Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENERTIBAN PUTUSAN TATA USAHA NEGARA

DISUSUN OLEH:
NAMA: BUDI ARYA WINATA
NIM: D1A021615

UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN PLAJARAN 2022/2023
A.PENDAHULUAN

Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia


dimulai dengan lahirnya UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang tersebut
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang Nomor
51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal
47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 51 Tahun 2009 mengatur tentang kompetensi
PTUN dalam sistem peradilan di Indonesia. Kompetensi tersebut
berupa kompetensi untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara.
Dalam pelaksanaan tugas administrasi pemerintahan yang
baik yang menyangkut urusan eksternal (pelayanan umum)
maupun yang berkaitan dengan urusan internal (seperti urusan
kepegawaian), suatu instansi pemerintah (Badan/Pejabat TUN)
tidak dapat dilepaskan dari tugas pembuatan Keputusan Tata
Usaha Negara. Dengan semakin kompleksnya urusan
pemerintahan serta semakin meningkatnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat, tidak tertutup kemungkinan timbulnya
benturan kepentingan (Conflict of Interest) antara pemerintah
(Badan/Pejabat TUN) dengan seseorang/Badan Hukum Perdata
yang merasa dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara
tersebut, sehingga menimbulkan suatu sengketa Tata Usaha
Negara. Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara sebagai akibat
terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah (Badan/Pejabat
TUN) dengan seseorang/ Badan Hulum Perdata tersebut, ada
kalanya dapat diselesaikan secara damai melalui musyawarah dan
mufakat, akan tetapi ada kalanya pula berkembang menjadi
sengketa hukum yang memerlukan penyelsaian lewat pengadilan.
Sebagai Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat),
maka timbulnya suatu s engketa Tata Usaha Negara tersebut,
bukanlah hal yang harus dianggap sebagai hambatan pmerintah
(Badan/Pejabat TUN) dalam melaksanakan tugas dibidang urusan
pemerintah, melainkan harus dipandang sebagai : 1. Dari sudut
pandang warga masyarakat, adalah merupakan pengejawantahan
asas Negara hukum bahwa setiap warga Negara dijamin hak-
haknya menurut hukum, dan segala penyelesaian sengketa harus
dapat diselesaikan secara hukum pula 2. Dari sudut pandang
Badan/Pejabat TUN, adalah sarana atau forum untuk menguji
apakah Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkannya telah
memenuhi asas-asas hukum dan keadilan melalui sarana hukum
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena
itu lahirnya suatu senketa Tata Usaha Negara bukanlah suatu hal
yang luar biasa, melainkan suatu hal yang harus diselesaikan dan
dicari jalan penyelesaiannya melalui sarana yang disediakan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 jo Undang-
Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara yang timbul
sebagai akibat diterbitkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara
(Beschikking) dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu antara
lain:
1. Melalui upaya administrasi (Vide Pasal 48 jo Pasal 51 ayat (3)
2. Melalui gugatan (Vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53)

Makalah ini ditulis untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai


pengertian, dasar hukum, bentuk dan proses penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara melalui upaya administrasi.

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan hal-hal tersebut, beberapa permasalahan yang


akan dibahas dalam tulisan hukum ini adalah:

1. Apa saja ciri-ciri sengketa Tata Usaha Negara?


2. Apa saja sengketa tata usaha negara dan keputusan tata usaha
negara?
3. Bagaimana alur penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara
berdasarkan peraturan perundangundangan di Indonesia?

C. PEMBAHASAN

1. Ciri-ciri Sengketa Tata Usaha Negara

Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang


melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Dalam bidang
tata usaha negara tersebut dapat timbul sengketa antara orang
atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata
usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Ciri-ciri sengketa dimaksud antara lain:

a. Para Pihak yang Bersengketa Pada rumusan Pasal 1 angka


10 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009, pihak yang
bersengketa adalah orang atau badan hukum perdata
dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat
maupun di daerah, yang terdiri dari penggugat dan
tergugat. Penggugat adalah orang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara. Sedangkan tergugat adalah
badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau
yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau
badan hukum perdata.
b. Diselesaikan di pengadilan tata usaha negara dan pengadilan
tinggi tata usaha negara di lingkungan peradilan tata usaha
negara.
c. Keputusan Tata Usaha Negara Sebagai Objek Sengketa.

