiap-
tiap peristiwa yang tidak dapat ditiadakan tanpa juga akan melenyapkan kerugian itu.
77
Dengan kata lain ialah tiap-tiap peristiwa yang dianggap sebagai condition sinequa non
terhadap kerugian itu.
c) Causa remota: bahwa peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu
ialah peristiwa yang terjauh. Ini merupakan lanjutan dari pemecahan suatu ajaran yang
disebut “sebab adequate”yang mengemukakan bahwa dipandang sebagai sebab yang
menimbulkan kerugian itu ialah peristiwa yang pantas berdasarkan ukuran pengalaman
harus menimbulkan kerugian itu.
6. Prinsip kontribusi. Prinsip ini terjadi apabila ada asuransi berganda (double
insurance).
7. Prinsip Follow The Fortunes. Prinsip ini hanya berlaku bagi re-asuransi, sebab di
sini hanya penanggung pertama dengan penanggung ulang. Dalam hal ini penanggung
ulang mengikuti segala suka duka penanggung pertama. Prinsip ini menghendaki bahwa
tindakan penanggung ulang tidak boleh mempertimbangkan secara tersendiri terhadap
obyek asuransi, akibatnya segala sesuatu termasuk peraturan dan perjanjian yang berlaku
bagi penanggung pertama, berlaku pula bagi penanggung ulang.
Perjanjian Asuransi
78
3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung
(adhesion), karena didalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi
perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung/perusahaan
asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar.
Dengan demikian perjanjian asuransi sebagian terbesar ditentukan secara sepihak oleh
penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya
mengetahui banyak tentang apa yang akan dikemukakan. Akibatnya, apabila timbul
pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung.
Dalam asuransi jiwa selain bersifat pengalihan risiko juga bersifat menabung. Hal ini
karena apabila kematian lebih lama dari yang ditentukan dalam penutupan asuransi
berarti penanggung akan memberikan sejumlah uang sebagaimana sudah ditetapkan
sebelumnya.
Asuransi dikatakan sebagai alat pembangunan seperti yang diamanatkan dalam TAP
MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara pada arah dan
kebijakan pembangunan umum di bidang ekonomi dunia usaha nasional bagian c
mengatakan,
Sebagai realisasi dari adanya amanat diatas, maka pada tanggal 20 Desember 1988,
Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi di bidang asuransi diberikan peluang-peluang
dalam meningkatkan usahanya.
79
1. Pendirian perusahaan asuransi baru.
D. BANK
Bank pertama di Indonesia didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda pada 1824 dengan
nama Nederlandche Handel Maatschappij (NHM) dan pemerintah Hindia-Belanda
menjadi salah satu pemegang saham utama. Sekarang ini NHM telah berubah menjadi
Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII) yang kemudian demerger menjadi Bank Mandiri.
80
Pemerintah Hindia-Belanda juga mendirikan De Javasche Bank (1827), kini Bank
Indonesia (BI), dan NV Escompto Bank, sebuah bank swasta yang sekarang dikenal
sebagai Bang Dagang Negara (BDN) yang kemudian demerger juga ke dalam Bank
Mandiri. Pada tahun 1895 didirikan beberapa koperasi simpan-pinjam yang didirikan di
kalangan petani di Purwokerto, kemudian pada 1934 digabungkan oleh pemerintah
Belanda ke dalam Algemeene Volkscrediet Bank (AVB), saat ini menjadi Bank Rakyat
Indonesia.
Pada tahun 1898 pemerintah Hindia-Belanda bekerja sama dengan Jawatan Pos
membuka sebuah bank tabungan, Post Spaarbank. Yang kemudian diikuti oleh pendirian
Rumah Gadai Negara pada tahun 1901.
Kemudian pada saat menjelang kemerdekaan Indonesia terdapat sejumlah bank asing
yang beroperasi di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1928 di Surabaya didirikan sebuah
bank swasta, Bank Nasional Indonesia (BNI), oleh Dokter Sutomo, Samsi, dan Ir.
Anwari. Sesudah itu pada tahun 1932 berdiri Bank Abuan Saudagar di Bukittinggi, dan
Bank Bumi di Jakarta. Tidak satupun bank-bank swasta pada masa sebelum perang
tersebut yang mampu bertahan hingga masa kemerdekaan.
Sementara itu, guna memberikan fasilitas terhadap lalu lintas pembayaran serta
pembiayaan impor dan ekspor ke Eropa dan Amerika, pemerintah Hindia-Belanda
membuka pintu lebar-lebar bagi bank-bank devisa asing untuk mrndirikan kantor cabang
di Indonesia. Berturut-turut di Indonesia didirikan bank-bank asing, seperti The
Chartered Bank of India, The Overseas Chinese Banking Corporation, The Bank of
China, dan lain-lain.
81
Pada masa pendudukan Jepang, dunia perbankan Indonesia mengalami masa suram.
Pemerintah tentara Jepang merasa perlu memaksa bank supaya menyediakan biaya untuk
keperluan perang tentara Jepang. Pada 20 Oktober 1942, panglima tertinggi Jepang di
Jawa memerintahkan penutupan bank, kecuali AVB tidak ditutup, melainkan dilanjutkan
tetapi berganti nama menjadi Syomin Ginko. Sehubungan dengan penutupan bank-bank
tersebut, ditunjuk satu likuidator, yaitu Nanpo Kaihatsu Kinko, sebuah bank yang
berkantor pusat di Tokyo yang bertindak sebagai bank sirkulasi.
Pada awalnya perintah penutupan bank hanya ditujukan untuk bank-bank yang berada di
Pulau Jawa saja. Tetapi kemudian atas perintah bala tentara Jepang yang bermarkas di
Singapura, dikeluarkan peritah untuk menutup pula bank-bank yang berada di Pulau
Sumatera. Kementerian Perhubungan Laut yang berkedudukan di Tokyo pun
mengeluarkan perintah untuk menutup bank-bank yang berlokasi di Kalimantan dan
Indonesia Timur.
Pada 1 April 1943, Nanpo Kaihatsu Kinko membuka empat kantor di Pulau Jawa dan
empat lagi di Sumatera.Bank tabungan milik Hindia-Belanda yang dibekukan setelah
tentara Jepang mendarat di Indonesia pada 1 April 1942 dibuka kembali, tetapi namanya
diganti menjadi Tyokin Kyoku, dengan modal permulaan dari pihak Jepang.
Setelah Agresi Militer Pertama dan kedua yang dilakukan oleh Belanda, di daerah yang
diduduki Belanda dibentk pemerintahan Netherland Indies Civil Administration (NICA),
yang kemudian mendirikan beberapa Negara bagian yang tergabung dalam Bijeenkomst
voor Federaal Overleg (BFO). Di Negara-negara bagian ini, bank-bank Hindia-Belanda
segera mengadakan rehabilitasi dan bekerja kembali.
82
R.M. Margono Djojohadikusumo. Segera dilakukanlah tindakan-tindakan positif dengan
mendirikan yayasan “Pusat Bank Indonesia” dengan Akta Notaris R.M. Soerojo di
Jakarta pada 14 Oktober 1945. Modal awalnya berjumlah Rp 340 ribu uang Jepang yang
diperoleh dari Dana Revolusi, yaitu dana yang dikumpulkan oleh rakyat untuk
perjuangan kemerdekaan.
Kemudian pada 22 Februari 1946, berdasarkan PP No. 1 tahun 1946, didirikan Bank
Rakyat Indonesia (BRI) yang melanjutkan kegiatan AVB beserta cabang-cabangnya
yang tersebar di seluruh Indonesia. Keinginan pemerintah dapat dipenuhi oleh daerah
yang dikuasai pemerintah RI, sedangakn wilayah Indonesia yang dikuasai pihak Hindia-
Belanda diusahakan oleh pihak Hindia-Belanda dengan membuka bank kembali dengan
menggunakan nama AVB.
Pada 1 Januari 1947, pemerintah RI mendirikan Banking and Tading Corporation Ltd.
(BTC) yang berpusat di Jakarta. Perusahaan ini dapat dikatakan sedikit sekalli
melakukan usaha sebagai sebuah bank. Sewaktu Agresi Militer Kedua terjadi, semua
milik BTC disita Belanda. Tetapi setelah pengakuan kedaulatan dan kembalinya
pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta, BTC dihidupkan kembali. Akhirnya BTC
baru melakukan usaha-usaha perbankan yang sesungguhnya setelah berganti nama
menjadi Indonesia Banking Corporation (IBC).
83
Masa ini dimulai dari berlangsungnya Konferensi Meja Bundar (KMB) sampai dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. KMB berlangsung pada 1949 di Den Haag,
Negeri Belanda. Konferensi ini memutuskan untuk menyerahkan kedaulatan Indonesia
kepada pemerintah Republik Indonesia Sekirat (RIS). Ternyata pihak Indonesia sulit
mengusahakan agar BNI berlaku sebagai bank sentral. Maka pemerintah RIS terpaksa
menerima De Javasche Bank sebagai bank sentral yang berhak mengedarkan uang
kertas, artinya bertindak sebagai bank sirkulasi di Indonesia.
Fungsi lain De Javasche Bank masih sama yaitu membiayai perusahaan Belanda di
Indonesia. Hal ini menyebabkan posisi bank tersebut menjadi sangat lemah. Maka RIS
membubarkan diri kemudian membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
pada 1950. Kemudian pada tanggal 30 April 1951 Menteri Keuangan, Jusuf Wibisono
menyatakan bahwa pemerintah RI hendak menasionalisasi De Javasche Bank. Akhirnya
pada 6 Desember 1951 De Javasche Bank dinasionalisasikan dengan UU No. 14 tanggal
6 Desember 1951. Tetapi biarpun telah dinasionalisasikan bentuk hukum De Javasche
Bank tetap “perseroan terbatas” atau naamloze vennootschap (NV).
Pada 1959 pemerintah melakukan sanering. Semua uang NICA dan uang kertas De
Javasche Bank yang nilainya lebih dari Rp 2,50,- dipotong dua bagian. Bagian kanan
uang ini dapat ditukar dengan 3% Obligasi RI, sedangkan bagian kiri dapat ditukar
dengan uang kertas yang baru dari De Javasche Bank.
Pada periode ini juga ditandai dengan mulai beroperasinya kembali bank-bank asing,
seperti Nationale Handels Bank (NHB), Bank of China, dan sebagainya. Selain itu juga
muncul bank-bank swasta nasional yang baru. Sampai akhir 1955, jumlah bank swasta
ini telah mencapai 75 buah. Dengan dipelopori 12 bank swasta, Perhimpunan Bank-bank
Nasional Indonesia (Perbanas) berdiri pada tanggal 27 Mei 1952.
84
Selama tahun 1957-1958 terjadi eksodus orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia,
termasuk tenaga pimpinan dan staf eks perbankan Belanda, sehingga terjadi semacam
kekosongan kendati dapat diisi oleh tenaga bangsa Indonesia.
Bank Belanda yang pertama kali dinasionalisasi adalah NHB. Bank ini dinasionalisasi
dengan PP No. 39 tahun 1969. Untuk menampung semua kegiatannya, pemerintah
mendirikan Bank Umum Negara (Buneg) dengan UU No. 1 tahun 1959, yang kelak
berubah menjadi Bank Bumi Daya (BBD). Kemudian bank kedua yang dinasionalisasi
adalah Nederlandsche Handels Maatschappij (NHM). Bank ini dinasionalisasi dengan
UU No. 41/prp/1960 tanggal 16 Oktober 1960.
Pada 8 November 1960, Badan Pengawas Bank-bank Belanda Pusat, atas nama
pemerintah, mengambil alih NHM, dinasionalisasi dan kemudian dilebur ke dalam
BKTN. Bank lain milik pemerintah Belanda yang dinasionalisasi adalah PT Escomtibank
yang semula bernama Nederlandsche Indische Handlesbank (NIH), yang didirikan tahun
1863. Sebagai pengganti bank ini, oleh pemerintah didirikan Bank Dagang Negara
(BDN) dengan UU No. 13/prp/1960 tertanggal 1 April 1960.
Dengan status baru lembaga Bank Indonesia, kedudukan Gubernur Bank Indonesia
menjadi setingkat dengan kedudukan menteri. Akibatnya, walaupun tidak ada keputusan
resmi yang mengubah UU Bank Indonesia 1953, praktis kedudukan Dewan Moneter
seolah-olah dibekukan. Tugas dan wewenang Dewan Moneter beralih ke tangan
pemeritah.
85
Pada permulaan 1965, dengan Penetapan Presiden No. 17/1965, diputuskan
pembentukan sistem perbankan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia.
Dalam sistem ini diintegrasikan BI menjadi Bank Negara Indonesia Unit I, BKTN
menjadi Bank Negara Indonesia Unit II, Bank Negara Indonesia menjadi Bank Negara
Indonesia Unit III, Bank Umum Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV, dan
Bank Tabungan Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit V.
Pada periode ini kegiatan industri perbankan mengalami kemerosotan yang cukup
drsatis. Hal seperti ini tidak lepas dari kebijaksanaan pemerintah sendiri yang sebelum
1966 lebih memberi prioritas pada masalah-masalah politik daripada pembangunan
ekonomi, sehingga mengakibatkan timbulnya banyak kesulitan di bidang ekonomi.
Tingkat inflasi mencapai puncaknya pada 1966, yaitu sebesar 635%. Di samping itu
pengawasan devisa yang sangat ketat disertai kurs devisa ganda untuk mengatur
pembagian cadangan devisa yang masih langka telah menyebabkan kurs pasar gelap
menjadi dua atau tiga kali lipat dari kurs resmi yang ditetapkan pemerintah.
Dalam situasi yang tidak normal ini, dapat dimengerti mengapa masyarakat Indonesia
sedikit sekali menyalurkan tabungannya melalui sistem perbankan. Setiap kenaikan
harga berarti berkurangnya nilai riil uang. Artinya ditengah masyarakat juga selalu
timbul gejala kekurangan uang.
1) Tindakan moneter tahun 1965 yang menetapkan mata uang rupiah baru
menggantikan seribu rupiah uang lama.
86
4) Menggalakkan tabungan dan deposito yang sekaligus dapat mengurangi inflasi,
dengan menetapkan tingkat bunga deposito yang menarik, untuk tahap pertama dengan
tingkat bunga 6% sebulan.
Program stabilisasi dan rehabilitasi yang merupakan program jangka pendek itu
memprioritaskan pengendalian inflasi, penyediaan pangan yang cukup, rehabilitasi
prasarana ekonomi, peningkatan kegiatan-kegiatan ekspor, serta pencukupan bahan
pakaian. Adapun urutan tindakan pemerintah dalam rangka pelaksanaan program jangka
pendek tersebut adalah sebagai berikut:
b) Fase kedua yang dimuat dalam ketentuan 10 Februari 1967, bertujuan untuk
menyesuaikan tarif dan harga-harga.
87
Pertama, tata perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem yang menjamin adanya
kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesianserta mengawasi
pelaksanaan kebijakan moneter pemerintah di bidang perbankan.
Ketiga, membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut diatas bagi kepentingan
ekonomi rakyat.
Pada 12 Juli 1971 dikeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) tentang Tabungan
Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka (Taska). Kemudian
pada 1974, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan tentang berlakunya pasar uang di
Jakarta. Pasar uang antarbank tersebut dapat dijadikan arena bagi BI untuk
mempengaruhi perkembangan dana dan kredit perbankan. Melalui intervensinya pada
pasar uang antarbank ini, BI dapat mengendalikan perkembangan uang primer dan
jumlah uang yang beredar. Selanjutnya, perkembangan transaksi dan suku bunga dalam
pasar ini dapat dijadikan ukuran bagi perlu atau tidaknya diambil tindakan untuk
mempengaruhinya.
Untuk lebih menyemarakkan sektor keuangan, pada awal decade 1970-an. Pemerintah
bersama Bank Indonesia memprakarsai pendirian Lembaga Keuangan Bukan Bank
88
(LKBB). Disamping itu, untuk menambah alternatif sumber atau cara pembiayaan, pada
1974 pemerintah meberikan izin dibukanya perusahaan leasing. Berbagai kebijakan
moneter selama periode ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pembangunan
ekonomi bangsa pada periode berikutnya.
Periode ini disebut juga periode deregulasi, karena pada periode ini banyak sekali
kebijakan baru yang merupakan kemajuan besar, khususnya di bidang moneter dan
perbankan. Pada awal dasawarsa 1980-an Indonesia menghadapi berbagai persoalan
sebagai akibat resesi ekonomi dunia, dan penurunan harga minyak bumi di pasaran
internasional. Perkembangan yang kurang menggembirakan ini telah mendorong
pemerintah mengambil tindakan moneter lagi pada 30 Maret 1983. Kebijakan ini juga
didukung oleh kebijakan anggaran belanja 1983/84 yang ketat, seperti penghapusan
subsidi dan penjadwalan kembali proyek-proyek besar yang banyak menggunakan
devisa.
Kenyataan ini mendorong perlunya suatu perubahan dalam kebijakan moneter dan
perbankan, yang kemudian diwujudkan dengan keluarnya Kebijakan 1 Juni 1983. Ciri
pokok kebijakan ini adalah deregulasi di bidang perbankan, khususnya di bidang
perkreditan, penghapusan pagu kredit yang telah berlaku sejak April 1974. Tujuannya
untuk mengurangi ketergantungan bank-bank pada Bank Indonesia, dan ketentuan ini
telah membebaskan Bank Indonesia sebagai lender of the first resort, dan kembali ke
fungsi pokoknya sebagai lender of the last resort. Kenyataan menunjukkan bahwa
kebijakan ini telah memberi hasil yang cukup berarti. Sejak 1 Juni 1983 sampai dengan
Maret 1984, deposito di bank-bank pemerintah meningkat 151% dibandingkan dengan
peningkatan sebesar 18% dari Agustus 1982 sampai dengan Mei 1983. Untuk
melengkapi kebijakan tersebut, BI mengeluarkan SBI dan fasilitas diskonto.
Setelah kebijakan deregulasi perbankan itu berjalan lebih dari dua tahun, pada
permulaan September 1985 pemerintah memutuskan bahwa bank-bank asing dapat
memberikan kredit ekspor kepada perusahaan, termasuk perusahaan asing di luar Jakarta.
Perkembangan yang menonjol setelah deregulasi ini terjadi pada BUSN. Sebelum
89
kebijakan 1 Juni 1983, pertumbuhan kantor BUSN baru sekitar 4,4% setahun. Tetapi
setelah kebijakan tersebut kantor BUSN tumbuh menjadi 12,5% setahun dan terus
mengalami perkembangan selanjutnya.
Menjelang akhir 1986, pemerintah mengeluarkan lagi kebijakan moneter, yaitu devaluasi
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sebesar 45%, atau dari nilai tukar Rp 1.134,-
menjadi Rp 1.644,- pada tanggal 12 September 1986. Dua hari setelah itu Bank
Indonesia mengumumkan cara baru dalam penentuan nilai tukar dengan tidak lagi
memberi porsi yang kuat pada dolar, melainkan dengan variasi perhitungan yang
didasarkan atas tingkat SDR (Special Drawing Rights), di samping tetap berpegang pada
prinsip nilai tukar mengambang (floating rate). Melengkapi kebijakan ini, maka pada 25
Oktober 1986 pemerintah melalui BI mengeluarkan ketentuan-ketentuan swap ulang
untuk bank-bank devisa dan LKBB. Deregulasi swap, dengan sendirinya memberi
dampak positif, antara lain:
a) Dana yang mahal dari sumber domestic terpaksa dihadapkan pada kompetisi oleh
sumber dana yang lebih murah. Hal ini diharapkan dapat menekan dana-dana yang lebih
mahal tersebut, meskipun dampaknya lebih lanjut berupa money outflow tetap masih
mengantui pula.
c) Risiko perubahan kurs yang sudah dapat dihindari dengan swap, meskipun hanya
dalm jangka waktu enam bulan, dengan sendirinya dapat meniadakan kekhawatiran
terhadap ketidakpastian usaha.
Jadi, deregulasi swap 25 Oktober ini pada pokoknya benar-benar diselaraskan dengan
jiwa deregulasi perbankan 1 Juni 1983. Beberapa perubahan dalam deregulasi swap ini
adalah sebagai berikut:
a) Swap antara bank dengan nasabahnya dilakukan atas dasar kebijakan yang
ditetapkan oleh masing-masing bank. Jenis valuta, besar swap nasabah, dan premi swap
dikenakan pada kebijakan masing- masing bank.
90
b) Premi swap ulang yang diterapkan Bank Indonesia didassarkan atas
perkembangan suku bunga pinjaman luar negeri.
Pengaruh psikologis devaluasi pada September 1986 yang lalu terhadap masyarakat
membuat kepercayaan mereka terhadap nilai tukar rupiah menurun, dan banyak dari
mereka memborong dolar karena khawatir kalau pemerintah mengadakan devaluasi lagi.
Sementara, sejak Desember 1986 sampai akhir Mei 1987 terjadi capital outflow yang
cukup deras. Beberapa kondisi yang menyebabkan larinya modal keluar negeri tersebut
antara lain:
b) Kurangnya dukungan iklim usaha dan besarnya distorsi dalam ekonomi dalam
negeri, antara lain karena masih berlakunya tata niaga impor bagi komoditi bahan baku
dan komoditi penolong penting.
Untuk menghindari dampak negatif lanjutan yang bisa terjadi, maka pada akhir 1987
pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Sumarlin, kembali mengeluarkan kebijakan
baru yang dikenal dengan Gebrakan Sumarlin. Gebrakan ini dimaksudkan untuk
memerangi spekulasi mata uang asing, dengan cara mengurangi rupiah yang beredar.
Kebijakan itu ditempuh dengan perhitungan akan bisa menekan usaha spekulasi, karena
tidak ada lagi yang bisa ditukarkan dengan dolar.
Penciutan rupiah terbesar terjadi pda akhir Juni 1987 ketika Sumarlin memerintahkan
empat BUMN –Taspen, PLN, PT Pusri, dan Pertamina- menarik deposito dan giro
91
masing-masing yang ditaruh di bank-bank pemerintah dan kemudian menggunakannya
untuk membeli SBI. Akibatnya deposito dan giro bank-bank pemerintah tersedot 800
miliar rupiah dan berpindah ke BI. Akibatnya bank-bank di Indonesia mengalami
kesulitan mencari dana rupiah. Dolar Amerika yang mereka miliki mau tidak mau harus
dijual untuk menutupi kekurangan rupiah. Dengan demikian, dolar Amerika mengalir
lagi ke bank sentral dan memperbesar cadangan devisa yang dikuasai pemerintah.
Akan tetapi, karena cara kontraksi moneter dan instrument seperti itu yang digunakan,
keberhasilannya terpaksa dibayar dengan harga yang sangat mahal. Kontraksi moneter
yang drastis menimbulkan krisis likuiditas pada lembaga-lembaga keuangan dan pada
perekonomian nasional. Kesulitan likuiditas itu mengakibatkan tingkat suku bunga
pinjaman di dalam negeri meningkat cepat, di samping memaksa pemasukan modal dari
luar negeri. Sebagian dari valuta asing yang mengalir masuk tersebut, merupakan dana
valuta asing milik bank-bank yang terkena dampak Gebrakan Sumarlin, dan sebagian
lagi mungkin berupa dan valuta asing yang diparkir oleh para speculator di luar negeri,
dan sisanya mungkin berupa pinjaman baru dari luar negeri untuk mengatasi krisi
likuiditas rupiah di kalangan lembaga-lembaga dalam negeri.
Meningkatnya suku bunga deposito akan memikat pemilik modal untuk menyimpan
dana di bank. Sebaliknya, suku bunga pinjaman yang meningkat akan menekan sektor
produksi dan investasi. Sektor produksi tertekan karena kesulitan likuiditas, dan minat
untuk invetasi terlihat kembali karena suku bunga yang tinggi sangat memberatkan
investor.
92
Adapun intisari Paket Oktober 1988 tersebut meliputi:
1) Semua bank – baik bank pemerintah, bank pembangunan daerah, bank swasta
nasional, maupun bank koperasi – bebas membuka kantor cabang di seluruh wilayah
Indonesia, dengan syarat 24 bulan terakhir atau minimal 20 bulan terakhir tergolong
sehat, termasuk permodalannya.
4) Bank Perkreditan rakyat (BPR) yang ada dapat ditingkatkan menjadi bank umum
atau bank pembangunan setelah memenuhi syarat permodalan.
5) BPR boleh didirikan di kecamatan di luar ibu kota Dati II, dan ibu kota provins,
dengan syarat berbentuk perseroan terbatas (P.T.) atau perusahaan daerah (P.D.), dan
modal setornya Rp 50 juta. Sedangkan untuk yang berbentuk badan hukum koperasi,
simpanan pokok dan simpanan wajibnya minimal Rp 50 juta.
7) BPR dapat menghimpun dana masyarakat berupa giro, deposito, dan tabungan,
sedangkan pemberian kreditnya terutama diperuntukkan bagi pengusaha kecil atau
masyarakat pedesaan. Namun bersadasrkan SK Menteri Keuangan No. 279/
KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989, yaitu penyempurnaan Keputusan Menteri
Keuangan RI No. 1064/KMK.00/1988 tentang pendirian dan usaha BPR, maka akhirnya
BPR tidak diperkenankan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk giro.
8) BPR yang ada di ibu kota negara, ibu kota provinsi atau ibu kota Dati II harus
ditingkatkan menjadi bank umum atau bank pembangunan, atau dipindahkan ke
kecamatan. Batas waktu penyesuaian tersebut dua tahun sejak berlakunya peraturan.
93
9) Semua bank dapat menyelenggarakan program Tabanas, Taska, dan tabungan
lainnya.
10) Penerbitan sertifikat deposito oleh bank tidak memerlukan izin lagi.
11) Syarat menjadi bank decisa hanya dikaitkan dengan tingkat kesehatan, yaitu
selama 24 bulan atau minimal 20 bulan tergolong sehat, dengan volume usaha harus
mencapai sekurang-kurangnya Rp 100 miliar, dana pihak ketiga sekurang-kurangnya Rp
80 miliar, dan pinjaman yang diberikan sekurang-kurangnya Rp 75 miliar.
12) Cabang-cabang bank devisa nasional secara otomatis menjadi bank devisa tanpa
perlu izin lagi selain melapor ke BI.
13) Dibuka kemungkinan untuk mendirikan bank campuran yang didirikan secara
bersama oleh satu atau lebih bank asing. Syaratnya, bank asing yang bersangkutan
mempunyai kantor perwakilan di Indonesia, termasuk peringkat besar di negara asalnya,
dan negara asalnya menganut asas respirokal.
14) Bank campuran dapat memilih tempat kedudukan di salah satu dari enam kota,
yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Ujungpandang. Tetapi juga,
posisi kredit bank campuran tersebut, setelah 12 bulan sejak didirikan, diwajibkan
sekurang-kurangnya mencapai 50% untuk kredit ekspor.
15) Bank asing yang telah ada dan tergolong sehar dapat membuka kantor cabang
pembantu baik di Jakarta maupun di lima kota besar tadi. Setelah 12 bulan sejak
dibukanya impor kantor cabang pembantu tersebut, posisi kredit ekspornya harus
mencapai sekurang-kurangnya 50% dari total kredit yang diberikan.
17) Jangka swap diperpanjang dari maksimal enam bulan menjadi tiga tahun. Premi
swap yang selama ini 9% diubah, berdasarkan keadaan pasar, yaitu perbedaan antara
rata-rata suku bunga deposito di dalam negeri dengan LIBOR (London Inter Bank Offer
Rate). Bila bank mengenakan premi lebih tinggi, maka premi swap ulang BI disesuaikan
dengan premi tersebut.
94
18) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
dapat menempatkan dananya pada semua bank umum dan LKBB, namum penempatan
dana tersebut pada bank bank yang bukan milik pemerintah atau pemerintah daerah tidak
boleh melbihi 50% dari dana yang dapat ditempatkan, dan pada masing-masing bank
maksimum 20% dasri seluruh penempatan dana BUMN/BUMD yang bersangkutan.
19) Bank dan LKBB dikenakan batas maksimum pemberian kredit (legal lending
limit) kepada debitor dan debitor grup, pemegang saham dan pengurus, antara lain:
a. Sebanyak 20% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk fasilitas yang
disediakan bagi satu debitor.
b. Sebanyak 50% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk fasilitas yang
disediakan bagi suatu debitor grup.
c. Sebanyak 5% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk kredit anggota dewan
komisaris bukan pemegang saham beserta grup perusahaan yang dimiliknya.
d. Sebanyak 10% dari jumlah penyertaan pada bank atau LKBB bagi pemegang
saham atau perusahaan yang dimiliknya.
20) Likuiditas wajib minimum bank diturunkan dari 15% menjadi 2% dari jumlah
kewajiban kepada pihak ketiga, dan batas pinjaman maksimum antar bank ditiadakan.
22) Perluasan modal bank dan LKBB dapat dilakukan dengan menerbitkan penjualan
saham baru melalu pasar modal.
Dengan paket ini diharapkan akan meningkatkan pengembangan sektor produksi dan
investasi di daerah pedesaan. Juga diharapkan semakin meningktakan pengerahan dana
masyarakat, efisiensi lembaga keuangan dan perbankan, pengendalian kebijakan
moneter, serta menunjang iklim pengembangan pasar modal yang saling berkait dan
saling mendukung untuk peningkatan ekspor nonmigas.
Krisis moneter yang mulai berjangkit pada sekitar pertengahan 1997 yang lalu
berdampak sangat buruk bagi perekonomian Indonesia dan telah berkembang menjadi
krisis multidimensional, termasuk krisis di bidang industri perbankan yang semula
memang sudah rapuh.
95
Akibat krisis perbankan terhadap perekonomian nasional jelas sangat berat. Pertumbuhan
ekonomi yang negatif, kondisi investasi yang semaik menurun, pengangguran tenaga
keja yang meningkat yang konon mencapai 40 juta orang.
Pengertian Bank
Dalam UU lama maupun baru, pengertian bank pada pokoknya sama, hanya bedanya
dalam UU Perbankan 1992 menghilangkan kedudukannya sebagai lembaga keuangan
dan diganti dengan badan usaha. Arah usahanya lebih jelas ketimbang apa yang
dirumuskan dalam pengertian yang lalu.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Perubahan istilah lembaga keuangan menjadi badan usaha dimaksudkan agar lembaga
perbankan lebih professional dalam mengelola usaha perputaran yang dari dan ke
masyarakat.
Sedangkan pengertian bank menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, bank adalah usaha
di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama
memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
96
Pengertian bank menurut para ahli:
a. Mac Loed
Bank is a shop for the sale of credit. (bank adalah suatu perusahaan kredit)
b. Hawtrey
c. G. M. Verjin Stuart
Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kredit,
baik dengan alat pembayarannya sendiri dan dengan uang yang diperoleh dari orang lain
untuk maksud itu, maupun dengan jalan meperedarkan alat-alat pertukaran baru berupa
uang giral.
Jadi, pada hakikatnya yang dimaksudkan dengan bank ialah semua badan usaha yang
bertujuan untuk menyediakan jasa-jasanya jika terdapat permintaan atau penawaran akan
kredit. Bank memperoleh kredit dari orang lain, karena ia membayarkan bunga untuk
kredit itu. Sebaliknya ia memberikan kredit kepada orang lain dengan memungut bunga
yang lebih tinggi dari bunga yang dibayarkannya itu.
Pertama, dalam sistem ekonomi Pancasila koperasi ialah soko guru perekonomian;
97
Kedua, perekonomian Pancasila digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi,
sosial, dan yang paling penting ialah moral;
Ketiga, perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga dalam Pancasila terdapat solidaritas sosial;
Kelima, sistem perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya keseimbangan antara
perencanaan sentral (nasional) dengan tekanan pada desentralisasi di dalam pelaksanaan
kegiatan ekonomi.
Kemudian fungsi utama perbankan Indonesia menurut Pasal 3 UU Perbankan tahun 1992
menyebutkan, bahwa perbankan Indonesia mempunyai fungsi utama sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Sedangkan perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak semata-
mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang nonekonomis.
Secara lengkap mengenai hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang
Perbankan yang berbunyi, “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,
dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.
98
2) Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. (Pasal 1 No. 3 UU Perbankan 1998)
3) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Pasal 1 No. 4 UU Perbankan 1998)
Sedangkan Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudhrabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musharakah), dan lain-lain sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 13 UU
Perbankan 1998.
1) Bank Umum Milik Negara, yaitu bank yang hanya dapat didirikan berdasarkan
UU.
2) Bank Umum Swasta, yaitu bank yang hanya dapat didirikan dan menjalankan
usahanya setelah mendapat izin dari pimpinan BI. Pendirian bank umum diatur dengan
SK Direksi BI No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999.
3) Bank Campuran, yaitu bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih
bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara Indonesia
dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia,
dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
99
4) Bank Milik Pemerintah Daerah, yaitu Bank Pembangunan Daerah.
• Usaha Bank
Sesuai dengan Pasal 6 UU No. 7 tahun 1992 yang kemudian diubah dengan UU No. 10
tahun 1998, maka usaha-usaha yang dapat dilakukan bank meliputi:
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
2) Memberikan kredit.
4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya:
b) Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak
lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat termaskud.
e) Obligasi.
g) Instrument Surat Berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.
100
6) Menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun wesel
unjuk, cek atau sarana lainnya.
10) Melakukan penempatan dana dari naabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11) Membeli melalui pelanggan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal
debitor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
12) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.
13) Menyediakan pembiayaan bagi nassabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (dalam UU No. 10 tahun
1998 menjadi: Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia).
14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu Bank Umum juga dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:
2) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
101
4) Bertindak sebagai pendiri dana pension dan pengurus dana pension sesuai dengan
ketentuan dalam perundang-undangan dana pension yang berlaku.
2) Memberikan kredit.
Bentuk Hukum bank merupakan salah satu persyaratan pokok dalam mendirikan bank.
Bentuk hukum Bank Umum dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah ini:
2) Perusahaan Daerah
3) Koperasi
4) Perseroan Terbatas
Sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat bentuk hukumnya yang diatur dalam Pasal 21
ayat 2 dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah ini :
1) Perusahaan Daerah
2) Koperasi
3) Perseroan Terbatas
102
Sementara bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang
berkedudukan di luar negeri adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya
sebagaimana ditentukan oleh Pasal 21 ayat 3 .
E. Kesimpulan
1. Modal Ventura
2. Leasing
3. Asuransi
103
yang menanggung. Uang tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang menanggung,
apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.
b) Prinsip keterbukaan atau kejujuran yang sempurna (utmost good faith principle).
104
c) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung
(adhesion), karena didalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi
perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung / perusahaan
asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar.
4. Bank
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
1) Bank Sentral.
2) Bank Umum.
105
4) Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu
atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.
3) Bank Campuran.
• Usaha Bank
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
2) Memberikan kredit.
4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya.
106
10) Melakukan penempatan dana dari naabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11) Membeli melalui pelanggan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal
debitor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
12) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.
13) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu Bank Umum juga dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:
2) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
4) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pension sesuai dengan
ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
2) Memberikan kredit.
107
4) Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito,
dan atau tabungan pada bank lain.
• Bentuk hukum Bank Umum dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah
ini:
2) Perusahaan Daerah
3) Koperasi
4) Perseroan Terbatas
• Sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat bentuk hukumnya yang diatur dalam
Pasal 21 ayat 2 dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah ini:
1) Perusahaan Daerah
2) Koperasi
3) Perseroan Terbatas
108
DAFTAR PUSTAKA
109
BAB V
Oleh:
50 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 10
51 Martalena,SE.,M.M., Pengantar Pasar Modal., (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011) hlm 2
110
Sementara efek adalah surat berharga pengakuan hutang, surat berharga
komersial saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan investasi kolektif,
kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek. 52
Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu system keuangan yang
terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua
lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga
yang beredar.dalam arti sempit, Pasar Modal adalah suatu pasar (tempat berupa
gedung) yang dipersiapkan guna memperdagangkan saham-saham,obligasi-
obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara
dagang efek (sunariyah, 2004).
Pasar Modal memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu Negara
kerena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama bagi sarana
pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana
dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat
digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan
lain-lain. Kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi
pada instrument keuangan, seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain.
Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai
karakteristik keuntungan dan resiko masing- masing instrument.
Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan
perusahaan ataupun institusi pemerintahan melalui perdagangan instrument
keuangan jangka panjang, seperti obligasi, saham dan sebagainya.
52Man Suparman Sastrawidjaya., Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga., (Bandung: Alumni,
1997) hlm 273
111
tersebut. Sedangkan bagi borrower, adanya dana dari luar dapat digunakan untuk
pengembangan usahanya tanpa menunggu dana dari hasil oprasi perusahaannya.
Fungsi keuangan, maksudnya bahwa dengan cara menyediakan dana yang
diperlukan oleh borrower dan pada lender tanpa harus terlibat langsung dalam
kepemilikan aktiva riil.53
Sedangkan ada fungsi pasar modal dalam perekonomian suatu Negara
karena memiliki 4 fungsi, yaitu:
1. Fungsi saving
Pasar modal dapat menjadi alternative bagi masyarakat yang ingin
menghindari penurunan mata uang karena inflasi.
2. Fungsi kekayaan
Masyarakat dapat mengembangkan nilai kekayaan dengan berinvestasi dalam
berbagai instrument pasar modal yang tudak akan mengalami penyusutan
nilai sebagaimana yang terjadi pada investasi nyata, misalnya rumah atau
perhiasan.
3. Fungsi likuiditas
Instrument pasar modal pada umumnya mudah untuk dicairkan sehingga
memudahkan masyarakat memperoleh kembali dananya dibandingkan rumah
dan tanah.
4. Fungsi pinjaman
Pasar modalmerupakan sumber pinjaman bagi pemerintah maupun
perusahaan untuk membiayai kegiatannya. 54
Dilihat dari perspektif lain, pasar modal juga memberikan fungsi besar bagi
pihak-pihak yang ingin memperoleh keuntungan dari investasi. Fungsi pasar
modal tersebut antara lain:
1. Bagi perusahaan
53 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 16
112
capital) rendah dibandingkan sumber dana jangka pendek dari pasar uang.
Kerena, jika mengambil sumber dana untuk pembiayaan perusahaan dari
pasar uang (lewat kredit perbankan misalnya) maka harus menanggung
cost of capital berupa angsuran pokok dan bunga secara periodic. Hal itu,
dipandang cukup berat bagiperusahaan, terlebih jika dana tersebut
digunakan untuk investasi jangka panjang yang memberikan keuntungan
dengan tenggang waktuyang agak lama, sementara angsuran bank harus
diselesaikan setiap bulan.
2. Bagi investor
Alternative investasi bagi pemodal terutama bagi instrument yang
memberikan likuiditas tinggi. Pasar modal memberikan ruang investor
dan profesi lain untuk memperoleh return yyang cukup tinggi. Investor
yang berinvestasi melalui pasar modal tidak harus memiliki modal besar,
memiliki kemampuan analisis keuangan bagus. Pesar modal memberikan
ruang dan peluang untuk investor kecil, pemula, bahkan masyarakat
awam sekalipun, misalnya dengan mempercayakan dananya kepada fund
manager. Fundmanager akan melakukan portopolio investasi yang
menguntungkan atas dana yang dipercayakkannya.
113
bentuk pasar berbeda dengan jenis pasar leinnya. Pasar modal tidak hanya
sebatas wadah, tempat, gedung dan jenis fasilitas fisik lainnya, melainkan
juga berupa penyediaan mekanisme yang memberikan ruang dan peluang
untuk melakukan transaksi.untuk itu pasar modal memiliki karakteristik,
antara lain:
114
depan investasi, atau belum. Nilai spekulatif semakin Nampak
terutama bagi investor jangka pendek yang mengejar capital gain.
Investor jenis ini pola transaksinya seolah mengandung unsur domino
tinggi, yaitu memasang transaksi jual dan beli dengan memanfaatkan
potensi bertaruh. Membeli sekuritas tentu kemudian memasang
dengan harga tertentu, yang setiap saat dapat naik dan turun dengan
unpredictable. Disitu, pada prinsipnya yang dijual bukanlah surat
berharga sebagai meteri, melaikan potensi yang sangat sarat dengan
spekulatif yang terkandung pada sekuritas bersangkuta. 55
55 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 15
115
3. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat
dan berprospek baik
4. Pelaksanaan manajemen perusahaan secara professional dan
transparan
5. Peningkatan aktifitas ekonomi nasional
116
1. Badan Pengawas Pasar modal dan Lembaga Keuangan
BAPEPAM-LK merupakan badan pengawas pasar modal yang
mana, sebagaimana diatur dalam undang-undang BAPEPAM-LK
mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mencabut bagi lembaga,
institusi, perorangan dan emitem yang terlibat dalam pasar modal jika
melanggar peraturan perundangan. Disamping itu BAPEPAM-LK, juga
berhak menerbitkan peraturan dalam rangka penegakan hukum atas setiap
pelanggaran terhadap peraturan dan perundangan oleh pihak yang
berkaitan dengan pasar modal. Adapun tugas dan wewenang BAPEPAM-
LK sebagai berikut:
117
d. Melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat
2. Bursa Efek
56 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 20
118
Berdasarkan Undang-Undang BAPEPAM-LK No. 8 tahun 1995,
bursa efek merupakan perseroan terbatas yang didirikan dengan tujuan untuk
menyelenggarakan dibidang pasar modal. Saham pasar modal dimiliki oleh
anggota yang terdiri dari perusahaan efek. Dengan demikian, pasar modal
adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system dan atau
sarana untuk menemukan penawaran jual dan beli efek dan pihak lain dengan
tujuan untuk memperdagangkan efek diantara mereka.
119
Lembaga kliring dan penjaminan efek merupakan anak bursa efek yang
berfungsi untuk melakukan kegiatan kliring dan penjaminan efek dari
transaksi efek. Bursa efek Indonesia membentuk LKP dengan nama PT.
Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Sedangkan perusahaan efek
dan bank kostodian dapat membentuk lembaga penyimpanan dan
penyelesaian (LPP) yang berfungsi untuk mempermudah penyelesaian
pemindahan bukuan serta proses penyimpanan efek. Lembaga penyimpanan
dan penyelesaian transaksi efek (LPP) yang sudah terbentuk adalah PT.
Koatodian Depositori Efek Indonesia (KDEI). Sementara tujuan LPP dan
LKP adalah menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi
bursa yang teratur, wajar dan efisien.
57 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 21
120
a. Wajib menetapkan peraturan mengenai jasa custodian sentral dan jasa
penyelesaian transaksi efek, termasuk ketentuan mengenai biaya
pemakaian jasa
b. Mengamankan pemindahtanganan efek
c. Menyelesaikan settlemen
5. Perusahaan Efek
Perkembangan bursa efek di Indonesia tidak dapat dilepas dari perusahaan
efek yang ada. Perusahaan efek disini berperan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal, mengelola serta menghimpun dana bagi perusahaan
public. Perusahaan efek merupakan kegiatan usaha sebagai perantara
pedagang efek, penjamin emisi efek, dan atau menajer investasi (Sawidji
Widoatmodjo, 2006). Sebagaimana peran yang strategis dalam kancah
perekonomian makro suatu Negara, perusahaan efek mempunyai fungsi:
a. Penjaminan emisi efek (underwriter)
b. Perantara-perantara efek (broker dealer)
c. Manajer investasi (investment manager)
121
menjamin dipatuhinya semua ketentuan perundang-undangan dibidang
pasar modal.
122
Kesanggupan terbaik berarti underwriter tidak bertanggung jawab atas
sisa efek yang tidak terjual, tetapi underwriter akan berusaha sebaik-
baiknya untuk menjual saham emiten.
7. Perantara-Perantara Efek
Mekanisme perdagangan efek di bursa efek tidak dapat langsung terjadi
anatar investor beli dengan investor jual. Proses perdagangan bursa efek harus
lewat perantara yang disebut Wakil Perantara Perdagangan Efek (WPPE).
Mereka adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk
kepentingan sendiri atau efek lain. Melaksanakan semua order baik beli
maupun jual dari nasabahnya dengan mendapatkan biaya jasa perantara efek
(Brokerage efek)
Adapun tugas dan tanggung jawab Perantara Pedagang Efek, antara lain:
a. Melaksanakan amanat jul beli dari nasabah
b. Menyelenggarakan administrasi transaksi efek
c. Menyediakan data dan informasi bagi kepentingan nasabah
d. Memberi remendasi kepada nasabah untuk membeli atau menjual efek
berdasarkan keadaan keuangan dan maksud tujuan investasi nasabah
e. Mengenal nasabah
f. Menyampaikan laporanyang dipersyaratkan kepada BAPEPA-LK
123
mendapatkan biaya jasa perantara efek (brokerage fee) (Robert Ang, 1997).
Brokage fee ditetapkan oleh BAPEPAM-LK sebesar maksimal 1% dari nilai
transaksi, sedangkanminimumtidak ditetapkan.
8. Manajer Investasi
Manajer investasi merupakan perusahaan efek yang melakukan usaha
sebagai pengumpul dana serta mengelola dana untuk investasi sesuai dengan
perjanjian dengan investor (pemodal) (Djiptono Darmadji dan Hendry
Fakhruddin, 2011). Manjer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya
mengelola portifolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio
investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi,
dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Robert ANG,
1997).
Adapun tugas dan tanggung jawab manajer investasi, anatara lain:
a. Mengelola dana nasabah
b. Menyelenggarakan administrasi portofolio nasabah
c. Menyediakan dana dan informasi bagi kepentingan nasabah
d. Melaksanakan keputusan investasi sesuai dengan kepentingan nasabah
e. Memberikan rekomendasi kepada nasabah untuk membeli atau menjual
efek berdasarkan keadaan keuangan dan maksud tujuan investasi dari
nasabah
f. Mengenal nasabah
g. Menghitungnilai wajar pasar dari efek dalam portofolio raksadana dan
menyampaikannya kepada bank custodian setiap hari kerja (jika
mengelola raksadana)58
58 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 25
124
modal harus mendapatkan izin dari BAPEPAM-LK. Adapun lembaga
penunjang pasar modal meliputi:
125
Yang dapat menyelenggarakannya kegiatan usaha sebagai custodian
adalah lembaga penyelesaian dan penyimpanan, perusahaan efek, atau
bank umum yang telaah mendapat persetujuan BAPEPAM-LK 59
C. Wali amanat
59 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 25
126
investor guna mengetahui kemempuan perusahaan dalam mengembalikan
pokok pinjaman dan bunga. Rating agencies yang terkenal di duniaadalah
Standard & Poor dan Moddy’s. di Indonesia perusahaan pemeringkat efek
adalah PT. Perfindo (Pemeringkat Efek Indonesia). Pemegang saham PT.
Pefindo saat itu terdiri dari lebih 100 pemegang saham yang masing-masing
tidak boleh melebihi 10% dari modal di tempatkannya dan disektor penuh.
Pemegang saham PT. Pefindo adalah BEI (sekarang sudah menjadi Bursa
Efek Indonesia), perusahaan sekuritas, bank-bank pemerintah, yayasan dana
pensiun dan perusahaan asuransi.
Manfaat rating agencia (pemeringkat) dapat ditinjau sisi emiten dan sisi
investor. Bagi emiten,pemeringkat memberi manfat antara lain:
127
d. Memberikan perspektif pilihan investasi yang lebih beragam sesuai
dengan risiko
e. Meningkatkan likuiditasportofolio investasi
128
tidak hanya mengungkapkan semua infoemasi material tetapi juga
mengungkapkan secara jelas, sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat.
Penekananmengenai keterbukaan harus diberikan pada hal-hal yang sangat
relevan dan menjadi perhatian para analis efek dan pemodal.
A. Akuntan Publik
Perkembangan pasar modal, yang berarti banyak perusahaan yang
memanfaatkannya lewat go public dalam rangka mencari sumber dana
perusahaan untuk pengembangan usaha, sehingga diversifikasi modal
menjadi luas. Dalam kondisi seperti itu kepemilikan perusahaan menjadi
terdiversifikasikan sehingga oprasional perusahaan banyak yang
mengawasi.
Para pemegang saham berkepentingan memperoleh informasi
yang valid dan relevan termasuk pihak lain yang berkepentingan terhadap
perusahaan. Untuk itu peran akuntan public sebagai pihak eksternal untuk
menilai kewajaran infoemasi yang disampaikan atau diterbitkan
perusahaan menjadi sangat penting.
Peran profesi akuntan dalam pasar modal adalah membantu
mengembangkan standar akuntansi keuangan dan standar pemeriksaan
akuntan public, mendorong kepatuhan akuntan dalam menerapkan standar
tersebut. Bentuk peran tersebut seperti pengembangan standar akuntansi
keuanagn yang berkaitan dengan instrument pasar moda, seperti efek
derivative, standar pemeriksaan industry efek, dan lain sebagainya.
Dengan demikian diharapkan akuntan akan selalu dapat mengikuti
perkembangan industry keuangan yang tumbuh dengan pesat dan semakin
kompleks.
Dalam proses emisi oleh emiten, akuntan public bertanggung
jawab untuk membantu penyusunan prospectus, laporan tahunan, yang
mnecakup laporan keuangan yang diaudit yang disajikan secara jelas,
mudah dimengerti, dan memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh BAPEPAM-LK. Akuntan juga dapat membantu emiten dalam
mematuhi persyaratan mengenai keterbukaan, dengan mengungkapkan
informasi dan fakta material yang relevan kepada masyarakat.
129
Dalam rangka membantu emisi serta menjaga pprofesional dalam
pemberian jasa terhadap klien yang bersinggungan pasar modal, akuntan
public berkewajiban dan bertanggung jawab:
- Wajib memiliki keahlian di bidang pasar modal, dan persyaratan
keahlian profesi akuntan
- Sanggup melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP) dank ode etik profesi, serta senantiasa
bersikapindependen.
B. Konsultan Hukum
Perusahaan go publik yang modalnya terdiversifikasikan secara
luas di masyarakat sering muncul persoalan-persoalan hukum. Persoalan
hukum tersebut bersinggungan dengan jaminan keamanan investasi para
investor, asset, hutang, modal, system dan produk baru pasar modal.
Untuk itu membutuhkan konsultan hukum yang memberikan advice dan
pertimbangan tertang berbagai hal terkait dengan kepastian huku.
Konsultan hukum adalah ahli hukum yang memberikan pendapat hukkum
kepada pihak lain dan terdaftar di BAPEPAM-LK (Robert Ang, 1997)
Aspek hukum yang perlu dikembangkan antara lain mengenai standar
kontrak antara perantara dagang efek dan nasabahnya, dan kontrak
pelayananjasa kostodian.
Kewajiban dantanggung jawab konsultan hukum antara lain:
- wajib memilikikeahlian di bidang pasar modal, dan persyaratan
keahlian dapat dipenuhi melalui program latihan yang diakui
BAPEPAM-LK
- sanggup melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan
hukum dan standar pendapat hukum, kode etik profesi, serta
senantiasa bersikap independen.
C. Penilai (appraiser)
Jasa penilaian memiliki peran penting dalam penentuan nilai wajar
atas suatu aktiva, baik ketika emisi, akuisi, dan ketejadian lain. Jaha
penilaian adalah pihak yang memberikan penilaian atas asset perusahaan
dan terdaftar di BAPEPAM-LK. Kewajiban dan tanggung jawab penilai,
antara lain : sanggup melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar
130
penilaian Indonesia dan kode etik profesi, serta senantiasa bersikap
independen.
D. Notaris
Peran notaris di pasar modal diperlukan terutama dalam hubungan
dengan penyusunan anggaran dasar paara pelaku pasar modal, seperti
emiten, perusahaan public, perusahaan efek, dan dana reksa, serta
penyusunan kontak-kontrak penting seperti kontrak reksadana,
penjaminan emisi dan perwaliamanatan. Notaris adalah pejabat umum
yang berwewnang membuat akta otentik dan terdaftar di BAPEPAM-LK
Kewajiban dan tanggung jawab notaris antara lain:
- Membuat berita acara rapat umum pemegang saham
- Membuat akte perubahan anggaran dasar
- Menyiapkan perjanjian-perjanjian
- Melakukan tugas sesuai dengan kode etik profesi dan bersikap
independen
8) Perusahaan Publik
131
Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah). Atau suatu jumlah pemegang
saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
9) Penawaran Umum
10) Reksadana
132
c. Bamk Kustodian Reksadana wajib menyampaikan laporan yang
memperlihatkam posisi keuangan dari masing-masing Reksadana kepada
Bapepam-LK 60 .
d. Bank Kustodian dan Manager Investasi wajib memastikan kelelngkapan
data laporan yang tersedia dam akurasi perhitungan data laporan
Reksadana yang disampaikan.
11) Pemodal
Pihak yang melakukan investasi melalui pasar modal baik perseorangan
maupun institusi. Investor institusi terdiri dari perusahaan yang bergerak
dibidang jasa keuangan maupun jasa lainnya seperti asuransi, dana pensiun,
koperasi, dan badan hukum lainnya. Baik pemodal perseorangan
ataupuninstitusi tersebut dapat berasal dari Warga Negara Indonesia(WNI)
atau badan hukum Indonesia ataupun warga Negara asing dan badan hukum
asing (Robert Ang,1997)
60 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 30
133
D. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)
Efek yang memberikan hak kepada pemiliknya untukmembeli saham baru
dengan harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Diterbitkan pada
saat penawaran umum terbatas (right issue)
E. Waran
Efek yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk membeli saham
baru dengan harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Diterbitkan
mengikuti penerbitan/ penjualan efek lain,missal right issue, IPO,
Obligasi.
TENTANG
134
bidang Pasar Modal serta sanksi administratif dengan Peraturan
Pemerintah;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR
MODAL.
BAB I
BURSA EFEK
Pasal 1
Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha
dari Bapepam.
Pasal 2
Pasal 3
135
f. rencana kegiatan 3 (tiga)tahun termasuk susunan organisasi,
fasilitas komunikasi, dan program-program latihan yang akan
diadakan;
Pasal 5
136
(3) Bursa Efek wajib menerima permohonan Perusahaan Efek untuk
menjadi pemegang saham Bursa Efek sepanjang pemegang saham
yang menjadi Anggota Bursa Efek tersebut belum mencapai 200
(dua ratus).
Pasal 6
(1) Yang dapat menjadi Anggota Bursa Efek adalah pemegang saham
Bursa Efek yang memenuhi syarat sebagai Anggota Bursa Efek.
(2) Bursa Efek wajib menerima permohonan pemegang saham yang
memenuhi syarat sebagai Anggota Bursa Efek untuk menjadi
Anggota Bursa Efek sepanjang jumlah Anggota Bursa Efek belum
mencapai 200 (dua ratus).
Pasal 7
(1) Pemindahan hak atas saham Bursa Efek hanya dapat dilakukan
kepada Perusahaan Efek yang telah mempunyai izin usaha sebagai
Perantara Pedagang Efek dan memenuhi syarat menjadi Anggota
Bursa Efek tersebut.
Pasal 8
(1) Perusahaan Efek yang telah menjadi pemegang saham Bursa Efek
tetapi kemudian tidak memenuhi syarat untuk menjadi Anggota
Bursa Efek wajib mengalihkan saham Bursa Efek yang dimilikinya
kepada Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai
Anggota Bursa Efek selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal saham Bursa Efek tersebut
dimiliki oleh Perusahaan Efek dimaksud.
(2) Perusahaan Efek yang tidak lagi menjadi Anggota Bursa Efek wajib
mengalihkan saham Bursa Efek yang dimilikinya kepada
Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai Anggota
Bursa Efek selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
137
sejak saat Perusahaan Efek tersebut tidak lagi menjadi Anggota
Bursa Efek.
(3) Dalam hal Perusahaan Efek tidak mengalihkan saham Bursa Efek
yang dimilikinya kepada Perusahaan Efek lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), maka Bursa Efek melelang
saham Bursa Efek dimaksud pada tingkat harga terbaik dalam
jangka waktu 3 (tiga)bulan sejak dilampauinya batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
(4) Dalam hal saham Bursa Efek tidak dapat dialihkan dalam batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka Perusahaan
Efek yang memiliki saham Bursa Efek wajib menjual saham
tersebut kepada Bursa Efek dan Bursa Efek wajib membeli saham
tersebut pada harga nominal.
Pasal 9
(1) Jumlah anggota direksi dan komisaris Bursa Efek masing-masing
sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.
(3) Anggota direksi dan komisaris diangkat untuk masa jabatan selama
3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
Pasal 10
(1) Saham Bursa Efek adalah saham atas nama yang mempunyai nilai
nominal dan hak suara yang sama.
(2) Setiap pemegang saham Bursa Efek hanya dapat memiliki 1 (satu)
saham.
138
mempunyai hubungan dengan Perusahaan Efek lain yang juga menjadi
pemegang saham Bursa Efek yang sama melalui:
a. kepemilikan, ab langsung maupun tidak langsung, sekurang-
kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari saham yang mempunyai
hak suara;
Pasal 12
Pemegang saham Bursa Efek wajib menyerahkan surat saham Bursa
Efek yang dimilikinya kepada Lembaga Kliring dan Penjaminan
sebagai jaminan atas transaksi Efek yang dilakukannya.
Pasal 13
(1) Anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek atau perubahannya wajib
diajukan kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan.
(2) Dalam hal anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek atau
perubahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditolak,
Bapepam memberikan alasan atas penolakan tersebut.
(3) Dalam rangka terciptanya Pasar Modal yang teratur, wajar, dan
efisien, Bapepam dapat memerintahkan Bursa Efek untuk
mengubah anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek.
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan
Bursa Efek berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh
Bapepam
BABII
139
Penyelesaian dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha
dari Bapepam.
Pasal 16
Pasal 17
(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha Lembaga Kliring dan
Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian diajukan
kepada Bapepam disertai dengan dokumen dan keterangan sebagai
berikut :
140
i. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan
dengan permohonan izin usaha Lembaga Kliring dan Penjaminan
atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang ditetapkan
lebih lanjut oleh Bapepam.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan
menggunakan formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan oleh
Bapepam.
Pasal 18
Pasal 19
(1) Jumlah anggota direksi dan komisaris Lembaga Kliring dan
Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian masing-
masing sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.
Pasal 20
(1) Saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian adalah saham atas nama yang
mempunyai nilai nominal dan hak suara yang sama.
141
Penyimpanan dan Penyelesaian hanya dapat dimiliki oleh Bursa
Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian,
atau Pihak lain atas persetujuan Bapepam.
(4) Pemindahan hak atas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau
Lembaga Penuyimpanan dan Penyelesaian hanya dapat dilakukan
kepada Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Bank
Kustodian, atau Pihak lain yang telah memperoleh persetujuan dari
Bapepam.
(5) Pemindahan hak atas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan oleh
Bursa Efek kepada pihak yang bukan Bursa Efek hanya dapat
dilakukan sepanjang Bursa Efek tetap memiliki mayoritas saham
Lembaga Kliring dan Penjaminan.
(6) Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian dilarang membagikan dividen kepada pemegang
saham.
Keputusan BAPEPAM-LK
142
Pemerintah memiliki dua alternatif dalam rangka pembentukan lembaga
independen yang akan melakukan pengawasan pasar modal. Salah satu
alternatif tersebut adalah pengawasan pasar modal tetap akan dilakukan
oleh Bapepam yang telah independen. Bapepam kelak akan berbentuk
komisi dan dipimpin oleh komisioner yang diangkat oleh presiden.
143
Kemudian, dalam Pasal 5C ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa Dewan
Komisioner terdiri dari 5 (lima) Komisioner dan Komisioner sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang berasal dari pegawai karier Bapepam.
Terkait dengan dua hal yang terakhir, yaitu mengenai jumlah anggota dan
lamanya masa jabatan Komisioner, jika dibandingkan dengan SEC, maka
sekali lagi kita menjumpai kesamaan antara ketentuan ini dengan
ketentuan The Glass-Steagall Act tahun 1933 yang menjadi dasar hukum
SEC.
Ketentuan yang melarang lebih dari tiga anggota Komisaris SEC berasal
dari parpol yang sama, sedikit banyak juga diadopsi dalam RUU. Lihat
saja ketentuan Pasal 5L ayat (2) RUU yang mengatur bahwa antara
sesama Komisioner dilarang berasal dari parpol yang sama.
144
RUU: kewenangan baru Bapepam
Sementara itu dalam RUU, di akhir redaksi pasal tersebut ditambah lagi
dengan kalimat "dan Pihak lain yang ditetapkan oleh Bapepam". Hal ini
ternyata berhubungan erat dengan perubahan definisi kata "Pihak" yang
diberikan sebelumnya dalam Pasal 1 angka 2 RUU. Singkatnya, RUU
memperluas cakupan "Pihak" dalam kaitannya dengan kebijakan
demutualisasi bursa.
145
hadir setelah mendapat masukan dari wakil Departemen Kehakiman dan
HAM (Depkeh HAM) selama pembahasan RUU.
Pasal ini, agaknya dapat dikatakan sebagai klimaks atau puncak dari
implikasi independensi Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal.
Pasal ini dengan tegas dan jelas menggambarkan begaimana "perkasanya"
Bapepam, sehingga otoritas hukum lainnya atau pihak ketiga manapun
tidak dapat mempengaruhi hasil keputusan Bapepam terkait dengan
pelaksanaan wewenangnya.
146
harus terhindar dari kepentingan dan campur tangan pihak ketiga, baik
yang bernuansa politis ataupun ekonomis.
Coba saja cermati, beragam kejahatan yang terjadi di pasar modal hampir
seluruhnya terkait dengan informasi. Sebut saja, pelanggaran keterbukaan
informasi dengan cara memberikan informasi yang menyesatkan kepada
publik (misleading information), manipulasi pasar (market manipulation),
penipuan (fraud), ataupun perdagangan orang dalam (insider trading).
Independen kredibel
147
pejabat Bapepam akhir-akhir ini merupakan dampak dari rendahnya
mentalitas penegakan hukum mereka.
Tidak sedikit dari pejabat Bapepam yang telah memiliki jalinan "kasih"
yang erat dengan pelaku pasar tertentu, baik itu perusahaan efek ataupun
emiten. Pertalian itu telah dijalin sedemikian lamanya, sehingga bukan
suatu hal yang janggal ketika sebagian pejabat Bapepam menerima
"sesuatu" dari pihak-pihak tertentu yang juga, secara tak langsung,
menginginkan "sesuatu" dari para pejabat tersebut.
148
b. Bahwa untuk memastikan penggunaan layanan jasa KSEI berjalan
secara teratur, wajar dan efisien, dipandang perlu untuk mengatur
mengenai pengenaan sanksi bagi Pemakai Jasa yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan KSEI.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dipandang
perlu untuk membuat peraturan KSEI tentang Sanksi KSEI.
MEMUTUSKAN
1. Peraturan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Nomor
VIII Tentang Sanksi KSEI sebagaimana tercantum dalam lampiran
keputusan ini.
2. Hal yang perlu diatur lebih lanjut dari Peraturan ini akan diatur dalam
surat edaran yang akan diterbitkan kemudian oleh KSEI.
3. Keputusan Direksi ini berlaku efektif sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan bahwa segala sesuatunya akan diubah dan diperbaiki
sebagaimana mestinya apabila terdapat kekeliruan dalam penetapan
dan/atau dianggap perlu untuk dilakukan perbaikan atas Keputusan
Direksi ini.
149
Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung
atau tidak langsung:
150
Memberikan pemaparan fungsi, syarat, dan ketentuan mengenai aktivitas
di Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian.
BAB IV Reksa Dana
Aturan mengenai bentuk dan sifat Reksa Dana, serta ketentuan mengenai
pengelolaan Reksa Dana.
BAB V Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat
Investasi
Aturan mengenai persyaratan, ketentuan, otoritas kegiatan, serta pedoman
untuk Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat Investasi.
BAB VI Lembaga Penunjang Pasar Modal
Aturan mengenai persyaratan dan ketentuan tentang Lembaga Penunjang
Pasar Modal, yang di dalamnya termasuk Kustodian, Biro Administrasi
Efek, dan Wali Amanat.
BAB VII Penyelesaian Transaksi Bursa dan Penitipan
Kolektif
Penjelasan mengenai tata cara aktivitas penyelesaian transaksi bursa, serta
syarat dan ketentuan mengenai penitipan kolektif.
BAB VIII Profesi Penunjang Pasar Modal
Aturan yang mengatur profesi penunjang aktivitas Pasar Modal, serta
persyaratan, tata cara, dan kewajiban saat melakukan aktivitas di Pasar
Modal.
151
Penjelasan mengenai aktivitas dan kegiatan apa saja yang dilarang di
kegiatan Pasar Modal, termasuk penipuan, dan pelarangan penggunaan
orang dalam sesuai ketentuan berlaku.
BAB XII Pemeriksaan
Dasar hukum mengenai wewenang Bapepam melakukan pemeriksaan
terhadap pelanggaran UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya,
termasuk aturan tata cara pemeriksaan.
BAB XIII Penyidikan
Aturan mengenai prosedur dan tata cara pelaksanaan penyidikan yang
dilakukan Bapepam terhadap pelanggar UU Pasar Modal dan peraturan
pelaksanaannya.
BAB XIV Sanksi Administratif
Aturan mengenai sanksi administratif yang diberikan Bapepam terhadap
pelanggar UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.
BAB XV Ketentuan Pidana
Penjelasan mengenai ketentuan pidana terhadap pihak yang melanggar
UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.
BAB XVI Ketentuan Lain-lain
Penjelasan mengenai ketentuan menuntut ganti rugi terhadap pihak yang
dirugikan dari pelanggaran UU Pasar Modal dan peraturan
pelaksanaannya, serta kewajiban konsultasi dan atau koordinasi Bapepam
dan Bank Indonesia terkait aktivitas pengawasan di Pasar Modal.
BAB XVII Ketentuan Peralihan
Memberikan paparan kewajiban dan ketentuan bagi Perusahaan Publik
setelah UU Pasar Modal ini diundangkan, dan sifat peraturan lain terkait
Pasar Modal setelah UU Pasar Modal ini resmi berlaku.
BAB XVIII Ketentuan Penutup
Penjelasan mengenai tanggal berlakunya UU Pasar Modal mulai 1 Januari
1996, sekaligus tak berlakunya UU lama yang mengatur Pasar Modal.
152
ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional
maupun internasional;
b. bahwa di samping bentuk badan hukum Perseroan Terbatas
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang, hingga
saat ini masih terdapat badan hukum lain dalam bentuk Maskapai Andil
Indonesia sebagaimana diatur dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia
(Ordonnantie op de Indonesische Maatschapij op Aandeelen, Staatsblad
1939:569 jo.717);
c. bahwa dalam rangka menciptakan kesatuan hukum, untuk memenuhi
kebutuhan hukum baru yang dapat lebih memacu pembangunan nasional,
serta untuk menjamin kepastian dan penegakan hukum, dualisme
pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf b perlu ditiadakan dengan
mengadakan pembaharuan peraturan tentang Perseroan Terbatas;
153
yang jumlahnya besar dapat di minimalisasi sehingga stabilitas
perekonomian nasional dan keamanan negara terjaga;
d. bahwa pencucian uang bukan saja merupakan kejahatan nasional tetapi
juga kejahatan transnasional, oleh karena itu harus diberantas, antara lain
dengan cara melakukan kerja sama regional atau internasio nal melalui
forum bilateral atau multilateral;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-undang tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang.
UU NO 25 THN 2003
a. bahwa agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang dapat berjalan secara efektif, maka Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang perlu
disesuaikan dengan perkembangan hukum pidana tentang pencucian
uang dan standar internasional;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, perlu mengubah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang;
154
nasional melalui mekanisme pengelolaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara;
c. bahwa penerbitan Surat Utang Negara kepada publik merupakan
salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan risiko
keuangan bagi negara di masa mendatang;
d. bahwa guna memberikan kepastian hukum kepada pemodal perlu
adanya landasan hukum atas komitmen Pemerintah untuk
memenuhi kewajiban keuangan serta penyelenggaraan manajemen
Surat Utang Negara yang transparan, profesional, dan bertanggung
jawab;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-undang tentang
Surat Utang Negara;
155
B. Kesimpulan
Dalam Undang-Undang Pasar Modal didefinisikan sebagai kegiatan yang
berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan
public yang berkaitan dengan efek yang di terbitkannya, serta lembaga profesi
yang berkaitan dengan efek. (bab 1, pasal 1, anka 13, UURI No 8 tentang
pasar modal)
a) Fungsi umum pasar modal diantaranya:
1. Saving
2. Fungsi kekayaan
3. Fungsi likuiditas
4. Fungsi pinjaman
b) Lembaga pasar modal
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuanagn (BAPEPAM-
LK)
2. Bursa efek
3. Lembaga Kliring dan Penjaminan ( PT.KPEI)
4. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (PT.KSEI)
5. Perusahaan efek
6. Penjamin emisi efek
7. Perantara dagang efek
8. Manajer investasi
c) Lembaga penunjang pasar modal
1. Biro administrasi efek
2. Custodian
3. Wali amanat
4. Penasihat investasi
d) Profesi penunjang pasar modal
1. Akuntan public
2. Konsultan hukum
3. Penilai (appraiser)
4. Notaris
e) Emiten dan perusahaan public
f) Perusahaan public
g) Penawaran umum
156
h) Raksadana
i) Pemodal
j) Instrument pasar modal
1. Saham
2. Obligasi
3. Reksadana
4. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)
5. Waran
157
Daftar Pustaka
158
BAB VI
SURAT BERHARGA
Oleh :
61
R. Ali Ridho, Hukum Dagang tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan Komanditer,
159
KUHD tidak menjelaskan secara implisit tentang apa yang disebut dengan surat
berharga. Oleh karena itu, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan surat berharga
perlu merujuk kepada pendapat-pendapat para pakar atau sarjana hukum mengenai
definisi tentang surat berharga.
Beberapa definisi tentang surat berharga menurut para ahli diantaranya :
1. Menurut Molengraaff, surat berharga berarti akta-akta atau alat-alat bukti yang
menurut kehendak penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang diperuntukan
semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan
untuk menagih.63
2. Menurut Ribbius, surat berharga artinya surat-surat yang pada umumnya harus
didalam pemilikan seseorang untuk dapat melaksanakan hak yang ada
didalamnya.64
3. Menurut Purwo Sutjipto, surat berharga adalah surat bukti tuntutan hutang,
pembawa hak dan mudah untuk diperjualbelikan.65
Dari tiga pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa surat berharga berarti surat yang
diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang
merupakan pembayaran harga sejumlah uang atau dapat dikatakan surat yang
mempunyai nilai.66
Setelah kita mengetahui apa definisi dari surat berharga itu, sekarang kita akan
mengetahui apa fungsi dan tujuan surat berharga itu.
Surat berharga mempunyai beberapa fungsi diantaranya:
1. Sebagai alat pembayaran (alat ukur uang)
2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah atau
sederhana)
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)67
4. Sebagai pembawa hak.
63 Molengraaff, Leidraad bij de Boefening van Het Nederlandse Handelsrecht, Jilid 1 1974 dan Jilid 2 1954
64 Dra.Farida Hasyim,M.Hum. Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 232-233
65 R. Ali Rido,SH., Hukum Dagang, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), h. 7
66 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-surat Berharga, (Bandung: PT.Aditya Pratama,
1993), H.9
67 R.Ali Rido,SH, Loc.Cit.
160
Selain mempunyai fungsi, surat berharga juga mempunyai tujuan. Tujuannya adalah
untuk berbagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang dan dapat
mengalihkan barang.
Maksudnya, dengan surat berharga dapat ditukar dengan uang atau hak untuk
mendapatkan pembayaran atas sejumlah uang tertentu, atau memperoleh sejumlah
barang tertentu yang dapat diperjualbelikan. 68
1 Pasal 469 KUHD, “Untuk dicurinya atau hilangnya emas, perak permata dan
lain-lain barang berharga, uang dan surat-surat berharga, begitupun…”
2 Pasal 99 ayat (1) Peraturan Kepailitan, “Semua uang, barang-barang perhiasan,
efek-efek dan lain-lain surat berharga harus disimpan…”
3 Dalam konteks perbankan, Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan, memberikan definisi surat berharga secara
enumeratif (merinci) yaitu surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap derivative dari surat berharga atau kepentingan
lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang. 69
Ada empat teori yang dikenal dan membahas masalah di atas antara lain70
Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh Einert seorang sarjana hukum jerman
pada tahun 1839, kemudian diteruskan oleh Kuntze dalam bukunya Die Lehre von Den
68 Emmy Pangaribuan Simanjutak, Hukum Dagang Surat-surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM,
Yogyakarta, 1982, h. 23
69 UU No.7/1992 tentang Perbankan
70
Zevenbergen, 1935 , h. 40-45
71 Dra.Farida Hasyim,M.Hum., Op.cit, h. 235
161
Inhaberpapieren tahun 1857. Menurut teori ini , yang menjadi dasar hukum mengikatnya
surat berharga antara penerbit dan pemegang adalah perbuatan “menandatangi” surat
berharga itu. Perbuatan inilah yang menciptakan perikatan anatara penerbit dan
pemegang karena ada perikatan itu, penerbit bertanggung jawab membayar kepada
pemegang surat berharga itu, walaupun tanpa perjanjian dengan pemegang berikutnya.
b. Teori kepantasan
Pelopor teori ini adalah Grunhut. Ia adalah seorang sarjana hukum jerman. Di
jerman, teori ini disebut Redlichkeitstheorie. Teori ini masih berdasarkan pada teori
kreasi atau penciptaan dengan pembatasan. Teori kreasi atau penciptaan menyatakan
bahwa penerbit yang menandatangani surat itu tetap terikat untuk membayar kepada
pemegang, 72 meskipun pemegang yang tidak jujur.
c. Teori perjanjian
Teori ini dikemukakan oleh Thoi, seorang sarjana hukum jerman dalam bukunya
Das handelsrecht (1987). Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum mengikatnya
surat berharga antara penerbit dan pemegang adalah surat perjanjian yang dibuat oleh
kedua belah pihak , yaitu penerbit yang menandatangani dan pemegang pertama yang
menerima surat berharga itu.
Dalam perjanjian, disetujui bahwa jika pemegang pertama mengalihkan surat itu
kepada pemegang berikutnya, penerbit tetap terikat untuk membayar atau bertanggung
jawab untuk membayar dalam keadaan tertentu.
d. Teori penunjukan
Teori ini dikemukakan oleh sarjana hukum terkenal, yaitu Land dalam bukunya
Beginseleen van het Hedendaagsche (1881), Wittenwaall dalam bukunya Het
Toonderpapier (1893), dan di jerman oleh Rieser.
Menurut teori ini, yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga antara
penerbit dan pemegang adalah perbuatan penunjukan surat itu kepada debitur. Debitur
yang pertama adalah penerbit, oleh siapa surat berharga itu disuruh dipertunjukkan pada
hari bayar, saat itulah timbul perikatan dan penerbit selaku debitur wajib membayarnya.
Namun, teori ini tidak sesuai dengan fakta karena pembayaran adalah pelaksanaan dari
suatu perjanjian atau perikatan, dengan demikian perikatan tersebut harus sudah ada
72 R. Soekardono,SH., Hukum Dagang Indonesia, cetakan keempat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1981) h. 38
162
terlebih dahulu sebelum pelaksanaannya. Teori ini pun dikat akan terlalu jauh
bertentangan dengan KUHD.73
73 Soekardino, Ibid
74 Prodjojikoro, Wirjono., Op.cit. h. 43
163
3. Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga
yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.
Undang-undang mengutamakan legitimasi formal untuk menjamin fungsi dan tujuan
surat berharga.
Beberapa hal yang penting dari adanya legitimasi tersebut, bahwa:
1. Pemegang surat berharga secara formil adalah orang yang mempunyai
hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materilnya.
2. Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang surat berharga itu
benar-benar orang yang berhak.
3. Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga
yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.
a. Surat rekta
b. Surat kepada pengganti
c. Surat kepada pembawa75
2. Scheltema dan Wiarda membagi surat berharga menjadi 2 (dua) jenis,
yakni:
a. Surat kepada pengganti
b. Surat kepada pembawa76
Perbedaan antara dua kelompok surat ini terletak pada kedudukan akta pada surat
berharga, yang merupakan syarat adanya hak menuntut (bestaansvoorwarde) dan
75 Zevenbergeen, Negotiable Instruments and Check Collection, West Publishing company, 1993, h. 65
76 Scheltema dan Wiarda, Commercial Paper, Harcourt Brace Legal and Profesional Publication, Inc, New
York, 1992, h. 47
77 Volmer, Charles, Commercial Paper and Payment Law, West Publishing Co, ST. Paul, Minn, 1975, h. 33
164
merupakan pembawa hak (dragger van recht). Sedangkan akta pada surat yang berharga
tidak merupakan surat adanya hak menuntut dan tidak merupakan pembawa hak, sebab
tanpa akta hak menuntut tetap ada dan dapat dibuktikan dengan segala alat pembuktian
menurut hukum, karena akta itu bukan pembawa hak.
Surat bukti diri (legitimatiepapiern) pada umumnya sama dengan surat berharga.
Surat bukti diri itu terutama dimaksudkan bahwa pemegangnya adalah pemilik hak yang
sah.
165
b. Surat sanggup
c. Cek
d. Kwitansi-kwitansi
e. Promes atas tunjuk78
1) Wesel
Surat wesel adalah surat berharga yang memuat kata “wesel” didalamnya, ditanggali
dan ditandatangani di suatu tempat, dalam mana penerbit (treker) memberi perintah tak
bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayar sejumlah uang pada hari
bayar (vervaldag) kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit yang disebut penerima
(nemer) atau penggantinya di suatu tempat tertentu. Dengan begitu, maka personalia
yang bersangkutan dengan surat wesel dapat diperinci sebagai berikut:
78Drs. C.S.T. Kansil,SH, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h. 165
166
1. Bentuk surat wesel umum
Ada tiga bentuk umum mengenai surat wesel, yaitu:
a. Wesel atas nama, yaitu wesel yang nama pemiliknya ditulis dalam
wesel itu. Meskipun wesel ini atas nama, tetapi dapat diserahkan
kepada orang lain dengan andosemen, yang mempunyai akibat
sebagai andosemen biasa (pasal 110 ayat 1).
b. Wesel kepada pengganti, yaitu wesel yang disamping nama
pemiliknya ada tambahan sebuah klausul yang berbunyi “atau
penggantinya”. Penyerahan wesel ini kepada orang lain dengan
andosemen (pasal 110 ayat 1).
c. Wesel tidak kepada pengganti, ialah wesel atas nama dengan
tambahan klausul “tidak kepada pengganti”. Wesel jenis ini bukanlah
jenis surat berharga, melainkan surat yang berharga atau “wesel
rekta” sedangkan peyerahannya tidak boleh mempergunakan
andosemen, melainkan harus dilakukan dengan sesi (cessie), yang
berakibat peralihan itu harus diketahui/disetujui oleh debitur (pasal
110 ayat 2).
