PENDAHULUAN
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Sinar Grafika. Jakarta. 2008, hlm. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Islam adalah Muhammad Amin Ibnu Umar, yang terkenal dengan sebutan Ibnu
Abidin Addimasyqi. Dia adalah tokoh ulama dari aliran Hanafiyah yang
mempunyai banyak karya Ilmiah yang tersebar di Dunia Islam (1784-1836).
Menurut Syaikh Ibnu Abidin, tidak boleh (tidak halal) bagi si pedagang itu
mengambil uang pengganti dari barang-barangnya yang telah musnah, karena
yang demikian itu iltizamu ma lam yalzam "mewajibkan sesuatu yang tidak
lazim/wajib.". Dengan ungkapan inilah, sehingga Ibnu Abidin dianggap orang
pertama di kalangan fuqaha yang membaha masalah asuransi.
Kedua, pendapat Syekh Muhammad Bakhit Almuthi'ie, Mufti Mesir
(1854-1935).
Dalam kitabnya Risalah ahkam as-Sukurtah yang diterbitkan oleh
Jami'iyah al-Azhar Al-Ilmiyah, 1310 H. Syekh Bakhit mengungkapkan bahwa
dari sebagian ulama penduduk kota Slanik (Semenanjung Balkan) menyampaikan
kepadanya pertanyaan sekitar penempatan seorang muslim akan harta bendanya di
bawah penjaminan suatu perusahaan yang bernama Qumbaniyah as-Sukuriyah
dengan membayar sejumlah uang kepada perusahaan itu.
Artinya: "Bulan Haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut
dihormati, Berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu Barangsiapa yang
menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 194)
Perusahaan tidak melakukan ta'addy/itlaf atas harta orang tersebut.
Bahkan, harta benda itu musnah disebabkan takdir semata. Seandainya ada orang
yang merusakkannya, maka penjaminan itu harus dibebankan atas orang yang
berbuat melakukan tindakan melawan hukum atau melakukan perusahaan itu,
bukan kepada orang lain. Maka, dari jalan ini, penjaminan perusahaan itu tidak
tepat.
Ketiga, Syekh Muhammad al-Ghazali, ulama dan tokoh haraki dari Mesir.
Dalam kitabnya Al-Islam wal Munaahiji al-Isytiraakiyah (Islam dalam
Pokok-Pokok Ajaran Sosialisme) ia menyatakan bahwa asuransi itu mengandung
riba, karena beberapa hal:
1. Apabila waktu perjanjian telah habis, maka uang premi dikembalikan
kepada terjamin dengan disertai bunganya dan ini adalah riba
2. Ganti kerugian yang diberikan kepada terjamin pada waktu terjadinya
peristiwa yang disebutkan di dalam polis, juga tidak dapat diterima oleh
syara'
3. Maskapai asuransi dalam kebanyakan usahanya, menjalankan pekerjaan
riba (pinjaman berbunga, dan lain-lainnya)
4. Perusahaan asuransi di dalam usahanya mendekati pada usaha lotere, di
mana hanya sebagian kecil dari yang membutuhkan dapat mengambil
manfaat.
5. Asuransi dengan arti ini merupakan salah satu alat untuk berbuat dosa.
Keempat, Syekh Muhammad Yusuf al-Qaradhawi, Ulama dan Dai
terkemuka di dunia Islam saat ini, Guru Besar Universitas Qatar.
Al-Qaradhawi dalam kitabnya al-Halal wal Haram fil Islam (Halal dan
Haram Dalam Islam) mengatakan bahwa asuransi (konvensional) dalam praktik
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasional. Gema
Insani, Jakarta. 2004, hlm. 58-66
akhir penyetoran premi, maka ahli warisnya berhak menerima nilai asuransi,
sesuai yang tercantum dalam polis, dan ini halal menurut ukuran syara'.
Ketiga, Syekh Abdul Wahab Kholaf, Guru Besar Hukum Islam
Universitas Kairo.
Ia mengatakan bahwa asuransi itu boleh sebab termasuk akad mudharabah.
Akad mudharabah dalam syariat Islam ialah perjanjian persekutuan dalam
keuntungan, dengan modal yang diberikan oleh satu pihak dan dengan tenaga di
pihak yang lain. Demikian pula dalam asuransi, orang yang berkongsi (nasabah),
memberikan hartanya dengan jalan membayar premi, sementara dari pihak lain
(perusahaan asuransi) "memutarkan" harta tadi, sehingga dapat menghasilkan
keuntungna timbal balik, baik bagi para nasabah maupun bagi perusahaan, sesuai
dengan perjanjian mereka. Dalam hubungna ini, ada yang memandang bahwa
pembagian keuntungan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi dengan
menetapkan (bunga teknik) sebesar misalnya 3% atau 4% (di Indonesia biasanya
sekitar 7-9%) adalah mudharabah yang tidak sah.
Keempat, Prof. Dr. Muhammad Al-Bahi, Wakil Rektor Universitas alAzhar Mesir.
Dalam kitabnya Nidlomut Ta'min fi Hadighi Ahkamil Islam wa Dlarurotil
Mujtamil Mu'ashir, ia berpendapat bahwa asuransi itu hukumnya halal karena
beberapa sebab.
1. Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong menolong
2. Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan untuk mengembangkan harta
benda
C.
2.
3.
4.
5.
Al-'umra
6.
7.
8.
9.
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang
telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18)
2. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad
itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut
yang dikehendaki-Nya". (QS. Al-Maidah: 1)
3. Perintah Allah untuk saling bertanggung jawab
Dalam praktek asuransi syariah baik yang bersifat mutual maupun bukan,
pada prinsipnya para peserta bertujuan untuk saling bertanggung jawab.
Sementara itu, dalam Islam, memikul tanggung jawab dengan niat baik dan
ikhlas adalah suatu ibadah. Hal ini dapat kita lihat dalam hadits nabi berikut:
"Kedudukan persaudaraan orang yang beriman satu dengan yang lainnya
ibarat satu tubuh. Bila salah satu anggota tubuh sakit, maka akan dirasakan
sakitnya oleh seluruh anggota tubuh lainnya" (HR Bukhari dan Muslim)
10
Artinya: "Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."
(QS. Al-Maidah: 2)
5. Perintah Alalh untuk saling melindungi dalam keadaan susah
Artinya: "Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan
lapar
dan
mengamankan
mereka
dari
11
12
13
BAB III
KESIMPULAN
14
Indonesia dan berperan besar dalam proses pendirian BMI dan Asuransi
Takaful, bank dan asuransi syariah pertama di Indonesia.
10. Pandangan-Pandangan ulama yang dituangkan dalam pendapat lembaga
Internasional maupun nasional, muktamar atau fatwa oleh majelis, majma',
dan atau ormas Islam.
Kemudian diantara para ulama yang mengatakan bahwa asuransi itu halal,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Syekh Abdur Rahman Isa
2. Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Universitas Kairo).
3. Syekh Abdul Wahab Kholaf, Guru Besar Hukum Islam Universitas Kairo.
4. Prof. Dr. Muhammad Al-Bahi, Wakil Rektor Universitas al-Azhar Mesir.
5. Ustadz Bahjah Ahmad Hilmi, Penasehat Pengadilan Tinggi Mesir.
6. Syaikh Muhammad Dasuki
7. Dr. Muhammad Najatullah Shiddiq, berkebangsaan India, Pengajar
Universitas King Abdul Aziz
8. Syaikh Muhammad Ahmad, MA, LLB, Sarjana dna Pakar Ekonomi
Pakistan.
9. Syaikh Muhammad al-Madni, seorang ulama yang cukup dikenal di alAzhar Kairo.
10. Prof. Mustofa Ahmad az-Zarqa, Guru Besar Universitas Syiria, cukup
produktif dalam menulis seputar ekonomi Islam.
15
DAFTAR PUSTAKA
16