Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM DAGANG

PENGANTAR HUKUM DAGANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Kuliah Hukum Dagang


Dosen Pengampu: Sahnaz Kartika, M.H

Disusun Oleh Kelompok 1:


Dinda Nuramalia (0206223063)
Shofia Riani (0206223127)
M. Ridwan Hutabarat (0206223123)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah yang
berjudul “pengantar hukum dagang” ini tepat pada waktunya. Kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Sahnaz Kartika, M.H selaku dosen pengampu mata kuliah
Hukum Dagang yang telah memeberikan tugas ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan daan pengetahuan bagi kami
penulis dan para pembaca. Dalam penulisan tugas makalah ini, kami menyadari
bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami dengan segala kerendahan hati memohon maaf
dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun perbaikan dan penyempurnaan
makalah kedepannya.
Demikian dari kami, semoga segala tujuan baik dengan adanya tugas makalah
ini dapat tercapai. Aamiin….

Medan, 23 September 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................................2
A. Definisi Hukum Dagang.....................................................................................2
B. Kedudukan Hukum Dagang Dalam Sistem Hukum Indonesia..........................4
C. Sejarah dan Perkembangan Hukum Dagang......................................................5
D. Ruang Lingkup Hukum Dagang.........................................................................6
E. Contoh Pengimplementasian Hukum Dagang....................................................7
BAB III..........................................................................................................................9
PENUTUP.....................................................................................................................9
A. Kesimpulan.........................................................................................................9
B. Saran...................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah hukum romawi, hubungan antarwarga di atur dalam corpus
juris civilis, yaitu hasil karya perundang-undangan mengatur yang diprakarsai
oleh kaisar Justianus. Peraturan perundang-undagan ini mengatur hubungan
keperdataan antar warga. Sementara itu, arus perpindahan penduduk khususnya
kaum muslimin pedagang dari satu temapt ke tempat lainnya sangat cepat
sehingga muncullah kota-kota brunai, Darussalam ketentuan dalam corpus juris
civilis dirasakan tidak memadai lagi untuk mengatur hubungan dagang, baik antar
sesama penduduk asli maupun kaum pendatang. Inilah yang dijadikan dasar
hukum manusia dan penduduk sekitar dalam melakukan transaksi bisnis.
Pada permulaan abad ke -19 Prancis dan Amerika guna melakukan kodifikasi,
baik di bidang hukum perdata (Code Civil) maupun hukum dagang (Code
Decommerce). Jika di tilik secara seksama kedua kodifikasi tersebut tampaknya
pengkodifikasian yang dilakukan oleh Prancis, tidak jauh berbeda dengan
kebiasaan yang berlaku di kalangan para pedagang. Kebiasaan yang sudah ada
mereka patuhi sebagai undang-undang. Untuk itulah ketika Louis ke-14 berkuasa
di prancis, dia meminta kepada stafnya untuk mensistematikasikan ketentuan
yang menyangkut masalah hukum dagang tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan hukum dagang?
2. Bagaimana kedudukan hukum dagang dalam sistem hukum Indonesia?
3. Bagaimana sejarah dan perkembangan hukum dagang?
4. Apa saja yang termasuk ke dalam ruang lingkup hukum dagang?
5. Bagaimana contoh hukum dagang?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulisan makalah ini,
yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi hukum dagang
2. Untuk mengetahui kedudukan hukum dagang dalam sistem hukum
Indonesia
3. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan hukum dagang
4. Untuk memahami ruang lingkup hukum dagang

1
5. Untuk mengetahui contoh hukum dagang

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hukum Dagang


Hukum dagang sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan
perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) istilah dagang diartikan sebagai pekerjaan yang
berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan.
Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang
secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu
tempat untuk menjualnya kembali ditempat lain atau membeli barang pada suatu saat
dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh
keuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang
(perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai
pekerjaan sehari-hari.

Ada istilah lain yang perlu untuk disejajarkan dalam pemahaman awal mengenai
hukum dagang, yaitu pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan.

Pengertian perniagaan dapat ditemukan dalam kitab undang-undang hukum


dagang sementara istilah perusahaan tidak ditemukan. Pengertian perbuatan
perniagan diatur dalam pasal 2-5 kitab undang-undang hukum dagang. Dalam pasal-
pasal tersebut, perbuatan perniagaan diartikan sebagai perbuatan membeli barang
untuk dijual lagi dan beberapa perbuatan lain yang dimasukkan dalam golongan
perbuatan perniagaan tersebut. Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa
pengertian perbuatan perniagaan terbatas pada ketentuan sebagaimana termaktub
dalam pasal 2-5 kitab undang-undang hukum dagang sementara pengertian
perusahaan tidak ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang.

3
Perlu dijelaskan bahwa pasal 2-5 kitab undang-undang hukum dagang yang berisi
istilah-istrilah dan pengertian pedagang serta perbuatan perniagaan di Nederland telah
dihapus yaitu melalui undang-undang 2 Juli 1934 (Stb. Nomor 347 Tahun 1934) yang
mulai berlaku 1 Januari 1935, yang menentukan bahwa seluruh title 1 buku Wetboek
van Koophandel yang memuat pasal 2 sampai dengan pasal 5 tentang pedagang dan
perbuatan perdagangan dihapuskan dan diganti dengan kata-kata “perusahaan” dan
“perbuatan perusahaan”.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD/ Wetboek van Koophandel) tidak


memberikan pengertian mengenai hukum dagang. Oleh Karena itu, definisi hukum
dagang sepenuhnya diserahkan pada pendapat para ahli atau doktrin para sarjana.
Berikut pengertian hukum dagang menurut para ahli:1
1. C. S. T. Kansil, mengatakan bahwa hukum dagang merupakan hukum yang
mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usaha
memperoleh keuntungan.
2. H. M. N. Purwosutjipto, menyatakan bahwa hukum dagang adalah hukum
perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
3. R. Soekardono, menyatakan bahwa hukum dagang adalah bagian dari hukum
perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-
perikatan yang diatur dalam buku III Burgerlijk Wetboek (BW). Dengan kata lain,
hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur seseorang
dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam
kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Hukum dagang dapat pula dirumuskan sebagai serangkaian
kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas
perdagangan.
4. Achmad Ichsan, menyatakan bahwa hukum dagang adalah hukum yang mengatur
soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia
dalam perdagangan.
5. Sunaryati Hartono, lebih khusus lagi menyinonimkan hukum dagang dengan
hukum ekonomi, yaitu keseluruhan peraturan, putusan pengadilan dan hukum
kebiasaan yang menyangkut pengembangan kehidupan ekonomi.
6. Ridwan Halim, menyatakan bahwa hukum dagang ialah hukum yang mengatur
hubungan antara suatu pihak dengan pihak lain yang berkenaan dengan urusan
dagang.

1
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hlm. 7-8.

4
7. A. Andi Hamzah, menyatakan bahwa hukum dagang ialah keseluruhan hukum
mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, seperti diatur dalam WvK
dan beberapa perundang-undangan tambahan.
8. Tirtaamijaya, menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum sipil yang
istimewa.
9. Fockema Andreae, menyatkan bahwa hukum dagang adalah keseluruhan dari
aturan nukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana
diatur dalam kitab undnag-undnag hukum dagang dan beberapa undang-undang
tambahan.2
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah
serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau kegiatan perusahaan.
Norma tersebut dapat bersumber pada aturan hukum yang sudah dikodifikasikan,
yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang–Undang Hukum
Dagang maupun aturan hukum di luar kodifikasi.

B. Kedudukan Hukum Dagang Dalam Sistem Hukum Indonesia


Hukum dagang adalah hukum khusus yang merupakan kelanjutan atau perluasan
dari ranah hukum perdata yang bersifat umum. Di mana menurut H. M. N.
Purwosutjipto, hukum dagang merupakan hukum perikatan yang timbul khusus
dalam lapangan perusahaan. Alasannya karena hukum dagang berkaitan dengan
tindakan manusia dalam urusan berdagang yang di mana pastilah urusan tersebut
menimbulkan perikatan. Oleh karena itu hukum dagang tidak masuk dalam hukum
kebendaan melainkan hukum perikatan seperti yang sudah kita ketahui bahwa hukum
perikatan ini diatur dalam buku ke III KUHPerdata.

Dalam hubungan demikian mereka disebut dengan asas “Lex specialis derogat
Lex generalis” yang artinya adalah aturan hukum yang bersifat khusus
mengesampingkan aturan hukum yang bersifat umum.” Jadi jika ada suatu kasus
dalam sengketa berdagang di luar cara negosiasi melainkan pengadilan, dan terdapat
kesamaan peraturan dari KUHPerdata (Burgelijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek
van Koophandel), maka yang diutamakan untuk memakai KUHD, dan jika tidak
terdapat pasal yang mengatur kasus tersebut di dalam KUHD, maka akan

2
Zainal Asikin, Hukum Dagang, (Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 3-4.

5
digunakanlah KUHPerdata. Jadi, kedudukan Hukum Dagang di Indonesia sangat
terikat erat dengan Hukum Perdata.

Namun, Hukum dagang di Indonesia tidak tercipta begitu saja, melainkan


berdasarkan pada sumber. Terdapat tiga jenis sumber yang menjadi rujukan dari
hukum dagang, yakni hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan, hukum tertulis yang
belum dikodifikasikan dan hukum kebiasaan.3
1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan yaitu:
a. KUH Perdata (khususnya buku III perihal perikatan).
b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
c. Peraturan-peraturan di bidang perdagangan di luar KUHD (koperasi, paten,
merek, perum, perjan, persero, perusahaan negara, dan lain-lain).

2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan-peraturan khusus


yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. Selanjutnya,
KUHD terdiri dari 2 (dua) buku yaitu:
a. Buku I, tentang Perdagangan
b. Buku II, tentang Hukum Laut (Hukum Maritim)4

3. Adapun pada hukum kebiasaan, hal yang menjadi sumber adalah Pasal 1339
KUH Perdata dan Pasal 1347 KUH Perdata.

C. Sejarah dan Perkembangan Hukum Dagang


Perkembangan hukum dagang di dunia telah berlangsung pada tahun 1000 hingga
1500 pada abad pertengahan di Eropa. Kala itu telah lahir kota-kota yang berfungsi
sebagai pusat perdagangan, seperti Genoa, Venesia, Marseille, Florence hingga
Barcelona. Meski telah diberlakukan Hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yaitu
hasil karya perundang-undangan yang diprakarsai oleh Kaisar Justianus. Namun
berbagai masalah terkait perdagangan belum bisa diselesaikan. Maka dari itu
dibentuklah Hukum Pedagang (Koopmansrecht). Saat itu hukum dagang masih
bersifat kedaerahan.

3
Suwardi (2015). Hukum Dagang Suatu Pengantar. Yogyakarta: Deepublish. ISBN 9786024011017.
4
S.C.T. Kansil dan Christina S.T.Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,
Jakarta Sinar Grafika, 2002, hlm. 7

6
Kodifikasi hukum dagang pertama dibentuk di Prancis dengan nama Ordonance
de Commerce pada masa pemerintahan Raja Louis XIV pada tahun 1673. Dalam
hukum itu terdapat segala hal berkaitan dengan dunia perdagangan, mulai dari
pedagang, bank, badan usaha, surat berharga hingga pernyataan pailit.

Pada 1681 lahirlah kodifikasi hukum dagang kedua dengan nama Ordonance de
la Marine. Dalam kodifikasi ini termuat segala hal berkaitan dengan dagang dan
kelautan, misalnya tentang perdagangan di laut.

Kedua hukum itu kemudian menjadi acuan dari lahirnya Code de


Commerce, hukum dagang baru yang mulai berlaku pada 1807 di Prancis. Code de
Commerce membahas tentang berbagai peraturan hukum yang timbul dalam bidang
perdagangan sejak abad pertengahan.5

Code de Commerce kemudian menjadi cikal bakal hukum dagang di Belanda dan
Indonesia. Sebagai negara bekas jajahan Prancis, Belanda memberlakukan Wetboek
van Koophandel yang diadaptasi dari Code de Commerce. Meski telah dipublikasikan
sejak 1847, penerapan Wetboek van Koophandel baru berlangsung sejak 1 Mei 1848.
Lalu Belanda menjajah Indonesia dan turut mempengaruhi perkembangan hukum
dagang di Indonesia. Akhirnya lahirlah Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD) yang diadaptasi dari Wetboek van Kopphandel yang kemudian
menjadi salah satu sumber dari hukum dagang Indonesia.6

D. Ruang Lingkup Hukum Dagang


Peraturan hukum dagang meliputi berbagai unsur yang melibatkan perantaraan
produsen dan konsumen. Berikut ruang lingkup hukum dagang, yaitu:
- Kontrak Bisnis
- Jual beli
5
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1989), Hlm. 302.
6
Cahaya Permata, Buku Ajar Hukum Datang, (Medan, UIN Sumatera Utara, 2016), Hlm. 10–12.

