DISUSUN OLEH :
CORNELIUS RATUWALU
NIM : 0111666039
DOSEN PENGAMPU :
MIKAYANI PUTRI, SH. M. Kn
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Hukum
Persaingan Usaha”. Dan juga saya berterima kasih pada Ibu Mikayani Putri, SH. M.Kn
selaku Dosen mata kuliah Hukum Perlindungan Usaha yang telah memberikan tugas ini
kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita tentang bagaimana dalam pembentukan undang-undang di negara
kita ini. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Oleh karena itu, perlu disusun undang-undang tentang larangan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan
memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk
meneiptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan
kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa
Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang
sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya
praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan
harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat
bersaing secara wajar dan sehat.
Adapun beberapa tujuan diadakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara lain:
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang
sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku
usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan
oleh pelaku usaha.
4. Berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
3
Dampak positif lain dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah terciptanya
pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha yang semakin besar bagi
para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku usaha untuk lebih inovatif
dalam menciptakan dan memasarkan produk (barang dan jasa) mereka. Jika hal ini tidak
dilakukan, para konsumen akan beralih kepada produk yang lebih baik dan kompetitif. Ini
berarti bahwa, secara tidak langsung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan
memberikan keuntungan bagi konsumen dalam bentuk produk yang lebih berkualitas,
harga yang bersaing, dan pelayanan yang lebih baik. Namun perlu diingat bahwa Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 bukan merupakan ancaman bagi perusahaan-perusahaan
besar yang telah berdiri sebelum undang-undang ini diundangkan, selama perusahaan-
perusahaan tersebut tidak melakukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Dalam pelanggaran yang ditetapkan pengaturan persaingan memiliki dua sifat yang
pasti berkaitan (salah 1 atau ke 2 nya) dalam pengaturan undang-undang, yaitu larangan
yang bersifat :
1. Rule of Reason
Yaitu prinsip yang akan digunakan untuk menentukan perbuatan tertentu
melanggar atau tidak. Didasarkan pada akibat yang muncul dari perbuatan yaitu
menghambat persaingan atau melahirkan kerugian pada pelaku usaha lain.
4
2. Per Se Ilegal
Yaitu prinsip yang menentukan larangan yang jelas dan tegas tanpa mensyaratkan
adanya pembuktian mengenai akibat-akibatnya atau kemungkinan akibat adanya
persaingan.
D. Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam Hukum Persaingan
Usaha Di Indonesia
5
f. Kartel (Pasal 11).
Perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, sehingga terjadi
koordinasi (kolusi) untuk mengatur kuota produksi, dan/atau alokasi pasar. Kartel
juga bisa dilakukan untuk penetapan harga (menjadi price fixing).
g. Trust (Pasal 12).
Perjanjian kerja sama di antara pelaku usaha dengan cara menggabungkan diri
menjadi perseroan lebih besar, tetapi eksistensi perusahaan masing-masing tetap
ada.
h. Oligopsoni (Pasal 13).
Perjanjian untuk menguasai penerimaan pasokan barang/jasa dalam suatu pasar
oleh 2 s.d. 3 pelaku atau kelompok usaha tertentu.
i. Integrasi vertikal (Pasal 14).
Perjanjian di antara perusahaan-perusahaan yang berada dalam satu rangkaian
jenjang produksi barang tertentu, namun semuanya berada dalam kontrol satu
tangan (satu afiliasi), untuk secara bersama-sama memenangkan persaingan secara
tidak sehat.
j. Perjanjian tertutup (Pasal 15).
Perjanjian di antara pemasok dan penjual produk untuk memastikan pelaku usaha
lainnya tidak diberi akses memperoleh pasokan yang sama atau barang itu tidak
dijual ke pihak tertentu.
k. Perjanjian dengan luar negeri (Pasal 16).
Semua bentuk perjanjian yang dilarang tidak hanya dilakukan antarsesama pelaku
usaha dalam negeri, tetapi juga dengan pelaku usaha dari luar negeri karena dapat
mengakibatkan praktek monopoli.
6
b. Monopsoni (Pasal 18).
Kegiatan menguasai atas penerimaan pasokan barang/jasa dalam suatu pasar oleh
satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha tertentu.
c. Penguasaan pasar (Pasal 19).
Ada beberapa kegiatan yang termasuk kategori kegiatan penguasaan pasar yang
dilarang :
o Menolak/menghalangi masuknya pelaku usaha baru (entry barrier)
o Menghalangi konsumen berhubungan dengan pelaku usaha saingannya
o Membatasi peredaran/penjualan barang/jasa pelaku usaha lain
o Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha lain
o Menjual rugi (banting harga)
3. Posisi Dominan
Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
7
Namun, posisi dominan tidak serta merta merupakan pelanggaran. Yang penting,
posisi dominan ini tidak disalahgunakan. Perilaku penyalahgunaan posisi dominan
dinyatakan dalam Pasal 25 Ayat (1) yaitu jika pelaku usaha secara langsung atau tidak
langsung :
1. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari
segi harga maupun kualitas.
2. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi.
3. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki
pasar yang bersangkutan.
Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dianggap memiliki
"posisi dominan" apabila:
a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen)
atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu; atau
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh
lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
a. Tugas KPPU
Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah diatur secara rinci dalam Pasal 35
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang kemudian diulangi dalam Pasal 4 Keputusan
Presiden Nomor 75 Tahun 1999. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ditugaskan
melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, seperti perjanjian-perjanjian oligopoli,
penerapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi
vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri; melakukan penilaian
terhadap kegiataan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dan melakukan
penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, yang
disebabkan penguasaan pasar yang berlebihan, jabatan rangkap, pemilikan saham dan
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha atau saham.
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, di
mana pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha telah membuat perjanjian yang dilarang
atau melakukan kegiatan yang terlarang atau menyalahgunakan posisi dominan, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
dengan memerintahkan pembatalan atau penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatan-
kegiatan usaha yang dilarang, serta penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan pelaku
usaha atau sekelompok pelaku usaha tersebut. Tugas lain dari Komisi Pengawas
Persaingan Usaha yang tidak kalah penting adalah memberikan saran dan pertimbangan
9
terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat dan menyusun pedoman dan/atau publikasi atau sosialisasi
yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Wewenang KPPU
Sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, secara lengkap
kewenangan yang dimiliki Komisi Pengawas Persaingan Usaha meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. menerima laporan dari masyarakat dan/atau pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat;
c. melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku
usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan f pasal ini, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi;
h. meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan
dan/atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang
ini;
i. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
j. memutuskan dan menerapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain
atau masyarakat;
10
k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
1. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini.
c. Fungsi KPPU
Selain tugas dan wewenang yang telah diuraikan di atas, KPPU juga memiliki
fungsi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Fungsi tersebut antara lain
sebagai berikut:
1. Penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan.
2. Pengambilan tindakan sebagai pelaksanaan kewenangan.
3. Pelaksanaan administratif.
12
BAB III
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://sekartrisakti.wordpress.com/06/08/2011
[2] http://pratiwiitiwi.blogspot.com/2013/07/15.
[3] Richard G. Lipsey dkk, Ilmu Ekonomi Edisi Ketujuh jilid 2, PT Rineka Cipta, Jakarta,
1993, Hal. 233.
[4] Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, Hal. 39.
[5] Ibid halam 40
[6] Ayudha D. Prayoga dkk, Peran Lembaga Perdilan Dalam Menangani Persaingan
Usaha, Jakarta hal. 84
[7] M. Suparmoko dkk, pokok-pokok ekonomi, BPFE-Yogyakarta,2000. Hal. 144
[8] Ibid, hal 83-87
14