Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM DAGANG

Disusun Oleh : Randy Mario. A


NIM : 2274201241
Kelas : 3F
Mata Kuliah : Hukum Dagang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 2


2.1 Pengertian Hukum Dagang…………………………………………………………………………………………2
2.2 Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang …………………………………………………………3
2.3 Berlakunya Hukum Dagang ……………………………………………………………4
2.4 Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya ………………………………………….........6
2.5 Pengusaha dan Kewajibannya…………………………………………………………..8
2.6 Bentuk - Bentuk Badan Usaha…………………………………………………………11

BAB III KESIMPULAN .......................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bentuk perdagangan yang pertama kali berlangsung pada zaman dahulu sejak
manusia hidup dalam alam primitif, adalah dagang tukar menukar. Apabila seseorang
memiliki barang yang tidak ia perlukan maka ia akan menukar barang tersebut dengan
barang lainnya yang diperlukannya, begitupun sebaliknya. Pada saat itu, yang bisa ditukar
hanya barang dan barang saja (pertukaran in natura) seperti menukar padi dengan gandum.
Dalam hal ini, pertukaran dibatasi, belum ada hubungan pertukaran yang tetap karena belum
adanya sebuah pasar.
Dewasa ini, dagang dengan cara tukar menukar mengalami berbagai kesulitan,
seperti nilai pertukaran yang harus sama antara barang yang dimiliki dan barang yang akan
ditukar. Kesulitan yang terjadi diakibatkan oleh meningkatnya kebutuhan manusia. Oleh
karena itu, untuk mengurangi tingkat kesulitan didirikannya hukum perdagangan agar dapat
mengatur dan menata apabila terjadi pelanggaran dalam proses perdagangan. Hukum inilah
yang akan menindak langsung apabila terjadi pelanggaran dan memberi sanksi yang sesuai
dengan KUHD.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan hal - hal berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan hukum dagang?


2. Bagaimana hubungan antara hukum perdata dan hukum dagang?
3. Bagaimana sampai diberlakukan hukum dagang?
4. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dan pembantunya?
5. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dan kewajibannya?
6. Apa saja bentuk-bentuk badan usaha?

1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam
lapangan perdagangan.1
Pembagian hukum privat (sipil) ke dalam hukum perdata dan hukum dagang
sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian sejarah dari hukum dagang.
Bahwa pembagian tersebut bukanlah bersifat asasi, dapat kita lihat dalam ketentuan yang
tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang menyatakan: “Bahwa peraturan-peraturan KUHS
dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD
terkecuali dalam penyelesaian soal-soal yang semata-mata diadakan oleh KUHD itu”. 2
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)/Wetboel van Koophandel (WvK)
tidak memberikan pengertian mengenai hukum dagang. Oleh karena itu, definisi hukum
dagang sepenuhnya diserahkan pada pendapat atau doktrin dari para sarjana. 3
Soekardono, mengatakan “hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada
umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur
dalam Buku II BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-
peraturaan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam kegiatan
perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPerdata”.4
Achmad Ichsan, mengatakan “hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-
soal perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam
perdagangan atau perniagaan”. 5
Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia), mengatakan hukum
dagang atau Handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai perusahaan

1
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, Yogyakarta: Deepublish, 2015, h.1
2
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.1
3
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6
4
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6
5 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

2
dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-
undang tambahan.6
Munir Fuady mengartikan Hukum Bisnis, “suatu perangkat kaidah hukum yang
mengatur tentang tata cara pelaksanaan rusan kegiatan dagang, industri atau keuangan
yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dihubungkan dengan
produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dalam risiko tertentu
dengan usaha tertentu dengan optik adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu”. 7
Dari pengertian para sarjana diatas, dapat dikemukakan secara sederhana rumusan
hukum dagang, yakni serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau
egiatan perusahaan. Norma tersebut dapat bersumber pada aturan hukum yang sudah
dikodifikasikan, yaitu KUHPer dan KUHD maupun diluar kodifikasi. 8

2.2 Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang

Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan
satu dengan yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara
keduanya. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD.9
Sementara itu, dalam Pasal 1 KUHD disebutkan bahwa KUHPer seberapa jauh dari
padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku
juga terhadap hal-hal yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata.
Kemudian didalam Pasal 15 KUHD disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam
bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh
hukum perdata.10
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui
kedudukan KUHD terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang
khusus (lex specialis), sedangkan KUHPer merupakan hukum yang bersifat umum (lex
generalis), sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogat legi generali, artinya hukum
yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum. 11

6 Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6


7
Farida Hasyim, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h.13
8 Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14
9 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta: PT Grasindo, 2017, h.41
10 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.41
11 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.41

3
Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHPer dan KUHD antara
lain:
1. Van Kan beranggapan, bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata
yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum
perdata dalam arti sempit sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-
hal khusus hukum perdata dalam arti sempit.12
2. Van Apeldoorn menganggap, hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan
hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS.13
3. Sukardono menyatakan bahwa Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan antara hukum
perdata umum dan hukum perdata dagang sekadar KUHD tidak khusus menyimpang
dari KUHPer.14
4. Tirtaamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum sipil yang
istimewa.15
5. Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KUHPer sekarang ini dianggap tidak pada
tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada hukum
perdata dan perkataan dagang bukan suatu pengertian ekonomi. 16
6. Purwosutjipto, bahwa hukum dagang terletak dalam lapangan hukum perikatan, yang
khusus timbul dari lapangan perusahaan. 17

2.3 Berlakunya Hukum Dagang

Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja
yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang
menjadi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang mengandung arti
menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan). 18
Sementara itu, tidak ada satu pun para sarjana memberikan pengertian tentang
perusahaan, namun dapat dipahami dari beberapa pendapat, antara lain:

12
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14
13
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14
14
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.9
15
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14
16
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.10
17
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jakarta: Djambatan, 1999, h.4
18 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.42

4
1. Menurut Hukum
Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan
dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga kerja, dan dilakukan secara
terus menerus, serta terang-terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara
memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
2. Menurut Mahkamah Agung
Perusahaan adalah sseseorang yang mempunyai perusahaan jika ia berhubungan
dengan keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan perbuatan-perbuatan yang
bersangkut-paut dengan perniagaan dan perjanjian.
3. Menurut Molengraff
Perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan
secara terus menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan dengan cara
memperdagangkan, menyeraahkan barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian
perniagaan.
4. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus menerus, didirikan dan bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah
negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. 19

Dengan demikian, ada beberapa pendapat yang dapat diambil kesimpulan bahwa
seseorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi unsur-unsur,
seperti berikut:

1. Terang-terangan
2. Teratur bertindak ke luar
3. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi20

Dengan kata lain, perusahaan yang dijalankan oleh seorang pengusaha dengan
mempunyai kedudukan dan kualitas tertentu, sedangkan yang dinamakan pengusaha
adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggung jawab dan mengambil
risiko di dalam perusahaan dan juga mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, suatu
perusahaan yang dijalankan oleh pengusaha dapat berbentuk sebagai berikut:

1. Seorang diri saja

19
Elsi Kartika Aari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.42
20
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.43

5
2. Dapat dibantu oleh para pembantu
3. Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu.21

2.4 Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya

Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau orang


yang memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila seseorang melakukan
atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut pengusaha. Ia dapat melakukan
perusahaan itu sendirian. 22
Menurut Abdulkadir Muhammad, pengusaha adalah orang yang menjalankan
perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya
mengelola sendiri perusahaannya, baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan pekerja.
Ini umumnya terdapat pada perusahaan perseorangan. Apabila pengusaha menjalankan
perusahaan dengan bantuan pekerja, dalam hal ini dia mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan. 23
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan
perusahaan sendirian, misalnya pengusaha-pengusaha perseorangan yang setip hari
menjajakan makanan dan minuman dengan berjalan kaki atau yang lainnya. Dia
melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu itulah pengusaha perseorangan. Bisa
juga dia menyuruh oraang lain membantunya dalam melakukan perusahaan, tetapi ada
juga kemungkinan bahwa dia menyuruh orang lain melakukan perusahaannya, jadi dia
tidak turut serta melakukan perusahaan, dengan alasan kurang ahli, sedangkan dia
mempunyai cukup modal untuk melakukan perusahaan yang bersangkutan. Definisi
tersebut dapat disimpulkan:
a. Dia dapat melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu.
b. Dia dapat melakukan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya.

21
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.43

22
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.128

23
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 2013, h.25

6
c. Dia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya, sedangkan dia tidak
turut serta melakukan perusahaannya. 24

Orang-orang lain yang disuruh oleh pengusaha untuk melakukan perusahaannya


adalah pemegang-pemegang kuasa, yang menjadikan perusahaan atas nama pengusaha si
pemberi kuasa.25

Pengusaha yang melakukan perusahaannya dengan dibantu oleh orang lain,


sehingga turut serta, dia mempunyai dua kedudukan yaitu: sebagai pengusaha dan sebagai
pemimpin perusahaan. Sedangkan pengusaha yang menyuruh orang lain untuk melakukan
perusahaan dan dia tidak ikut serta, maka keududukannya hanya sebagai pengusaha,
sedangkan yang menjadi pemimpin perusahaan adalah orang lain yang mendapat kuasa. 26

Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang


pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan
tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang atau pihak lain untuk
membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.27
Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua
fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.
1. Pembantu di Dalam Perusahaan
Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub
ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian pemburuhan,
misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pimpinan filial, pedagang keliling,
dan pegawai perusahaan.
2. Pembantu di Luar Perusahaan
Pembantu di luar perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat
koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian
kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang

24
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.15

25
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16

26
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16

27
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

7
diatur dalam Pasal 1792 KUHPer, misalnya seperti pengacara, notaries, agen perusahaan,
dan komisioner.28
Dengan demikian, hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk
dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:
a. Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUHPer
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUHPer
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai Pasal 1601 KUHPer29

2.5 Pengusaha dan Kewajibannya

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-


undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu:
1. Membuat pembukuan (Dokumen Perusahaan).
Di dalam Pasal 6 KUHD menjelaskan makna pembukuan, yakni mewajibkan
setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan
mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan perusahaan, sehingga dari catatan
tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.30
Sementara itu, mengenai dokumen perusahaan didalam KUHD menggunakan
istilah pembukuan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997
menggunakan istilah dokumen perusahaan, yaitu merupakan data, catatan, dan atau
keterangan yang dibuat dan atau diterma oleh perusahaan dalam langkah pelaksanaan
kegiatannya, baik tertulis diatas kertas maupun sarana lain, terekam dalam bentuk cara
apapun, dan dapat dilihat, dibaca, dan didengar. 31
Selain itu, didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1997 yang dikatakan
dokumen perusahaan adalah terdiri dari:
a. Dokumen Keuangan
Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba rugi
tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti pembukuan dan data administrasi

28
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

29
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

30
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

31
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

8
keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu
perusahaan.
b. Dokumen Lainnya
Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang
mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen
keuangan.32

Sifat pembukuan yang dibuat oleh seorang pengusaha adalah rahasia, artinya
meskipun tujuan diadakannya pembukuan agar pihak ketiga mengetahui hak-hak dan
kewajibannya, namun tidak berarti secara otomatis setiap orang diperbolehkan memeriksa
atau mengetahui pembukuan pengusaha. 33

Dalam kaitannya dengan tersebut diatas, yakni pembukuan sebagai kekuatan


pembuktian, berdasarkan Pasal 12 KUHD menentukan bahwa tiada seorangpun dapat
dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya. Akan tetapi, kerahasiaan pembukuan yang
dimaksud oleh Pasal 12 KUHD tersebut tidak mutlak, artinya bisa dilakukan terobosan
dengan beberapa cara, misalnya:

a. Representation, artinya melihat pembukuan pengusaha dengan perantara hakim,


sebagaimana yang disebut dalam Pasal 8 KUHD.
b. Communication, artinya pihak-pihak yang disebutkan dapat melihat pembukuan
pengusaha secara langsung tanpa perantara hakim, hal ini disebabkan yang
bersangkutan mempunyai hubungan kepentingan langsung dengan perusahaan, yakni:
1) Para ahli waris
2) Para pendiri perseroan/persero
3) Kreditur dalam kepailitan
4) Buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya perusahaan 34

Sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-Undang bahwa pembukuan wajib


dibuat oleh seorang pengusaha, tentunya bagi pengusaha yang tidak menjalankan

32
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.45

33
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.45

34
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

9
kewajibannya atau lalai dapat dikenakan sanksi sebagaimana disebutkan dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1997 dan Pasal 396, 397, 231 (1) (2) KUHP.35

