Anda di halaman 1dari 14

HUKUM KEPOLISIAN

PERTEMUAN KULIAH KE 7
MATERI : K R I M I N A L I S T I K

KRIMINALI STIK
I. Umum.

Mencari dan mendapatkan Bukti untuk kepentingan peradilan bukanlah hal yang mudah, disisi lain bukti
tersebut merupakan fakta kebenaran materil guna pengadilan menentukan dapat tidaknya orang yang
diajukan dipersidangan tersebut dijatuhi hukuman yang adil, dengan mempertimbangakan kepentingan
terdakwa dan kepentingan Pubblik. Sehingga diperlukan proses (dou Process) dengan bantuan
Kriminalistik dalam mencari dan mendapatkan barang bukti dengan melalui proses penyelidikan dan
penyidikan secara ilmiah.
Dalam mengungkap peristiwa kejahatan atau Tindak Pidana, Penyidik untuk dapat mengungkap
fakta yang terjadi di tempat kejadian perkara memerlukan bantuan ilmu ilmu lainnya selain kemampuan
teknis dan taktis dalam olah Tempat kejadian, sering kali bukti yang akan jadi fakta fakta ( bukti ) tidak
dengan mudah diketahui dalam kondisi normal, sehingga diperlukan intrument lain sesuai disiplin ilmu
yang sinergi dan relevan dengan tindak pidana dan jenis kejahatan yang ditemukan di tempat kejadian.
Rangkaian upaya dan tindakan yang ilakukan penyidik itulah yang disebut Kriminalistik sebagai suatu
pengetahuan mengungkap fakta kejahatan untuk mendapatkan kebenaran materil.

II. Difinisi kriminalisitik.

Kriminalistik, beberapa pendapat pakar seperti :

1. Menurut Prof. Dr. W.M.F. Noach, menyebutkan : 1)

a. Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah teknik,
sebagai alat untuk mengadakan penyidikan kejahatan seara teknis dengan menggunakan
alam, kimia, sidik jari, ilmu racun, dan lain-lain;

b. Kriminologi dalam arti luas adalah kriminologi dalam arti sempit ditambah dengan
kriminalistik.

2. Menurut Drs. A. Gumilang menyebutkan : Kriminalistik adalah teknik dan taktik untuk
membuat terang suatu perkara kejahatan dengan menggunakan ilmu – ilmu modern.

3. Menurut Frederick Cunliffe dan Peter B. Piazza, menyatakan :

a. Kriminalistik adalah suatu ilmu yang menggunakan metode pengamatan, pengarahan


dan analisis ilmiah untuk memperoleh dan mengungkap bukti nyata;
b. Ilmu kriminalistik adalah penggunaan metode pengamatan dan analisis ilmiah untuk
mengungkap dan menafsirkan bukti fisik.

4. Dalam buku tangan Kriminalistik Polri, dirumuskan :

a. Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan dalam menyelidiki suatu kejahatan dengan


menggunakan pengetahuan fisika, kimia, ilmu alam, matematika, dan sebagainya;

b. Ilmu pengetahuan yang menentukan terjadi atau tidak terjadinya suatu kejahatan
dengan mencari ( menyidik ) pelakunya dengan menggunakan ilmu alam, kimia, ilmu
racun, penyakit jiwa, dan lain-lain.

5. Menurut pengertian Drs. Rusly ZA Nasution SH. MH., kriminalistik adalah suatu pengetahuan
dan keterampilan teknis dan taktis untuk membuat terangnya suatu perkara dengan
menggunakan ilmu pengetahuan tertentu sesuai dengan jenis tindak pidana yang terjadi.

6. Menurut Handbook ( penyidik dari BKA Jerman ) memberikan divinisiKriminalistik adalah Ilmu
pengetahuan dalam menyelidiki kejahatan untuk mengetahui terjadinya kejahatan dengan
mencari pelaku dengan bantuan ilmu lain. Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan untuk
menetukan terjadinya kejahatan dalam proses penyidikan guna membuat terang kejahatan atau
tindak pidana yang terjadi dan menemukan pembuatnya (dader) dengan mempergunakan cara
ilmu pengetahuan alam, dengan mengesampingkan cara-cara lainnya yang dipergunakan oleh
ilmu kedokteran kehakiman (sekarang ilmu kedokteran forensik), ilmu racun kehakiman
(sekarang toksikologi forensik) dan ilmu penyakit jiwa kehakiman (ilmu psikologi forensik). (dari
buku “Dasar-dasar pokok penyidikan kejahatan”).

7. Dilingkungan Polri ( Badan Reserse kriminal ) menyebutkan bahwa kriminalistik diartikan


sebagai, Ilmu pengetahuan untuk menentukan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa
kejahatan dan menyidik pembuatnya dengan ilmu alam Mengenyampingkan cara lain yang
digunakan oleh:

a. Ilmu kedokteran kehakiman.

b. Ilmu racun kehakiman,

c. Ilmu penyakit jiwa kehakiman.

8. Menurut R Soesilo dan M karyadi memberikan penjelasan bahwa kriminalitik merupakan


disiplin ilmu yang masih muda. Merupakan Ilmu-ilmu pengetahuan yang dipakai untuk
pengungkapan suatu perkara pidana menggunakan ilmu-ilmu bantu tersebut seperti .

a. Ilmu Daktiloskopi; yakni ilmu yang berkaitan dengan sidik jari manusia

b. Sinyalemen; yakni ilmu tentang ciri-ciri manusia


c. Ilmu kedokteran forensik; yakni ilmu kedoteran yang bermanfaat untuk kepentingan
Pengadilan.

d. Toksikologi forensik; yakni ilmu yang menerangkan tentang racun untuk kepentingan
Pengadilan

Perbedaan dan persamaan pengertian, bahwa :

a. Perumusan definisi kriminalistik, sebagaimana juga definisi ilmu – ilmu yang lain selalu berbeda
dan jumlahnya sama banyaknya dengan para pakar yang merumuskan definisi termaksud,

b. Rumusan yang berbeda-beda itu, terdapat pula hakekat persamaan, yaitu mengenai tugas dan
sasaran kriminalistik untuk menyelidiki, menyidik dan membuktikan telah terjadinya suatu
tindak pidana ( kejahatan ), siapa pelakunya, bagaimana kejahatan itu terjadi dan bagaimana
tersangka/pelaku dapat ditangkap.

c. Peran Kriminalistik dalam Peradilan  

Peran kriminalistik adalah membantu peradilan dalam usaha menegakan hukum


mengungkap fakta – fakata kebenaran materil dan keadilan sejati, dalam memenuhi tuntutan
masyarakat “hukumlah yang tumpuhan harapan untuk menentukan seseorang bersalah dan/
atau bebaskan serta memberikan perlindungan hukum terhadap korban, saksi maupun
terdakwa. Mengingat perkembangan masyarakat yang semakin maju maka perkembangan
kejahatan akan makin bervariasi maka metode yang digunakan dalam kriminalistik dalam crime
detection seyogyanya dapat selalu mengatasi  teknik yang digunakan dalam setiap pola
kejahatan. Seperti yang dinyatakan oleh Marwan Goenadi suatu hal yang harus selalu diingat
ialah, baik banyaknya kejahatan maupun macamnya kejahatan itu mencermikan type
masyarakat dimana kejahatan itu terjadi dan susunan masyarakat mempengaruhi bentuknya 
kepolisian serta teknik yang dipergunakan kejahatan dan kepolisian adalah dua bentuk yang
selalu ada dalam kehidupan masyarakat.

Mengikuti proses penyidikan dengan benar demi terciptanya suatu kebenaran materiil
Menghindarkan kesalahan dan penyelewengan penyidikan, terutama pada perkara yang besar
dan mengundang opinimasyarakat.Dapat bertindak jujur sebagai calon hakim, jaksa dan
penasihat hukum sehingga dapat mendudukan perkara secara benar.

Langkah-langkah awal yang harus diperhatikan oleh petugas penyidik.

(terutama pihak kepolisian dan polisi militer, di beberapa Negara bisa dilakukan oleh unsur-
unsur lain bersama dengan polisi, katakanlah oleh para detektif). Bila seorang petugas penyidik
mendengar ada terjadi peristiwa kejahatan di suatu tempat tertentu, maka langkah-langkah
yang harus diambil adalah:
1. Penyiapan peralatan untuk penyidikan kejahatan.

2. Pengamatan Bekas-bekas Peristiwa. Adapun bekas-bekas peristiwa pada pokoknya meliputi dua
macam yaitu:

a. Bekas-bekas Psychologis atau Psychis, yaitu berupa penampungan kesan-kesan yang


didapat oleh panca indra dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam peristiwa, seperti
misalnya penglihatan para saksi, ingatan si korban bila tidak meninggal, penglihatan
yang dihubungkan dengan teori oleh para ahli dan lain-lain. (bukti-bukti ini bisa
diawetkan dengan tape recorder, foto, dilukis dan sebagainya).

b. Bekas-bekas kebendaan atau materiil, atau juga dikenal dengan saksi mati, yaitu
misalnya mayat, bagian-bagian tubuh, luka-luka pada korban atau orang lain, bercak-
bercak darah, senjata/alat yang dipergunakan dan lain-lain.

3. Kemudian dengan perangkaian data berdasarkan bekas-bekas yang ada, diusahakan disusun
jalannya kejadian atau peristiwa, yang dalam perkara pidana dinamakan reconstructive, yang
selama atau sesudah pelukisan kembali kejadian pengejaran pelaku atau yang dicurigai,
berlangsung sampai pelaku kejahatan tertangkap, atau menyerahkan diri.

Jila hal-hal tertentu memerlukan guna kepentingan sikorban perlu bantuan dokter, hal ini
dapat pula dilakukan.

a. Tindakan-tindakan pemberitahuan ini biasanya sejalan dengan usaha-usaha memberikan


kepada sikorban dengan pemberitahuan kepada pihak-pihak yang dianggap dapat menolong,
terutama kepada dokter terdekat.

b. mengadakan penutupan dan penjagaan di tempat kejahatan.

c. mengadakan pemeriksaan di tempat peristiwa.

d. memahami petunjuk untuk mendapatkan tanda-tanda bekas secara teratur.

e. ringkasan mengenai  rangkaian tindakan petugas penyidik setelah berada di tempat peristiwa
Hakekat misi dalam penyidikan perkara kejahatan adalah untuk menjernihkan persoalan,
sehinggadapat dikejar pelakunya  dan menghidarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan
hukumyang tidak seharusnya.disinilah peran dari kriminalistik untuk  membantu penyidikan
sehingga dapat menegakkan hukum karena kriminalistik memberikan pengetahuan tentang
teknik kriminil dan taktik kriminil. Dalam kriminalistik untuk menangani sebuah tindak pidana
kekerasan atau pembunuhan maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyidikan
yaitu

1. Tanda-tanda kematian,

2. Waktu kematian.
3. Usaha-usaha untuk mengenali mayat.

4. Hal-hal mengenai orang yang dicari sehubungan dengan adanya korban.

5. Pemeriksaan terhadap bekas-bekas di TKP

IV. Hubungan Kriminalistik dengan Ilmu – Ilmu lainnya

1. Dengan Kriminologi

a. Kriminologi dalam arti luas adalah kriminologi dalam arti sempit ditambah dengan
kriminalistik ( menurut W. E Noach dalam Soesilo, 1976 )

b. Kriminologi dalam arti sempit adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bentuk –
bentuk penjelmaan/perwujudan/nyatam sebab – sebab dan akibat – akibat dari
kriminalitas/kejahatan dan perbuatan – perbuatan buruk ( menurut W. E Noach dalam
Soesilo, 1976 ).Dengan Undang – Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan
Undang – Undang RI No. 1 Tahun 1946 diperbaharui Undang – Undang RI No. 73 Tahun
1958 dan Undang – Undang RI No. 27 Tahun 1999 tentang KUHP.

Sebagai konsekuensi penyidikan dan pembuktian secara ilmiah, kriminalistik mau tidak
mau harus bersandar kepada ketentuan yuridis formil dan meteriil dalam arti kriminalistik
sebagai ilmu pengetahuan teknis dan taktis penyidikan harus berdasarkan undang – undang
yaitu Undang – Undang RI No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP dan Undang – Undang RI No. 73
Tahun 1958 dan No. 27 Tahun 1999 tentang KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap
keamanan negara

2. Dengan Ilmu – Ilmu lainnya :

Dalam menentukan keberhasilan kriminalistik diperlukan kontribusi ilmu – ilmu


pendukung diantaranya :

a. Ilmu Alam

b. Ilmu Kimia

c. Ilmu Fisika

d. Ilmu Hukum

e. Ilmu Kedokteran Kehaikan

f. Ilmu Forensik ( racun )


g. Ilmu Balistik ( senjata api )

h. Ilmu Matematika

i. Ilmu Sosial ( sosiologi )

j. Ilmu Ekonomi

k. Ilmu Psikologi

Kriminalistik (Kriminalistics) adalah subdivisi dari ilmu forensik yang menganalisa dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bukti-bukti biologis, bukti jejak, bukti
cetakan (seperti sidik jari, jejak sepatu, dan jejak ban mobil), controlled substances (zat-zat kimia
yang dilarang oleh pemerintah karena bisa menimbulkan potensi penyalahgunaan atau
ketagihan), ilmu balistik (pemeriksaan senjata api) dan bukti-bukti lainnya yang ditemukan pada
TKP. Biasanya, bukti-bukti tersebut diproses didalam sebuah laboratorium (crime lab).

Digital Forensik yang juga dikenal dengan nama Computer Forensic adalah salah satu subdivisi
dari ilmu forensik yang melakukan pemeriksaan dan menganalisa bukti legal yang ditemui pada
komputer dan media penyimpanan digital, misalnya seperti flash disk, hard disk, CD-ROM, pesan
email, gambar, atau bahkan sederetan paket atau informasi yang berpindah dalam suatu
jaringan computer

V. Tujuan, Obyek, Metode Kriminalistik

a. Tujuan dari kriminalistik adalah mengungkap suatu kejadian atau tindak pidana melalui
upaya menemukan kebenaran, memeriksa dan menguji pelakunya dan mengajukannya
ke pengadilan untuk memperoleh putusan yang tetap menurut hukum dan perundang –
undangan.

b. Obyek Kriminalistik, Obyek dari kriminalistik adalah kenyataan dan kemungkinan


kejahatan atau tindak pidana dengan memperhatikan adanya “Tujuh kah”, yaitu :

1) Siapa kah ( pelaku/korban/saksi )

2) Apa kah yang telah dilakukan ( kejahatan atau tindak pidana )

3) Dimana kah ( tempat kejadian )

4) Dengan apa kah ( peralatan yang digunakan )

5) Mengapa kah ( motif dari perbuatan )

6) Bagaimana kah ( modus atau cara )

7) Bilamana kah ( waktu terjadinya )


8) Di negara – negara Eropa dikenal dengan istilah “7 – W”, yaitu : Who, What,
Why, When, With, What time dan Where.

c. Metode kriminalistik adalah upaya menemukan melalui pencarian yang sistematis ( tertib,
teratur, terurut, terukur ) dan terencana untuk :

1. Mencari,

2. Menemukan

3. Meneliti/memeriksa.

4. Menganalisa/menilai dan menilai kembali

5. Menguji suatu kebenaran

Terhadap jalannya rekonstruksi ( reka ulang ) harus secara sistematis dan kebenaran
rekonstruksi harus dapat dibuktikan dengan berorientasi pada pengetahuan syllogistik yaitu,
pengetahuan tentang cara menyimpulkan dan membuktikan suatu perkara ( logis = masuk akal =
cukup nalar )

d. Peranan Kriminalistik, Tidak seperti pembuktian dari kesaksian manusia, bukti fisik nyata tidak
pernah berbohong, mengelak atau lupa, tetapi untuk dapat digunakan kepentngannya harus
dimengerti dan berkaitan dengan penyelidikan penyidikan. Disinilah peranan ilmu kriminalistik
termasuk laboratorium kriminil, dengan penggunaan metode pengamatan, pengarahan dan
analisa ilmiah untuk mengungkap dan menafsirkan bukti fisik nya. Dengan arti kata lebih luas
bahwa kriminalistik dapat bermanfaat dan berkontribusi tidak hanya semata-mata untuk lingkup
kriminal saja tetapi juga berguna bagi konteks/masalah lain seperti bidang kesehatan, obat dan
makanan, industri, dokumen, kedokteran ( DNA ), sidik jari untuk kependudukan dan imigrasi,
dan ilmu pengetahuan lain-lain dan atau sebaliknya.

Orang Belanda mengatakan “Appel Volt noet ver van de boom”, sedangkan orang
Indonesia memberi istilah, bahwa “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Hal ini dapat
diartikan sebagai faktor keturunan yaitu apabila sang ayah/ibu ( orang tua ) berpembawaan
jahat, sang anak juga cenderung jahat. Apa benar seperti itu?

B. HAKEKAT PENEGAKKAN HUKUM

I. Umum.

Dalam suatu negara hukum, penegakkan hukum ( law enforcement ) menjadi salah satu
syarat yang harus dilaksanakan dan dipenuhi sebagai konsekuensi dan konsistensi terwujudnya
“supremasi hukum ( supremacy of law )“. Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan
dalam Undang – Undang Dasar 1945 setelah perubahan ( amandemen ) ketiga, pasal 1 ayat ( 3 )
“Negara Indonesia berdasar atas hukum ( rechsstaat ) tidak berdasar atas kekuasaan belaka
( machstaat )”. Suatu usaha terwujudnya supremasi hukum, adanya penegakkan hukum yang
dimaknai sebagai suatu proses untuk mewujudkan tegaknya hukum.

Secara teoritis perkembangan politik hukum, efektifitas berlakunya hukum dipengaruhi


oleh antara lain “ struktur hukum “ yang meliputi lembaga – lembaga hukum, “substansi atau
materi hukum“ dan “kultur hukum“, disamping juga dipengaruhi oleh “sistem hukum” dalam
suatu negara termasuk di dalamnya “sarana prasarana, komitmen dan profesionalisme hukum”.
Di dalam penegakkan hukum di Indonesia, struktur hukum meliputi lembaga – lembaga yang
terkait dan berperan dalam ( Sistem Peradilan ) penegakkan hukum ( penyidik, penuntut,
pengadilan, pembela ),

C. PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

I. Umum.

Tanggungjawab petugas polisi umum dan atau penyidik sesampainya di Tempat Kejadian
Perkara ( TKP ) adalah menjaga tempat kejadian dari gangguan kerusakan. Pada TKP yang
penting diperhatikan adalah lokasi/ruangan/tempat/wilayah dimana kejahatan terjadi, tempat
ini harus betul-betul dilindungi selama masa pencarian.

1. Kegiatan tindakan Penanganan Tempat Kejadian Perkara ( TKP )

Implemtasi tindakan pertama di tkp dapat dibagi dalam 2 (dua) tahap, yaitu :

a. Tindakan Pertama di TKP ( TPTKP ) adalah suatu tindakan kepolisian yang harus dilakukan segera
setelah terjadinya suatu tindak pidana/kejahatan untuk :

b. Melakukan pertolongan/perlindungan kepada korban/anggota masyarakat.

c. Melakukan penutupan dan pengamanan TKP ( memasang garis polisi ) agar TKP tidak berubah
( status quo ) dari keadaan semula.

d. Melindungi TKP dan barang bukti yang diperlukan tidak hilang/rusak/berubah letaknya/terjadi
penambahan atau pengurangan.

e. Memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan lebih lanjut ( olah TKP ) dalam
menjajaki/menentukan pelaku, korban, saksi – saksi, barang bukti, modus operandi dan alat –
alat yang dipergunakan dalam perkara itu.

f. TKP dan bukti yang ditemukan di dalamnya dicatat dengan berbagai cara seperti pemotretan,
sketsa, dan catatan penyidik; setelah bukti itu dicatat kemudian harus dikumpulkan dan
dibungkus dan disimpan untuk pemeriksaan Laboratorium dan penyajian di pengadilan.
2. Pengolahan ( olah ) TKP ( crime scene processing )

Pengolahan tkp adalah suatu tindakan atau kegiatan – kegiatan setelah TPTKP dilakukan dengan
maksud untuk :

a. Mencari dan mengumpulkan barang bukti, saksi yang belum diperoleh oleh petugas TPTKP.

b. Menganalisis dan mengevaluasi petunjuk – petunjuk, keterangan – keterangan, bukti serta


identitas tersangka menurut teori “Bukti Segi Tiga” guna memberi arah terhadap penyidikan
( hubungan keterkaitan antara “korban” – “barang bukti” dan “pelaku/tersangka” ).

c. Penyimpanan dan penyerahan untuk pemeriksaan ilmiah Laboratorium Kriminalistik.

3. Tempat Kejadian Perkara ( TKP ),

Dimaksud dengan TKP itu sendiri adalah :

a. Setiap tempat dimana diduga telah terjadi suatu tindak pidana dan/atau suatu tempat
ditemukannya barang bukti.

b. Merupakan salah satu sumber keterangan yang penting dan bukti – bukti yang dapat
menunjukkan/membuktikan adanya hubungan antara korban, pelaku, barang bukti dan TKP itu
sendiri.

c. Dari hubungan tersebut diusahakan untuk dapat diungkapan pokok – pokok masalah ( obyek
kriminalistik ), sebagai berikut :

1) Benarkah telah terjadi suatu tindak pidana dan tindak pidana apa yang telah terjadi?
Misalnya pembunuhan, pembakaran dan lain-lain.

