Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN PERLUASAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA SEBAGAI...

(Ahmad Fauzi)

PENERAPAN PERLUASAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA SEBAGAI


UPAYA DALAM PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI DAN KAITANNYA
DENGAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
(Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan)

Ahmad Fauzi Harahap


Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia
email: fauziharahap107@gmail.com

Naskah diterima: 6 November 2020, direvisi: 16 November 2020, disetujui: 12 Desember 2020

ABSTRAK
Lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
menjadikan objek gugatan Peradilan Tata Usaha Negara semakin luas. Salah satunya
adanya tindakan faktual yang termasuk ke dalam Keputusan Tata Usaha Negara.
Pemberlakuan tindakan faktual menjadikan banyak interpretasi bagi penegak hukum
dalam menentukan pelanggaran hukum yang dilakukan pejabat tata usaha negara.
Tindakan faktual memberikan interpretasi yang beragam sehingga dapat menimbulkan
penyalahgunaan kewenangan sehingga tidak terwujudnya good governance. Paradigma
good governance memiliki prinsip akuntabilitas, sehingga segala perbuatan pejabat
tata usaha negara dapat dipertanggungjawabkan. Salah satunya pertanggungjawaban
di hadapan hukum karena telah mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara. Hal
ini dapat mewujudkan tujuan dari good governance tersebut. Good governance selalu
melekat dengan ciri negara hukum dan demokratis, segala tindakan pejabat tata usaha
negara harus berdasar hukum. Oleh sebab itu, diperlukan peraturan pemerintah untuk
memperjelas para penegak hukum dalam menafsirkan tindakan faktual. Pejabat tata usaha
negara juga dapat menjalankan tugas sehingga good governance dapat terwujud.

Kata Kunci: keputusan tata usaha negara, tindakan faktual, good governance.

ABSTRACT
The issuance of Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration has
made the object of the lawsuit by the State Administrative Court even wider. One of them
is factual actions that are included in the State Administrative Decree. Enforcement
of factual actions makes many interpretations for law enforcers in determining legal
violations committed by state administrative officials. Factual actions provide various
interpretations that can lead to abuse of authority so that Good Governance does not
materialize. The Good Governance paradigm has the principle of accountability so
that all actions of state administrative officials can be accounted for. One of them is
accountability before the law because it has issued a state administrative decision. This
can realize the goals of good governance. Good governance is always inherent with
the characteristics of a legal and democratic state, all actions of state administrative
officials must be based on law. Therefore, government regulations are needed to clarify
law enforcers in interpreting factual actions. State administrative officials can also carry
out their duties so that Good Governance can be realized.

Keywords: state administrative decisions, factual actions, good governance.

171
Binamulia Hukum Vol 9 No 2 Desember 2020 (171-182)
https://doi.org/10.37893/jbh.v9i2.126

PENDAHULUAN undangan, bersifat konkret, individual, dan


Latar Belakang final, dan menimbulkan akibat hukum.
Negara Indonesia sebagai negara selain itu terdapat objek keputusan Tata
hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Usaha Negara fiktif negatif artinya tidak
Undang-Undang Dasar Negara Republik dalam bentuk tertulis dan mengandung
Indonesia Tahun 19451 terdapat pembatasan penolakan dalam hal ini merupakan
kekuasaan negara berdasar hukum.2 kewajibannya untuk mengeluarkannya.7
pembatasan ini dapat dilakukan dengan Lahirnya peradilan tata usaha untuk
adanya badan peradilan. Pengadilan Tata membela kepentingan umum, kepentingan
Usaha Negara merupakan salah satu tempat negara, atau kepentingan pemerintah.
para pencari keadilan untuk menyelesaikan Peradilan tata usaha negara memiliki tujuan
sengketa tata usaha negara. Pengadilan agar dapat mewujudkan pemerintahan
tata usaha negara memiliki tugas dan yang bersih dan berwibawa.8 Konsekuensi
wewenang untuk memeriksa, memutus, adanya intervensi dari pemerintah yang
dan menyelesaikan sengketa tata usaha cukup luas dalam pelayanan publik jika
negara.3 Terdapat dua macam perlindungan tidak dilaksanakan maka akan menghambat
hukum administrasi, yaitu preventif dan dari terwujudnya kesejahteraan dalam
represif. Perlindungan hukum secara kehidupan masyarakat.9
preventif memiliki tujuan untuk mencegah Peradilan tata usaha negara memiliki
sengketa terjadi, sedangkan perlindungan kompetensi absolut berdasarkan Pasal 47
hukum represif lebih kepada penyelesaian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
sengketa melalui lembaga peradilan salah yang menentukan pengadilan bertugas
satunya peradilan tata usaha negara.4 dan berwenang memeriksa, memutus
Keputusan tata usaha negara memiliki dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
unsur-unsur yaitu bentuk penetapan harus Negara. Berdasarkan Pasal 1 angka 4
tertulis, dikeluarkan oleh badan atau menyebutkan sengketa yang timbul
pejabat TUN, berisi tindakan hukum TUN.5 dalam bidang Tata Usaha Negara antara
Menurut ketentuan Pasal 53 ayat orang atau badan hukum perdata dengan
(1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, baik
1986 tentang Peradilan TUN, yang di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dapat mengajukan gugatan yaitu orang dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha
atau badan hukum perdata yang merasa Negara, termasuk sengketa kepegawaian
kepentingannya dirugikan dengan berdasarkan peraturan-perundang-
dikeluarkannya suatu keputusan TUN.6 undangan. Objek sengketanya adalah
Adapun objek dalam Peradilan TUN Keputusan Tata Usaha Negara yang
memiliki kriteria yaitu, adanya penetapan dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha
tertulis, berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 salah
Negara, berdasarkan peraturan perundang- satu unsur dari objek sengketa tersebut

