HAPTUN sebagi pelaksana Pasal 12 UU No. 14 Tahun 1970 diatur bersama hukum
materialnya, yang selanjutnya dirubah dengan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Prosedur berperkara diatur tersendiri dalam bentuk UU/Peraturan lainnya, yaitu UU
No. 5/1986 tentang PTUN, UU No.9/2004 tentang PTUN, UU No. 51/2009 tentang PTUN.
Sengketa Tata Usaha Negara dikenal dengan dua macam cara antara lain:
a. Melalui Upaya Administrasi yaitu suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan
masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak
puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau
pemerintah sendiri. Bentuk upaya administrasi :
- Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan
atau instansi lain dari yang mengeluarkan Keputusan yang bersangkutan.
- Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan itu.
b. Melalui Gugatan. Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada
kewajiban untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya
Administrasi, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Badan atau pejabat TUN yaitu Badan atau pejabat yang melaksanakan
urusan pemerintahan (bersifat eksekutif) berdasarkan peraturan yang berlaku. Badan atau Pejabat
TUN dalam menjalankan fungsinya mempunyai kewenangan berdasarkan ketentuan per-uu-an
baik secara langsung (atribusi) maupun pelimpahan (delegasi) serta mandat dan kebebasan
bertindak. Dalam menjalankan tugasnya, tidak jarang terjadi bahwa tindakan badan atau Pejabat
TUN melanggar batas, sehingga menimbulkan kerugian bagi yg terkena.
Suatu keputusan tata usaha negara yang dapat digugat melalui peradilan TUN :
- Keputusan TUN yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan keputusan tun telah menggunakan wewenangnya untuk
tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut.
- Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan TUN setelah
mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu.
Tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara menurut keterangan pemerintah pada
saat pembahasan RUU PTUN adalah:
1. memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu
2. memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan
bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut.
Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik
yang timbul antara pemerintah (Badan/Pejabat TUN) dengan rakyat (orang perorang/badan
hukum perdata). Konflik disini adalah sengketa tata usaha negara akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara.
Objek sengketa dalam PTUN adalah keputusan tertulis pejabat administrasi negara
(beschikking). Seperti diketahui, seorang pejabat administrasi negara mempunyai kewenangan
melakukan freis ermessen berdasarkan kewenangan yang dimilikinya. Dalam hal ini karena
pejabat administrasi mempunyai kewenangan, maka tidak tertutup kemungkinan ia akan
melakukan sesuatu yang merugikan sasaran keputusan tertulisnya. Untuk mengontrol hal itulah,
maka PTUN dibentuk, yaitu sebagai sarana bagi masyarakat untuk melindungi kepentingan
individunya dari kekuasaan pemerintah.
Setiap keputusan TUN (KTUN) dapat digugat oleh individu/badan hukum perdata, yang
terkena dampak langsung dari KTUN tersebut. Gugatan tersebut dapat diajukan melalui dua cara,
yang pertama melalui upaya administratif atau melalui PTUN. Bagi sengketa yang diajukan
melalui PTUN, terhadap putusannya dapat dilakukan upaya banding melalui PT TUN,
sedangkan bagi sengketa yang diajukan melalui upaya administratif, penyelesaian melalui
lembaga peradilan dapat langsung diajukan ke PT TUN dan terhadap kedua upaya hukum ini
dapat dilakukan kasasi melalui Mahkamah Agung.
Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam Pasal 47 mengatur tentang
kompetensi PTUN dalam sistem peradilan di Indonesia yaitu bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Kewenangan Pengadilan
untuk menerima, memeriksa, memutus menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya yang
dikenal dengan kompetensi atau kewenangan mengadili. PTUN mempunyai kompetensi
menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama. Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara (PT.TUN) untuk tingkat banding. Akan tetapi untuk sengketa-sengketa tata usaha
negara yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administrasi berdasarkan Pasal 48
UU No. 5 tahun1986 jo UU No. 9 tahun 2004.
1. Keputusan Tata Usaha Negara adalah “suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan
Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual dan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.” Bersifat konkret
diartikan obyek yang diputuskan dalam keputusan itu berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.
Bersifat individual, diartikan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk
umum, tetapi tertentu baik alamat maupun yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari satu
orang, maka tiap-tiap individu harus dicantumkan namanya dalam keputusan tersebut. Bersifat
final, diartikan keputusan tersebut sudah definitif , keputusan yang tidak lagi memerlukan
persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain, karenanya keputusan ini dapat menimbulkan
akibat hukum.
2. Yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, apabila Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal ini menjadi kewajiban, maka hal
tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu
sebagaimana ditentukan dalam Peraruran perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan
keputusan yang dimaksud. Dalam hal Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak
menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) : “maka setelah lewat waktu 2
(empat) bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
bersangkutan dianggap telah mengeluarkan Keputusan Penolakan.
- Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu 90 hari dihitung setelah lewat tenggang waktu yang
ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang
bersangkutan.
- Pasal 3 ayat (3), maka tenggang waktu itu dihitung setelah 4 bulan yang dihitung sejak tanggal
diterimanya permohonan yang bersangkutan.
Dalam SEMA Nomor : 2 Tahun 1991 dinyatakan bahwa bagi mereka yang tidak dituju
oleh suatu Keputusan tata usaha negara, yang merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa
kepentingannya dirugikan oleh Keputusan tata usaha negara yang bersangkutan.