Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH :TUN

MENGANALISIS KEPUTUSAN PTUN DALAM POKOK PERKARA


Nomor : 68/G/2014/PTUN.Mks.

OLEH:
FREDERIKUS AMUIT KAKA
2005010099

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WISNUARDHANA
MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat, dan
hidayahNya, saya dapat menyelesaikan Makalah Hukum Acara PTUN khususnya dalam
Menganalisis Suatu Putusan Hakim Dalam Memutus Perkara di Peradilan Tata Usaha Negara.
Semoga dengan membaca makalah ini, para pembaca akan lebih memahami cara atau
mekanisme Putusan Hakim dalam menyelesaikan perkara di Peradilan TUN. Kritikan dan
saran yang membangun untuk saya demi kemajuan makalah ini sangat diharapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

MALANG, 20 MARET 2022


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... .....


Daftar Isi............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................
1.2 Rumusan
Masalah ............................................................................................................. .....................
1.3 Tujuan...............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................
2.1 Analisis Putusan 68/G/2014/PTUN.Mks.......................................................................
BAB III PENUTUP................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagai negara yang demokratis, Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan dengan
memiliki lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dari ketiga lembaga tersebut eksekutif
memiliki porsi peran dan wewenang yang paling besar apabila dibandingkan dengan lembaga
lainnya, oleh karenanya perlu ada kontrol terhadap pemerintah untuk adanya check and
balances. Untuk mengontrol kekuasaan eksekutif tersebut diperlukan lembaga yudikatif atau
kehakiman. Berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dalam Pasal 24 UUD 1945 jo. Undang-
Undang No. 4 Tahun 2004 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau
badan hukum yang merasa dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-alasan sesuai yang diatur
dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pertimbangan hukum hakim sehingga gugatan yang diajukan penggugat
tidak diterima ?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui alasan pertimbangan hukum hakim sehingga gugatan yang diajukan
penggugat tidak diterima.
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANALISIS PUTUSAN 68/G/2014/PTUN.MKS


Para Pihak
1. Pengguga : Djamaluddin Dg. Rurung Bin Abdul Rahman
Kuasa Hukum : - Aiswariah Amin, SH.,
- Andi Amirullah, SH.,
2. Tergugat : Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa
Kuasa Hukum : - Gunawan Hamid,A.Ptnh.MH.
- Hardiansyah, SH.,
- Arfianty Satyaningsi, SH.,
3. Tergugat II Intervensi : H. Syamsul Alam
Kuasa Hukum : - Amirullah Tahir, SH.MH.,
- Rusli, SH.,Objek Sengketa
Sertipikat Hak Milik Nomor : 02009/ Kelurahan Romangpolong, Kecamatan Somba
Opu, Kabupaten Gowa tanggal 21 November 2013, Surat Ukur Np.
01006/Romangpolong/2013 tanggal 11-11-2013, seluas 3144 m2 ( tiga ribu seratus
empat puluh empat meter persegi ) atas nama H. Syamsul Alam, B.Sc.,
B. PUTUSAN NOMOR 68/G/2014/PTUN.MKS
Secara umum jika dikaji mengenai Isi atau bagian-bagian dari suatu Putusan, maka
sesuai yang diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara,
yaitu harus memuat :
➢ Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa “.
➢ nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa.
➢ Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas.
➢ Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa
➢ Alasan hakim yang menjadi dasar putusan.
➢ Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.
➢ Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan
tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Menurut Kelompok Kami, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera Makassar
Nomor: 68/G/2014/PTUN.Mks Secara Keseluruhan Sudah Memuat Semua Bagian-
Bagian Isi Dari Suatu Putusan Sesuai Pasal 109 Ayat (1) Di Atas.
Untuk Mempermudah Pemahaman Mengenai Analisis Terhadap Putusan Sengketa
Tata Usaha Negara Yang Dalam Hal Ini Terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Makassar Nomor: 68/G/2014/PTUN.Mks Di Atas, Maka Kelompok Kami
Akan Mencoba Menjelaskan Atau Menguraikannya Satu Persatu Dari Hal-Hal Yang
Perlu Untuk Diketahui.
Secara Keseluruhan Jika Kita Sudah Pada Tahap Penganalisaan Suatu Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Maka Secara Tidak Langsung Sudah Menunjukkan
Bahwa Prosedur Sebelumnya Sudah Terpenuhi, Seperti Mengenai Syarat-Syarat Dari
Suatu Surat Gugatan Terutama Syarat Formil, Yang Jika Dalam Kasus Sengketa Tata
Usaha Negara Pada Contoh Salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar di atas
adalah diajukan oleh Djamaluddin Dg. Rurung Bin Abdul Rahman (Penggugat), didaftarkan 12
September 2014 dengan Register Perkara Nomor : 68/G/2014/PTUN.Mks. Tidak mungkin suatu
sengketa tata usaha negara dapat diperiksa, diadili, dan diputus di PTUN jika tidak lulus dari
pemeriksaan awal suatu surat gugatan di Kepaniteraan PTUN, Karena sebelum surat gugatan
dapat di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara syarat formilnya harus
terpenuhi secara lengkap terlebih dahulu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf
b Jo Pasal 56 UU No.5 Tahun 1986. Beberapa hal lain yang perlu dicermati adalah:

a. Kompetensi Mengadili
Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Makassar di atas, kelompok kami sependapat dengan eksepsi Tergugat dan putusan
Hakim, karena dalam gugatan yang diajukan oleh Penggugat mendalilkan tanah objek
sengketa merupakan warisan yang belum terbagi dan esensi permasalahan sebenarnya
adalah menyangkut kepemilikan oleh karenanya harus dibuktikan terlebih dahulu pada
lembaga peradilan yang berwenang sehingga Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar tidak
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tersebut.

b. Subjek Sengketa
Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur
dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa
yang harus dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam proses
Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan
pekerjaan penggugat atau kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
Pada contoh kasus sengketa tata usaha di atas pihak yang berperkara adalah:
1. Penggugat
Nama : Djamaluddin Dg. Rurung Bin Abdul Rahman
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Yusuf Bauty BTN Mutira Permai Blok F.4A, Kelurahan Paccinongan,
Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.
Pekerjaan : Wiraswasta
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 13 Agustus 2014 memberikan kuasa kepada
Aiswariah Amin, SH., dan Andi Amirullah, SH., Advokat dan Konsultan Hukum,bertempat
tinggal di Jalan Mirah Seruni Kompleks Catalya I Blok F.5 Panakkukang Mas Makassar.
2. Tergugat
Nama Jabatan : Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa
Tempat Kedudukan : Jalan Andi Malombassang Nomor 65 Sungguminasa-Kabupaten Gowa.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 2016.S.Kuasa.73.06/X/2014 tanggal
9 Oktober 2014 memberi kuasa kepada Gunawan Hamid,A.Ptnh.MH. , Hardiansyah, SH., dan
Arfianty Satyaningsi, SH.,
3. Tergugat II Intervensi
Nama : H. Syamsul Alam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Sirajuddin Rani Nomor 21, Kelurahan Bonto-Bontoa, Kecamatan
Somba Opu, Kabupaten Gowa.
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 24 Oktober 2014 memberikan kuasa kepada
Amirullah Tahir, SH.MH., dan Rusli SH., Advokat, berkantor pada Kantor Advokat Amirullah
Tahir dan Associates di jalan Andi Pengerang Pettarani Perkantoran New Zamrud D.19,
Kelurahan Buakana, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.

C. OBJEK SENGKETA
Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata
Usaha Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.5
Tahun 1986, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu
Keputusan Tata Usaha Negara yaitu berupa Sertipikat Hak Milik Nomor : 02009/ Kelurahan
Romang Polong, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa tanggal 21 November 2013, Surat
Ukur No. 01006/Romangpolong/2013 tanggal 11-11-2013, seluas 3144 m2 ( tiga ribu seratus
empat puluh empat meter persegi ) atas nama H. Syamsul Alam, B.Sc., .
Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk kedalam
objek sengketa tata usaha negara, tepatnya sengketa Sertipikat Pertanahan yang dapat
diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, karena selain merupakan suatu
penetapan tertulis yang bersifat individual, konkret, dan final, juga pihak Penggugat merasa
dirugikan oleh keputusan tersebut.

D. POSITA DAN PETITUM


Suatu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara akan berisikan rangkuman secara
keseluruhan dari pemeriksaan-pemeriksaan yang telah dilakukan selama persidangan sesuai
isi/sistematika putusan yang telah ditentukan undang-undang. Walaupun pada dasarnya
Posita dan Petitum gugatan berawal dari suatu surat gugatan, namun hal itu tidak
menghalangi kita untuk dapat mengetahui apa yang menjadi Posita maupun Petitum dari
gugatan Penggugat, karena hal tersebut tetap dicantumkan pada suatu Putusan Tata Usaha.
Posita atau dasar gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan
yang diuraikan secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang, biasanya berisi tentang
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang merupakan uraian dari duduk perkara suatu
sengketa dan berisi fakta hukum terkait hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat.
Sedangkan Petitum adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh
Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim.
Pada sengketa Tata Usaha Negara sesuai contoh Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Makassar Nomor: 68/G/2014/PTUN.Mks di atas, yang menjadi Posita dan
Petitumnya adalah:
1. Posita
Secara keseluruhan uraian mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa terkait duduk
perkara yang tertuju pada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara dapat dilihat dan
dicermati pada halaman ke-3 dari Putusan TUN tersebut.
Bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No.9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa alasan-alasan Penggugat
untuk menggugat adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar di atas, alasan
Penggugat mengatakan KTUN tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan adalah karena Tergugat menerbitkan Sertipikat Hak Milik No.02009 Kelurahan
Romang Polong, Tanggal 21-11-2013 Surat Ukur Tanggal 11-11-2013 No.01006 Kelurahan
Romang Polong, Luas 3.144 m2 atas nama H. Syamsul Alam B.Sc, tersebut tidak sesuai
dengan prosedur hukum yakni bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) Peraturan
Pemerintah (PP). No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi : ‘’(1) Untuk keperluan pendaftaran
hak, hak atas tanah yang berasal dari konvensi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat
bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan
atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia judikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistimatik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak
dan hak-hak pihak lain yang membebaninya’’.
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Pada contoh salinan Putusan PTUN di atas, hal ini dapat dilihat atau dibuktikan pada
penjabaran “duduk perkara” point ke 11, yang menyebutkan bahwa tindakan Tergugat
menerbitkan Sertipikat Hak Milik No.02009 Kelurahan Romang Polong, Tanggal 21-11-
2013 Surat Ukur Tanggal 11-11-2013 No.01006 Kelurahan Romang Polong, Luas 3.144 m2
atas nama H. Syamsul Alam B.Sc, adalah perbuatan sewenang-wenang, yakni melanggar
asas-asas umum pemerintahan yang baik khususnya asas kecermatan dan ketelitian
sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (2) a dan b UU. No.5 Tahun 1986 yang telah
dirubah dengan UU No.9 Tahun 2004 lalu kemudian dirubah lagi dengan UU No.51 Tahun
2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
2. Petitum
Yang menjadi tuntutan Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim terhadap perkara gugatan
dalam sengketa tata usaha negara tersebut adalah:
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
b. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Tata usaha Negara Sertipikat Hak Milik
No.02009 Kelurahan Romang Polong, Tanggal 21-11-2013 Surat Ukur Tanggal 11-11-2013
No.01006 Kelurahan Romang Polong, Luas 3.144 m2 atas nama H. Syamsul Alam B.Sc, ;
c. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Tata Usaha Negara berupa
Sertipikat Hak Milik No.02009 Kelurahan Romang Polong, Tanggal 21-11-2013 Surat Ukur
Tanggal 11-11-2013 No.01006 Kelurahan Romang Polong, Luas 3.144 m2 atas nama H.
Syamsul Alam B.Sc ;
d. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam sengketa ini
e. Tenggang Waktu
Tenggang waktu gugatan adalah batas waktu atau kesempatan yang diberikan oleh undang-
undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya dengan
cara mengajukan gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Seperti yang diketahui bahwa bentuk kasus sengketa tata usaha negara dalam
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar di atas adalah termasuk kedalam bentuk
sengketa Sertipikat Pertanahan berupa Hak Milik, dalam eksepsi Tergugat II intervensi (hal 13)
menyatakan bahwa gugatan Penggugat telah lewat waktu (kadaluarsa) karena Penggugat
melalui kuasanya pernah mengajukan gugatan selaku pihak Penggugat Intervensi pada
perkara Nomor register : 38/G/2014/PTUN.Mks. tertanggal 21 April 2014 namun Majelis
Hakim yang memeriksa perkara tersebut tidak menerima Penggugat untuk diikutkan sebagai
pihak dengan alasan bahwa objek gugatannya sama, namum majelis hakim yang menangani
dan memeriksa perkara 38/G/2014/PTUN.Mks memerintahkan kepada Panitera perkara
tersebut untuk memanggil Penggugat Perkara No. 68/G/2014/PTUN.Mks. an Djammaluddin
Dg. Rurung untuk memberikan keterangan selaku saksi Penggugat perkara Nomor
38/G/2014/PTUN.Mks namun Penggugat tidak datang untuk mematuhi panggilan Majelis
Hakim sebanyak 3 (tiga) panggilan olehnya itu sangat jelas bahwa objek sengketa tersebut
sejak bulan april dan sejak itu pula perkara Nomor 38/G/2014/PTUN.Mks. didaftarkan pada
Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar dan perkara No. 38/G/2014/PTUN.Mks. tersebut
telah putus dengan pertimbangan hukum sepatutnya masalah kepemilikan menyangkut asal
usul dan status dari tanah a quo diselesaikan terlebih dahulu sebelum Pengadilan Tata Usaha
Negara memeriksa proses penerbitan sertipikat tersebut ( objek sengketa ). dan amar putusan
menerima eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi menyatakan gugatan Penggugat tidak
dapat diterima. dan pada kenyataannya SHM 02009 atas nama H. Syamsul Alam telah
diterbitkan oleh Tergugat I, pada tanggal 21 November 2013 secara prosedural dan sah
menurut hukum.
Berdasarkan uraian diatas dan jika dihubungkan dengan Pasal 55 UU No.5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, gugatan diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 (
sembilan puluh ) hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan
atau pejabat tata usaha negara. Maka, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
yaitu Pasal 55 UU No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka gugatan
Penggugat yang diajukan/ didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara telah lewat waktu 90
( sembilan puluh ) hari untuk diajukan.
Dalam eksepsi Tergugat II Intervensi ( hal-37, poin ke-4 ) juga menjelaskan bahwa
gugatan Penggugat kabur ( obscure libelli ) karena antara posita dengan petitum tidak sinkron/
atau tidak bersesuaian bahwa dalam posita gugatan Penggugat menyinggung masalah
kepemilikan dan masalah kewarisan sedangkan dalam petitum gugatan menyinggung masalah
pembatalan SHM, dan gugatan mencampur-adukkan antara gugatan kepemilikan dan
kewarisan serta gugatan sengketa tata usaha negara sehingga gugatan penggungat kabur dan
membingungkan.
f. Pembuktian
Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta, dapat
berupa fakta hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang keberadaannya
tergantung dari penerapan suatu peraturan perundang-undangan, dan fakta biasa yaitu
kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum
tertentu (Wiyono, 2007: 148). Fakta-fakta yang disebutkan di atas akan menjadi bahan
pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir.
Jika mencermati contoh putusan di atas, yang menjadi fakta biasa dalam sengketa
Tata Usaha Negara tersebut berdasarkan pada bukti-bukti yang ada diantaranya adalah
bahwa tanah yang dipersengketakan Penggugat (Djamaluddin Dg. Rurung Bin Abdul Rahman)
merupakan tanah yang berasal dari Sampara bin Kuba, hal ini dapat dilihat pada halaman ke-
39 Putusan tersebut terkait pertimbangan Hakim yang menyebutkan ‘’Menimbang, bahwa
dari keterangan saksi-saksi yakni saksi dari Tergugat II Intervensi yang bernama Makkutanang
dan H. Abdul Halim Azim yang pada pokoknya menjelaskan bahwa tanah tersebut awal
mulanya berasal dari Sampara bin Kuba yang menikah dengan Sapia Dg. Tene yang semasa
hidupnya melahirkan Pr. Monreng Dg Bollo yang kemudian menikah dengan Abdul Rahman
bin Seha dan dari perkawinan keduanya melahirkan 2 orang anak yakni Rukiah Dg Tene dan
Haji Abdul Mansyur, dan bahwa Abdul Rahman bin Seha menikah kedua kalinya dengan
Manikang Dg Kenang yang kemudian melahirkan 9 orang anak salah satunya adalah
Penggugat ( Djamaluddin Dg Rurung), dan bahwa Rukiah Dg Tene menikah dengan H. Makmur
Dg Gappa mempunyai 4 orang anak termaksud Syamsul Alam ( Tergugat II Intervensi )
sedangkan berdasarkan keterangan saksi Penggugat H. Rusbullah Bakri AP. M.Ap selaku Plh
Lurah Romang Polong menerangkan bahwa benar di buku tanah pada kantor Kelurahan
Romang Polong ada tercatat persil 5A kohir 402 CI atas nama Abd. Rahman bin Seha.’’
Sedangkan yang menjadi Fakta hukum dari sengketa Tata Usaha Negara yang timbul dari
adanya fakta biasa di atas diantaranya adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha
Negara oleh Tergugat ( Kepala Kantor Pertanahan Kabupatn Gowa ) berupa Sertipikat Hak
Milik Nomor : 02009/Kelurahan Romang Polong, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa
tanggal 21 November 2013, Surat Ukur No. 01006/Romangpolong/2013 tanggal 11-11-2013,
seluar 3144 m2 ( tiga ribu empat puluh empat meter persegi ) atas nama H. Syamsul Alam,
B,Sc, ( Objek sengketa ), ( bukti T.1-TII.int.1 ).
Pada Pasal 107 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara menyebutkan “ Hakim menetukan apa yang harus dibutikan, beban pembuktian
beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya
dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim”. Dengan demikian Hakim dalam memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara memiliki kebebasan atau dapat
menentukan sendiri siapa yang harus dibebani pembuktian, serta Hakim tidak tergantung atau
terikat pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa.
Terkait alat bukti, Undang-Undang No 5 Tahun 1986 mengaturnya dalam Pasal 100,
yaitu:
a. Surat atau tulisan
b. Keterangan ahli
c. Keterangan saksi
d. Pengakuan para pihak
e. Pengetahuan Hakim.
Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, pada contoh
kasus/sengketa di atas maka alat bukti yang digunakan sebagai pertimbangan Hakim dalam
menentukan putusan akhir adalah:
a. Surat atau tulisan : Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang diajukan
oleh Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir, bermaterai cukup
atau dengan kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan dapat dipergunakan di
Pengadilan.
b. Keterangan saksi : Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga
diperdengarkan keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh Penggugat dan
Tergugat Intervensi II.
c. Pengetahuan Hakim : Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai asas-asas dan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan penyelesaian suatu sengketa
tata usaha negara, misalnya pada sengketa TUN dalam Putusan di atas adalah sehubungan
dengan pertimbangan Hakim untuk melaksanakan Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan oleh Para Pihak.
Dari penjelasan di atas,maka dengan adanya lebih dari dua alat bukti yang digunakan sebagai
pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara, maka amar/putusan yang ditetapkan
atau diambil oleh Hakim nantinya tidak akan diragukan lagi ketepatan putusannya.

G. Diktum / Amar Putusan


Setelah semua tahap-tahap pemeriksaan di persidangan dilakukan (pembacaan
gugatan oleh Penggugat, pembacaan jawaban dari Tergugat, replik, duplik, pengajuan alat-
alat bukti, kesimpulan), dimana inti dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan mengenai
sengketa Tata Usaha Negara itu adalah Pertama, Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa
KTUN yang dikeluarkan oleh Tergugat agar dinyatakan batal atau tidak sah. Kedua, Tergugat
mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang telah dikeluarkan adalah sah (Wiyono, 2007: 123).
Diktum atau Amar Putusan adalah apa yang diputuskan secara final oleh pengadilan
dan merupakan titik akhir yang terpenting bagi Penggugat atau Tergugat, dengan kata lain
Diktum atau amar putusan juga dapat dikatakan jawaban atau tanggapan dari petitum.
Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim setelah pemeriksaan sengketa
Tata Usaha Negara selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan
tertentu. Berdasarkan Pasal 97 ayat (7) bentuk Putusan pengadilan dapat berupa:
1. Gugatan ditolak ;
2. Gugatan dikabulkan ;
3. Gugatan tidak diterima ;
4. Gugatan gugur.
Pada contoh sengketa Tata Usaha Negara dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Makassar Nomor: 68/ G/2014/ PTUN.Mks. di atas yang menjadi Diktum atau Amar
putusan yang diputuskan dalam Rapat Permusyawaratn Majelis Hakim pada hari Senin
tanggal 2 Februari 2015 yaitu, mengadili:
1. Menerima Eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi ;
2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaark);
3. Membebankan Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 412.000,- (empat
ratus dua belas ribu rupiah).
Dengan diterimanya eksepsi tergugat maka otomatis gugatan Penggugat tidak
diterima yaitu putusan yang menyatakan bahwa syarat-syarat yang telah ditentukan tidak
dipenuhi oleh gugatan yang diajukan oleh Penggugat dan Diktum putusan tersebut tidak
membawa perubahan apa-apa dalam hubungan hukum yang ada antara Penggugat dengan
Tergugat, artinya keadaan tetap seperti yang berlaku semula, dimana Penggugat
(Djamaluddin Dg. Rurung Bin Abdul Rahman) tetap tidak dapat memohon pembatalan
Sertipikat Hak Milik dalam Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi Objek sengketa dan
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Tergugat (Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Gowa) tetap berlaku atau sah menurut hukum, yaitu dengan adanya Putusan
Hakim mencabut Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor:
68/G/2014/PTUN.Mks. tanggal 12 September 2015 tentang Pembatalan Sertipikat Hak Milik
Nomor : 02009/Kelurahan Romang Polong, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa tanggal
21 November 2013, Surat Ukur No. 01006/Romangpolong/2013 tanggal 11-11-2013, seluar
3144 m2 ( tiga ribu seratus empat puluh empat meter persegi ) atas nama H. Syamsul Alam,
B,Sc.
Menghukum Penggugat (Djamaluddin Dg. Rurung Bin Abdul Rahman) untuk
membayar biaya perkara menurut Penulis sudah tepat, karena berdasarkan Pasal 110
Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “Pihak yang dikalahkan untuk
seluruhnya atau sebagian dihukum membayar biaya perkara”. Lebih lanjut Pasal 111 UU No.5
Tahun 1986 mengatur, yang termasuk dalam biaya perkara itu adalah:
a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai
b. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa dengan catatan bahwa pihak yang meminta
pemeriksaan lebih dari lima orang saksi harus membayar biaya untuk saksi yang lebih itu
meskipun pihak tersebut dimenangkan
c. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain yang diperlukan
bagi pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua Sidang.
Yang perlu ditekankan dalam penjatuhan putusan adalah bahwa Majelis Hakim wajib
menjatuh putusan terhadap semua petitum dan dilarang menjatuhkan putusan di luar atau
melebihi petitum.
Pasal 68 ayat(1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan “Pengadilan memeriksa dan
memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan tiga orang Hakim”. Jika kita cermati, pada
contoh Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas sudah memenuhi aturan Pasal tersebut,
dapat terlihat pada bagian penutup Putusan PTUN, Majelis Hakim yang memutus tersebut
adalah M. Usahawan, SH., Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar selaku Hakim Ketua
Majelis, Andi Nur Insaniyah, SH., dan Muhammad Aly Rusmin, SH., masing-masing sebagai
Hakim Anggota.
Pasal 108 ayat(1) dan(2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 mengatur bahwa Putusan
Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan jika hal tersebut tidak
terpenuhi maka akan mengakibatkan putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai
kekuatan hukum. Jika berpandangan pada pasal tersebut, contoh Putusan sengketa Tata
Usaha Negara di atas adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum, karena putusan tersebut
diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Senin tanggal 09
Februari 2015 oleh Majelis Hakim dan dibantu oleh Abidin Sandiri, SH., sebagai Panitera
Pengganti dengan dihadiri oleh Kuasa Hukum Tergugat II Intervensi, tanpa dihadiri oleh Kuasa
Hukum Penggugat dan Kuasa Hukum Tergugat.
Kekuatan hukum dari Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas adalah mengikat
semua yang berkepentingan untuk menaati dan melaksanakannya, yaitu semua orang
dan/atau semua badan hukum, baik badan hukum perdata maupun badan hukum publik,
karena Putusan Hakim di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara mengikuti azas Erga Omnes,
yang artinya putusan berlaku bagi semua orang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Putusan Tata Usaha Negara
Makassar Nomor: 68/G/2014/PTUN.Mks. terkait sengketa Tata Usaha Negara antara
Djamaluddin Dg. Rurung Bin Abdul Rahman (Penggugat) yang menggugat Sertipikat Hak
Milik Nomor : 02009/Kelurahan Romang Polong, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa
tanggal 21 November 2013, Surat Ukur No. 01006/Romangpolong/2013 tanggal 11-11-2013,
seluas 3144 m2 ( tiga ribu seratus empat puluh empat meter persegi ) atas nama H. Syamsul
Alam, B,Sc, yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa (Tergugat)
secara keseluruhan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik dari
segi isi putusan maupun maupun sistematika putusan, begitu juga dengan Subjek, Objek,
Kompetensi, Tenggang waktu mengajukan gugatan sudah tepat. Sehingga hal tersebut
mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha Negara tersebut dapat dipertanggungjawabkan
secarahukum.
DAFTAR PUSTAKA

http://ptun-makassar.go.id/perkara-putus-tahun-2015/
( diakses pada Senin, 7 Desember 2015 )
http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/c2522d089e3671496383101e7eb348da
( diakses pada Senin, 7 Desember 2015 )
http://annekasaldianmardhiah.blogspot.co.id/2012/07/analisis-putusan-pengadilan-
tata-usaha.html ( diakses pada Senin, 7 Desember 2015 )

Anda mungkin juga menyukai