2. Wajib Daftar Perusahaan


Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar
perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum
wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985. Yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar
catatan resmi yang diadakan menurut atau berddasarkan ketentuan undang-undang ini atau
peraturan-peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap
perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran
perusahaan.36
Dengan demikian, daftar perusahaan merupakan daftar informasi umum yang
harus didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan Perindustrian/Kanwil serta
Departemen Perdagangan dan Perindustrian Tingkat II.37
Daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara
benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak
yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang
perusahaan yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian
perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang wajib daftar dalam daftar perusahaan adalah
berbentuk badan hukum, persekutuan, perseorangan, dan perusahaan-perusahaan baru
yang sesuai dengan perkembangan perekonomian, sedangkan perusahaan yang ditolak
pendaftarannya karena dianggap belum melakukan wajib daftar, tetapi tidak mengurangi
kesempatan dalam usaha atau kegiatan selama tenggang waktu kewajiban pendaftaran
sejak penolakan pendaftaran. 38
Kemudian, setiap perubahan dan penghapusan wajib dilaporkan pada kantor
tempat pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus yang bersangkutan dengan

35
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

36
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

37
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.47

38
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

10
menyebutkan alasan perubahan dan penghapusan dalam waktu 3 bulan setelah terjadi
perubahan atau penghapusan.39
Selain itu, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, daftar
perusahaan hapus jika terjadi:
a. Perusahaan yang berssangkutan menghentikan segla kegiatan usahanya
b. Perusahaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriaannya kadaluwarsa
c. Perusahaan yang brsangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu
putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. 40

2.6 Bentuk-Bentuk Badan Usaha


Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari
jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya:
a. Perusahaan perseorangan, yaitu suatu perusahan yang dimiliki oleh perseorangan
atau seorang pengusaha.
b. Perusahaan persekutuan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang
pengusaha yang bekerja sama dalam suatu persekutuan.
2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya:
a. Perusahaan berbadan hukum, yaitu sebuah subjek hukum yang mempunyai
kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya, punya tujuan yang
terpisah pula dari tujuan pribadi para anggotanya, dan tanggung jawab pemegang
saham terbatas kepada nilai saham yang diambilnya.
b. Perusahaan bukan badan hukum, yaitu harta pribadi para sekutu juga akan terpakai
untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut, biasanya berbentuk perorangan
maupun persekutuan.41
Sementara itu, dalam masyaarakat dikenal dua macam perusahaan, yakni:
1. Perusahaan swasta, yaitu perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta
dan tidak ada campur tangan pemerintah. Perusahaan ini terbagi dalam tiga
perusahaan, yakni:

39
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

40 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

41 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.49

11
a. Perusahaan swasta nasional
b. Perusahaan swasta asing
c. Perusahaan patungan/campuran (join venture)
2. Perusahaan negara, yaitu perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki
oleh negara. Pada umumnya perusahaan negara disebut dengan badan usaha milik
negara (BUMN), terdiri dari tiga bentuk, yakni:
a. Perusahaan jawatan (Perjan)
b. Perusahaan umum (Perum)
c. Perusahaan perseroan (Persero) 42
Selain itu, berdasarkan pembagian bentuk perusahaan dapat digolongkan menjadi
dua jenis, yakni perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan bukan berbadan
hukum.
1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perseorangan yaitu perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh
pengusaha perorangan yang bukan berbadan hukum, dapat berbentuk perusahaan dagang,
jasa, dan industri.43
Secara resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, tetapi dalam praktik di
masyarakat telah ada suatu bentu perusahaan perorangan yang diterima oleh masyarakat,
yaitu perusahaan dagang. Untuk mendirikan perusahaan dagang secara resmi dapat
mengajukan permohonan dengan surat izin usaha (SIU) kepada kantor wilayah
perdagangan dan mengajukan surat izin tempat usaha (SITU) kepada pemerintah daerah
setempat.44
2. Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum
Perusahaan persekutuan bukan badan hukum yaitu perusahaan swasta yang
didirikan dan dimiliki oleh beberapa pengusaha secara bekerja sama dalam bentuk
persekutuan perdata.45
a. Persekutuan Perdata (Maatsxhap)

