Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Oyo Sunaryo Mukhlas, M.Si
Disusun Oleh:
Fikfik Taufik
NPM: 2.212.1.4.006
Abstract
This social interaction starting from the simplest level to the larger and complex
stage. The application of social interaction in the life of society is not always go in
tune and harmony. Often what happens is the difference of thought, opinion, and a
desire among humans with one another. “Mediation is one of the ways of disputing
resolution through a process of negotiations to obtain the agreement among the
parties with the assisted of mediator”. The implementation of mediation in the court
state of Makassar has generally been running in accordance with the applicable
procedures of the Supreme Court Ordinance No. 1 of 2008 about the mediation
procedure in the courts.
A. Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berinteraksi satu dengan
yang lainnya. Interaksi sosial ini dimulai dari tingkat yang paling sederhana sehingga
ke tahap yang lebih besar dan kompleks. Hal tersebut terwujud dalam bentuk
kehidupan bermasyarakat yang beradab dan terus berkembang dari masa ke masa.
Perkembangan peradaban tersebut terjadi karena pada setiap diri manusia
dilengkapi oleh daya cipta, rasa,dan karsa.
Penerapan interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat tidak selamanya
berjalan selaras dan harmonis. Seringkali yang terjadi adalah perbedaan pemikiran,
pendapat, dan keinginan antar manusia yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini
kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sengketa atau konflik dalam masyarakat.
Konflik ini pun senantiasa berkembang mengikuti perkembangan peradaban
masyarakat atau suatu bangsa.
Hal tersebut kemudian mendorong bagi yang mulai berpikir modern untuk
membentuk suatu mekanisme penyelesaian konflik (sengketa) mulai dari bentuk
yang paling sederhana hingga menjadi suatu sistem yang kini disebut sebagai sistem
peradilan yang senantiasa mengacu pada hukum positif dan norma-norma atau
kaidah-kaidah dalam masyarakat.
Sistem peradilan yang dimiliki oleh setiap negara dipandang sebagai jalan
terbaik dalam menyelesaikan sengketa. Sehingga setiap kali muncul konflik maka
yang timbul dalam pikiran adalah penyelesaiannya harus melalui pengadilan
(litigasi) padahal dalam proses pengadilan terdapat banyak tahap dan segudang
aturan main yang harus dipenuhi. Belum lagi apabila kasus tersebut berlarut-larut
dan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Tentu saja penyelesaiannya memakan
waktu yang lama dan biaya yang besar bagi setiap pencari keadilan.
Dari beberapa permasalahan tersebut, muncullah pemikiran untuk
melahirkan sebuah bentuk alternatif dispute resolution (ADR), termasuk di
Indonesia. Hadirnya ADR tersebut bukan untuk mengacaukan pelaksanaan hukum
acara sebagai hukum formil dari hukum publik dan hukum privat yang berlaku. Hal
tersebut membuka pintu baru bagi masyarakat selaku pencari keadilan, agar setiap
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |4
sengketa tidak selalu diproses di pengadilan dengan waktu yang lama dan biaya
yang mahal serta untuk tetap membantu pencapaian tujuan hukum (keadilan,
kepastian, dan kemanfaatan.) Maka dikeluarkanlah beberapa peraturan yang secara
khusus mengatur tentang alternative penyelesaian sengketa.
Misalnya undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa. Dalam pasal 1 angka 10 dan alinea kedua dari
penjelasan undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 menjelaskan bahwa masyarakat
dimungkinkan memakai alternatif lain dalam usaha penyelesaian sengketa, antara
lain dengan cara : konsultasi, negosiasi, mediasi, dan konsiliasi atau penilaian ahli.
Hal ini kemudian semakin dipertegas dengan dikeluarkannya peraturan Mahkamah
Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.1
Di dalam Islam, istilah mediasi lebih dikenal dengan istilah al-sulh yang
berarti damai. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.3
1
Anggraeny Arief, Mediasi Sebagai Alternatife Penyelesaian Perkara Perdata. (Solo, al-Risalah
Vol. 12 Nomor 2 November 2012) h. 307
2
QS. Al-Hujurat: 10
3
QS Al-Nisa’: 35
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |5
B. Pembahasan
1. Pengertian Efektif dan Efisien
Secara bahasa kata efektif berasal dari bahasa inggris effective yang artinya
berhasil dan ditaati.4 Dalam Kamus bahasa Indonesia, efektif artinya “dapat
membawa hasil, berhasil guna” tentang usaha atau tindakan. Dapat berarti “sudah
berlaku” tentang undang-undang atau peraturan.5 Adapun secara termonologi,
hukum dan sosiologi hukum memberikan pendekatan tentang makna efektivitas
sebuah hukum beragam, bergantung pada sudut pandang yang diambil. Soerjono
Soekanto sebagaimana dikutip Nurul Hakim berbicara mengenai derajat efektivitas
suatu hukum ditentukan oleh antara lain oleh taraf kepatuhan warga masyarakat
terhadap hukum, termasuk para penegak hukumnya. Sehingga dikenal asumsi,
bahwa taraf kepatuhan hukum yang tinggi merupakan suatu indicator berfungsinya
suatu system hukum. dan berfungsinya hukum merupakan pertanda bahwa hukum
tersebut telah mencapau tujuan huku, yaitu berusaha mempertahankan dan
melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup.6
Adapun efisien berasal dari kara efficient yang artinya cekatan, cakap,
berdaya guna.7 dua kata ini, efektive dan efisien sering digandengan untuk
menunjukan makna tepat guna dan berhasil guna.
Berdasarkan teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto, efekti atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 faktor. Factor-faktor
ini mempunyai arti netral, sehingga dampak posotif atau negatifnya terletak pada isi
factor-faktor tersebut. Factor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor hukum sendiri (undang-undang)
b. Faktor penegak hokum
c. Faktor sarana atau fasilitas pendukung penegakan hokum
d. Faktor masyarakat
4
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXIII (Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, 1996), h. 207
5
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002) h. 284
6
Hidayatullah, Efektivitas Mediasi dalam perkara Perceraian Di Pengadilan Depok, (Jakarta,
Skripsi UIN Syarif Hidayatullah 2011). h.47
7
Op.Cit. John M. Echols. h
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |7
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Dalam Mediasi efektifitas dan efisiensi proses penyelesaian sengketa para
pencari keadilan di pengadilan akan diuji oleh upaya perdamaian yang dilakukan
selama proses beracara, baik tahapan pemeriksaan, terlebih upaya mengoptimalkan
mediasi saat sebelum pemeriksaan pokok perkara, secara keseluruhan dalam upaya
menemukan penyelesaian sengketa harus lebih menemukan rasa keadilan bagi
semua pihak (win-win solution).
2. Pengetian Mediasi
Mediasi berasal dari bahasa inggris yaitu mediation yang berarti
penyelesaian perkara dengan bantuan pihak ketiga sebagai penengah.8 Mediasi
adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan
menggunakan jasa seorang mediator atau penengah, sama seperti konsiliasi.9
Sehingga apabila ada model penyelesaian perkara dengan bantuan pihak ketiga
secara bahasa tergolong kepada model mediasi.
Pusat Mediasi Nasional (PMN) mengartikan Mediasi sebagai sebuah proses
penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang independen yaitu
Mediator yang membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk mencapai
suatu penyelesaian dalam bentuk suatu kesepakatan secara sukarela terhadap
sebagian ataupun seluruh permasalahan yang dipersengketakan.10
Perma No 1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.11
Amy L. Smith dan David R. Smock dalam buku Managing a Mediation Prosess
mengartikan mediasi sebagai berikut:
8
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 79
9
Tim Penyusun. Kamus Hukum Ekonomi FLIPS, 1997, Kamus Ekonomi FLIPS, Jakarta: Flips
Project, hlm. 111
10
Makalah Kode Etik Mediator, h. 3. Diakses pada tanggal 12/03/2013 di
www.pmn.or.id/kode_etik_mediator
11
Pasal 1, Perma No 1 Tahun 2008, h. 3
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |8
12
Amy L. Smith dan David R. Smock, Managing Mediation Prosess, (Washington DC: United
States Institute Peace, 2008), h. 5
13
Op.cit. Anggraeni Arief. h 310
Efektifitas dan Efisiensi Mediasi di PA Page |9
mediasi di luar pengadilan ini merupakan bagian dari adat istiadat atau budaya
daerah tertentu maka penyebutan dan tata cara pelaksanaannya juga berbada-
beda sesuai dengan budaya yang berlaku pada masyarakat dan daerah tersebut.
Sampai saat ini, perkembangan mediasi sudah sangat baik. Masyarakat
modern yang dulunya cendrung memilih bentuk penyelesaian perkara melalui
litigasi, sekarang sudah berubah memilih mediasi. Hal tersebut dapat dilihat dari
pengintegrasian proses mediasi kedalam bentuk perundang-undangan. Misalnya
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian perselisihan
Hubungan Industrial, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan lain sebagainya.
c. Mediasi – Arbitrase
Mediasi- Arbitrase adalah bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang
merupakan kombinasi antara mediasi dan arbitrase. Dalam bentuk ini, seorang
yang netral diberi kewenangan untuk mengadakan mediasi, namun demikian ia
pun mempunyai kewenangan untuk memutuskan setiap isu yang tidak dapat
diselesaikan oleh para pihak. Sedangkan menurut Priyatna Abdurrasyid bahwa
mediasi-arbitrae dimulai dengan mediasi, dan jika tidak menghasilkan
enyelesaian dilanjutkan dengan arbitrase yang putusannya final mengikat.
14
Suyud Margono, “Alternative Dispute Resolution (ADR) dan Arbitrase”. Cetakan ke-2
(Jakarta: Ghalia Indonesia 2004.) ,h. 60-61 dalam anggraeny h. 313
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 13
15
Yahya Harahap,” Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan.”( Jakarta: Sinar Grafika,2004), dalam Anggraeni h 314
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 14
b. Tahap Mediasi
Tahap mediasi terdiri atas:16
1) Para Pihak Wajib Menyerakan Foto Kopi Dokumen
Setelah mediator terpilih atau ditunjuk, para pihak wajib
menyerahkan foto kopi dokumen yang memuat duduk perkara dan fotokopi
surat-surat yang diperlukan paling lambat dalam jangka waktu tujuh hari
kerja terhitung dari tanggal para pihak memilih mediator atau ketua mejelis
menunjuk mediator. Penyerahan dokumen ini tidak hanya kepada mediator
tetapi juga kepada pihak lain, artinya para pihak secara timbale balik saling
menyerahkan dikumen dan surat-surat yang dimaksud.
16
Yahya Harahap,” Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan.”( Jakarta: Sinar Grafika,2004), dalam Anggraeny h 316
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 17
7. Manfaat Mediasi
Diantaranya ada beberapa keuntungan, yaitu:17
a. Mediasi dapat menyelesaikan permasalahan dengan cepat dan murah,
sesuai dengan asas hukum acara dibanding dengan arbitrase
b. Mediasi akan memfokuskan para pihak kepada kepentingan mereka
secara nyata dan kebutuhan psikologis dan emosi mereka, jadi bukan
hany pada hak-hak hukumnya
c. Mediasi memberikan kesempatan kepada para pihak untuk
berpartisipasi langsung secara informal dalam menyelesaikan
perselisihan mereka
d. Mediasi memberikan kebebasan kepada para pihak untuk mengontrol
terhadap proses dan hasil dari mediasi itu
e. Mediasi dapat mengubah hasil, yng dalam litigasi dan arbitrase sulit
diprediksi, dengan suatu kepastian melalui konsensus
f. Mediasi akan memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu
menciptakan saling pengertian yang lebih baik diantara para pihak yang
bersengketa, karena mereka sendiri yang memutuskan
g. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan, yang hampir
selalu ada pada setiap keputusan yang bersifat memaksa yang
dijatuhkan oleh hakim di pengadilan.