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3).
2. Wolfgang Friedmann, Legal Theory (London: Steven & Son Limited, 1960) hlm. 456.
3. Titik Triwulan T dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara Indonesia (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011) hlm. 565.
4. Ibid., hlm. 363.
5. Ibid., hlm. 575.
6. Ibid., hlm. 594
7. Ibid., hlm. 597.
8. Victor Yaved Neno, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2008) hlm. 37.
9. Darda Syahrizal, Hukum Administrasi Negara Dan Peradilan Tata Usaha Negara (Yogyakarta: Medpress Digital,
2013) hlm. 93-94.

172
PENERAPAN PERLUASAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA SEBAGAI... (Ahmad Fauzi)

yaitu bentuk penetapan itu harus tertulis, Rumusan Masalah


sehingga jika salah satu unsur tersebut tidak Dengan adanya perluasan dalam
dipenuhi maka keputusan tersebut tidak Keputusan Tata Usaha Negara ini dapat
dapat menjadi objek sengketa.10 menjadi sebuah perlindungan terhadap
Berdasarkan ketentuan Undang- masyarakat yang sering keberadaannya
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang menjadi objek kesewenang-wenangan
Administrasi Pemerintahan (selanjutnya pemerintah. Berangkat dari permasalahan
disebut UU AP) maka semakin luas objek tersebut rumusan masalah sebagai berikut:
gugatan dalam peradilan TUN. Pertama, 1. Bagaimana dampak perluasan KTUN
ketentuan mengenai fiktif negatif yang mana dalam UU No. 30 Tahun 2014 terhadap
dalam UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. Peradilan Tata Usaha Negara?
9 Tahun 2004 jis. UU No. 51 Tahun 2009 2. Apakah penerapan KTUN dalam
menjadi fiktif positif dalam UU Administrasi UU No. 30 Tahun 2014 berimplikasi
Pemerintahan. Kedua, pada ketentuan Pasal terhadap terwujudnya prinsip good
87 “Dengan berlakunya undang-undang ini, governance di Indonesia?
Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana Metode Penelitian
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Metode penelitian yang digunakan
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha dalam penelitian ini adalah metode
Negara sebagaimana telah diubah dengan penelitian hukum yuridis normatif (legal
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan research) dengan pendekatan undang-
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 undang (statute approach), pendekatan
harus dimaknai sebagai: a. Penetapan tertulis kasus (case approach), dan pendekatan
yang juga mencakup tindakan faktual; b. konseptual (conceptual approach). Teknik
Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata pengumpulan bahan dalam penelitian ini
Usaha Negara di lingkungan eksekutif, diperoleh melalui studi kepustakaan atau
legislatif, yudikatif, dan penyelenggara library research, dengan bahan hukum
negara lainnya; c. Berdasarkan ketentuan primer mencakup: Undang-Undang Nomor
perundang-undangan dan AUPB; d. Bersifat 5 Tahun 1986, Undang-Undang Nomor 9
final dalam arti lebih luas; e. Keputusan Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 51
yang berpotensi menimbulkan akibat Tahun 2009, serta Undang-Undang Nomor
hukum; dan/atau f. Keputusan yang berlaku 30 Tahun 2014.
bagi Warga Masyarakat”.
Perluasan kompetensi absolut PTUN PEMBAHASAN
ini tentu saja menimbulkan akibat hukum Dampak Perluasan KTUN Dalam UU
tersendiri baik secara formil ataupun No. 30 Tahun 2014 Terhadap Peradilan
materil, dan dalam praktiknya juga terdapat Tata Usaha Negara
masalah-masalah baru yang timbul akibat Perkembangan hukum administrasi
perluasan itu. Hal ini mengingat dalam menimbulkan negara hukum modern
PTUN sendiri telah sejak lama terbentuk yang mengutamakan kesejahteraan
sistem dan hukum acara yang sudah (welfare) rakyat. Negara turun langsung
11

baku, tentu saja belum mengakomodir secara administrasi untuk mengurus


keberadaan kewenangan-kewenangan baru kegiatan pemerintahan bertujuan untuk
tersebut. Hal ini tentu saja berdampak pada kesejahteraan rakyat.12 Sebagaimana
profesionalitas dan kualitas putusan yang pendapat Leonard D. White dikutip oleh
dikeluarkan oleh hakim. Salmoen menyatakan administrasi negara

10. Nur Aisyah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Yogyakarta: Deepublish, 2015) hlm. 37.
11. Nur Aisyah, Hukum Administrasi Negara (Yogyakarta: Deepublish, 2012) hlm. 26.
12. Ibid., hlm. 1.

173
Binamulia Hukum Vol 9 No 2 Desember 2020 (171-182)
https://doi.org/10.37893/jbh.v9i2.126

terdiri atas semua kegiatan negara untuk Secara filosofis peradilan administrasi
menunaikan dan melaksanakan kebijakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat
negara.13 Kecenderungan negara dalam secara luas yang dilakukan dengan
mengurus berbagai aktivitas masyarakat pengawasan secara yuridis terhadap
menjadikan peran dari hukum administrasi perbuatan pemerintah agar sesuai
negara menjadi semakin kompleks.14 dengan fungsinya. Dalam hal ini alat-
Semakin luasnya peran dari administrasi alat negara dalam menjalankan fungsinya
negara, maka perlindungan hukum harus mempertanggungjawabkan segala
terhadap kepentingan individu merupakan perbuatannya dihadapan hukum dan
falsafah negara demokrasi liberal, sedang rakyat. Menurut Hans Kelsen Keputusan
dalam negara hukum Pancasila antara Tata Usaha yang dipersengketakan harus
kepentingan individu dengan kepentingan sesuai dengan tertib yang berlaku karena
bersama memiliki porsi yang seimbang. merupakan bagian dari hukum positif.18
Maka lahirlah peradilan administrasi, yang PTUN memiliki kewenangan untuk
bertujuan untuk:15 menyelesaikan sengketa TUN19 yakni
1. Memberikan perlindungan terhadap sengketa antara orang atau badan hukum
hak-hak rakyat yang bersumber dari perdata dengan badan/pejabat TUN,
hak-hak individu; dan akibat dikeluarkannya KTUN baik di
2. Memberikan perlindungan terhadap pusat maupun daerah, termasuk sengketa
hak-hak masyarakat yang didasarkan kepegawaian. Mengenai kewenangan
kepada kepentingan bersama dari PTUN tersebut menjadi rumit dengan
individu yang hidup dalam masyarakat adanya tindakan faktual setelah
tersebut. dikeluarkannya UU AP.20 Perbedaan dari
Menurut Sjachran Basah tujuan apa yang dimaksud oleh UU AP inilah
peradilan administrasi untuk memberikan yang menjadi sulit dalam penerapan
pengayoman hukum dan kepastian hukum, penegakan hukumnya oleh para hakim-
baik rakyat maupun bagi administrasi hakim peradilan Tata Usaha Negara ketika
negara agar keseimbangan kepentingan suatu undang-undang tidak dijabarkan
masyarakat dan kepentingan individu lagi dalam bentuk peraturan perundang-
terjaga.16 Pendapat SF Marbun mengenai undangan yang lebih khusus lagi, misal
tujuan peradilan administrasi terdiri dari melalui bentuk Peraturan Pemerintah atau
preventif dan represif. Secara preventif Peraturan Mahkamah Agung. Karena
tujuannya untuk mencegah tindakan- apabila UU masih dalam keadaan murni
tindakan badan/pejabat tata usaha negara tidak mungkin hakim yang melakukan
yang melawan hukum atau merugikan interpretasi dari tiap-tiap bunyi pasal yang
rakyat, secara represif tujuan untuk terkandung dalam sebuah undang-undang,
dijatuhinya sanksi terhadap tindakan- sedangkan sebuah peraturan mengandung
tindakan badan/pejabat tata usaha negara unsur lex stricta yaitu bahwa setiap undang-
yang melawan hukum dan merugikan undang seharusnya minim akan penafsiran
rakyat.17 atau interpretasi.

13. Ibid., hlm. 3.


14. Ibid., hlm. 10.
15. Ibid., hlm. 89.
16. Ibid.
17. Ibid., hlm. 90.
18. Ibid.
19. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (LN No. 77 Tahun 1986, TLN No.
3344) Pasal 47.
20. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administari Pemerintahan, (LN No. 292 Tahun 2014, TLN No.
5601) Pasal 87 huruf a.

174
PENERAPAN PERLUASAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA SEBAGAI... (Ahmad Fauzi)

Sehingga dengan adanya tindakan Menurut Philipus M. Hadjon dan


faktual, perbuatan melanggar hukum Tatiek Sri Djatmiati, berbeda pendapat
(onrechmatige overheidsdaa) akibat karena antara tindakan faktual dan
dari tindakan pejabat pemerintahan atau onrechtmatige overheidsdaad memiliki
penyelenggara negara lainnya berkenaan kontradiksi sengketa administrasi akibat
dengan perbuatan penguasa berdasar Pasal dari tindakan faktual merupakan sengketa
1365 BW sebelumnya kompetensi absolut administrasi negara namun materillnya
peradilan umum telah menjadi kompetensi Pasal 1356 BW.22
Peradilan Tata Usaha Negara.21
Tabel 1
Perbandingan Antara Tindakan Faktual dan Perbuatan Melawan Hukum oleh Pemerintah

No Indikasi Perbandingan Sengketa TUN Onrechtmatige Overheidsdaad


(Tindakan Faktual)
1. Dasar kompetensi UU No. 30 Tahun 2014 Yurisprudensi Pasal 1365 KUH
pengadilan tentang Administrasi Perdata
Pemerintahan
2. Isu hukum • Legalitas Melanggar hukum asas neminem
(keabsahan) laedere
tindakan asas
negara hukum
• Kerugian yang
timbul
3. Tolok ukur Legalitas: peraturan Peraturan formil dan
perundang-undangan kepatuhan yang berlaku
dan AUPB dalam masyarakat
4. Karakter hukum sengketa Sengketa hukum publik Sengketa hukum perdata

5. Pengadilan yang PTUN Peradilan umum


berwenang

Philipus M. Hadjon dan berpendapat pelaksanaan dari jiwa UU No. 30 Tahun


bahwa penetapan tertulis mencakup 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
tindakan faktual menyalahi asas contarius masih absurd, terlebih bagi hakim sebagai
actus, sehingga tidak dapat dikatakan pelaksana dari peraturan tersebut.
kompetensi absolut PTUN semakin luas Benny M. Yunus telah memperkenalkan
dengan adanya UU AP. Hal ini menyalahi keputusan selain KTUN dalam bentuk
asas lex generalis derogate lex specialis tertulis, dikatakannya “Keputusan-
karena kompetensi PTUN sudah diatur keputusan tersebut dapat mempunyai
dalam UU PTUN.23 Dari kedua dikotomi bentuk yang formal dapat pula berupa
pendapat tersebut menjadi bukti bahwa suatu bentuk surat pemberitahuan atau nota

21. HM Laica Marzuki, “Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
Dalam Konteks Perkembangan Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara RI,” Implementation Science vol. 39
(2017) hlm. 3.
22. Agus Budi Susilo, “Reformulasi Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Badan Atau Pejabat Pemerintahan Dalam
Konteks Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara,” Jurnal Hukum Dan Peradilan vol. 2, no. 2 (Juli
2013) https://doi.org/10.25216/jhp.2.2.2013.291-308, hlm. 301.
23. Philipus M. Hadjon, “Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara,” http://ptun-jakarta.go.id/wp-content/
uploads/file/makalah_narasumber_hut_peratun_2017/prof_dr_philipus_m_hadjon_sh/Kompetensi Absolut
Peradilan Tata Usaha Negara.pdf, diakses 12 November 2020.

175
Binamulia Hukum Vol 9 No 2 Desember 2020 (171-182)
https://doi.org/10.37893/jbh.v9i2.126

biasa, dapat pula berupa suatu disposisi digugat adalah keputusannya bukan
pada bagian samping surat dibubuhi tanda tindakan faktual dari penyelenggara
tangan dan cap jabatan, bahkan dapat pemerintah yang mengeluarkan tindakan
secara lisan.”24 tersebut. Hal ini membuktikan bahwa
Tindakan faktual pemerintah (felitelijke tindakan faktual semestinya tidak harus
handelingen) pernah dikemukakan dimasukkan dalam UU AP ini karena
oleh Paulus Effendie Lotulung sebagai menambah kesulitan berfikir pada hakim
penambahan kompetensi PTUN, yaitu:25 dalam memutuskan perkara ini. Terlebih
“Bila pemberlakuan UU AP terwujud pada tidak adanya aturan turunan yang
kelak, diharapkan akan menjadi titik mengakomodir hal tersebut.
balik baik atau pasangnya kewenangan Penerapan Keputusan Tata Usaha
PTUN, terutama apabila kewenangannya Negara Berimplikasi Terhadap
dimasa depan berdasar UU itu juga akan Terwujudnya Prinsip Good Governance
menjangkau dan meliputi sengketa- di Indonesia
sengketa yang bersumber pada perbuatan- Sebagai negara hukum yang modern,
perbuatan faktual pemerintah (feitelijke peran dan fungsi hukum yang stabil harus
handelingen) yang merugikan masyarakat dapat mengatur tanpa meninggalkan
dan melanggar hukum publik. Jadi tidak ide dasar yaitu keadilan. Hukum juga
saja terbatas pada sengketa TUN yang harus ditegakkan, dengan kata lain dalam
bersumber pada keputusan yang tertulis.” penegakan hukum harus memberikan
Apabila berdasar pada Pasal 87 huruf perlindungan hukum. Terdapat dua alasan
a UU AP, tindakan faktual masuk ke dalam dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara
KTUN. Penggunaan kata “mencakup” yaitu: Pertama, untuk memberikan
yang koheren dengan kata “termasuk perlindungan terhadap hak-hak perorangan
(including)” kata tersebut memiliki makna sekaligus hak masyarakat yang merugikan
yang mengandung perluasan (a term kepentingan warga atas tindakan-tindakan
of extension) dan penambahan makna sewenang-wenang penguasa, kedua,
(addition).26 Perluasan tindakan faktual untuk pemerintah agar menjadi alat yang
tersebut menjadi rumit dengan tidak adanya efektif, efisien, bersih, dan berwibawa,
penafsiran yang dilakukan para penyusun wajib secara terus-menerus membina,
UU AP. menyempurnakan, dan menertibkan
Kemudian apabila mengacu pada aparatur di bidang Tata Usaha Negara.27
hakikat tindakan faktual itu sendiri, Penegakan hukum untuk melindungi
pemberlakuannya yang tidak serta merta kepentingan warga, dalam sengketa TUN
harus dilaksanakan menjadi penyebab jika gugatan dikabulkan maka putusan
salah satu kerancuan, karena tindakan PTUN yang mewajibkan Badan/Pejabat
faktual yang dikeluarkan langsung TUN untuk melakukan tindakan hukum
oleh penyelenggara pemerintah harus tertentu, seperti mencabut Keputusan
dituangkan terlebih dahulu dalam bentuk Tata Usaha yang bersangkutan, atau
surat keputusan atau lainnya yang bisa mencabut Keputusan Tata Usaha tersebut
dijadikan objek gugatan. Ini menandakan dengan menerbitkan Keputusan Tata
bahwa dikemudian hari ternyata keputusan Usaha Negara yang baru, menerbitkan
itu menjadi objek gugatan maka yang Keputusan Tata Usaha Negara.28 Namun,

24. Benny M. Yunus, Intisari Hukum Administrasi Negara (Bandung: Alumni, 1980) hlm. 30.
25. Paulus Effendie Lotulung, Lintasan Sejarah Dan Gerak Dinamika Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) Di
Mata Paulus Effendi Lotulung (Jakarta: Salemba Humanika, 2013) hlm. 86.
26. Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hlm. 126.
27. Yuslim, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Jakarta: Sinar Grafika, 2015) hlm. 19.
28. Ibid., hlm. 160.

176
PENERAPAN PERLUASAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA SEBAGAI... (Ahmad Fauzi)

apabila Badan/Pejabat TUN tersebut objek sengketa tata usaha negara. Ciri dari
tidak melaksanakan putusan maka Ketua perbuatan materiil yakni perbuatan tersebut
Pengadilan mengajukan hal itu kepada tampak dan nyata atau dapat dilihat secara
atasan instansi menurut jenjang jabatan kasat mata.31 Apakah suatu tindakan faktual
atau disebut bestuur dwang (paksaan termasuk ke dalam KTUN pembuat UU AP
pemerintah). Selain itu sifat paksa putusan telah mengajukan proposisi. Maka setiap
PTUN yaitu dapat mengumumkan pejabat tindakan dalam rangka mempersiapkan,
yang tidak melaksanakan putusan melalui pembuatan serta pemenuhan KTUN
media massa cetak hal ini diatur setelah dapat menjadi objek gugatan tidak hanya
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 keputusan Tata Usaha Negara (beschiking).
Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha De Haan memandang tindakan faktual
Negara.29 Walaupun penegakan hukum tidak memiliki akibat hukum.
administrasi negara sebagaimana daya Menurut Philipus M. Hadjon,
paksa yang bersifat moral atau sosial, kompetensi absolut PTUN dapat saja
namun tetap saja hal tersebut masih menjadi luas yang mana PTUN sapat
dilanggar atau tidak dipatuhi oleh badan/ menangani sengketa-sengketa yang
pejabat TUN. bukan merupakan sengketa yang lahir
Dengan adanya tindakan faktual, dari keputusan yang berupa penetapan
mengindikasikan badan atau pejabat TUN tertulis. Kompetensi dari PTUN hanya
dapat melakukan tindakan yang tidak terbatas berupa penetapan tertulis yang
sesuai dengan kewenangannya. Dalam bersifat konkret, individual, dan final.
kajian Hukum administrasi terdapat tiga Jika dibandingkan dengan kompetensi
jenis perbuatan/tindakan pemerintahan dari peradilan umum yang menangani
yaitu: Pertama, melakukan perbuatan sebagian sengketa tata usaha negara, semua
materiil (materiele daad), kedua, perkara perdata, perkara perdata, bahkan
mengeluarkan peraturan (regeling), dan permohonan.32 Peradilan administrasi
ketiga mengeluarkan keputusan/ketetapan di Prancis memiliki kewenangan untuk
(beschiking). memeriksa, mengadili, dan memutus
Perbuatan pemerintah tersebut sengketa antara pemerintah akibat
diadopsi ke dalam bentuk peraturan pelaksanaan wewenang pemerintahan
normatif, Undang-Undang Nomor 5 Tahun yang didasarkan pada ketentuan hukum
1986 mengatur mengenai objek sengketa publik. Jadi semua sengketa administrasi di
TUN, terbatas pada KTUN yang bersifat bidang hukum publik antara warga negara
konkrit, individual dan final. Namun jika dengan pemerintah dapat digugat oleh
ditinjau dari jenis perbuatan maka tindakan warga negara ke peradilan administrasi di
pemerintah dalam mengeluarkan peraturan, Prancis. Dalam hal gugatan menyangkut
dan melakukan perbuatan materiil tidak pembatalan keputusan pemerintah karena
termasuk dalam objek sengketa TUN, melanggar undang-undang, dan dikabulkan
hanya sebagai salah satu syarat formil oleh pengadilan maka pemerintah harus
dalam mengajukan gugatan ke PTUN.30 mengambil keputuan baru yang sesuai
Berdasarkan Pasal 87 UU AP, dengan undang-undang. Gugatan dalam
perbuatan materiil yang merupakan peradilan administrasi Prancis dibagi atas
pelaksana fungsi pemerintahan menjadi gugatan pembatalan keputusan dengan

29. Ibid., hlm. 162.


30. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (LN No. 77 Tahun 1986, TLN No.
3344) Pasal 1 angka 4.
31. Muhammad Arif Agung Nugraha, “Perintah Pejabat Tata Usaha Negara Melalui Telepon Dan Akibat Hukumnya,”
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTI vol. 6, no. 1 (Januari 2012) hlm. 25.
32. Victor Yaved Neno, Op. cit., hlm. 105-106.

177
Binamulia Hukum Vol 9 No 2 Desember 2020 (171-182)
https://doi.org/10.37893/jbh.v9i2.126

gugatan ganti rugi, atau digabungkan. kedepannya. Namun apabila pemberlakuan


Peradilan administrasi Prancis mengadili UU AP ini semata-mata untuk kepentingan
semua keputusan atau tindakan pemerintah rakyat yaitu agar tidak terjadi kesewenang-
yang didasarkan pada ketentuan hukum wenangan yang dilakukan oleh pemerintah
publik untuk kepentingan umum dapat terhadap masyarakat maka ini merupakan
digugat ke pengadilan administrasi Perancis peraturan yang memberikan warna baru
yang merugikan masyarakat. Jadi objek pada peraturan di Indonesia.
sengketanya adalah menyangkut tindakan Tindakan faktual sebagai suatu bentuk
pemerintah.33 pelayanan kepada masyarakat, harus dapat
Perluasan tindakan faktual sebagai dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini
objek sengketa PTUN yang bertujuan untuk harus ada pertanggungjawaban kepada
mengontrol penyelenggaraan administrasi publik dan lembaga-lembaga stakeholder
negara telah sesuai, baik dalam bentuk KTUN oleh para pembuat keputusan dalam
maupun tindakan faktual tersebut dalam pemerintahan. Hal inilah munculnya suatu
pelaksanaan administrasi pemerintahan oleh paradigma good governance sebagai
pejabat TUN. Terpenting dari perubahan suatu norma pemerintahan yang miliki
perluasan ini tergantung pada kepastian tujuan untuk mewujudkan pelaksanaan
hukum yang diberikan oleh UU AP itu pemerintahan yang baik dan asas-asas
sendiri. Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 umum pemerintahan yang layak.35
ayat (1)34 UU AP mengenai asas-asas umum Salah satu prinsip dalam good
pemerintahan yang baik, yang meliputi governance yaitu prinsip akuntabilitas
asas: a. Kepastian hukum; b. Kemanfaatan; yakni suatu fundamental dalam good
c. Ketidakberpihakan; d. Kecermatan; e. governance yang modern dan ditemukan
Tidak menyalahgunakan kewenangan; f. pada masyarakat terbuka. Meskipun
Keterbukaan; g. Kepentingan umum; dan suatu yang fundamental, akuntabilitas itu
h. Pelayanan yang baik. Secara preskriptif sendiri tidak memiliki pengertian yang
UU AP harus mampu membaca situasi tepat. Sebagai sebuah gagasan, Abraham
gambaran proses hukum atau peradilan Yohannes mengetengahkan pengertian
dalam penegakan hukum di Indonesia. akuntabilitas sebagai laporan atau penjelasan
Jangan pembuatan peraturan hanya seseorang atau badan kepada siapa ia harus
semata-mata keinginan politis saja, yaitu bertanggungjawab.36
keinginan dalam membagi kerja dan tugas David Scott menyatakan bahwa
pada hakim-hakim yang dulunya menjadi akuntabilitas mensyaratkan adanya suatu
kewenangan hakim peradilan umum forum memanggil si pembuat keputusan
menjadi kewenangan hakim peradilan Tata guna memberikan penjelasan mengenai
Usaha Negara. Karena apabila hanya ingin keputusan yang diambilnya, akuntabilitas
memberikan peluang bagi hakim PTUN dapat dilaksanakan secara politik atau
untuk menambah beban kerja yang selama hukum. akuntabilitas secara politik dilakukan
ini terbilang ringan, ini bukan merupakan melalui parlemen dan akuntabilitas secara
suatu solusi bagi kemajuan Indonesia hukum dilakukan melalui pengadilan.37

33. Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Laporan Study Banding Ke Perancis Tentang Kompetensi Peradilan
Administrasi,” https://ptun-jakarta.go.id/wp-content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Laporan Studi Banding Ke
Perancis Tentang Kompetensi Peradilan Administrasi.pdf, diakses 13 November 2020.
34. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administari Pemerintahan, (LN No. 292 Tahun 2014, TLN No.
5601) Pasal 10 ayat (1).
35. Dwi Andayani Budisetyowati, “Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Publik,” Al-Qisth Law Review
vol. 1, no. 1 (2017) https://jurnal.umj.ac.id/index.php/al-qisth/article/view/1700, hlm. 4-5.
36. A’an Efendi and Freddy Poernomo, Hukum Administrasi (Jakarta: Sinar Grafika, 2017) hlm. 173.
37. Ibid.

178
PENERAPAN PERLUASAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA SEBAGAI... (Ahmad Fauzi)

Menurut Abraham Yohannes, Selain karakteristik good governance


akuntabilitas pelaksanaan kekuasaan oleh UNDP bahwa good governance
pemerintahan dilakukan melalui beberapa selalu melekat dengan negara yang
cara. Pertama, (sebagai executive menganut negara hukum dan demokrasi.
government) kepada pemilihnya Maka dari itu sudah seharusnya Indonesia
(electorate). Menteri dipanggil untuk bisa mendapatkan label negara dengan
menjelaskan keputusannya dan pemerintahan yang baik apabila mengacu
implikasinya dapat kehilangan kursi di pada sistem negara hukum yang secara
parlemen dan oleh sebab itu kehilangan eksplisit terdapat dalam UUD NRI Tahun
posisinya sebagai menteri. Kedua, 1945 pun demikian dengan negara dengan
akuntabilitas menteri kepada parlemen sistem demokrasinya. Namun hal demikian
untuk menjelaskan dan bertanggung jawab akan terhambat dan sulit dikembangkan
atas keputusan yang telah diambilnya. apabila sumber daya manusia yang
Ketiga, akuntabilitas pegawai (public menjadi faktor utama dalam menjalankan
servants) kepada kepala departemen, atau pemerintahan tidak memiliki itikad baik
terkadang kepada menteri untuk diuji untuk membangun negara ini. Selanjutnya
keputusannya. Implikasinya, pegawai yang menjadi ciri dari good governance
yang bersangkutan dapat dijatuhi hukuman adalah adanya kepantasan. Yang dimaksud
atau diberhentikan jabatannya.38 Sehingga dengan adanya kepantasan di sini adalah
jika UU AP mengatur mengenai tindakan penerapan good governance harus sesuai
faktual dan menimbulkan kerancuan dengan ciri negara yang akan menerapkan
dalam hal pembuktian atau proses sistem pemerintahan yang baik. Tidak
peradilan administrasi, hal ini justru tidak mungkin penerapan good governance
mewujudkan tujuan dari good governance. diterapkan di negara yang otoriter,
Menurut UNDP, governance tempat setiap keputusan dan kebijakan
dikatakan “good” bila sumber daya dan dilakukan hanya sepihak saja yaitu dari
problematik publik secara efektif dan pemerintah yang menjadi penyelenggara
efisien yang merupakan respons terhadap negara tanpa pelibatan perwakilan dari
kebutuhan masyarakat. Ke pemerintahan rakyat ataupun dari masyarakatnya secara
yang disebut sebagai “good governance” langsung. Kemudian good governance
ditandai dengan tiga pilar yang elemen biasanya dijadikan sumber norma bagi
dasarnya saling berkaitan satu dengan yang pemerintah untuk menjalankan sistem
lain yakni: transparansi (keterbukaan), pemerintahannya dan merupakan hak
partisipatori (peran serta masyarakat), dan rakyat yang harus diaktualisasikan pada
akuntabilitas (terukur semua kinerja ke bentuk regulasi. Maka dari itu mustahil good
pemerintahan).39 governance akan terlaksana apabila tidak
Tindakan faktual sebagai suatu bentuk melalui perintah regulasi. Keluarnya UU
pelayanan terhadap masyarakat, haruslah AP merupakan suatu keinginan pemerintah
mengikuti asas-asas “good governance” untuk menjadikannya sumber bertindak
yaitu akuntabilitas transparansi oleh bagi pemerintah untuk menciptakan
pemerintah dan partisipatori oleh seluruh good governance di Indonesia. Namun
rakyat.40 Namun hal ini tidak akan tercapai hal yang wajar apabila suatu peraturan
jika tindakan faktual tersebut justru masih mengalami masa transisi sehingga
menyebabkan kesewenang-wenang yang sulit dalam penerapannya, sehingga
dilakukan oleh pemerintah. membutuhkan formula-formula khusus

38. Ibid., hlm. 174.


39. Tomo, Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance (Jakarta: Incocamp, 2019) hlm. 17-18.
40. Ibid., hlm. 12.

179
Binamulia Hukum Vol 9 No 2 Desember 2020 (171-182)
https://doi.org/10.37893/jbh.v9i2.126

lagi demi perbaikan-perbaikan yang dan pemerintah yang timbul sebagai akibat
dilakukan untuk menuju Indonesia yang dari tindakan pemerintahan di bidang
makmur, adil dan sejahtera sebagaimana hukum publik.
tujuan bernegara yang termaktub dalam Pengertian mengenai perluasan
pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Keputusan Tata Usaha Negara dalam
Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014 tentang
PENUTUP Administrasi terutama dalam tindakan
Berdasarkan analisa mengenai faktual diperjelas melalui peraturan
pembahasan “Penerapan Perluasan pemerintah untuk memperjelas para
Keputusan Tata Usaha Negara Sebagai penegak hukum dalam hal ini hakim
Upaya Dalam Penegakan Hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya
Administrasi dan Kaitannya Dengan mengambil keputusan.
Prinsip-Prinsip Good Governance Konsep good governance sudah
(Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 87 UU mulai dikenal sejak negara menjadi
No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi public service kepada masyarakatnya,
Pemerintahan),” penerapan perluasan hanya saja penyelenggara negara dalam
Keputusan Tata Usaha Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014 tentang berdasarkan hukum yang berlaku terutama
Administrasi Pemerintahan belum dapat di negara Indonesia yang secara konstitusi
diterapkan seutuhnya dalam penegakan merupakan negara hukum.
hukum di Peradilan Tata Usaha Negara
karena perluasan pada tindakan faktual DAFTAR PUSTAKA
masih sulit dibuktikan untuk dijadikan Buku
dasar gugatan pada Peradilan Tata Usaha Aisyah, Nur. Hukum Acara Peradilan
Negara. Tata Usaha Negara. Yogyakarta:
Penerapan perluasan Keputusan Deepublish, 2015.
Tata Usaha Negara dalam Pasal 87 UU ———. Hukum Administrasi Negara.
No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Yogyakarta: Deepublish, 2012.
Pemerintahan masih belum terlihat Asshiddiqie, Jimly. Perihal Undang-
kontribusinya dalam penerapan menuju Undang. Jakarta: Raja Grafindo
sistem pemerintahan yang baik di Persada, 2011.
Indonesia. Padahal jika mengacu pada Efendi, A’an, dan Freddy Poernomo.
Peradilan Administrasi di Prancis, Hukum Administrasi. Jakarta: Sinar
penerapan perluasan kompetensi ini dapat Grafika, 2017.
mengacu pada: Friedmann, Wolfgang. Legal Theory.
1. Gugatan Pembatalan Surat Keputusan London: Steven & Son Limited, 1960.
(recours d’annulation des actes Lotulung, Paulus Effendie. Lintasan Sejarah
administratifs); dan Dan Gerak Dinamika Peradilan Tata
2. Gugatan Ganti Rugi Pertanggungan Usaha Negara (PERATUN) Di Mata
Jawab Penguasa/Pejabat. (recours Paulus Effendi Lotulung. Jakarta:
d’indemnites de la responsabilite de la Salemba Humanika, 2013.
puissance publique). Neno, Victor Yaved. Implikasi Pembatasan
Berdasarkan peradilan administrasi Kompetensi Absolut Peradilan Tata
Prancis, kompetensi tidak hanya dalam Usaha Negara. Bandung: Citra Aditya
bentuk keputusan tertulis, namun objeknya Bakti, 2008.
semua tindakan pemerintahan. Kompetensi Syahrizal, Darda. Hukum Administrasi
peradilan administrasi mencakup Negara Dan Peradilan Tata Usaha
kewenangan kontrol hukum terhadap Negara. Yogyakarta: Medpress
semua sengketa administrasi antara rakyat Digital, 2013.

180
PENERAPAN PERLUASAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA SEBAGAI... (Ahmad Fauzi)

T, Titik Triwulan, dan Ismu Gunadi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014


Widodo. Hukum Tata Usaha Negara tentang Administari Pemerintahan,
Dan Hukum Acara Peradilan Tata (LN No. 292 Tahun 2014, TLN No.
Usaha Negara Indonesia. Jakarta: 5601).
Prenadamedia Group, 2011. Internet
Tomo. Reformasi Birokrasi Menuju Good Hadjon, Philipus M. “Kompetensi Absolut
Governance. Jakarta: Incocamp, Peradilan Tata Usaha Negara,”
2019. http://ptun-jakarta.go.id/wp-content/
Yunus, Benny M. Intisari Hukum uploads/file/makalah_narasumber_
Administrasi Negara. Bandung: hut_peratun_2017/prof_dr_
Alumni, 1980. philipus_m_hadjon_sh/Kompetensi
Yuslim. Hukum Acara Peradilan Tata Absolut Peradilan Tata Usaha Negara.
Usaha Negara. Jakarta: Sinar Grafika, pdf.
2015. Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Jurnal “Laporan Study Banding Ke Perancis
Budisetyowati, Dwi Andayani. “Prinsip- Tentang Kompetensi Peradilan
Prinsip Good Governance Dalam Administrasi,” https://ptun-jakarta.
Pelayanan Publik.” Al-Qisth Law go.id/wp-content/uploads/file/berita/
Review vol. 1, no. 1 (2017): 1–11. daftar_artikel/Laporan Studi Banding
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/al- Ke Perancis Tentang Kompetensi
qisth/article/view/1700. Peradilan Administrasi.pdf.
Marzuki, HM Laica. “Pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 30Tahun 2014
Tentang Administrasi Pemerintahan
Dalam Konteks Perkembangan
Kompetensi Peradilan Tata Usaha
Negara RI.” Implementation Science
vol. 39 (2017).
Nugraha, Muhammad Arif Agung.
“Perintah Pejabat Tata Usaha
Negara Melalui Telepon Dan Akibat
Hukumnya.” Jurnal Ilmiah Ilmu
Hukum QISTI vol. 6, no. 1 (2012):
26–39.
Susilo, Agus Budi. “Reformulasi Perbuatan
Melanggar Hukum Oleh Badan Atau
Pejabat Pemerintahan Dalam Konteks
Kompetensi Absolut Peradilan Tata
Usaha Negara.” Jurnal Hukum Dan
Peradilan vol 2, no. 2 (Juli 2013):
291–308. https://doi.org/10.25216/
jhp.2.2.2013.291-308.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(LN No. 77 Tahun 1986, TLN No.
3344).

181
Binamulia Hukum Vol 9 No 2 Desember 2020 (171-182)
https://doi.org/10.37893/jbh.v9i2.126

HALAMAN KOSONG

182

Anda mungkin juga menyukai