Disusun oleh :
Kelas : A
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Achmadi Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (cet.
1;Jakarta:Chandra Pratama, 1996), h. 320 - 321
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyelesaian Konflik
2
Muhammad Muspawi, MANAJEMEN KONFLIK (UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK DALAM
ORGANISASI), Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, Volume 16, Nomor 2, Juli,
hlm. 42.
4
sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru.3 Jika penyelesaiannya
tampak tidak berhasil, bisa dengan cara lain yakni sebagai berikut :
Ada delapan prosedur umum dalam rangka penyelesaian konflik
4
yaitu: Lumping it, Avoidance or exit, Coersion, Negotiation, Conciliation,
Mediaton, Arbitration, dan Adjudication.
1. Lumping it. Terkait dengan kegagalan salah satu pihak yang
bersengketa untuk menekankan tuntutannya. Dengan kata lain isu
yang dilontarkan diabaikan (simply ignored) dan hubungan dengan
pihak lawan terus berjalan.
2. Avoidance or exit. Mengakhiri hubungan dengan meninggalkannya.
Dasar pertimbangannya adalah pada keterbatasan kekuatan yang
dimiliki (powerlessness) salah satu pihak ataupun alasan-alasan
biaya sosial, ekonomi atau psikologis.
3. Coersion. Satu pihak yang bersengketa menerapkan keinginan atau
kepentingannya pada pihak yang lain.
4. Negotiation. Kedua belah pihak menyelesaikan konflik secara
bersamasama (mutual settlement) tanpa melibatkan pihak ketiga.
5. Concilliation. Mengajak (menyatukan) kedua belah pihak yang
bersengketa untuk bersama-sama melihat konflik dengan tujuan
untuk menyelesaikan persengketaan.
6. Mediation. Pihak ketiga yang mengintervensi suatu pertikaian untuk
membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai kesepakatan.
7. Arbitration. Bilamana kedua belah pihak yang bersengketa
menyetujui intervensi pihak ketiga dan kedua belah pihak sudah
harus menyetujui sebelumnya untuk menerima setiap keputusan
pihak ketiga.
8. Adjudication. Apabila terdapat intervensi pihak ketiga yang
memiliki otoritas untuk mengintervensi persengketaan dan membuat
3
Muhammad Muspawi, MANAJEMEN KONFLIK (UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK DALAM
ORGANISASI), Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, Volume 16, Nomor 2, Juli,
hlm. 44.
4
Penyelesaian konflik. elearning.menlhk.go.id (diakses 1 maret 2023)
5
serta menerapkan keputusan yang diambil baik yang diharapkan
maupun tidak oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
5
Edi Hudiata,Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Cet. 1;Yogyakarta:UII Press
Yogyakarta,2015. Hal. 90
6
Rosita, ALternatif dalam Penyelesaian Sengketa (Litigasi dan Non Litigasi) Al – Bayyinah :
Journal of Islamic Law –ISSN : 1979-7486(p);2580-5088(e) Volume VI Number 2,pp.99-113 hal.
100
7
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Cet. I; Yogyakarta: Liberty, 1993), h.
177-182.
6
mempunyai kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan
eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan
8
Marwah M. Diah,Prinsip dan Bentuk –Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan. HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.5 NO.2 APRIL 2008 hal. 115
9
Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media,
Yogyakarta, 2008, hlm. 9.
7
1. Power Based merupakan pendekatan pengelolaan sengketa dengan
mendasarkan pada kekuatan atau kekuasaan untuk memaksa seseorang
untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Misalnya dengan
cara mengancam, menakut-nakuti, blokade, boikot dan sebagainya.
Pendekatan ini umumnya dilakukan apabila satu pihak memiliki posisi
dan akses yang lebih kuat dari pihak yang lain.
2. Right Based adalah pendekatan pengelolaan sengketa dengan
mendasarkan konsep hak (hukum), yaitu konsep benar dan salah
berdasarkan parameter yuridis melalui prosedur adjudikasi, baik di
pengadilan maupun arbitrase. Dengan demikian pencari keadilan yang
ingin menyelesaikan sengketanya harus terlebih dahulu mengajukan
perkaranya ke pengadilan yang berwenang atau melalui arbitrase.
Pendekatan seperti ini umumnya mengarah pada keadaan win-lose
solution, dimana ada pihak yang dimenangkan dan ada pula pihak
yang dikalahkan di sisi lainnya.
3. Interest Based merupakan pendekatan pengelolaan sengketa dengan
mendasarkan pada kepentingan atau kebutuhan pihak- pihak yang
bersengketa, bukan melihat pada posisi masing-masing. Solusi
diupayakan mencerminkan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa
secara mutual (win-win solution). Termasuk pendekatan interest based
diantaranya negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.
Ruang lingkup penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah seluas
ruang lingkup cara penyelesaian sengketa hukum kecuali hukum-hukum
yang bersifat memaksa dan hukum publik.
Adapun metode penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi
sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Penyelesaian sengketa melalui negosiasi
Negoisasi yaitu cara untuk mencari penyelesaian masalah
melalui musyawarah untuk mencapai kata sepakat secara langsung
antara pihak-pihak yang bersengketa yang hasilnya dapat diterima
8
oleh para pihak tersebut.10Negosiasi pada dasarnya ditempuh oleh
para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya
dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan bersama.Negosiasi dalam
sektor hukum berbeda dengan jenis negosiasi lainnya karena dalam
negosiasi hukum melibatkan lawyer atau penasihat hukum sebagai
wakil pihak yang bersengketa.Dalam negosiasi para pihak yang
bersengketa itu sendiri menetapkan konsensus (kesepakatan) dalam
penyelesaian sengketa antara mereka tersebut Peranan penasihat
hukum adalah hanya membantu pihak yang bersengketa menemukan
bentuk-bentuk kesepakatan yang menjadi tujuan pihak yang
bersengketa tersebut.Dalam hal ini Sudargo Gautama menyebutkan
bahwa negosiasi merupakan proses untuk mencapai kesepakatan
dengan pihak lain, yakni suatu proses interaksi dan komunikasi yang
dinamis dan beraneka ragam, dapat lembut dan bernuansa
sebagaimana manusia itu sendiri. Apabila para pihak dalam
menyelesaikan sengketa secara negosiasi mengalami jalan buntu atau
dengan kata lain tidak tercapai suatu kesepakatan atau persetujuan,
maka para pihak yang bersengketa dapat menempuh cara lain untuk
menyelesaikan sengketanya.
2. Penyelesaian sengketa melalui mediasi
Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 1999 mengemukakan
bahwa dalam hal sengketa atau beda pendapat antara para pihak yang
bersengketa tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis
para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan
seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang
mediator.11mediasi pada dasarnya merupakan cara dalam
menyelesaikan sengketa oleh para pihak, di mana para pihak dapat
menentukan atau menunjuk pihak ketiga untuk bertindak sebagai
penengah atau mediator. Mediator tersebut dapat negara, organisasi,
10
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Cet. I; Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 1.
11
Republik Indonesia, “UU”, op. cit., h. 165
9
atau individu.Kedudukan mediator dalam hal ini adalah berusaha
memberikan keseimbangan para pihak yang bersengketa sehingga
mereka dapat dipertemukan dalam suatu keadaan yang sama-sama
menguntungkan. Harus pula dipahami bahwa mediator dalam
menangani sengketa para pihak, tidak berada pada posisi yang dapat
memaksa salah satu pihak untuk menerima apa yang dikehendaki oleh
pihak lainnya.
3. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbitrare yang berarti kekuasaan
untuk menyelesaiakan sesuatu menurut kebijaksanaan.Jadi arbitrase
itu sebenarnya adalah lembaga peradilan oleh hakim partikelir/swasta
12
(particuliere rechtspraak).Pasal 1 UU Nomor 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan bahwa
arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa melalui hakim
arbiter. Arbiter yang harus selalu dalam jumlah yang ganjil,
merupakan pihak yang netral tidak memihak dan secara aktif serta
profesional memiliki kewenangan memutuskan dalam penyelesaian
sengketa
4. Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi
Konsiliasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa di
luar pengadilan antara para pihak yang bersengketa dengan
melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak.Konsiliator
dapat menyarankan syarat – syarat penyelesaian dan mendorong para
pihak untuk mencapai kesepakatan. Berbeda dengan negosiasi dan
medasi, dalam proses konsiliasi konsiliator mempunyai peran luas
yaitu dapat memberikan saran berkaitan dengan materi sengketa,
maupun terhadap hasil perundingan. Konsiliator dituntut untuk
12
Republik Indonesia, “UU”, op. cit., h. 162.
10
aktif. 13Undang-undang No. 30 tahun 1999 tidak memberikan
pengertian yang lengkap tentang konsiliasi, dan kata konsiliasi hanya
tedapat dalam ketentuan umum dan penjelasan umum dari Undang-
undang no. 30/1999 tersebut.
5. Penyelesaian sengketa melalui penilaian para ahli
UU 30/1999 tidak memberikan definisi14 mengenai penilaian
para ahli, menurut Hillary Astor dalam bukunya Dispute Resolution
inAustralia penilaian ahli adalah suatu proses yang menghasilkan
suatu pendapat objektif, independen, dan tidak memihak atas fakta –
fakta atau isu – isu yang dipersengketakan oleh seorang ahli yang
ditunjuk oleh para pihak yang besengketa. Dalam melakukan proses
ini dibutuhkan persetujuan dari para pihak untuk memberikan dan
mempresentasikan fakta dari pendapat dari para pihak kepada ahli.
Ahli tersebut kemudian akan melakukan penyelidikan dan pencarian
fakta guna mendapatkan informasi lebih lanjut dari para pihak dan
akan membuat keputusan sebagai ahli bukan arbiter.
13
Edi Hudiata,Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Cet. 1;Yogyakarta:UII Press
Yogyakarta,2015. Hal. 117
11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
13