Anda di halaman 1dari 24

Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |1

EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN


PERKARA DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA
(Disusun untuk Memenuhi Tugas Seminar Mata Kuliah

Peradilan Agama Di Indonesia)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Oyo Sunaryo Mukhlas, M.Si

Disusun Oleh:
Fikfik Taufik

NPM: 2.212.1.4.006

PROGRAM STUDI AL-AHWALU ASY-SYAKHSHIYYAH


KONSENTRASI AL-AHWALU ASY-SYAKHSHIYYAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |2

Abstract

This social interaction starting from the simplest level to the larger and complex
stage. The application of social interaction in the life of society is not always go in
tune and harmony. Often what happens is the difference of thought, opinion, and a
desire among humans with one another. “Mediation is one of the ways of disputing
resolution through a process of negotiations to obtain the agreement among the
parties with the assisted of mediator”. The implementation of mediation in the court
state of Makassar has generally been running in accordance with the applicable
procedures of the Supreme Court Ordinance No. 1 of 2008 about the mediation
procedure in the courts.

Kata Kunci : Mediasi, Lembaga Medias,i Alternatif Penyelesaian Perkara, Perma


No.1 2008
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |3

A. Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berinteraksi satu dengan
yang lainnya. Interaksi sosial ini dimulai dari tingkat yang paling sederhana sehingga
ke tahap yang lebih besar dan kompleks. Hal tersebut terwujud dalam bentuk
kehidupan bermasyarakat yang beradab dan terus berkembang dari masa ke masa.
Perkembangan peradaban tersebut terjadi karena pada setiap diri manusia
dilengkapi oleh daya cipta, rasa,dan karsa.
Penerapan interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat tidak selamanya
berjalan selaras dan harmonis. Seringkali yang terjadi adalah perbedaan pemikiran,
pendapat, dan keinginan antar manusia yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini
kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sengketa atau konflik dalam masyarakat.
Konflik ini pun senantiasa berkembang mengikuti perkembangan peradaban
masyarakat atau suatu bangsa.
Hal tersebut kemudian mendorong bagi yang mulai berpikir modern untuk
membentuk suatu mekanisme penyelesaian konflik (sengketa) mulai dari bentuk
yang paling sederhana hingga menjadi suatu sistem yang kini disebut sebagai sistem
peradilan yang senantiasa mengacu pada hukum positif dan norma-norma atau
kaidah-kaidah dalam masyarakat.
Sistem peradilan yang dimiliki oleh setiap negara dipandang sebagai jalan
terbaik dalam menyelesaikan sengketa. Sehingga setiap kali muncul konflik maka
yang timbul dalam pikiran adalah penyelesaiannya harus melalui pengadilan
(litigasi) padahal dalam proses pengadilan terdapat banyak tahap dan segudang
aturan main yang harus dipenuhi. Belum lagi apabila kasus tersebut berlarut-larut
dan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Tentu saja penyelesaiannya memakan
waktu yang lama dan biaya yang besar bagi setiap pencari keadilan.
Dari beberapa permasalahan tersebut, muncullah pemikiran untuk
melahirkan sebuah bentuk alternatif dispute resolution (ADR), termasuk di
Indonesia. Hadirnya ADR tersebut bukan untuk mengacaukan pelaksanaan hukum
acara sebagai hukum formil dari hukum publik dan hukum privat yang berlaku. Hal
tersebut membuka pintu baru bagi masyarakat selaku pencari keadilan, agar setiap
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |4

sengketa tidak selalu diproses di pengadilan dengan waktu yang lama dan biaya
yang mahal serta untuk tetap membantu pencapaian tujuan hukum (keadilan,
kepastian, dan kemanfaatan.) Maka dikeluarkanlah beberapa peraturan yang secara
khusus mengatur tentang alternative penyelesaian sengketa.
Misalnya undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa. Dalam pasal 1 angka 10 dan alinea kedua dari
penjelasan undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 menjelaskan bahwa masyarakat
dimungkinkan memakai alternatif lain dalam usaha penyelesaian sengketa, antara
lain dengan cara : konsultasi, negosiasi, mediasi, dan konsiliasi atau penilaian ahli.
Hal ini kemudian semakin dipertegas dengan dikeluarkannya peraturan Mahkamah
Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.1
Di dalam Islam, istilah mediasi lebih dikenal dengan istilah al-sulh yang
berarti damai. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

           

Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu


damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu
dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.2

Dalam ayat lain, Allah SWT. berfirman:

            

          
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.3

1
Anggraeny Arief, Mediasi Sebagai Alternatife Penyelesaian Perkara Perdata. (Solo, al-Risalah
Vol. 12 Nomor 2 November 2012) h. 307
2
QS. Al-Hujurat: 10
3
QS Al-Nisa’: 35
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |5

Pada QS Al-Nisa ayat 35 ini Allah SWT. menjelasan tentang penyelesaian


sengketa atau perselisihan dengan bantuan seorang hakam. Hakam ialah juru
pendamai, yang lebih dikenal dengan mediator.
Ini merupakan pertanda bahwa dalam Islam lebih dulu berkembang tentang
istilah mendamaikan orang-orang yang sedang bersengketa. Kata yang digunakan
adalah “damaikanlah” yang mengandung arti penyelesain perkara yang sama-sama
menguntungkan (win-win solution). Itu artinya non-litigasi mengedepankan –kalau
mengutip moto satu perusahaan jasa– mengatasi masalah tanpa masalah.
Hierarki kepengurusan di lingkungan masyarakat Indonesia sudah terbilang
bagus, yaitu dari jabatan yang tertinggi sampai yang terbawah ada yang menempati.
Mulai dari Presiden sampai dengan ketua RT. Secara sosiologis, keberadaan RT
merupakan langkah awal terciptanya perdamaian melalui mediasi. Setiap ada
permasalahan di lingkungan kampung, maka RT harus berada pada barisan
terdepan dalam melerai dan mendamaikan. Keberadaan RT ini sangat penting,
supaya keharmonisan bertetangga akan terjalin dengan baik.
Dewasa ini, menurut pemakalah kebiasaan berdamai di daerah Indonesia
sudah jarang ditemukan. Banyak permasalahan yang terjadi dimasyarakat tidak lagi
melibatkan RT sebagai gerbang awal dalam penyelesaian masalah. Mereka langsung
memilih melaporkan kepada polisi. Padahal tidak setiap tindak perdata atau pidana
bisa dijerat dengan pasal yang sudah jelas apabila ada ishlah/damai di antara para
pihak.
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |6

B. Pembahasan
1. Pengertian Efektif dan Efisien
Secara bahasa kata efektif berasal dari bahasa inggris effective yang artinya
berhasil dan ditaati.4 Dalam Kamus bahasa Indonesia, efektif artinya “dapat
membawa hasil, berhasil guna” tentang usaha atau tindakan. Dapat berarti “sudah
berlaku” tentang undang-undang atau peraturan.5 Adapun secara termonologi,
hukum dan sosiologi hukum memberikan pendekatan tentang makna efektivitas
sebuah hukum beragam, bergantung pada sudut pandang yang diambil. Soerjono
Soekanto sebagaimana dikutip Nurul Hakim berbicara mengenai derajat efektivitas
suatu hukum ditentukan oleh antara lain oleh taraf kepatuhan warga masyarakat
terhadap hukum, termasuk para penegak hukumnya. Sehingga dikenal asumsi,
bahwa taraf kepatuhan hukum yang tinggi merupakan suatu indicator berfungsinya
suatu system hukum. dan berfungsinya hukum merupakan pertanda bahwa hukum
tersebut telah mencapau tujuan huku, yaitu berusaha mempertahankan dan
melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup.6
Adapun efisien berasal dari kara efficient yang artinya cekatan, cakap,
berdaya guna.7 dua kata ini, efektive dan efisien sering digandengan untuk
menunjukan makna tepat guna dan berhasil guna.
Berdasarkan teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto, efekti atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 faktor. Factor-faktor
ini mempunyai arti netral, sehingga dampak posotif atau negatifnya terletak pada isi
factor-faktor tersebut. Factor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor hukum sendiri (undang-undang)
b. Faktor penegak hokum
c. Faktor sarana atau fasilitas pendukung penegakan hokum
d. Faktor masyarakat

4
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXIII (Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, 1996), h. 207
5
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002) h. 284
6
Hidayatullah, Efektivitas Mediasi dalam perkara Perceraian Di Pengadilan Depok, (Jakarta,
Skripsi UIN Syarif Hidayatullah 2011). h.47
7
Op.Cit. John M. Echols. h
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |7

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Dalam Mediasi efektifitas dan efisiensi proses penyelesaian sengketa para
pencari keadilan di pengadilan akan diuji oleh upaya perdamaian yang dilakukan
selama proses beracara, baik tahapan pemeriksaan, terlebih upaya mengoptimalkan
mediasi saat sebelum pemeriksaan pokok perkara, secara keseluruhan dalam upaya
menemukan penyelesaian sengketa harus lebih menemukan rasa keadilan bagi
semua pihak (win-win solution).

2. Pengetian Mediasi
Mediasi berasal dari bahasa inggris yaitu mediation yang berarti
penyelesaian perkara dengan bantuan pihak ketiga sebagai penengah.8 Mediasi
adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan
menggunakan jasa seorang mediator atau penengah, sama seperti konsiliasi.9
Sehingga apabila ada model penyelesaian perkara dengan bantuan pihak ketiga
secara bahasa tergolong kepada model mediasi.
Pusat Mediasi Nasional (PMN) mengartikan Mediasi sebagai sebuah proses
penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang independen yaitu
Mediator yang membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk mencapai
suatu penyelesaian dalam bentuk suatu kesepakatan secara sukarela terhadap
sebagian ataupun seluruh permasalahan yang dipersengketakan.10
Perma No 1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.11
Amy L. Smith dan David R. Smock dalam buku Managing a Mediation Prosess
mengartikan mediasi sebagai berikut:

8
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 79
9
Tim Penyusun. Kamus Hukum Ekonomi FLIPS, 1997, Kamus Ekonomi FLIPS, Jakarta: Flips
Project, hlm. 111
10
Makalah Kode Etik Mediator, h. 3. Diakses pada tanggal 12/03/2013 di
www.pmn.or.id/kode_etik_mediator
11
Pasal 1, Perma No 1 Tahun 2008, h. 3
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |8

Mediation is an art form, incorporating intuition, subtlety, and vision. Yet it is


also a craft with transferable tools, definable tasks, and management
challenges.12

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mediasi adalah penyelesaian


sengketa antara dua belah pihak, dengan bantuan seorang penengah yang disebut
mediator non intervensi. Hanya saja mediasi menurut Perma No. 1 Tahun 2008 ini
seorang mediator harus memiliki sertifikat, karena melihat permasalahan yang
dihadapi merupakan permasalahan sengketa yang bisa menimbulkan pergolakan,
sehingga profesionalitas seorang mediator sangat diutamakan.

3. Dasar Hukum Mediasi


Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa dasar hukum yang mengatur
pengintegrasian mediasi kedalam sistem peradilan pada dasarnya bertitik tolak
pada ketentuan pasal 130 HIR maupun pasal 154 R.Bg.
Untuk lebih memberdayakan dan mengefektifkannya, Mahkamah Agung
menuangkan ketentuan tersebut ke dalan suatu bentuk yang bersifat memaksa,
yaitu dengan mengaturnya kedalam UU No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur
mediasi. Namun belakangan Mahkamah Agung menyadari bahwa Perma tersebut
kurang teraplikasikan sebagai landasan hukum mediasi karena tidak tampak
perubahan sistem dan prosedural perkara masih berlangsung secara konvensional
melalui proses litigasi.
Hal tersebut kemudian mendorong dikeluarkannya Peraturan Mahkamah
Agung No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi. Perma No. 1 Tahun 2008
tersebut merupakan penyempurna dari Perma No.2 Tahun 2003. 13
Perma No. 1 Tahun 2008 pasal 2 dengan tegas menyebutkan bahwa proses
mediasi ini mesti dilakukan. Ketika ada persidangan yang tidak melalui tahap
mediasi, maka putusannya dianggap batal demi hukum.
Proses mediasi ini berlaku bagi semua kasus selain yang sudah dikecualikan
dalam Pasal 4 Perma No.1 tahun 2008.

12
Amy L. Smith dan David R. Smock, Managing Mediation Prosess, (Washington DC: United
States Institute Peace, 2008), h. 5
13
Op.cit. Anggraeni Arief. h 310
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |9

4. Jenis- Jenis Mediasi


Secara umum, mediasi dapat dibagi kedalam dua jenis yakni Mediasi dalam
Sistem Peradilan dan Mediasi di Luar Pengadilan. Mediasi yang berada di dalam
pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008
yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara
perdata dengan mediator terdiri dari hakim-hakim Pengadilan Negeri tersebut
sedangkan mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan,
maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian sengketa.

a. Mediasi dalam Sistem Peradilan


Dalam pasal 130 HIR dijelaskan bahwa mediasi dalam sistem peradilan
dilaksanakan dalam bentuk perdamaian yang menghasilkan produk berupa akta
persetujuan damai (akta perdamaian).
Hukum di Indonesia mengatur bahwa hasil mediasi harus dalam bentuk
tertulis. Hal tersebut tidak hanya berlaku untuk mediasi dalam lingkup
pengadilan tetapi juga bagi mediasi di luar pengadilan.
Dalam Perma No. 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa: jika mediasi
menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib
merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh
para pihak. Kesepakatan tersebut wajib memuat klausul-klausul pencabutan
perkara atau pernyataan perkara telah selesai [pasal 17 ayat (1) dan (6)].

b. Mediasi di Luar Pengadilan


Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari, mediasi yang berlangsung di
luar pengadilan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut dapat
dilihat dari adanya peraturan hukum adat yang melekat dan mendarah daging
pada kebanyakan masyarakat Indonesia. Misalnya seorang kepala adat atau
kepala kerabat bertindak sebagai penengah dalam memecahkan sebuah
masalah/ sengketa dan memberi putusan terhadap masalah tersebut. Karena
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 10

mediasi di luar pengadilan ini merupakan bagian dari adat istiadat atau budaya
daerah tertentu maka penyebutan dan tata cara pelaksanaannya juga berbada-
beda sesuai dengan budaya yang berlaku pada masyarakat dan daerah tersebut.
Sampai saat ini, perkembangan mediasi sudah sangat baik. Masyarakat
modern yang dulunya cendrung memilih bentuk penyelesaian perkara melalui
litigasi, sekarang sudah berubah memilih mediasi. Hal tersebut dapat dilihat dari
pengintegrasian proses mediasi kedalam bentuk perundang-undangan. Misalnya
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian perselisihan
Hubungan Industrial, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan lain sebagainya.

c. Mediasi – Arbitrase
Mediasi- Arbitrase adalah bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang
merupakan kombinasi antara mediasi dan arbitrase. Dalam bentuk ini, seorang
yang netral diberi kewenangan untuk mengadakan mediasi, namun demikian ia
pun mempunyai kewenangan untuk memutuskan setiap isu yang tidak dapat
diselesaikan oleh para pihak. Sedangkan menurut Priyatna Abdurrasyid bahwa
mediasi-arbitrae dimulai dengan mediasi, dan jika tidak menghasilkan
enyelesaian dilanjutkan dengan arbitrase yang putusannya final mengikat.

d. Mediasi Ad-Hoc dan Mediasi Kelembagaan


Dengan mengacu pada ketentuan pasal 6 ayat 4 undang-undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mediasi
ad-hoc terbentuk dengan adanya kesepakatan para pihak dalam hal menentukan
mediator untuk menyelesaikan perselisihannya, yang mempunyai sifat tidak
permanen. Jenis ini bersifat sementara atau temporer saja, karena dibentuk
khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu sesuai dengan kebutuhan saat
itu dan ketika selesai maka mediasi ini akan bubar dengan sendirinya. Sebaliknya,
mediasi kelembagaan merupakan mediasi yang bersifat permanen atau
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 11

terbentuk secara institusional/ melembaga, yakni suatu lembaga mediasi yang


menyediakan jasa mediator untuk membantu para pihak.

5. Tugas dan Fungsi Mediator


Berdasarkan Perma Nomor 2 Tahun 2008 tentang Prosedur mediasidi
Pengadilan, pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa: “Mediator adalah pihak netral yang
membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian,” dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada
setiap proses mediasi, mediator memegang peranan yang sangat penting. Mediasi
tidak akan terlaksana tanpa usaha seorang mediator untuk mempertemukan
keinginan para pihak dan mencari solusi yang sama-sama menguntungkan atas
permasalahan yang terjadi.
Mediator, dalam praktiknya sangat membutuhkan kemampuan personal
yang memungkinkannya berhubungan secara menyenangkan dengan para pihak.
Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak menghakimi, yaitu dalam
kaitannya dengan cara berfikir masing- masing pihak. Mediator, dengan bekal
berbagai kemampuan yang dimilikinya, diharapkan dapat menjalankan peranannya
untuk menganalisis dan mendiagnosa sengketa yang ada. Kemudian, mendesain
dan mengendalikan proses mediasi untuk menuntun para pihak mencapai suatu
kesepakatan. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan oleh seorang mediator dalam
praktik, antara lain sebagai berikut:
a. Melakukan diagnosis konflik
b. Mengidientifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para
pihak
c. Menyusun agenda
d. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi
e. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar- menawar
f. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan
menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 12

Dalam kaitannya dengan itu, tugas mediator adalah mengarahkan dan


memfasilitasi lancarnya komunikasi dan membantu para pihak agar memperoleh
pengertian tentang perselisihan secara keseluruhan sehingga memungkinkan setiap
pihak membuat penilaian yang objektif. Dengan bantuan dan bimbingan mediator,
para pihak bergerak kearah negosiasi penyelesaian sengketa mereka.
Menurut Fuller14 salah seorang pakar hukum menyebutkan bahwa fungsi
dari seorang mediator ada 7, yakni:
a. Sebagai “katalisator”, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator
dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang
konstruktif bagi diskusi.
b. Sebagai “pendidik”, berarti seorang harus berusaha memahami aspirasi,
prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para puhak.
c. Sebagai “penerjemah”, berarti mediator harus berusaha menyampaikan
dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lainnya
melalui bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi
sasaran yang dicapai oleh pengusul.
d. Sebagai “nara sumber” berarti seorang mediator harus mendayagunakan
sumber-sumber informasi yang tersedia.
e. Sebagai “penyandang berita jelek”, berarti seorang mediator harus
menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap
emosional. Untuk itu, mediator harus mengadakan pertemuan terpisah
dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan.
f. Sebagai “agen realitas”, berarti mediator harus berusaha memberikan
pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak
mungkin/ tidak masuk akal tercapai melalui perundingan.
g. Sebagai “kambing hitam”, berarti seorang mediator harus siap disalahkan,
misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.

14
Suyud Margono, “Alternative Dispute Resolution (ADR) dan Arbitrase”. Cetakan ke-2
(Jakarta: Ghalia Indonesia 2004.) ,h. 60-61 dalam anggraeny h. 313
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 13

6. Proses Mediasi di Pengadilan


Dalam Perma nomor 1 Tahun 2008, prosedur pelaksanaan mediasi dibagi
dalam dua tahap sebagaimana yang diatur dalam Bab II, yaitu: Tahap Pramediasi
dan tahap mediasi . Tahap-tahap tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Tahap Pramediasi
Tahap pramediasi merupakan tahap persiapan kea rah proses tahap
mediasi, yang terdiri atas: 15
1) Hakim Memerintahkan Menempuh Mediasi
Langkah pertama yang dilakukan seorang hakim pada tahap
pramediasi adalah sebagai berikut:
a) Memerintahakan lebih dahulu menempuh mediasi
Perma telah memberikan fungsi dan kewenangan kepada
hakim sebagai berikut:
(1) Memerintahkan para pihak yang berperkara wajib lebih
dahulu menempuh penyelesaian melalui proses mediasi
(2) Kewajiban menempuh lebih dahulu penyelesaian proses
mediasi bersifat imperative, dan bukan regulative
sehingga harus ditaati oleh para pihak.
(3) Saat hakim penyampaian perintah pada siding pertama,
berarti keberadaan dan fungsi siding pertama hanya
acara tunggal, yaitu memerintahkan para pihak wajib
lebih dahulu untuk menempuh proses mediasi.

b) Syarat Menyampaikan Perintah


Syarat yang harus dipenuhi agar penyampaian perintah yang
mewajibkan para pihak mesti lebih dahulu menempuh mediasi,
diatur dalam pasal 2 ayat 3.

15
Yahya Harahap,” Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan.”( Jakarta: Sinar Grafika,2004), dalam Anggraeni h 314
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 14

2) Hakim Wajib Menunda Persidangan


Tindakan selanjutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim
dalam tahap ini diatur dalam pasal 7 ayat (2), yaitu:
a) Hakim Wajib Menunda Persidangan
Bersamaan dengan perintah yang mewajibkan para pihak
lebih dahulu menempuh mediasi, hakim wajib menunda persidangan
perkara. Secara mutlak hakim dilarang melakukan pemeriksaan
perkara tetapi harus menundanya.
b) Memberi Kesempatan Menempuh Mediasi
Pada saat hakim menyampaikan perintah agar para pihak
harus lebih dahulu menempuh mediasi dibarengi dengan menuda
pemeriksaan perkara, hakim harus menjelaskan bahwa meksud
penundaan itu adalah dalam rangka member kesempatan kepada
para pihak menempuh proses mediasi.

3) Hakim Wajib Memberi Penjelasan tentang Prosedur dan Biaya Mediasi


Tindakan berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim yaitu:
a) Wajib Memberi Penjelasan Prosedur Mediasi
Pada sidang pertama hakim juga wajib memberi penjelasan
tata cara dan prosedur mediasi yang meliputi tata cara pemilihan
mediator, cara pertemuan, perundingan, jadwal pertemuan,
tenggang waktu berkenaan dengan pemilihan mediator, proses
mediasi dan penendatanganan hasil kesepakatan.
b) Menjelaskan Biaya Mediasi
Hakim juga wajib menjelaskan hal-hal yang brekenaan dengan
biaya mediasi, terutama biaya yang disebut dalam pasal 10 ayat (3)
dan (4), yaitu:
(a) Bila mediasi dilakukan ditempat lain, biaya ditanggung
oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 15

(b) Bila mediator yang disepakati bukan hakim tetapi berasal


dari luar lingkup daftar mediator yang ada di pengadilan,
biaya mediator tersebut ditanggung oleh para pihak
berdasarkan kesepakatan para pihak.

4) Wajib memilih mediator


Tata cara pemilihan mediator diatur dalam pasal 8 yaitu:
a. Para pihak berhak memilih mediator.
Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan
berikut: a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang
bersangkutan; b. Advokat atau akademisi hukum; c. Profesi bukan
hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman
dalam pokok sengketa; d. Hakim majelis pemeriksa perkara; e.
Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau
gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d. Jika dalam
sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator,
pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para
mediator sendiri.

b. Tidak tercapai kesepakatan


Apabila para pihak atau kuasa mereka tidak menghasilkan
kesepakatan dalam memilih mediator sampai batas waktu yang telah
ditetapkan, para pihak wajib memilih mediator dari daftar
pengadilan yang telah tersedia. Hak para pihak untuk memilih
mediator dari luar pengadilan telah tertutup.

c. Ketua majelis berwenang menunjuk mediator


Jika para pihak gagal memilih mediator dari daftar maupun
luar daftar mediator yang disediakan pengadilan, kemudian gagal
pula memilih mediator dari daftar pengadilan dalam waktu satu hari
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 16

kerja sebagai tindak lanjut dari kegagalan pertama maka penunjukan


mediator dilimpahkan kewenangannya kepada ketua majelis hakim
yang memriksa perkara secara ex-officio, yang dituangkan ke dalam
penetapan.

Perlakuan khusus proses mediasi yang menggunakan mediator di


luar daftar mediator yang dimiliki pengadilan. Perlakuan tersebut mengenai
hal-hal sebagai berikut:
(a) Proses mediasinya 40 hari
(b) Tindakan para pihak selanjutnya adalah menghadap kembali pada
hakim yang memeriksa perkara dan meminta penetapan akta
perdamaian atau menyatakan pencabutan gugatan apabila proses
mediasi mengahasilkan kesepakatan.

b. Tahap Mediasi
Tahap mediasi terdiri atas:16
1) Para Pihak Wajib Menyerakan Foto Kopi Dokumen
Setelah mediator terpilih atau ditunjuk, para pihak wajib
menyerahkan foto kopi dokumen yang memuat duduk perkara dan fotokopi
surat-surat yang diperlukan paling lambat dalam jangka waktu tujuh hari
kerja terhitung dari tanggal para pihak memilih mediator atau ketua mejelis
menunjuk mediator. Penyerahan dokumen ini tidak hanya kepada mediator
tetapi juga kepada pihak lain, artinya para pihak secara timbale balik saling
menyerahkan dikumen dan surat-surat yang dimaksud.

