Anda di halaman 1dari 9

ASPEK HUKUM PERJANJIAN

KELOMPOK 7

ANGGOTA : 1. HALVA RENDA 3021911093


2. ADE AYU LESTARI 3021911027
3. ISNANI MULYASARI 3021911048
4. RIDHO 3021911069
MATA KULIAH : HUKUM & ETIKA BISNIS
DOSEN PENGAMPU : RYAN DONNY SETIAWAN, S.E., M.M
Dasar Hukum Perikatan

Sumber perikatan dalam Pasal 1233 KUH Perdata. Bunyi Pasal 1233 KUH Perdata: “tiap-
tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang”. Berdasarkan
ketentuan ini ada dua sumber perikatan yaitu pertama perikatan yang lahir dari per- setujuan
atau perjanjian, kedua perikatan yang lahir dari undang-undang.
Persetujuan atau Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji untuk
melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa inilah timbul hubungan antara dua orang itu yang
disebut dengan perikatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu menerbitkan perikatan antara
dua orang yang membuatnya.
Jenis-Jenis Perikatan

 Perikatan Dengan Ketetapan Waktu

Suatu ketepatan waktu tidak menangguhkan


lahirnya suatu perjanjian atau perikatan suatu
perjanjian atau perikatan, melainkan hanya
menanggungkan pelaksanaanya, ataupun
menetapkan lama waktu berlakunya suatu  Perikatan Bersyarat
perjanjian atau perikatan.
Suatu perikatan adalah bersyarat manakala ia
digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan
datang dan yang masih belum tentu akan terjadi, baik
dengan cara menangguhkan perikatan hingga terjadinya
peristiwa semacam itu, maupun dengan cara
membatalkan perikatan menurut ter- jadi atau tidak
terjadi peristiwa tersebut (Pasal 1253 KUH Perdata).
Perikatan Syariah

Konsep iltizām/ perikatan dalam hukum Islam, menurut


Syamsul Anwar dapat diartikan sebagai: “Terisinya dzimmah
seseorang atau suatu pihak dengan suatu hak yang wajib
ditunaikanya kepada orang lain atau pihak lain.” Jika
dikaitkan dengan akad, maka hubungan antara iltizām dan
akad adalah kaitan sebab akibat.
Keabsahan Perjanjian

Untuk mengetahui apakah perjanjian itu sah atau tidak, pertama-tama kita harus melihat terlebih dahulu apa
saja syarat sahnya suatu perjanjian. Syarat sahnya suatu perjanjian dapat kita lihat dalam Pasal 1320 
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), yaitu:
1.    Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.    Suatu hal tertentu;
4.    Suatu sebab yang halal.

Dalam Pasal 1321 KUHPer dikatakan bahwa tiada sepakat yang sah jika sepakat itu diberikan karena
kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Mengenai apa yang dimaksud dengan paksaan itu
sendiri, dapat dilihat dalam Pasal 1324 dan Pasal 1325 KUHPer. Paksaan telah terjadi jika perbuatan tersebut
sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat
menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian
yang terang dan nyata. Paksaan juga mengakibatkan batalnya suatu perjanjian jika paksaan itu dilakukan
terhadap suami atau istri atau sanak keluarga dalam garis ke atas maupun ke bawah.
Asas-Asas Perjanjian

Di dalam hukum perjanjian terdapat 5 asas pokok yaitu :


 Asas kebebasan berkontrak
setiap orang dapat secara bebas membuat atau terikat dalam suatu perjanjian dan bebas menyepakati apa saja sepanjang itu
tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan dan kepentingan umum.
 Asas pacta sunt servanda
manifestasi dari pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Makna dari asas ini adalah bahwa para pihak yang membuat perjanjian
terikat untuk melaksanakan isi perjanjian tersebut sebagaimana keterikatannya untuk melaksanakan perintah undang –
undang.
 Asas konsensualisme atau kesepakatan
syarat mutlak yang harus terpenuhi untuk menjamin keabsahan suatu perjanjian. Konkritisasi asas ini adalah pasal 1320
KUH Perdata.
 Asas kepribadian
bahwa sebuah perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal dan tidak mengikat pihak lain yang tidak memberikan
kesepakatannya
 Asas iktikad baik
para pihak harus jujur dan saling percaya serta tidak ada niat untuk menipu pihak lainnya sehubungan perjanjian yang
mereka sepakati
Berakhirnya Perjanjian

Berakhirnya perikatan karena perjanjian adalah Pembayaran, Novasi (pembaruan


utang), Kompensasi, Konfusio (percampuran utang), Pembebasan utang,
Pembatalan, dan Berlaku syarat batal.
Dengan adanya perundang-undangan yang mengatur ketentuan perjanjian atau
kontrak, maka kedua pihak terlibat secara hukum di dalamnya. Jika salah satu
melanggar perjanjian atau kontrak, maka dapat diberikan sanksi secara perdata.

Model-Model Perjanjian : Syarat Berakhirnya Perjanjian :


1. Perjanjian Cuma-Cuma atau hibah 1. Karena pembayaran
2. Perjanjian atas beban 2. Karena penawaran pembayaran tunai
3. Perjanjian timbal balik 3. Karena pembaruan utang
4. Perjanjian konsensual 4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi
5. Perjanjian riil 5. Karena pencampuran utang
6. Perjanjian formil 6. Karena pembebasan utang
7. Perjanjian obligatoir 7. Karena musnahnya barang yang terutang
8. Perjanjian liberatoir 8. Karena kebatalan atau pembatalan
9. Karena berlakunya suatu syarat pembatalan
10. Karena lewat waktu
Perjanjian Nominat dan Innominat

Hukum kontrak nominaat merupakan ketentuan hukum yang


mengkaji berbagai kontrak atau perjanjian yang ditentukan
dalam KUHPerdata.
Hukum kontrak innominaat yang merupakan aturan mengenai
berbagai kontrak yang timbul akibat perkembangan kebutuhan
masyarakat, belum dikenal pada saat KUHPerdata dibentuk.

Perjanjian yang termasuk dalam kontrak nominat :


1. Jual Beli yang diatur dalam Bab V Buku III KUHPer;
2. Tukar Menukar yang diatur dalam Bab VI Buku III KUHPer;
3. Sewa Menyewa yang diatur dalam Bab VII Buku III KUHPer;
4. Perjanjian Kerja yang diatur dalam Bab VIIA Buku III KUHPer;
Contoh kontrak innominat : 5. Perseroan Perdata yang diatur dalam Bab VIII Buku III
1. Perjanjian sewa beli (Hire Purchase) KUHPer;
2. Perjanjian sewa guna (Leasing)
3. Perjanjian anak piutang (Factoring)
4. Perjanjian Waralaba
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai