Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENYELESAIAN SENGKETA LITIGASI DAN NON


LITIGASI
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Kemahiran
Non Litigasi
Dosen Pengampu : Fahrodin, M.H.I

Disusun oleh :

1. Rizky Khoirul Ikhwan 1120005


2. Aditya Saputra 1120012
3. Sekar Ayu Maulidiningsih 1120032
4. Nabila Faiqoh 1120090
5. Ridwan Tajudin 1120091

Kelas : A

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI
K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
TAHUN 2022/2023

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan mahluk social yang dalam kehidupan


masyarakat memiliki berbagai kepentingan yang selaras maupun saling
bertentangan satu sama lain. Apabila diantara kepentingan tersebut
terdapat dua atau lebih yang bertentangan maka akan terjadi bentrok
kepentingan dan menimbulkan sebuah kerugian dalam istilah yuridis
disebut sebagai sengketa.1
Konflik dan sengketa adakalanya diselesaikan secara damai, tetapi
ada kalanya pula suatu konflik menimbulkan ketegangan yang terus
menerus jika salah penanganan maka akan menimbulkan kerugian pada
kedua belah pihak. Agar dalam mempertahankan kepentingan –
kepentingan masing – masing tidak melampaui batas – batas norma yang
berlaku maka diperlukan cara – cara alternative dalam penyelesaiannya.
Konflik dan sengketa hukum yang sering terjadi mempunyai dua
cara penyelesaian menurut hukum di Indonesia yaitu penyelesaian
sengketa melalui jalur pengadilan maupun penyelesaian sengketa melalui
jalur luar pengadilan. Akan tetapi penyelesaian sengketa jalur pengadilan
memakan waktu dan proses penyelesaian yang lama, disamping itu terjadi
penumpukan perkara dan memerlukan biaya yang relatif besar. Adanya
hambatan dalam menyelesaikan permasalahan ataupun sengketa hukum
inilah diperkenalkan penyelesaian sengketa alternative di luar
pengadilan.Penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh hanya para pihak
yang bersengketa ataupun melalui keputusanataupun bantuan pihak ke tiga
(arbiter ataupun mediator ). Spirit sukarela, keinginan untuk
menyelesaikan sengketa berdasarkan kerjasama (perjanjian) merupakan
modal dasar bagi tercapainya win win solution dalam ADR.

1
Achmadi Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (cet.
1;Jakarta:Chandra Pratama, 1996), h. 320 - 321

2
B. Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang pemikiran diatas, maka permasalahan


pokok yang akan dibahas adalah mengenai Bagaimana ragam penyelesaian
konflik dan sengketa secara mandiri dan melibatkan berbagai pihak ?

C. Tujuan

Untuk memahami ragam penyelesaian konflik dan sengketa secara


mandiri dan melibatkan berbagai pihak sebagaimana objek pembahasan
makalah ini.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Konflik

Pengertian Konflik. Konflik berasal dari kata kerja Latin configere


yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai
suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik juga dapat
diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau
kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. 2
Menurut Stevenin dalam Handoko (2001: 48), terdapat lima
langkah meraih perdamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya,
lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan: a).
Pengenalan. Kesenjangan antara keadaan yang ada atau yang
teridentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya.Satu-satunya yang
menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak
mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya
tidak ada). b). Diagnosis.Inilah langkah yang terpenting. Metode yang
benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan
bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah
utama dan bukan pada hal-hal sepele. c). Menyepakati suatu solusi.
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari
orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak
dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan
dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik. d).
Pelaksanaan.Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian.
Namun hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi
pilihan dan arah pada kelompok tertentu. e). Evaluasi. Penyelesaian itu

2
Muhammad Muspawi, MANAJEMEN KONFLIK (UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK DALAM
ORGANISASI), Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, Volume 16, Nomor 2, Juli,
hlm. 42.

4
sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru.3 Jika penyelesaiannya
tampak tidak berhasil, bisa dengan cara lain yakni sebagai berikut :
Ada delapan prosedur umum dalam rangka penyelesaian konflik
4
yaitu: Lumping it, Avoidance or exit, Coersion, Negotiation, Conciliation,
Mediaton, Arbitration, dan Adjudication.
1. Lumping it. Terkait dengan kegagalan salah satu pihak yang
bersengketa untuk menekankan tuntutannya. Dengan kata lain isu
yang dilontarkan diabaikan (simply ignored) dan hubungan dengan
pihak lawan terus berjalan.
2. Avoidance or exit. Mengakhiri hubungan dengan meninggalkannya.
Dasar pertimbangannya adalah pada keterbatasan kekuatan yang
dimiliki (powerlessness) salah satu pihak ataupun alasan-alasan
biaya sosial, ekonomi atau psikologis.
3. Coersion. Satu pihak yang bersengketa menerapkan keinginan atau
kepentingannya pada pihak yang lain.
4. Negotiation. Kedua belah pihak menyelesaikan konflik secara
bersamasama (mutual settlement) tanpa melibatkan pihak ketiga.
5. Concilliation. Mengajak (menyatukan) kedua belah pihak yang
bersengketa untuk bersama-sama melihat konflik dengan tujuan
untuk menyelesaikan persengketaan.
6. Mediation. Pihak ketiga yang mengintervensi suatu pertikaian untuk
membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai kesepakatan.
7. Arbitration. Bilamana kedua belah pihak yang bersengketa
menyetujui intervensi pihak ketiga dan kedua belah pihak sudah
harus menyetujui sebelumnya untuk menerima setiap keputusan
pihak ketiga.
8. Adjudication. Apabila terdapat intervensi pihak ketiga yang
memiliki otoritas untuk mengintervensi persengketaan dan membuat

3
Muhammad Muspawi, MANAJEMEN KONFLIK (UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK DALAM
ORGANISASI), Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, Volume 16, Nomor 2, Juli,
hlm. 44.
4
Penyelesaian konflik. elearning.menlhk.go.id (diakses 1 maret 2023)

5
serta menerapkan keputusan yang diambil baik yang diharapkan
maupun tidak oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

B. Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi

Litigasi merupakan proses gugatan atas suatu konflik yang


diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para
pihak memberikan kepada seorang pengambil keputusan dua pilihan yang
bertentangan. Lembaga litigasi merupakan sistem penyelesaian sengketa
melalui peradilan. Sengketa yang diperiksa melalui jalur litigasi akan
diperiksa dan diputus oleh hakim sebagai penegak keadilan. Dalam hal ini
diatur oleh UU 48/2009 tentang kekuasaan hakim. 5
Proses penyelesain sengketa oleh para pihak yang bersengketa
melalui jalur litigasi berarti sengketa diperiksa oleh hakim pengadilan
dalam suatu rangkaian persidangan. Penyelenggaraan pengadilan
dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer,Peradilan Tata Usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. 6
Penyelesaian sengketa secara litigasi memiliki kelebihan yaitu putusan
pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, bersifat final,
menciptakan kepastian hukum dengan posisi para pihak menang atau kalah
(win and lose position) dan dapat dipaksakan keputusan apabila pihak
yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan pengadilan (eksekusi).
Oleh Sudikno Mertokusumo 7 dikatakan bahwa putusan pengadilan
mempunyai tiga macam kekuatan yang merupakan keistimewaan
penyelesaian sengketa secara litigasi, yakni putusan pengadilan

5
Edi Hudiata,Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Cet. 1;Yogyakarta:UII Press
Yogyakarta,2015. Hal. 90
6
Rosita, ALternatif dalam Penyelesaian Sengketa (Litigasi dan Non Litigasi) Al – Bayyinah :
Journal of Islamic Law –ISSN : 1979-7486(p);2580-5088(e) Volume VI Number 2,pp.99-113 hal.
100
7
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Cet. I; Yogyakarta: Liberty, 1993), h.
177-182.

6
mempunyai kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan
eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan

C. Penyelesaian Sengketa Secara Nonlitigasi

Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi (pengadilan) bukanlah


merupakan satu-satuya cara penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh
oleh para pihak yang bersengketa. Selain litigasi, terdapat penyelesaian
sengketa di luar pengadilan (non litigasi), yaitu penyelesaian sengketa
diluar pengadilan Alternative Dispute Resolution (ADR).
ADR merupakan konsep baru tentang penyelesaian sengketa atau
perbedaan pendapat antara pihak yang sangat populer secara global yang
merupakan alternatif dalam menyelesaikan sengketa selain daripada
melalui pengadilan (litigasi).ADR menawarkan beberapa bentuk proses
penyelesaian sengketa yang disesuaikan dengan kebutuhan para pihak
yang bersengketa dalam rangka menuju kepada penyelesaian yang final
and binding dan saling menguntungkan.langkah penyelesaiannya melalui
negosiasi (musyawarah), mediasi, arbitrase, dan konsiliasi.
Dasar pengaturan tentang ADR dan Arbitrase kemudian di
sempurnakan dengan di undangkannya Undang-undang no 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 138 tanggal
12Agustus 1999.Sedangkan pengaturan lebih rinci tentang Negosiasi,
Mediasi dan Konsiliasi saat itu belum ada ketentuan perundang -
undangannya yang secara tegas.8
Pihak-pihak yang bersengketa dalam praktik dapat melakukan
beberapa pendekatan dalam mengelola sengketa yang dihadapi. Secara
umum ada beberapa pendekatan pengelolaan konflik atau sengketa yang
terjadi, yaitu :9

8
Marwah M. Diah,Prinsip dan Bentuk –Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan. HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.5 NO.2 APRIL 2008 hal. 115
9
Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media,
Yogyakarta, 2008, hlm. 9.

7
1. Power Based merupakan pendekatan pengelolaan sengketa dengan
mendasarkan pada kekuatan atau kekuasaan untuk memaksa seseorang
untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Misalnya dengan
cara mengancam, menakut-nakuti, blokade, boikot dan sebagainya.
Pendekatan ini umumnya dilakukan apabila satu pihak memiliki posisi
dan akses yang lebih kuat dari pihak yang lain.
2. Right Based adalah pendekatan pengelolaan sengketa dengan
mendasarkan konsep hak (hukum), yaitu konsep benar dan salah
berdasarkan parameter yuridis melalui prosedur adjudikasi, baik di
pengadilan maupun arbitrase. Dengan demikian pencari keadilan yang
ingin menyelesaikan sengketanya harus terlebih dahulu mengajukan
perkaranya ke pengadilan yang berwenang atau melalui arbitrase.
Pendekatan seperti ini umumnya mengarah pada keadaan win-lose
solution, dimana ada pihak yang dimenangkan dan ada pula pihak
yang dikalahkan di sisi lainnya.
3. Interest Based merupakan pendekatan pengelolaan sengketa dengan
mendasarkan pada kepentingan atau kebutuhan pihak- pihak yang
bersengketa, bukan melihat pada posisi masing-masing. Solusi
diupayakan mencerminkan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa
secara mutual (win-win solution). Termasuk pendekatan interest based
diantaranya negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.
Ruang lingkup penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah seluas
ruang lingkup cara penyelesaian sengketa hukum kecuali hukum-hukum
yang bersifat memaksa dan hukum publik.
Adapun metode penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi
sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Penyelesaian sengketa melalui negosiasi
Negoisasi yaitu cara untuk mencari penyelesaian masalah
melalui musyawarah untuk mencapai kata sepakat secara langsung
antara pihak-pihak yang bersengketa yang hasilnya dapat diterima

8
oleh para pihak tersebut.10Negosiasi pada dasarnya ditempuh oleh
para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya
dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan bersama.Negosiasi dalam
sektor hukum berbeda dengan jenis negosiasi lainnya karena dalam
negosiasi hukum melibatkan lawyer atau penasihat hukum sebagai
wakil pihak yang bersengketa.Dalam negosiasi para pihak yang
bersengketa itu sendiri menetapkan konsensus (kesepakatan) dalam
penyelesaian sengketa antara mereka tersebut Peranan penasihat
hukum adalah hanya membantu pihak yang bersengketa menemukan
bentuk-bentuk kesepakatan yang menjadi tujuan pihak yang
bersengketa tersebut.Dalam hal ini Sudargo Gautama menyebutkan
bahwa negosiasi merupakan proses untuk mencapai kesepakatan
dengan pihak lain, yakni suatu proses interaksi dan komunikasi yang
dinamis dan beraneka ragam, dapat lembut dan bernuansa
sebagaimana manusia itu sendiri. Apabila para pihak dalam
menyelesaikan sengketa secara negosiasi mengalami jalan buntu atau
dengan kata lain tidak tercapai suatu kesepakatan atau persetujuan,
maka para pihak yang bersengketa dapat menempuh cara lain untuk
menyelesaikan sengketanya.
2. Penyelesaian sengketa melalui mediasi
Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 1999 mengemukakan
bahwa dalam hal sengketa atau beda pendapat antara para pihak yang
bersengketa tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis
para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan
seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang
mediator.11mediasi pada dasarnya merupakan cara dalam
menyelesaikan sengketa oleh para pihak, di mana para pihak dapat
menentukan atau menunjuk pihak ketiga untuk bertindak sebagai
penengah atau mediator. Mediator tersebut dapat negara, organisasi,
10
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Cet. I; Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 1.
11
Republik Indonesia, “UU”, op. cit., h. 165

9
atau individu.Kedudukan mediator dalam hal ini adalah berusaha
memberikan keseimbangan para pihak yang bersengketa sehingga
mereka dapat dipertemukan dalam suatu keadaan yang sama-sama
menguntungkan. Harus pula dipahami bahwa mediator dalam
menangani sengketa para pihak, tidak berada pada posisi yang dapat
memaksa salah satu pihak untuk menerima apa yang dikehendaki oleh
pihak lainnya.
3. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbitrare yang berarti kekuasaan
untuk menyelesaiakan sesuatu menurut kebijaksanaan.Jadi arbitrase
itu sebenarnya adalah lembaga peradilan oleh hakim partikelir/swasta
12
(particuliere rechtspraak).Pasal 1 UU Nomor 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan bahwa
arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa melalui hakim
arbiter. Arbiter yang harus selalu dalam jumlah yang ganjil,
merupakan pihak yang netral tidak memihak dan secara aktif serta
profesional memiliki kewenangan memutuskan dalam penyelesaian
sengketa
4. Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi
Konsiliasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa di
luar pengadilan antara para pihak yang bersengketa dengan
melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak.Konsiliator
dapat menyarankan syarat – syarat penyelesaian dan mendorong para
pihak untuk mencapai kesepakatan. Berbeda dengan negosiasi dan
medasi, dalam proses konsiliasi konsiliator mempunyai peran luas
yaitu dapat memberikan saran berkaitan dengan materi sengketa,
maupun terhadap hasil perundingan. Konsiliator dituntut untuk

12
Republik Indonesia, “UU”, op. cit., h. 162.

10
aktif. 13Undang-undang No. 30 tahun 1999 tidak memberikan
pengertian yang lengkap tentang konsiliasi, dan kata konsiliasi hanya
tedapat dalam ketentuan umum dan penjelasan umum dari Undang-
undang no. 30/1999 tersebut.
5. Penyelesaian sengketa melalui penilaian para ahli
UU 30/1999 tidak memberikan definisi14 mengenai penilaian
para ahli, menurut Hillary Astor dalam bukunya Dispute Resolution
inAustralia penilaian ahli adalah suatu proses yang menghasilkan
suatu pendapat objektif, independen, dan tidak memihak atas fakta –
fakta atau isu – isu yang dipersengketakan oleh seorang ahli yang
ditunjuk oleh para pihak yang besengketa. Dalam melakukan proses
ini dibutuhkan persetujuan dari para pihak untuk memberikan dan
mempresentasikan fakta dari pendapat dari para pihak kepada ahli.
Ahli tersebut kemudian akan melakukan penyelidikan dan pencarian
fakta guna mendapatkan informasi lebih lanjut dari para pihak dan
akan membuat keputusan sebagai ahli bukan arbiter.

Bentuk - bentuk penyelesaian sengketa (ADR) di atas yang


dilakukan diluar pengadilan, memiliki kelebihan dan kekurangan,
tergantung yang mana lebih disukai atau dianggap cocok dengan sifat dan
bentuk sengketa oleh para pihak untuk menyelesai kan permasalahan yang
sedang mereka hadapi.

13
Edi Hudiata,Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Cet. 1;Yogyakarta:UII Press
Yogyakarta,2015. Hal. 117

11
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan


bahwa umumnya terdapat beberapa cara yang dapat dipilih untuk
menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi. Cara-cara yang dimaksud
adalah: Penyelesaian sengketa secara litigasi, yakni suatu bentuk
penyelesaian sengketa yang dilakukan di pengadilan dengan mengikuti
tata cara persidangan menurut ketentuan hukum acara. Para pihak yang
bersengketa berhadap-hadapan untuksaling mengalahkan, diadakan di
pengadilan, dan hasilnya berupa putusan.Penyelesaian sengketa secara non
litigasi, yakni suatu bentuk penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar
pengadilan.Penyelesaian sengketa secara non litigasi dapat berupa
negosiasi antara para pihak yang bersengketa untuk mencapai kata
mufakat, mediasi, arbitrase, dan konsiliasi yang masing-masing menunjuk
pihak ketiga yang bersifat netral untuk membantu penyelesaian sengketa
yang terjadi.Selain itu terdapat pula bentuk penyelesaian sengketa dengan
meminta pendapat kepada para ahli.Tujuan akhir penyelesaian sengketa
melaluiADR adalah menciptakan win win solution bukan win win game
(ada yang menang dan kalah seperti penyelesaian sengketa melalui
pengadilan / litigasi). Win win solution berarti samasama menang, untung
dan happy, sehingga hubungan baik tetap terjaga antar pihak yang
bersengketa.Pelaksanaan penyelesaian non litigasi ini sifatnya lebih mudah
diatur sendiri oleh para pihak yang bersengketa tanpa terikat pada
ketentuan hukum acara yang sifatnya kaku.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmadi.1996.Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan


Sosiologis). cet. 1; Jakarta: Chandra Pratama.
Diah,Marwah M. 2008. Prinsip dan Bentuk – Bentuk Alternatif Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan.Hukum dan Dinamika Masyarakat.vol.5
no.2.
Hudiata,Edi.2015. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Cet. 1;
Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.
Mertokusumo, Sudikno.1993.Hukum Acara Perdata Indonesia.Cet. I;
Yogyakarta: Liberty, 1993.
Penyelesaian konflik. elearning.menlhk.go.id (diakses 1 maret 2023)
Republik Indonesia, “UU”.
Rosita. 2012. ALternatif dalam Penyelesaian Sengketa (Litigasi dan Non Litigasi)
Al – Bayyinah : Journal of Islamic Law –ISSN : 1979-7486(p);2580-
5088(e) Volume VI Number 2,pp.99-113.
Soemartono, Gatot. 2006. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Cet. I; Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Muspawi, Muhammad. 2014. Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik
Dalam Organisasi). Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri
Humaniora, Volume 16, Nomor 2, Juli

Sutiyoso, Bambang. 2008. Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa. Yogyakarta : Gamma Media.

13

Anda mungkin juga menyukai