7
- Hak atas kekayaan intelektual
- Merger dan akuisisi
- Bentuk-bentuk perusahaan
- Penanaman modal asing
- Perusahaan go public dan pasar modal
- Perkreditan dan pembiayaan
- Jaminan hutang
- Surat berharga
- Perlindungan konsumen
- Asuransi
- Keagenan dan distribusi
- Perpajakan
- Bisnis internasional
- Hukum pengangkutan (darat, laut, udara, dan multimoda)
- Penyelesaian sengketa bisnis
- Anti monopoli
- Perburuhan

E. Contoh Pengimplementasian Hukum Dagang

1) Contoh kasus:
Sebuah perusahaan mempunyai hutang kepada tiga kreditur. Perusahaan tersebut
berjanji akan membayarnya sesuai perjanjian yang telah disepakati kepada ketiga
kreditur tersebut. Setelah dilakukan beberapa kali penagihan hingga jatuh tempo,
hutang itu belum juga dilunasi oleh perusahaan itu. Dalam kondisi seperti ini
bisakah perusahaan dipailitkan?

 Dasar hukum:
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

 Analisis:
a. Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum
atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
b. Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan ke pengadilan Niaga.
Pengajuan itu harus memenuhi persyaratan sesuai dengan pasal 2 ayat 1
dan pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan.

8
c. Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar
lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat di tagih,
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya
sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.

 Syarat pengajuan pailit terhadap debitur


a. Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya
dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
b. Dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring
dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal.
c. Dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi,
dana pensiun atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh Menteri Keuangan.

2) Contoh kasus:7
Ada seorang pengusaha sepatu lokal yang memberi nama produk yang mereka
hasilkan dengan nama merek terkenal. Hal tersebut dilakukan untuk mendongkrak
angka penjualan karena merek tersebut sebenarnya yaitu sebuah brand
internasional yang sudah sangat terkenal.

 Dasar hukum:
Pasal 90 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merk.

 Analisis:
Mungkin memang sepatu lokal tersebut akan lebih laku tapi bila hal tersebut
terendus oleh pihak perusahaan resmi merek tersebut maka pengusaha lokal
tersebut dapat dikenai sanksi pidana dan jelas melanggar pasal 90 undang-
undang No.15/2001 tentang merk. Oleh karena itu, menciptakan produk ataau
brand baru jauh lebih baik dibandingkan harus berurusan dengan hukum.

7
Muhammad Qustulani, Hukum Dagang, (Tangerang, PSP Nusantara Press, 2018), hlm. 37-38.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hubungan antara KUHPerdata dan KUHD terlihat dari isi Pasal 1 KUHD yang
mengemukakan: “KUHPerdata, seberapa jauh dalam KUHD ini tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang di
singgung dalam kitab ini”.
Jual – beli (menurut B.W) adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana
pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,
sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang
terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
Perdagangan atau perniagaan pada umumnya ialah pekerjaan membeli barang dari
suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada
waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.

B. Saran
Kepada para pembaca kami menyarankan agar lebih banyak membaca buku yang
berkaitan dengan hukum dagang agar lebih memahami hal tersebut, karena banyak
sekali pengertian mengenai hukum dagang yang dikemukakan oleh para ahli yang
tidak dapat kami jelaskan secara lebih rinci. Adapun pembahasan mengenai sejarah
dan perkembangan hukum dagang jauh lebih detail apabila pembaca menggunakan
referensi yang lain.

10
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Zainal, 2013, Hukum Dagang, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.


CST. Kansil, 2002, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika.
Hasyim, Farida, 2009, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika.
Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.
Permata, Cahaya, 2016, Buku Ajar Hukum Datang, Medan: UIN Sumatera Utara.
Qustulani, Muhammad, 2018, Hukum Dagang, Tangerang: PSP Nusantara Press.
Suwardi, 2015, Hukum Dagang Suatu Pengantar, Yogyakarta: Deepublish.

11
12

Anda mungkin juga menyukai