Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

MATA KULIAH PLKH TUN


Oleh
NUR HASAN

A. YANG TERMASUK KTUN


Obyek sengketa di PTUN adalah Keputusan tata usaha negara
sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 3 dan Keputusan fiktif negatif
berdasarkan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004.
Pengertian Keputusan tata usaha negara menurut pasal 1 angka 3 uu No. 5
Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 ialah Suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan
hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang bersifat konkret, individual, final, yang menimbulkan
akibat hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum Perdata. Dari rumusan
keputusan tersebut di atas, dapat ditarik unsur-unsur yuridis keputusan
menurut hukum positip sebagai berikut :
1.             Bentuk Penetapan tersebut harus Tertulis
Penetapan Tertulis itu harus dalam bentuk tertulis, dengan demikian suatu
tindakan hukum yang pada dasarnya juga merupakan Keputusan TUN yang
dikeluarkan secara lisan tidak masuk dalam pengertian Keputusan TUN ini.
Namun demikian bentuk tertulis tidak selalu disyaratkan dalam bentuk formal
suatu Surat Keputusan Badan / Pejabat TUN, karena seperti yang disebutkan
dalam penjelasan pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986, bahwa syarat harus
dalam bentuk tertulis itu bukan mengenai syarat-syarat bentuk formalnya akan
tetapi asal terlihat bentuknya tertulis, oleh karena sebuah memo atau nota pun
dapat dikategorikan suatu Penetapan Tertulis yang dapat digugat (menjadi
objek gugatan).1[3]
2.             Dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN
Adapun yang dikategorikan sebagai pejabat birokrasi atau pejabat tata usaha
negara berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah apa saja dan siapa saja
berdasarkan peraturan perundang-undangan melaksanakan suatu bidang
urusan pemerintahan.2[4]
3.             Berisi tindakan hukum TUN, yaitu tindakan hukum yang bersumber pada
suatu ketentuan Hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak dan
kewajiban pada orang lain. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa suatu
Penetapan Tertulis adalah salah satu bentuk dari keputusan Badan atau Pejabat
TUN, dan keputusan yang demikian selalu merupakan suatu tindakan hukum
TUN, dan suatu tindakan hukum TUN itu adalah suatu keputusan yang

1
menciptakan, atau menentukan mengikatnya atau menghapuskannya suatu
hubungan hukum TUN yang telah ada. Dengan kata lain untuk dapat dianggap
suatu Penetapan Tertulis, maka tindakan Badan atau Pejabat TUN itu harus
merupakan suatu tindakan hukum, artinya dimaksudkan untuk menimbulkan
suatu akibat hukum TUN.3[5]
4.             Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku. Kata
“berdasarkan” dalam rumusan tersebut dimaksudkan bahwa setiap
pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat
TUN harus ada dasarnya dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
karena hanya peraturan perundang-undangan yang berlaku sajalah yang
memberikan dasar keabsahan (dasar legalitas) urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat TUN (pemerintah).4[6]
5.             Keputusan TUN itu harus bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan
dalam Keputusan TUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat
ditentukan.5[7]
6.             Bersifat Individual artinya Keputusan TUN itu tidak ditujukan untuk umum,
tetapi tertentu dan jelas kepada siapa Keputusan TUN itu diberikan, baik
alamat maupun hal yang dituju. Jadi sifat individual itu secara langsung
mengenai hal atau keadaan tertentu yang nyata dan ada.6[8]
7.             Bersifat Final artinya akibat hukum yang ditimbulkan serta dimaksudkan
dengan mengeluarkan Penetapan Tertulis itu harus sudah menimbulkan akibat
hukum yang definitif.7[9]
8.             Menimbulkan Akibat Hukum disini artinya menimbulkan suatu perubahan
dalam suasana hukum yang telah ada. Karena Penetapan Tertulis itu
merupakan suatu tindakan hukum, maka sebagai tindakan hukum ia selalu
dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata.

B. YANG TIDAK TERMASUK KTUN


Berdasarkan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004
menentukan, bahwa tidak termasuk Keputusan tata usaha negara menurut UU
ini :
a.              Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.

2
b.             Keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat
umum.
c.              Keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan.
d.             Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau
peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.
e.              Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan
badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
f.              Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia.
g.               Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah,
mengenai hasil pemilihan umum.
Pasal 49, Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara tertentu dalam hal keputusan tata
usaha negara yang disengketakan itu dikeluarkan :
a.              Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam atau keadaan
luar biasa yang membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b.              Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

C. TENGGANG WAKTU PENGAJUAN GUGATAN


Dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 disebutkan
bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh
hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan
atau Pejabat tata usaha negara yang digugat.
Dalam hal yang hendak digugat ini merupakan keputusan menurut ketentuan :
a. Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu 90 hari dihitung setelah lewat
tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung
sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
b. Pasal 3 ayat (3), maka tenggang waktu itu dihitung setelah 4 bulan yang
dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
Dalam SEMA Nomor : 2 Tahun 1991 dinyatakan bahwa bagi mereka yang
tidak dituju oleh suatu Keputusan tata usaha negara, yang merasa
kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa kepentingannya
dirugikan oleh Keputusan tata usaha negara yang bersangkutan.
Sebagai contoh putusan MA No. 5/K/TUN/1992, dipertimbangkan bahwa
Penggugat-Penggugat bukan orang yang dituju dalam obyek gugatan,
Penggugat-Penggugat baru mengetahui adanya keputusaan tata usaha negara
yang merugikannya sewaktu mereka mengurus Surat Sertipikat Tanah yang
bersangkutan.

3
D. PARA PIHAK DALAM SENGKETA TATA USAHA NEGARA

SUBYEK PTUN
Para pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah:
1. Pihak Penggugat.
Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha
Negara adalah setiap subjek hukum, orang maupun badan hukum perdata yang
merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan Tata
Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di Pusat maupun di
Daerah (Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 UU no. 5 tahun 1986).
Dalam Kepustakaan hukum tata usaha Negara yang ditulis sebelum
berlakunnya undang-undang Nomor 5 tahun 1986,masih dimungkinkan
BUMN atau Pejabat Tata Usaha Negara bertindak sebagai penggugat tetapi
setelah berlakunya Undand-undang Nomor 5 tahun 1986,hal tersebut sudah
tidak dimungkinkan lagi hanya saja untuk BUMN ada yang mempunyai
pendapat bahwa BUMN dapat juga bertindak sebagai penggugat dalam
sengketa Tata Usaha Negara khusus tentang sertifikat tanah,karena alasan hak
dari gugatan adalah hak keperdataan dari BUMN tersebut.
Oleh karena itu unsur kepentingan yang terdapat dalam pasal 53 ayat (1)
sangat penting dan menentukan agar seseorang atau badan hukum perdata
dapat bertindak sebagai badan hukum perdata dapat sebagai penggugat
2. Pihak Tergugat
.Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya (Pasal 1 angka 6 UU no. 5 tahun 1986).
Yang dimaksud wewenang tersebut adalah berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.oleh SF.MARBUN dikemukakan bahwa:menurut
hukum administrasi,pengertian kewenangan adalah kekuasaan yang
diformalkan,baik dalam suatu bidang pemerintahan yang berasal dari
kekuasaan legislative atau dari kekuasaan pemerintah,sedangkan pengertian
wewenang hanya onderdil tertentu atau bidang tertentu.dengan demikian
wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan undang-undang yang
berlaku untuk melakukan hubungan hukum tersebut
Apa yang dimaksud dengan Badan atau Pejabat TUN dalam praktek Peradilan
Tata Usaha Negara selama ini menganut kriteria fungsional. Jadi ukurannya
adalah, sepanjang Badan atau Pejabat TUN tersebut “berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan yang dikerjakan berupa kegiatan
urusan pemerintahan”. Sehingga tolok ukurnya adalah asalkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (berdasarkan ketentuan hukum
baik yang tertulis atau yang tak tertulis untuk memenuhi asas legalitas
tindakan pemerintah) dan yang dikerjakan berupa kegiatan urusan
pemerintahan

4
3.Pihak Ketiga yang berkepentingan
Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam
sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa
sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim dapat
masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai: pihak yang
membela haknya; atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang
bersengketa (pasal 83)
Apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikut sertakan selama
waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan, pihak ketiga tersebut berhak
mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan
tersebut kepada Pengadilan yang mengadili sengketa tersebut pada tingkat
pertama (pasal 118 ayat 1)

OBYEK PTUN
Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU no.
5 tahun 1986, dapat disimpulkan yang dapat menjadi objek gugatan dalam
sengketa Tata Usaha Negara adalah:
1. Keputusan Tata Usaha Negara adalah “suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan
Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.” (Pasal 1 angka 3 UU no.
5 tahun 1986).
2. yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud
diatas adalah sebagaimana yang disebut dalam ketentuan Pasal 3 Uu no. 5
tahun 1986:
1. apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan, sedangkan hal ini menjadi kewajiban, maka hal tersebut disamakan
dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
2. jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan
dalam Peraruran perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan
keputusan yang dimaksud.
3. dalam hal Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak
menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) : “maka
setelah lewat waktu 2 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan, Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah
mengeluarkan Keputusan Penolakan.”

Anda mungkin juga menyukai