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan


tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha
negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.7
Rumusan keputusan tata usaha negara sebagaimana Pasal 1
angka 9 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009, mengandung
unsur-unsur:

1) penetapan tertulis, terutama menunjuk kepada isi dan


bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluakan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara.
2) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau
Pejabat di pusat dan daerah yang melakukan kegiatan yang
bersifat eksekutif.

2 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Pasal 1 angka 7. 3 Ibid, Pasal 1 angka 10. 4 Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal Pasal 53 ayat (1). 5
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Pasal 1 angka 12. 6 Ibid, Pasal 1 angka 1. 7 Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 1 angka
9. 8 Yuslim, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta,
SinarGrafika, 2015, halaman 47.
3) tindakan hukum tata usaha negara adalah perbuatan hukum
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada suatu
ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak
atau kewajiban pada orang lain.
4) peraturan perundang-undangan yang berlaku
5) konkret, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata
Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat
ditentukan.
6) individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak
ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal
yang dituju.
7) final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan
akibat hukum.
8) akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan


menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal
keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan:

1) dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam,


atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) dalam keadaan mendesak atau kepentingan umum berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Mengajukan Gugatan Tertulis


Orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang
berweang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara
yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan
atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan tersebut antara
lain.

1) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan


dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
2) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan
dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

e. Terdapat Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan

Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari


sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara. Bagi pihak yang namanya tersebut
dalam Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, maka tenggang
waktu 90 hari itu dihitung sejak hari diterimanya Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat. Dalam hal yang hendak digugat itu
merupakan keputusan menurut ketentuan:

9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara


Pasal 49. 10 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Pasal 53 ayat (1). 11 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Pasal 53 ayat (2). 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 55. 13 Penjelasan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 55. 14Ibid. Tulisan
Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah 4

1) tenggang waktu 90 hari itu dihitung setelah lewatnya tenggang


waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung
sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan;
2) tenggang waktu 90 hari itu dihitung setelah lewatnya batas
waktu empat bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya
permohonan yang bersangkutan. Dalam hal peraturan dasarnya
menentukan bahwa suatu keputusan itu harus diumumkan, maka
tenggang waktu 90 hari itu dihitung sejak hari pengumuman
tersebut.

f. Asas Praduga Tak Bersalah


Peradilan tata usaha negara juga diberlakukan asas praduga
tak bersalah (presumption of innocent) seperti dalam hukum acara
pidana, dimana seorang pejabat tata usaha negara tetap dianggap
tidak bersalah dalam membuat suatu keputusan tata usaha negara
sebelum adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap yang menyatakan bahwa dia salah dalam membuat
keputusan tata usaha negara. Dengan kata lain sehingga digugatnya
suatu keputusan tata usaha negara tidak akan menyebabkan
tertundanya pelaksanaan keputusan tersebut.

g. Peradilan In Absentia Peradilan in absentia atau sidang


berlangsung tanpa hadirnya tergugat dalam dilakukan dalam hal:

(1) Tergugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan sebanyak


dua kali sidang berturut-turut dan/atau tidak menanggapi gugatan
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap
kali dipanggil dengan patut. Terkait hal ini, Hakim Ketua Sidang,
dengan Surat penetapan, meminta atasan tergugat memerintahkan
tergugat hadir dan/atau menanggapi gugatan.
(2) Dua bulan setelah dikirimkan Surat penetapan tidak diterima
berita, baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat, maka
Hakim Ketua Sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan
pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa
hadirnya tergugat. (3) Putusan terhadap pokok gugatan dapat
dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan mengenai segi
pembuktiannya dilakukan secara tuntas. h. Pemeriksaan Perkara
Dengan Acara Biasa, Acara Cepat, dan Acara Singkat

1) Acara Biasa
Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh tiga
hakim yang diawali dengan pemeriksaan persiapan.16 Dalam
acara biasa, tahapan penanganan sengketa adalah:

a) Prosedur dismissal

Pemeriksaan administratif untuk menetapkan apakah


suatu gugatan dapat diterima atau tidak dapat diterima.

b) Pemeriksaan persiapan Tahap ini dimaksudkan untuk


melengkapi gugatan yang kurang jelas.

c) Pemeriksaan di sidang pengadilan

15 Rozali Abdullah, Op.cit., halaman 6. 16 Phillipus M. Hadjon dkk, Pengantar


Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University, 2011,
halaman 331. 17 Phillipus M. Hadjon dkk, Op.Cit, halaman 332. Tulisan
Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah 5

2. SENGKETA TATA USAHA NEGARA DAN


KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA
Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai upaya
administrasi, terlebih dahulu akan dibahas apa yang dimaksud
dengan sengketa Tata Usaha Negara, Keputusan Tata Usaha
Negara dan hal-hal yang berkaitan dengan Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang
No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sengketa TUN adalah
sengketa yang timbul antara orang atau Badan Hukum perdata
baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkan
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Sedangkan Keputusan Tata Usaha Negara menurut
ketentuan pasal 1 angka (3) Undang-Undang No. 5 Tahun
1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit,
individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
Dari rumusan pasal tersebut, ternyata Keputusan Tata
Usaha Negara yang merupakan dasar lahirnya sengketa Tata
Usaha Negara mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:

1. Penetapan tertulis

2. Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara

3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara


4. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
5. Bersifat konkrit, individual dan final

6. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan


hukum perdata.
Ke-6 (enam) elemen tersebut bersifat komulatif, artinya
untuk dapat disebut Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat
disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara harus
memenuhi keseluruhan elemen tersebut. Jenis-jenis Keputusan
Tata Usaha Negara/ KTUN (Beschikking) menurut doktrin
(pendapat/ teori para pakar administrasi Negara) terdapat
berbagai rumusan, antara lain menurut P. De Haan (Belanda),
dalam bukunya: “Bestuursrecht in de Sociale Rechtsstaat”,
(Philipus M. Hadjon; 2002) dikelompokkan sebagai berikut :

1. KTUN Perorangan dan Kebendaan (Persoonlijk en


Zakelijk)
 KTUN perorangan adalah keputusan yang
diterbitkan kepada seseorang berdasarkan kualitas
pribadi tertentu, dimana hak yang timbul tidak
dapat dialihkan kepada orang lain. Contoh : SK
PNS, SIM,dsb.
 KTUN kebendaan adalah keputusan yang
diterbitkan berdasarkan kualitas kebendaan atau
status suatu benda sebagai obyek hak, dimana hak
yang timbul dapat dialihkan kepada orang lain.
Contoh: Sertipikat Hak atas Tanah, BPKP/STNK
kendaraan bermotor, dsb.

2. KTUN Deklaratif dan Konstitutif (Rechtsvastellend en


Rechtsscheppend)
 KTUN deklaratif adalah keputusan yang sifatnya
menyatakan atau menegaskan adanya hubungan
hukum yang secara riil sudah ada. Contoh: Akta
Kelahiran, Akta Kematian, dsb.
 KTUN konstitutif adalah keputusan yang
menciptakan hubungan hukum baru yang
sebelumnya tidak ada, atau sebaliknya
memutuskan hubungan hukum yang ada. Contoh:
Akta Perkawinan, Akta Perceraian, dsb
3. KTUN Bebas dan Terikat (Vrij en Gebonden)
 KTUN bebas adalah keputusan yang didasarkan
atas kebebasan bertindak (Freis Ermessen/
Discretionary Power) dan memberikan kebebasan
bagi pelaksananya untuk melakukan penafsiran
atau kebijaksanaan.
Contoh: SK Pemberhentian PNS yang didasarkan
hukuman disiplin yang telah diatur secara jelas
dan rinci di dalam perundang-undangan.

4. KTUN yang member beban dan yang menguntungkan


(Belastend en Begunstigend)
 KTUN yang member beban adalah keputusan
yang memberikan kewajiban. Contoh: SK tentang
Pajak, Restribusi, dll
 KTUN yang menguntungkan adalah keputusan
yang memberikan keuntungan bagi pihak yang
dituju. Contoh: SK pemutihan pembayaran pajak
yang telah kadaluwarsa.
5. KTUN Seketika dan Permanen (Einmaligh en Voortdurend).

 KTUN seketika adalah keputusan yang masa


berlakunya hanya sekali pakai. Contoh: Surat ijin
pertunjkan hiburan, music, olahraga, dll
 KTUN pemanen adalah keputusan yang masa
berlakunya untuk selama-lamanya, kecuali ada
perubahan atau peraturan baru. Contoh : Sertipikat
Hak Miik Sedangkan menurut Undang-Undang
No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9
Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara:
1. Keputusan Tata Usaha Negara Positif (Pasal 1
angka (3) Yaitu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha
Negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, bersifat konkrit,
individual dan final yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau Badan Hukum
Perdata.
2. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif (Pasal 3
angka (1)) Yaitu keputusan Tata Usaha Negara
yang seharusnyadikeluarkan oleh Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara menurut kewajibannya tetapi
ternyata tidak diterbitkan, sehingga menimbulkan
kerugian bagi seseorang atau Badan Hukum
Perdata. Conto: Dalam kasus kepegawaian,
seorang atasan berkewajiban membuat DP3 atau
mengusulkan kenaikan pangkat bawahannya,
tetapi atasannya tidak melakukan.
3. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Negatif
(Pasal 3 ayat (2) Yaitu keputusan Tata Usaha
Negara yang dimohonkan seseorang atau Badan
Hukum Perdata, tetapi tidak ditanggapi atau tidak
diterbitkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara
yang bersangkutan. Sehingga dianggap bahwa
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara telah
mengeluarkan keputusan penolakan (negatif).

Contoh: Pemohon IMB, KTP, Sertipikat, dsb


apabila dalam jangka waktu yang ditentukan tidak
dijawab/diterbitkan, maka dianggap jelas-jelas
menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang
menolak. Dalam praktek administrasi
pemerintahan terdapat beberapa KTUN yang
berpotensi menimbulkan sengketa Tata Usaha
Negara, yaitu antara lain:
1) Keputusan tentang perijinan
Secara yuridis suatu ijin adalah merupakan
persetujuan yang diberikan pemerintah
(Badan/Pejabat TUN) kepada seseorang atau
Badan Hukum Perdata untuk melakukan
aktivitas tertentu. Menurut Philipus M. Hadjon
tujuan diadakannya perijinan pada pokoknya
adalah untuk:
a. Mengarahkan atau mengendalikan aktivitas
tertentu (missal: ijin prinsip, IMB, ijin
pertambangan, ijin pengusahaan hutan, ijin
berburu, dsb)
b. Mencegah bahaya atau gangguan (missal:
gangguan/ Hinder Ordanatie, amdal, dsb)
c. Melindungi obyek tertentu (missal: ijin
masuk obyek wisata, cagar budaya, dsb)
d. Distribusi benda atau barang langka
(missal: ijin trayek, ijin perdagangan satwa
langka, dsb) e. Seleksi orang atau aktivitas
tertentu (missal: SIM, ijin memiliki senjata
api, ijin penelitian, dsb).
2) Keputusan tentang status hukum, hak dan
kewajiban
 Status hukum perorangan atau badan
hukum, misalnya akta kelahiran, akta
kematian, akta pendirian/pembubaran
badan hukum, KTP, Ijasah, sertipikat
(Tanda Lulus Ujian), dll.
 Hak/ kewajiban perorangan atau badan
hukum terhadap suatu barang atau jasa,
misalnya pemberian/pencabutan hak
atas tanah, hak untuk melakukan
pekerjaan, dsb.
2) Keputusan tentang kepegawaian.
Keputusan tentang mutasi PNS, dimana
pegawai yang dimutasi keberatan karena
merasa dirugikan, menghambat karier atau
karena mutasi itu dianggap sebagai hukuman
disiplin terselubung
 Keputusan tentang hukuman disiplin
PNS, dimana pegawai yang
bersangkutan menganggap hukuman
itu tidak sesuai dengan prosedur atau
tidak adil
 Keputusan tentang pemberhentian
PNS, misalnya dalam rangka
perampingan pegawai atau likuidasi
suatu instansi, dsb.

3. Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara


Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

Sengketa tata usaha negara diselesaikan di Pengadilan


Tata Usaha Negara dengan mengajukan gugatan tertulis yang
berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau
tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

Adapun alur penyelesaian sengketa tata usaha negara antara


lain:
a. Upaya Administratif Upaya administratif adalah suatu
prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan hukum
perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata
Usaha Negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan
pemerintahan sendiri dan terdiri dari 2 bentuk:

1) Keberatan Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang


dilakukan sendiri oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.

2) Banding Administratif Penyelesaian sengketa Tata Usaha


Negara yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi
lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang
berwenang meneriksa ulang Keputusan Tata Usaha Negara
yang disengketakan
18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara Pasal 98 ayat (1). 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 62 ayat (4). 20
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Pasal 53 ayat (1). 21 Penjelasan Undang-Undang Nomor 5
tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 48 ayat (1). 22
Ibid. Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah

b. Gugatan Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara

Pengadilan berwenang memeriksa, memutus dan


menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara jika seluruh
upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya
upaya administratif berupa pengajuan surat keberatan,
maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara
yang bersangkutan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.
Namun jika peraturan dasarnya menentukan adanya upaya
administratif berupa pengajuan surat keberatan dan/atau
mewajibkan pengajuan surat banding administratif, maka
gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah
diputus dalam tingkat banding administratif diajukan
langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dalam tingkat pertama yang berwenang.

Adapun ketentuan mengenai pengajuan gugatan pada


Pengadilan Tata Usaha Negara yaitu:
1) Gugatan Gugatan adalah permohonan yang berisi
tuntutan terhadap badan atau pejabat tata udaha negara
dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
putusan.
Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak
termasuk dalam kategori Keputusan Tata Usaha
Negara dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986
antara lain:
a) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan
perbuatan hukum perdata;
b) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan
pengaturan yang bersifat umum;

c) Keputusan Tata Usaha Negara yang masih


memerlukan persetujuan;
d) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan
berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pisana atau peraturan perundang-undangan lain yang
bersifat hukum pidana;
e) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan
atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
f) Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha
Tentara Nasional Indonesia; dan
g) Keputusan Komisi Pemililihan Umum baik di pusat
maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.

Gugatan harus memuat:

a) nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan


pekerjaan penggugat, atau kuasanya;
b) nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat; dan
c) dasar gugatan dan hal yang diminta untuk
diputuskan oleh Pengadilan.
Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh
seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus disertai
surat kuasa yang sah.30 Gugatan sedapat mungkin
juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan oleh penggugat.

www. Ide Hijau. com. www. Jelajah As3. com. www. Multiply.
com. www. Pirhot Nababan. com. www. Telag23 Ibid. 24
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara Pasal 48 ayat (2). 25 Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Poin IV angka 2 huruf
a. 26 Ibid, Poin IV angka 2 huruf b. 27 Undang-Undang Nomor
51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal
1 angka 11.

2) Prosedur Dismissal

Setelah diajukan gugatan, maka akan dilakukan


pemeriksaan dismissal atau rapat permusyawaratan.
Dalam rapat permusyawaratan ini, Ketua Pengadilan
berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang
dilengkapi dengan pertimbanganpertimbangan bahwa
gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima
atau tidak berdasar, dalam hal:
a) pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk
dalam wewenang Pengadilan;
b) syarat-syarat gugatan tidak terpenuhi oleh
penggugat sekalipuun ia telah diberi tahu dan
diperingatkan;
c) gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-
alasan yang layak;
d) apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah
terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang
digugat; dan

29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata


Usaha Negara Pasal 56 ayat (1). 30 Ibid, Pasal 56 ayat (2). 31
Ibid,Pasal 56 ayat (3). 32 Ibid, Pasal 62 Tulisan Hukum/BPK
Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah 8

e) gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah


lewat waktunya.

Terhadap penetapan ini dapat diajukan


Perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu
14 hari setelah diucapkan. Dalam hal perlawanan
tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan
gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa,
diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.

3) Pemeriksaan Persiapan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai,
Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan
untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas Dalam
pemeriksaan persiapan, Hakim:
a) wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk
memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data
yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
b) dapat meminta penjelasan kepada Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

Apabila dalam jangka waktu 30 hari penggugat


belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim
menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak
dapat diterima.37 Terhadap putusan ini tidak dapat
digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan
gugatan baru.38 Setelah dilakukan pemeriksaan
persiapan maka akan dilakukan pemeriksaan perkara
untuk mendapatkan putusan.

4) Pemeriksaan Perkara di Tingkat Pertama

a) Pemeriksaan Dengan Acara Biasa

Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa


Tata Usaha Negara dengan tiga orang Hakim yang
salah satunya sebagai Hakim Ketua untuk
memimpin persidangan. 39 Pengadilan bersidang
pada hari yang ditentukan dalam surat
panggilan.40 Hakim Ketua Sidang wajib menjaga
supaya tata tertib dalam persidangan tetap ditaati
setiap orang dan segala perintahnya dilaksanakan
dengan baik.
Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua
Sidang membuka sidang dan menyatakannya
terbuka untuk umum. 42 Apabila Majelis Hakim
memandang bahwa

33 Ibid, Pasal 62 ayat (3) huruf a. 34 Ibid, Pasal 62 ayat (5).


35 Ibid, Pasal 63 ayat (1). 36 Ibid, Pasal 63 ayat (2). 37 Ibid,
Pasal 63 ayat (3). 38 Ibid, Pasal 63 ayat (4). 39 Ibid, Pasal
68 ayat (1). 40 Ibid, Pasal 68 ayat (2). 41 Ibid, Pasal 68 ayat
(4). 42 Ibid, Pasal 70 ayat (1) dan (3). Tulisan
Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi
Tengah
PENUTUP

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan


diatas dapat disimpulkan bahwa ciriciri dari sengketa tata
usaha negara antara lain: ada para pihak yang bersengketa,
diselesaikan di pengadilan tata usaha negara, keputusan tata
usaha negara sebagai objek sengketa, mengajukan gugatan
tertulis, terdapat tenggang waktu mengajukan gugatan,
pemberlakuan asas praduga tak bersalah peradilan in absentia,
serta pemeriksaan dengan acara biasa, acara singkat dan acara
cepat.
Adapun alur penyelesaian sengketa tata usaha negara
antara lain: upaya administratif dan gugatan melalui
pengadilan tata usaha negara. Dalam penyelesaian sengketa
tata usaha negara melalui gugatan melalui pengadilan tata
usaha negara dimulai dengan pengajuan gugatan ke pengadilan
tata usaha negara oleh penggugat, dilanjutkan dengan prosedur
dismissal atau rapat permusyawaratan pengadilan untuk
memutuskan dengan suatu penetapan bahwa gugatan
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan persiapan oleh hakim untuk
melengkapi gugatan yang kurang jelas. Pada pemeriksaan
perkara tingkat pertama, pemeriksaan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan dengan acara biasa dan acara cepat. Pemeriksaan
dengan acara cepat dilakukan apabila terdapat kepentingan
penggugat yang cukup mendesak.
Pada pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan mulai
dari pembacaan gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian,
putusan pengadilan hingga pelaksanaan putusan pengadilan.
Terhadap putusan pengadilan tata usaha negara dapat
dimintakan banding oleh penggugat atau tergugat kepada
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Bahkan jika penggugat
tidak puas dengan putusan tersebut, dapat dilakukan upaya
hukum kasasi hingga upaya hukum luar biasa peninjauan
kembali ke Mahkamah Agung.
1. Apakah suatu sengketa Tata Usaha Negara harus
diselesaikan melalui upaya administrasi atau tidak, adalah
tergantung pada peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara tersebut.
2. Istilah upaya administratif hanya ada dalam Undang-
Undang No. 5 tahun 1986 jo Undang-Undang No 9 Tahun
2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sedangkan
peraturan perundangundangan memakai istilan yang
bermacam-macam; 3. Untuk membedakan apakah sengketa
harus diselesaikan melalui banding administratif atau
keberatan dapat dilihat dari pejabat atau instansi yang
berwenang menyelasaikannya;
a. Apabila diselesaikan oleh instansi atasan Pejabat yang
menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut atau
instansi yang lainnya dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara
yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara, maka
penyelesaiannya tersebut disebut dengan “BANDING
ADMINISTRATIF”;
b. Apabila diselesaikan instansi atau Pejabat yang
mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara tersebut,
penyelesaian tersebut disebut dengan “KEBERATAN”.
4. Cara pengujian penyelesaian melalui upaya administratif
adalah dilakukan secara lengkap dalam arti dari segi hukum
dan kebijaksanaan, sedangkan pengujian di Pengadilan hanya
dari segi hukumnya saja;
5. Dalam hal masih tidak puas terhadap penyelesaian melalui
upaya administratif, maka dapat ditempuh upaya antara lain :
a. Setelah melalui upaya administratif maka dapat diajukan
gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai
pengadilan tingkat pertama; b. Setelah melalui upaya
keberatan, maka dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara.
DAFTAR PUSTAKA

Darmini Roza dan Laurensius Arliman S Peran Pemerintah


Daerah Di Dalam Melindungi Hak Anak Di Indonesia,
Masalah-Masalah Hukum, Volume 47, Nomor 1, 2018.

Laurensius Arliman S, Komnas HAM dan Perlindungan Anak


Pelaku Tindak Pidana, Deepublish, Yogyakarta, 2015.
Laurensius Arliman S, Penguatan Perlindungan Anak Dari
Tindakan Human Trafficking Di Daerah Perbatasan Indonesia,
Jurnal Selat, Volume 4, Nomor 1, 2016.

Laurensius Arliman S, Problematika Dan Solusi Pemenuhan


Perlindungan Hak Anak Sebagai Tersangka Tindak Pidana Di
Satlantas Polresta Pariaman, Justicia Islamica, Volume 13,
Nomor 2, 2016.

Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Perlindungan Anak Yang


Tereksploitasi Secara Ekonomi Oleh Pemerintah Kota Padang,
Veritas et Justitia, Volume 2, Nomor 1, 2016. Laurensius
Arliman S, Kedudukan Ketetapan MPR Dalam Hierarki
Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, Lex Jurnalica,
Volume 13, Nomor 3, 2016.

Laurensius Arliman S, Komnas Perempuan Sebagai State


Auxialiary Bodies Dalam Penegakan Ham Perempuan
Indonesia, Justicia Islamica, Volume 14, Nomor 2, 2017
Laurensius Arliman S, Peranan Pers Untuk Mewujudkan
Perlindungan Anak Berkelanjutan Di Indonesia, Jurnal Ilmu
Hukum Tambun Bungai, Volume 2, Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Mewujudkan Penegakan Hukum Yang


Baik Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai Negara Hukum,
Jurnal Hukum Doctrinal, Volume 2, Nomor 2, 2017.
Laurensius Arliman S, Participation Non-Governmental
Organization In Protecting Child Rights In The Area Of Social
Conflict, The 1st Ushuluddin and Islamic Thought
International Conference (Usicon), Volume 1, 2017.

Laurensius Arliman S, Partisipasi Masyarakat Dalam


Pembentukan Perundang-Undangan Untuk Mewujudkan
Negara Kesejahteraan Indonesia, Jurnal Politik Pemerintahan
Dharma Praja, Volume 10, Nomor 1, 2017,

https://doi.org/10.33701/jppdp.v10i1.379. Laurensius Arliman


S, Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Untuk
Mewujudkan Perlindungan Anak, Jurnal Respublica Volume
17, Nomor 2, 2018.

Laurensius Arliman S, Menjerat Pelaku Penyuruh


Pengrusakan Barang Milik Orang Lain Dengan
Mempertimbangkan Asas Fungsi Sosial, Jurnal Gagasan
Hukum, Volume 1, Nomor 1, 2019.

Laurensius Arliman S, Ilmu Perundang-Undangan Yang Baik


Untuk Negara Indonesia, Deepublish, Yogyakarta, 2019.

Laurensius Arliman S, Isdal Veri, Gustiwarni, Elfitrayenti,


Ade Sakurawati, Yasri, Pengaruh Karakteristik Individu,
Perlindungan Hak Perempuan Terhadap Kualitas Pelayanan
Komnas Perempuan Dengan Kompetensi Sumber Daya
Manusia Sebagai Variabel Mediasi, Jurnal Menara Ekonomi:
Penelitian dan Kajian Ilmiah Bidang Ekonomi, Volume 6,
Nomor 2, 2020.

Anda mungkin juga menyukai