2) Bagaimanakah tindak pidana itu dilakukan? Misalnya menusuk dengan benda tajam
( keris ), memukul kepala dengan benda kerasa, dan lain – lain modus operandi.

3) Siapa yang melakukan tindak pidana itu ( si Amir, si Polan, dll. ) – tersangka.

4) Dengan apa dilakukan? Misalnya dengan pisau, dengan tembakan, dan lain – lain.

5) Mengapa tindak pidana itu dilakukan? Misalnya karena balas dendam, cemburu, sakit
hati ( motif ).

6) Dimana dilakukan? Misalnya di sebuah gudang milik si Polan, alamat Jl. X No. 10 Rt/Rw,
Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota ( tempat/locus delicti ).

7) Bilamana dilakukan? Misalnya pada hari Senin/tanggal/bulan/tahun, pukul 24.00


WIB/malam hari.

d. Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara ( TKP )


Tindakan pertama di TKP dapat dilakukan oleh :

1) Petugas Polri yang datang pertama di TKP. Dalam hal situasi tempat kejadian tindak pidana
masih membahayakan keamanan baik terhadap korban maupun masyarakat di sekitarnya, wajib
mengambil tindakan untuk memberikan perlindungan dan pertolongan. Dalam hal korban luka
berat/ringan/pingsan, diberikan pertolongan sesuai dengan petunjuk/ketentuan PPPK atau
pertolongan Dokter/kirim ke Rumah Sakit terdekat, setelah terlebih dahulu mencatat identitas
korban dan menandai letak korban.

2) Apabila korban dalam keadaan kritis ( gawat ), selain dicatat identitasnya, usahakan untuk
mendapatkan keterangan, petunjuk serta identitas pelaku dan lain – lain.

3) Dalam hal korban mati, dijaga tetap pada posisinya semula dan jangan sekali – sekali menyentuh
korban, kecuali untuk mengetahui apakah korban sudah benar – benar meninggal dan
menunggu sampai datangnya Pamapta/Petugas Polri dari kesatuan terdekat.

4) Dalam hal korban mati yang dapat mengganggu lalu – lintas umum, korban ( mayat ) dapat
dipindahkan dengan memberi tanda letak mayat terlebih dahulu.

e. Pamapta/ Kepala Sentral pelayanan Kepolisian terpadu ( SPKT ).

Setelah menerima pemberitahuan/laporan tentang terjadinya tindak pidana, KA SPKT beserta


anggotanya segera datang ke Tempat Kejadian Perkara untuk memimpin dan mengendalikan
tindakan kegiatan yang dilakukan, sebagai berikut :

1) Tindakan pertama di Tempat Kejadian Perkara, yang dilakukan adalah:

a. Menyempurnakan penutupan dan pengamatan Tempat Kejadian Perkara


( mempertahankan status quo ) dan bilama perlu meminta bantuan unsur –
unsur Samapta lainnya.

b. Membuat tanda – tanda yang perlu di TKP ( tanda bekas sidik jadi atau kaki ).

2) Menggeledah dan menyita barang – barang yang terdapat pada tersangka.

3) Mengamankan tersangka/pelaku, saksi, korban dan menjaga agar barang bukti tetap
pada tempatnya.

4) Memisahkan satu sama lain orang – orang yang berada di TKP yang baru saja terjadi
dengan maksud agar tidak saling mempengaruhi, sehingga menyulitkan dalam
mendapatkan keterangan yang sebenarnya ( obyektif ).

5) Mencari, mengumpulkan saksi – saksi dan mencatat identitasnya serta diperintahkan


untuk tetap tinggal di tempat yang ditentukan guna diminta keterangannya.

6) Atas nama Komandan Kesatuan selaku penyidik, membuat dan menandatangani


permintaan Visum et Repertum ( VR ).
7) Memberitahukan keluarga.

8) Membuat sketsa kasar ( tanda skala ) dan catatan kejadian sebagai bahan untuk
pembuatan sketsa yang sempurna, juga Laporan Polisi ( LP ) dan Berita Acara
Pemeriksaan ( BAP ) di TKP.

f. Apabila belum diadakan tindakan pertama di TKP, tindakan – tindakan kegiatan yang
dilakukan adalah :

1) Melakukan pertolongan pertama kepada korban ( PPPK ).

2) Dalam keadaan luka berat/ringan/pingsan, usahakan pertolongan menurut petunjuk


PPPK atau kirim ke Dokter/Rumah Sakit terdekat, setelah terlebih dahulu dicatat
identitasnya dan menandai letak korban.

3) Dalam keadaan kritis ( gawat ), selain dicatat identitasnya, usahakan mendapatkan


keterangan, petunjuk dan identitas pelaku dari korban tersebut ataupun dari saksi mata.
Jika masih ada tanda – tanda kehidupan pada korban usahakan penyelamatan korban.

4) Dalam keadaan korban mati, dijaga agar tetap pada posisinya semula dan jangan sekali –
kali menyentuh terlalu banyak atas diri korban ( mayat ), kecuali untuk mengetahui
apakah korban sudah benar – benar meninggal.

5) Dalam hal koran mati yang dapat mengganggu lalu lintas umum, korban ( mayat ) dapat
dipindahkan dengan memberi tanda garis, letak mayat sebelum dipindahkan terlebih
dahulu.

6) Bila korban diduga mati, Pamapta harus meraba nadi, memeriksa pernafasan dan suhu
badan sehingga yakin bahwa korban benar – benar telah meninggal.

7) Menutup dan mengamankan TKP pertahankan status quo ( posisi semula ) dan bilamana
perlu meminta bantuan unsur – unsur Samapta lainnya, dengan melakukan tindakan –
tindakan kegiatan :

g. Membuat batas di TKP dengan tali atau alat lain dimulai dari jalan yang diperkirakan merupakan
arah masuknya pelaku, melingkar kesekitar letak korban atau tempat yang dapat diperkirakan
merupakan arah keluarnya pelaku meninggalkan TKP dan memberikan tanda arah keluar
masuknya pelaku.

h. Membuat tanda di TKP tentang hal – hal yang perlu dilakukannya ( tanda berkas sidik jari atau
kaki ).

i. Mengamankan tersangka/pelaku dan saksi serta mengumpulkannya pada tempat diluar batas
yang telah dibuat.
j. Memisahkan satu sama lain orang – orang yang ada di TKP dan melarang satu sama lain
membicarakan perkara yang baru saja terjadi, dengan maksud agar tidak saling mempengaruhi,
sehingga menyulitkan dalam mendapatkan keterangan yang sebenarnya ( obyektif ).

k. Mencari dan mengumpulkan saksi – saksi serta serta mencatat identitasnya dan diperintahkan
untuk tinggal di tempat di luar batas – batas yang dibuat, guna diminta keterangannya.

l. Mengamankan semua barang bukti.

m. Membuat dan menandatangani permintaan Visum et Repertum ( VR ).

n. Memberitahukan keluarga korban.

o. Membuat sketsa kasar dan catatan kejadian sebagai bahan Laporan Polisi.

4. Pengolahan Tempat Kejadian Perkara ( TKP )

Reserse penyidik setelah menerima pemberitahuan dari Pamaota atau memonitor adanya suatu
tindak pidana di suatu tempat, dengan mempersiapkan segala sesuatunya segera datang ke TKP
bersama unsur Bantuan Teknis Kriminalistik ( Labkrim, Identifikasi, dan Dokter bila ada ), untuk
melakukan pengolahan TKP. TKP harus dicari agar untuk melokalisir benda bukti fisik nyata yang
dapat menghubungkan si penjahat dengan kejahatannya, dalam arti proses olah TKP tidak hanya
semata-mata menemukan bukti. Setiap apa yang ditemukannya barang dan lokasi tempatnya
benda harus dihubungkan dengan TKP secara keseluruhan. Proses pencatatan dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga dapat menjadi dasar bagi kesaksian penyidik di pengadilan. TKP dan
bukti diproses olah dengan berbagai tindakan – tindakan kegiatan sebagai berikut :

a. Pengamatan umum ( General observation ).Melakukan pengamatan yang diarahkan terhadap


hal – hal/obyek – obyek antara lain :

1) Jalan masuk/keluarnya pelaku.

2) Adanya kejanggalan – kejanggalan yang didapati di TKP dan sekitarnya.

3) Keadaan cuaca waktu kejadian.

4) Alat – alat yang mungkin dipergunakan/ditinggalkan oleh si pelaku, tanda – tanda/bekas


perlawanan/kekerasan.

Hasil daripada pengamatan tersebut dimaksudkan untuk dapat memperkirakan modus


operandi, motif, waktu kejadian dan menentukan langkah – langkah mana yang harus
didahulukan ( prioritas tindakan ).

a. Pemotretan Dokumentasi ( unsur bantuan Identifikasi ),


Tidak ada yang dapat melebihi fotografi / potret dalam merekam rincian dari suatu
kejadian yang akurat dan merupakan bentuk laporan pembuktian yang dapat memberikan kesan
begitu kuat di pengadilan dan lebih dapat membangkitkan ingatan penyidik atau petugas
spesialis fotografi/dokumentasi. Pemotretan TKP harus diambil berdasarkan apa yang boleh
dicantumkan untuk pengadilan, harus menggambarkan kejadian secara cermat dan tidak ada
pemutar balikan atau trik kamera.

a. Pemotretan harus dilakukan dengan maksud :

1) Untuk mengabadikan situasi TKP termasuk korban dan barang bukti lain pada
saat diketemukan sebelum dipindahkan.

2) Untuk dapat memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi TKP.

3) Untuk membantu melengkapi kekurangan – kekurangan dalam pencatatan dan


pembuatan sketsa.

e. Obyek Pemotretan

1) TKP secara keseluruhan dari berbagai sudut sesuai pemotretan kriminil.

2) Detail/close-up terhadap setiap obyek dalam TKP yang diperlukan untuk


penyidikan ( digunakan skla/penggaris, dapat dilakukan bersama dengan
penanganan barang bukti ).

a. Catatan penjelasan pemotretan yang memuat :

1) Hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan.

2) Merk dan type kamera, lensa dan film.

3) Speed kamera dan diafragma.

4) Sumber cahaya.

5) ilter yang digunakan.

6) Jarak kamera terhadap obyek ( dilengkapi sketsa kasar TKP yang memuat letak
kamera dan obyek yang dipotret ),

7) Tinggi kamera.

8) Nama, pangkat, Nrp/Nip yang melakukan pemotretan.

5. Pembuatan Sketsa
Sketsa menggambarkan pemandangan keseluruhan dari TKP atau bagian TKP dan
menunjukkan hubungan jarak yang sebenarnya antara obyek. Pada sketsa penyidik dapat
menggambarkan unsur yang terpenting dari TKP dan meninggalkan yang kurang perlu. Sketsa
melengkapi dan menyempurnakan hasil rekaman fotografi yang tidak dapat secara akurat
menggambarkan dimensi. Jika TKP sangat sulit dan membingungkan, penyidik dapat membuat
beberapa sketsa menggambarkan aspek yang berbeda. Semua dimensi yang berkaitan dengan
TKP seperti panjangnya dinding, jarak dari pintu atau jendela ke dinding dan besarnya obyek
bukti fisik nyata juga diukur dan ditunjukkan pada sketsa.

a. Sketsa harus dibuat dengan maksud untuk :

b. Menggambarkan TKP seteliti dan secermat mungkin.

c. Sebagai bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika diperlukan.

1) Sebagai lampiran Berita Acara Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara.

2) Pembuatan sketsa dilakukan sebagai berikut :

a) Mempergunakan kertas berukuran ( kertas militer )

b) Menentukan tanda/arah utama kompas.

c) Dibuat dengan skala dan jarak yang terukur dari obyek ke titik yang permanen.

d. Untuk setiap obyek diberi tanda dengan huruf balok dan dijelaskan pada keterangan gambar.

e. Mengukur dimensi jarak benda – benda bergerak dengan cara menghubungkan 2 ( dua ) titik
pada benda – benda tidak bergerak yang dipergunakan sebagai patokan.

f. Untuk otentikasi sketsa dituliskan/dicantumkan : ( nama pembuat, tanggal waktu pembuatan,


peristiwa, dimana alamat lokasi kejadian ).

Quis pertemuan kuliah ke 7 :

1. Jelaskan mengapa Kriminalistik perlu dipelajari dalam Hukum Kepolisian

2. Jelaskan mengapa Kriminalistik dalam mengungkap kejahatan memerlukan ilmu-ilmu lain

Anda mungkin juga menyukai