2) Kewajiban dan Peran Mediator


Setelah para pihak saling memberikan dokumen perkara, selanjutnya
adalah mediator menentukan jadwal pertemuan yang benar-benar realistis
dan harus dihadiri oleh para pihak dengan atau tanpa di dampingi oleh

16
Yahya Harahap,” Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan.”( Jakarta: Sinar Grafika,2004), dalam Anggraeny h 316
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 17

kuasa hukum mereka. Mediator juga dapat melakukan kaukus apabila


dianggap perlu dan mengundang ahli dengan syarat-syarat disetujui oleh
para pihak.

3). Sistem Proses Mediasi


Sistem proses mediasi dibedakan kedalam 3 sistem, yaitu:
(a) Tertutup untuk umum
Sistem ini merupakan prinsip dasar. dalam pasal 6 disebutkan:
“proses mediasi pada asasnya tertutup untuk umu, kecuali para pihak
menghendaki lain”.
b. Terbuka untuk umum atas persetujuan para pihak
Kebolehan melakukan proses pertemuan mediasi terbuka
untuk umum, menurut pasal 6 pula, yakni …kecuali para pihak
menghendaki lain”. Dalam arti para pihak menyetujui dan kehendak
atau persetujuan itu harus dinyatakan dengan tegas.

4) Mediasi Mengahasilkan Kesepakatan


Apabila mediasi menghasilkan kesepakatan, maka para pihak wajib
merumuskan kesepakatan secara tertulis dengan dibantu oleh mediator dan
ditandatangani oleh para pihak setelak kesepakatan tersebut diperiksa oleh
mediator untuk menghindari terjadinya kesepakatan yang betentangan
dengan hukum. Dalam kesepakatan ini, wajib dicantumkan klausula-klusula
pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai.

5) Proses Mediasi Gagal


Apabila proses mediasi gagal, yaitu dalam jangka waktu yang telah
ditentukan (40 hari kerja) dan telah dipenpanjang selama 14 hari atas
namun mediasi tidak menghasilkan kesepakatan maka mediator wajib
memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim secara tertulis. Setelah
menerima pemberitahuan tersebut maka hakim segera melanjutkan
pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 18

7. Manfaat Mediasi
Diantaranya ada beberapa keuntungan, yaitu:17
a. Mediasi dapat menyelesaikan permasalahan dengan cepat dan murah,
sesuai dengan asas hukum acara dibanding dengan arbitrase
b. Mediasi akan memfokuskan para pihak kepada kepentingan mereka
secara nyata dan kebutuhan psikologis dan emosi mereka, jadi bukan
hany pada hak-hak hukumnya
c. Mediasi memberikan kesempatan kepada para pihak untuk
berpartisipasi langsung secara informal dalam menyelesaikan
perselisihan mereka
d. Mediasi memberikan kebebasan kepada para pihak untuk mengontrol
terhadap proses dan hasil dari mediasi itu
e. Mediasi dapat mengubah hasil, yng dalam litigasi dan arbitrase sulit
diprediksi, dengan suatu kepastian melalui konsensus
f. Mediasi akan memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu
menciptakan saling pengertian yang lebih baik diantara para pihak yang
bersengketa, karena mereka sendiri yang memutuskan
g. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan, yang hampir
selalu ada pada setiap keputusan yang bersifat memaksa yang
dijatuhkan oleh hakim di pengadilan.

17
Gatot P. Sumartono, Arbitrase dan Mediase di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2006), h. 139-140
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 19

C. Analisis Efektitas dan Efisiensi Mediasi Sebagai Upaya Hukum Alternatife


Pada dasarnya, semua pengadilan kelas satu wajib melaksanakan mediasi.
Hal ini berdasarkan pada Perma No. 1 tahun 2008. Hanya saja pelaksanaannya
harus selalu diawasi, karena ada beberapa kemungkinan yang terjadi, ada yang
melakukannya dengan sepenuh hati dan bahkan ada sebatas formalitas semata.
a) Tingkat Keberhasilan
Di pengadilan, baik pengadilan agama maupun negeri pasti
menyelenggarakan mediasi. Hanya saja tingkat keberhasilannya masih minim.
Seperti yang terjadi di pengadilan Medan. Penelitiannya menyatakan bahwa
pada tahun 2005 perkara yang masuk sejumlah 488 perkara, dan perkara yang
selesai dengan jalan medasi hanya 1 (satu) perkara. Kemudian pada tahun
berikutnya, yaitu 2006 jumlah perkara yang masuk sejumlah 451 perkara, dan
yang selesai dengan cara mediasi hanya 1 (satu) perkara. Perkara tersebut adalah
konflik tentang perceraian dan gugatan untuk mengosongkan rumah.18
Berdasarkan data statistik pelaksanaan mediasi di PTA Bandung, dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
No Tahun Perkara Berhasil Gagal Berhasil Gagal %
dimediasi %
1 2009 1467 138 1326 9,6% 90,4%
2 2010 2137 115 2022 5,4% 94,6%
Jumlah 3594 253 3328 7,2% 92,8%

Tabel di atas dapat dipahami bahwa di PTA Bandung mediasi berjalan


dengan baik, hanya saja tingkat keberhasilannya masih tergolong sedikit, karena
tidak ada peningkatan. Ini dapat disebabkan karena lima aspek, yaitu :
a. Aspek perkara
b. Aspek mediator
c. Aspek para pihak
d. Aspek advokat

18
Mariannur Purba, Tesis, Pelaksanaan Mediasi Berdasarkan PERMA No 2 Tahun 2003 di
Pengadilan Negeri Medan, Medan: USU Repositori, 2007, h. 88
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 20

e. Aspek tempat
Contoh lain di PA Depok misalnya didapatkan data sebagai berikut:19

Mediasi Yang Ditangani


No Nama Mediator Tahun 2009 Prosentase Tahun 2010 Prosentase
Berhasil Gagal berhasil berhasil Gagal berhasil
1 Drs. H. UU Abdul Haris, M.H 0 0 0% 0 0 0%
2 Dra. Hj. Fauziah, MH 0 0 0% 0 10 0%
3 Drs. Azid Izudin, M.H 0 2 0% 0 3 0%
4 Dra. Taslimah M.H 2 5 28,5% 0 3 0%
5 Drs. Sarnoto, M.H 8 49 14% 9 39 18,7%
6 Dra. Sulfita Netty, S.H 0 0 0% 0 3 0%
7 Dra. Sulkha Herwiyanti, S.H 3 18 14,2% 0 16 0%
8 Drs. Agus Abdullah, M.H 4 31 11,4% 1 28 3,4%
9 Dra. Hj. Siti Nadirah 3 43 6,5% 1 20 4,7%
10 Drs. H. A. Baidhawi, M.H 10 35 22% 1 9 10%
11 Dra. Nurmiwati 1 15 6,2% 1 6 14,2%
12 Hj. Suciati, S.H 0 0 0% 0 8 0%
13 Dra, Rogayah 0 0 0% 0 0 0%
14 Drs. Bambang Hermanto 0 0 0% 0 2 0%
15 Umar Faruq, S.Ag, M.H.I 0 0 0% 0 9 0%
16 E. Kurniawati Imron, S.Ag 0 0 0% 0 17 0%

Adapun di pengadilan yang lainnya, menurut penulis tidak jauh berbeda,


karena hal itu kembali kepada i’tikad yang baik dari para pihak, dorongan dan
dukungan dari kuasa hukum dari kedua belah pihak, dan profesionalitas
mediator. Semuanya ini sangat mendukung keberhasilan mediasi.
Namun mediasi secara umum, kenyataan berbeda dengan pernyataan yang
disampaikan oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Dr. H. Ahmad Kamil, SH.,
M.Hum menyatakan Mahkamah Agung (MA) sangat mendorong pemberdayaan
lembaga mediasi dan penyelesaian perkara secara damai. Berbicara di

19
Hidayatullah, Efektivitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Depok, Skripsi.
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2011. Hal. 75
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 21

Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Senin (23/1), dia menyatakan


hakim-hakim agama di peradilan agama makin mengintensifkan peran mediasi
perkara. Hasilnya sangat signifikan, dari segi peningkatan jumlah perkara yang
diselesaikan melalui lembaga mediasi.
Dia menyajikan data penyelesaian perkara/sengketa melalui mediasi di
peradilan agama dari tahun ke tahun terus meningkat. Contoh penyelesaian
perkara melalui mediasi pada 2005 sebanyak 9188, meningkat menjadi 9512
(2006), 11.327 (2007), 13.132 (2008), 16.786 (2009), 18.765 (2010), dan 20.083
(2011). “Sejak 2005 sampai 2011, tren penyelesaian perkara di lingkungan
Peradilan Agama yang berhasil diselesaikan melalui mediasi mengalami
peningkatan signifikan,” kata dia saat seminar “Mediasi dan Bantuan Hukum d
Peradilan Agama”.20
b) Faktor Hambatan Keberhasilan Mediasi
PERMA No 1 tahun 2008 merupakan salah satu langkah konkrit untuk
mengurangi penumpukkan perkara di Pengadilan. Selain itu, mediasi juga sesuai
dengan asas peradilan yang mengedepankan cepat dan murah. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan mediasi
gagal, diantaranya yaitu:
 Pendekatan yang digunakan mediator hanya sebatas pendekatan hukum.
Dalam proses mediasi hendaklah dilakukan dengan pendekatan hati, itikad
baik dan nurani. Agar proses berjalan dengan lancar dan hasil yang
diharapkan dapat tercapai, sangat diperlukan para pihak yang terlibat
melepas kepentingan jangka pendeknya.21
 Kesungguhan hati dari mediator merupakan salah satu kunci keberhasilan
mediasi. Mediator yang memiliki sertifikat akan lebih bekerja profesional di
banding mediator dari kalangan pengadilan. Sebagi contoh, mediator
Hakim. Menurut Perma No 1 Tahun 2008, mediator dari hakim bersifat
free/tidak ada biaya, sehingga akan sangat menentukan kinerja hakim

