Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“HUKUM DAGANG”

DOSEN

ADIGUNA KHARISMA S.H., M.H.,

DISUSUN OLEH :

KARINA MAHARANI

D10121627

MATA KULIAH HUKUM DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkatlimpahan Rahmat

dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun Makalahyangberjudul “Sejarah Hukum Dagang”. Penulis

menyadari bahwa didalam pembuatan makalahini masih jauh dari kesempurnaan. berkat bantuan dari Allah

swt dan tidak lepas dari bantuanberbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa

hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : Dosen atas nama Adiguna kharismawan S.H,M.H,

CTL Pemgampu Mata Kuliah

Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca..Kritik dan saran dari

pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Palu , 5 Oktober 2022

KARINA MAHARANI

D10121627
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bentuk perdagangan yang pertama kali berlangsung pada zaman dahulu sejak manusia hidup

dalam alam primitif, adalah dagang tukar menukar. Apabila seseorang memiliki barang yang tidak ia

perlukan maka ia akan menukar barang tersebut dengan barang lainnya yang diperlukannya, begitupun

sebaliknya. Pada saat itu, yang bisa ditukar hanya barang dan barang saja (pertukaran in natura) seperti

menukar padi dengan gandum. Dalam hal ini, pertukaran dibatasi, belum ada hubungan pertukaran yang

tetap karena belum adanya sebuah pasar.

Dewasa ini, dagang dengan cara tukar menukar mengalami berbagai kesulitan, seperti nilai

pertukaran yang harus sama antara barang yang dimiliki dan barang yang akan ditukar. Kesulitan yang

terjadi diakibatkan oleh meningkatnya kebutuhan manusia. Oleh karena itu, untuk mengurangi tingkat

kesulitan didirikannya hukum perdagangan agar dapat mengatur dan menata apabila terjadi pelanggaran

dalam proses perdagangan. Hukum inilah yang akan menindak langsung apabila terjadi pelanggaran dan

memberi sanksi yang sesuai dengan KUHD.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hukum dagang?

2. Bagaimana hubungan antara hukum perdata dan hukum dagang?

3. Bagaimana sampai diberlakukan hukum dagang?

4. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dan pembantunya?

5. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dan kewajibannya?

6. Apa saja bentuk-bentuk badan usaha?

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan

perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara

manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.1

Pembagian hukum privat (sipil) ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya

bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian sejarah dari hukum dagang. Bahwa pembagian

tersebut bukanlah bersifat asasi, dapat kita lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD

yang menyatakan: “Bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal-

soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam penyelesaian soal-soal yang semata-mata diadakan

oleh KUHD itu”.2

1
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, Yogyakarta: Deepublish, 2015, h.1

2
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.1
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)/Wetboel van Koophandel (WvK) tidak

memberikan pengertian mengenai hukum dagang. Oleh karena itu, definisi hukum dagang sepenuhnya

diserahkan pada pendapat atau doktrin dari para sarjana.3

Soekardono, mengatakan “hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya,

yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku II BW.

Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturaan yang mengatur hubungan

seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD

dan KUHPerdata”.4

Achmad Ichsan, mengatakan “hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal

perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan atau

perniagaan”.5

Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia), mengatakan hukum dagang atau

Handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas

perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.6

Munir Fuady mengartikan Hukum Bisnis, “suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tentang

tata cara pelaksanaan rusan kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi

atau pertukaran barang atau jasa dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan

menempatkan uang dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan optik adalah untuk mendapatkan

keuntungan tertentu”.7

Dari pengertian para sarjana diatas, dapat dikemukakan secara sederhana rumusan hukum

dagang, yakni serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau egiatan perusahaan.

Norma tersebut dapat bersumber pada aturan hukum yang sudah dikodifikasikan, yaitu KUHPer dan

KUHD maupun diluar kodifikasi.8

B. Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang

Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan

yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara keduanya. Hal ini dapat

dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD.9

3
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

4
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

5
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

6
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

7
Farida Hasyim, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h.13
8
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

9
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta: PT Grasindo, 2017, h.41
Sementara itu, dalam Pasal 1 KUHD disebutkan bahwa KUHPer seberapa jauh dari padanya

dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang

bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata. Kemudian didalam Pasal 15 KUHD disebutkan

bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan,

oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata.10

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUHD

terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan

KUHPer merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex

specialis derogat legi generali, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang

umum.11

Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHPer dan KUHD antara lain:

1. Van Kan beranggapan, bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata yaitu suatu

tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum perdata dalam arti sempit

sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti

sempit.12

2. Van Apeldoorn menganggap, hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan hukum perikatan

yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS.13

3. Sukardono menyatakan bahwa Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan antara hukum perdata umum

dan hukum perdata dagang sekadar KUHD tidak khusus menyimpang dari KUHPer.14

4. Tirtaamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum sipil yang istimewa.15

5. Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KUHPer sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya oleh

karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada hukum perdata dan perkataan dagang

bukan suatu pengertian ekonomi.16

6. Purwosutjipto, bahwa hukum dagang terletak dalam lapangan hukum perikatan, yang khusus

timbul dari lapangan perusahaan.17

C. Berlakunya Hukum Dagang

10
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.41

11
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.41

12
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

13
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

14
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.9

15
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

16
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.10

17
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jakarta: Djambatan, 1999, h.4
Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang

melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas

dan dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku

bagi setiap pengusaha (perusahaan).18

Sementara itu, tidak ada satu pun para sarjana memberikan pengertian tentang perusahaan, namun

dapat dipahami dari beberapa pendapat, antara lain:

1. Menurut Hukum

Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan dengan

menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga kerja, dan dilakukan secara terus menerus, serta

terang-terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang atau

mengadakan perjanjian perdagangan.

2. Menurut Mahkamah Agung

Perusahaan adalah sseseorang yang mempunyai perusahaan jika ia berhubungan dengan

keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan perbuatan-perbuatan yang bersangkut-paut

dengan perniagaan dan perjanjian.

3. Menurut Molengraff

Perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus

menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan,

menyeraahkan barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perniagaan.

4. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat

tetap dan terus menerus, didirikan dan bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Republik

Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.19

Dengan demikian, ada beberapa pendapat yang dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang baru

dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi unsur-unsur, seperti berikut:

1. Terang-terangan

2. Teratur bertindak ke luar

3. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi20

Dengan kata lain, perusahaan yang dijalankan oleh seorang pengusaha dengan mempunyai

kedudukan dan kualitas tertentu, sedangkan yang dinamakan pengusaha adalah setiap orang atau badan

hukum yang langsung bertanggung jawab dan mengambil risiko di dalam perusahaan dan juga

mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, suatu perusahaan yang dijalankan oleh pengusaha dapat

berbentuk sebagai berikut:


18
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.42
19
Elsi Kartika Aari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.42

20
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.43
1. Seorang diri saja

2. Dapat dibantu oleh para pembantu

3. Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu.21

D. Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya

Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau orang yang memberikan

kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila seseorang melakukan atau menyuruh melakukan suatu

perusahaan disebut pengusaha. Ia dapat melakukan perusahaan itu sendirian.22

Menurut Abdulkadir Muhammad, pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau

menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya,

baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan pekerja. Ini umumnya terdapat pada perusahaan

perseorangan. Apabila pengusaha menjalankan perusahaan dengan bantuan pekerja, dalam hal ini dia

mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan.23

Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaan sendirian,

misalnya pengusaha-pengusaha perseorangan yang setip hari menjajakan makanan dan minuman dengan

berjalan kaki atau yang lainnya. Dia melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu itulah pengusaha

perseorangan. Bisa juga dia menyuruh oraang lain membantunya dalam melakukan perusahaan, tetapi

ada juga kemungkinan bahwa dia menyuruh orang lain melakukan perusahaannya, jadi dia tidak turut

serta melakukan perusahaan, dengan alasan kurang ahli, sedangkan dia mempunyai cukup modal untuk

melakukan perusahaan yang bersangkutan. Definisi tersebut dapat disimpulkan:

a. Dia dapat melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu.

b. Dia dapat melakukan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya.

c. Dia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya, sedangkan dia tidak turut serta

melakukan perusahaannya.24

Orang-orang lain yang disuruh oleh pengusaha untuk melakukan perusahaannya adalah

pemegang-pemegang kuasa, yang menjadikan perusahaan atas nama pengusaha si pemberi kuasa.25

Pengusaha yang melakukan perusahaannya dengan dibantu oleh orang lain, sehingga turut serta,

dia mempunyai dua kedudukan yaitu: sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan. Sedangkan

pengusaha yang menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaan dan dia tidak ikut serta, maka

21
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.43

22
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.128

23
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013, h.25

24
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.15

25
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16
keududukannya hanya sebagai pengusaha, sedangkan yang menjadi pemimpin perusahaan adalah orang

lain yang mendapat kuasa.26

Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak

mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh

karena itu, diperlukan bantuan orang atau pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha

tersebut.27

Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni

pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.

1. Pembantu di Dalam Perusahaan

Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu

hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian pemburuhan, misalnya pemimpin

perusahaan, pemegang prokurasi, pimpinan filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.

2. Pembantu di Luar Perusahaan

Pembantu di luar perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu

hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan

penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUHPer,

misalnya seperti pengacara, notaries, agen perusahaan, dan komisioner.28

Dengan demikian, hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk dalam

perantara dalam perusahaan dapat bersifat:

a. Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUHPer

b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUHPer

c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai Pasal 1601 KUHPer29

E. Pengusaha dan Kewajibannya

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua

macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu:

1. Membuat pembukuan (Dokumen Perusahaan).

Di dalam Pasal 6 KUHD menjelaskan makna pembukuan, yakni mewajibkan setiap orang

yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan

26
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16

27
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

28
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

29
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44
semua hal yang berkaitan perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan

kewajiban para pihak.30

Sementara itu, mengenai dokumen perusahaan didalam KUHD menggunakan istilah

pembukuan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 menggunakan istilah dokumen

perusahaan, yaitu merupakan data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterma oleh

perusahaan dalam langkah pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis diatas kertas maupun sarana lain,

terekam dalam bentuk cara apapun, dan dapat dilihat, dibaca, dan didengar.31

Selain itu, didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1997 yang dikatakan dokumen

perusahaan adalah terdiri dari:

a. Dokumen Keuangan

Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan,

rekening, jurnal transaksi harian), bukti pembukuan dan data administrasi keuangan yang

merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.

b. Dokumen Lainnya

Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang

mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen

keuangan.32

Sifat pembukuan yang dibuat oleh seorang pengusaha adalah rahasia, artinya meskipun tujuan

diadakannya pembukuan agar pihak ketiga mengetahui hak-hak dan kewajibannya, namun tidak

berarti secara otomatis setiap orang diperbolehkan memeriksa atau mengetahui pembukuan

pengusaha.33

Dalam kaitannya dengan tersebut diatas, yakni pembukuan sebagai kekuatan pembuktian,

berdasarkan Pasal 12 KUHD menentukan bahwa tiada seorangpun dapat dipaksa akan

memperlihatkan buku-bukunya. Akan tetapi, kerahasiaan pembukuan yang dimaksud oleh Pasal 12

KUHD tersebut tidak mutlak, artinya bisa dilakukan terobosan dengan beberapa cara, misalnya:

30
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

31
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

32
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.45

33
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.45
a. Representation, artinya melihat pembukuan pengusaha dengan perantara hakim, sebagaimana

yang disebut dalam Pasal 8 KUHD.

b. Communication, artinya pihak-pihak yang disebutkan dapat melihat pembukuan pengusaha secara

langsung tanpa perantara hakim, hal ini disebabkan yang bersangkutan mempunyai hubungan

kepentingan langsung dengan perusahaan, yakni:

1) Para ahli waris

2) Para pendiri perseroan/persero

3) Kreditur dalam kepailitan

4) Buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya perusahaan34

Sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-Undang bahwa pembukuan wajib dibuat oleh

seorang pengusaha, tentunya bagi pengusaha yang tidak menjalankan kewajibannya atau lalai dapat

dikenakan sanksi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 dan Pasal

396, 397, 231 (1) (2) KUHP.35

2. Wajib Daftar Perusahaan

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka

setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan

pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985. Yang

dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berddasarkan

ketentuan undang-undang ini atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib

didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor

pendaftaran perusahaan.36

Dengan demikian, daftar perusahaan merupakan daftar informasi umum yang harus

didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan Perindustrian/Kanwil serta Departemen Perdagangan

dan Perindustrian Tingkat II.37

Daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari

suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan

mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar

perusahaan dalam rangka menjamin kepastian perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang wajib daftar

dalam daftar perusahaan adalah berbentuk badan hukum, persekutuan, perseorangan, dan perusahaan-

perusahaan baru yang sesuai dengan perkembangan perekonomian, sedangkan perusahaan yang

ditolak pendaftarannya karena dianggap belum melakukan wajib daftar, tetapi tidak mengurangi

34
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

35
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

36
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

37
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.47
kesempatan dalam usaha atau kegiatan selama tenggang waktu kewajiban pendaftaran sejak

penolakan pendaftaran.38

Kemudian, setiap perubahan dan penghapusan wajib dilaporkan pada kantor tempat

pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan

perubahan dan penghapusan dalam waktu 3 bulan setelah terjadi perubahan atau penghapusan.39

Selain itu, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, daftar perusahaan

hapus jika terjadi:

a. Perusahaan yang berssangkutan menghentikan segla kegiatan usahanya

b. Perusahaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriaannya kadaluwarsa

c. Perusahaan yang brsangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan

pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.40

F. Bentuk-Bentuk Badan Usaha

Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah

pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.

1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya:

a. Perusahaan perseorangan, yaitu suatu perusahan yang dimiliki oleh perseorangan atau seorang

pengusaha.

b. Perusahaan persekutuan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang pengusaha

yang bekerja sama dalam suatu persekutuan.

2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya:

a. Perusahaan berbadan hukum, yaitu sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan

sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya, punya tujuan yang terpisah pula dari tujuan

pribadi para anggotanya, dan tanggung jawab pemegang saham terbatas kepada nilai saham yang

diambilnya.

b. Perusahaan bukan badan hukum, yaitu harta pribadi para sekutu juga akan terpakai untuk

memenuhi kewajiban perusahaan tersebut, biasanya berbentuk perorangan maupun persekutuan.41

Sementara itu, dalam masyaarakat dikenal dua macam perusahaan, yakni:

38
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

39
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

40
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

41
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.49
1. Perusahaan swasta, yaitu perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta dan tidak ada

campur tangan pemerintah. Perusahaan ini terbagi dalam tiga perusahaan, yakni:

a. Perusahaan swasta nasional

b. Perusahaan swasta asing

c. Perusahaan patungan/campuran (join venture)

2. Perusahaan negara, yaitu perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara.

Pada umumnya perusahaan negara disebut dengan badan usaha milik negara (BUMN), terdiri dari

tiga bentuk, yakni:

a. Perusahaan jawatan (Perjan)

b. Perusahaan umum (Perum)

c. Perusahaan perseroan (Persero)42

Selain itu, berdasarkan pembagian bentuk perusahaan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yakni

perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan bukan berbadan hukum.

1. Perusahaan Perseorangan

Perusahaan perseorangan yaitu perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha

perorangan yang bukan berbadan hukum, dapat berbentuk perusahaan dagang, jasa, dan industri.43

Secara resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, tetapi dalam praktik di masyarakat telah ada

suatu bentu perusahaan perorangan yang diterima oleh masyarakat, yaitu perusahaan dagang. Untuk

mendirikan perusahaan dagang secara resmi dapat mengajukan permohonan dengan surat izin usaha

(SIU) kepada kantor wilayah perdagangan dan mengajukan surat izin tempat usaha (SITU) kepada

pemerintah daerah setempat.44

2. Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum

Perusahaan persekutuan bukan badan hukum yaitu perusahaan swasta yang didirikan dan

dimiliki oleh beberapa pengusaha secara bekerja sama dalam bentuk persekutuan perdata.45

a. Persekutuan Perdata (Maatsxhap)

Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha

bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan kedua pihak menyetorkan

42
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

43
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

44
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

45
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.51
kekayaan untuk usaha bersama. Dasar hukum untuk dalam pembentukan persekutuan perdata

diatur dalam Pasal 1618 – Pasal 1652 KUHPer.46

Sementara itu, persekutuan telah berakhir karena:

1) Lewatnya jangka waktu pendirian persekutuan

2) Musnahnya barang atau telah diselesaikannya perbuatan pokok yang menjadi tujuan

persekutuan

3) Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu

4) Jika salah seorang sekutu meninggal, ditaruh dibawah pengampuan atau pailit.47

b. Persekutuan Firma (Vennootshaf Onder Eene Firma)

Persekutuan firma diatur dalam Pasal 15, 16 sampai 35 KUHD. Dalam Pasal 16 KUHD

perseroan firma adalah tiap-tiap perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan

dibawah nama bersama, yakni angota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung

jawab sepenuhnya terhadap orang-orang ketiga.48

Sementara itu, firma mempunyai arti nama yang digunakan untuk berdagang secara

bersama-sama. Namun suatu firma adakalanya diambil dari nama seorang yang turut menjadi

persekutuan itu sendiri, tetapi dapat juga diambil dari nama orang yang bukan dari persekutuan.

Dengan demikian, tanggung jawab pada persekutuan firma, yakni tiap-tiap anggota perseroan

secara tanggung-menanggung, artinya bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan

dan persekutuan firma.49

Perlu diketahui, persekutuan firma bukan merupakan perusahaan berbentuk badan hukum

sehingga pihak ketiga tidak berhubungan dengan persekutuan firma sebagai satu kesatuan,

melainkan dengan setiap anggota secara sendiri-sendiri. Menurut Pasal 17 KUHD, tiap-tiap

sekutu dapat bertindak dengan pihak diluar persekutuan, asalkan tindakan tersebut berkaitan

dengan persekutuan.50

c. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)

Persekutuan komanditer diatur dalam Pasal 15, 19 sampai 21 KUHD. Di dalam Pasal 19

KUHD disebutkan bahwa persekutuan komanditer adalah suatu persekutuan untuk menjalankan

suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang persekutuan yang secara

tanggung-menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada satu pihak dan atau lebih

46
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.51

47
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.52

48
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.52

49
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.53

50
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.53
sebagai pelepas uang pada pihak lain yang merupakan satu sekutu komanditer yang bertanggung

jawab atas sebatas sampai pada sejumlah uang yang dimasukannya.51

Dalm persekutuan komanditer terdapat sekutu komplementer dan sekutu komanditer.

Sekutu komplementer adalah sekutu yang menyerahkan pemasukkan, selain itu juga ikut

mengurusi persekutuan komanditer. Sedangkan sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya

menyerahkan pemasukkan pada persekutuan komanditer daan tidak ikut serta mengurusi

persekutuan komanditer.52

Persekutuan komanditer dibagi menjadi tiga, yakni:

1) Persekutuan komanditer diam-diam, yaitu persekutuan komanditer yang belum menyatakan

dirinya dengan terng-terangan kepada pihak ketiga sebagai persekutuan komanditer.

2) Persekutuan komanditer terang-terangan, yaitu persekutuan komanditer yang telah

menyatakan diri sebagai persekutuan komanditer pada pihak ketiga.

3) Persekutuan komanditer dengan saham, yaitu persekutuan komanditer terang-terangan yang

modalnya terdiri dari sahm-saham.53

3. Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum

Perusahaan persekutuan berbadan hukum adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh

pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan terbatas, koperasi, dan yayasan.54

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan

perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara

manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.

2. Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUHD terhadap KUHPer.

Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan KUHPer

51
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.54

52
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.55

53
Elsi Kartikasari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.55

54
Elsi Kartikasari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.56
merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex specialis

derogat legi generali, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.

3. Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan

usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan

dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku

bagi setiap pengusaha (perusahaan).

4. Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau orang yang memberikan

kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila seseorang melakukan atau menyuruh melakukan

suatu perusahaan disebut pengusaha. Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin

oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan

tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang atau pihak lain untuk

membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.

5. Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua

macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu membuat dokumen dan

wajib daftar perusahaan.

6. Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah

pemiliknya, yaitu perusahaan perseorangan dan persekutuan. Sedangkan jika dilihat dari status

hukumnya, yaitu perusahaan berbadan hukum dan bukan berbadan hukum.

DAFTAR PUSTAKA
Hasyim, Farida, (2009), Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, (2013), Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Purwosutjipto, (1999), Pengertian Pokok Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta.

Sari, Elsi Kartika, dan Simanunsong, Advendi, (2017), Hukum dalam Ekonomi, PT Grasindo, Jakarta.

Suwardi, (2015), Hukum Dagang Suatu Pengantar, Deepublish, Yogyakarta.

A. Sejarah Hukum Dagang Mempelajari sejarah Hukum Dagang erat kaitannya dengan sejarah hukum dagang

Belanda. Sejarah hukum dagang Belanda tentu ada kaitannya dengan sejarah hukum dagang Perancis.

Sedangkan hukum dagang Perancis tidak bisa dipisahkan dari hukum Romawi yang dikenal dengan Corpus

Iuris Civilis. Corpus Iuris Civilis peninggalan Romawi tersebut terdiri dari 4 buku: 1) Institusionil (lembaga).

Buku I ini memuat tentang lembaga-lembaga yang ada pada masa kekaisaran Romawi, termasuk didalamnya

Consules Mercatorum (pengadilan untuk kaum pedagang

Civilis. Corpus Iuris Civilis peninggalan Romawi tersebut


terdiri dari 4 buku:
1) Institusionil (lembaga). Buku I ini memuat
tentang lembaga-lembaga yang ada pada
masa kekaisaran Romawi, termasuk
didalamnya Consules Mercatorum
(pengadilan untuk kaum pedagang).
A. STISNU Nusantara Tangerang

2) Pandecta. Buku II ini memuat asas-asas dan

adagium hukum, seperti “ asas facta sun

servanda (berjanji harus ditepati); asas

partai otonom (kebebasan berkontrak); unus

testis nullus testis (satu saksi bukanlah

saksi), dan lain-lain.

3) Codex. Memuat uraian pasal demi pasal

yang tidak memisahkan antara hukum

perdata dan hukum dagang.

4) Novelete. Berisi karangan/cerita.

Perkembangan pesat Hukum Dagang

sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan di

Eropah, kira-kira dari tahun 1000 sampai tahun 1500. Asal

mula perkembangan hukum ini dapat dihubungkan

dengan tumbuh dan berkembangnya kotakota dagang di

Eropah Barat. Pada zaman itu di Italia dan Perancis

Selatan telah lahir kotakota sebagai pusat

perdagangan, seperti Genoa, Florence, Vennetia,

Marseille, Bercelona, dan lain-lain. Hukum Romawi

(Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak dapat menyelesaikan

seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang

perdagangan. Oleh karena itulah di kotakota Eropah

Barat disusun peraturan-peraturan hukum baru yang

Anda mungkin juga menyukai