Disusun oleh :
FAKULTAS HUKUM
1
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2
Sayuti, 2011, “Konsep Rechtsstaat Dalam Negara Hukum Indonesia”, Volume 2, Nomor 2, hlm 92.
3
Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai akibat adanya Keputusan
Tata Usaha Negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan berlaku.4 Dengan adanya PTUN diharapkan mampu mewujudkan tata
kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, dan tertib yang dapat
menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya
hubungan yang serasi, seimbang, dan selaras antara pemerintah dengan masyarakat.5
Ada beberapa jenis-jenis sengeketa TUN yaitu pertanahan, kepegawaian,
perizinan, lingkunan dan lain-lain. Salah satu putusan TUN yang menjadi sorotan adalah
putusan PTUN Jakarta Nomor 146/G/2019/PTUN.JK yang merupakan sengketa
kepegawaian dimana pegawai atas nama Drs. Sapari yang merupakan Mantan Kepala
Balai Besar Pengawa Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya diberhentikan dengan
alasan yang tidak jelas. Perkara tersebut dimenangkan oleh penggugat yaitu Drs. Sapari
namun pihak tergugat tidak segera melaksanakan putusan pengadilan. Maka penulis
tertarik untuk melakukan analisis “EFEKTIFITAS PELAKSANAAN EKSEKUSI
TERHADAP PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA YANG SUDAH
MEMILIKI KEKUATAN HUKUM TETAP”
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah yaitu bagaimana
pelaksanaan eksekusi terhadap Putusan PTUN yang sudah memiliki hukum tetap?
6
https://www.inanews.co.id/2020/06/resmi-berkekuatan-hukum-tetap-sapari-mohon-presiden-perintahkan-kepala-
bpom-jalani-hasil-putusan-kasasi/ diakses pada tanggal 19 Februari 2022 pukul 18.00 WIB.
c. Putusan yang bersifat penciptaan (konstitutif) Putusan yang melenyapkan suatu
keadaan hukum atau melahirkan atau menciptakan suatu keadaan hukum baru. (Pasal
97 ayat 9 huruf b) .7
7
Dezonda Rosiana Pattipawae, 2019, “Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Di Era
Otonomi”, Volume 25, Nomor 1, hlm 97.
e. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diumumkan pada media masa cetak setempat oleh panitera sejak tidak
terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
f. Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut
melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk
menjalankan fungsi pengawasan.8
8
Pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
memberikan sanksi administratives terhadap pejabat yang tidak mentaati putusan
pengadilan TUN karena di dalam UUPTUN tidak dijelaskan mekanisme penerapan
sanski administrative.
b. Pengumuman di media massa tentang pejabat TUN yang tidak melaksanakan putusan
dan ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan
putusan pengadilan.
Pengumuman di media massa mempunyai tujuan untuk memberikan tekanan psikis
kepada pejabat TUN yang tidak mematuhi putusan peradilan TUN. Sehingga dapat
menumbuhkan rasa malu bagi pejabat TUN ketika tidak melaksanakan putusan
peradilan TUN. Pemberitahun kepada Presiden pastilah memiliki prosuder yang
berbelit-belit dan waktu yang cukup lama untuk dikeluarkannya perintah Presiden.
Dapat dimungkinkan juga presiden tidak mengambil sikap atau hanya diam saja.
D. KESIMPULAN
Bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap putusan PTUN tidak selalu berjalan secara efektif
meskipun sudah ada pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur tentang pelaksanaan eksekusi. Masalah
yang ditemui dalam pelaksanaan eksekusi adalah pertama mengenai uang paksa yang
harus dibayarkan tidak disebutkan secara jelas siapakah yang harus membayar, apakah
dari pihak perorangan ataukah dari pihak instansi. Kedua dalam memberikan sanksi
administrasi tidak disebutkan secara jelas atasasn yang mana yang diberikan hak untuk
melakukan pemberian sanksi administrasi kepada pejabat TUN yang tidak melaksanakan
putusan. Ketiga pengumuman pada media massa hanya memberikan tekanan psikis saja
kepada tergugat hal tersebut tidak akan berlaku ketika pejabat TUN yang tidak
melaksanakan putusan tidak memiliki sifat malu. Ketiga pemberitahun kepada Presiden
pastilah memerlukan prosuder yang panjang sehingga memerlukan waktu cukup lama
sampai dikeluarkan perintah Presiden selain itu dapat dimungkinkan Presiden tidak
mengambil sikap apapun sehingga pelaksanaan eksekusi akan mengambang. Keempat
kurangnya kesadaran hukum yang dimiliki oleh pejabat TUN untuk melaksanakan
putusan peradilan TUN yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pada pasal 116 Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Jurnal
Sayuti, 2011, “Konsep Rechtsstaat Dalam Negara Hukum Indonesia”, 2, 81-105, diakses dari
https://www.neliti.com/publications/220458/konsep-rechtsstaat-dalam-negara-hukum-
indonesia-kajian-terhadap-pendapat-azhari
Dezonda Rosiana Pattipawae, 2019, “Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Di Era Otonomi”, 25, 92-106 diakses dari
https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/151
Internet
https://ptun-jakarta.go.id/?page_id=14 diakses pada tanggal 20 Februari 2022 pukul 21.00 WIB.
https://www.inanews.co.id/2020/06/resmi-berkekuatan-hukum-tetap-sapari-mohon-presiden-
perintahkan-kepala-bpom-jalani-hasil-putusan-kasasi/ diakses pada tanggal 21 Februari
2022 pukul 18.00 WIB.