Anda di halaman 1dari 4

Nama : Deborah Sondang Romauli

Nim : 1810611219

Hukum Dagang
Pengertian
Ada pengertian beberapa definisi Hukum Dagang yang di kemukakan oleh para ahli
Hukum. Achmad Ihsan mendifinisikan hukum dagang adalah hukum yang mnegatur masalah
perdagangan yaitu masalah yang timbul karena tingkah laku manusia dalam erdagangan atau
perniagaan.1 Sedangkan, H. M.N Purwosutjipto menyatakan bahwa Hukum Dagang adalah
Hukum Perikatan yang timbul dalam lapangan perusahan.2
Undang –undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan mendefinisikan
perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan traksaksi Barang dan/atau Jasa di
dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas barang
dan/atau jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.3
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hukum Dagang adalh seluruh
peraturan yang menyangkut tentang tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang
dan/atau Jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan
hak atas barang dan/atau jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.4
Hukum dagang dalam kepustakaan hukum Anglo Saxon atau Common Law dikenal
dengan hukum bisnis. Menurut Ralph Cober, istilah hukum bisnis tidak mengacu hukum
tertentu, tetapi lebih mangacu kepada berbagai bagian hukum yang erat kaitannya dengan
berbagai kegiatan bisnis.5 Hukum bisnis tidak hanya mencakup hukum keperdataan saja, seperti
kontrak jual bveli, surat berharga, pasar modal, kepailitan, perusahaan, tetapi juga hukum
publik, seperti hukum pidana, hukum tata negara, bahkan hukum Internasiona juga, baik publik
maupun private.

1
Achmad Ihsan, Hukum Dagang (Jakarta: Pradnya Paramita, 1984), h. 7
2
H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jilid 1 (Jakarta: Djambatan, 1981), h. 5
3
Pasal 1 ayat (1) UU Perdagangan.
4
Cahaya Permata, Buku Ajar Hukum Dagang, Fakultas syariah dan Hukum UIN (Sumatra Utara: Dr.Zulham, M.Hum,
2016), h.1
5
Ralph C. Hober,et.al, Contemporary Bussines Law: Principles and Cases (New York: Me Graw-Hill Book, 1986),
h.23.
Sejarah
Sejarah hukum romawi, hubungan antar warga diatur dalam Corpus Juris Civilis, yaitu
hasil karya perundang-undangan yang diprakarsai oleh Kaisar Justianus. Peraturan perundang-
undangan ini mengatur hubungan keperdataan antar warga. Sementara itu, arus perpindahan
penduduk khususnya kaum pedagang dari satu tempat ke tempat lainnya sangat cepat sehingga
munculah kota-kota dagang di kawasan Benua Eropa. Ketentuan dalam corpus juris civilis
dilaksanakan tidak memadai lagi untuk mengatur hubungan dagang, baik antar sesama
penduduk asli maupun kaum pendatang. Oleh karena itu, hubungan antara pedagang diatur
berdasarkan Kebebasan Berkontrak dan keputusan pengadilan dagang atau jurisprudensi. Hal
inilah yang dijadikan hukum kebiasaan oleh para pedagang dan penduduk dalam melakukan
transaksi bisnis.

Pada permulaan abad ke-19 Prancis mulai melakukan kodifikasi baik di bidang Hukum
Perdata (Code Civil) maupun Hukum Dagang (Code de Commerce). Jika ditilik secara saksama
kedua kodifikasi tersebut tampaknya pengkodifikasian yang dilakukan oleh Prancis, tidak jauh
berbeda dengan kebiasaan yang berlaku dikalangan para pedagang.Kebiasaan yang sudah ada
mereka patuhi sebagai undang-undang. Untuk itulah ketika Louis ke-14 berkuasa di Prancis, dia
meminta kepada stafnya untuk mensistematisasikan kententuan yang menyangkut masalah
hukum dagang tersebut. Hasilnya dapat dilihat yakni muncul
a. Ketentuan tentang perdagangan pada umumnya (Ordonnance De Commerce) pada tahun
1673.
b. Ketentuan tentang perdagangan memalui laut (Ordonnance De la Marina) pada tahun 1681.
c. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Code De Commerce) yang dibuat pascarevolusi Prancis
pada tahun 1789. Kodefikasi Hukum Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code De
Commerce) Prancis tidak jauh berbeda dengan kodefikasi di Belanda, yaitu Hukum Perdata
(Burgerlijke Wetboek) dan Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel). Demikian juga pada
waktu 13 Belanda menjajah Indonesia, maka di daerah jajahannya berdasarkan asas konkordasi
diberlakukan ketentuan hukum Prancis, yaitu KUHD dan KUH Perdata.

Perubahan Bab I KUHD Indonesia, di mana istilah hukum dagang masih berbeda pendapat
bahwa istilah tersebut tidak tepat. Pendapat ini didasarkan pada Wet (UU Belanda) tanggal 2 Juli
1934 yang menghapuskan seluruh Bab I dari KUHD yang memuat Pasal 2 s/d Pasal 5 mengenai
“pedagang dan perbuatan dagang” dan menggantikan dengan istilah perusahaan, sehingga lebih
tepat digunakan istilah “hukum perusahaan” . Beberapa kesulitan yang ditimbulkan dari rumusan
pasal-pasal tersebut antara lain yaitu:
a. Perdagangan dalam hal barang-barang tetap yang banyak terjadi dalam masyarakat tidak
dimasukan dalam pengertian perdagangan menurut pasal tersebut dalam KUHD.
b. Amat sukar menentukan apakah sesuatu perbuatan termasuk perbuatan dagang menurut
perumusan KUHD atau tidak dan menentukan apakah seseorang itu adalah pedangang atau
bukan pedagang.
c. Apabila terjadi, bahwa di dalam suatu perjanjian tidaklah buat kedua belah pihak merupakan
suatu perbuatan dangan, misalnya seorang partikelir (swasta) membeli sebuah sepeda dari
seorang pedagang sepeda.
Hal kesulitan ini yang membuat pihak penguasa peraturan untuk sebanyak mungkin
melenyapkan perbedaan-perbedaan hukum antara golongan pedagang. Maka pada tahun 1934
di Netherlands terjadi perubahan dalam hukum dagang yang dilakukan dengan Wet tanggal 2 Juli
1934 (Stb. 1934 No. 347) namun sebagai ganti pada undang-undang ini tidak dimuat penjelasan
resmi tentang istilah “perusahaan dan perbuatan perusahaan”. Selanjutnya, perubahan yang
terjadi di Netherlands tersebut berdasarkan asas konkordansi (vide Pasal 75 R.R) di Indonesia
dilakukan juga perubahan dengan Stb 1938 No.276.6

Ruang lingkup
Adapun pengertian perdagangan itu sendiri adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan
konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan
memajukan pembelian dan penjualan itu7

Adapun ruang lingkup hukum dagang yaitu sebagai berikut :

1. Kontrak bisnis
2. Jual beli.
3. Bentuk-bentuk Perusahaan.
4. Perusahaan Go Public dan Pasar Modal.
5. Penanaman Modal Asing.
6. Kepailitan dan Likuidasi.
7. Merger dan Akuisisi.
8. Perkreditan dan Pembiayaan.
9. Jaminan Hutang.
10. Surat Berharga.
11. Perburuan.
12. Hak atas Kekayaan Intelaktual.
13. Anti Monopoli
14. Perlindungan Konsumen.
15. Keagenan dan Distribusi.
16. Asuransi.
17. Perpajakan.
18. Penyelesaan Sengketa Bisnis.
19. Bisnis Internasional.
20. Hukum Pengangkutan (Darat, Laut, Udara dan Multimoda).8

6
Marlia Sastro, Hukum Dagang, (Lhokseumawe, Oktober 2015), h. 12
7
(C.S.T. Kansil, 2006:15).
8
Ni Putu Sawitri Nandari, Membangun Citra Bisnis Melalui Penegakan Hukum Bisnis Di Indonesia,(Denpasar: Jurnal
Hukum Undiknas, 2015), h. 129
Kedudukan hukum Dagang
Kedudukan Hukum Dagang pada Hukum Perdata Hukum perdata adalah ketentuan yang
mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat, sedangkan hukum
dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya,
khusunya dalam perniagaan. Dengan demikian, ada ruang lingkup yang sama antara hukum perdata
dengan hukum dagang. Hanya saja hukum perdata lebih luas dari pada hukum dagang, karena hanya
dalam wilayah perniagaan. Hal ini semakin jelas jika melihat kesejarah lahirnya hukum dagang, dimana
kaidah hukum dagang yang ada sekarang muncul di kalangan pedagang sekitar abad ke-17, yang
merupakan kebiasaan mereka dalam hubungan hukum di bidang perdagangan.9

Dengan kata lain, pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata, namun seiring
dengan berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi aturan-aturan hukumnya, sehingga tercipta
KUHD yang terpisah dari KUHPerdata.10

Hukum dagang merupakan hukum perikatan yang khusus timbul dari lapangan perusahaan,
yang terkadang bersumber dari perjanjian dan juga dari undang-undang. Hukum dagang dan hukum
perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Salah satunya dengan memperhatikan Pasal 1 dan
Pasal 15 KUHD. Di dalam Pasal 1 KUHD disebutkan bahwa: “Selama dalam Kitab Undang-undang ini
terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab
Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab Undang-
undang ini.”Sedangkan dalam Pasal 15 KUHD disebutkan bahwa: “Perseroan-perseroan yang disebut
dalam bab ini dikuasai oleh perjanjian pihak-pihak yang bersangkutan, oleh Kitab Undang-undang ini
dan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata.”

Hubungan antara hukum dagang dengan hukum perdata merupakan lex specialis derogat lex
generalis,11 hukum yang khusus megenyampingkan hukum yang umum, dengan hukum dagang sebagai
hukum khusus dan hukum perdata sebagai hukum umum. Artinya ada beberapa ketentuan hukum
dagang yang diatur dalam KUHD saja, atau diatur dalam KUHPerdata saja, atau bahkan mungkin diatur
dalam kedua-duanya.

9
Nafi’ Mubarak, HUKUM DAGANG Buku Perkuliahan Program S-1 Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
(Muamalah) Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel, (Surabaya: Prof. Dr. H. Abd. A’la, M.Ag, 2007), h. 7
10
Nafi’ Mubarok, Buku Diktat Hukum Dagang, 4.
11
Neltje F. Katuuk, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: Universitas Gunadarma, 2007), h. 255.

Anda mungkin juga menyukai