Nim : 1203030118
Nomor: 58/G/2018/PTUN-JKT
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau
badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata
Usaha Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan yang
diajukan oleh seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan tersebut haruslah dengan
alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986.
Secara umum isi atau bagian-bagian dari suatu putusan diatur dalam Pasal 109 ayat (1)
UU Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu memuat:
a. Kepala putusan harus berbunyi: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa.
d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa.
g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan
tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta di atas, jenis
sengketa tersebut adalah sengketa kepegawaian, sehingga berdasarkan pada Pasal 48 Jo Pasal
51 ayat(3) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 seharusnya gugatan tersebut di ajukan ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Maka Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak
berwenang memeriksa perkara tersebut.
B. Subjek Sengketa
Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur
dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986,
bahwa yang harus dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam proses
Peradilan Tata Usaha Negara adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan
pekerjaan penggugat atau kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
Pada contoh kasus sengketa tata usaha di atas pihak yang berperkara adalah:
1. Penggugat
Nama : Mahmud
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 Oktober 2018 memberikan kuasa kepada
Yulianto, S.H. M.H. dan Dodi, S.H., Advokat/Pengacara yang tergabung dalam
Kantor Hukum Yulianto, S.H. M.H. dan Rekan.
2. Tergugat
C. Objek Sengketa
Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata
Usaha Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang- Undang No.5
Tahun 1986, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu
Keputusan Tata Usaha Negara yaitu:
1. Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 2484 / Kelurahan Lorok Pakjo / Tanggal 13-
08-1983, Gambar Situasi, Nomor 6556, Tanggal 23 Desember 1981, dengan luas
7535 M² terakhir atas nama Koko Gunawan Thamrin
2. Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 2485 / Kelurahan Lorok Pakjo / Tanggal 13-
08-1983, Gambar situasi, Nomor 6557, Tanggal 23 Desember 1981, dengan luas
7535 M² terakhir atas nama Koko Gunawan Thamrin
Berdasarkan hal diatas, kasus tersebut termasuk kedalam objek sengketa tata usaha
negara karena merupakan suatu penetapan tertulis yang bersifat individual, konkret, dan final
dan pihak Penggugat merasa dirugikan oleh penetapan tersebut.
Suatu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara berisi rangkuman secara keseluruhan
dari serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan selama persidangan sesuai isi/sistematika
putusan yang telah ditentukan undang-undang. Walaupun pada dasarnya Posita dan Petitum
gugatan berawal dari suatu surat gugatan, namun hal itu tidak menghalangi untuk dapat
mengetahui apa yang menjadi Posita maupun Petitum dari gugatan Penggugat, karena hal
tersebut tetap dicantumkan pada suatu Putusan Tata Usaha Negata.
Posita atau dasar gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan
yang diuraikan secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang, biasanya berisi tentang
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang merupakan uraian dari duduk perkara suatu
sengketa dan berisi fakta hukum terkait hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat.
Sedangkan Petitum adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh
Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim.
Pada sengketa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 58/G/TUN/
2018/PTUN-JKT, yang menjadi Posita dan Petitumnya adalah:
1. Posita
a. Bahwa dengan diterbitkannya SHM Nomor 2484 dan 2485, tidak sesuai dengan
prosedur pendaftaran tanah sesuai dengan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 10
Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah pasal 3 ayat (2) ;
b. Bahwa dalil-dalil tersebut diatas Tergugat didalam menerbitkan ke 2 (dua) objek
sengketa tersebut diatas telah melanggar asas pemerintahan yang baik, sehingga
atas ke 2 (dua) objek sengketa tersebut sudah berdasarkan hukum untuk
dinyatakan batal/ atau tidak sah dan kepada Tergugat diwajibkan untuk mencabut
dan mencoret dari daftar buku tanah pada kantor pertanahan kota Jakarta;
2. Petitum
a. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
b. Menyatakan batal atau tidak sah :
c. Mewajibkan Tergugat untuk Mencabut dan mencoret dari daftar buku tanah kota
Jakarta
d. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini
E. Tenggang Waktu
Tenggang waktu gugatan adalah batas waktu atau kesempatan yang diberikan oleh
UU kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya dengan cara
mengajukan gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Ketentuan mengenai tenggang
waktu ini diatur dalam Pasal 55 Undang- Undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara yaitu gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari
terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara. Artinya adalah bahwasanya gugatan tersebut harus diajukan paling lambat 90
hari sejak diterima atau diumumkannya Keputusan Tata Usaha Negara.
Seperti yang diketahui bahwa kasus sengketa Tata Usaha Negara dalam Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta bahwa Penggugat mengetahui sertipikat hak milik
(SHM) 2484/ kelurahan lorok pakjo/ tahun 1981 gambar situasi nomor 6556 tanggal 23
Desember 1981, dengan luas 7535 M² terakhir atas nama Koko Gunawan Thamrin dan
Sertipikat Hak milik Nomor (SHM) 2485 / Kelurahan Lorok Pakjo / Tahun 1981 gambar
situasi nomor 6557 tanggal 23 Desember 1981, dengan luas 7535 M² terakhir atas nama
Koko Gunawan Thamrin yaitu dari Relass panggilan sidang dengan nomor perkara 161/
Pdt.G/2018/PN-JKT yang diterima oleh Notaris Rizal, SH pada tanggal 3 Agustus 2018,
sehingga tidak melebihi tenggang waktu yang telah ditentukan dalam pasal 55 UU No. 5
Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara.
F. Diktum
Diktum atau Amar Putusan adalah apa yang diputuskan secara final oleh pengadilan
dan merupakan titik akhir yang terpenting bagi Penggugat atau Tergugat, diktum atau amar
putusan juga dapat dikatakan sebagai jawaban atau tanggapan dari petitum. Putusan akhir
adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim setelah pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara
selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan tertentu. Berdasarkan
Pasal 97 ayat (7) bentuk Putusan pengadilan dapat berupa:
1. Gugatan ditolak
2. Gugatan dikabulkan
4. Gugatan gugur.
Pada sengketa Tata Usaha Negara dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
Nomor: 58/G/TUN/2018/PTUN-JKT di atas yang menjadi Diktum atau Amar putusan yang
diputuskan dalam Rapat Permusyawaratn Majelis Hakim pada hari Senin, tanggal 25 Maret
2018 yaitu, mengadili:
KESIMPULAN
Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Putusan Tata Usaha Negara
Jakarta Nomor: 58/G/TUN/2018/PTUN-JKT terkait sengketa Tata Usaha Negara antara
Mahmud(Penggugat) yang menggugat Surat Keputusan Kepala Kantor Pertahanan Kota
Jakarta (Tergugat) secara keseluruhan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, baik dari segi isi putusan maupun maupun sistematika putusan, begitu juga dengan
Subjek, Objek, Kompetensi, tenggang waktu mengajukan gugatan sudah tepat. Sehingga hal
tersebut mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha Negara tersebut dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum.