Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS SYARAT-SYARAT FORMIL

DAN MATERIL TERHADAP SURAT


GUGATAN DI PENGADILAN TATA
USAHA NEGARA

NB: Dierbolehkan CoPas Untuk keperluan Pendidikan..


        Biasakanlah Minta izin kepada Penulis terlebih dahulu..
        Tapi hanya dapat sebagai Landasan sebuah Penulisan (tugas, makalah,dll).
        Hargai lah hasil karya orang lain >> STOP PLAGIAT!!
@hak cipta

ANALISIS

A. SYARAT-SYARAT FORMIL DAN MATERIL DARI SEBUAH SURAT


GUGATAN ATAS SUATU KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASARKAN
KETENTUAN UNDANG-UNDANG 

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara menyebutkan bahwa, Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan
terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk
mendapatkan putusan.
Tuntutan yang dimaksud di atas ialah suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat
konkret, individual, dan final, yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang merugikan kepentingan seseorang atau badan hukum perdata, sehingga menyebabkan
timbulnya Sengketa Tata Usaha Negara .
Secara garis besar Sengketa Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 54 ayat (1) UU No.5
Tahun 1986 diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan tergugat. Karena pada Pasal 62 ayat (1) huruf a menyatakan bahwa
gugatan yang diajukan dapat dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar jika seseorang
atau Badan Hukum dalam mengajukan suatu gugatan, dimana pokok gugatan tersebut
nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan.
Sebagai suatu permohonan, sudah tentu tidak setiap gugatan harus diterima oleh Pengadilan
di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, jika syarat-syarat dari gugatan belum atau tidak
dipenuhi, baik syarat formil maupun syarat materil.
Di sini Penulis akan menguraikan syarat-syarat formil maupun materil sebuah surat gugatan
berdasarkan pada Undang-undang.

Syarat-Syarat Formil Surat Gugatan


1. Identitas
Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang No.9 Tahun 2004
menyebutkan bahwa suatu gugatan harus memuat :
a. Identitas Penggugat
Penggugat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis
kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara
yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan
ganti rugi dan/atau rehabilitasi.
Menurut Indroharto di dalam bukunya “Usaha Memahami Undang-Undang Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara”, pengertian kepentingan dalam kaitannya dengan hukum
Acara Tata Usaha Negara itu mengandung arti, yaitu menunjuk kepada nilai yang harus
dilindungi oleh hukum dan kepentingan proses, ialah menunjuk kepada apa yang hendak
dicapai dengan melakukan suatu proses gugatan yang bersangkutan (Wiyono, 2007: 50).
Identitas penggugat meliputi:
 Nama lengkap penggugat
 Kewarganegaraan penggugat
 Tempat tinggal
 Pekerjaan penggugat
Berdasarkan Pasal 57 ayat (1) UU no.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “Para pihak yang
bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa
orang kuasa”.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 56 UU No.5 Tahun 1986, bahwa identitas kuasa penggugat
juga harus dicantumkan dengan lengkap, sebagaimana halnya identitas penggugat.
b. Identitas Tergugat
Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No.5 Tahun 1986, yang disebut dengan Tergugat
adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau
badan hukum perdata.
Identitas Tergugat meliputi:
 Nama jabatan
 Tempat kedudukan
Mengenai ketentuan identitas, selain diatur dalam Undang-undang No.5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, juga diatur lebih lanjut di dalam Surat Edaran No.2
Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang
No.5 Tahun 1986, pada Bagian I angka 6, menyebutkan bahwa :
a) Identitas penggugat harus dicantumkan secara lengkap, agar memudahkan pengiriman
turunan surat gugatan dan panggilan-panggilan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
b) Di dalam surat gugatan, harus disebutkan terlebih dahulu nama dari pihak penggugat dan
baru disebutkan nama kuasa yang mendampinginya, hal ini bertujuan untuk memudahkan
penanganan kasus-kasus dan demi keseragaman model surat gugatan.
2. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan
Ketentuan mengenai tenggang waktu ini diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang No.5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu “ Gugatan dapat diajukan hanya dalam
tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya
Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara “.
Mengenai masalah tenggang waktu mengajukan gugatan, yang harus diperhatikan juga
adalah ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang No.9
Tahun 2004, yakni dalam hal Badan atau Pejabat Tata Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi kewajibannya, Maka setelah
lewat jangka waktu yang diatur dalam perundang-undangan dimaksud dapat diajukan
gugatan Tata Usaha Negara. Penghitungan daluwarsa mengajukan gugatan dalam hal itu
adalah sejak lewat waktu yang diatur dalam perundang-undangan dimaksud dapat diajukan
gugatan Tata Usaha Negara , atau kalau tidak ada ketentuan tenggang waktu Maka setelah
lewat waktu empat bulan.
3. Diberi Tanggal
Suatu gugatan biasanya selalu diberi tanggal, hal ini akan akan sangat berguna untuk
mengetahui sudah atau belum daluwarsanya pengajuan suatu surat gugatan, yaitu dengan
membandingkan tanggal pengajuan gugatan dengan tanggal atau kapan sebuah keputusan
yang digugat itu disampaikan atau diketahui oleh Penggugat. Dimana hal ini juga harus
dibuktikan lebih lanjut dalam acara pembuktian, begitu juga dengan adanya pemberian
Tanggal pada surat gugatan akan berguna untuk mengetahui apakah suatu gugatan adalah
Prematur atau tidak.
4. Ditandatangani
Suatu surat gugatan haruslah ditandatangani oleh Penggugat atau oleh kuasanya yang sah
untuk itu. Sehubungan dengan itu, berdasarkan Surat Edaran No.2 Tahun 1991 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
menyebutkan bahwa, surat gugatan tidak perlu diberi Materai, karena hal tersebut tidak
diisyaratkan oleh Undang-undang. Ini disebabkan oleh karena biaya Materai tersebut sudah
dihitung dalam biaya perkara.
Dalam hal surat gugatan yang oleh Penggugatnya dikuasakan kepada Kuasanya, Maka surat
gugatan tersebut ditandatangani oleh kuasanya tersebut, seperti yang diatur lebih lanjut
dalam Surat Ketua Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
Tanggal 24 Maret 1992 Nomor 051/Td.TUN/III/1992, Perihal: Juklak Yang Dirumuskan
Dalam Peningkatan Keterampilan Hakim Peradilan Tata USaha Negara II Tahun 1991 pada
Bagian I angka 2 huruf d, bahwa “ Apabila di dalam 1 (satu) surat gugatan disebutkan
beberapa kuasa sebagai yang mengajukan/membuat surat gugatan, Maka semua kuasa yang
disebut dalam surat gugatan tersebut harus turut serta menandatangani surat gugatan itu ”.

Syarat-Syarat Materil Surat Gugatan


1. Objek Gugatan
Objek gugatan harus disebutkan secara jelas dalam surat gugatan. Objek dari sebuah
gugatan ialah Keputusan Tata Usaha Negara. Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.5
Tahun 1986, “ Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata
Usaha Negara yang berdasrkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata.
Yang dimaksud dengan “penetapan tertulis” dalam Pasal di atas adalah menunjukkan
kepada isi Keputusan Tata Usaha Negara, bukan kepada bentuk Keputusan Tata Usaha
Negara. Hal ini dibuktikan lebih lanjut oleh Pasal 3 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986, bahwa “
Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan
hal itu menjadi kewajibannya, Maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha
Negara “. Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara seperti
pada Pasal 3 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986 di atas dapat disebut juga dengan Keputusan Tata
Usaha Negara Fiktif.
Yang dimaksud dengan penetapan tertulis yang bersifat konkret, individual, dan final adalah
:
a. Bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu
tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.
b. Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk
umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun hal yang dituju.
c. Bersifat final, artinya sudah definitive dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.
Suatu keputusan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baru dapat ditentukan sebagai
Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, jika sudah
dikeluarkan dari kantor pada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berwenang.
Namun terdapat pengecualian yang tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara,
berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No.9 Tahun 2004, yang tidak termasuk dalam
pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.
c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan.
d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP dan
KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia.
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum, baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
2. Dasar gugatan (fundamentum petendi / posita)
Dasar gugatan atau Posita berisikan dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan, yang
diuraikan secara ringkas dan sederhana.
Dasar gugatan ini fungsinya sangat penting dan menentukan pada pemeriksaan di siding
Pengadilan Tata Usaha Negara nantinya. Oleh karena itu, uraian mengenai dasar gugatan
harus jelas atau terang, sehingga tidak menimbulkan kekaburan. Karena berdasrkan Pasal
62 ayat (1) huruf c menyebutkan bahwa Ketua Pengadilan dapat menyatakan bahwa gugatan
tidak diterima atau tidak berdasar karena gugatan tersebut tidak didasarkan pada dalil-dalil
atau alasan- alasan yang layak.
Posita atau dasar gugatan biasanya terdiri atas :
a. Kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa, merupakan uraian mengenai duduk
perkaranya yang tertuju pada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh Tergugat
yang oleh Penggugat dirasa merugikan.
b. Fakta hukum, berisikan fakta-fakta secara kronologis tentang adanya hubungan hukum
anatara Penggugat dan Tergugat maupun dengan objek gugatan. Dalam fakta hukum juga
menguraikan kapan keputusan yang menjadi objek gugatan dikeluarkan, atau diberitahukan
kepada penggugat atau kapan mulai merasa kepentingan terganggu karena adanya
keputusan tersebut.
Di dalam surat gugatan, Posita atau dasr gugatan ini harus dikemukakan bahwa Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang No.9 Tahun 2004,
yaitu alasan-alasan yang dapat digunakan dalam menggugat suatu Keputusan Tata Usaha
Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
3. Petitum
Petitum adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh Penggugat
untuk diputuskan oleh Hakim.
Pada umumnya ada 5 bentuk gugatan Penggugat atau petitum, ialah:
a. Pencabutan gugatan
b. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara
c. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru
d. Ganti rugi
e. Rehabilitasi
Semua syarat-syarat di atas harus terpenuhi dalam sebuah surat gugatan dan disusun
dengan sebaik-baiknya agar dapat diproses di Pengadilan Tata Usaha Negara, karena
berdasrkan Pasal 62 ayat (1) huruf b Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa
sebuah gugatan dapat dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar oleh Pengadilan, jika
syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh Penggugat,
sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan.

B. ANALISIS SYARAT-SYARAT FORMIL DAN MATERIL YANG TERDAPAT


PADA CONTOH SURAT GUGATAN

Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan mengenai syarat-syarat formil dan materil
dari surat gugatan berdasarkan ketentuan Undang-undang yang berlaku.
Pada pembahasan ini, Penulis akan mencoba menguraikan implementasi dari syarat-syarat
formil dan materil pada pembahasan sebelumnya denga contoh bentuk surat gugatan atau
mencocokkan syarat-syarat tersebut dengan contoh surat gugatan yang Penulis lampirkan
pada bagian awal Penulisan ini.
Berpandangan pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, contoh surat di atas merupakan salah satu bentuk surat gugatan, karena
secara garis besar berisi mengenai permohonan tuntutan terhadapap Badan ayau Pejabat
Tata Usaha Negara yang diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Jika kita perhatikan
contoh surat gugatan di atas, Maka hal ini dapat terlihat dengan adanya pencantuman
“Perihal : Gugatan” dan disana dituliskan bahwa gugatan tersebut ditujukan kepada
Pengadilan Tata Usaha Jambi.
Sebelum kita menguraikan lebih jauh mengenai apakah syarat-syarat formil dan materil
pada contoh surat gugatan tersebut sudah terpenuhi atau belum. Hal terpenting yang harus
pihak Penggugat ( penulis surat gugatan) perhatikan sebelum di ajukan ke Pengadilan dan
yang harus di perhatikan oleh Pengadilan ketika ada surat gugatan yang akan diproses
adalah “apakah kompetensi relative dari surat gugatan tersebut sudah sesuai atau belum?”.
Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “ Gugatan sengketa
Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan tergugat “.
Jadi, pada contoh surat di atas, jika dilihat dari tempat kedudukan Tergugat adalah di
Jambi, Maka pengajuan surat gugatan di atas ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi sudah
benar dan tepat.
Selanjutnya, kita akan masuk pada pokok pembahasan, yaitu analisis syarat-syarat formil
dan materil yang terdapat pada contoh surat gugatan. Namun, untuk mempermudah
pemahaman pembaca, apakah contoh surat gugatan di atas sudah memenuhi syarat formil
dan materil sebuah gugatan atau belum, Maka Penulis akan mencoba menjelaskan atau
menguraikannya satu persatu dari syarat formil dan materil yang terkandung dalam surat
gugatan tersebut dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.

Syarat-Syarat formil

Secara garis besar Syarat formil suatu surat gugatan adalah Identitas, tenggang waktu, diberi
tanggal, dan tanda tangan.
1. Apakah sudah disebutkan siapa saja pihak-pihak yang terkait pada contoh surat gugatan di
atas?
 Para pihak pada contoh surat gugatan tersebut sudah disebutkan dengan jelas. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya penyebutan penggugat dan tergugat, seperti adanya
kalimat:
• “Untuk selanjutnya disebut sebagai…..PENGGUGAT”
• “Untuk selanjutnya disebut sebagai…..TERGUGAT I”
• “Untuk selanjutnya disebut sebagai…..TERGUGAT II”
2. Apakah identitas penggugat sudah dicantumkan secara lengkap sesuai perintah dari Surat
Edaran No.2 Tahun 1991 yang berdasarkan pada Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5
Tahun 1986?
 Pada surat gugatan tersebut sudah mencantumkan identitas penggugat, terbukti dengan
dituliskannya identitas penggugat sebagai berikut
Nama : Mardiana
Tempat/Tgl lahir : Riau, 15 Juni 1939
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. D.I Panajaitan No.25 RT.27 RW.008
Kel.Jelutung Kec. Jelutung Kota Jambi
Namun identitas penggugat yang dicantumkan pada surat gugatan tersebut masih belum
bisa dikatakan lengkap, karena identitas penggugat pada contoh surat gugatan di atas masih
memiliki kekurangan, yaitu dengan tidak dicantumkannya pekerjaan penggugat, padahal
yang harus dimuat pada identitas penggugat berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang
No.5 Tahun 1986 salah satunya adalah harus memuat pekerjaan penggugat.
3. Apakah penggugat pada surat gugatan tersebut menggunakan kuasa hukum?
Bagaimanakah pencantuman identitasnya?
 Pada surat gugatan tersebut, penggugat penggugat yang dalam hal ini adalah Mardiana,
menggunakan kuasa dalam perkara gugatan tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya Surat Kuasa Khusus Nomor :01/LOASA/SKK/PTUN-JBI/VIII/2010, tanggal 30
Agustus 2010 Kepada Adi saputra, SH dan Siti hatijah, SH.
Identitas kuasa hukum penggugat berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang
No.5 Tahun 1986 juga mengisyaratkan untuk mencantumkannya dengan lengkap. Identitas
kuas penggugat pada contoh surat gugatan di atas dapat terlihat dari adanya pencantuman;
“Dengan ini memberikan kuasa berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor:
01/LOASA/SKK/PTUN-JBI/VIII/2010, tanggal 30 Agustus 2010 kepada ;
ADI SAPUTRA, SH, SITI HATIJAH, SH, Pekerjaan: Advokat, Kewarganegaraan: Indonesia,
yang tergabung pada Law Office Adi Saputra & Associates, selaku Kuasa Hukum yang
beralamat di Jl. Briyan II No.22 RT.13 Komp. PU Kel.Pasir Putih Kec.Jambi Selatan Kota
Jambi”.
4. Apakah identitas tergugat sudah dicantumkan secara lengkap berdasarkan pada
ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986?
 Identitas tergugat pada surat gugatan di atas sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 56 ayat
(1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986, ialah terbukti dengan adanya pencantuman identitas
tergugat seperti sebagai berikut;
TERGUGAT I
Nama jabatan : Walikota Jambi
Kedudukan : Jl. Basuki Rahmad No.1 Kec. Kota Baru Kota Jambi Provinsi Jambi
TERGUGAT II
Nama jabatan : Kepala Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Jambi
Tempat kedudukan: Jl. H. Zainir Havis, BA No.60 Kec. Kota Baru Kota Jambi Provinsi
Jambi.
5. Apakah dalam contoh surat gugatan tersebut susunan penulisan nama para pihak sudah
berdasarkan pada ketentuan Bagian I angka 6 Surat Edaran No.2 Tahun 1991, seperti yang
telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya?
 Pada surat gugatan di atas, susunan penulisan nama para pihak sudah berdasarkan pada
ketentuan Bagian I angka 6 Surat Edaran No.2 Tahun 1991, dimana hal itu terlihat dari
pencantuman identitas para pihak, yang terlebih dahulu mencantumkan identitas
penggugat, setelah itu baru disebutkan identitas kuasa yang mendampingi penggugat, dan
kemudian mencantumkan identitas tergugat.
6. Apakah pengajuan gugatan tersebut masih dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh
ketentuan Undang-Undang atau peraturan lainnya?
 Berdasarkan uraian tentang duduk perkara pada contoh surat gugatan di atas, serta
mengacu pada ketentuan Pasal 55 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, dimana objek-objek gugatan yang diterbitkan oleh para tergugat dan
jeda waktu penggugat mengajukan gugatan masih dalam tenggang waktu yang dibenarkan
oleh Undang-Undang. Karena pada perkara gugatan ini, penggugat (Mardiana)baru
dikemudian hari mengetahui adanya suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Maka, selain
Pasal 55 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 sebagai landasan untuk memperkuat bahwa
gugatan tersebut masih dalam tenggang waktu yang dibenarkan, juga diperkuat dengan
adanya Surat Edaran No.2 Tahun 1991 yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia pada Bagian ke-5 angka 3, yang menyatakan bahwa “ Bagi mereka yang tidak
dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara tetapi merasa kepentingannya dirugikan,
Maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak
saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dan
mengetahui adanya keputusan tersebut.
7. Adakah di dalam contoh surat gugatan di atas dicantumkan tanggal pembuatan atau
pengajuan gugatan?
 Contoh surat gugatan di atas sudah memenuhi salah satu syarat formil gugatan, yaitu
adanya pencantuman tanggal. Hal ini dapat terlihat di bagian atas halaman pertama surat
gugatan, dimana gugatan tersebut dibuat atau diajukan di Jambi pada tanggal 13 September
2010.
8. Apakah gunanya pencantuman tanggal pada contoh surat gugatan tersebut?
 Pemberian tanggal pada surat gugatan sangat berguna sekali untuk mengetahui sudah
atau belum daluwarsanya suatu surat gugatan, yaitu dengan membandingkan tanggal
pengajuan gugatan dengan tanggal/kapan suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat
itu dikeluarkan atau disampaikan atau diketahui oleh penggugat, Misalnya pada contoh
surat gugatan di atas adalah
 Objek gugatan : 1. Surat Keputusan Walikota Jambi Nomor : 648/137/5/JTG-2001 tanggal
20 Maret 2001 tentang Izin Mendirikan Bangunan/Mengubah Bangunan yang diterbitkan
oleh Tergugat I.
 Diketahui oleh Penggugat pada bulan April 2010 (Duduk perkara, Point ke-11).
2. Surat Nomor : 640/296/Distarum/2010 Tanggal 5 Agustus 2010, Perihal Permohonan
Pembatalan Izin Mendirikan Bangunan an.ADEK yang diterbitkan oleh Tergugat II.
 Tanggal pengajuan gugatan : 13 September 2010
Maka dari perbandingan di atas, dapat terlihat bahwa surat gugatan di atas belum habis
tenggang waktu pengajuannya atau belum daluwarsa.
9. Apakah pada contoh surat gugatan di atas mencantumkan tanda tangan penggugat?
 Dikarenakan pada surat gugatan di atas pihak Penggugat memberikan kuasa kepada kuasa
hukumnya dalam mengajukan atau membuat surat gugatan, Maka penandatanganan pada
surat gugatan tersebut dilakukan oleh kuasa hukumnya.
Karena kuasa Penggugat lebih dari satu orang dan atas dasar Surat Ketua Muda Mahkamah
Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Tanggal 24 Maret 1992 No.
051/Td.TUN/III/1992, Maka semua kuasa yang disebut dalam surat gugatan tersebut harus
turut serta menandatangani surat gugatan tersebut.
Pada contoh surat gugatan di atas, penandatanganan surat gugatan dapat dilihat pada
halaman terakhir gugatan, ialah ditandatangani oleh Adi saputra, SH dan Siti hatijah, SH.

Syarat-Syarat Materil

Objek gugatan
1. Apakah objek gugatan dari contoh surat gugatan di atas?
 Yang menjadi objek gugatan dari gugatan di atas adalah:
a. Surat Keputusan Walikota Jambi Nomor : 648/137/5/JTG-2001 tanggal 20 Maret 2001
tentang Izin Mendirikan Bangunan/Mengubah Bangunan yang diterbitkan oleh Tergugat I.
b. Surat Nomor : 640/296/Distarum/2010 Tanggal 5 Agustus 2010, Perihal Permohonan
Pembatalan Izin Mendirikan Bangunan an.ADEK yang diterbitkan oleh Tergugat II.
2. Kenapa objek gugatan pada contoh surat gugatan di atas dapat dikatakan sebagai suatu
Keputusan Tata Usaha Negara sehingga dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara?
 Karena objek gugatan pada contoh surat gugatan tersebut merupakan suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisikan
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang sifatnya konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata. Jika akibat hukumnya tersebut merugikan
kepentingan seseorang atau badan hukum perdata, Maka oleh karena itulah dapat di gugat
di Peradilan Tata Usaha Negara.
Selain itu, objek gugatan pada contoh surat gugatan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu
Keputusan Tata Usaha Negara, karena keputusan tersebut tidak termasuk ke dalam
pengecualian yang bukan termasuk ke dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
sesuai dengan yang tercantum di dalam Pasal 2 Undang-Undang No.5 Tahun 1986, seperti
yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya.
Dasar gugatan / Posita
1. Apakah yang menjadi dasar gugatan dari Penggugat untuk menggugat tergugat dalam
mengajukan gugatan tersebut ke Peradilan Tata Usaha Negara?
 Bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No.9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa alasan-alasan penggugat
untuk menggugat adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pada contoh surat gugatan di atas, keputusan yang bertentangan dengan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku, lebih mengarah kepada aspek formal atau prosedur
yang tidak sesuai, dimana hal itu dapat kita lihat pada penjabaran tentang duduk perkara-
point ke 14, yang menyebutka bahwasanya di dalam proses penerbitan keputusan tersebut
Penggugat sebagai pemilik sah Tanah Sertifikat Hak Milik No.1868 Sei.Asam sama sekali
tidak pernah dilibatkan oleh Tergugat I dan II. Pihak Tergugat tidak pernah langsung
melakukan pengecekan langsung ke lapangan untuk memastikan apakah benar permohonan
IMB yang di ajukan berdasarkan permohonan ADEK sudah sesuai dan benar atau belum.
Seharusnya Tergugat meneliti terlebih dahulu atas suatu permohonan penerbitan IMB yang
diajukan oleh ADEK,Karena bangunan yang didirikan tersebut bukan di atas tanah hak milik
ADEK.
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Pada contoh surat gugatan di atas, hal ini dapat dilihat atau dibuktikan pada penjabaran
tentang duduk perkara-point ke 22, yaitu dimana Tergugat II tidak mengabulkan
permohonan Penggugat Perihal Permohonan Pembatalan Izin Mendirikan Bangunan
an.ADEK, karena tanah tempat ADEK mendirikan bangunan tersebut sahnya adalah milik
Penggugat.
Sehingga hal tersebut bertentangan dengan asas-asa umum pemerintahan yang baik, yaitu
 Asas kepastian hukum
 Asas motivasi
 Asas bertindak cermat: Pada contoh surat gugatan di atas, terbukti bahwa Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara tidak bertindak cermat, yaitu kurang pertimbangankan masak-
masak semua kepentingan terkait. Seperti di dalam proses penerbitan keputusan, Tergugat I
maupun Tergugat II tidak pernah melibatkan tergugat sebagai pemilik sah tanah, dan ketika
proses penerbitan izin mendirikan bangunan, Tergugat I melalui Tergugat II tidak pernah
melakukan pengecekan langsung ke lapangan. Itu semua terjadi karena kurang cermatnya
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
2. Pada Posita biasanya terdiri atas kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa dan fakta
hukum. Bagaimanakah uraian singkat mengenai kejadian/peristiwa yang merupakan duduk
perkara gugatan yang tertuju kepada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh
tergugat pada contoh surat gugatan di atas?
 Pada dasarnya Penggugat (Mardiana) adalah pemilik sebidang tanah, dengan Nomor
sertifikat seperti yang tercantum di dalam surat gugatan tersebut. Akan tetapi anak pertama
Penggugat yang bernama Adek, tanpa sepengetahuan Penggugat mengurus Izin Mendirikan
Bangunan atas nama Adek, bukan atas nama Penggugat sebagai pemilik tanah yang sah,
yang pada akhirnya membuat Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang terkaitpun
mengabulkan izin mendirikan bangunan yang diurus oleh Adek dengan dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, seperti yang dicantumkan pada objek gugatan tersebut.
3. Apakah fakta hukum yang terjadi pada Posita di contoh surat gugatan di atas?
 Fakta hukum yang terjadi pada perkara gugatan di atas adalah bahwa atas dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, seperti yang
tercantum pada objek gugatan, menyebabkan status hukum Penggugat sebagai pemilik
tanah yang sah menjadi hilang, sehingga ini merugikan Penggugat.
Petitum
 Pada contoh surat gugatan di atas, Apakah yang menjadi tuntutan Penggugat untuk
diputuskan oleh Hakim terhadap perkara gugatan tersebut?
 Pada contoh surat gugatan di atas, yang menjadi tuntutan penggugat adalah:
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
b. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Walikota Jambi Nomor :
648/137/5/JTG-2001 tanggal 20 Maret 2001 tentang Izin Mendirikan Bangunan/Mengubah
Bangunan yang diterbitkan oleh Tergugat I
c. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Nomor : 640/296/Distarum/2010 tanggal 5
Agustus 2010, Perihal Pembatalan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) an.ADEK yang
diterbitkan oleh Tergugat II
d. Memerintahkan kepada Tergugat I untuk mencabut Surat Keputusan Tata Usaha Negara
berupa Surat Keputusan Walikota Jambi Nomor : 648/137/5/JTG-2001 tanggal 20 Maret
2001 tentang Izin Mendirikan Bangunan/Mengubah Bangunan
e. Memerintahkan kepada Tergugat II untuk mencabut Surat Nomor :
640/296/Distrum/2010 tanggal 5 Agustus 2010, Perihal Pembatalan Izin Mendirikan
Bangunan(IMB) an. ADEK
f. Membebankan seluruh biaya perkara kepada Para Tergugat.

KESIMPULAN
Dari analisis diatas, kita dapat mengetahui apa-apa saja yang menjadi syarat-syarat formil
dan materil dari suatu gugatan. Syarat formil gugatan terdiri atas identitas(Penggugat/kuasa
dan Tergugat),pemberian tanggal, tenggang waktu, dan tanda tangan. Sedangkan syarat
materil gugatan adalah harus adanya objek gugatan, dasar gugatan, dan Petitum.
Dengan adanya anilisis syarat-syarat formil dan materil terhadap contoh surat gugatan di
atas, Maka kita dapat mengetahui apakah surat gugatan tersebut sudah memenuhi syarat-
syarat formil dan materil dari gugatan atau belum. Menurut penulis,dari analisis tersebut,
secara garis besar contoh surat gugatan di atas sudah memenuhi semua syarat-syarat suatu
gugatan, baik formil maupun materil. Oleh karena itu Surat gugatan tersebut dapat diproses
di Pengadilan Tata Usaha Negara.

DAFTAR PUSTAKA Disembunyikan

Anda mungkin juga menyukai