2. Bentuk wesel khusus
Di samping bentuk wesel umum, KUHD mengenal wesel-wesel bentuk
khusus yang diatur dalam pasal 102. 102 a, 103 dan 126. Yang perinciannya
adalah sebagai berikut.
a. Wesel yang diterbitkan untuk penerbit sendiri atau penggantinya.
b. Wesel yang diterbitkan kepada penerbit sendiri.
c. Wesel yang diterbitkan atas tanggungan pihak ketiga.
d. Wesel inkaso.
e. Wesel domisili.
f. Wesel domisili dalam blanko.
3. Pasal 100 KUHD menentukan persyaratan-persyaratan bagi setiap wesel,
jelasnya sebagai berikut:
a. Kata wesel harus jelas gtertulis pada surat itu
b. Perintah yang tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang yang
telah ditentukan (yang tertulis)
c. Nama orang yang harus membayarnya (tertarik)
d. Penetapan atau ketentuan tanggal pembayaran
167
e. Penetapan atau ketentuan tempat dimana pembayaran itu harus
dilakukan
f. Nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yang ditujukan
olehnya pembayaran harus dilakukan
g. Tanggal dan tempat surat wesel tersebut ditariknya
h. Tanda tangan yang mengeluarkan wesel tersebut (penarik)
Pasal 101 KUHD menegaskan bahwa semua persyaratan diatas harus dipenuhi
dan seandainya salah satu syarat itu tertinggal atau tidak terpenuhi, maka surat tersebut
tidak berlaku sebagai surat wesel.79
2) Surat Sanggup
Yang dimaksud dengan perkataan sanggup dalam hal ini adalah sama dengan
setuju. Kata sanggup atau setuju itu mengandung suatu janji untuk membayar, yaitu
kesediaan dari pihak penanda tangan untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang
atau penggantinya pada waktu tertentu. Jadi, surat sanggup atau surat aksep adalah surat
tanda sanggup atau setuju membayar sejumlah uang kepada pemegang atau
penggantinya pada hari tertentu.
Surat sanggup istilah aslinya berasal dari bahasa belanda,ordebriefie,bahasa
perancisnya billet order, bahasa inggrisnya promissory note. Dalam undang-undang juga
dikenal istilah promesse dan order. Surat sanggup juga disebut surat aksep.
Surat aksep berasal dari bahasa perancis, accept yang artinya setuju. Kedudukan
si penanda tangan surat aksep adalah sama sepertikedudukan akseptan pada surat wesel,
artinya suatu janji sanggup atau setuju membayar.
Karena si penanda tangan selaku penerbit mengikatkan diri untuk membayar
kepada penerima atau pemegang, jadi posisinya seperti akseptan pada surat wesel, maka
dalam surat aksep tidak terdapat adanya tersangkut.
Surat sanggup tidak dapat digolongkan kepada surat pengakuan utang walaupun
di dalamnya penanda tangan sudah tertulis bahwa utangnya pada pemegang dan berjanji
membayar pada hari bayar. Surat pengakuan utang bukan surat berharga, melainkan
hanya merupakan surat bukti utang yang diperalihkan kepada orang lain.
Surat sanggup mempunyai dua sifat, yaitu:
a) surat sanggup sebagai bukti pinjaman uang
b) surat sanggup sebagai alat bayar.
168
3) CEK
Pada pokoknya surat cek itu adalah sebuah surat di bawah tangan yang
berisikan perintah pembayaran tanpa syarat yang menjadi alat pembayaran tunai
secara giral sebagai ganti uang chartal.
Dalam masyarakat dagang khususnya, alat pembayaran tunai secara giral
semacam surat cek adalah lazim sekalipun kadang-kadang bentuknya tidak sesuai
dengan ketentuan pasal 178 KUHD. Ini sejenis dengan surat cek yang berlaku di
kalangan para pedagang tionghoa, yaitu kertas bon putih yang disebut Pe Pyo.
Berlakunya Pe Pyo ini hanya terbatas dalam masyarakat yang saling
mempercayai saja. Apabila terjadi sengketa, penyelesaian sangat sulit.
Surat Cek termasuk surat tagihan utang yang berupa perintah untuk
membayar sejumlah uang tertentu, jadi sama seperti surat wesel. Perbedaannya
disebabkan oleh sifatnya yang berlainan. Oleh karena itu, kedua macam surat
berharga ini pengaturannya berbeda dalam KUHD walaupun ada juga
persamaannya antara lain di bawah ini.
1. Fungsi ekonomis dalam lalu lintas pembayaran. Surat wesel
menitikberatkan fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran kredit,
yaitu untuk memperoleh uang kredit. Adapun surat cek
menitikberatkan fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran tunai, hal
ini dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 205 ayat (1) KUHD.
Setiap cek harus dibayar pada waktu yang diperlihatkan, sedangkan
setiap penetapan akan kebalikannya dianggap tidak tertulis.
2. Waktu peredaran sebagai alat pembayaran kredit, surat wesel
mempunyai waktu peredaran yang lama bahkan bisa melebihi satu
tahun, sedangkan surat cek sebagai alat pembayaran tunai
mempunyai waktu peredaran yang singkat, yaitu 70 hari (pasal 206
ayat 1 KUHD).
3. Surat wesel sebagai alat pembayaran kredit harus dibayar pada
waktu tertentu yang telah ditetapkan dalam surat wesel, sedangkan
169
surat cek harus dibayar pada waktu diperlihatkan dalam (pasal 205
ayat 1 KUHD).
4. Penerbitan surat wesel dapat diterbitkan atas bangkir atau bukan
bangkir. Sebagai alat pembayarn kredit, pemegang surat wesel dapat
memperoleh pembayaran sebelum hari bayar dengan jalan
mengendosemenkan surat wesel itu kepada orang lain. Adapun surat
cek sebagai alat pembayarn tunai harus diterbitkan atas bangkir.
Apabila ingin memperoleh pembayaran, langsung saja diperlihatkan
kepada banknya.
5. Lembaga akseptasi sebagai alat pembayaran kredit surat wesel
mengenal lembaga akseptasi, artinya sebelum hari bayar tiba perlu
memperoleh kepastian terlebih dahulu dari tersangkut, sedangkan
surat cek sebagai alat pembayaran tunai tidak mengenal lembaga
akseptasi. Jadi, setiap waktu diperlihatkan kepada bangkir, ia harus
dibayar.
Klausul yang berbeda walaupun dapat diterbitkan atas penglihatan (op zicht),
surat wesel bersifat atas pengganti (aan order). Adapun surat cek dapat diterbitkan
atas pengganti dan dapat juga atas tunjuk (aan toonder). Pada umumnya, surat cek
diterbitkan atas tunjuk sehingga peralihannya cukup dari tangan ke tangan. 80
Surat cek harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-
undang yang disebut syarat-syarat formal.
Menurut ketentuan pasal 178 KUHD setiap surat cek harus memuat syarat-
syarat formal berikut ini:
1. Istilah cek harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam
bahasa surat ditulis.
2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
3. Nama orang yang harus membayar (tersangkut).
4. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.
5. Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan.
6. Tanda tangan orang yang menerbitkan.
Apabila surat cek tidak memuat salah satu syarat-syarat formal di atas, surat itu
tidak berlaku sebagai surat cek kecuali dalam hal-hal berikut ini:
170
1. Surat cek yang tidak menetapkan tempat pembayaran secara khusus,
maka tempat yang tertulis disamping nama tersangkut (bangkir)
dianggap sebagai tempat pembayaran. Jika disamping nama tersangkut
itu terdapat lebih dari satu tempat yang disebutkan surat cek itu harus
dibayar di tempat yang tersebut pertama.
2. Apabila tidak ada penunjukan tersebut, surat cek harus dibayar di tempat
kantor pusat tersangkut (bankir).\
3. Tiap-tiap surat cek yang menerangkan tempat diterbitkan dianggap
ditanda tangani di tempat tertulis di samping nama penerima.
Sebagaimana bentuk surat wesel, surat cek juga ada bentuk-bentuk khusus
antara lain sebagai berikut:
1. Surat cek atas pengganti penerbit (pasal 183 ayat 1 KUHD).
2. Surat cek atas penerbit sendiri (pasal 183 ayat3 KUHD).
3. Surat cek untuk perhitungan orang ketiga (pasal 183 ayat 2 KUHD).
4. Surat cek inkaso (pasal 183a ayat 1 KUHD).
5. Surat cek berdomisili (pasal 185 KUHD).
Adapun yang dimaksud dengan cek kosong, cek yang diajukan kepada
bank namun nasabah pada bank tidak mencukupi untuk membayar surat cek yang
bersangkutan (surat edaran bank Indonesia,16 mei 1975 No.SE8/7 UPPB). Dari
pengertian tersebut jelas bahwa nasabah yang bersangkutan hanya diperbolehkan
menerbitkan surat cek yang jumlahnya maksimal sama dengan jumlah saldo giro
yang sama, jika jumlah cek itu melebihi saldo giro yang ada, ia dikatakan cek
kosong.81
Masalah yang terjadi dengan cek kosong ini adalah sebagai berikut.
4) Kwitansi
81 Dr. Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Jakarta: PT. Citra Ditya Bekti, 2008), h.171
171
Istilah kwitansi berasal dari kata kwintante (bahasa belanda) yang berarti
tanda pembayaran. Dalam bahasa inggris adalah receipt, dalam bahasa belanda
selain di kenal dengan istilah kwintantie dikenal pula dengan namakwitjing,
yang artinya tanda terima atau tanda bayar atau pembebasan.
172
pembayaran sejumlah uang dan pihak penerbit sebagai debitur yang
berkewajiban membayar.
Untuk itu, debitur membayar kepada kreditor dengan menyerahkan
kuitansi atas tunjuk dengan permintaan supaya kuitansi itu diperlihatkan kepada
orang yang disebutkan di dalamnya. 83
83 Ibid., h. 257
84 Ibid., h. 258
173
Menurut Abdul Qadir Muhammad, S.H. (hukum dagang tentang surat-
surat berharga) menyatakan bahwa kesemuanya itu dengan tidak mengurangi
ketetentuan dalam pasal 1967 KUHD. Menurut pasal 1967 KUHD, segala
tuntutan hukum baik bersifat kebendaan maupun bersifat perseorangan hapus
karena daluwarsa dengan lewat waktu 30 tahun, sedangkan siapa yang
menunjukkan akan adanya daluwarsa itu, namun tidak menunnjukkan suatu
alasan, dan tidak didasarkan pada itikad baik.
174
Kemudian dalam ayat 2 pasal tersebut dinyatakan bahwa apabila dalam
proses itu disebutkan hari, tanggal pembayaran, maka dalam tenggang waktu 6
hari, pemegang promes atas tunjuk harus mengajukan penawaran pembayaran
kepada penandatangan. Apabila hari terakhir tenggang waktu 6 hari jatuh pada
hari raya, menurut pasal 229b bis KUHD maka kewajiban dan tanggung jawab
terus berjalan sampai dengan hari pertama berikutnya.
Jika dalam tenggang waktu yang telah ditentukan pemegangn promes atas
tunjuk telah menawarkan pembayaran, namun ternyata mendapat penolakan
pembayaran maka ia harus menawarkannya untuk dicabut kepada orang yang
memberikan kepadanya sebagai pembayaran. Akan tetapi, tidak berarti tuntutan
pembayaran pemegang itu menjadi lenyap, penandatangan itu berkewajiban
membayar kepada pemegang dalam hal terjadi non pembayaran.
Setelah lewat tenggang waktu 6 bulan terhitung mulai hari penerbitan
semula, maka segala tuntutan terhadap penanda tangan promes atau terhadap
mereka yang telah menggunakan promes tersebut sebagai pembayaran
dihapuskan.
175
Gambar diatas merupakan contoh bentuk bilyet giro
176
(b) Stop payment merupakan perintah penarik untuk membatalkan penarikan
yang disebabkan oleh hilangnya Bilyet Giro;
(c) Inkaso (Pasal 183a KUHD) adalah perintah atau kuasa untuk menagihkan
sejumlah uang yang tertera dalam Bilyet Giro;
(d) Cerukan (overdraft) adalah kondisi yang mana bank tertarik melakukan
pembayaran atas instruksi pendebetan atau penarikan yang dilakukan
penarik atau nasabah, walaupun dana pada rekening giro tersebut tidak
mencukupi;
(e) Bilyet Giro kosong adalah tolakan terhadap Bilyet Giro yang ditarik,
dikarenakan: (i) saldo rekening tidak cukup, (ii) rekening telah ditutup,
dan (iii) alasan lain;
(f) Mekanisme pemberian SP dalam Bilyet Giro sama dengan cek.
(b) Apabila terdapat penulisan jumlah uang yang berulang-ulang, maka yang
berlaku adalah jumlah yang terkecil;
(c) Setiap perubahan perintah atau coretan, wajib ditandatangani oleh penarik
di tempat kosong yang terdekat dengan perubahan tersebut.
(d) Bilyet Giro hanya dikenal dalam hukum Indonesia. Di negara lain, Bilyet
Giro sebagai media pemindahbukuan dana pada rekening giro, tidak
dikenal mengingat baik untuk keperluan pembayaran tunai atau media
pemindahbukuan hanya digunakan satu instrument yaitu cek.
(5) Tanggal dan batas waktu yang berlaku dalam Bilyet Giro:
(a) Tanggal penerbitan;
(b) Tanggal efektif (bukan merupakan syarat formal Bilyet Giro) adalah
tanggal mulai berlakunya tenggang waktu penarikan. Apabila tidak ditulis
dalam Bilyet Giro maka tanggal penebitan sama dengan tanggal efektif;
(c) Tenggang waktu penarikan selama-lamanya 70 hari sejak tanggal
penerbitan;
(d) Tenggang waktu penawaran selama-lamanya 6 bulan setelah batas waktu
penarikan;
(e) Masa daluwarsa adalah masa setelah tenggang waktu penawaran.
177
b) Obligasi
Terdapat beberapa definisi mengenai obligasi. Obligasi atau bond, adalah surat utang
jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk membayar
kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan
sebeluan umnya.85
(1) Jenis-jenis obligasi ini antara lain sebagai berikut.
(a) Obligasi dengan tingkat bunga tetap
(b) Obligasi dengan tingkat bunga mengambang
(c) Obligasi dengan jaminan
Jenis obligasi berdasarkan penerbitnya, dari klasifikasi pihak yang menerbitkan
obligasi, dikenal jenis 1) company bonds (pihak yang menerbitkan adalah perusahaan),
2) government bonds (pemerintah pusat), dan 3) municipal bonds (pemerintah daerah
atau wilayah otonomi khusus).
(2) Pihak-pihak dalam obligasi yaitu:
(a) Emite, sebagai debitur
(b) Investor, sebagai kreditur
(c) Penerbit obligasi, bank ataupun perusahaan sehat pada umumnya
(d) Underwriter, pihak yang menjamin obligasi yang diterbitkan emiten
(e) Wali amanat, pihak yang mewakili investor dan menjamin masalah-
masalah terhadap investor
(3) Unsur Obligasi:
(a) Bukti uang
(b) Berisi janji-janji: Jangka waktu, bunga, dan periode pembayaran bunga
(c) Jangka waktu
c) Saham
Saham merupakan bukti penyertaan modal dalam suatu perseroan, yang dibuktikan
dengan surat saham, sebagai suatu surat legitimasi yang menyatakan bahwa pemegang
adalah orang yang berhak atas deviden, hak suara, dan manfaat lainnya. Saham diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
(1) Jenis-jenis saham yaitu:
(a) Saham atas tunjuk, yang dibuktikan dengan surat saham, dan
(b) Saham atas nama
85Artur J. Keown, et al.. Basic Financial Management. 7 th Edition. (Prentice Hall InterNational. 1996). Hal.
252
178
(2) Pihak-pihak yang terlibat dalam Saham adalah:
(a) Penerbit (emiten) adalah PT yang menerbitkan saham dalam rangka
menghimpun modal
(b) Pemegang saham atau investor adalah pemodal yang membeli atau
menyetorkan uang untuk keperluan penyertaan modal dalam perusahaan
penerbit.
d) Sertifikat Deposito
179
F. Kesimpulan
Surat berharga berarti surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan
pemenuhan suatu prestasi, yang merupakan pembayaran harga sejumlah uang atau dapat
dikatakan surat yang mempunyai nilai.
Yang fungsinya ialah sebagai :
1. Sebagai alat pembayaran (alat ukur uang)
2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah atau
sederhana)
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)
4. Sebagai pembawa hak.
Macam-macam atau Jenis-jenis surat ada banyak diantara ialah yang terdapat dalam
KUHD, yaitu:
d. Wessel
e. Cek
f. Surat sanggup
g. Kwitansi
h. Promes atas tunjuk
Surat berharga yang terdapat diluar KUHD, yaitu:
i. Bulyet Giro
j. Obligasi
k. Saham
l. Sertifikat deposito
Semuanya merupakan sebuah kertas (surat) yang mempunyai nilai/harga karena
nominal yang tercantum dalam surat-surat tersebut.
180
DAFTAR PUSTAKA
Hasyim Farida, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Kansil.C.S.T, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
Keown. Artur J., et al.. Basic Financial Management. 7 th Edition. Prentice Hall
InterNational. 1996.
Molengraaff, Leidraad bij de Boefening van Het Nederlandse Handelsrecht, Jilid 1 1974
dan Jilid 2 1954.
Scheltema dan Wiarda, Commercial Paper, Harcourt Brace Legal and Profesional
Publication, Inc, New York, 1992.
Sembiring Sentosa, Hukum Dagang, Jakarta: PT. Citra Ditya Bekti, 2008.
Simanjutak Emmy Pangaribuan, Hukum Dagang Surat-surat Berharga, Seksi Hukum
Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982.
Wijayanti Henny, “Hukum Dagang Bagian 1” Diktat Fakultas Hukum UMJ, 2010.
Zevenbergeen, Negotiable Instruments and Check Collection, West Publishing company,
1993.
181
BAB VII
Oleh:
Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intelectual Property Rights (IPR)
sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan bahkan internasional
tidak lepas dari pembentukan organisasi Per-dagangan Dunia (World Trade
Organization). Pembentukan WTO sendiri mempunyai sejarah yang cukup panjang,
yaitu ditandai dengan maslah perundingan tarif dan perdagangan atau General
Agreement Tariffs and Trade (GATT). Dalam tahun terakhir pada tahun 1994 Maroko,
telah menandatangani pembentukan WTO, Indonesia sendiri telah tercatat dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1998. Salah satu bagian yang cukup penting dalam
dokumen pembentukan WTO adalah lampiran IC, yakni tentang Hak Kekayaan
Intelektual yang dikaitkan dengan perdagangan Trade Related Intellectual Property
Rights (Trips).86
Terbentuknya Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO, maka isu masalah HAKI
semakin muncul ke masyarakat, Mengapa? Karena masalah perdagangan yang semakin
lama semakin mengglobal yang dicoba dikaitkan dengan Haki atau TRIPs.
86 Dr. Sentosa Sembiring, S.H,M.H.. Hukum Dagang. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2015,h.197
182
Sedangkan tujuan perlindungan HAKI digunakan untuk inovasi teknologi atau
penyebaran teknologi, dalam menunjang kesejahteraan sosial ekonomi, keseimbangan
hak dan kewajiban.
Dari latar belakang munculnya Organisasi perdagangan Dunia tersebut, dapat dipahami
bahwa masalah HAKi cukup erat kaitannya dengan dunia bisnis. Maka itu pembisnis
tersebut berani mengeluarkan dana yang lebih untuk berbagai penelitian, maksud dari
penelitian tersebut adalah untuk mengetahui apa saja yang sedang dibutuhkan oleh
masyarakat ataupun melakukan penelitian dalam bidang teknologi, yang hasilnya kelak
dapat dijual.
Mungkin timbul berbagai pertanyaan, Apa yang dimaksud dengan HKI? Jika
dicermati dalam Undang-Undang sendiri belum ada rumusan autentik tentang
HKI. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan HKI, berikut dikutip dalam
suatu rumusan tentang HKI yang dikemukakan oleh W.R. Cornish87 yaitu sebagai
berikut:
“intellectual Property rights protect applicants of ideas and informations that are
of commercial value.”
Dari rumusan diatas, tampak bahwa lahirnya HKI pada awalnya berasal dari
suatu ide yang diwujudkan dalam bentuk nyata. Hasil yang nyata tersebut
diberikan perlindungan hukum. Jadi, hakikat HKI adalah adanya suatu kreasi
(creation). Kreasi ini mungkin dalam bidang kesenian (art)atau dalam bidang
industri ataupun dalam ilmu pengetahuan atau kombinasi antara ketiganya.
183
Oleh karena itu, apabila seseorang ingin hak kekayaan intelektualnya mendapat
perlakuan khusus88 atau tepatnya dilindungi oleh hukum, harus mengikuti
prosedur tertentu yang ditetapkan oleh negara.
Dalam kepustakaan ilmu hukum, pada umumnya terbagi menjadi dua golongan
besar, yaitu:
1. Hak Cipta (copyright)
2. Hak kekayaan industri (industrial property) yang terdiri atas:
1. Hak paten (patent)
2. Hak merek (trademark)
3. Hak produk industri (industrial design)
4. Penanggulangan praktik persaingan curang (represion of unfair
competition practieces).91
Jika dicermati dalam ketentuan TRIPs, HKI terdapat dalam delapan golongan,
diantaranya:
88 Perlakuan khusus ini terdapat dalam Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1999 Tentang larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Undang-Undang ini (pasal 50). Berkaitan dengan
persainaan usaha.
89 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
90 Kompas, September 1997,h.10.
91 Bambang Kesowo, Pegantar Umum Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual, Jakarta,1987,h.17
184
1. Hak cipta dan sebagainya
2. Merek dagang
3. Indikasi geografis
4. Desain produk industri
5. Paten
6. Desain Lay Out
7. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan
8. Pengendalian atas praktik persaingan curang
185
a. Undang-undang Nomer 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United
Naions Convensations on Biological.
b. Undang-undang Nomer 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization.
c. Undang-Undang Nomer 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
d. Undang-Undang Nomer 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
E. Rahasia Dagang
1. Dasar Hukum
Mengingat dunia bisnis seringkali banyak dilakukan dengan jalur waralaba
(franchise) pemilik HKI dalam hal ini pemegang rahasia dagang berharap
rahasia dagangnya dapat dilindungi oleh hukum. Untuk itu, pemerintah
Republik Indonesia pada tanggal 20 Desember 2000 menerbitkan Undang-
Undang Nomer 30 Tahun 2000, Lembaga Negara Republik IndonesiaTahun
2000 Nomer 242.
F. Desain Industri
92 Dr. Sentosa Sembiring, S.H,M.H.. Hukum Dagang. Bandung: PT Citra Aditya Bakti,h.207.
93 Ibid.
186
1. Dasar Hukum
Hal ini diatur dala Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 243 (UUDI)
187
Desain Industri merupakan hak ekslusif (Pasal 9)
Hak desain industri diberikan atas dasar permohonan (Pasal 10)
Yang pertama mengajukan permohonan desain industri, kecuali
terbukti sebaliknya (Pasal 2)
Sekalipun diberi hak lisensi, pemegang hak desain industri tetap dapat
melaksankan sendiri desain industri (pasal 33-34)
Lisensi wajib dicatatkan di Dirjen HKI (Pasal 35)
Jika ada sengketa desain industri ,penyelesaian dapat dilakukan
dengan mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran desain industri
kepengadilan niaga (Pasal 38-39, Undang-Undang Desain Industri).
Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat dimohonkan kasasi.
Sengketa Desain Industri dapat diajukan ke pengadilan Niaga atau
melalui Alternative Disupute Resolution (Pasal 46-47 Undang-Undang
Desain Industri)
Pasal 1 butir 1
“Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah
jadi,yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-
kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang
sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara
terpadu didalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan
untuk menghasilkan fungsi elektronik.”
Pasal 1 butir 2
“Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga
dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen
188
tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua yang
terkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan 3 dimensi
tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.”
Pasal 1 butir 6
“Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak ekslusif yang
diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil
kreasiya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau
memberikan persetujuannya kepada phak lain untuk melaksanakan
hak tersebut.”
Pasal 1 butir 7
“Pemegang hak Adalah Pemegang hak Desain Tata letak sirkuit
terpadu, yaitu pendisain atau penerima hak dan pendisain yang
terdaftar dalam daftar umum desain tata letak sirkuit terpadu.”
Yang berhak atas desain tata letak sirkuit terpadu adalah pendisain
atau yang menerima hak (Pasal 5)
Hak diberikan atas dasar permohonan (Pasal 9)
Hak DTLST merupakan hak eksklusif (Pasal 8)
Jangka waktu DTLST 10 tahun (Pasal 4)
Pengalihan Hak wajib dicatat dalam daftar umum. Jika tidak,
pengalihan tersebut tidak mempunyai akibat hukum (Pasal 23)
Pemegang desain Tata letak sirkuit terpadu berhak memberikan lisensi
dan wajib daftar (Pasal 25)
Dalam hal ada gugatan terhadap desain tata letak sirkuit terpadu
diajukan kepengadilan niaga atau (Pasal 30)
Terhadap Putusan Pengadilan niaga hanya dapat diajukan kasasi.
Sedangkan penyelesaian sengketa Desain tata letak sirkuit terpadu
diajukan ke pengadilan niaga atau lewatAlternative Dispute
Resolution (Pasal 39-40).
189
H. Paten
2. Pengertian Paten:
190
spesifikdibidangteknologidapatberupaproduksiatauproses,ataupenyem
purnaandanpengembanganprodukatau proses.
3. Inventor adalahseorang yang secarasendiriataubeberapa orang yang
secarabersama –samamelakukan ide yang dituangkankedalamkegiatan
yang menghasilkaninvensi
191
perlindungan hokum atas hasil invensinnya berupa pemberian hak khusus
(exclusive right).Untuk itu,kepada inventor diberikan hak untuk
memperbanyak hasil invensinnya atau member lisensi kepada pihak lain
untuk menggunakan hasil temuannya dengan imbalan atau royalti yang
diterimannya.
94 Ibid
192
Rumusan secara negatif dijabarkan dalam Pasal 3 UUP sebagai
berikut :
Jika suatu invensi hendak di ajukan kekantor paten agar permohonan atau
tepatnya pendaftaran dikabulkan, harus memenuhi syarat, yaitu:
5. Lisensi Paten
a. Lisensi eksklusif
b. Lisensi nonekslusif
c. Lisensi silang
d. Paket lisensi
e. Dalam satu “pool” (disamakan)
193
I. Merek
Merek adalah salah satu bagian yang cukup penting dalam Hak Atas
Kekauyaan Intelektual (HAKI)
194
2. Pengertian Merek
Melihat Rumusan Merek masih bersifat umum, maka rumusan merek pun
dapat dijumpai dalam literatur HKI, yakni para pakar mencoba memberikan
rumusan tentang Merek, antara lain:
a. Sudargo Gautama:96
“suatu tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dari suatu
perusahaan dengan barang-barang dari perusahaan lain”.
b. R.M. Suryodiningrat:97
“Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dan pada bungkusnya itu
dibubuhi tulisan atau perkataan untuk membedakan dari barang jenis hasil
perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan.
J. Hak Cipta
1. Dasar Hukum Hak Cipta:
195
Dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa:
(1) Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa megurangi pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pencipta atau pemegang hak cipta atas karya yang simatografi dan
program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang
orang lainyang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial.
Dalam undang undang ini ciptaan yang dilindungi adalh ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Menurut Frank Fishwick kata “ monopoli ” berasal dari kata Yunani berarti “
penjual tunggal ”. Di Amerika Serikat dikenal dengan kata “ antitrust “ untuk pengertian
sepadan dengan istilah anti monopoli atau dominasi yang dipakai oleh masyarakat Eropa.
Selain itu terdapat istilah yang mirip yaitu “ kekuatan pasar “. Istilah –istilah tersebut
dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan seseorang menguasai pasar, dimana
pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subsitusi atau produk subsitusi potensial dan
196
terdapat kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut
lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan
dan penawaran pasar.
Dalam konteks yuridis tidak semua bentuk kegiatan monopoli dilarang, hanya
kegiatan monopoli yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat yang dilarang. Pasar moonopoli dapat menimbulkan pemusatan
ekonomi pada satu pelaku usaha, dimana tidak terjadi persaingan usaha yang sehat dan
merugikan kepentingan konsumen.
Disatu sisi pda pasar persaingan jumlah penjual sangat banyak dan tidak dapat
mempengaruhi harga pasar suatu produk tertentu, sehingga para pemjual hanya sebgai
pengikut harga saja ( price taker). Sedangkan sisi lain pada pasar monopoli jumlah
penjual hanya dikuasai oleh satu atau sekelompok dan mereka dapat menentukan harga
pasar.
197
yang memiliki keunggulan dan kekuatan tertentu dapat menjadi raksasa bisnis
yang menguasai pasar.
3. Monjopoli yang diperoleh melalui lisensi dengan mekanisme kekuasaan (
monopoly by license ). Jenis ini menimbulkan distorsi ekonomi karena
kehadiranya mengganggu keseimbangan ( equilibrium ) pasar yang sedang
berjalan dan bergeser kearah diinginkan oleh pihak yang memiliki monopoli
tersebut.
( RACHMADI USMAN / HUKUM PERSAINGAN USAHA )
Trust
Dalam bahasa inggris disebut pool, merupakan organisasi antarkorporat yang sengaja
didessain untuk membatasi persaingan dalam bidang usaha atau industry tertentu. Dalam
praktiknya, mereka menepatkan saham-saham dari berbagai usaha dalam suatu trust yang
selanjutnya djamin, tidak hanya bagi kesatuan langkah kolektif tetapi pembagian
keuntungan usaha yang lebih besar disbanding tiadanya trust.
Konglomerasi
Merupakan proses atau keadaan yang membentuk kumpulan atau penyatuan bebagai
elemen. Dalam kegiatan bisnis konglomerasi terjadi melalui merger atau penggabungan
berbagai unit usaha. Dari segi legal, merger dapat berupa akuisi atau konsolidasi. Dalam
akuisi suatu unit usaha mengambil alih unit usaha lainya, biasanya melalui
pengambilalihan saham atau asset perusahaan. Sedangkang konsolidasi dua atau lebih
unit usaha dilebur menjadi suatu badan hukum baru. Merger yang dikatakan konglomerat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu berupa perluasa pasar (untuk produk yang bersaing
dalam lingkup pasar yang berbeda secara geografis ); perluasa produk (untukproduk
yang tidak bersaing seperti kotak kaleng atau botol minuman); dan murni (untuk produk
yang tidak berkaitan, missal kapal selam dan pakaian ). Tujuan pokok hukum
antimonopoly adalah :
a. Menjaga agar antarpelaku usaha tetap hidup
b. Menjaga agar kompetisi yang dilakukan anatarpelaku usaha dilakukan secara
sehat
c. Agar konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha.
198
L. Kegiatan yang Dilarang dalam Monopoli
Dalam UU No.5 Tahun 1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17
sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti
halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak.
Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam
kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa
tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Undang-
undang no.5 tahun 1999 merumuskan beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana maksud
dalam ayat (a) apabila: barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada
subtitusinya;
c. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan
dan atau jasa yang sama; atau,
d. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50 % (lima puluh persen) pasangsa pasar atau jenis barang atau jasa
tertentu.
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai
pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak. Pasal 28 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopsoni, yaitu sebagai
berikut.;
199
a. Pelaku usaha dilarang melakukan menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan
atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (a)
apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang
merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk
tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan;
d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada
beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999
dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb:
a. Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan
atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
b. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan
usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan.
c. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar
barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas
maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.
200
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya
di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses
pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan
barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan
posisi dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah sbb:
a. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai
75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.
6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang
menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi
direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
a. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama.
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha.
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu
yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis,
melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau
mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan
persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU
Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
201
peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak
sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28). Hanya penggabungan yang bersifat vertikal
yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.
1. Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah
sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara
bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa.
b. Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau
pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara
lain :
202
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas
barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada
pasar bersangkutan yang sama.
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga
yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan
atau jasa yang sama.
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah
harga pasar.
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima
barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa
yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan
tersebut berakibat:
a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain,
b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan
atau jasa dari pasar bersangkutan.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu
barang atau jasa.
6. Trust
203
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang
lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap
perusahaan atau peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas,
diantaranya:.
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama
agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar yang
bersangkutan.
b. Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang
dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan
atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau
tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat
tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia
membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.
204
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga
tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
a. Harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok,
b. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku
usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
O. Landasan Konstitusional
Ketentuan yang relevan sebagai landasan asas hukum bersifat material dari UUD
1945 yang melandasi perlunya pengaturan bidang ini, dapat dijumpai dalam pasal 27
ayat (2) dan pengertian kekeluargaan dalam sistem perekonomian dalam pasal 33 ayat
(1) yang dapat kita tafsirkan bersama sebagai pemberi kesempatan kepada seluruh
lapisan masyarakat berhak untuk berusaha. Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan :
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
Isi Undang-undang Anti Monopoli ( UU no.5 tahun1999 tertanggal 5 Maret 1999)
terdiri dari 11 bab dan 53 pasal sesuai dengan standart internasional :
205
1. Melarang perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau
persaingan tidak sehat ( Pasal 4, 7 s.d 9, Pasal 10 s.d 14,22, 23)
2. Mengizinkan sampai tingkat tertentu penetapan hargakonsumen, perjanjian
ekslusif serta perjanjian lisensi dan know how ( Pasal 5,6,15 dan Pasal 50b)
3. Melarang penggabungan atau peleburan badan usaha yang menyebabkan
terjadinya posisi dominan dipasar atau persaingan usaha tidak sehat.
4. Melarang tindakan merugikan konsumen, pemasok atau penerima barang dengan
cara menyalahgunakan posisi dominan dipasar (Pasal 17 dan 18)
5. Melarang menghalangi pesaing dengan tindakan-tindakan kriminasi baik melalui
harga, syarat-syarat perdagangan atau penolakan melakukan hubungan usaha
(Pasal 7,8,16,19 s.d 21 )
Terdapat empat macam praktik pengaturan harga yang dilarang :
1. Penetapan harga / price taker
Merupakan kesepakatan diantara para penjual yang bersaing di pasar yang sama
untuk menaikan atau menetapkan harga dengan tujuan membatasi persaingan
diantara mereka dan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi.
2. Diskriminasi harga
Merupakan penetapan harga kepada satu konsumen yang berbeda dari harga
kepada konsumen lain didalam segmen pasar yang berbeda atas suatu barang
yang sama dengan alasan yang tidak terkait.
3. Pengaturan harga yang merusak
Merupakan suatu strategi yang biasanya dilakukan oleh perusahaan yang
dominan untuk menyingkirkan pesaingnya disuatu pasar dengtan cara
menentukan harga penjualan yang sangat rendah dibawah biaya variable.
4. Pengaturan harga jual kembali
Merupakan kesepakatan antara pemasok dan distributor tentang pemasokan
barang atau jasa yang didasarkan pada kondisi kesepaktan bahwa pihak
distributor akan menjual (menjual kembali) pada harga yang ditetapkan (secara
sepihak) atau didiktekan oleh pihak pemasok.
a. Perbuatan hukum / legal act berupa perjanjian atau kontrak baik lisan maupun
tertulis yang dibuat oleh pelaku usaha
206
b. Perbuatan melawan hukum / unlawfull legal act yang dilakukan pelaku usaha
dikarenakan posisi dominanya dalam pasar produk barang atau jasa.
Dalam UU no 5 tahun 1999 praktik bisnis curang antara lain :
1. Persekongkolan dalam pengurusan tender ( pasal 22)
2. Persekongkolan untuk mensabotase kegiatan usaha pesaing ( pasal 24))
3. Persekongkolan untuk mendaptkan informasi rahasia dagang ( pasal 23)
4. Kartel harga dibawahharga pasar ( pasal 7)
5. Pembentukan trust ( pasal 12)
6. Jual rugi (pasal 20)
7. Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi ( pasal 21)
8. Pemilikan saham mayoritas ( pasal 27)
Menurut Undang-Undang no. 5 tahun 1999 ialah diadakan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha yang dapat menjamin pelaksanaannya. Komisi ini dikatakan sebagai suatu
lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak
lain. Untuk menjamin independensi kerja komisi maka dipilihnya anggota
komisindiangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR.
Disamping itu pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggran terhadap undang-undang
ini juga berhak untuk melaporkan secara tertulis kepada komisi mengenai telah terjadiny
pelanggran serta kerugian yang ditimbulkan ( Pasal 32 ayat (2) ).
Selain itu komisi tidak harus menunggu laporan dari masyarakat untuk memulai
melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha ynag telah me;akukan pelanggran
terhadap Undang-Undang no.5 tahun 1999 ( Pasal 40 ).
207
Menurut pasal 41, pelaku usaha wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam
penyidikan. Meskipun demikian komisi tidak memiliki kewenangan secara hukum untuk
menindaklanjuti pelaku usaha yang menolak untuk diperiksa atau memberikan informasi
kepada komisi. Kalo ada pelaku usaha yang menolak diserahkan kepada penyidik utuk
dilakukan penyidikan sesuai ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan pasal 47 Undang-Undang no.5 tahun 1999, komisi diberi wewenang untuk
menjatuhkan tindakan administrative terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggran,
yaitu :
Q. Penanganan Perkara
a. Pemeriksaan Perkara
Penanganan perkara dimulai dilakukanya pemeriksaan pendahuluan untuk
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan dilakukan
apabila ;
1. Adanya laporan dari pihak ketiga yang mengetahui terjadinya pelanggran
2. Laporan dari pihak yang dirugikan
208
3. Inisiatif sendiri dari komisi pengawas tanpa adanya laporan ( Pasal 40 )
Menurut pasal 10 Keputusan Presiden, maka komisi pengawas dalam proses
melakukan pelanggran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli maka
pengawas melakukan pemeriksaan harus disertakan dengan alat bukti.
d. Jalur Pengadilan
209
Pasal 45 mengatur prosedur mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri
yang harus memeriksa keberatan pelaku usaha. Dalam waktu empat belas hari
sejak diterimanya keberatan tersebut. Pengadilan Negeri harus memberikan
putusan dalam waktu tiga puluh hari. Apabila pelaku usaha tidak menerima
putusan Pengadilan Negeri tersebut, maka dalam waktu empat belas hari dapat
mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah
Agung harus memberikan putusan dalam waktu tiga puluh hari sejak permohonan
kasasi diterima. Menurut pasal 46 ayat (!) apabila tidak terdapat keberatan, maka
putusan komisi tersebut telah mempunyai kekuatan hukum. Hal tersebut
sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar.
Pasal 46 ayat (2) mengandung ketentuan yang sangat luas sifatnya, yaitu setiap
putusan komisi yang final dan mengikat karena tidak diajukukanya keberatan,
perlu dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
Terhadap putusan dari Pengadilan Negeri atas keberatan yang dilakukan oleh
pihak pelaku usaha, hukum tidak menyediakan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi. Satu-satunya upaya hukum berupa kasasi ke Mahkamah
Agung atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Kasasi ke Mahkamah
Agung dapat dilakukan dalam jangka waktu empat belas hari saja.
Perlu diingatkan bahwa Undang-Undang Anti Monopoli tidak menyebutkan apa-
apa mengenai apakah terhadap putusan Mahkamah Agung dapat atau tidak
diajaukan upaya Peninjauan Kembali. Undang-Undang Anti Monopoli tidak
menyebutkan apa-apa,, maka berlaku ketentuan umum dimana boleh melakukan
peninjauan kembali.
e. Ekseskusi Pengadilan Negeri
Atas putusan yang sudah berkekuatan tetap, baik putusan komisi pengawas,
putusan Pengadilan Negeri ataupun putusan Mahkamah Agung, dapat diajukan
penetapan eksekusi ke Pengadilan Negeri yang berwenang. Pihak Pengadilan
Negeri berhak memberikan penetkan eksekusi sesuai prosedur yang berlaku.
Akan tetapi tentu saja pihak yang keberatan dapat mengajukan bantahan
ekseskusi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
210
aktivitas monopoli yang bertentangan atau melanggar Undang-Undang no. 5
tahun 1999. Di Indonesia tidak dikenal ganti kerugian berlipat-lipat dan
cenderung untuk memberikan ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang
diderita. Walaupun melalui media pengadilan, dimungkinkan untuk
menyelesaikan perkara melalui proses gugatan perdata terutama terhadap
pelanggaran oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian yang dilarang (
Gugatan Wanpretasi )
R. Sanksi Pidana
Menurut Undang-Undang Anti Monopoli :
a. Pidana Pokok
1) Pelanggran terhadap ketentuan Pasal 4, 9 sampai pasal 14, Pasal 16
sampai 19, Pasal 25, 27 dan 28 diancam pidana denda serendah-
211
rendahnya dua puluh lima milyar rupiah dan setinggi tingginya seratus
milyar rupiah atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya
enam bulan.
2) Pelanggran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan 8,pasal 15 sampai
dengan 24 dan pasal 26 diancam pidana denda serendah-rendanhnya lima
milyar dan setinggi-tngginya dua puluh lima milyar rupiah atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya lima bulan.
3) Pelanggran terhadap ketentuan Pasal 41 diancam pidana denda serendah-
rendahnya satu milyar rupiah dan setinggi-tingginya lima milyar rupiah
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya tiga bulan.
Pasal 382 bis KUHP :
Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan
atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang atau
menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancsm karena persaingan curang
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan tersebut dapat menimbulkan
kerugian-kerugian bagi konkurennya atau konkuren orang lain.
b. Pidana Tambahan
212
S. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
213
Tahun 1997, pemakai merek tanpa izin dapat di tuntut secara perdata maupun
pidana.
214
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”. Para ahli menganggap rumusan yuridis
perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut
selain kurang lengkap juga terlalu luas. Lahirnya suatu perjanjian, karena adanya
persetujuan atau kesepakatan diantara dua pihak, bukan persetujuan sepihak saja,
pengertian perbuatan disini juga tidak terbatas, mencakup perbuatan sukarela dan
perbuatan yang bersifat melawan hukum. Dengan demikian, baik Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata maupun Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sama-
sama merumuskan pergantian perjanjian dalam pengertian yang luas.
215
Ketentuan mengenai antimonopoli yang terdapat dalam beberapa
perundang-undangan secara sporadic dan tidak populer sampai dengan kemudian
lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang mulai berlaku terhitung satu
tahun sejak diundangkannya pada tanggal 5 Mei 1999.
Penggunaan hukum atau perundang-undangan sebagai instrument
kebijakan merupakan perkembangan mutakhir dalam sejarah hukum. Pada zaman
pemerintahan Orde Baru, kebijakan politik perekonomian nasional yang mengacu
kepada ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-ndang Dasar 1945 telah
diimplementasikan pertama dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijakan
Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan.
Pada dasarnya, negara berkepentingan untuk memperhatikan apa yang
diperlukan/dibutuhkan oleh warganya atau pelaku usaha dalam rangka
melakukan kegiatan ekonomi secara komperitif. Negara mempunyai kepentingan
untuk mengatur kehidupan ekonomi yang dilandasi dengan corak perekonomian
yang antimonopoly dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip persaingan usaha
secara sehat.
Secara filosofis ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat
menciptakan suatu keadilan, baik bagi pelaku usaha, dunia usaha, serta konsumen
sebagai bagian dari masyarakat. Di samping mampu member rasa keadilan,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara sosiologis sangat bermanfaat bagi
kepentingan serta perkembangan perekonomian negara karena undang-undang
tersebut mampu menjawab tantangan, serta keinginan masyarakat secara luas
yang sebetulnya sudah merasa jenuh dengan praktik monopoli yang dilakukan
oleh sekelompok kecil pelaku usaha yang dekat dengan pengusaha orde baru
pada waktu itu.
Undang-Undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha merupakan suatu
kebutuhan primer bag kepentingan pelaku usaha dan menduduki kunci dalam
ekonomi yang berbasiskan pada persaingan pasar sempurna
216
Istilah “monopoli”,”antitrust”.”kekuatan pasar”, dan “dominasi” saling
dipertukarkan pemakainnya. Keempat istlah tersebut dipergunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, di mana pasar
tersebut tidak tersedia lagi produk substitusi atau produk substitusi potensial,
dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga
produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau
hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat ini dapat
menmbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu
serta dapat menciptakan iklim usaha yang tidak sehat, efektif, dan efisien. Dari
pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa yang dilarang oleh hukum adalah
praktik monopoli, bukan monopolinya. Selama suatu pemusatan ekonomi tidak
menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, maka tidak dapat
dikatakan telah terjadi praktik suatu monopoli, yang melanggar atau
bertentangan dengan undang-undang meskipun monopoli itu sendiri secara
nyata-nyata telah terjadi (dalam bentuk penguasaan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa terntu).
Praktik bisnis yang tidak jujur dapat diartikan sebagai segala tingkah laku
yang yang tidak sesuai dengan itikad baik, kejujuran di dalam berusaha.
Perbuatan ini termasuk perbuatan melawan hukum.
Tujuan yang hendak dicapai dengan dibuatnya berbagai undang-undang
mengenai larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana
dilakukan oleh negara-negara maju yang telah sangat berkembang masyarakat
korporasinya, seperti Amerika Serikat dan Jepang, adalah untuk menjaga
kelangsungan persaingan (competition).
217
Persaingan juga perlu dijaga eksistensinya demi terciptanya efisiensi, baik
efisiensi bagi masyarakat konsumen maupun bagi seiap perusahaan. Terdapat
dua efisiensi yang ingin dicapai oleh undang-undang antimonopoly, yaitu
efisiensi bagi para produsen dan efisiensi bagi masyarakat atau productive
efficiency dan allocative efficiency. Jadi pada prinsipnya tujuan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 ini ada dua, yaitu tujuan bidang ekonomi dan tujuan di
luar ekonomi.
Pada tataran pengaturan, pada umunya dikenal dua instrumen kebijakan
pengaturan persaingan usaha, yakni instrument pengaturan kebijakan struktur
(sturucture) dan instrumen pengaturan kebijakan perilaku (behavioral).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, seperti halnya Undang-Undang
Persaingan pada umumnya, memberikan alternative di antara dua metode
pendekatan yang ekstrim untuk menilai tindakan pelaku usaha.
Agar perbuatan pelaku usaha tidak mengarah kepada praktik monopoli
dan persaingan usaha yang tidak sehat, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
melarang pelaku usaha melakukan tindakan tertentu, yang dapat dikelompokkan
menjadi :
Perjanjian Yang Dilarang (Pasal 4 sampai dengan Pasal 16)
Kegiatan Yang Dilarang (Pasal 17 sampai dengan Pasal 24); dan
Pasal Dominan (Pasal 25 sampai dengan Pasal 29)
218
sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti
Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999
masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah
bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga
combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya
sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—
termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-
Undang Anti Monopoli .
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian
dalam bentuk sebgai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger
219
Ø Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha
untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset
Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian
terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut
220
3. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua Monopsoni Pasal 18
(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal
atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau
satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu
atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
berupa:
1. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
221
X. Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu
suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan
pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi.
Adapun kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli, diantaranya: monopoli,
monopsoni, penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap,
pemilikan saham, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
Perjanjian yang dilarang dalam anti monopoli dan persaingan usaha, diantaranya:
oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni,
integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen
di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan
penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama,
KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur
dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan
menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi
pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan
dijelaskan dalam Pasal 49.
222
BAB VIII
HUKUM PENGANGKUTAN
Oleh:
A. Pengertian Pegangkutan
Menurut arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan.
Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau barang
dari suatu tempat ke tempat yang lain.Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul
suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Pengangkutan dapat
diartikan.sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam
hal ini terkait unsur- unsur sebagai berikut:
223
perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban
sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan .
B. Asas-Asas Pengangkutan
Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang
diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1) Yang bersifat perdata; dan
2) Yang bersifat public
Asas-asas yang bersifat publik terdapat pada tiap-tiap Undang-Undang
pengangkutan baik darat, laut dan udara. Dalam pengangkutan udara terdapat
dalam Pasal 2 Undang-Undang No.15 Tahun 1992.Asas-asas yang bersifat
perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan
berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan
penumpang atau pengirim barang. Asas-asas hukum pengangkutan yang bersifat
perdata menurut Abdulkadir Muhammad (1998: 18-19) adalah sebagai berikut:
224
pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan,
kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
d. Retensi
Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi
bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan.Pengangkutan hanya
mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
e. Pembuktian dengan dokumen. Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan
dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian
pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya
pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang.
Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:
a. Asas manfaat yaitu, bahwa pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan peri
kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan
pertahanan dan keamanan negara;
b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang
pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam
kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat
kekeluargaan;
c. Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan
biaya yang terjangkau oleh hmasyarakat;
225
f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan
utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda
transportasi;
h. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pngangkutan harus berlandaskan pada
kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada
kepribadian bangsa;
Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan barang atau orang
dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan
nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang-barang
dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat dimana barang-
barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat. Perpindahan barang atau orang dari
suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan dengan pengangkutan
tersebut harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat
ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada
perubahan bentuk tempat dan waktunya. Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada
dasarnya pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu :
226
b. Kegunaan Waktu ( Time Utility ) Dengan adanya pengangkutan berarti dapat
dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat
ketempat lain dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya .
227
diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan
pengangkut. Pengangkut tidak dimungkinkan membebaskan diri dari tanggung
jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu.Prinsip ini tidak
mengenal beban pembuktian tentang kesalahan.Unsur kesalahan tidak relevan.
228
3) KUHD, Buku II, Bab VB tentang pengangkutan orang.
4) Peraturan-peraturan khusus lainnya.
c. Pengangkutan udara
Jenis pengangkutan udara diatur dalam :
1) S. 1939 Nomor 100 ( Luchtvervoerordonnatie ).
2) Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan.
3) Peraturan-peraturan khusus lainnya.
a. Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan pengangkut tidak
bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan
(tidak terus menerus), berdasarkan atas ketentuan pasal 1601 KUH Perdata.
b. Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala
tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud pasal 1601 b KUH Perdata. Pendapat
ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata ( Pasal penutup dari bab
VII
tentang pekerjaan pemborongan ).
c. Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni
perjanjian melakukan pekerjaan ( pelayanan berkala ) dan perjanjian
penyimpanan (bewaargeving). Unsur pelayanan berkala ( Pasal 1601 b KUH
Perdata ) dan unsur penyimpanan ( Pasal 468 ( 1 ) KUHD ).
229
G. Terjadinya Perjanjian Pengangkutan
H. . Kedudukan Penerima
230
I. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut
231
tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian, artinya pengangkut
bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan
pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa dia tidak
bersalah atau lalai, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab. Beberapa pasal dalam
Undang-undang Pengangkutan Tahun 1992 yang mengatur tentang prinsip tanggung
jawab praduga bersalah adalah:
c. Tanggung Jawab Pengangkut Mutlak (Absolut Liability) Pada prinsip ini, titik
beratnya adalah pada penyebab bukan kesalahannya. Menurut prinsip ini, pengangkut
harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang
diselenggarakan tanpa keharusan pembuktian ada tdaknya kesalahan pengangkut. Prinsip
ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan.
Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang
232
menimbulkan kerugian itu.prinsip ini dapat dapat dirumuskan dengan kalimat:
pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun
dalam penyelenggaraan pengangkutan ini. Dalam peraturan perundang-undangan
mengenai pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur, mungkin
karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu di
bebani dengan resiko yang terlalu berat.Akan tetapi tidak berarti bahwa pihak-pihak
tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan.Para pihak boleh
saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian
tanggung jawab, berdasarkan asas kebebasan berkontrak.Jika prinsip ini digunakan maka
dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya pada dokumen
pengangkutan.
d. Pembatasan tanggung jawab pengangkut (limitation of liability) Bila jumlah ganti rugi
sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 468 KUHD itu tidak dibatasi, maka ada
kemungkinan pengangkut akan menderita rugi dan jatuh pailit. Menghindari hal ini,,
maka undang-undang memberikan batasan tentang ganti rugi. Jadi, pembatasan ganti
rugi dapat dilakukan oleh pengangkut sendiri dengan cara mengadakan klausula dalam
perjanjian pengangkutan, konosemen atau charter party, dan oleh pembentuk undang-
undang. Hal ini diatur dalam pasal 475, 476 dan pasal 477 KUHD.Mengenai pembatasan
tanggung jawab pengangkut dalam angkutan udara, diatur dalam pasal 24 ayat (2), pasal
28, pasal 29 ayat (1) dan pasal 33 Ordonansi Pengangkutan Udara. Pasal 30 merupakan
pembatasan tanggung jawab yaitu banwa tanggung jawab pengangkut udara dibatasi
sampai jumlah Rp.12.500,- per penumpang. Pasal 24 merupakan pembatasan siapa-siapa
saja yang berhak menerima ganti rugi, yang dalam hal ini adalah : Suami/istri dari
penumpang yang tewas,Anak atau anak-anaknya dari si mati Orang tua dari si mati.
Pasal 28 menentuk in bahwa pengangkut udara tidak bertanggung jawab dalam hal
kelambatan, pasal ini berbunyi “Jika tidak ada persetujuan Ijin, maka pengangkut
bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul karena kelambatan dalam pengangkutan
penumpang, bagasi dan barang”.Satu pasal lain mengenai pembatasan tanggung jawab
pihak pengangkut adalah pasal 33, dimana pasal tersebut menentukan gugatan mengenai
tanggung jawab atas dasar apapun juga hanya dapat diajukan dengan syarat-syarat dan
batas-batas seperti yang dimaksudkan dalam peraturan ini.Dengan terbatasnya gugatan
mengenai tanggung jawab dari pihak pengangkut, maka terbatas pula tanggung jawab
pihak pengangkut.Pembebasan Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Ordonansi
233
Pengangkutan Udara yang memuat ketentuan mengenai pembebasan adalah pasal 1 ayat
(1), pasal 29 avat (1) dan pasal 36.Pasal 36 menemukan bahwa pengangkut bebas dari
tanggungjawabnya dalam hal setelah dua tahun penumpang yang menderita kerugian
tidak mengajukan tuntutannya. Pasal 36 berbunyi “Gugatan mengenai tanggung jawab
pengangkut harus diajukan dalam jangka waktu dua tahun terakhir mulai saat tibanya di
tempat tujuan, atau mulai dari pesawat Udara seharusnya tiba, atau mulai pengangkutan
Udara diputuskan jika tidak ada hak untuk menuntut dihapus. Selain itu ada hal-hal yang
membuat pengangkut tidak bertanggung jawab apabila timbul suatu keadaan yang sama
sekali tidak diduga sebelumnya, contohnya adalah sebagai berikut : bahaya perang,
sabotase, kebakaran, kerusuhan, kekacauan dalam negeri. Asuransi tanggung jawab
dibidang pengangkutan udara didasarkan atas prinsip terjadinya peristiwa asuransi
tersebut karena mencakup kerugian-kerugian yang terjadi selama jangka waktu asuransi
dan dilandasi kerugian yang paling dekat berdasar atas produk yang keliru.Pada Undang-
undang No 1 tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung jawab pengangkut dapat dilihat
pada pasal 141 (1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang
meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di
dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara. (2)Apabila kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut
atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk
membatasi tanggung jawabnya.Aturan ini menggunakan Prinsip Tanggung jawab Mutlak
(Strict Liability), dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut dikenai
tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang dari pengangkut.Pada
Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, pengangkut masih dapat menyangkal keharusan
bertanggung jawab asal dapat membuktikan bahwa pengangkut telah mengambil
tindakan untuk menghindarkan kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk
mengambil tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga, seperti
yang disebut dalam pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29 OPU; Pengangkut tidak
bertanggungjawab untuk kerugian, apabila:
234
b. ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pencegahan
itu;
c. kerugian itu disebabkan oleh kesalahan yang menderita itu sendiri;
d. kesalahan penderita kerugian membantu terjadinya kerugian itu
Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan salah satu
bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara.
Tanggung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan meningkatkan kualitas
dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta keselamatan bagi penumpang. Artinya
secara normatif perlindungan hukum bagi penumpang telah ada, tinggal bagaimana
pelaksanaan dari aturan tadi.
Dalam prinsip ini, pengangkut dianggap tidak memiliki tanggung jawab.13 Dalam hal
ini, bukan berarti pengangkut membebaskan diri dari tanggung jawabnya ataupun
dinyatakan bebas tanggungan atas benda yang diangkutnya, tetapi terdapat pengecualian-
pengecualian dalam mempertanggungjawabkan suatu kejadian atas benda dalam
angkutan. Pengaturan ini ditetapkan dalam :
b. Pasal 86 UU Pelayaran
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) merupakan hal yang penting dalam
meningkatkan mobilitas sosial dan sangat dekat dekat masyarakat.Setiap waktu
masyarakat terus bergulat dengan angkutan jalan dengan bermacam-macam
kepentingan. Berbagai kondisi zaman dibarengi dengan berbagai kemajuan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan pola tingkah laku masyarakat telah
dilewati oleh Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia dari masa Pemerintahan
Belanda sampai pada era refomasi pada saat ini. Begitupun dengan Undang-undang
yang mengaturnya, pada masa pemerintahan Hindia Belanda di atur dalam
Werverkeersordonnantie” (Staatsblad 1933 Nomor 86) yang kemudian diubah dan
ditambah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1951 tentang Perubahan dan
235
Tambahan Undang-undang Lalu Lintas Jalan (Wegverkeersordonnantie, Staatsblad
1933 Nomor 86), lalu diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Undang-Undang No 3 Tahun 1965 ini bahwa
ini adalah Undang-Undang pertama yang mengatur LLAJ di Indonesia setelah
Indonesia Merdeka. Undang-undang tersebut kemudian diganti dengan Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang juga
kemudian diganti oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Pasal 229 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang selanjutnya disingkat UU Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, membagi kecelakaan lalu lintas menjadi tiga golongan yaitu:
Pasal 229 ayat (5) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa kecelakaan
lalu lintas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian
Pengguna Jalan, ketidaklaikan kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau
lingkungan.Tidak hanya mengenai penggolongan kecelakaan lalu lintas, UU Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan juga telah secara eksplisit mengatur mengenai hak korban yang
diatur pada Bagian keempat Bab XIV tentang hak korban dalam kecelakaan lalu lintas.
Adapun hak korban kecelakaan lalu lintas tersebut sebagaimana dijelaskan pada Pasal
240 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa korban kecelakaan lalu lintas berhak
mendapatkan:
1. Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya
kecelakaan
lalu lintas dan/atau pemerintah
2. Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan
lalu lintas, dan
3. Santunan kecelakaan lalu lintas dari perusahaan asuransi.
236
Prosedur untuk mendapatkan Hak Korban Kecelakaan Lalu Lintas Darat
1. Pertolongan dan perawatan
Pasal 240 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menunjukan bahwa hak
korban ini biasa diperoleh korban dari pihak yang bertanggung jawab atas
terjadinya kecelakaan lalu lintas dan/atau pemerintah. Pengaturan mengenai
pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas darat hal
tersebut sebenarnnya juga telah diatur pada pasal sebelumnya yaitu dalam
Pasal 231 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menjelaskan
bahwa pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas,
wajib:
a. Menghentikan kendaraan yang dikemudikannya
b. Memberikan pertolongan kepada korban
c. Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia
terdekat
d.Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan
Selanjutnya dalam Pasal 231 ayat (2) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dijelaskan pula bahwa pengemudi kendaraan bermotor yang karena keadaan
memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf
237
Mengenai pelaksanaan dari pasal 238 ayat (2) dan Pasal 239 ayat (1) sebagai kewajiban
dan tanggung jawab pemerintah dalam penanganan kecelakaan lalu lintas maupun
terhadap korban kecelakaan lalu lintas. Pada perkembangannya hak korban yang berupa
perawatan maupun ganti kerugian bukan hanya berasal dari pihak yang bertanggung
jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah, tetapi juga dapat
diberikan dari pihak Yayasan atau Perusahaan tempat pelaku kecelakaan bekerja.
Untuk perawatan yang berasal dari Pemerintah (dalam hal ini diwakili oleh Asuransi)
prosedur pemberiannya adalah sama dengan prosedur santunan. Bahkan dalam rangka
memberikan pelayanan “PRIME” Service Jasa Raharja Dumai, diwakili oleh Petugas
Pelayanan, M. Abrar Anas, SE.Msi., menyerahkan penggantian biaya perawatan di
rumah korban. Sehubungan dengan kecelakaan lalu lintas jalan yang menimpa korban,
an. Tugiono, pejalan kaki yang menyebrang di tabrak oleh Sepeda Motor. Dijelaskan
juga bahwa uang penggantian biaya rawatan sudah ditransfer ke rekening an. Korban dan
berhubung korban tidak bisa datang ke kantor Jasa Raharja untuk menanda tangani
kwitansi penerimaan uang maka pihak jasa raharja yang datang untuk meminta tanda
tangan korban.
2. Ganti kerugian
Ganti kerugian merupakan hak korban kecelakaan lalu lintas dari pihak yang
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas, bukan hanya dimuat dalam
Pasal 240 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tetapi diatur pula dalam UU Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan pada BAB XIV bagian ketiga mengenai kewajiban dan tanggung
jawab dan paragraf 1 mengenai kewajiban dan tanggung jawab pengemudi, pemilik
kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan, dalam Pasal 234 dijelaskan bahwa:
238
c. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika:
1) Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan
pengemudi.
2) Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga, dan/atau disebabkan
gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan
Besarnya nilai penggantian kerugian yang merupakan tanggung jawab pihak yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan putusan
pengadilan atau dapat juga dilakukan diluar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di
antara para pihak yang terlibat dengan catatan kerugian tersebut terjadi pada kecelakaan
lalu lintas ringan. Apabila korban kecelakaan lalu lintas meninggal dunia maka berdasar
Pasal 235 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pengemudi, pemilik, dan/atau
perusahaan angkutan umum memberikan ganti kerugian wajib kepada ahli waris korban
berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman. Namun pemberian ganti kerugian
atau bantuan tersebut tidak serta merta menggugurkan tuntutan perkara pidana
sebagaimana yang dimaksud Pasal 230 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
3. Santunan kecelakaan lalu lintas Sebagai pelaksanaan Pasal 239 ayat (2) UU Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur bahwa Pemerintah membentuk perusahaan
asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yaitu pemerintah mempunyai PT. Jasa Raharja (Persero) sebagai
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tugas dan fungsinya ada 2 (dua) yaitu :
a. Memberikan santunan atas kejadian kecelakaan pada korban kecelakaan lalu lintas
darat, laut, udara, dan penumpang kendaraan umum.
b. Menghimpun dana pajak kendaraan bermotor melalui Samsat yang mana dana itu
nantinya untuk membayar santunan.
1) Laporan Polisi tentang kecelakaan Lalu Lintas dari Unit Laka Satlantas Polres
setempat dan atau dari instansi berwenang lainnya.
239
2) Keterangan kesehatan dari dokter / RS yang merawat.
Untuk memperoleh dana santunan caranya adalah dengan mengisi formulir yang
disediakan secara Cuma-cuma oleh PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Persero), yaitu :
Dalam hal korban meninggal dunia, maka santunan meninggal dunia diserahkan
langsung kepada ahli waris korban yang sah, adapun yang dimaksud ahli waris adalah :
240
oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang bersangkutan
berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan
sampai turun di tempat tujuan.
2) Jaminan Ganda Kendaraan bermotor Umum (bis) berada dalam kapal ferry,
apabila kapal ferry di maksud mengalami kecelakaan, kepada penumpang bis
yang menjadi korban diberikan jaminan ganda.
3) Korban yang mayatnya tidak diketemukan Penyelesaian santunan bagi korban
yang mayatnya tidak diketemukan dan atau hilang didasarkan kepada Putusan
Pengadilan Negeri.Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo PP No 18
Tahun 1965 mengatur :
a, Korban Yang Berhak Atas Santunan, adalah pihak ketiga yaitu :
1) Setiap orang yang berada di luar angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan
kecelakaan yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat
angkutan lalu lintas jalan tersebut, contoh : Pejalan kaki ditabrak kendaraan
bermotor
2) Setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor dan
ditabrak, dimana pengemudi kendaran bermotor yang ditumpangi dinyatakan
bukan sebagai penyebab kecelakaan, termasuk dalam hal ini para penumpang
kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi
241
1) Berjalan kaki di atas rel atau jalanan kereta api dan atau menyebrang sehingga
tertabrak kereta api serta pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang
mengalami kecelakaan akibat lalu lintas perjalanan kerata api, maka korban
terjamin UU No 34/1964.
2)Pejalan kaki atau pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang dengan
sengaja menerobos palang pintu kereta api yang sedang difungsikan sebagaimana
lazimnya kerata api akan lewat , apabila tertabrak kereta api maka korban tidak
terjamin oleh UU No 34/1964
Transportasi laut menjadi sarana paling utama bagi negara kepulauan. Indonesia
yang memiliki jumlah uang pulau tersebar luas membutuhkan sarana transportasi
laut yang memadai.Namun sebagai negara maritim sistem transportasi laut
Indonesia masih belum optimal.Ini terbukti dengan banyaknya jumlah kasus kapal
laut yang mengalami kecelakaan dan menelan banyak korban jiwa.Penyebab
kecelakaan beragam, mulai dari kebakaran, tabrakan sampai kapal tenggelam.
Sebuah dasar hukum telah menaungi jaminan keamanan dan keselamatan dalam
pelayaran, yakni UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menyatakan
bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,
kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. Meskipun telah ada dasar hukum, berbagai
kecelakaan di laut tetap tak bisa di hindari dan semakin marak terjadi, faktor yang
sering menyebabkan terjadinya kecelakaan di laut diantaranya adalah:
242
2. Faktor cuaca buruk merupakan permasalahan yang biasanya dialami seperti
badaigelombang yang tinggi yang dipengaruhi oleh musim atau badai, arus yang besar,
kabut yang mengakibatkan jarak pandang yang terbatas.Terjadinya perubahan iklim saat
ini, mengakibatkan kondisi laut menjadi lebih ganas, ombak dan badai semakin besar
sehingga sering mengakibatkan terjadinya kecelakaan di laut.
Kondisi ini diperparah oleh lemahnya tingkat pengawasan dari para pemangku
kebijakan. Di Indonesia telah berlaku ketentuan yang mengatur tentang jaminan
keamanan dan keselamatan di laut, yakni UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
namun ternyata undang-undang tersebut masih memerlukan beberapa perubahan.
Kecelakaan kapal biasanya tidak disebabkan oleh hanya satu faktor, namun gabungan
faktor manusia, cuaca dan teknis.Faktor manusia sering dikatakan sebagai penyebab
utama kecelakaan, baik sebagai operator maupun pengambil keputusan. Namun apabila
ditinjau dari sudut pandang hukum, pada dasarnya telah ada undang-undang yang
menjamin keselamatan dan kemanan pelayaran, namun ketentuan tersebut belum
dilaksanakan secara optimal, undang-undang ini juga penting untuk segera diubah, hal
itu disebabkan ketentuan dari undang-undang tersebut belum menguraikan secara jelas
mengenai keselamatan kapal ditinjau dari batas muatan kapal dan alat kelengkapan
keselamatan.
Perubahan dalam suatu peraturan perundang-undangan adalah suatu hal yang wajar dan
sudah semestinya selalu dilakukan.perubahan terjadi ketika adanya kesenjangan antara
keadaan atau peristiwa dengan aturan yang berlaku. Jika objek yang diatur berubah maka
dituntut perubahan hukum untuk menyesuaikan agar peraturan efektif dalam
pelaksanaannya. Apabila terjadi perubahan dalam suatu keadaan atau peristiwa tanpa
diiringi perubahan hukum maka akan terjadi stagnasi hukum yang mengakibatkan
ketidakefektifan hukum dalam pelaksanannya. Begitupula pada UU Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran yang tidak secara optimal memberikan jaminan keamanan dan
keselamatan di laut, hal ini dikarenakan tidak adanya ketentuan yang dimuat secara jelas
243
mengatur mengenai keselamatan kapal. Ada dua hal utama yang menyangkut
keselamatan dan keamanan kapal yang tidak dimuat dalam Undang-undang Nomor 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran, hal tersebut adalah:
Batas muatan kapal adalah sesuatu yang paling penting untuk menjamin
keselamatan dan keamanan pelayaran, kelebihan muatan suatu kapal bisa
menjadikan kapal itu overcapacity atau kelebihan muatan yang beresiko
menganggu keseimbangan kapal sehingga mengakibatkan kapal tenggelam.
Dengan adanya standarisasi dalam ketentuan perundang-undangan secara
mendetail mengenai jumlah muatan yang harus disesuaikan dengan kapasitas
kapal akan mengurangi resiko kecelakaan akibat kelebihan muatan pada kapal.
Dalam hal ini juga dibutuhkan kesadaran dari pihak pengelola kapal agar tidak
hanya menyadari adanya aturan namun bisa menataatinya dengan lebih
mengutamakan keselamatan penumpang dan awak kapal dari pada keuntungan
yang diperoleh dari banyaknya muatan yang bisa mengakibatkan kapal
overcapacity.
244
penumpang tergantung dari panjang kapal, Life Jacket (Rompi Penolong)satu
buah untuk tiap pelayar ditambah untuk anak-anak, suatu jumlah yang cukup oleh
Administrator, Buoyant Apparatus (alat-alat apung lainnya)untuk kapal
penumpang adalah sejumlah yang dapat menampung 3% dari jumlah pelayar.
245
1. Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)
OPU mengatur tentang dokumen angkutan udara, tanggung jawab pengangkut
kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik barang kiriman) dan besaran nilai
ganti rugi, dan tanggung jawab pihak ketiga dan besaran nilai ganti rugi. Sebagian
ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara
dinyatakan tidak berlaku lagi, kerena telah disempurnakan oleh Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Ketentuan dalam
Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara yang
disempurnakan meliputi: (1) tanggung jawab pengangkut kepada pihak kedua
(penumpang dan pemilik barang kiriman) dan besaran nilai ganti rugi, dan (2)
tanggung jawab pihak ketiga dan besaran nilai ganti rugi.
246
tingkat yang memprihatinkan dengan banyaknya kecelakaan transportasi dan
seolah telah menjadi berita yang wajar sehari-hari di media massa, tidak
terkecuali transportasi udara, pembahasan mengenai perubahan undang-undang
mengenai transportasi pun menjadi bagian yang hangat di Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) di Indonesia khususnya untuk bidang transportasi penerbangan,
karena meskipun secara kuantitatif kecelakan di sini lebih sedikit tetapi dampak
kecelakaan yang lebih jauh, membuatnya lebih menjadi perhatian khalayak
ramai. Rancangan mengenai Undang-Undang ini mulai dibahas sejak Juni 2008,
dengan muatan rangkuman dari berbagai sumber, antara lain: Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2008 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992, artikel-artikel yang relevan dalam
tulisan ilmiah populer maupun yang terdapat dalam annal of air and space law,
usulan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU), dokumen ICAO
mengenai perubahan iklim global, kasus kecelakaan pesawat serta bahan dan
hasil workshop yang berkaitan dengan penegakan hukum di bidang transportasi
udara. Menurut K. Martono, pengajuan revisi terhadap Undang-Undang ini
berdasarkan pertimbangan pola pikir antara lain bahwa ketentuan-ketentuan
dalam Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 sebagian sudah
tidak relevan dan perlu dirubah, serta perlu adanya ketentuan-ketentuan yang
ditambahkan berkenaan dengan perkembangan ketentuan internasional mengenai
penerbangan. Hingga akhirnya Undang-Undang Penerbangan yang baru ini
berlaku mulai 12 Januari 2009,[27] walaupun demikian sesuai dengan ketentuan
penutup, diperlukan waktu setidak-tidaknya tiga tahun untuk memberlakukannya
secara efektif. Selanjutnya dengan berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, maka OPU dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 sudah tidak berlaku lagi, namun ketentuan pasal
464 Undang-Undang Penerbangan yang baru tersebut menyatakan bahwa
peraturan pelaksana bagi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
1992 yang digantikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti pengaturannya pada dalam Undang-Undang Penerbangan yang baru.
247
mengalami revisi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2009, keselamatan dan keamanan selama penerbangan khusus dalam pesawat
udara diatur dalam BAB VIII mengenai Kelaikudaraan dan Pengoperasian
Pesawat Udara, Bagian keempat dari Pasal 52 sampai dengan Pasal 57.
Kemudian secara umum mengenai keselamatan penerbangan yang memuat
program, pengawasan, penegakan hukum, manajemen dan budaya keselamatan
diatur dalam BAB XIII Pasal 308 sampai dengan Pasal 322.Selanjutnya aturan
pelaksana mengenai ketentuan keselamatan dalam Undang-undang ini
menggunakan Peraturan Menteri mengenai keselamatan dan keamanan dalam
pesawat udara, kewenangan kapten selama penerbangan, budaya keselamatan dan
pemberian sanksi administratif.
M. Kesimpulan
a) UU Lalu Lintas dan Angkutan jalan secara eksplisit mengatur mengenai korban
kecelakaan lalu lintas sebagaimana dijelaskan pada Pasal 240 bahwa korban
kecelakaan lalu lintas berhak mendapatkan, Pertolongan dan perawatan dari
pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas dan/atau
pemerintah,Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya
kecelakaan lalu lintas, Santunan kecelakaan lalu lintas dari perusahaan asuransi.
b) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Dapat Memberikan
Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah
suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang
menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.
c) UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang tidak secara optimal
memberikan jaminan keamanan dan keselamatan di laut, hal ini dikarenakan
tidak adanya ketentuan yang dimuat secara jelas mengatur mengenai keselamatan
kapal. Ada dua hal utama yang menyangkut keselamatan dan keamanan kapal
yang tidak dimuat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, hal tersebut adalah:
a. Tidak adanya ketentuan yang mencantumkan mengenai batas muatan kapal
b. Tidak adanya ketentuan mengenai jumlah sekoci penolong dan alat
keselamatan lainnya yang harus ada di kapal. d)
248
d) Ketentuan Keselamatan Penerbangan dalam Peraturan Penerbangan Nasional
Indonesia.
a) Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)
b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan
249
Daftar Pustaka
Prof. R. Soekardono, S.H , 1983, Hukum Dagang Indonesia, Jilid II Bagian Pertama
Kansil, C.S.T, 2006, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata.
250
BAB IX
Oleh:
Andi Faizkha Haditya, Andrea Sukmadilaga, , Zahid Ahsan ,Muhzen Muzadi, Farhan
Febriaji
A. Kepailitan
1. Pengertian
Istilah Kepailitan berasal dari kata “Pailit” yang artinya bangkrut.Kepailitan
berasal dari bahasa Prancis “failite” artinya Kemacetan pembayaran. Dalam
bahasa Iggris dengan kata To fail yang memiliki arti sama. Sehubungan dengan
pengucapan kata dalam bahasa Belanda adalah Faiyit yang berarti palyit.
Pengertian dari bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi
Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu
pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah
diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya. Terminologi Kepailitan dalam
Sistem hukum Anglo-Saxon dikenal dengan kata Bankrupct adapun hal itu berarti
keadaan tidak mampu membayar hutan dimana semua harta kekayaan yang
berhutang diambil oleh penagih atau persero-persero.Sedangkan, kepailitan
menurut UU Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan
Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di
bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang.Menurut Prof. Mr. Dr Sudargo Gautama, “ Pailit adalah Suatu sitaan
secara enyeluruh atas segala harta benda daripada sipailit. Sebagai konsekuensi
tertentu, si pailit dilarang untuk melanjutkan usahanya dan mengambil tindakan-
tindakan dalam huku, kecuali dengan persetujuan dari pihak pengawas atau
pelaksanaan ”.
Dari berbagai macam pengertian kepailitan diatas dapat disimpulkan secara
sederhana, bahwasanya kepailitan merupakan bentuk akibat dari bangkrutnya
usaha para pengusaha atau pedagang (debitor), maka dari itu semua aset-aset
milik debitor disita guna melakukan pembayaran utang-utangnya kepada kreditor.
251
Pengertian Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”)
adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah
pengawasan Hakim Pengawas. Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat
Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim
Pengadilan.Kurator sendiri pada Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan disebutkan
dalam kedudukannya harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan
dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.Tugas
Kurator sendiri adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta
pailit.Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan
atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.Dalam melaksanakan
tugas, Kurator tidak harus memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan
pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ debitor,
meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan
demikian dipersyaratkan, dan Kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak
ketiga, untuk meningkatkan nilai harta pailit. Sejak mulai pengangkatannya,
Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan
menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga
lainnya dengan memberikan tanda terima. Jika terjadi kesalahan atau kelalaian
dalam tugas pengurusan harta pailit, Kurator bertanggung jawab terhadap
kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau
pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka syarat-syarat yuridis agar
suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
1. Adanya hutang
2. Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;
3. Minimal satu dari hutang dapat ditagih;
4. Adanya debitor;
5. Adanya kreditor;
6. Kreditor lebih dari satu;
252
7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang diebut dengan
“Pengadilan Niaga”,
8. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
9. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang
Kepailitan;
10. Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan
“dapat menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepda hakim tidak diberikan
ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.
253
b. Debitor menggelapkan harta kekayaan;
c. Debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang
menghimpun dana dari masyarakat
d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpun dana dari
masyarakat luas;
e. Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan
masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
f. Dalam hal lainnya yang enurut kejaksaan merupakan kepentingan umum
4. Bank Sentral
Bank sentral adalah satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit jika debitornya adalahh bank.Pengajuan permohonan
pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank
Indonesia dan semata-mata berdasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan
kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu
dipertanggungjawabkan.
6. Menteri Keuangan
Menteri keuangan juga dapat mengajukan pailit kepada Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang
kepentingan publik. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membangun
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang dikenaka
pailit, agar Lembaga-lembaga tersebut dapat meningkatkan pembangunan
dalam kehidupan perekonomian Negara
254
Permohonan pernyataan pailit tentunya harus melalui pengadilan dan advokat
yang telah memiliki izin praktik beracara.Namun, apabila pemohon
pernyataan pailit adalah Bank Sentral, Badan Pengawas Pasar Modal, dan
Menteri Keuangan, tidak memerlukan advokat.
1. Orang Perorangan
Baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum
menikah.Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor
perorangan yang telah menikah, maka permohonan hanya dapat diajukan atas
persetujuan dari salah satu pasangan.
2. Warisan
Harta peninggalan dari seseoran yang telah meninggal dapat dinyatakan pailit
jika ppihak yang telah meniggal tersebut sebelum meninggal dunia berada
dalam keadaan berhenti membayar utangnya. Pernyataan pailit tidak bisa
diberikan kepada pihak ahli waris, karena sesuai aturan undang-undang
bahwa harta pihak yang telah meninggal dipisahkan dari harta ahli waris.
4. Penjamin
Penanggungan utang adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna
kepentingan kreditor mengikat dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor
apabila debitor yang bersangkutan tidak dapat memenui kewajibannya.
255
5. Badan Hukum
Badan hukum bukanlah makhluk hidup seperti manusia, oleh karena itu,
Badan Hukum tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri.melainkan
Bdan Hukum membutuhkan perantara orang dimana orang akan bertindak
untuk dirinya.
7. Bank
Dalam Undang-undang tentang perbankan, Bank adalah badan hukum yang
menghimpun dana dan menyimpan dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalm bentuk dana-dana untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebuah Bank bisa saja dinyatakan
Pailit oleh Bank Sentral, karena Bank sarat dengan uang masyarakat yang
harus dilindungi atas penyalahgunaan yang dilakukan oleh Bank.
8. Perusahaan Efek
Perusahaan efek, Bursa Efek, lembaga Kliring dan Penjain, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaiaan dapat dinyatakan pailit oleh Badan
pengawas Pasar Modal.
1. Pengadilan Niaga
256
Salah satu hal yang baru dalam Pranata Kepailitan adalah adanya pengadilan
khusus untuk memeriksa dan memutuskan perkara-perkara dibidang
perniagaan, yaitu hadirnya Pengadilan Niaga.Pengadilan Niaga merupakan
bagian dari pengadilan umum yang mepunyai kompetensi untuk memeriksa
perkara-perkara seperti perkara kepailitan dan perkara-perkara lainnya di
bidang perniagaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2. Hakim Niaga
Hakim Pengadilan Niaga diangkat berdasarkan putusan Ketua Mahkamah
Agung. Oleh karena itu hakim niaga harus memenhi beberapa kualifikasi
tertentu:
a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkuangan Peradilan hukum;
b. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-
masalah yang menjadi lingkup kewenang pengadilan;
c. Berwibawa, jujur, adail dan berkelakuan tidak tercela; dan
d. Telah berhasil menyelesaikan suatu program pelatihan khusus sebagai
hakimpada pengadilan.
3. Kurator
Kurator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam
suatu perkara kepailitan.Tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan
atau pemberesan harta pailit sejak hari pernyataan pailit diputuskan oleh
pengadilan.
4. Hakim Pengawas
Hakim pengawas memiliki tugas:
a. Mengawasi pengurus dan atau pemberesan harta pailit yang dilakukan
kurator;
b. Menerima pengajuan perlawanan debitor dan kreditor atas tindakan yang
diambil oleh kurator dalam pelaksanaan pengurusan harta pailit.
5. Panitia kreditor
sudah tentu Panitia kreditor adalah pihak yang mewakili pihak kreditor,
sehingga kreditor tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari
pihak kreditor. Ada dua macam jenis panitia kreditor yaitu :
a. Panitia kreditor sementara ;
b. Panitia kreditor (tetap), yakni yang dibentuk oleh hakim pengawas apabila
dalam putusan pailit tidak diangkat panitia kreditor sementara.
257
Pencocokan utang (verifikasi) merupakan salah satu kegiatan yang penting
dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya
ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masing-masing-masing kreditor.
Setelah pencocok utang selesai, Pihak panitia kreditor berhak untuk meminta
diperlihatkan semua buku, dokuen, dan surat mengenai kepailitan. Adapun
beberapa rapat kreditor dapat diadakan:
a. Rapat kreditur yang pertama yang harus diadakan dalam waktu lima belas
hari sejak putusan yang menyatakan kepailitan diucapkan.
b. Rapat kreditur untuk mencocokan tagihan dan atau diskusi dan
pemungutan hak suara atas rencana perdamiaan.
c. Rapat kreditur khusus
258
Dalam the Federalis Papers, seorang founding father dari Negara Amerika
serikat, yaitu James Medison, mendiskusikan apa yang disebut Bankrupcy
clause. Kemudian, kongres pertama kali mengundangkan undang-undang
tentang kebangkrutan pada tahun 1800, yang isinya mirip dengan undang-
undang kebangkrutan di Inggris pada saat itu.Akan tetapi, selama abad ke-18,
di beberapa Negara bagian USA telah ada undang-undang negara bagian yang
bertujuan untuk melindungi debitor yang disebut insolvency law.Selanjutnya,
undang-undang federasi AS tahun 1800 tersebut diubah atau diganti beberapa
kali.Kini di USA hukum kepailitan diatur dalam Bankrupcy. B. sejarah
berlakunya kepailitan di Indonesia Dalam sejarah berlakunya kepailitan di
Indonesia, maka dapat dibagi menjadi tiga masa, yakni: Masa sebelum
Faillisements Verordening berlaku.
Sebelum Faillisements Verordening berlaku, dulu hukum Kepailitan itu diatur
dalam dua tempat yaitu dalam: 1. Wet Book Van Koophandel atau WvK 2.
Reglement op de Rechtvoordering (RV) Sejarah masuknya aturan-aturan
kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van Koophandel
(KUHD) ke Indonesia.Adapun hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan
mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD.Namun
akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan
baru yang berdiri sendiri.Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan
Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276
Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906.Arti kata Failisment
Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat
beragam.
Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-peraturan
Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan Tjitrosidibio melalui karyanya yang
merupakan acuan banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment
Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-Undang Kepailitan
(UUPK). Undang-Undang Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia
Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun
1905 sampai dengan Tahun 1998 atau berlangsung selama 93 Tahun.
Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini sempat tidak
diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh Pemerintah
259
Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa
itu.
Akan tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan Kepailitan
peninggalan Belanda diberlakukan kembali. Pada tahun 1998 dimana
Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-
kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1
tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang
Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu isi atau substansi dari
PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu.
Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya
UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk
hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.
Perkembangan Substansi Hukum Terdapat sebahagian perubahan mengenai
substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan kepailitan
yang baru. Substansi tersebut antara lain:
1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya kepastian Frame Time
yaitu batas waktu dalam penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses
penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-undang tidak memberi
kepastian mengenai batas waktu. Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998
diatur sehingga dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan
masalah Frame Time.
2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator yang bernama
Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan.Para kalangan berpendapat kinerja
dari Balai Harta Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban
sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya Kurator Swasta.
3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala upaya hukum dalam
penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya dapat dilakukan Banding dan
Kasasi, kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi
sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut dikarenakan lamanya
waktu yang ditempu dalam penyelesaian kasus apabila Banding
diperbolehkan.
260
4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte Proccurure stelling
yang artinya yang dapat mengajukan kepailitan hanya Penasihat Hukum yang
telah mempunyai/memiliki izin praktek.
5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang dapat
mengjaukan permohonan kepailitan. Masa berlakunya Faillisements
Verordening.
Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang sederhana dan tidak perlu
banyak biaya, maka lahirlah Faillisements Verordening (Stb. 1905-217) untuk
menggantikan 2 (dua) Peraturan Kepailitan tersebut. Masa berlakunya
Faillisements Verordening .Selanjutnya mengenai kepailitan diatur dalam
Faillisements Verordening (Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348).Peraturan
kepailitan ini sebenarnya hanya berlaku bagi golongan Eropah, golongan
Cina, dan golongan Timur Asing (Stb.1924-556).kesulitan yang sangat besar
261
terhadap perekonomian Nasional terutama kemampuan dunia usaha dalam
mengembangkan usahanya. Terlebih lagi dalam rangka untuk memenuhi
kewajiban pembayaran mereka pada para kreditur. Keadaan ini pada
gilirannya telah melahirkan akibat yang berantai dan apabila tidak segera
diselesaikan akan menimbulkan dampak yang lebih luas lagi.
Penyelesaian masalah utang haruslah dilakukan secara cepat dan efektif.
Selama ini masalah kepailitan dan penundaan kewajiban diatur dalam
Faillisements Verordening Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348. Secara umum
prosedur yang diatur dalam Faillisements Verordeningmasih baik.Namum
sementara seiring dengan berjalannya waktu, kehidupan perekonomian
berlangsung pesat maka wajarlah bahkan sudah semakin mendesak untuk
menyediakan sarana hukum yang memadai yakni yang cepat, adil, terbuka
dan efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang besar
penyelesaiannya terhadap kehidupan perekonomian Nasional. Kemudian
dilaksanakanlah penyempurnaan atas peraturan kepailitan atau Faillisements
Verordening melalui Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU tentang
kepailitan pada tanggal 22 April 1998 Perpu ini diubah menjadi UU No. 4
Tahun 1998 yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 19
September 1998 yang tertuang dalam Lembaran Negara (LNRI) tahun 1998
No. 135.31.
Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pada 18 Oktober 2004
UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan disahkannya UU No.37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No.37
Tahun 2004 ini mempunyai cakupan yang luas karena adanya perkembangan
dan kebutuhan hukum dalam masyarakat untuk menyelesaikan utang piutang
secara adil, cepat, terbuka dan efektif.
Adapun pokok materi baru dalam UU Kepailitan ini antara lain:
1. Agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU ini pengertian
utang diberikan batasan secara tegas. Demikian juga pengertian jatuh waktu.
2. Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan pernyataan pailit dan
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya
pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan
pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.
262
6. Akibat Hukum dari Keputusan pailit
Zainal Asikin, menguraikan beberapa akibat hukum dari putusan pailit. Hal
yang utama adalah dengan telah dijatuhkannyaputusan kepailitan, si debitur
(si pailit) kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas
harta bendanya.Pengurusan dan penguasaan harta benda tersebut beralih ke
tangan curator/Balai Harta Peninggalan.
Namun, tidak semua harta bendanya akan beralih penguasaan dan
pengurusannya ke curator/ Balai Harta Peninggalan. Dikecualikan dari hal ini
(kepalitan) adalah:
a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan
keluarganya, dan bahkan makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan
keluarganya.
b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunggu, dan uang tunjangan,
sejauh yang dientukan oleh Hakim Pengawas
c. Uang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya member
nafkah. (pasal 22 UU No. 37 tahun 2004)
263
c. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan curator menyatakan
kesanggupannya, curator wajib memberikan jaminan atas kesanggupannya
untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Sebaliknya, jika curator tidak
memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian,
maka perjanjian tersebut dinyatakan berakhir dan pihak yang
bersangkutandapat menuntut ganti rugi dan akan diberlakukan sebagai
kreditor konkuren.
d. Apabila dalam perjanjian sebagaimana dimaksudkan di atas, telah
diperjanjikan untuk menyerahkan benda dagangan yang biasa diperdagangkan
dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan benda
dagangan yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak
yang harus menyerahkan benda tersebut belum menyerahkannya setelah
putusan pailit dikeluarkan, perjanjian tersebut menjadi hapus, dan dalam hal
pihak lawan (yang mengadakan perjanjian) dirugikan karena penghapusan
perjanjian tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor
konkuren untuk mendapatkanganti rugi.
e. Dalam hal debitur telah menyewa suatu benda, baik curator maupun pihak
yang menyewakan barang/benda dapat menghentikan perjanjian sewa,
dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya
perjanjian sesuai dengan adat istiadat setempat dalam jangka waktu paling
singkat Sembilan puluh hari. Jika pembayaran uang sewa telah dilakukan,
pemberitahuan perjanjian sewa tidak bisa dilakukan sebelum habisnya jangka
waktu pembayaran sewa tersebut.Sejak diputuskannya keadaan pailit, uang
sewa dinyatakan sebagai boedel pailit.
f. Pekerja/buruh yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan
kerja, atau curator dapat menghentikan hubungan kerja dengan mengindahkan
perjanjian kerja dan peraturan yang berlaku, dengan pengertian bahwa
hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan memberitahukan paling
singkat 45 hari sebelumnya. Sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, upah
kerja/buruh yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit
dinyatakan sebagai utang boedel pailit.
g. Warisan dan hibah yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh
kurator tidak dapat diterima dengan izin Hakim Pengawas, kecuali apabila
menguntungkan harta pailit.
264
h. Pembayaran suatu utang yang sudah jatuh tempo hanya dapat dibatalkan
apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa
permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal
pembayaran utang tersebut merupakan akibat dari persengkokolan antara
debitor dengan kreditor dengan maksud menguntungkan kreditor tersebut
melebihi kreditor lainnya. Jika pembayaran yang sudah diterima oleh
pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk karena memang sudah jatuh
tempo, pembayaran tersebut tidak dapat diambil kembali.
265
· Perorangan baik sendiri atau bersama-sama dengan suami/istri atau anak
angkat/keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut, yang ikut
serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur
paling kurang sebesar 50 % dari modal disetor.
· Perorangan yang suami/istri atau anak angkat/keluarga sampai derajat
ketiga, yang ikut secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan
pada debitur paling kurang sebesar 50% dari modal disetor.
· Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum/dengan atau
terhadap badan hukum lainnya, apabila:
- Perorangan anggota direksi atau penghubung pengurus pada kedua badan
usaha tersebut adalah orang yang sama.
- Suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga merupakan
anggota direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya
- Perorangan anggota direksi atau pengurus, anggota badan pengawas pada
debitur, atau suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga, ikut
serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur
paling kurang sebesar 50% dari modal disetor.
- Debitur adalah anggota direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau
sebaliknya.
- Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama, baik bersama, atau
tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarga
sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam
kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50% dari modal disetor
e. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau
terhadap badan hukum lainnya dalam kelompok badan hukum di mana
debitur merupakan anggotanya.
Selain itu, hal yang terpenting sebagai akibat hukum dijatuhkannya putusan
kepailitan, adalah hal-hal yang berkaitan dengan sebagai berikut:
a. Penghibahan. Dalam hal ini ditentukan bahwa hibah yang dilakukan
debitur dapat dimintakan pembatalan apabila curator dapat membuktikan
bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan, debitur mengetahui atau patut
mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkankerugian bagi
kreditor (pasal 44 UU No. 37 Th 2004
266
b. Pembayaran utang yang belum dapat ditagih (belum jatuh tempo), atau
debitur melakukan perbuatan yang tidak wajiib, perbuatan itu dapat
dibatalkan demi keselamatan harta pailit. Hal tersebut harus dibuktikan
bahwa pada waktu dilakukannya perbuatan tersebut, baik debitur maupun
pihak ketiga mengetahui bahwa perbuatannya (debitur) itu akan merugikan
pihak kreditor (pasal 45 UU No. 37 Th 2004).
7. Berakhirnya Kepailitan
Suatu kepailitan dapatdikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai
berikut.
a. Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua
kreditor.Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil
keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang. Keputusan rencana
perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor oleh lebih dari
seperdua jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang
mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang konkuren
yang diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor
dan mewakili paling paling sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor
yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian,
dalam jangka waktu paling sedikit delapan hari setelah pemungutan suara
pertama diadakan, harus diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada
pemungutan suara kedua kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan
pada pemungutan suara pertama.
Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani
oleh Hakim Pengawas dan panitera pengganti.
Berita acara rapat tersebut harus memuat:
1. Isi perdamaian
2. Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
3. Suara yang dikeluarkan
4. Hasil pemungutan suara, dan
5. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)
267
Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan Cuma-Cuma berita
acara rapat yang disediakan paling lambat tujuh hari setelah tanggal
berakhirnya rapat di Kepaniteraan Pengadilan.
Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara perdamaian harus
dimohonkan pengesahan kepada pengadilan yang megeluarkan keputusan
kepailitan.Pengadilan harus mengeluarkan penetapan pengesahan paling
lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang pengesahan.
Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan apabila:
a. Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk
menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam
perdamaian
b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin, dan
c. Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau persengkongkolan dengan
satu atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur
dan tanpa menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk
mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat (2) UU No.37 Th 2004).
Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan perdamaian ditolak, baik
kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam
jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan dapat
mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana perdamaian sisahkan atau
dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan
diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:
a. Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan
suara
b. Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa
perdamaian tersebut dicapai berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal
159 ayat (2) UU No. 37 Th 2004
b. Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu
kejadian di mana harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka
umum, yang hasil penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai
dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akor.
268
Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa
curator/Balai Harta Peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut
pemberesan harta pailit,yaitu:
1. Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan
terhadap piutang-piutang si pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di
mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan
sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Komisaris
2. Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang
menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim
Komisaris
3. Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan
dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang
disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut
4. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau
diuangkan itu.
5. Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah
menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan
berakhir. Debitur kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi
berada di bawah pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan
269
waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran
utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi
tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor”.
Tata cara mengajukan permohonan PKPU diatur dalam Undang-Undang
Nomro 37 Tahun 2004. Prosesnya secara yuridis sebagai berikut :
1. Permohoann PKPU ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum debitor.Permohonan
tersebut ditandatangani oleh debitor dan advokatnya, permohonan ini pula
dilampiri dengan rencana perdamaian.Menurut Munir Fuady dalam bukunya
Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, lampiran rencana perdamain ini sangatlah
penting dalam PKPU karena tujuan utama dari PKPU ialah agar para pihak dapat
mencapai perdamain. Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang harus disertai daftar yang memuat sifat,
jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya. Dalam hal
pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil Debitor melalui juru sita
dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang
270
b. Identitas diri debitur;
c.Permohonan harus ditandatangani oleh Debitur dan Penasehat
Hukumnya;
d. Surat kuasa khusus yang asli (penunjukkan kuasa pada orangnya bukan
kepada Law Firmnya);
e. Ijin Penasehat Hukum/Kartu Penasehat Hukum;
f. Nama dan tempat tinggal/kedudukan para Kreditur Konkuren disertai
jumlah tagihannya masing- masing pada Debitur;
g. Neraca pembukuan terakhir;
h. Rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau
sebagian utang kepada Kreditur Konkuren (Jika ada).
Kelengkapan persyaratan tersebut diatas berlaku juga bagi permohonan
yang diajukan oleh :
a. Debitur perorangan;
b. Debitur perseroan terbatas ;
c. Debitur yayasan/asosiasi/perkongsian/partner.
Salinan dokumen-dokumen/surat-surat yang dibuat di luar negeri harus
disahkan oleh Kedutaan/ perwakilan Indonesia di negara tersebut dan
diterjemahkan oleh penerjemah resmi (disumpah); Dokumen (surat-surat) yang
berupa foto copy harus dilegalisir sesuai dengan aslinya oleh Pejabat yang
berwenang/Panitera Pengadilan; Surat permohonan serta dokumen-dokumen
dibuat rangkap sesuai dengan jumlah pihak ditambah 4 (empat) set untuk Majelis
Hakim dan arsip. Pada saat pendaftaran itu pula pemohon wajib membayar biaya
panjar. Pada permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, selain
memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam formulir kelengkapan persyaratan
permohonan (check-list); jika ada dilampiri dengan rencana perdamaian yang
meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur
konkuren;
271
mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus
menunjuk seorang Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1
(satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor.
5. Dalam hal permohonan diajukan oleh Kreditor, Pengadilan dalam
waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat
permohonan, harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran
utang sementara dan harus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim pengadilan
serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor
mengurus harta Debitor.
272
8. Pada hari sidang Pengadilan harus mendengar Debitor, Hakim
Pengawas, pengurus dan Kreditor yang hadir, wakilnya, atau kuasanya yang
ditunjuk berdasarkan surat kuasa. Dalam sidang itu setiap Kreditor berhak untuk
hadir walaupun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu.
10. Bila PKPU tetap tetap tidak dapat ditetapkan oleh Pengadilan Niaga,
maka dalam jangka waktu 45 hari terhitung sejak putusan PKPU sementara
diucapkan, maka debitor demi hukum dinyatakan pailit.
273
12. PKPU tetap hanya berlangsung selama 270 hari sejak putusan PKPU
sementara ditetapkan.
274
3. Eksekusi dan sitaan yang telah dimulai atas barang-barang, baik
yangtidak dibebani agunan maupun yang dibebani hak tanggungan, gadai, agunan
lainnya atau istimewa lainnya harus ditangguhkan
4. Sitaan berakhir dan diangkat
5. Perkara yang sedang berjalan ditangguhkan.
6. Debitur tidak boleh menjadi penggugat dan tergugat yang menyangkut
harta kekayaannya.
7. PKPU tidak berlaku bagi Kreditur Preferen
8. PKPU tidak berlaku utk biaya pendidikan,biaya pemeliharaan dan
pengawasan.
9. Hak retensi tetap berlaku.
10. Berlaku masa penangguhan 270 hari.
11. Bisa dilakukan kompensasi
12. Dapat dilakukan PHK.
13. Tidak ada Actio Paulina.
14. Perbuatan debitur tidak dapat dibatalkan oleh Kurator
C. Kesimpulan
Kepailitan merupakan bentuk akibat dari bangkrutnya usaha para
pengusaha atau pedagang (debitor), maka dari itu semua aset-aset milik debitor
disita guna melakukan pembayaran utang-utangnya kepada kreditor.Pengertian
Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
275
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”) adalah Balai Harta
Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk
mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim
Pengawas.Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka syarat-syarat
yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
2. Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;
1. Adanya hutang
3. Minimal satu dari hutang dapat ditagih;
4. Adanya debitor;
5. Adanya kreditor;
6. Kreditor lebih dari satu;
7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang diebut dengan
“Pengadilan Niaga”,
8. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
9. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang
Kepailitan;
10. Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan
“dapat menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepda hakim tidak diberikan
ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.
Suatu kepailitan dapat dikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai
berikut.
a. Perdamaian, b.Insolvensi
276
DAFTAR PUSTAKA
Subekti dan Tjitrosudibio. 1993. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan undang-
undang Kepailitan. Jakarta: Pradnya Paramita.
277
BAB X
Oleh:
Muhamad Dadi Dwiono, Risky Ananda, Muhammad Eddy Kurniawan, Diah Ayu
Wulandari
A. Pengertian Arbitrase
Pengertian arbitrase dari para ahli :
Secara harfiah, perkataan arbitrase adalah berasal dari kata arbitrare (Latin) yang
berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Definisi
secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saat ini walaupun
pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.
Definisi menurut beberapa ahli :
1. Subekti
Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau
para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau
menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih.
2. H. Priyatna Abdurrasyid
Arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara
yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan
didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.
3. H.M.N. Purwosutjipto
Menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase yang diartikan sebagai suatu
peradilan perdamaian, di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka
tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh
hakim yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya
mengikat bagi keduabelah pihak.
278
4. Black’s Law Dictionary
Arbitrase sebagai a method of dispute resolution involving one or more neutral third
parties who are usually agreed to by the disputing parties and whose decision is
binding.
279
39/MUI/V/1992, tanggal Mei 1992, telah membentuk kelompok kerja
pembentukan arbitrase Hukum islam, yang terdiri dari nara sumber :
1. Prof. KH. Ali Yafie
2. Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML
3. H. Andi Lolo Tonang, SH
4. H. Hartono Mardjono, SH
5. Jimly Asshiddiqie, SH, MH
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) pada saat didirikan bernama
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).BAMUI didirikan pada tanggal
21 Oktober 1993 – berbadan hukum yayasan.Akte pendiriannya ditandatangani
oleh ketua MUI Bapak KH.Basri dan sekretaris Umum Bpk. HS
Prodjokusumo.BAMUI dibentuk oleh MUI berdasarkan rapat kerja nasional
(rakernas) MUI tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi
BASYARNAS diputuskan dalam rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama,
perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK. MUI No. Kep-
09/MUI/XII/2003 Tanggal 24 Desember 2003.
280
antara lain menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan pengusaha Indonesia.
Kamar dagang dan industri dapat melakukan antara lain jasa-jasa baik dalam
bentuk pemberian surat keterangan, penengahan, arbitrase dan rekomendas
mengenai usaha pengusaha Indonesia, termasuk legalisasi surat-surat yang
diperlukan bagi kelancaran usahanya.
a. Susunan BANI
Badan arbitrase nasional indonesia terdiri dari atas seorang ketua, seorang
wakil ketua, beberapa orang anggota tetap, beberapa orang anggota tidak
tetap dan sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris. Ketua,
Wakil Ketua, anggota , dan sekretariat tersebut diangkat dan
diberhentikan atas pengusulan Badan Arbitrase Nasional Indonesia oleh
KADIN indonesia. Untuk pertama kali mereka diangkat atas pengusulan
team inti pendiri BANI. Jangka waktu pemangkuan jabatan tersebut
adalah untuk waktu lima tahun, setelahmana mereka dapat diangkat
kembali. Ketua, Wakil ketua dan para anggota tetap merupakan pengurus
(board of managing directors) badan arbitrase nasional indonesia. Badan
Arbitrase Nasional Indonesia ( BANI ) adalah sebuah badan yang
mempunyai hubungan erat dengan KAMAR DAGANG dan INDUSTRI
(KADIN) INDONESIA. Tujuannya memberikan penyelesaian yang adil
dan cepat dalam sengketa-sengketa perdata yang timbul mengenai soal-
soal perdagangan, industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional
maupun yang bersifat Internasional. Dalam melakukan tugasnya tersebut
BANI adalah bebas (otonom) dan tidak boleh dicampuri oleh sesuatu
kekuasaan lain. Indonesia mulai memiliki pusat arbitrase nasional sejak
tahun 1977.Indonesia juga memiliki sebuah lembaga arbitrase yang
dipusatkan pada transaksi rencana perbankan dan keuangan Islam.
Lembaga ini dikenal sebagai BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia) yang didirikan pada tanggal 21 Oktober 1998 oleh Yayasan
BAMUI, sebagai sebuah mekanisme alternatif yang menyangkut
perselisihan komersial di Indonesia. Penyelesaian sengketa dengan
menggunakan arbitarase BANI jika sidang pertama pemohon tidak hadir,
tanpa adanya alasan yang sah, maka permohonan arbitrase akan
dinyatakan gugur. Hal ini sesuai dengan ketentuan HIR mengenai perkara
281
perdata. Namun jika termohon yang tidak datang pada sidang pertama
maka akan dipanggil sekali lagi untuk menghadap di muka sidang pada
waktu kemudian yang ditetapkan selambat-lambatnya empat belas hari
lagi sejak dikeluarkannya perintah tersebut. Jika termohon tidak datang
juga, maka pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya si termohon dan
tuntutan si pemohon akan dikabulkan, kecuali tuntutan itu oleh BANI
dianggap tidak berdasarkan hukum atau keadilan. Jadi ketentuan ini
sesuai dengan verstek dalam HIR.14 Ini berarti BANI termasuk ke dalam
arbitrase institusional yang bersifat nasional karena arbitrase ini
disediakan oleh organisasi tertentu dan sengaja didirikan untuk
menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian.Faktor kesengajaan
dan sifat permanen ini merupakan ciri pembeda dengan arbitrase ad
hoc.Selain itu arbitrase oleh BANI ini sudah ada sebelum sengketa timbul
yang berbeda dengan arbitrase ad hoc.Selain itu arbitrase oleh BANI ini
berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meskipun perselisihan yang
ditangani telah selesai dan ruang lingkup keberadaan dan yurisdiksinya
hanya meliputi kawasan negara yang bersangkutan.
Sedangkan alat bukti yang sah menurut BANI dapat dilihat pada pasal 14
peraturan prosedur BANI yaitu :
- Alat bukti keterangan para pihak dalam bentuk pengakuan,
- Alat bukti keterangan saksi
- Alat bukti keterangan ahli.
Pasal 14 BANI ini tidak menyebutkan alat bukti surat atau dokumen.
Namun secara implisit pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa “serta
mengajukan bukti-bukti yang oleh mereka dianggap perlu”, ini berarti
sesuai dengan praktek dan perundang-undangan di Indonesia adalah bukti
surat, persangka (vermoeden) dan alat bukti sumpah. Diharapkan dalam
alternatif penyelesaian sengketa dapat mendorong mewujudkan semakin
tingginya keadilan yang tercapai dalam bidang hukum khususnya hukum
yang berkompetensi ditangani dengan pengadilan ataupun penyelesaian
sengketa alternatif.
282
C. Ruang Lingkup Arbitrase
Arbitrase yang merupakan salah satu penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
di dasarkan oleh perjanjian arbitrase yang telah di sepakati oleh para pihak bila
mengalami suatu sengketa, sehingga perkara yang di tangani dengan menggunakan
penyelesaian arbitrase ini lebih cenderung bersifat privat maupun publik tetapi dalam
hal permasalahan yang berkaitan dengan pidana penyelesaian melalui arbitrase tidak
dapat dilakukan karena hal ini merupakan kewenangan absolut dari lembaga
peradilan. “Menurut Komar Kantaatmadja, arbitrase secara umum dapat dilakukan
dalam menyelesaikan sengketa publik maupun perdata, namun dalam
perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa
kontraktual (perdata).” 98[12] Sementara sengketa perdata dapat digolongkan
menjadi:
- Ouality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang
dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualitikasi teknis yang tinggi;
- Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana
halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau
aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak;
- Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question
of fact and law).
Dengan demikian penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini meliputi beda pendapat
dan sengketa di bidang perdaganganan, industri, keuangan, korporasi, asuransi,
lembaga keuangan, hak kekayaan intelektual, lisensi dan hak99[14] yang dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak, sehingga penyelesaian ini lebih cenderung di minati
oleh kalangan pengusaha pada khususnya karena cara ini lebih serasi dengan
kebutuhan dunia bisnis yang cenderung bergerak pada bidang perdata.
D. Syarat Arbitrase
Dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh para pihak dalam hal ini, dimana syarat ini merupakan hal yang paling
283
penting yang mana persetujuan di antara pihak di buat secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Setiap lembaga arbitrase, baik domestik maupun internasional dalam menyelesaikan
sengketa harus memiliki klausul yang telah disepakati dengan bentuk klausul
arbitrase. Di Indonesia sendiri menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa untuk menuangkan klausul arbitrase
dalam bentuk tertulis.
Penyelesaian sengketa secara arbitrase harus diperjanjikan (clausula arbitrase):
1. Factum de compromitendo, merupakan suatu ketentuan yang tercantum di dalam
perjanjian atau kontrak yang menyebutkan bahwa setiap perselisihan yang
timbul di kemudian hari sehubungan dengan perjanjian atau kontrak tersebut
akan diserahkan pada arbitrase untuk diputuskan.
2. Acta compromis, adalah suatu kesepakatan di antara para pihak yang telah
terlibat dalam suatu sengketa, untuk mengajukan sengketa mereka agar
diputuskan oleh arbitrase (pada umumnya arbitrase ad- hoc).100[15]
Sedangkan dalam lembaga arbitrase Indonesia seperti Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) menyarankan kepada para pihak yang ingin menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase perlu membuat suatu perjanjian yang isi perjanjiannya
sebagai berikut:
Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan
administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya
mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama
dan terakhir.”101[16]
Sementara Perjanjian/klausula arbitrase bersifat accessoir, tetapi tidak menjadi batal
karena batalnya perjanjian pokok. Tetapi tidak hanya itu saja penyelesaian sengketa
melalui arbitrase tidak dalam bentuk tertulis untuk suatu perjanjian, sehingga
klausul arbitrase pun dapat dilakukan secara lisan apabila perjanjian pokoknya
sudah diadakan secara lisan oleh para pihak dalam hal ini.102[17]
284
Perjanjian tertulis harus memuat sebagai berikut:
a. masalah yang dipersengketakan,
b. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak,
c. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau mejelis arbitrase,
d. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan,
e. nama lengkap sekretaris,
f. jangka waktu penyelesaian sengketa,
g. pernyataan kesediaan dari arbiter, dan
h. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala
biaya yang diperlukan bagi penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal-hal tersebut di atas batal demi
hukum.103[18]
Perjanjian untuk berarbitrase harus jelas dan tegas (unequivocal) serta tertulis.
Sementara klausula arbitrase mempunyai empat fungsi yang esensial, yakni:
a. untuk menghasilkan konsekuensi yang diperintahkan (mandatory
consequences) bagi para pihak;
b. untuk mencegah intervensi dari Pengadilan dalam menyelesaikan sengketa
para pihak (sekurang-kurangnya sebelum putusan dijatuhkan);
c. untuk memberdayakan arbiter dalam penyelesaian sengketa; dan
d. untuk menetapkan prosedur dalam menyelesaikan sengketa.
E. Syarat Arbiter
Seperti telah dijelaskan di atas penyelesaian sengketa melalui arbitrase di bantu oleh
arbiter atau wasit. Dimana setiap orang dapat dikatakan untuk menjadi seorang
arbiter asalkan telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-undang
tidak hanya itu saja menjadi seorang arbiter tidak harus berlatar belakang ahli hukum
tetapi ahli di tertentu seperti bidang minyak, lingkungan, perdagangan dan lain
sebagainya dapat menjadi arbiter, kecuali hakim, jaksa dan pejabat peradilan lainnya
dilarang untuk menjadi seorang arbiter.104[20]
285
Sehubungan dengan itu, siapa yang dapat bertindak sebagai arbiter di atur dalam Pasal
12 ayat 1 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa mengenai syarat pengangkatan arbiter harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a) Cakap melakukan tindakan hukum.
b) Berumur paling rendah 35 tahun.
c) Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat
kedua dengan salah satu pihak bersengketa.
d) Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase.
e) Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bindangnya paling sedikit 15
tahun.
Dari ketentuan tersebut di atas seorang arbiter atau wasit sebagai pihak yang merancang,
memimpin dan menyelesaikan suatu sengketa dengan cara arbitrase harus bersikap netral
atau tidak memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa. Selain itu pula syarat
yang telah di tentukan tersebut di atas dapat ditafsirkan memberikan keleluasaan kepada
pihak asing untuk menjadi arbiter guna menyelesaikan suatu sengketa.
286
Untuk memeriksa dan memutus perkara melalui arbitrase, para pihak diberi
kesempatan untuk memilih ahli yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan
sangat menguasai hal-hal yang disengketakan. Dengan demikian, pertimbangan-
pertimbangan yang diberikan dan putusan yang dijatuhkan dapat
dipertanggungjawabkan kualitasnya. Hal itu dimungkinkan karena selain ahli
hukum, di dalam badan arbitrase juga terdapat ahli-ahli lain dalam berbagai
bidang, misalnya ahli perbankan, ahli leasing, ahli pemborongan, ahli
pengangkutan udara, laut, dan lain-lain.
3. Sifat konfidensialitas
Sidang arbitrase selalu dilakukan dalam ruangan tertutup, dalam arti tidak
terbuka untuk umum, dan keputusan yang diucapkan dalam sidang tertutup
hampir tidak pernah dipublikasikan. Dengan demikian, penyelesaian melalui
arbitrase diharapkan dapat menjaga kerahasiaan para pihak yang bersengketa.
Arbitrase diangggap memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan cara
litigasi, oleh karena itu dalam praktek para pelaku bisnis dan dunia usaha ada
kecenderungan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Adapun beberapa keunggulannya antara lain :
a. Dijamin kerahasian sengketa para pihak karena proses pemeriksaan dan
putusannya tidak terbuka untuk umum sehingga kegiatan usaha atau bisnis
tidak terpengaruh sehingga krdibelitas pengusaha akan terjamin.
b. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan
administratif.
c. Para pihak dapat memilih arbiter menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai
masalah yang disengketakan, jujur dan adil sehingga tidak mesti arbiter yang
dipilih memiliki latar belakang hukum.
d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum yang akan digunakan untuk
menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan
arbitrase bahkan bebas menggunakan bahasa yang ingin digunakan dalam
persidangannya.
e. Putusan arbitrase merupakan putusan yang final dan mengikat (final and
binding) para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja
ataupun langsung dapat dilaksanakan.
287
Pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas, tidak semuanya benar, sebab di
negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat daripada proses
arbitrase105[24]. Di antara kelebihan arbitrase terhadap pengadilan adalah sifat
kerahasiaannya, karena keputusannya tidak dipublikasikan. Namun demikian,
penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi,
terutama untuk kontrak bisnis atau dagang yang bersifat internasional. Sifat rahasia
arbitrase dapat melindungi para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan atau
merugikan akibat penyingkapan informasi bisnis kepada umum. Meskipun
penyelesaian melalui arbitrase diyakini memiliki keunggulan-keunggulan
dibandingkan dengan jalur pengadilan, tetapi penyelesaian melalui Arbitrase juga
memiliki kelemahan-kelemahan.
1. Hanya untuk para pihak bona fide
Arbitrase hanya bermanfaat untuk para pihak atau pengusaha yang bona fide
(bonafid) atau jujur dan dapat dipercaya. Para pihak yang bonafid adalah mereka
yang memiliki kredibilitas dan integritas, artinya patuh terhadap kesepakatan, pihak
yang dikalahkan harus secara sukarela melaksanakan putusan arbitrase. Sebaiknya,
jika ia selalu mencari-cari peluang untuk menolak melaksanakan putusan arbitrase,
perkara melalui arbitrase justru akan memakan lebih banyak biaya, bahkan lebih
lama dari proses di pengadilan. Maka bagi masyarakat awam arbitrase belum dikenal
cukup luas dalam hal ini.
2. Keuntungan mutlak pada arbiter
Putusan arbitrase selalu tergantung pada kemampuan teknis arbiter untuk
memberikan putusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
Meskipun arbiter memiliki keahlian teknis yang tinggi, bukanlah hal yang mudah
bagi majelis arbitrase untuk memuaskan dan memenuhi kehendak para pihak yang
bersengketa. Pihak yang kalah akan mengatakan bahwa putusan arbitrase tidak adil,
demikian pula sebaliknya (pihak yang menang akan mengatakan putusan tersebut
adil).
3. Tidak ada presenden putusan terdahulu
Tidak ada legal precedence atau keterikatan terhadap putusan-putusan arbitrase
sebelumnya. Artinya, putusan-putusan arbitrase atas suatu sengketa terbuang tanpa
288
manfaat, meskipun di dalamnya mengandung argumentasi-argumentasi berbobot dari
para arbiter terkenal di bidangnya.
4. Masalah putusan arbitrase asing
Penyelesaian sengketa melelui arbitrase internasional memiliki hambatan
sehubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusannya. Karena biasanya pihak
yang kalah terkadang hartanya tidak mau dieksekusi sehingga menempuh jalur
hukum lain melalui pengadilan. Dimana lembaga arbitrase tidak memiliki daya paksa
untuk atau kewenangan dalam pelaksanaan eksekusi.
289
pelaksanaan perjanjian dan bukan masalah prosedural perjanjian atau
persengketaan. Agar pemeriksaan berjalan lancar dan menghasilkan putusan yang
adil, maka baik Pemohon maupun Termohon harus melakukan persiapan yang
baik, antara lain dengan membentuk Tim internal yang khusus menangani
masalah. Tim ini terdiri dari personalia yang terlibat dalam pelaksanaan perjanjian
dan mengetahui isi perjanjian serta mengetahui dengan jelas sebab dari timbulnya
sengketa. Tim ini dapat dibantu oleh penasehat hukum internal maupun eksternal
yang dapat membantu Tim berkaitan dengan masalah peraturan dan perundangan
yang menyangkut pelaksanaan perjanjian tersebut. Tim internal inilah yang harus
dapat memberikan suatu gambaran yang tepat mengenai permasalahan yang
dipersengketakan kehadapan arbiter. Selain harus menguasai seluruh aspek
perjanjian dan persengketaan yang terjadi Tim juga mencari dan memberikan
semua alat bukti yang dapat digunakan dan disampaikan kepada arbiter maupun
pada pihak lawannya. Tim internal ini juga dapat mengusulkan para pakar ataupun
saksi ahli dan mendapat kuasa untuk mewakili dalam persidangan dan bukan
hanya terbatas pada pimpinan perusahaan atau penasehat hukumnya.
Dalam menetapkan jumlah tuntutan dalam sengketa arbitrase, Pemohon perlu
mempertimbangkan bahwa atas dasar penyelesaian secara “win win solution”
maka jumlah tuntutan yang dikabulkan sering kali kurang dari yang diajukan.
Kemungkinan tidak tertutup bahwa jumlah putusan atas tuntutan dapat lebih kecil
dari pada biaya administrasi arbitrase. Karenanya di dalam mengajukan tuntutan
Pemohon perlu melakukan perhitungan secara cermat berkaitan dengan biaya
administrasi, antara lain memperhatikan jumlah tuntutan yang realistis yang dapat
kiranya diterima dalam putusan arbitrase, walaupun memang kewajiban
pembayaran biaya administrasi umumnya dibebankan bersama kepada kedua
belah pihak.
Tetapi lembaga Arbitrase akan membantu para pencari keadilan dan harus
berusaha keras mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mencapai
penyelesaian sengketa secara cepat, efektif dan tuntas sedangkan bila biaya yang
dikeluarkan ringan. Dimana dalam hal biaya ini bila melakukan penyelesaian
melalui pengadilan biaya yang dikeluarkan cukup mahal meliputi biaya perkara
atau administrasi, biaya untuk eksekusi dan biaya advokat bahkan penyelesaian
sengketa di pengadilan cenderung memakan waktu yang lama, prosedur yang
kaku dan formalistis sehingga hal ini akan tidak menguntungkan sekali bagi para
290
pihak yang bersengketa. Tidak hanya itu saja lembaga arbitrase seperti Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) setelah menerima pendaftaran dari pemohon
secara tertulis lalu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) akan membentuk
majelis arbitrase yang memeriksa dan memutus sengketa yang terjadi di antara
para pihak tetapi sebelum dan selama masa persidangan di Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) berlangsung para arbiter akan mengusahakan
perdamaian di antara para pihak.
2. Tahap Pemeriksaan
Walaupun dalam beberapa kasus para pihak mengajukan sengketa untuk
diputuskan/diselesaikan sepenuhnya berdasarkan fakta-fakta tertentu, tuntutan
tertulis dan dokumen-dokumen, namun pada umumnya suatu persidangan tetap
dilaksanakan yang dihadiri oleh arbiter atau majelis arbiter dan para pihak yang
bersangkutan, untuk memberikan kesempatan bagi para pihak untuk
menyampaikan segala informasi yang lengkap dan adil kepada para arbiter
mengenai aspek material dari permasalahan yang dipersengketakan. Persidangan
berlangsung di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dilakukan secara
tertutup untuk umum demi menjaga kerahasian dari para pihak yang bersengketa
dalam hal ini. Kerena penyelesaian melalui arbitrase hanya dihadiri para pihak
atau kuasa dari masing-masing dan arbiter dimana dinamika yang terjadi dalam
penyelesaian semacam ini tidak boleh disampaikan pada publik dengan kata lain
hal ini privat berbeda dengan Pengadilan Biasa dimana persidangannya dilakukan
secara terbuka untuk umum. Dengan telah dimulainya proses pemeriksaan setelah
dibentuknya Majelis Arbiter maka semua komunikasi antara para pihak dengan
arbiter harus dihentikan. Semua informasi baik dalam bentuk surat-menyurat
maupun dokumen atau alat bukti aslinya harus diserahkan kepada panitera sidang
disertai lima salinan masing-masing untuk para arbiter dan para pihak. Semua
informasi yang akan disampaikan secara lisan hanya dapat diterima apabila
didengar oleh para arbiter dan para pihak dalam sidang, harus terdapat
keterbukaan diantara semua pihak. Setiap penyimpangan atas prosedur arbitrase
termasuk namun tidak terbatas pada proses persidangan harus mendapat
persetujuan oleh para arbiter dan para pihak dalam suatu persidangan dan akan
dicatat dalam berita acara persidangan oleh Panitera. Dalam setiap persidangan
291
selalu dimungkinkan kepada para pihak untuk melakukan negosiasi di luar sidang
dan dapat diadakan setiap saat atas persetujuan para arbiter dan para pihak.
Kesempatan juga harus diberikan oleh para arbiter kepada para pihak untuk
melakukan mediasi. Mediasi dilakukan di luar persidangan arbitrase dan bukan
merupakan bagian dalam proses jalannya arbitrase.
Sasaran yang harus selalu menjadi pedoman bagi para pihak adalah tercapainya
suatu penyelesaian atas sengketa yang dapat diterima oleh kedua belah pihak
dengan mendapat bantuan dan arahan dari para arbiter dan putusan arbiter dapat
diterima oleh para pihak, sehingga hubungan dan/atau transaksi bisnis di antara
para pihak dapat berjalan kembali.
Para pihak harus berusaha agar dapat tercapainya suatu penyelesaian, demi
kebaikan bersama dan bukan demi kemenangan satu pihak. Cara pembatalan atas
putusan arbitrase bukanlah suatu cara yang dapat dijadikan sebagai alat untuk
menyatakan ketidaksetujuan.
Sehingga ketika para pihak sepakat untuk memulai proses dengan arbitrase
dengan menunjuk arbiter tunggal atau tiga orang arbiter tergantung kesepakatan,
yang mana para pihak berkehendak untuk mencapai suatu kesepakatan atas
sengeketanya. Arbitrase akan berjalan dengan kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Arbiter adalah seorang seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak
yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh
lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu
yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Tetapi arbiter dapat
mengambil suatu keputusan tentang mana yang salah dan mana yang
benar, kemudian mengintrusikan pada para pihak untuk menaati segala
keputusan yang diambil kemudian didaftarkan kepada Pengadilan Negeri
untuk pelaksanaan eksekusi.
b. Arbiter dapat memberikan nasehat atau pendapat hukum tentang kasus
beda pendapat yang terjadi diantara kedua belah pihak.
c. Para pihak dapat memilih arbiter yang memiliki keahlian pada bidang
yang disengketakan sehingga tidak keharusan arbiter harus berasal dari
ahli hukum.
d. Para pihak paham bahwa agar proses arbiter dapat berjalan dengan baik
maka di perlukan komunikasi yang terbuka dan jujur. Selanjutnya segala
bentuk komunikasi baik pertanyaan secara tertulis maupun lisan yang di
292
buat dalam proses arbitrase akan di perlukan serbagai informasi, yang
bersifat tertutup dan rahasia. Oleh sebab itu:
- Arbiter tidak akan membicarakan atau menyampaikan hal-hal yang telah
di sidangkan dalam proses arbitrase ke pihak lain.
- Para pihak sepakat untuk tidak meminta dengan alasan apapun catatan-
catatan arbiter atau bentuk-bentuk dokumentasi lainnya yang terkait
dengan arbitrase untuk di gunakan dalam proses hukum yang
berhubungan dengan kasus yang di tangani.
e. Para pihak yang mengikuti proses penyelesaian melalui arbitrase harus
melakukan beberapa hal:
- Melakukan proses arbitrase dengan itikat baik.
- Bersifat kooperatif dengan arbiter selama proses arbitrase berlangsung.
- Menghadiri persidangan arbitrase sesuai dengan tanggal dan tempat
yang telah di sepakati.
- Dalam hal penyelesaian sengketa melalui arbitrase salah satu pihak atau
kedua belah pihak tidak dapat mundur dalam proses yang sedang
berlangsung. Karena dalam penyelesaian menggunakan arbitrase para
pihak di nyatakan telah sepakat untuk menyelesaikan beda pendapat atau
sengketa.
- Arbiter dalam menangani suatu penyelesaian sengketa tidak di
perbolehkan menyatakan bahwa permasalahan yang di tangani tidak dapat
di selesaikan atau di hentikan tanpa adanya suatu putusan karena arbiter
harus dapat mengambil suatu putusan saat di temukan jalan buntu dalam
suatu permasalahan yang di tangani.
f. Dalam hal ini para pihak, tidak di benarkan dengan alasan apapun atau
dalam waktu apapun baik sebelum maupun sesudah penyelesaian
sengketa menggugat arbiter yang telah menangani kasus tersebut.
3. Tahap Pelaksanaan
Dengan didaftarkannya Putusan Arbitrase pada Panitera Pengadilan Negeri
sebagaimana yang ditetapkan dalam UU Arbitrase, maka putusan tersebut
mempunyai kekuatan eksekutorial. Pelaksanaan Putusan Arbitrase tidaklah perlu
menunggu eksekusi Pengadilan Negeri namun dapat dilakukan secara sukarela
oleh pihak yang bersangkutan. Putusan Arbitrase selayaknya diterima oleh
293
kedua pihak yang menyerahkan penyelesaian sengketa kepada para arbiter yang
mereka sendiri tunjuk dan percayai akan memberikan putusan yang adil atas
permasalahan dalam perjanjian yang mereka sendiri setujui untuk bekerja sama.
Terhadap Putusan Arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan. Pengajuan permohonan pembatalan menurut Pasal 70 Undang-
undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, oleh pihak yang tidak
puas atas putusan Majelis Arbitrase memiliki keterbatasan dalam alasan-alasan
yang dapat dipergunakan, yaitu apabila putusan mengandung adanya dokumen
diakui palsu atau dinyatakan palsu, diketemukannya dokumen yang bersifat
menentukan yang disembunyikan atau diambil dari hasil tipu muslihat. Namun
demikian, para pihak diharapkan kembali kepada maksud dibuatnya perjanjian
bahwa segala persengketaan akan diselesaikan untuk mencapai sesuatu
penyelesaian yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase adalah mengenai pokok permasalahan yang timbul
dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan diharapkan penyelesaiannya
dapat melanjutkan berlangsungnya perjanjian yang telah dibuat diantara para
pihak atau paling tidak dapat tetap melanjutkan hubungan kerja sama atau
transaksi antara para pihak di kemudian hari. Dari beberapa tahapan arbitrase di
atas, ternyata arbitrase mempunyai peran sebagai salah satu bentuk penyelesaian
suatu beda pendapat atau sengketa yang adil, bijaksana, memuaskan para pihak,
cepat, tuntas, efisien. Arbitrase adalah wadah untuk membangun solusi yang
didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan masing-masing pihak yang
bersengketa, yaitu membangun kepuasaan bersama dengan “win-win solution”
dan mendorong hubungan yang harmonis dan hubungan sosial yang lebih kuat.
294
menyediakan APS adalah Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang
mengkhususkan diri pada sengketa perdata di bidang Pasar Modal.
295
kewenangan memeriksa dan memutus sengketa yang diajukan kepadanya. Putusan
Arbitrase bersifat final serta mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak (UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).
Arbitrase mirip dengan Pengadilan, dan Arbiter mirip dengan Hakim, tetapi ada
beberapa perbedaan mendasar:
(1) Pengadilan bersifat terbuka, Arbitrase bersifat tertutup; (2) mengajukan tuntutan
ke Pengadilan tidak membutuhkan persetujuan pihak lawan, tuntutan ke
Arbitrase harus didasari Perjanjian Arbitrase; (3) proses Pengadilan formal dan
kaku, Arbitrase lebih fleksibel; (4) Hakim pada umumnya generalist, Arbiter
dipilih atas dasar keahlian; (5) putusan Pengadilan masih bisa diajukan banding,
kasasi dan PK, putusan Arbitrase bersifat final dan mengikat; (6) Hakim
mengenal yurisprudensi, Arbiter tidak mengenal hal tersebut; (7) Hakim
cenderung memutus perkara atas dasar ketentuan hukum, Arbiter dapat pula
memutus atas dasar keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono).
Para pihak tidak perlu ragu memilih APS karena APS mendapatkan pengakuan
dalam sistem hukum Indonesia, antara lain: Keppres No. 34/1981 (ratifikasi atas
New York Convention); UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang tidak
menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara; dan
UU No. 30/1999 yang telah disebutkan.
Di samping itu, pengadilan dan Mahkamah Agung juga telah banyak memberikan
dukungan terhadap Arbitrase, baik dalam bentuk penguatan/pengakuan terhadap
Perjanjian Arbitrase, penegasan terhadap kompetensi absolut Arbitrase, dan juga
pelaksanaan putusan Arbitrase.
I. Kesimpulan
Penyerahan sengketa melalui jalur arbitrase dapat dilakukan apabila terdapat dua pihak
atau lebih yang bersengketa atas dasar perjanjian yang telah disepakati. Putusan dalam
arbitrase final dan mengikat antara pihak-pihak yang bersengketa sehingga hasil
putusannya tidak dapat dibanding ataupun dikasasi. Belakangan ini peneyelesaian
sengketa melalui jalur arbitrase kerap dilakukan oleh para pelaku usaha sebagai
alternative yang lebih dipilih ketimbang penyelesaian melalui jalur litigasi karena
mengutamakan win-win solution. Sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak.
296
Daftar Pustaka
Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegaakan
Keadilan, Jakarta: PT. Tatanusa, 2004
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006
Priyatna Abdurrasyid, dkk, Prospek Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2001
Ismail, Maqdir, Pengantar Praktek Arbitrase di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan
Australia,Jakarta,UniversitasAl-AzharIndonesia,2007
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Internet:
Anangga W. Roosdiono, Pemeriksaan Perkara dalam Arbitrase, http://www.bani-arb.org,
Internet Online,
Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia, http://www.wikipedia.com, Internet Online,
Sabtu,
Dodik Setiawan, Definisi Arbitrase, http://www.Google.Com, Internet Online,
Huala Adolf, Pendapat yang Mengikat dan Klausula Arbitrase, http://www.bani-arb.org,
Internet Online,
Suyud Margono, Kelemahan dalam Arbitrase, http://www.Google.Com, Internet Online,
Sutan Remy Sjahdeini, Membuat Konsep Klausula Arbitrase, http://www.bani-arb.org,
Internet Online,
http://mhunja.blogspot.com/2012/03/arbitrase-pengertian-keunggulan-dan.html
http://www.baniarbitration.org/ina/procedures.php
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Arbitrase_Nasional_Indonesia
http://arifsuyo4.blogspot.com/2013/04/makalah-kelebihan-dan- kekurangan.html
297
http://fadlyknight.blogspot.com/2012/04/sejarah-arbitrase.html
https://sadarrukmana.wordpress.com/2009/06/19/makalah-arbitrase-syariah/
298