Anda di halaman 1dari 23

Penyelesaian sengketa pada

peradilan tata usaha negara (TUN)


MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi


Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara
Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Konsentrasi Hukum Kesehatan
Dosen Dr. Efik Yusdiansyah, S.H., M.H.

Oleh :

Ary Kesuma Wardhani

NPM : 20040017055

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2018
ABSTRAKSI

HTUN atau Hukum Tata Usaha Negara adalah peraturan yang mengatur tentang

adminstrasi negara. Hukum Tata Usaha negara tersebut lebih sering disebut HTUN.

Nantinya dakam kerjanya HTUN akan melahirkan keputusan TUN (KTUN), yang

seringkali KTUN ini disengketakan oleh seseorang atau badan hukum perdata yang

merasa dirugikan. Sebelum adanya peradilan TUN, sengketa TUN ini akan diselesaikan

secara umum oleh peradilan negri. Yang dalam banyak hal hasilnya kurang memuaskan,

karena perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan dengan pejabat atau badan tata

usaha negara timbul di bidang khusus yaitu administrasi yang tidak dapat disamakan

dengan perselisihan perdata yang diadili oleh pengadilan umum. Sehingga pada tahun

1970, dalam UU No. 14 Pasal 10 ditentukan bahwa terdapat 4 lingkungan peradilan, dan

peradilan tata usaha negara telah termasuk di dalam undang-undang tersebut. Dalam

Peradilan Tata Usaha Negara juga terdapat ciri-ciri yang membedakan dengan peradilan

lainnya, yaitu pada pihak-ihak yang bersengketa. Dimana tergugat selalu adalah badan

atau pejabat tata usaha negara, sedangkan penggugat selalu orang atau individu atau

badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat eluarnya keputusan

tata usaha negara. Hal ini juga tercantum dalam Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009.

Karena peradilan HTUN tidak sama dengan peradilan umum, maka terdapat

perbedaan diantara keduanya, juga dalam hal penyelesaian sengketa. Dalam peradilan

tata usaha negara, terdapat dua cara penyelesaian sengketa TUN, yang pertama melalui

upaya administrasi, yang masih terbagi menjadi dua cara yaitu banding adminitstrasi dan

keberatan. Kemudian upaya peradilam. Upaya peradilan dapat digunakan jika prosedur

upaya administrasi telah dilakukan, dengan menghasilkan hasil yang kurang memuaskan.

2
BAB I

PENDAHULUAN

Sengketa dalam Tata Usaha Negara merupakan perselisihan yang terjadi antara

seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara akibat

dikeluarkannya keputusan tata usaha negara yang dirasa telah merugikannya.

Jadi objek dari Sengketa Tata Usaha Negara adalah keputusan TUN. Adapun yang

dimaksud dengan keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh

badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,

individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum

perdata.

Sengketa tata usaha negara tidak bisa diselesikan oleh peradilan negri atau peradilan

umum, karena perbedaan bidang yang ditangani. Sehingga, sengketa tata usaha negara

tersbut harus diselesaikan melalui peradilan TUN, yang memiliki dua cara penyelesaian.

Yang pertama melalui upaya admintrasi dan yang kedua melalui peradilan TUN.

3
LATAR BELAKANG MASALAH

Sebagai mahasiswa Ilmu Pemerintahan, sudah menjadi kewajiban kita untuk

mengetahui dan mempelajari tentang hukum tata usaha negara atau administrasi negara

yang pada perjalanan Hukum Tata Usaha Negara ini menimbulkan perselisihan atau

sengketa TUN. Sengketa TUN berbeda dengan sengketa perdata lainnya, sehingga

memiliki cara penyelesaian yang berbeda.

Sengketa TUN sendiri, memiliki obyek yang pasti yaitu KTUN. Tidak setiap

sengketa TUN harus diselesaikan melalui upaya peradilan, namun ada juga yang dapat

diseleseiakan melalui upaya administrasi baik dengan banding adminitrasi ataupun

memalui keberatan.

Maka dari itu perlulah bagi kita untuk mempelajari dan memahami cara atau jalur

untuk menyelesaikan sengketa TUN yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam makalah ini

mengenai HTUN, penyebab sengketa TUN, pihak-pihak yang bersengketa dan cara

penyelesaiannya.