20
www.Pikiran Rakyat Online.com/Mediasi Perkara di Peradilan Agama Meningkat _/
21
Nurhilmiyah, Tesis, Mediasi di Pengadilan Pasca Keluarnya Perma No 1 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, Bab III, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Medan, 2010, h. 18
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 22

sebagai posisi mediator, yang berakibat tidak semangatnya hakim


menjalankan tugas sebagai mediator.22
 Kendala yang cukup signifikan sering dihadapi mediator dalam
melaksanakan mediasi datang dari para pihak yang berperkara. Kehadiran
para pihak yang kerapkali tidak lengkap, berjumlah banyak, domisili yang
jauh terkadang dari luar kota, merupakan faktor penyebab kegagalan
pelaksanaan mediasi.23
 Hambatan yang ditemui selama ini bagi advokat adalah kurangnya
sosialisasi mengenai mediasi di pengadilan menurut PERMA terbaru yaitu
PERMA No. 1 Tahun 2008. Kedepannya sosialisasi harus terus ditingkatkan
mengingat tujuan dari mediasi ini sangat baik untuk mengurangi
penumpukan perkara di pengadilan dan bagi para pihak agar tercapai hasil
kesepakatan yang membawa pada keadaan yang lebih aman dan
tenteram.24

D. Penutup
Tingkat keberhasilan mediasi di lingkungan peradilan agama terbilang
masih jauh dari yang diharapkan karena indikasi keberhasilannya sangat kecil,
rata-rata di bawah 10%. Sebagai penutup, ada bebarapa hal yang mesti jadi
catatan kita semua:
1. Perdamaian merupakan amanat undang-undang bagi para Hakim dalam
menyelesaikan perkara, baik sebagai acuan formil maupun materiil. Pasal
130 HIR/ 154 RBg secara formil telah mengamanatkan dan mengatur proses
perdamaian bagi para pihak dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.
Sedangkan Pasal 65 jo. Pasal 82, 83 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo
Pasal 143 s.d 145 Kompilasi Hukum Islam telah dijadikan pegangan (hukum
materiil) para hakim dalam menyelesaikan perkara. Oleh karena itu kiranya
mediasi mesti dijadikan budaya yang melekat di masyarakat.

22
Ibid.
23
Ibid.
24
Ibid.
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 23

2. Aplikasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 perlu


dioptimalkan agar dapat mengakomodir beberapa perkara yang terjadi.
3. Dalam rangka menyempurnakan tugas pada penyelesaian sengketa
perceraian atau pun sengketa lainnya, tugas hakim bukan terfokus pada
putusan, namun bagaimana keretakan rumah tangga atau pihak-pihak yang
bersengketa kembali utuh dan rukun, maka kehadiran pihak prinsipal mutlak
harus hadir saat perdamaian/pada tahapan mediasi sebagaimana penjelasan
pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 24

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim
Amy L. Smith dan David R. Smock, Managing Mediation Prosess, (Washington DC:
United States Institute Peace, 2008)
Anggraeny Arief, Mediasi Sebagai Alternatife Penyelesaian Perkara Perdata. Solo, al-
Risalah Vol. 12 Nomor 2 November 2012
Gatot P. Sumartono, Arbitrase dan Mediase di Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2006),
Mariannur Purba, Tesis, Pelaksanaan Mediasi Berdasarkan PERMA No 2 Tahun 2003
di Pengadilan Negeri Medan, Medan: USU Repositori, 2007
Hidayatullah, Efektivitas Mediasi dalam perkara Perceraian Di Pengadilan Depok,
Jakarta, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah 2011
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXIII (Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, 1996)
Makalah Kode Etik Mediator, h. 3. Diakses pada tanggal 12/03/2013 di
www.pmn.or.id/kode_etik_mediator
Perma No 1 Tahun 2008,
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2003),
Suyud Margono, “Alternative Dispute Resolution (ADR) dan Arbitrase”. Cetakan ke-2
(Jakarta: Ghalia Indonesia 2004.) dalam Anggraeny
Tim Penyusun. Kamus Hukum Ekonomi FLIPS, 1997, Kamus Ekonomi FLIPS, Jakarta:
Flips Project,
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002)
Yahya Harahap,” Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan.”( Jakarta: Sinar Grafika,2004),
Nurhilmiyah, Tesis, Mediasi di Pengadilan Pasca Keluarnya Perma No 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Bab III, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2010,

Anda mungkin juga menyukai