17
Gatot P. Sumartono, Arbitrase dan Mediase di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2006), h. 139-140
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 19
18
Mariannur Purba, Tesis, Pelaksanaan Mediasi Berdasarkan PERMA No 2 Tahun 2003 di
Pengadilan Negeri Medan, Medan: USU Repositori, 2007, h. 88
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 20
e. Aspek tempat
Contoh lain di PA Depok misalnya didapatkan data sebagai berikut:19
19
Hidayatullah, Efektivitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Depok, Skripsi.
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2011. Hal. 75
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 21
20
www.Pikiran Rakyat Online.com/Mediasi Perkara di Peradilan Agama Meningkat _/
21
Nurhilmiyah, Tesis, Mediasi di Pengadilan Pasca Keluarnya Perma No 1 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, Bab III, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Medan, 2010, h. 18
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 22
D. Penutup
Tingkat keberhasilan mediasi di lingkungan peradilan agama terbilang
masih jauh dari yang diharapkan karena indikasi keberhasilannya sangat kecil,
rata-rata di bawah 10%. Sebagai penutup, ada bebarapa hal yang mesti jadi
catatan kita semua:
1. Perdamaian merupakan amanat undang-undang bagi para Hakim dalam
menyelesaikan perkara, baik sebagai acuan formil maupun materiil. Pasal
130 HIR/ 154 RBg secara formil telah mengamanatkan dan mengatur proses
perdamaian bagi para pihak dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.
Sedangkan Pasal 65 jo. Pasal 82, 83 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo
Pasal 143 s.d 145 Kompilasi Hukum Islam telah dijadikan pegangan (hukum
materiil) para hakim dalam menyelesaikan perkara. Oleh karena itu kiranya
mediasi mesti dijadikan budaya yang melekat di masyarakat.
22
Ibid.
23
Ibid.
24
Ibid.
Efektifi tas dan Efisi ensi Mediasi di PA P a g e | 23
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim
Amy L. Smith dan David R. Smock, Managing Mediation Prosess, (Washington DC:
United States Institute Peace, 2008)
Anggraeny Arief, Mediasi Sebagai Alternatife Penyelesaian Perkara Perdata. Solo, al-
Risalah Vol. 12 Nomor 2 November 2012
Gatot P. Sumartono, Arbitrase dan Mediase di Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2006),
Mariannur Purba, Tesis, Pelaksanaan Mediasi Berdasarkan PERMA No 2 Tahun 2003
di Pengadilan Negeri Medan, Medan: USU Repositori, 2007
Hidayatullah, Efektivitas Mediasi dalam perkara Perceraian Di Pengadilan Depok,
Jakarta, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah 2011
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXIII (Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, 1996)
Makalah Kode Etik Mediator, h. 3. Diakses pada tanggal 12/03/2013 di
www.pmn.or.id/kode_etik_mediator
Perma No 1 Tahun 2008,
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2003),
Suyud Margono, “Alternative Dispute Resolution (ADR) dan Arbitrase”. Cetakan ke-2
(Jakarta: Ghalia Indonesia 2004.) dalam Anggraeny
Tim Penyusun. Kamus Hukum Ekonomi FLIPS, 1997, Kamus Ekonomi FLIPS, Jakarta:
Flips Project,
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002)
Yahya Harahap,” Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan.”( Jakarta: Sinar Grafika,2004),
Nurhilmiyah, Tesis, Mediasi di Pengadilan Pasca Keluarnya Perma No 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Bab III, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2010,