PERMASALAHAN

1. Apa pengertian sengketa tata usaha negara?

2. Bagaimana kedudukan pihak-pihak yang bersengketa dalam sengketa tata usaha

negara?

3. Bagaiamana jalur penyelesaian sengketa tata usaha negara?

4. Apa contoh kasus sengketa tata usaha negara dan bagaimana cara penyelesaian

sengketa tersebut?

4
PEMBAHASAN

 Pengertian sengketa tata usaha negara

Seperti yang telah dijelaskan oleh makalah kelompok lain bahwa tata usaha negara

adalah admintrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan

pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa hukum tata

usaha negara adalah seperangkat aturan yang mengatur tentang keadministrasian negara.

Namun, dalam pengaplikasiannya sering terjadi sengketa dalam urusan tata usaha

negara tersebut. Sehingga terlahirnya istilah sengketa tata usaha negara yang kemudian

biasa disebut sengketa TUN. Menurut soemitro (1997:6),

Menjelaskan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang

timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum

perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara1, baik di pusat

maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha

negara2.

Perlu juga diketahui bahwa suatu KTUN diakatan sah jika terdapat unsur-unsur

sebagai berikut :

 Suatu penetapan tertulis,

 Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara,

 Berisi tindakan hukum tata usaha negara,

 Bersifat konkret,

 Individual, dan

1 Badan atau pejabat Tata Usaha Negara adalah badan (instasi, lembaga) negara atau pejabat negara yang
melaksanakan urusan pemerintahan eksekutif berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2 Keputusan Tata Usaha Negara, adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan (negara) atau oleh

pejabat Tata Usaha Negara (pegawai yang menjabat fungsi negara tertentu) yang berisi suatu tindakan hukum (rechts
handeling) dari Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat
konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum (menimbulkan hak dan kewajiban kepada orang lain
bersifat individual) bagi seseorang atau bagi suatau badan hukum perdata tertentu. (soemitro, 1997:7)

5
 Final,

 Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Tolak ukur sengketa tata usaha negara, terbagi menjadi dua yaitu tolak ukur pada

subyek dan tolak ukur pangkal sengketa. Tolak ukur subyek berkenaan pada siapa saja

pihak- pihak yang yang bersengketa di bidang administrasi negara atau tata usaha negara.

Sedangkan, tolak ukur pangkal sengketa, adalah sengketa administrasi yang diakibatkan

oleh ketetapan sebagai hasil perbuatan administrasi negara.

Sengketa tata usaha negara, yang kemudian disebut sengketa adminitrasi dibedakan

menjadi dua, sengketa intern dan sengketa ekstern. Sengketa intern, adalah sengketa

adminitrasi negara yang terjadi di dalam satu lingkungan administrasi itu sendiri, baik

yang terjadi dalam satu departemen atau yang terjadi antar departemen yang masih

berada dalam satu lingkungan adminitrasi.

Sengketa esktern atau sengketa antara administrasi negara dengan rakyat adalah

perkara administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi negara dengan

rakyat sebagai subjek yang berperkara ditimbulkan oleh unsur dari unsure peradilan

administrasi murni yang mensyaratkan adanya minimal dua pihak dan sekurang-

kurangnya salah satu pihak harus administrasi negara, yang mencakup administrasi

negara di tingkat daerah maupun administrasi negara pusat yag ada di daerah.

 Kedudukan pihak-pihak yang bersengketa dalam sengketa tata usaha

negara

Berdasarkan pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang

perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1986 tentang peradilan tata

usaha negara menyatakan bahwa : tergugat adalah pejabat tata usaha negara yang

6
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang

dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum.

Dari ketentuan pasal diatas, dapat diketahui bahwa tergugat adalah pejabat tata

usaha negara yang mengeluarkan keputusan, dan seseorang atau badan hukum yang

merasa dirugikan menjadi penggugat.

Lebih jelas bahwa pihak tergugat adalah selalu badan atau jabatan TUN yang

mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang

dilimpahkan kepadanya. Wewenang tersebut menunjukkan ketentuan hukum yang

dijadikan dasar untuk mengeluarkan KTUN, yang nantinya disengketakan.

Wewenang tersebut dapat diperoleh melalui tiga mekanisme, yaitu secara atributif3,

delegasi, dan mandat.

Dan manakala badan atau pejatan TUN mengeluarkan KTUN berdasarkan wewenang

atributif, yang kemudian KTUN tersebut disengketa, maka pihak yang menjadi tergugat

adalah badan atau pejabat TUN yang disebut pada peraturan dasarnya yang telah

memperoleh wewenang pemrintahan secara atributif.

Selain itu, adalakanya wewenang atributif tersebut didelegasikan. Sehingga jika

suatu KTUN yang dikeluarkan oleh pihak yang mendapat delegasi tersebut nantinya

disengketakan, maka yang menjadi pihak tergugat adalah badan atau jabatan terakhir

yang telah menerima wewenang secara delegasi dan mengeluarkan KTUN tersebut.

Yang ketiga, perolehan wewenang atas dasar pemberian mandat. Hal ini berbeda

dengan pemberian wewenang secara delegasi, dalah pelimpahan wewenang secara

mandat, tidak akan ada berubahan secara hirarkis maupun pemilikan dan tanggung jawab

wewenang yang diatur dalam dalam eraturan dasarnya antara mandans4 dengan

3 Adalah suatu wewenang yang diperoleh dari suatu peraturan dasar. (harahap, 1997:72)
4 badan atau jabatan TUN yang melimpahkan mandat (harahap, 1997:73)

7
mandataris5. Kemudian, apabila mandataris mengeluarkan KTUN yang nantinya

disengketa maka yang menjadi tergugat adalah mandans, bukan mandataris. Karena

mandataris merupakan kepanjangan lidah dari mandans.

Penggugat adalah orang atau badan hukum perdata yang dirugikan akibat

dikeluarkannya KTUN. Penggugat dapat dilkasifikasikan kedalam tiga kelompok.

Kelompok pertama, adalah orang-orang atau badan hukum perdata sebagai alamat yang

dituju oleh suatu KTUN. Dalam hal ini, penggugat akan secara langsung terkena

kepentingannya oleh keluarnya KTUN yang memang dialamatkan kepadanya. Karena itu

jelas ia dapat melayangkan gugatana kepada pejabat atau badan hukum yang telah

mengeluarkan KTUN tersebut. Contohnya adalah KTUN yang berisi tentang pencabutan

izin usaha.

Kelompok kedua adalah orang-orang atau badan huku perdata sebagai pihak ketiga

yang berkepentingan meliputi:

 Individu-individu pihak ketiga yang berkepentingan. Kelompok ini merasa

terkena kepentingannya secara tidak langsung akibat dikeluarkannya KTUN

yang dialamat kepada oarang lain. Misalnya pembangunan tempat usaha yang

merugikan masyarakat sekitar.

 Organisasi-organisasi kemasyarakatan, sebagai pihak ketiga dapat merasa

berkepentingan, karena keluaranya suatu KTUN itu dianggap bertentangan

dengan tujuan-tujuan yang mereka perjuangkan sesuai dengan anggaran

dasarnya. Misalnya izin pembukaan lahan hijau untuk perumahan yang

bertolah belakang dengan tujuan dari organisasi pencinta alam.

5 Badan atau jabatan TUN yang menerima tugas mandat (harahap, 1997:74)

8
Kelompok yang terakhir adalah badan atau jabatan TUN yang lain, namun uu PTUN

tidak memberi hak kepada badan atau pejabat TUN untuk menjadi penggugat atau

mengajukan gugatan.

Syarat minimal untuk mengajukan suatu gugatan di pengadila TUN adalah adanya

kepentingan. Dalam kaitannya dengan dengan HTUN, ada dua pengertian6 mengenai

kepentingan yaitu:

1. Menunjukkan kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum, kepentingan ini

dapat dilihat dari adanya hubungan antara orang atau badan hukum perdata yang

bersangkutan disatu pihak dengan KTUN yang bersangkutan di lain pihak.

Kepentingan ini didapat dikelompokkan ke dalam:

a. Kepentingan dalam kaitannya yang berhak menggugat, apabila

kepentingan itu jelas:

- Kepentingan itu ada hubungannya dengan penggugat sendiri’

- Kepentingan itu harus bersifat pribadi;

- Kepentingan itu harus bersifat langsung’

- Kepentingan itu secara obyektif dapat ditentukan, baik mengenai

luas maupun intensitasnya.

b. Kepentingan dalam hubungannya dengan KTUN yang bersangkutan.

Tiap KTUN yang telah dikeluarkan itu sebenarnya merupakan suatu

proses rangkain keluarnya berbagai macam keputusan (katakanlah

keputusan-keputusan persiapan yang dibuat oleh staf). Dari

keseluruhan rangkaian proses keputusan-keputusan itu tentu ada satu

keputusan pokok yang dimaksudkan untuk dapat menimbulkan suatu

6
Harahap ,75

9
akibat hukum. Keputusan inilah yabg diberi suatu klasifikasi dan yang

mempunyai arti untuk digugat.

2. Kepentingan proses, artinya apa yang hendak dicapai dengan melakukan suatu

roses gugatan yang bersangkutan point d’interet point d’action (bila ada

kepentingan, maka disitu baru boleh diproses). Berproses yang tidak ada

tujuannya harus dihindarkan, sebab tidak bermanfaat bagi kepentingan umum

 Jalur penyelesaian sengketa TUN

Pada dasarnya, penyelesaian sengketa tata usaha negara memiliki dua cara. Yitu cara

yang pertama melalui upaya administrasi yang kedua melalui upaya peradilan.

Dalam pasal 48 undang-undang no. 5 tahun 1986 tentang peradilan TUN

menyebutkan:

(1) Dalam suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau

berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara

administratif sengketa tata usaha megara tertentu, maka sengketa tata usaha

negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administrasi yang tersedia.

(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa

tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya

administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Dari pasal tersebut dapat digambarkan penyelesaian sengketa tata usaha begara

sebagai berikut.

10
Upaya peradilan

Penyelesaian sengketa tata


usaha negara
Banding admintrasi
Upaya administratif
keberatan

Dari gambaran diatas, dapat dijelaskan terdapat dua cara penyelesaian sengketa

TUN, yaitu :

1. Secara langsung yaitu melalui pengadilan

2. Secara tidak langsung yaitu melalui upaya administratif

Mengenai hak gugat yang dimiliki orang atau badan hukum perdata diatur dalam

pasal 53 ayat (1) undang-undang nomor 09 tahun 2004 yang menentukan bahwa : “orang

atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan

tata usaha negara, dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang

berwenang, yang berisi TUNtutan agar keputusan tata usaha negara yang disengketakan

itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai TUNtutan ganti rugi dan /

atau rehabilitasi.

 Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan digunakan terhadap gugatan dengan

objeknya berupa Keputusan Tata Usaha Negara yang dalam peraturan dasarnya tidak

mengisyaratkan adanya penyelesaian sengketa melalui upaya administratif terlebih

dahulu, maka dapat digunakan prosedur gugatan langsung ke pengadilan tata usaha

negara. Dalam hal digunakan upaya peradilan, maka segi penilaian hakim terhadap

keputusan TUN didasarkan aspek rechtmatigheid (aspek legalitasnya) saja.

11
Tahapan menggugat melalui peradilan tata usaha negara diawali pada saat

penggugat berniat memasukkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Akan ada tiga

tahap pemeriksaan pendahuluan atau tahap pra pemeriksaan persidangan yang semuanya

saling berkaitan yang harus dilalui, yaitu pemeriksaan administratif oleh kepaniteraan,

rapat permusyawaratan (prosedur dismisal), dan pemeriksaan persiapan dengan

spesifikasi kewenangan dan prosedur untuk masing-masing tahap tersebut berbeda-beda

Tergugat juga diberi kesempatan untuk memperbaik gugatannya agar nantinya

gugatan tersebut dapat diterima, seperti yang tercantum dalam Pasal 63 Ayat 3 UU No. 5

Tahun 1986. Tenggang waktu 30 hari tersebut tidak bersifat memaksa maka hakim tentu

akan berlaku bijaksana dengan tidak begitu saja menyatakan bahwa gugatan penggugat

tidak dapat diterima kalau penggugat baru satu kali diberi kesempatan untuk

memperbaiki gugatannya.

Dalam pemeriksaan persidangan dapat dilakukan dengan acara biasa dan acara cepat

(Pasal 98 dan 99 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004). Dalam pemeriksaan

dengan acara biasa, pengadilan memeriksa dan memutus sengketa TUN dengan tiga

orang hakim, sedangkan dengan acara cepat dengan hakim Tunggal. Apabila majelis

hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau

keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum, namun putusan

tetap diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.

Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian

pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti

berdasarkan keyakinan hakim. Pasal 107 UU No.5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun 2004

mengatur ketentuan dalam rangka usaha menemukan kebenaran materil. Dalam hal

pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk

mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.

12
Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka hakim ketua sidang

menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada majelis hakim

bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna

putusan sengketa tersebut.

Putusan dalam sidang harus diucapkan terbuka, untuk menghindari putusan

pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Berdasarkan Pasal 97 Ayat

7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, isi putusan TUN dapat berupa :

a. Gugatan ditolak

b. Gugatan dikabulkan

c. Gugatan tidak dapat diterima

d. Gugatan gugur

Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan

kewajiban yang harus dilakukan oleh badan atau pejabat TUN. Kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam pasal 97 ayat (8) dapat disertai pembebanan ganti rugi berupa :

a. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan atau

b. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan dan penerbitan keputusan TUN

yang baru; atau

c. Penerbitan keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3 ayat (10).

Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dapat disertai pembebanan

ganti rugi. Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8)

menyangkut kepegawaian, maka disamping kewajiban sebagaimana dimaksud

dalam (9) dan ayat (10) dapat disertai pemberian rehabilitasi.

Bagi pihak yang tidak sependapat dengan putusan PTUN dapat mengajukan upaya

hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) dalam tenggang

waktu 14 hari setelah putusan PTUN diberitahukan secara sah. Mengenai pencabutan

13
kembali suatu permohonan banding dapat dilakukan setiap saat sebelum sengketa yang

dimohonkan banding itu diputus oleh pengadilan tinggi TUN. Terhadap putusan

pengadilan tingkat banding dapat dilakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung

RI. Pemeriksaan ditingkat kasasi diatur dalam pasal 131 UU PERATUN, yang

menyebutkan bahwa pemeriksaan tingkat terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Sementara itu

apabila masih ada diantara para pihak masih belum puas terhadap putusan hakim

mahkamah agung pada tingkat kasasi, maka dapat ditempuh upaya hukum luar biasa

yaitu peninjauan kembali ke Mahkamah Agung RI.

Mengenai mekanisme atau prosedur eksekusi ini diatur dalam pasal 116 s/d 119 UU

PERATUN. Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, dengan lahirnya

UU No. 9 tahun 2004, putusan PERATUN telah mempunyai kekuatan eksekutabel. Hal

ini dikarenakan adanya sanksi berupa dwangsom dan sanksi administratif serta publikasi

terhadap badan atau pejabat TUN (tergugat) yang tidak mau melaksanakan putusan

PERATUN.

 Penyelesaian sengketa melalui upaya administratif

Upaya administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor

9 Tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan bagian dari suatu sistem peradilan

administrasi, karena upaya administratif merupakan kombinasi atau komponen khusus

yang berkenaan dengan PTUN, yang sama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan

memelihara keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan perseorangan

dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum, sehingga tercipta hubungan

rukun antara pemerintah dan rakyat dalam merealisasikan masyarakat adil dan makmur

berdasarkan pancasila dan uud 1945.

14
Upaya administratif tersebut adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh

seorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap keputusan TUN yang

dilaksanakan di lingkunagan pemerintahan itu sendiri. Upaya administraif sebagaimana

diatur dalam undang-undang nomor 05 tahun 1986 terdiri atas dua macam prosedur :

A. Banding administratif

Adalah penyelesaian sengketa TUN secara administratif yang dilakukan oleh

instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan.

Banding administratif dilakukan dengan prosedur pengajuan surat banding administratif

yang ditujukan pada atasan pejabat atau instansi lain dan badan/pejabat tata usaha negara

yang mengeluarkan keputusan yang berwenang memeriksa ulang KTUN yang

disengketakan (SEMA No.2 Tahun 1991 tanggal 9 juli 1991). Dilihat dari penjelasan

pasal 48 UU PTUN, terdapat dua kategori lembaga/instansi yang berwenang untuk

menangani adanya banding administratif yaitu:

1. Instansi atasan dari pejabat yang mengeluarkan KTUN dan

2. Instansi lain yang berwenang.

Instansi atasan tersebut menunjukkan adanya hubunan heirarkhis baik secara

struktural ataupun koordinatif, sedangkan instansi lain menunjukkan tidak adanya

hubungan hirarki antara pembuat KTUN dengan instansi lain tersebut. Sebagai contoh

banding administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan, misalnya keputusan bupati –

banding administratifnya ke gubernur, keputusan menteri (terhadap kewenangan yang

telah didelegasikan) – banding administrasinya ke presiden. Sedangkan contoh banding

administrasi yang dilakukan pada instansi lain yang berwenang, misalnya seorang

pegawai negeri sipil yang dipecat oleh pejabat pembina kepegawaian karena melanggar

PP Nomor 30 Tahun 1980, dapat mengajukan banding administrasi kepada badan

pertimbangan kepegawaian.

15
B. Keberatan

Adalah penyelesaian sengketa TUN secara administratif yang dilakukan sendiri oleh

badan / pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan itu. Keberatan dilakukan dengan

prosedur pengajuan surat keberatan yang ditujukan kepada badan atau pejabat TUN yang

mengeluarkan keputuan tersebut.

Kriteria untuk membedakan penyelesaian adalah ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya KTUN atau tolok ukur yuridis

formal. Dari hal itu dapat diketahui, apakah dapat digunakan atau tidak upaya

administratif. Kriteria tersebut di atas dapat dilihat dengan mengkaitkan substansi

ketentuan Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004) dengan Pasal 48 UU Nomor 05

Tahun 1986. Pasal 48 dapat digunakan sebagai tolok ukur yuridis manakala terjadi

sengketa tata usaha negara yang menentukan efektivitas gugatan. Sebab, Pasal 48 Ayat

(2) menegaskan bahwa upaya administratif yang disediakan oleh pasal 48 merupakan

syarat imperatif yang wajib dilalui jika peraturan dasar dan KTUN tersebut

mengharuskan dilakukannya upaya administratif. Jadi jika dikaitkan dengan obyek

sengketa TUN, perlu dilakukan atau tidaknya upaya administratif harus dilihat pada

konsideran yuridis KTUN.

Sebelum menggunakan ketentuan pasal 53 ayat 1 untuk menempuh prosedur

gugatan di PTUN terlebih dahulu harus dilihat ketentuan pasal 48 ayat 1 yang

menyatakan bahwa dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi

wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan

secara administratif sengketa TUN tertentu, maka sengketa TUN tersebut harus

diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia. Pasal 48 (1) itu dapat

diinterpretasikan :

16
- tidak setiap keputusan tata usaha negara dapat langsung diselesaikan di pengadilan

tata usaha negara;

- kewenangan bagi badan atau pejabat TUN untuk menyelesaikan secara administratif

sengketa TUN tertentu meliputi dua hal :

a. Wewenang itu sifatnya diberikan kepada badan atau pejabat TUN sesuai

dengan lingkup tugas badan atau pejabat TUN oleh peraturan perundang-

undangan (jadi wewenang itu baru diperoleh badan atau pejabat TUN setelah

secara formal diberikan oleh peraturan perundang-undangan).

b. Wewenang itu memang sudah ada pada badan atau pejabat TUN berdasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga penggunaan

wewenang itu hanya tinggal melihat pada peraturan perundang-undangan yang

mengatur masalah tersebut.

- penyelesaian sengketa TUN oleh badan atau pejabat TUN adalah penyelesaian

sengketa secara administratif sehingga penilaian dilakukan dengan memperhatikan

aspek doelmatiegheid dan rechtsmatigheid (aspek hukum dan kebijaksanaannya) atas

KTUN tersebut.

- penyelesaian melalui upaya administratif yang tersedia merupakan ketentuan yang

bersifat imperatif, wajib harus dilakukan sebelum menggunakan upaya melalui Pasal

53. Hal itu berkaitan dengan pasal 48 ayat 2 yang menegaskan bahwa pengadilan baru

berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaiakan sengketa TUN sebagaimana

dimaksud dalam ayat 1 jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah

digunakan. Apabila seluruh prosedur dan kesempatan tersebut pada penjelasan ayat 1

telah ditempuh dan pihak yang bersangkutan masih tetap belum merasa puas, barulah

persoalannya dapat digugat dan diajukan ke pengadilan (penjelasan pasal 48 ayat 2).

17
Undang-undang menentukan bahwa atas suatu keputusan tata usaha negara yang

tersedia prosedur upaya administratif, maka upaya administratif tersebut harus

dijalankan terlebih dahulu. Bila hasil upaya dirasa kurang memuaskan barulah

diajukan gugatan tata usaha negara, langsung ke pengadilan tinggi tata usaha negara

sebagai peradilan tingkat pertama, tanpa melalui peradilan tata usaha negara.

 Contoh kasus

Gugatan terhadap Keputusan Presiden Nomor 71/M Tahun 2000.

Keputusan presiden Nomor 71/M Tahun 2000 yang memberhentikan Parni Hadi dari

jabatannya selaku Pimpinan Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA (LKBN

ANTARA) dan menggantiannya dengan Mohammad Sobary telah mendatangkan

sejumlah kontroversi, sebagaimana diketahui bahwa Parni Hadi melalui kuasa hukumnya

telah menggugat Keppres tersebut ke PTUN.

Jika dicermati Keppres tersebut telah memenuhi persyaratan sebagai keputusan

TUN, karena sangat jelas bahwa badan atau pejabat yang mengeluarkannya adalah

presiden RI. Begitu juga mengenai isi Keppres dan kepada siapa Keppres tersebut

ditujukan sudah sangat jelas yakni pemecatan/pemberhentian Parni Hadi sebagai

Pimpinan Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA dan sekaligus mengangkat

Mohammad Sobary sebagai penggantinya.

Keputusan presiden tersebut berisi tentang tindakan hukum TUN, bersifat konkret

karena keputusan presiden tersebut mengenai pemberhentian Parni Hadi sebagai

Pimpinan LKBN ANTARA. Bersifat individual, jelas keputusan presiden tersebut tidak

ditunukkan untuk umum, tetapi ditujukan kepada Parni Hadi dan Mohammad Sobary

yang alamatnya sudah sangat jelas. Bersifat final, keputusan presdien tersebut untuk

berlakunya tidak memerlukan persetujuan siapapun. Kemudian keputusan tersebut

18
menimbulkan kerugian bagi Parni, jadi dapat dikulifikasikan keputusan presiden nomor

71/M Tahun 2000 termasuk KTUN.

Namun, dalam keputusan presiden tersebut tidak tercantum secara jelas alasan-

alasan mengapa Parni Hadi diberhentikan, dan dia juga tidak diberikan kesempatan untuk

membela diri, sehingga muncullah pemikiran baru jika keputusan presiden ini dibuat

secara subyektif, karena alasan seperti pelanggaran atau kesalahan Parni Hadi tidak

disebutkan.

Dalam surat surat gugatan Parni Hadi ke PTUN yang dibuat oleh kuasa hukumnya,

terdapat dua alasan utama yang dijadikan argumentasi bahwa presiden tidak memiliki

wewenang mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 71/M Tahun 2000. Yang pertama

alasan bahwa berdasarkan Akte Notaris No. 52 tanggal 20 Mei 1953 status LKBN

ANTARA adalah badan hukum swasta, namun alasan ini dapat langsung dipatahkan

dengan Keputusan Presiden No. 307 Tahun 1962, yang menjelaskan bahwa Yayasan

Kantor Berita Nasional telah dirubah menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional

(ANTARA). Begitu juga dengan alasan kedua yang dapat diperdebatkan, bahwa Keppres

ini tidak bertentangan dengan UU No.40/1990, karena keduanya mengatur hal yang

berbeda.

Namun, KTUN ini pada akhirnya dinyatakan cacat prosedur sehingga

menjadikannya tidak sah. Karena seharusnya, sebelum KTUN yang dimaksud

dikeluarkan hendaknya diperhatikan tentang pemberian kesempatan kepada orang atau

badan hukum perdata yang dituju untuk membela diri sebelum KTUN tersebut

dikeluarkan, hal ini juga bertujuan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam

mewujudkan good governance. Keppres tersebut juga melanggar Pasal 53 ayat 2 huruf a

UUPTUN, yang mana pada akhirnya Keppres ini bertentangan dengan ketentuan-

ketentuan dalam atauran perundang-undangan yang bersifat prosedural formal, seperti:

19
sebelum keputusan pemberhentian dikeluarkan harusnya pegawai yang bersangkutan

mendapat kesempatan untuk membela diri.

20
PENUTUPAN

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha

negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha

negara, baik di pusat maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha

negara. Sengketa Tata Usaha Negara terbagi menjadi dua yaitu, sengketa intern dan

sengketa ekstern.

Penggugat adalah orang atau badan hukum perdata yang dirugikan akibat

dikeluarkannya KTUN. Pihak tergugat adalah selalu badan atau jabatan TUN yang

mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang

dilimpahkan kepadanya.

Terdapat dua cara penyelesaian sengketa TUN, yaitu :

1. Secara langsung yaitu melalui pengadilan

2. Secara tidak langsung yaitu melalui upaya administratif, terbagi menjadi dua

cara yaitu banding administrasi dan keberatan.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan digunakan terhadap gugatan dengan

objeknya berupa Keputusan Tata Usaha Negara yang dalam peraturan dasarnya tidak

mengisyaratkan adanya penyelesaian sengketa melalui upaya administratif terlebih

dahulu. Sedangkan Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh

seorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap keputusan TUN yang

dilaksanakan di lingkunagan pemerintahan itu sendiri.

Banding administrasi adalah penyelesaian sengketa TUN secara administratif yang

dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang

bersangkutan. Sedangkan penyelesaian sengketa TUN secara keberatan adalah

penyelesaian sengketa TUN secara administratif yang dilakukan sendiri oleh badan /

pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan itu.

21
Dengan mengetahui proses penyelesaian sengketa administrasi maka kita

memperoleh pengetahuan dan dapat menjelaskan dengan tepat kapan suatu sengketa

dapat diselesaikan melalui jalur pengadilan, dan kapan suatu penyelesaian sengketa Tata

Usaha Negara melalui upaya administratif terlebih dahulu.

SARAN

Seharusnya setiap KTUN yang dikeluarkan dapat dipertanggung jawabkan, karena

setiap KTUN akan selalu ada akibat hukum yang ditimbulkan dan akan ada pihak yang

dirugikan. Sehingga UU PTUN semestinya mampu melindungi pihak penggugat dari

tindak kesewenang-wenangan pejabat atau badan TUN.

Dan juga seharusnya ada pensederhanaan prosedur, karena prosedur yang diterapkan

saat ini terlalu berbelit-belit. kita tahu bahwa terdapat tenggang waktu untuk mengajukan

gugatan, jika prosedur yang ditreapkan serumit ini, maka waktu hanya akan terbuang

pada proses adminitrasi masuknya gugatan saja.

DAFTAR PUSTAKA

Soetami, A. Siti. 2001. HUKUM ACARA PERADILAN TATAU SAHA NEGARA.

Bandung: Refika.

Harahap, Zairin. 1997. HUKUM ACARA PERADILAN TATAU SAHA NEGARA.

Yogyakarta: Rajawali Pers.

22
Soemitro, Rochmat. 1987. PERADILAN TATAU SAHA NEGARA. Bandung: Refika

Aditama.

. 2013. Proses Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara. (online),

(http://www.lawandbeauty.blogspot.com/2013/07/proses-penyelesaian-sengketa-

tata-usaha.html, diakses pada 9 April 2018.

23

Anda mungkin juga menyukai