42 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

43 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

44 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

45 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.51

12
Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk
berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan kedua pihak
menyetorkan kekayaan untuk usaha bersama. Dasar hukum untuk dalam pembentukan
persekutuan perdata diatur dalam Pasal 1618 – Pasal 1652 KUHPer.46
Sementara itu, persekutuan telah berakhir karena:
1) Lewatnya jangka waktu pendirian persekutuan
2) Musnahnya barang atau telah diselesaikannya perbuatan pokok yang menjadi tujuan
persekutuan
3) Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu
4) Jika salah seorang sekutu meninggal, ditaruh dibawah pengampuan atau pailit. 47
b. Persekutuan Firma (Vennootshaf Onder Eene Firma)
Persekutuan firma diatur dalam Pasal 15, 16 sampai 35 KUHD. Dalam Pasal 16
KUHD perseroan firma adalah tiap-tiap perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu
perusahaan dibawah nama bersama, yakni angota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orang-orang ketiga.48
Sementara itu, firma mempunyai arti nama yang digunakan untuk berdagang
secara bersama-sama. Namun suatu firma adakalanya diambil dari nama seorang yang
turut menjadi persekutuan itu sendiri, tetapi dapat juga diambil dari nama orang yang
bukan dari persekutuan. Dengan demikian, tanggung jawab pada persekutuan firma, yakni
tiap-tiap anggota perseroan secara tanggung-menanggung, artinya bertanggung jawab
untuk seluruhnya atas segala perikatan dan persekutuan firma. 49
Perlu diketahui, persekutuan firma bukan merupakan perusahaan berbentuk badan
hukum sehingga pihak ketiga tidak berhubungan dengan persekutuan firma sebagai satu
kesatuan, melainkan dengan setiap anggota secara sendiri-sendiri. Menurut Pasal 17
KUHD, tiap-tiap sekutu dapat bertindak dengan pihak diluar persekutuan, asalkan
tindakan tersebut berkaitan dengan persekutuan. 50
c. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)

46 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.51

47 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.52

48 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.52

49 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.53

50 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.53

13
Persekutuan komanditer diatur dalam Pasal 15, 19 sampai 21 KUHD. Di dalam
Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa persekutuan komanditer adalah suatu persekutuan
untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang
persekutuan yang secara tanggung-menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya
pada satu pihak dan atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain yang merupakan satu
sekutu komanditer yang bertanggung jawab atas sebatas sampai pada sejumlah uang yang
dimasukannya.51
Dalm persekutuan komanditer terdapat sekutu komplementer dan sekutu
komanditer. Sekutu komplementer adalah sekutu yang menyerahkan pemasukkan, selain
itu juga ikut mengurusi persekutuan komanditer. Sedangkan sekutu komanditer adalah
sekutu yang hanya menyerahkan pemasukkan pada persekutuan komanditer daan tidak
ikut serta mengurusi persekutuan komanditer. 52
Persekutuan komanditer dibagi menjadi tiga, yakni:
1) Persekutuan komanditer diam-diam, yaitu persekutuan komanditer yang belum
menyatakan dirinya dengan terng-terangan kepada pihak ketiga sebagai persekutuan
komanditer.
2) Persekutuan komanditer terang-terangan, yaitu persekutuan komanditer yang telah
menyatakan diri sebagai persekutuan komanditer pada pihak ketiga.
3) Persekutuan komanditer dengan saham, yaitu persekutuan komanditer terang-terangan
yang modalnya terdiri dari sahm-saham.53
3. Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum
Perusahaan persekutuan berbadan hukum adalah perusahaan yang didirikan dan
dimiliki oleh pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan terbatas, koperasi, dan
yayasan.54

51 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.54

52 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.55

53 Elsi Kartikasari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.55

54 Elsi Kartikasari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.56

14
BAB III KESIMPULAN

1. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam
lapangan perdagangan.
2. Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUHD terhadap
KUHPer. Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang khusus (lex specialis),
sedangkan KUHPer merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga
berlaku suatu asas lex specialis derogat legi generali, artinya hukum yang khusus
dapat mengesampingkan hukum yang umum.
3. Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang
melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang
menjadi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang mengandung arti
menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
4. Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau orang yang
memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila seseorang melakukan
atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut pengusaha. Di dalam
menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak
mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam
skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang atau pihak lain untuk membantu
melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
5. Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-
undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha,
yaitu membuat dokumen dan wajib daftar perusahaan.
6. Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari
jumlah pemiliknya, yaitu perusahaan perseorangan dan persekutuan. Sedangkan jika
dilihat dari status hukumnya, yaitu perusahaan berbadan hukum dan bukan berbadan
hukum

15
DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Farida, (2009), Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, (2013), Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, PT Citra


Aditya Bakti, Bandung.

Purwosutjipto, (1999), Pengertian Pokok Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta.

Sari, Elsi Kartika, dan Simanunsong, Advendi, (2017), Hukum dalam Ekonomi, PT
Grasindo, Jakarta.

Suwardi, (2015), Hukum Dagang Suatu Pengantar, Deepublish, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai