Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Hukum Dagang


Indonesia dan negara-negara dengan sistem civil law atau hukum kontinental (law of
continent) mengenal hukum perdata (private law, privaterecht) dan hukum dagang
(commercial law, handelsrecht). Hukum dagang dikatakan sebagai cabang ilmu hukum
perdata. Pembedaan keduanya ini merupakan akibat adanya kodifikasi hukum perdata dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan hukum dagang dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Pembedaan kedua bidang hukum ini lebih
didasarkan pada alasan historis.
Pada era Napoleon, Napoleon melahirkan 3 (tiga) kodifikasi, yakni Code Civil, Code
De Commerce, dan Code Penal. Di Belanda Code Civil diadopsi ke dalam Burgerlijk
Wetboek (BW). Code De Commerce diadopsi dalam Wetboek van Koophndel (WvK).
Akibatnya, di Belanda dan di negara-negara yang menganut sistem Civil Law termasuk
Indonesia dianut paham bahwa hukum dagang merupakan bagian hukum perdata. Lebih tegas
lagi dikatakan bahwa hukum dagang merupakan hukum perdata khusus.
Di Belanda dengan adanya penyatuan KUHD dan KUHPerdata dalam Burgerlijk
Wetboek (biasa disebut Niuwe Burgerlijk Wetboek dan biasa disebut dengan NBW) mestinya
pembagian antara hukum perdata dan hukum dagang sudah tidak eksis lagi.2 Keduanya
adalah hukum perdata (private recht).
Di Belanda, hukum dagang memiliki pijakan kuat dalam hukum perdata. Ketentuan
badan hukum sejak 1976 diatur dalam Buku II NBW.3 Ketentuan hukum asuransi diatur
dalam Buku VII NBW. Ketentuan persekutuan terdapat dalam Buku VII NBW. Ketentuan
hukum pengangkutan diatur dalam Buku VIII NBW. Ketentuan mengenai hak kekayaan
intelektual dan lisensi terdapat dalam Buku IX NBW
Menurut Achmad Ichsan, hukum dagang merupakan jenis khusus hukum perdata.
Oleh karena itu, hubungan hukum dan perbuatan hukum perdagangan juga merupakan hukum
keperdataan. Achmad Ichsan kemudian mendefinisikan hukum dagang sebagai hukum yang
mengatur masalah perdagangan atau perniagaan, yaitu masalah yang timbul karena tingkah
laku manusia (persoon atau person) dalam perdagangan atau perniagaan. Lebih tegas lagi
H.M.N. Purwosutjipto5 menyatakan bahwa hukum dagang adalah hukum perikatan6 yang
timbul dalam lapangan perusahaan.
B. Sumber-Sumber Hukum Dagang Indonesia
Pada mulanya sumber utama hukum dagang Indonesia diatur dalam KUHPerdata
sebagai genus, dan KUHD sebagai species. Belakangan, dengan semakin pesatnya
perkembangan dunia bisnis, pengaturan hukum dagang atau bisnis makin berkembang dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur bagian-bagian khusus dari hukum
bisnis. Pengaturan di luar kedua kodifikasi justeru makin banyak.

1. Pengaturan Hukum di dalam Kodifikasi


a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Sistematika KUHPerdata (Burgerlijk
Wetboek) sebagai berikut:
Buku I tentang orang;
Buku II tentang Benda;
Buku III tentang Perikatan;
Buku IV tentang Pembuktian dan Daluarsa
Ketentuan yang secara nyata menjadi sumber hukum dagang adalah Buku III
tentang Perikatan. Hal itu dapat dimengerti, karena sebagaimana dikatakan H.M.N.
Purwosutjipto di atas bahwa hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul
dalam lingkup perusahaan. Selain buku III tersebut, beberapa bagian dari Buku II
KUHPerdata tentang Benda juga merupakan sumber hukum dagang, misalnya Titel
XXI mengenai Hipotik.

b. Pengaturan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van


Koophandel). Sistematika KUHD ini terdiri atas

Ketentuan umum. Kemudian Buku Pertama tentang Perniagaan Pada Umumnya, yang terdiri
atas:
Titel 1 : (dihapuskan)
Titel 2 : Pembukuan
Titel 3 : Beberapa Jenis Persekutuan
Titel 4 : Bursa Perniagaan, Makelar, Kasir
Titel 5 : Komisioner, ekspeditur, pengangkut, dan nakhoda yang melayari sungai dan perairan
pedalaman
Titel 6 : Surat-surat wesel dan surat sanggup
Titel 7 : Cek, promes, dan kuitansi atas tunjuk
Titel 8 : Reklame atau penuntutan kembali dalam hal kepailitan
Titel 9 : Asuransi atau pertanggungan
Titel 10 : Pertanggungan kebakaran, pertanggungan terhadap bahaya yang mengancam hasil
pertanian di sawah, dan sebagainya, pertanggungan jiwa

2. Pengaturan di luar Kodifikasi


Sumber-sumber hukum dagang yang terdapat di luar kodifikasi. Sumber pengaturan
tersebut terdapat dalam peraturan perundangundangan nasional, diantaranya sebagai berikut:
a. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
b. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
c. UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
d. UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;
e. UU No. 14 Tahun 2002 tentang Paten;
f. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merk;
g. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
h. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
i. UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
j. UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
k. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat;
l. UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
m. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
n. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
o. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran;
p. UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan;
q. UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara; dan
r. UU No. 9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang

3. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan
diikuti oleh putusan-putusan pengadilan berikutnya untuk kasus yang sebangun.
4. Hukum Kebiasaan
Hukum kebiasaan berasal dari kebiasaan yang berulang-ulang untuk pola
tingkah yang sama dalam waktu lama dan ada perasaan untuk mematuhinya. Banyak
norma aturan jual beli perniagaan dalam perdagangan internasional banyak didasarkan
pada hukum kebiasaan. Di dalam perdagangan internasional terdapat hukum kebiasaan
yang didokumentasikan dalam Uniform Commercial Practices (UCP).

C. Hubungan antara KUHPerdata dan KUHD


Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sebagai akibat adanya kodifikasi, maka
hukum dagang merupakan bagian atau cabang hukum perdata. Dengan perkataan lain hukum
dagang merupakan hukum perdata khusus. Dengan demikian, KUHPerdata menjadi sumber
hukum perdata umum, sedangkan KUHD merupakan sumber hukum perdata khusus.
Hubungan kedua hukum tersebut merupakan genus (umum) dan species (khusus). Dalam
hubungan yang demikian berlaku asas lex specialis derogat legi generale (hukum yang khusus
mengalahkan hukum yang umum). Ketentuan yang demikian itu dapat ditemukan dalam Pasal
1 KUHD yang menyebutkan, “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sepanjang tidak diatur
lain, berlaku juga terhadap hal-hal yang juga diatur dalam Kitab ini.”

Di Swiss, pengaturan hukum perdatanya dibagi dua, yaitu Zivilgesetzbuch dan


Obligationenrecht. Zivilgesetzbuch sama dengan KUHPerdata Indonesia minus hukum
perikatan. Adapun Obligationenrecht khusus mengenai hukum perikatan dan hukum dagang
(KUHD). Hubungan antara kedua bersifat koordinasi dan saling melengkapi.
Adapun sistematika atau struktur BW Baru Belanda tersebut terdiri atas:
1. Buku I tentang Hukum Orang dan Keluarga (Personen en Famillierecht),
2. Buku II tentang Badan Hukum (Rechtspersonen),
3. Buku III tentang Hukum Kekayaan pada Umumnya (Vermogensrecht in het
Algemeen),
4. Buku IV tentang Hukum Waris (Erfrecht),
5. Buku V tentang Hukum Benda (Zekelijk Rechten),
6. Buku VI tentang Hukum Perikatan Pada Umumnya (Algeemeen Gedeelte van het
Verbintenissenrecht),
7. Buku VII tentang Perjanjian-Perjanjian Khusus (Bijzondere Overeenkomsten), dan
8. Buku VIII tentang Sarana Lalu-Lintas dan Pengangkutan (Verkeersmiddelen en
Vervoer).
9. Buku IX tentang Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi (Intellectuele Eigendom en
Licenties), dan
10. Buku X tentang Hukum Perdata Internasional (Internationaal Privaatrecht)

Berbeda dengan Indonesia dan negara-negara dengan sistem civil law, di negara-
negara yang menganut sistem common law, seperti Inggris, Amerika Serikat, dan
Australia, pengaturan hukum bisnis atau dagang tidak dikodifikasikan dalam kitab
undang-undang.

D.Perbuatan Perniagaan
Secara historis, hukum dagang adalah hukum perdata khusus bagi pedagang.26
Menurut Pasal 2 KUHD (lama), pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan
perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari. Kemudian oleh Pasal 3 KUHD (lama)
disebutkan lagi bahwa perbuatan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan pembelian
barang-barang untuk dijual kembali. Dari ketentuan Pasal 3 KHUD (lama) tersebut, H.M.N.
Purwosutjipto mencatat:27
1. Perbuatan perniagaan hanya perbuatan pembelian saja, sedangkan perbuatan
penjualan tidak termasuk di dalamnya karena penjualan merupakan tujuan
pembelian itu; dan
2. Pengertian barang di sini berarti barang bergerak. Jadi, tidak termasuk barang tetap.

Pasal 4 KUHD (lama) kemudian lebih merinci lagi beberapa kegiatan termasuk dalam
kategori perbuatan perniagaan, yaitu:
1. perusahaan komisi;
2. perniagaan wesel;
3. pedagang, bankir, kasir, makelar dan yang sejenis;
4. pembangunan, perbaikan, dan perlengkapan kapal untuk pelayaran di laut;
5. ekspedisi dan pengangkutan barang;
6. jual-beli perlengkapan dan keperluan kapal;
7. rederij, carter kapal, bordemerij, dan perjanjian lain tentang perniagaan laut;
8. mempekerjakan nahkoda dan anak buah kapal untuk keperluan kapal niaga;
9.perantara (makelar) laut, cargadoor, convoilopers, pembantu-pembantu pengusaha
perniagaan, dan lain-lain.
10. perusahaan asuransi

Pasal 5 KUHD (lama) menambahkan lagi kegiatan yang termasuk dalam kategori
perbuatan perniagaan, yaitu perbuatan-perbuatan yang timbul dari kewajiban-
kewajiban menjalankan kapal untuk melayari laut, kewajiban-kewajiban mengenai
tubrukan kapal, tolong-menolong dan menyimpan barang-barang di laut yang berasal
dari kapal karam atau terdampar, begitu pula penemuan barang-barang di laut,
pembuangan barang-barang di laut ketika terjadi avarai (avarij). Pasal 2 sampai dengan
Pasal 5 tersebut telah dicabut oleh Stb.1938- 276 yang mulai berlaku sejak tanggal 17
Juli 1936. Ketentuan ini juga mengganti istilah perbuatan perniagaan istilah
perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai