Anda di halaman 1dari 11

Nama : Isyma Eka Nurmardani

NBI : 1311800230

Kelas : D

HUBUNGAN HUKUM PERDATA – HUKUM


DAGANG
Pada masa lalu, awalnya Hukum Perdata memiliki ruang lingkup yang
sangat luas , yang memuat berbagai bidang hukum seperti: Hukum Waris, Hukum
Benda, Hukum Keluarga / Perkawinan, Hukum Perikatan (UU dan Perjanjian),
Hukum Pengangkutan, Hukum Asuransi dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, diawali dengan tuntutan kaum pedagang yang


menghendaki dibuatkan hukum yang tersendiri yang khusus hanya berlaku bagi
para pedagang, Tuntutan kaum pedagang tersebut dipenuhi, sehingga Hukum
Perdata tersebut mengalami perkembangan yang sedemkian rupa sampai
sekarang.

Perkembangan tersebut secara periodik dapat diilustrasikan sebagai


berikut:

Periode I : Hukum Perdata (dengan ruang lingkup yang sangat luas);

Periode II : Hukum Perdata Umum

Hukum Perdata Khusus

Periode III : Hukum Perdata

Hukum Dagang

Periode IV : Hukum Perdata (Pembentukan KUHPerdata)

Hukum Dagang (Pembentukan KUHD)


Periode V : Beberapa materi dalam Hukum Perdata dan/atau KUHPerdata
diperbaharui dengan lahirnya beberapa UU, seperti: UU
Perkawinan, UU Agraria, UU Hak Tanggungan dan lainnya)

Beberapa materi dalam Hukum Dagang dan/atau KUHD


diperbaharui dengan lahirnya beberapa UU, seperti: UU PT, UU
Asuransi, UU di Bidang Transportasi dan lainnya.
Periode I : Hukum Perdata (dengan ruang lingkup yang sangat luas)

Hukum Perdata dalam arti luas pada hakekatnya meliputi semua hukum privat
meteriil, yaitu segala hukum pokok (hukum materiil) yang mengatur kepentingan-
kepentingan perseorangan, termasuk hukum yang tertera dalam KUHPerdata
(BW), KUHD, serta yang diatur dalam sejumlah peraturan (undang-undang)
lainnya, seperti mengenai koperasi, perniagaan, kepailitan, dll.

Periode II : Hukum Perdata Umum

Hukum Perdata Khusus

–     Hukum Perdata Umum adalah hukum perdata berdasarkan KUHPerdata.


–     Hukum Perdata Khusus adalah Hukum perdata berdasarkan KUHD.
Hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata atau dengan kata lain
hukum dagang merupakan perluasan dari hukum perdata khususnya apa yang
diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana Hukum Dagang merupakan
perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Hukum Dagang merupakan hukum khusus (lex specialis) dan Hukum Perdata
merupakan hukum umum (lex generalis), dan dari hubungan kelompok hukum ini
berlakulah asas lex specialis derogat legi generalis (hukum yang bersifat khusus
mengesampingkan hukum yang bersifat umum), dengan kata lain terhadap dunia
usaha ataupun kegiatan usaha jika sudah diatur dalam KUHD, maka ketentuan
KUHPerdata tidak berlaku dan sebaliknya jika kegiatan dunia usaha belum diatur
dalam KUHD, berlaku ketentuan dalam KUH Perdata. Hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 1 KUHD:
“Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-
Undang ini (KUHD) tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan,
berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab ini (KUHD).”

–     Diluar KUHD terdapat ketentuan hukum perdata yang berlaku khusus seperti
dalam UU kepailitan, UU Persaingan Usaha, UU Ketenagakerjaan, UU Hak
Cipta, dan lain sebagainya.

Periode III : Hukum Perdata

Hukum Dagang

Hukum Dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang
mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama
lainnya dalam lapangan perdagangan .

Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur


hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik
beratkan pada kepentingan perseorangan.

Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang
merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua
kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai
lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus
mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan
dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya
menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-
penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.

Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat
dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu
kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang
itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.

Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain
Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung
asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus
dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS)
dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang
KUHD tidak mengaturnya secara khusus.

Periode IV : Hukum Perdata (Pembentukan KUHPerdata)

Hukum Dagang (Pembentukan KUHD)

Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum


Napoleon kemudian berdasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847
tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie (disingkat BW) atau disebut sebagai
KUH Perdata. BW sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warga negara
bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa, dan timur asing. Namun, berdasarkan
kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan
yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia
(asas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat di dalam BW pada saat ini
telah diatur secara terpisah atau tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-
undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan, dan fidusia.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30
April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku pada Januari 1848. Setelah
Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang
Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum
digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini.
BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

Hukum Dagang : Berdasarkan pasal II aturan peralihan Undang-undang Dasar


Republik Indonesia 1945, maka KUHD masih berlaku di Indonesia. KUHD
Indonesia diumumkan  dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S.1847 – 23)
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1848. KUHD Indonesia tersebut adalah
turunan dari “Wetboek van Koophandel” (W.v.K) yang dibuat atas dasar
azas konkordansi (Pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel tersebut berlaku
mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari 1842 (di Limburg). W.v.K tersebut
meneladan dari ” Code du Commerce” dari Prancis tahun 1808. tetapi tidak semua
lembaga hukum yang diatur dalam “Code du Commerce” milik Prancis tersebut
diambil alih oleh Wetboek van Koophandel (W.v.K) milik belanda. ada beberapa
hal yang tidak diambil,misalnya mengenai peradilan khusus tentang perselisihan-
perselisihan dalam lapangan perniagaan (Speciale handelsrechtbanken).

Periode V : Beberapa materi dalam Hukum Perdata dan/atau KUHPerdata


diperbaharui dengan lahirnya beberapa UU, seperti: UU Perkawinan, UU Agraria,
UU Hak Tanggungan dan lainnya)
Beberapa materi dalam Hukum Dagang dan/atau KUHD diperbaharui
dengan lahirnya beberapa UU, seperti: UU PT, UU Asuransi, UU di Bidang
Transportasi dan lainnya.

Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari


hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata
usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur
hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda,
kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum


tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem
hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya
dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh
oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem
hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya
hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.

Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang


berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat
dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan
Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri
dari empat bagian, yaitu:

Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum


keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak
keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian
dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya
UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan
benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud
dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak
(misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud
yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda
berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau
piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5
tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan
dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
tentang hak tanggungan.

Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang
disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna
yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara
subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang
terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan
yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum
dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan
KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari
KUHPer.

Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban


subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-
haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang


yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum
perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum),
sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya
dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum
khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang
perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai
acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.

KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda,
berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah
Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I
berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang
timbul karena perhubungan kapal.

Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :


1.    hukum tertulis yang dikodifikasi yaitu :

a. KUHD
b. KUH Perdata

2.    hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus


yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU
Hak Cipta.

Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam


KUH Perdata yaitu tentang Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-
meminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur
dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan dalam berbagai
peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan
negara, hak cipta dll. Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah
sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum
tersebut  terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena
perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional
dalam hal perniagaan.

Bentuk-bentuk Perusahaan

Dalam suatu usaha swasta, modal usahanya dimiliki seluruhnya atau sebagian
besar oleh pihak swasta. Usaha swasta ini dilihat dari besar kecilnya skala usaha
terdiri dari usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Usaha swasta
jumlahnya paling banyak jika dibandingkan dengan usaha negara dan usaha
koperasi. Oleh karena itu, perannya cukup besar di dalam perekonomian nasional.
Usaha swasta dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk usaha/organisasi
perusahaan, yaitu :

1. Perusahaan Perorangan/Usaha Dagang (UD)


2. Persekutuan Perdata

3. Persekutuan Firma (Fa)

4. Persekutuan Komanditer/Commanditaire Vennottchap (CV)

5. Perseroan Terbatas (PT)

Anda mungkin juga menyukai