Anda di halaman 1dari 75

Jurnal Ilmiah Mahasiswa

SUSUNAN PENGURUS
Kedokteran Indonesia
Penasihat
\ Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS The Journal of the Indonesian Medical Student
Association
Penanggungjawab
Satu-satunya Jurnal Resmi Mahasiswa
Yufi Aulia Azmi
Kedokteran Indonesia

Ketua Ad Interim
Dina Faizah

Pemimpin Redaksi
Dina Faizah
J urnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia (JIMKI) atau Journal of the
Indonesian Medical Students
Association diterbitkan oleh Badan Analisis
dan Pengembangan Ilmiah (BAPIN) Ikatan
Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia
(ISMKI) per semester. JIMKI merupakan
Redaktur Bagian bagian dari Berkala Ilmiah Mahasiswa
Felita Surya Rini Kesehatan Indonesia.

Tata Letak dan Ilustrasi Jurnal ini merupakan jurnal resmi


Rachel Maya mahasiswa kedokteran Indonesia yang khusus
memuat hasil karya tulis dan penelitian
Keuangan mahasiswa kedokteran se-Indonesia. Sistem
Denys Putra Alim redaksional yang digunakan adalah seleksi
peer-reviewer dan redaktur. Selanjutnya,
Promosi seluruh hasil karya ilmiah yang dikirim ke
alamat redaksi akan dinilai oleh mitra bestari,
Rifa Imaroh
Ni Nyoman Ayu Widyanti yang merupakan para ahli di bidangnya
masing-masing.

JIMKI memuat artikel penelitian asli


yang berhubungan dengan dunia kedokteran
dan kesehatan masyarakat, artikel tinjauan
pustaka, serta laporan kasus. Tulisan
merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan
sesuai dengan kompetensi mahasiswa
kedokteran.

JIMKI merupakan simbol kompetensi


sekaligus sumbangsih mahasiswa kedokteran
Indonesia bagi dunia kedokteran dan
kesehatan masyarakat.

i
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
DAFTAR ISI

Susunan Pengurus ................................................................................................................................. i

Daftar Isi ................................................................................................................................................ ii

Petunjuk Penulisan ..............................................................................................................................iii

Sambutan Pimpinan Umum ...............................................................................................................vii

PENELITIAN
Studi Berbasis Komunitas dari Infeksi Virus Dengue di Jakarta, Indonesia

Aldo Ferly, Leonard Nainggolan, Beti Ernawati Dewi ........................................................................... 1

Profil Data Pasien Diabetes MelitusTipe 2 denganKomplikasiUlkusDiabetikum di


RSU Dr.Soetomo Surabaya Tahun 2012

Drestha Pratita Windriya, Ari Sutjahjo, HerminaNovida ........................................................................ 7

Korelasi Karakteristik Demografis dan Klinis Ibu Hamil dengan Pengetahuan,


Sikap, dan Perilaku mengenai Kontrasepsi Pascapersalinan

Frans Liwang, Felix Chikita Fredy, Farisa Anggreana, Fatma Afira, Fransisca Dewi
Kumala, Gracia Lilihata, Kanadi Sumapradja...................................................................................... 13

TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Tilapia Hepsidin 1-5 (TH1-5) padaIkanMujair (Oreochromismossambicus)
sebagaiAgen Antiviral, Neuroprotektif,
danImunomodulator:SolusiMutakhirPermasalahanJapanese Encephalitis di Bali

Mahfira Ramadhania, RidoMaulana, RiyanSopiyan ........................................................................... 23

Umbilical Cord-Mesenchymal Stem Cells (UC-MSCs) danStem Cell Marker TRA-1-


60:InteraksiSelulerSelMultipotendalamMengatasiGagalGinjalKronik

RiyanSopiyan, Haifa AurianaSagitaPutri, RidoMaulana ..................................................................... 33

Metode HLIT [sHLA-G (Soluble Human Leukocyte Antigen-G) dan LILRB1


(Leukocyte Immunoglobulin-Like Receptor B1) Immunology Test]
sebagaiTerobosanTerbaru Diagnosis DiniPreeklampsia

I Gusti Ayu Agung Pritha Dewi, Putu Austin Widyasari Wijaya, Ni MadePutriSuastari ...................... 44

LAPORAN KASUS
Ketoasidosi Diabetik pada Diabetes Melitus Tipe I

Abrianty Priandani Araminta, Antari R. Harmani, Toto Suryo Efar, Eka Nurfitri, Bambang
Tridjadja ............................................................................................................................................. 59

ii
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember
2013
PETUNJUK PENULISAN

J
urnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) adalah publikasi per
semester yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur.
Naskah yang diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh peer-
reviewer, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. JIMKI menerima
artikel penelitian asli (original article) yang berhubungan dengan dunia
kedokteran, kesehatan masyarakat, ilmu dasar kedokteran, baik penelitian klinis,
laboratorium, maupun epidemiologi, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus,
artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan, advertorial, dan editorial.
Tulisan merupakan tulisan asli, tidak plagiat, dan sesuai dengan kompetensi
mahasiswa kedokteran.

Kriteria dan sistematika artikel


1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran, kesehatan
masyarakat, ilmu dasar kedokteran. Format terdiri dari judul penelitian,
nama dan lembaga penulis, abstrak, pendahuluan, metode, hasil, diskusi,
simpulan, saran, dan referensi.
2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review/tinjauan terhadap suatu
fenomena atau ilmu dalam dunia kedokteran dan kesehatan, ditulis
dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.
Format terdiri dari judul, nama dan lembaga penulis, abstrak,
pendahuluan, teks (bagian isi), simpulan, saran, dan referensi.
3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi
pembaca. Artikel ini ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan
penatalaksanaan sesuai kompetensi dokter umum dan dokter muda.
Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga penulis,
pendahuluan, ilustrasi kasus, pembahasan kasus, dan simpulan.
4. Artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan: artikel yang bersifat
bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang menarik dalam dunia
kedokteran atau kesehatan, bisa mengangkat topik yang masih menjadi
suatu pro-kontra di dunia kedokteran, mampu memberikan nilai human
interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis dengan baik. Artikel
bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang
perlu diketahui oleh pembaca. Format penulisan seperti artikel tinjauan
pustaka.
5. Advertorial: artikel singkat mengenai obat atau kombinasi obat terbaru,
beserta penelitian, dan kesimpulannya. Format penulisan seperti artikel
tinjauan pustaka.

Petunjuk Bagi Penulis


1. JIMKI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada
jurnal lain. Tulisan tersebut adalah hak milik penulis, tidak terikat pada
lembaga manapun. Untuk menjamin hal ini, artikel yang diserahkan
dilengkapi dengan Lembar Pernyataan Orisinalitas dan Persetujuan
Publikasi dengan format terlampir.
2. Tidak ada batasan jumlah penulis.
Naskah diketik dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik
dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4
dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi. Naskah diketik
menggunakan font Times New Roman ukuran 12. Naskah tidak diketik

iii
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
bolak-balik. Penomoran dimulai dari halaman judul diketik di tengah
bawah. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm.
Format pengetikan lain yang tidak tercakup pada poin ini, hendaknya
dibuat dengan rapi dengan memperhatikan estetika.
3. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman.
4. Naskah harus diketik dengan memakai program Microsoft Word. Naskah
dikirim melalui email ke alamat jimki_ina@yahoo.com dengan
menyertakan biodata singkat penulis (identitas diri, riwayat pendidikan,
karya tulis sebelumnya yang dipublikasikan maupun yang tidak).
5. Penulis yang artikelnya diterima untuk dipublikasikan akan mendapat
sertifikat.
6. Naskah yang pernah disajikan dalam bentuk presentasi oral ataupun
poster pada pertemuan ilmiah nasional ataupun international dibuat
keterangan berupa catatan kaki. Jika mendapat penghargaan, beri
keterangan penghargaan tersebut.
7. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila
lebih cukup diikuti dengan kata “dkk”. Nama penulis harus disertai dengan
asal fakultas dan universitas penulis. Alamat korespondensi ditulis
lengkap dengan nomor telepon dan email.
8. Abstrak harus dibuat dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia.
Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul dan
nama penulis.
9. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa
Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci tidak lebih dari lima kata/frasa
dan diurutkan berdasarkan abjad. Kata kunci diletakkan di bawah abstrak.
10. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan
huruf miring (italic).
11. Format tabel sesuai dengan format penulisan ilmiah, yakni hanya
mengandung unsur garis horisontal. Nama tabel diletakkan di sebelah
atas rata kiri, dengan mencetak tebal kata “tabel”. Nama tabel tidak perlu
dicetak tebal. Huruf awal menggunakan huruf kapital. Ukuran tulisan
penamaan tabel adalah 11. Contoh: Tabel 1. Karakteristik Responden.
12. Gambar tidak dikotaki. Nama gambar diletakan di sebelah bawah gambar
dengan mencetak tebal kata “gambar”. Nama gambar tidak perlu dicetak
tebal. Ukuran tulisan penamaan gambar adalah 11 dan rata tengah.
Contoh: Gambar 1. Patofisiologi Infark Miokardium.
13. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai
dengan urutan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut
abjad. Contoh cara penulisan adalah sebagai berikut.
1. Artikel dalam jurnal
i. Artikel standar
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with
an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996
Jun 1;124(11):980-3.
atau
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with
an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med
1996;124:980-3.
Penulis lebih dari enam orang
Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et
al. Childhood leukemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up.
Br j Cancer 1996;73:1006-12.
iv
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
ii. Suatu organisasi sebagai penulis
The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise
stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust
1996;164:282-4.
iii. Tanpa nama penulis
Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15.
iv. Artikel tidak dalam bahasa Inggris
Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar
seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen
1996;116:41-2.
v. Volum dengan suplemen
Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and
occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl
1:275-82.
vi. Edisi dengan suplemen
Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological
reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97.
vii. Volum dengan bagian
Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in
non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem
1995;32(Pt 3):303-6.
viii. Edisi dengan bagian
Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap
laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt
1):377-8.
ix. Edisi tanpa volum
Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle
arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4.
x. Tanpa edisi atau volum
Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and
the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin
Gen Surg 1993;325-33.
xi. Nomor halaman dalam angka Romawi
Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and
hematology. Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995
Apr;9(2):xi-xii.

2. Buku dan monograf lain


i. Penulis perseorangan
Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses.
Edisi ke-2. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996.
ii. Editor, sebagai penulis
Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly
people. New York: Churchill Livingstone; 1996.
iii. Organisasi dengan penulis
Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid
program. Washington: The Institute; 1992.
iv. Bab dalam buku
Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH,
Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis,
and management. Edisi ke-2. New York: raven Press;
v
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
1995.hal.465-78.
v. Prosiding konferensi
Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical
neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of
EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan.
Amsterdam: Elsevier; 1996.
vi. Makalah dalam konferensi
Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy
and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P,
Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92. Proceedings of the
7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10;
Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.hal.1561-5.
vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis
1. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:
Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment
billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas
(TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of
Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.:
HHSIGOEI69200860.
2. Diterbitkan oleh unit pelaksana:
Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services
research: work force and education issues. Washington:
National Academy Press; 1995. Contract no.:
AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care
Policy and research.
viii. Disertasi
Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and
utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995.
ix. Artikel dalam Koran
Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates
50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun
21;Sect A:3 (col. 5).
x. Materi audiovisual
HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO):
Mosby-Year book; 1995.

3. Materi elektronik
i. Artikel journal dalam format elektronik
Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg
Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24
screens]. Available from: URL: HYPERLINK
http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm.
ii. Monograf dalam format elektronik
CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM].
Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. Edisi
ke-2nd. Versi 2.0. San Diego: CMEA; 1995.
iii. Arsip computer
Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer
program]. Versi 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational
Systems;1993.

vi
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
2013
SAMBUTAN PIMPINAN UMUM

S alam ilmiah bagi mahasiswa kedokteran se-Indonesia!


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dapat menerbitkan Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) kembali. JIMKI saat ini telah memasuki tahun
yang ke-6. Kini sebagai bagian dari Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia (BIMKES) yang
terbit online tiap semester.
Suatu kebanggaan bagi JIMKI dapat mewakili karya-karya mahasiswa kedokteran se-
Indonesia. Mempublikasikan tulisan merupakan hak seorang mahasiswa. Mahasiswa dapat
membagikan dan membanggakan hasil penelitiannya melalui tulisan yang dipublikasikan. Hasil
penelitian akan bermanfaat jika dapat dibaca dan dimanfaatkan oleh orang lain guna membangun
tubuh pengetahuan atau mengaplikasikannya secara langsung. Namun, selain merupakan hak,
publikasi juga merupakan kewajiban seorang mahasiswa.
Sayangnya, bila kita renungkan, penelitian, jurnal, serta tulisan ilmiah lainnya – buah pikir
bangsa Indonesia – masih tergolong sedikit bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Padahal,
dengan meneliti dan menulis, kita dapat menemukan berbagai kesempatan untuk berkarya dan
berbakti kepada nusa dan bangsa melalui peran kita sebagai mahasiswa kedokteran.
Di masa mendatang, JIMKI berharap dapat meningkatkan kinerja, kualitas artikel, dan
eksistensi di kalangan mahasiswa kedokteran dan kesehatan se-Indonesia. JIMKI juga berharap
mahasiswa kedokteran dapat semakin terdorong untuk aktif meneliti, menulis, dan mempublikasikan
tulisannya. Dengan demikian, Indonesia patut berbangga memiliki dokter-dokter masa depan yang
terus belajar, berkarya, dan memberikan layanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat.

Dina Faizah
Pemimpin Redaksi dan Ketua Ad Interim Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013 vii


STUDI BERBASIS KOMUNITAS DARI INFEKSI VIRUS
Penelitian DENGUE DI JAKARTA, INDONESIA
1 2 3
Aldo Ferly, Leonard Nainggolan, Beti Ernawati Dewi
1
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3
Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Korespondensi: aldoferly_nobita@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pendahuluan: Demam dengue adalah penyakit infeksi yang sering dijumpai di Indonesia. Ada empat
serotipe dari virus penyebab demam dengue (DENV): DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.
Studi sebelumnya mendapatkan bahwa tingkat morbiditas dan insiden demam dengue berhubungan
langsung dengan strain virus yang terdapat di suatu area. Studi ini bertujuan untuk mengetahui strain
virus dengue yang paling sering ditemui di Jakarta.
Metode: Studi prospektif dilakukan dengan total 67 pasien dari komunitas dan puskesmas di Jakarta
yang mengalami demam kurang dari empat puluh delapan jam dan didiagnosis secara klinis
mengalami infeksi dengue berdasarkan standar WHO. RT-PCR dilakukan untuk mengetahui serotipe
DENV yang paling sering ditemukan pada pasien.
Hasil: Serotipe DENV yang paling sering ditemukan adalah DENV-2 (35,82%). DENV-3 adalah
serotipe yang kedua tersering (20,89%) dari total pasien terinfeksi. Dari seluruh pasien, 17,91%
mempunyai DENV-1 dan 8,95% DENV-4. Dari gejala klinisnya, 13,43% dianggap negatif dengue
setelah tes konfirmasi. Infeksi gabungan antara DENV-4 dan DENV-1 ditemukan pada 1,49% pasien.
Infeksi gabungan DENV-3 dan DENV-2 ditemukan pada 1,49% pasien.
Diskusi: Hasil studi ini menunjukkan bahwa serotipe DENV yang paling sering ditemukan di Jakarta
adalah DENV-2. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa DENV-3
adalah serotipe yang paling sering ditemukan pada pasien di Indonesia. Perbedaan ini disebabkan
lokasi studi yang berbeda, yakni studi sebelumnya dilakukan di rumah sakit, sedangkan studi ini
dilakukan di komunitas dan pusat kesehatan masyarakat.
Kata kunci: serotipe, studi komunitas, virus dengue

ABSTRACT
Introduction: Dengue fever is a common infectious disease problem in Indonesia caused by dengue
virus (DENV). There are four serotypes of the virus: DENV-1, DENV-2, DENV-3, and DENV-4.
Previous study found out that morbidity rate and incidence of dengue fever is correlated directly with
strains of dengue found in an area. This study aims to find out the dengue virus serotypes which is
most common in Jakarta
Methods: A prospective study was done on a total of 67 patients from community and primary health
care center in Jakarta who was having fever for less than 48 hours and has clinical diagnosis of
dengue infection according to WHO standards. RT-PCR then will be done in order to identify the
serotype of DENV in the patients.
Results: The DENV serotype which is most often found in patients in Indonesia is DENV-2 (35,82%).
DENV-3 is the next most common serotype with 20,89% of total patients infected. From all of the
patients, 17,91% have DENV-1 and 8,95% have DENV-4. Despite the clinical symptoms, 13,43 % of
the patients are considered dengue negative after the confirmation test. Combined infection of DENV-
4 and DENV-1 is detected in 1,49% of the patients and combined infection of DENV-3 and DENV-2 is
also detected in 1,49% of the patients.
Discussion: The result of this study shows that the most common DENV serotype in Jakarta is
DENV-2. This result is different from previous finding that DENV-3 is the most common serotype in
Indonesian patient. This different is mainly due to the location of the study which is the community
and primary health care center in Jakarta.
Keywords: Dengue virus, Community Based study, Serotypes

1
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
milyar orang atau 70% dari orang yang
PENDAHULUAN
terkena dengue di seluruh dunia tinggal di
Demam dengue adalah penyakit
daerah ini. Indonesia, sebagai negara dengan
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.
penduduk terbesar di daerah ini dengan 35%
Penyakit ini memiliki manifestasi klinis berupa
warganya tinggal di daerah perkotaan,
demam, nyeri otot, dan nyeri sendi yang
merupakan negara dengan kasus dengue
disertai dengan leukopenia, ruam,
terbanyak. Sebanyak 150.000 kasus
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
dilaporkan pada tahun 2007 dengan 25.000
(1)
hemoragik. Pada penyakit ini, ditemukan
kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan
perembesan plasma yang biasanya ditandai
Jawa Barat. Menurut laporan yang sama, 1%
dengan peningkatan hematokrit yang (3)
dari kasus dengue ini berakibat fatal.
merupakan tanda dari penumpukan cairan di
Menurut sebuah studi literatur yang
rongga tubuh. Salah satu komplikasi yang
dilakukan oleh Fakultas Kedokteran
paling ditakuti dari demam dengue adalah
Universitas Diponegoro, insiden dan
sindrom rejatan dengue yang biasanya disertai
persebaran geografis dari demam dengue
(1)
dengan syok.
semakin meningkat dari tahun ketahun.
Dengue adalah penyakit virus yang
Dimulai dari 96 kasus di Jakarta yang
dibawa oleh nyamuk yang memiliki persebaran
merupakan kasus pertama demam dengue
paling cepat di dunia. Terjadi lonjakan insiden
yang dilaporkan di Indonesia sampai 78.960
demam dengue sebanyak tiga puluh kali lipat
kasus yang terjadi pada tahun 2004 dan
dalam lima puluh (4)
tersebar di seluruh Indonesia. Yang menarik
dari studi ini adalah, meskipun ditemukan
bahwa DENV-3 adalah serotipe yang dominan
pada infeksi virus dengue di Indonesia, tetapi
tahun terakhir. Selain itu, lokasi geografis
pada beberapa studi seperti yang dilakukan di
persebaran demam berdarah dengue juga
Bandung pada tahun 2000-2002 ditemukan
kian meluas. Setiap tahun, diperkirakan 50 juta
bahwa DENV-2 adalah serotipe yang tersering
orang di dunia terkena infeksi virus ini dan 2,5
ditemukan. Ini menunjukan ada variasi
miliar orang memiliki risiko yang sangat tinggi
antarwaktu dan antarletak geografis terhadap
terinfeksi demam berdarah dengue sebab
serotipe yang dominan pada infeksi demam
tinggal di daerah yang diklasifikasikan sebagai
dengue ini. Selain itu, penelitian lain yang
(2)
daerah endemik demam dengue. Menyadari
dilakukan oleh Nisalak dkk. di Thailand
besarnya masalah ini, Badan Kesehatan
menunjukan bahwa didapatkan hubungan
Dunia (WHO) mengeluarkan resolusi
yang signifikan antara serotipe dengue dengan
WHA55.17 yang mendesak komitmen negara-
keparahan penyakit dan juga kecepatan
negara untuk memerangi ancaman demam
transmisi dengue. Menurut studi ini, ditemukan
(3)
berdarah dengue.
bahwa pada tahun yang predominansi
Sebagai negara beriklim tropis,
serotipenya adalah DENV-3, insiden total virus
negara-negara di Asia Tenggara dan Pasifik (5)
demam denguenya meningkat.
adalah negara yang memiliki risiko terkena
demam dengue terbesar. Menurut statistik, 1,8

2
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Keparahan penyakit demam dengue ini adalah kehamilan, keganasan, gagal
juga berkaitan dengan serotipenya, ditemukan jantung kongestif, daya tahan tubuh menurun,
bahwa demam berdarah dengue lebih sering dan penyakit autoimun.
muncul pada virus dengan serotipe DENV-3 Prosedur Riset
dibandingkan dengan serotipe-serotipe lain. 1. Setelah menemukan pasien yang
Mengingat bahwa serotipe yang predominan di memiliki ciri-ciri klinis demam dengue
suatu area dan waktu tertentu berubah-ubah seperti digambarkan oleh kriteria
dan juga keparahan penyakit demam dengue WHO, pasien diminta untuk mengisi
sangat berkaitan dengan serotipenya, maka informed consent.
studi ini sebagai usaha mendata serotipe yang 2. Data dari pasien akan diambil dan
dominan di Jakarta sangat penting sebagai dicatat di formulir pencatatan pasien.
upaya perumusan kebijakan masyarakat yang Darah akan diambil dari pembuluh
berkaitan dengan penyakit demam dengue darah vena pasien.
terutama di Jakarta. 3. Darah akan dimasukan kedalam
tabung EDTA, selanjutnya dilakukan
METODE tes antigen NS-1 untuk memutuskan
Desain Penelitian apakah pasien terinfeksi dengue atau
Studi kohort prospektif. tidak. Pemeriksaan tes antigen NS-1
Tempat dan Waktu Penelitian menggunakan kit Rapid Dengue Test
Penelitian ini dilakukan di pusat keluaran Standard Diagnostic, Korea
kesehatan komunitas di wilayah Jakarta Timur 4. Apabila tes antigen tersebut positif,
dan Jakarta Pusat pada Januari 2009 sampai pasien akan dirawat di rumah sakit
dengan Desember 2009. dan keadaanya akan dimonitor selama
Sampel sembilan hari. Waktu ini dipilih karena
Populasi terjangkau penelitian ini pada periode ini, risiko pasien untuk
adalah pasien berusia 14 sampai denga 85 memunculkan komplikasi hemoragik
tahun yang diketahui tidak hamil, dalam dan syok sangat tinggi.
keadaan demam dengan diagnosis sebagai 5. Setelah manifestasi klinik muncul
demam dengue, dan memiliki hasil antigen (maksimal 48 jam), darah diambil
NS1 yang positif dan mencari perawatan di menggunakan tabung EDTA untuk
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ataupun mengisolasi plasma. Darah akan
puskesmas di daerah Jakarta. disentrifugasi selama lima belas menit
Kriteria Inklusi dan Eksklusi dengan kecepatan 1600 rpm. Plasma
Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien darah akan dipisahkan sebagai bahan
berumur 14 sampai dengan 85 tahun, memiliki dasar dari proses serotyping virus
0
temperatur rektum lebih tingi dari 38,0 C dengue.
untuk periode kurang dari 48 jam, informed 6. RNA virus dalam plasma akan
consent dari pasien, kecurigaan klinis bahwa diisolasi dengan menggunakan kit
pasien memiliki demam dengue, dan tes komersial dan dilakukan sesuai
antigen NS1 positif. Kriteria eksklusi penelitian

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


dengan prosedur isolasi RNA kit serotipe DENV-4, yakni hanya enam orang
produk Qiagen. atau 8,95% pasien memiliki serotipe ini.
7. Proses serotyping dari virus dengue Penelitian ini juga menemukan bahwa
dilakukan dengan modifikasi metode sebanyak 13,43 % dari pasien yang diduga
Lanciotti dari proses Reverse memiliki demam berdarah dengue karena
Transcriptase-Polymerase Chain memiliki gejala-gejala klinik sangat mirip
(6)
Reaction (RT-PCR). dengan pasien demam berdarah dengue
8. Sisa plasma untuk kultur virus dan ternyata tidak menderita demam berdarah
genotyping akan disimpan pada -80° dengue. Terdapat infeksi bersamaan dari
C. PBMC yang dikoleksi akan DENV-1 dan DENV-4 sebanyak 1,49% serta
disimpan di dua tabung yang berbeda infeksi bersamaan dari DENV-2 dan DENV-3
pada suhu -135° C. juga sebanyak 1,49%.

DISKUSI
Analisis Data Penelitian ini menemukan bahwa
Analisis data menggunakan program sebagian besar virus dengue yang ditemukan
SPSS 16.0. Untuk pembuatan diagram dan pie di kota Jakarta adalah serotipe DENV-2.
chart, menggunakan program Micorosoft Excel Temuan ini berbeda dengan tren yang
2010. didapatkan di Jakarta dari penelitian
HASIL sebelumnya yang dilakukan oleh Suwandono
(7)
Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: pada tahun 2004. Perbedaan hasil tersebut
Tabel 1. Hasil serotipe virus dengue dapat dijelaskan dengan:
Serotipe Total pasien (%) Tempat penelitian diperkirakan
DENV-1 12 (17.91%) memiliki pengaruh yang sangat penting
DENV-2 24 (35.82%) terhadap hasil penelitian ini, penelitian ini
DENV-3 14 (20.89%) dilakukan di pusat-pusat kesehatan komunitas
DENV-4 6 (8.95%) dan puskesmas di Jakarta Timur dan Jakarta
(-) 9 (13.43%) Pusat, berbeda dengan penelitian sebelumnya
DENV-1 dan DENV-4 1 ( 1.49%) oleh Suwandono yang dilakukan di sepuluh
DENV-2 dan DENV-3 1 (1.49%) rumah sakit besar di Jakarta. Pasien yang
mencari pertolongan ke pusat kesehatan
Dari penelitian ini, didapatkan bahwa masyarakat cenderung tidak dalam kondisi
DENV-2 adalah tipe yang paling sering klinik separah mereka yang pergi ke rumah
dijumpai di Jakarta dengan dua puluh empat sakit. Didukung oleh penelitian sebelumnya
pasien atau 35,82% dari seluruh pasien. yang dilakukan di Thailand, DENV-3 memiliki
Menyusul DENV-2 adalah DENV-3 dengan asosiasi dengan keadaan klinis yang lebih
empat belas orang atau 20,89%. DENV-1 parah seperti kondisi pasien yang cenderung
(5)
dimiliki oleh darah dari 12 pasien (1,91%), lebih parah di rumah sakit.
sedangkan serotipe dengue yang paling Perubahan tren dari sirkulasi serotipe
sedikit dimiliki oleh penduduk Jakarta adalah virus demam berdarah dengue juga

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


diperkirakan memainkan faktor dalam hasil klinis pasien dengue, diperlukan penelitian
penelitian ini. Sesuai dengan hasil yang lebih lanjut yang mengaitkan antara keempat
(5)
ditemukan oleh Nisalaka, ditemukan bahwa serotipe virus dengan manifestasi klinisnya.
serotipe virus dengue yang terdapat pada Selain itu, melihat bahwa hasil dari RT-PCR
suatu daerah tertentu tidaklah konstan, menunjukan bahwa 13,43% pasien dinyatakan
melainkan selalu berubah-ubah. Menurut negatif virus dengue, diperlukan evaluasi lebih
Nisalaka, banyak faktor yang mempengaruhi lanjut tentang metode diagnsosis klinis pasien
perubahan serotipe yang dominan pada suatu dengue dengan tujuan meningkatkan
penelitian antara lain musim, densitas vektor, kemampuan diagnosis pasien demam
perubahan temperatur, tingkat infeksi pada berdarah dengue.
suatu populasi tertentu, serta kekebalan
kelompok (herdimmunity) dan kerentanan DAFTAR PUSTAKA
(succeptibility). 1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan
Waktu pengambilan sampel juga HT. Demam Berdarah Dengue. In: Sudoyo
dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
cukup besar dalam menyebabkan perbedaan Setiadi S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
hasil yang didapat dari penelitian ini dengan Dalam. 5 ed. Jakarta: Interna Publishing;
penelitian sebelumnya. Penelitian yang 2009. p. 2773-9.
dilakukan oleh Suwandono ini dilakukan pada 2. Gubler DJ. Dengue and Dengue
saat wabah besar melanda seluruh Indonesia Hemorrhagic Fever. Clin Microbiol Rev.
(7)
pada awal 2004. Sedangkan, penelitian ini 1998 July 1, 1998;11(3):480-96.
dilakukan pada tahun 2009 yang mungkin 3. Dengue: Guidelines for Diagnosis,
telah terjadi perubahan serotipe yang dominan Treatment, Prevention and Control.
pada pasien dengue di Indonesia. geneva: WHO Press; 2009.
4. Setiati T, Wagenaar J, Kruif M. Changing
Epidemiology of Dengue Hemorrhagic
SIMPULAN Fever in Indonesia. Dengue Bulletin.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa 2006;30:1-14.
serotipe virus dengue yang paling sering di 5. Nisalaka, Endy T, Nimmannitya S,
pusat-pusat kesehatan komunitas dan pusat Kalayanarooj S, Thisayakorn U, Scott RM,
kesehatan masyarakat di Jakarta adalah et al. Serotype-Specific Dengue Virus
DENV-2. Circulation and Dengue Disease in
Bangkok, Thailand from 1973 to 1999. Am
SARAN J Trop Med Hyg. 2003 February 1,
Mengingat bahwa DENV-2 adalah 2003;68(2):191-202.
serotipe virus dengue yang paling sering 6. Lanciotti R, Calisher C, Gubler D, Chang
ditemukan di pusat kesehatan komunitas dan G, Vorndam V. Rapid Detection and
pusat kesehatan masyarakat di Jakarta dan Typing of Dengue Virus from Clinical
belum ada studi yang mengaitkan antara Samples by Using Reverse Transcriptase-
serotipe virus dengue dengan manifestasi

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


Polymerase Chain Reaction. JClinMicro. fever and dengue haemorrhagic fever in
1991 2-12-1991;30(3):545-51. Jakarta, Indonesia, during 2004.
7. Suwandono A, Kosasih H, Nurhayati, Transactions of the Royal Society of
Kusriastuti R, Harun S, Ma’roef C, et al. Tropical Medicine and Hygiene.
Four dengue virus serotypes found 2006;100(9):855-62.
circulating during an outbreak of dengue

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


PROFIL DATA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
Penelitian DENGAN KOMPLIKASI ULKUS DIABETIKUM DI RSU
DR.SOETOMO SURABAYA TAHUN 2012
1 2 2
Drestha Pratita Windriya, Ari Sutjahjo, Hermina Novida
1
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Airlangga–RSU
Dr.Soetomo
Korespondensi: dresthapratitaw@gmail.com

ABSTRAK
WHO mencatat terdapat 120 juta penderita DM pada tahun 1996 dan jumlahnya akan
meningkat dua kali lipatnya pada tahun 2025. Pasien dengan DM memiliki peluang lima kali
lebih besar terkena gangren. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dan distribusi data
pasien DM tipe 2 (DMT 2) dengan komplikasi ulkus maupun gangren diabetikum. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintangberdasarkan data dari Dokumen
Medik Kesehatan (DMK) pasien. Dari 101 pasien yang diteliti, 61% pasien berjenis kelamin
wanita dan rentang usia pasien terbanyak adalah 51-60 tahun. Lima puluh persen pasien telah
menderita DMT2 selama 1-5 tahun. Pada pemeriksaan radiologis,gambaran terbanyak yang
didapat adalah ulkus saja tanpa kelainan (32%) dan gangren (27%).Sebanyak 28% pasien
datang dengan kadar gula darah acak (GDA) 201-300 mg/dL. Dari 30% pasien yang melakukan
pemeriksaan kultur nanah, Staphylococcus sp. merupakan kuman terbanyak yang ditemukan
(25%). Perawatan 25% pasien DMT 2 dengan ulkus diketahui membutuhkan waktu selama 6-
10 hari dengan 70% pasien dipulangkan karena kondisinya yang membaik, meski beberapa
diantaranya harus dilakukan tindakan amputasi.
Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, komplikasi, ulkus diabetikum, profil pasien

ABSTRACT
WHOreported that there were120millionpeople suffered from diabetesin 1996andthe number
willincreasedouble of itby 2025. Diabetes patienthavefivetimes greaterchanceof
developinggangrene. This study was conductedto determine thedataprofile of patients who
suffer from diabetes mellitustype 2 (DMT 2) withdiabetic ulcersorgangrenecomplications. This is
adescriptivecross-sectional studythat takesthe datafrom themedical record. The sample
waspatientswithDMT2diabeticulcer complications.61% of 101 patientsare female and theage
range of most patients is about 51-60 years. 50% of patientshave sufferedDMT2for 1-5years.
Based onradiologicalexaminations, 32% pictures showulcerwithoutabnormalitiesand 27% show
gangrene.Patients have variety levels of random blood sugar, mostpatients haverandom blood
sugarrange of201-300mg/dL when they came to the emergency room. From 30% of
patientswhodo pusculture, Staphylococcussp.is the mostgermsfoundin the amount of25%.
Treatment of 25% DMT2patients withulcerstakes as long as6-10dayswith70% of
patientsdischargeddue to his conditionimproved, although some of themhave tobe
takenamputation.
Keywords: diabetes mellitus type 2, complication, ulcers, patient profile

PENDAHULUAN jumlahnya akan meningkat dua kali lipatnya


Diabetes melitus (DM) merupakan pada tahun 2025.
penyakit gangguan metabolisme karbohidrat DM memiliki progresivitas yang terus-
kronik yang disebabkan oleh faktor genetik menerus hingga dapat menyebabkan
(1)
atau lingkungan. WHO mencatat terdapat berbagai komplikasi bila tidak ditangani
120 juta penderita DM pada tahun 1996 dan dengan baik.Komplikasi yang mungkin terjadi
adalah komplikasi pada mata, ginjal, dan

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


ekstremitas bawah. Pasien dengan DM METODE
memiliki risiko 25 kali lebih besar mengalami Penelitian ini merupakan penelitian
kebutaan, 17 kali lebih mudah untuk terkena deskriptif dengan desain potong lintang. Data
gagal ginjal, dan lima kali lebih besar sekunder diambil berdasarkan teknik total
(2)
peluangnya untuk terkena gangren. sampling terhadap pasien DMT 2 dengan
Studi yang dilakukan Pradana komplikasi ulkus diabetikum yang dirawat inap
Soewondo, Sidartawan Soegondo dkk. tahun di RSU Dr.Soetomo Surabaya antara tanggal
2008 di 18 titik di Indonesia menemukan 1 Januari 2012 hingga 31 Desember 2012.
bahwa 57,8% penderita DM mengalami Pengambilan data sekunder dilakukan di
komplikasi dengan prevalensi sebagai berikut: Bagian Rekam Medik Pusat RSU Dr.Soetomo
retinopati 42% (760/1785), nefropati 7,3% Surabaya dalam waktu yang telah disepakati
(131/1785), dan neuropati 63,5% sebelumnya.
(1133/1785). Komplikasi mikrovaskular Penelitian ini mendapatkan Dokumen
didapatkan 27,6% (493/1785) dan komplikasi Medik Kesehatan (DMK) sebanyak 135 buah,
makrovaskularnya 16% (302/1785), tetapi 34 DMK (25%) tereksklusi dengan
sedangkan sisanya mengalami komplikasi rincian sebagai berikut: 21 DMK (15%) tidak
(3)
akhir yang parah. ditemukan dan 13 DMK (10%) bukan
Data penelitian menunjukkan bahwa merupakan DMK pasien DM tipe 2 dengan
penanganan yang dilakukan dapat berupa komplikasi ulkus diabetikum. Dengan
debridement(7,9% kasus), amputasi (39,5% demikian, penelitian ini menggunakan 101
(1)
kasus), atau nekrotomi (52,6% kasus). Data DMK (75%).
RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2003 Pengolahan data dilakukan dengan
menyebutkan angka amputasi pada penderita cara tabulasi data dengan variabel jenis
DM sebesar 25% dan angka kematiannya kelamin pasien, usia pasien, lama menderita
sebesar 16%. Nasib pasien pascaamputasi DMT 2, gambaran radiologis, kadar GDA saat
pun tidak begitu baik, 14,3% akan meninggal MRS, gambaran pola kuman melalui kultur
dunia setelah satu tahun diamputasi dan 37% pus, lama perawatan, dan status pasien saat
meninggal dunia setelah 3 tahun tindakan kunjungan rumah sakit (KRS) yang kemudian
(4)
amputasi. disajikan dalam bentuk diagram.
Data di atas menunjukkan bahwa HASIL PENELITIAN
angka komplikasi DM terhadap ekstremitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bawah masih terhitung tinggi. Oleh karena itu, pasien DMT 2 dengan komplikasi ulkus
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui diabetikum pada tahun 2012 di RSU Dr.
distribusi dan profil data pasien Diabetes Soetomo dengan jenis kelamin wanita
Melitus Tipe 2 (DMT 2) yang mengalami berjumlah 62 pasien (61%) dan 39 pasien
komplikasi pada ekstremitas bawah, lainnya adalah pria (29%).
khususnya ulkus diabetikum. Gambar 1 sampai dengan Gambar 4
di bawah ini memaparkan distribusi usia
pasien DMT 2 dengan komplikasi ulkus
diabetikum, lama pasien menderita DMT 2,

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


gambaran radiologi ulkus diabetikum, dan Gambar 4. Distribusi GDA pasien saat MRS
distribusi glukosa darah acak (GDA) pasien
saat masuk rumah sakit (MRS). Pada penelitian ini didapatkan 30
pasien (30%) dengan hasil kultur nanah
7% 8% selama MRS, sedangkan sisanya 71 pasien
≤ 40 tahun
(70%) tidak melakukan kultur nanah.Dari 30
18% 41-50 tahun
30% 51-60 tahun pasien yang dikultur, didapatkan 33 hasil
61-70 tahun kultur nanah dengan rincian seperti Gambar 5
≥ 71 tahun
37% di bawah.

3% Acinetobacter sp.
9% 12% 3% Citrobacter sp.
Gambar 1.Kelompok usia pasien DMT 2 3%
dengan komplikasi ulkus diabetikum Enterobacter sp.
25%
12% Enterobiius sp.

12% Escherichia sp.


< 1 tahun 18%
6% 13%
14% Klebsiella sp.
1-5 tahun 3%

17% 6-10 tahun Gambar 5.Pola kuman pada nanah


50%
> 10 tahun
Perawatan pasien DMT 2 dengan
Tidak ada
komplikasi ulkus diabetikum memakan waktu
data
yang berbeda-beda. Pasien yang dirawat
Gambar 2.Lama pasien menderita DM tipe 2 kurang dari 5 hari selama tahun 2012
berjumlah 30 pasien (30%). Perawatan

Tidak ada kelainan selama 6-10 hari pada 36 pasien (35%).


1% 1%
8% Gangren Pasien dengan perawatan 11-15 hari
Osteomyelitis berjumlah 25 pasien (25%). Sedangkan
11% 32%
Destruksi pasien dengan perawatan 16-20 hari terdiri
10%
Soft tissue swelling
dari 4 pasien (4%) dan pasien dengan
Deformitas
27% perawatan lebih lama dari 20 hari sebanyak 5
10% Deformitas+Fraktur
Tidak ada data pasien (5%). Sedangkan, 1 pasien lainnya
(1%) tidak didapatkan datanya mengenai
Gambar 3.Gambaran radiologi ulkus lama perawatan di rumah sakit.
1% Pada DMK yang diambil, didapatkan
9% ≤100 mg/dL
18% data pasien yang dipulangkan sebanyak 71
101-200 mg/dL
pasien (70%), pasien pulang paksa sebanyak
20%
201-300 mg/dL
13 pasien (13%), dan pasien meninggal dunia
24% 301-400 mg/dL sejumlah 16 pasien (16%). Satu pasien (1%)
28% >400 mg/dL tidak didapatkan data status saat keluar
Tidak ada data rumah sakit (KRS).

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


DISKUSI (27%). Osteomielitis didapatkan sebesar 10%,
Pada penelitian ini didapatkan lebih sama banyak dengan destruksi, dan lebih
banyak pasien wanita, yaitu 62 pasien sedikit dari kejadian pembengkakan jaringan
(61%),sedangkan pasien priasebanyak 39 lunak sebesar 11%.
pasien (39%). Hal ini sejalan dengan Pada 29 pasien (28%) didapatkan
penelitian olehSugiyanto dkk. di RS DR. GDA 201-300 mg/dL saat MRS, dengan
Kariadi Semarang yang mendapatkan pasien diketahui batas bawah DM adalah GDA 200
pria sebanyak 42% dan wanita sebanyak mg/dL. Kejadian ulkus diabetikum dengan
58%. Eva Decroli di RSUP Dr. M. Djamil GDA 301-400mg/dL sebanyak 24 pasien
Padang mencatat sebanyak 71% pasien (24%) dan GDA>400 mg/dL saat MRS
(1)
adalah pria dan sisanya adalah wanita. sebanyak 18 pasien (18%), lebih sedikit dari
Tercatat rentang usia 51-60 tahun pasien dengan rentang GDA 201-300 mg/dL.
adalah rentang usia terbanyak penderita ulkus Agung Pranoto dalam tulisan mengenai
diabetikum sebanyak 38 pasien (37%), diabetes dan polineuropati metabolik
disusul rentang usia 41-50 tahun sebanyak menyebutkan bahwa kejadian neuropati
tiga puluh pasien (30%). Pada penelitian yang berkaitan dengan buruknya kontrol gula
telah dilakukan oleh Eva Decroli di RSUP Dr. darah. Dalam penelitian ini didapatkan hal
M. Djamil Padang, didapatkan rata-rata yang sedikit berbeda mungkin karena banyak
pasien berusia 55,2±9,5 tahun. Nogren WR pasien yang minum obat antidiabetes, tetapi
dkk. dalam Journal of Vascular Surgery tidak teratur sehingga saat GDA diperiksa
menyebutkan prevalensi komplikasi kaki terdapat GDA yang tidak terlalu tinggi padahal
diabetik meningkat 3% pada penderita DM sebelumnya mungkin dia sempat memiliki
usia di atas 40 tahun dan meningkat 6% pada GDA yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
(5)
usia di atas 60 tahun. dibutuhkan data HbA1c dari pasien, tetapi di
Sebelum terkena ulkus diabetikum, RSU Dr.Soetomo Surabaya, pemeriksaan
51 pasien (50%) pada penelitian ini telah HbA1c belum menjadi pemeriksaan yang rutin
menderita DMT 2 selama 1-5 tahun. dilakukan.
Beberapa penelitian menyebutkan lama DM Komplikasi yang terjadi pada pasien
≥10 tahun akan meningkatkan risiko,tetapi dapat diperparah dengan kejadian infeksi
pada penelitian ini hanya didapatkan pasien yang disebabkan kulit yang tidak intak, infeksi
dengan DM ≥10 tahun sebanyak 31 pasien nosokomial yang banyak terjadi, dan
(31%). sebagainya. Pada 30 pasien (30%) dengan
Klasifikasi ulkus diabetikum di RSU hasil kultur, didapatkan kuman terbanyak
Dr.Soetomo jarang menggunakan klasifikasi pada nanah adalah Staphylococcus sp. (25%)
Wagner maupun klasifikasi Texas sehingga dan Pseudomonas sp. (18%), disusul
peneliti mengelompokkan ulkus diabetikum Acinetobacter sp., Escherichia sp., dan
berdasarkan gambaran radiologi ulkus. Pada Klebsiella sp., yaitu masing-masing sebesar
33 pasien (32%) tidak didapatkan kelainan 12%. Infeksi pada umumnya disebabkan oleh
radiologis atau hanya dijumpai ulkus saja, kuman di sekitar kulit. Jika drainase tidak
sedangkan gangren dijumpai pada 27 pasien baik, akan berkembang selulitis yang dapat

10

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


menyebabkan sepsis dan menginfeksi diderita.Kemungkinan besar akibat
(6)
tendon, tulang, dan sendi di bawahnya. sepsis,tetapi ada juga yang disebabkan oleh
Kuman aerob penyebab dalam waktu cepat komplikasi selain ulkus diabetikum. Jumlah
akan menginfeksi aliran darah dan juga dapat lebih banyak ditemukan di rumah sakit yang
menyebabkan bakteremia yang kemudian sama pada pasien rawat inap periode tahun
(7) (8)
dapat menyebabkan kematian. 2003-2007, yaitu sebanyak 21,9%.
Penelitian mengenai profil klinis dan Dalam penelitian ini tercatat tujuh
laboratoris pada pasien serupa pernah kasus yang mendapat perlakuan bedah
dilakukan di rumah sakit yang sama oleh berupa amputasi dan sembilan orang lainnya
Ivone Wulansari. Tercatat kuman penginfeksi telah diamputasi sebelum MRS tahun 2012 di
terbanyak adalah Pseudomonas sp., RSU Dr.Soetomo. Di Amerika Serikat, angka
Streptococcus sp., Klebsiella sp., Proteus sp., amputasi pada DM adalah 6 dari 1000 kasus
(8) (10)
dan Staphylococcus sp. Penelitian lain yang tiap tahunnya. Tindakan amputasi tidak
dikerjakan oleh Nanang Fitra di RSUP H. menyelesaikan masalah. Waspadji S.
Adam Malik Medan, 25% dari kejadian infeksi menambahkan bahwa 14,3% pasien
disebabkan oleh Enterobacter aerogenes, meninggal dunia satu tahun pascaamputasi
14% disebabkan oleh Escherichia coli. dan 37% meninggal dunia 3 tahun pasca
Perbedaan ini mungkin disebabkan cuaca tindakan amputasi. Hal ini disebabkan kualitas
yang berbeda di daerah sehingga kuman hidup yang menurun karena keterbatasan
yang banyak tumbuh juga berbeda. Selain itu, aktivitas sehingga terjadi penurunan
penelitian oleh Nanang Fitria dilakukan pada semangat hidup yang akhirnya dapat
(7)
pasien rawat jalan sehingga hal ini mempercepat kematian pasien.
menyingkirkan kemungkinan kejadian infeksi Dari penelitian ini, masih diperlukan
nosokomial. Selain itu, kedalaman ulkus rata- suatu studi prospektif. Selain itu, diperlukan
rata pasien juga berpengaruh. Bakteri aerob pemeriksaan tambahan yang lebih lengkap
gram positif seperti Staphylococcus sp. sering seperti HBA1c, klasifikasi ulkus secara klinis,
didapatkan pada ulkus superfisial, begitu juga ABI, kultur nanah, dan lain-lain.
dengan Pseudomonas sp., terlebih jika telah
(9)
menggunakan antibiotik. SIMPULAN
Perawatan pasien DM tipe 2 dengan Jumlah pasien wanita pada DMT 2
komplikasi ulkus diabetikum memakan waktu dengan komplikasi ulkus diabetikum
yang berbeda-beda. Sebanyak 36 pasien didapatkan lebih banyak dari pria, yaitu
(35%) dirawat selama 6-10 hari dan tiga puluh sebesar 61%, sedangkan usia terbanyak
pasien (30%) dirawat kurang dari lima hari. pasien adalah 51-60 tahun. Pada penelitian
Kondisi pasien saat keluar rumah sakit (KRS) ini didapatkan 50% pasien telah menderita
pun berbeda-beda, tetapi 71 pasien (70%) DMT 2 sebelumnya selama 1-5 tahun dan
dari keseluruhan pasien statusnya 28% pasien datang ke rumah sakit dengan
dipulangkan karena kondisi yang telah kadar GDA terbanyak dalam rentang 201-300
membaik. Pasien meninggal dunia sebanyak mg/dL. Dari hasil pemeriksaan radiologis,
16 pasien (16%) sering karena penyakit yang kelainan yang terbanyak didapatkan adalah

11

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


32% pasien mengalami ulkus saja tanpa the Indonesian Medical Association, Jil.
kelainan lain disusul pasien gangren sebesar 19, No. 4, November 2010
27%. Pemeriksaan kultur kuman dilakukan 4. Waspadji, S, 2009.‘Kaki Diabetes’, dalam
pada 30% pasien dan didapatkan kuman Sudoyo, AW, et al. Buku Ajar Ilmu
yang paling banyak menginfeksi ulkus adalah Penyakit Dalam. Jakarta Pusat, jil. 3, ed.
Staphylococcus sp. yaitu sebesar 25%, 5, hal. 1961-1966
disusul Pseudomonas sp.Perawatan ulkus 5. Nogren WR, Hiatt JA Dormandy. ‘Inter
diabetikum di RS cenderung membutuhkan Society Consensus for theManagement of
waktu 6-10 hari bagi kebanyakan pasien, Peripheral Arterial Disease’. Journal of
yaitu 25% dari keseluruhan pasien. Prognosis VascularSurgery, 2007;45
70% pasien dengan komplikasi ulkus 6. Parlindungan L, Zein U, et al. 2002. Pola
diabetikum adalah baik, meskipun terdapat Kuman Bakteri Anaerob dan Resistensi
beberapa kasus yang harus diamputasi. Antibiotik pada Gangren Diabetik
7. Fitra, N. 2008. Pola Kuman Aerob dan
DAFTAR PUSTAKA Sensitifitas pada Gangren Diabetik.
1. Decroli, E, Karimi, J, et al. ‘Profil Ulkus Diambil: 14 Mei 2012 di
Diabetik pada Penderita Rawat inap di http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345
Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr 6789/6312/1/09E00134.pdf
M.Djamil Padang’. Majalah Kedokteran 8. Wulandari, TI. 2010. ‘Profil Klinis dan
Indonesia, Jilid 58, Nomor: 1, Januari Laboratoris Penderita Kaki Diabetik
2008 Pasien Rawat Inap’.
2. Permana, H. 2008. Komplikasi kronik dan 9. Sutjahyo A, Poerwadi T, et al. ‘Neuropati
Penyakit Penyerta pada Diabetesi Diabetic, Klasifikasi, Patogenesis dan
Diambil: 14 Mei 2012, dari Terapi’ dalam Tjokroprawiro A, Sukahatya
http://pustaka.unpad.ac.id/wp- M Soewanto edt, Simposium Nasional
content/uploads/2009/09/kompilasi_kronik Perkembangan Mutakhir Endokrinologi
_dan_penyakit_penyerta_pada_diabetesi. Metabolisme Surabaya, 2000, 310-22
pdf 10. Foster DW. Diabetes Mellitus in
3. Soewondo, P, Soegondo, S, et al. ‘The Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson
DiabCare Asia 2008 study – Outcomes on JD,Martin JB,Fauci A eds: Harrison
Control and Complications of Type 2 Principles of Internal Medicine, McGraw
Diabetic Patients in Indonesia’. Journal of Hill, New York, 2001, 1979-99.

12

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


KORELASI KARAKTERISTIK DEMOGRAFIS DAN KLINIS
IBU HAMIL DENGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN
Penelitian PERILAKU MENGENAI KONTRASEPSI
PASCAPERSALINAN
Frans Liwang, Felix Chikita Fredy, Farisa Anggreana, Fatma Afira,
Fransisca Dewi Kumala, Gracia Lilihata, Kanadi Sumapradja
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Korespondensi: fr_archy02@yahoo.com

ABSTRAK
Meski kebijakan kontrasepsi pascapersalinan telah diimplementasikan, angka kematian ibu di
Indonesia masih tinggi. Hal tersebut sangat berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku
(PSP) masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan angka penggunaan kontrasepsi
melalui identifikasi tingkat PSP ibu hamil serta karakteristik demografis dan klinis yang
mempengaruhinya.Dilakukan penelitian potong lintang pada 106 ibu hamil peserta pemeriksaan
antenatal di Puskesmas Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Dari seluruh responden (n=106,
median=26 tahun), 74,5% adalah ibu rumah tangga, 56,6% berpendidikan sedang, 55,7% memiliki
pendapatan di atas UMR Jakarta Timur. Sebanyak 62,3% responden adalah multigravida (median
usia kehamilan 28 minggu) dan 52,8% belum pernah menggunakan kontrasepsi. Dari aspek PSP,
korelasi terkuat ditemukan antara pengetahuan dengan perilaku. Mayoritas responden memiliki
tingkat pengetahuan kurang, sikap baik, dan perilaku sedang. Riwayat kontrasepsi, usia ibu, dan usia
kehamilan tidak berkorelasi kuat dengan PSP terhadap kontrasepsi pascapersalinan. Tingkat
pengetahuan dan perilaku ibu multigravida lebih baik dari primigravida. Secara keseluruhan, tidak
terdapat korelasi kuat antara karakteristik demografis dengan PSP. Kekuatan korelasi antara usia dan
gravida dengan pengetahuan, pendapatan dengan sikap, dan riwayat kontrasepsi dengan perilaku
lemah. Selain itu, kekuatan korelasi karakteristik demografis dan klinis lainnya, masing-masing
terhadap PSP, sangat lemah.
Kata kunci: karakteristik demografis, karakteristik klinis, kontrasepsi pascapersalinan

ABSTRACT
Maternal mortality in Indonesia is still high despite the implementation of postpartum contraception
policy. This is closely related to community’s knowledge, attitude, and behavior (KAB). This research
aims to increase contraceptive use through identification of KAB level and contributing demographic
characteristics among pregnant women. A cross-sectional research was conducted among pregnant
women undergoing antenatal care in Makasar District primary health care unit. Out of 106 participants
(median age 26 years), 74,5% were housewives, 56,6% had intermediate education, 55,7% had a
total income over East Jakarta’s minimum wage. About 62,3% were multigravida (median gestational
age = 28 weeks) and 52,8% had no previous history of contraceptive use. The strongest correlation
between KAB was found among knowledge and behavior. Most participants have low knowledge,
high level of attitude, and intermediate level of behavior. History of contraceptive use, maternal age,
and gestational age had no correlation with KAB towards contraception. Multigravida participants had
better knowledge and behavior compared to primigravida. Overall there were weak correlations
between demographic characteristics with KAB. Correlations between age and gravida with
knowledge, income with attitude, and history of contraceptive use with behavior were weak.
Moreover, correlations between other demographic and clinical characteristics with KAB were very
weak.
Keywords: demographic characteristics, clinical characteristics, postpartum contraception

PENDAHULUAN kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007


Kesehatan reproduksi masih menjadi menunjukkan AKI sebesar 228/100.000
isu global. Ini termaktub dalam poin ke lima kelahiran hidup. Angka ini jauh dari target
millenium development goals (MDGs) yang tahun 2015 sebesar 102/100.000 kelahiran
(1,3-5)
masih menjadi masalah utama di Indonesia, hidup.
(1,2)
yakni kesehatan ibu. Data survei dasar

13
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
Tingginya AKI di Indonesia, selain METODE
diakibatkan oleh penyebab langsung, juga Penelitian ini menggunakan desain
merupakan dampak dari implementasi solusi potong lintang bersifat deskriptif
yang belum maksimal. Jumlah kehamilan analitis.Pengambilan data dilakukan pada
banyak, jarak kelahiran terlalu dekat, serta tanggal 10-20 Oktober 2011 di Puskesmas
kehamilan pada usia lanjut merupakan Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Data
penyebab langsung mortalitas serta morbiditas merupakan data primer yang diambil dengan
(6)
maternal. Solusi definitifnya ialah mencegah menggunakan kuesioner penelitian yang telah
kehamilan itu sendiri melalui program keluarga divalidasi. Unit sampel adalah ibu hamil yang
berencana (KB). berkunjung ke Puskesmas Kecamatan
Ironisnya, angka cakupan penggunaan Makasar, Jakarta Timur, untuk pemeriksaan
(7)
alat kontrasepsi tahun 2010 masih 61,5%. antenatal. Besar sampel yang dibutuhkan
Rendahnya angka cakupan tersebut adalah 106 subjek penelitian berdasarkan
disebabkan oleh faktor eksternal berupa rumus sampel dua variabel tidak berpasangan.
keterbatasan akses terhadap pelayanan Responden dipilih dengan metode consecutive
kontrasepsi. Menurut laporan CDC tahun sampling. Pengisian kuesioner dilakukan
2007, salah satu strategi efektif meningkatkan secara terpimpin (guided questionnaire).
angka ini ialah dengan kontrasepsi Untuk mendapatkan tingkat PSP
pascapersalinan, yakni memberikan responden, dilakukan verifikasi dan coding
pelayanan pemasangan alat kontrasepsi terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam
segera setelah melahirkan. Strategi ini telah kuesioner. Skor yang diperoleh kemudian
diimplementasikan di Indonesia, tetapi angka diklasifikasikan menjadi baik, cukup, dan
cakupan kontrasepsi pascapersalinan masih kurang. Pengolahan data menggunakan
(8-10)
rendah. Oleh sebab itu, dipikirkan adanya program SPSS versi 16.0 dengan uji
faktor internal yang mempengaruhi parametrik dan nonparametrik yang sesuai.
penerimaan kontrasepsi, yaitu pengetahuan, Selanjutnya dilakukan analisis univariat dan
sikap, dan perilaku (PSP) masyarakat bivariat untuk mengetahui korelasi antara
mengenai kontrasepsi pascapersalinan. variabel bebas dan terikat. Variabel bebas
Adapun PSP tersebut berhubungan dengan pada penelitian ini adalah usia, pekerjaan,
karakteristik demografis seperti tingkat tingkat pendidikan, jumlah pendapatan,
pendidikan dan sosioekonomi, serta gravida, usia kehamilan, dan riwayat
karakteristik klinis seperti usia kehamilan, kontrasepsi. Sedangkan, variabel terikat
(11,12)
gravida, dan riwayat kontrasepsi. adalah pengetahuan, sikap, dan perilaku
Penelitian ini bertujuan untuk mengenai kontrasepsi pascapersalinan.
mengetahui korelasi antara karakteristik
demografis dan klinis dengan PSP masyarakat HASIL
mengenai kontrasepsi pascapersalinan. Seluruh responden adalah ibu hamil
Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang yang datang memeriksakan kandungan
berkorelasi, upaya untuk meningkatkan PSP (antenatal care) di Puskesmas Kecamatan
masyarakat akan lebih efektif dan terarah. Makasar, Jakarta Pusat. Dari 106 responden

14

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


yang diwawancarai, seluruh data lengkap dan dilakukan analisis.

Tabel 1. Karakteristik demografis dan klinis responden (n=106)

Variabel Responden

Usia (tahun) (median, IQR) 26 (23-31)

Tingkat pendidikan (n, %)

Tidak berpendidikan 2 (1,9)

Pendidikan rendah 37 (34,9)

Pendidikan sedang 60 (56,6)

Pendidikan tinggi 7 (6,6)

Jenis pekerjaan (n, %)

Ibu rumah tangga 79 (74,5)

Pekerjaan lainnya 27 (25,5)

Tingkat pendapatan (n, %)

Pendapatan rendah 47 (44,3)

Pendapatan tinggi 59 (55,7)

Jumlah tanggungan (median, IQR) 3 (2-3)

Kehamilan ke- (n, %)

Primigravida 40 (37,7)

Multigravida 66 (62,3)

Usia kehamilan (median, IQR) 28 (17,5-35)

Jumlah anak yang diinginkan (median, IQR) 2 (1-2)

Riwayat penggunaan kontrasepsi (n,

%)

Tidak 56 (52,8)

Ada 49 (46,2)

Seperti terlihat pada Tabel 1, sebagian besar 26 tahun. Lebih dari setengah responden
responden tergolong pada kelompok usia memiliki latar belakang pendidikan sedang dan
dewasa muda dengan nilai tengah usia adalah rendah. Tiga dari empat responden adalah ibu

15

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


rumah tangga. Setengah lebih responden tanggungan sebanyak dua orang. Sebagian
memiliki total pendapatan keluarga di atas besar responden sedang multigravida dengan
UMR Jakarta Timur. nilai tengah usia kandungan 28 minggu.
Jumlah tanggungan responden Separuh lebih (52,8%) responden belum
berkisar antara 2-7 orang. Frekuensi paling menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya.
banyak ialah responden dengan jumlah

Tabel 2. Sebaran responden (n= 106) menurut tingkat PSP

Variabel Responden

Pengetahuan

Baik 6 (5,6)

Sedang 20 (18,9)

Kurang 80 (75,5)

Sikap

Baik 75 (70,8)

Sedang 23 (21,7)

Kurang 8 (7,5)

Perilaku

Baik 30 (28,3)

Sedang 51 (48,1)

Kurang 25 (23,6)

Berdasarkan jawaban responden pada Guna mengetahui korelasi antar pengetahuan


kuesioner yang dibagikan, didapatkan dengan sikap dan perilaku serta korelasinya
gambaran mengenai tingkat pengetahuan, dengan karakteristik demografis dan klinis
sikap, dan perilaku masyarakat Kecamatan responden, maka dilakukan uji korelasi
Makasar terhadap kontrasepsi dengan hasil seperti pada tabel di bawah.
pascapersalinan. Tabel 2 memperlihatkan Terlihat bahwa korelasi paling kuat terdapat
sebagian besar responden berada pada pada korelasi pengetahuan dengan perilaku
kelompok pengetahuan kurang (mean 38,2 ± dibanding korelasi pengetahuan dengan sikap.
14,6), sikap baik (median 77,8; IQR 66,7- Dari karakteristik responden, status gravida
88,9), perilaku sedang (median 68,8; IQR yang memiliki korelasi dengan nilai r paling
62,5-87,5).

16

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


besar dengan pengetahuan, sikap, perilaku Tabel 3. Korelasi (r, p) antara karakteristik
responden (Tabel 3). demografis dan klinis reponden dengan skor
PSP

DISKUSI yakni pengetahuan mempengaruhi persepsi,


Hasil penelitian memperlihatkan yang selanjutnya persepsi tersebut akan
(13,14)
sebagian besar responden memiliki tingkat mempengaruhi perilaku. Dengan
pengetahuan kurang, sikap baik, perilaku demikian, wajar jika antara pengetahuan,
sedang. Selanjutnya, analisis korelasi antara sikap, dan perilaku, korelasi pengetahuan
pengetahuan, sikap, dan perilaku dengan perilaku memberikan kekuatan paling
menunjukkan korelasi sangat lemah, kecuali besar (r=0,39, p=0,00). Namun, terlihat juga
korelasi lemah ditemukan pada pengetahuan bahwa pengetahuan bukan satu-satunya
dan perilaku. Tidak adanya korelasi kuat faktor yang mempengaruhi. Banyak faktor
antara pengetahuan, sikap, dan perilaku pada lainnya, yaitu karakteristik demografis dan
responden tersebut dapat diterangkan dengan klinis, yang turut mempengaruhi persepsi
model health belief model (Gambar 1). seseorang.
Pada model, tergambar hubungan
tidak langsung pengetahuan dengan perilaku,

17

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


Perceived Susceptibility: Perceived Benefits
Melakukan hubungan Meningkatkan
seksual tanpa  Usia kesejahteraan keluarga
kontrasepsi  Jenis pekerjaan Mencegah cacat bawaan
 Tingkat pendidikan
memungkinkan untuk anak selanjutnya
 Jumlah pendapatan
hamil kembali  Tingkat pengetahuan Mencegah penyakit pada
 Gravida kehamilan selanjutnya
Perceived Seriousness:
Banyak anak berbanding Perceived barrier:
terbalik dengan Perceived Threat  Kurang informasi dan
kesejahteraan keluarga penyuluhan
 Takut efek samping
Banyak anak berbanding
 Rasa sakit saat
terbalik dengan tingkat penggunaan kontrasepsi
Cues to Action
pendidikan anak  Kesibukan
 Media penyuluhan tentang
Anak adalah anugerah kontrasepsi pascapersalinan Likelihood of
 Pengalaman kerabat Behavioral Change
 Riwayat kehamilan sebelumnya
Individual Perception Modifying Factors Likelihood of Action

Gambar 1. Health Belief Model Ibu Hamil Kecamatan Makasar terhadap Kontrasepsi

Pascapersalinan

Korelasi Karakteristik Demografis dengan pengetahuan merupakan faktor yang


PSP mempengaruhi persepsi seseorang. Ketiga
Dalam ilmu epidemiologi dikenal variabel memiliki nilai korelasi lemah dan
berbagai karakteristik masyarakat, yang pada sangat lemah dengan pengetahuan. Korelasi
health belief model termasuk faktor yang dapat antara pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan
dimodifikasi (modifying factors), salah satunya dengan perilaku tergambar melalui hubungan
(13-16)
status sosioekonomi. Penelitian ini tidak langsung. Pekerjaan, pendidikan, dan
memperlihatkan korelasi status sosioekonomi pendapatan dapat mempengaruhi kerentanan
yang meliputi jenis pekerjaan, pendapatan, yang dirasakan (perceived susceptibility),
dan tingkat pendidikan, dengan tingkat tingkat keparahan (severity), ancaman (threat),
pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap manfaat (benefit), dan rintangan (barrier).
penggunaan kontrasepsi pascapersalinan. Persepsi tersebut akan menentukan perilaku
Komponen status sosioekonomi tersebut, seseorang. Namun, ketiga variabel tersebut
dilihat satu per satu, menunjukkan korelasi hanya sebagian kecil faktor yang
lemah sangat lemah. mempengaruhi perilaku. Kompleksnya
Pada health belief model,tingkat persepsi dan faktor itu menyebabkan korelasi
pekerjaan, pendidikan, pendapatan, dan

18
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
antara ketiga variabel dengan pengetahuan PSP. Namun dalam penelitian ini, tidak
dan perilaku bersifat lemah. ditemukan korelasi yang kuat
Health belief model pada Gambar 1 antarkarakterisitk tersebut dengan PSP
memperlihatkan hubungan antara persepsi ibu mengenai kontrasepsi pascapersalinan.
hamil dengan faktor-faktor yang Dalam implementasi program KB, usia
mempengaruhinya. Pengetahuan responden perempuan termasuk salah satu determinan
yang kurang berakibat pada kurangnya penting yang mempengaruhi keikutsertaan
persepsi akan pentingnya kontrasepsi serta pemilihan jenis kontrasepsi. Dalam
pascapersalinan sehingga perceived threat populasi Indonesia secara umum, program KB
juga rendah. Banyak responden merasa takut lebih mencakup kelompok usia reproduktif
akan rasa sakit dan efek samping yang akan lanjut dibandingkan usia reproduktif muda
dialami jika menggunakan kontrasepsi yang walaupun pemilihan tersebut turut dipengaruhi
dapat menjadi perceived barrier yang sulit oleh jumlah anak. Namun secara tidak
ditembus. Dari segi cue to action, responden langsung, dapat ditarik hipotesis juga bahwa
telah terpapar oleh media cetak, media kesadaran, pemahaman, pengetahuan
elekronik, ataupun mendapat informasi dari terhadap kontrasepsi akan semakin meningkat
bidan, tetapi melihat rendahnya pengetahuan, sejalan dengan pengalaman atau usia ibu.
informasi yang mereka terima tersebut Harapannya, promosi dini mengenai
belumlah cukup sehingga masih kontrasepsi dapat lebih digalakkan pada ibu
membutuhkan tambahan informasi lebih lanjut. hamil dengan usia muda untuk meningkatkan
Untuk meningkatkan persepsi pengetahuan serta pemahaman mereka
masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi tentang kontrasepsi.
perilakunya, pertama-tama pengetahuan dan Meski demikian, pada penelitian ini
informasi masyarakat perlu ditingkatkan. Salah ditemukan bahwa usia ibu tidak berkorelasi
satu cara efektif dan terbaik pemberian dengan pengetahuan, sikap, serta perilaku
informasi tersebut ialah dengan penyuluhan terhadap kontrasepsi. Baik ibu dengan usia
oleh tenaga medis atau mereka yang telah tua ataupun yang lebih mudah memiliki
terlatih. Lebih jauh lagi, didasari oleh penelitian pengetahuan, sikap, dan perilaku yang reslatif
ini, penyuluhan diberikan secara luas ke sama. Hal tersebut mengindikasikan upaya
semua masyarakat tanpa edukasi dan promosi mengenai kontrasepsi
mengelompokkannya status sosioekonomi, kepada ibu hamil setempat masih belum
misal mengelompokkan apakah responden ibu maksimal dan belum mencapai sasaran.
rumah tangga atau bukan, berpendidikan Namun, usia ibu tidak semata-mata
tinggi atau rendah, atau memiliki pendapatan menjadi indikator pengalaman ataupun
tinggi atau rendah. pemahaman terhadap kontrasepsi.
Pengalaman serta tingkat pemahaman itu
Korelasi Karakteristik Klinis dengan PSP dapat diukur secara lebih objektif melalui
Usia, status gravida, usia kehamilan, variabel gravida. Ibu dengan multigravida
dan riwayat kontrasepsi merupakan memiliki lebih banyak alasan untuk
karakteristik klinis yang berkorelasi dengan menggunakan kontrasepsi dibandingkan ibu

19

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


dengan primigravida, misalnya untuk diperoleh, usia kehamilan tidak memiliki
membatasi jumlah anak. Mereka telah korelasi kuat dengan pengetahuan, sikap, dan
beberapa kali mendengar penjelasan perilaku mengenai kontrasepsi. Kebanyakan
mengenai kontrasepsi dari petugas kesehatan, lebih memilih untuk memikirkan atau mengikuti
termasuk berbagai alasan sosial dan ekonomi. kontrasepsi setelah masa laktasi. Padahal,
Analisis statistik pada Puskesmas Makasar kontrasepsi pascapersalinan sangat efektif
pun menunjukkan bahwa ibu dengan untuk mengatasi masalah akses dan
multigravida memiliki tingkat pengetahuan dan rendahnya compliance masyarakat selama ini.
perilaku yang lebih baik. Sebaliknya, ibu Selain itu, stigma masyarakat mengenai efek
dengan primigravida sering kali luput dari samping kontrasepsi pascapersalinan turut
edukasi dan promosi dini mengenai mempengaruhi angka penggunaan
kontrasepsi dari petugas kesehatan, serta kontrasepsi pascapersalinan.
masih ingin memiliki anak lagi. Padahal, sikap Salah satu faktor lainnya yang diduga
mengenai kontrasepsi tidak berkorelasi mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan
terhadap jumlah kehamilan sehingga perilaku responden terhadap kontrasepsi
intervensi untuk meningkatkan pengetahuan pascapersalinan ialah riwayat penggunaan
ibu-ibu hamil sangat bermanfaat untuk kontrasepsi sebelumnya. Dari hasil penelitian
mendukung keikutsertaan mereka terhadap tampak bahwa riwayat kontrasepsi
kontrasepsi. sebelumnya ternyata tidak memiliki korelasi
Selama ini, pemahaman masyarakat pada pengatahuan dan sikap. Baik yang
setempat mengenai kontrasepsi masih sudah pernah kontrasepsi maupun yang
terbatas sebagai metode untuk mencegah belum memiliki pengetahuan dan sikap yang
kehamilan. Prinsip lainnya, yaitu untuk sama. Dengan kata lain, penggunaan
menjarangkan kehamilan, sering kali kontrasepsi sebelumnya tidak menjamin
terlupakan baik oleh ibu hamil maupun seseorang akan lebih memahami pentingnya
petugas medis. Berbekal pemahaman kontrasepsi pascapersalinan serta lebih baik
tersebut, peningkatan pengetahuan ibu dalam penggunaan kontrasepsi berikutnya.
primigravida sangat tepat untuk mencapai Kedua populasi ini, dengan dan tanpa
tujuan kontrasepsi. riwayat kontrasepsi, memiliki tingkat kuantitas
Di lain sisi, pemahaman masyarakat dan kualitas yang sama akan informasi yang
mengenai kehamilan yang direncanakan juga mengenai kontrasepsi. Agaknya ini menjadi
masih minim. Kebanyakan masyarakat baru perhatian, mengingat dalam praktik banyak
akan merencanakan kehamilan atau jumlah yang menganggap mereka yang pernah
anak yang diinginkannya setelah memiliki satu kontrasepsi akan lebih mengerti tentang
atau dua anak, tidak jarang juga setelah kontrasepsi daripada yang belum pernah.
merasa jumlah anak yang dimilikinya berlebih,
misal empat atau lima. Oleh sebab itu, edukasi SIMPULAN
dan promosi kontrasepsi pada masyarakat ini Penelitian ini menunjukkan tidak
lebih efektif bila diberikan sewaktu kontrol terdapat korelasi kuat antara karakteristik
kehamilan. Dari analisis statistik yang demografis dengan pengetahuan, sikap, dan

20

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


perilaku ibu-ibu hamil di Kecamatan Makasar healthsurvey 2007. Calverton, Maryland,
mengenai kontrasepsi pascapersalinan. USA: BPS dan Macro International, 2008.
Korelasi antara pengetahuan dan perilaku 4. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro
menunjukkan kekuatan yang paling besar. International. Indonesia demograhic and
Kekuatan korelasi antara usia dan gravida health survey 2007. Calverton, Maryland,
dengan pengetahuan, pendapatan dengan USA: BPS dan Macro International, 2008.
sikap, dan riwayat kontrasepsi dengan perilaku 5. The Department of Family and Community
adalah lemah. Selain itu, kekuatan korelasi Health, World Health Organization,
karakteristik demografis dan klinis lainnya, Regional Office for South-East Asia, World
masing-masing terhadap pengetahuan, sikap, Health House, Indraprastha Estate,
dan perilaku, sangat lemah. Mahatma Gandhi Marg. Indonesia and
Dengan demikian, untuk meningkatkan family planning: an overview. India: World
perilaku penggunaan kontrasepsi, diperlukan Health Organization, Regional Office for
tingkat pengetahuan yang baik pula. Sebagai South-East Asia, 2005.
contoh dapat dilakukan penyuluhan dan 6. Shiffman J. Generating political priority for
konseling. Intervensi ini tidak hanya maternal mortality reduction in 5
diutamakan bagi ibu-ibu multigravida, tetapi developing countries. Am J Public Health.
juga bagi ibu-ibu primigravida. 2007;97(5):796-803.
7. Fathalla MF, Sinding SW, Rosenfield A,
UCAPAN TERIMA KASIH Fathalla MM. Sexual and reproductive
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. health for all: a call for action. Lancet.
Johny Jaikirshin yang telah memberikan 2006;368(9552):2095-100.
banyak masukan, serta seluruh staf 8. Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Puskesmas Kecamatan Makasar yang telah Nasional (BKKBN), 2011.
memberi izin dan dukungan dalam melakukan 9. Schoemaker J. Contraceptive use among
penelitian ini. the poor in Indonesia. Int Fam Plan
Aerspect. 2005;31(3):106-14.
DAFTAR PUSTAKA 10. Palu MB. Kebijakan operasional keluarga
1. Bernstein S. Population, reproductive berencana dan kesehatan reproduksi
health, and millenium development goals: tahun 2009. Jakarta: Badan Koordinasi
UN millennium project reports. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
Washington DC: United Nations 2009.
Development Programme, 2005. 11. Jamie LH, Amitabh C, Barbara LW, Seth
2. World Health Organization. Reproductive DP. Association between Income and the
health. Diunduh dari Hippocampus. Plos One, May 2011, 6:
http://www.who.int/topics/reproductive_he e18712.
alth/en/ pada10 Oktober 2011. 12. Jo CP, Bruce GL. When Income Affects
3. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro Outcome: Socioeconomic Status and
International. Indonesia demograhic and Health [serial online]. 2003 [diakses
tanggal diakses tanggal 21 Oktober 2011

21

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


pukul 19.00]. Diunduh dari:
http://www.investigatorawards.org/downlo
ads/research_
in_profiles_iss06_feb2003.pdf.
13. Becker MH. The health belief model and
personal health behavior. Health
Education Monographs 1974; 2:324-473.
14. Strectcher V, Rosenstock IM. The health
belief model. Dalam: Glanz K, Lewis FM,
Rimer BK (editor). Health belief behavior
and health education: theory, research,
and practice. San Fransisco: Jossey-Bass;
1997.
15. David MC, Adriana LM, Tom V.
Socioeconomic Status and Health:
Dimensions and Mechanisms [serial
online]. 2008 [diakses tanggal 21 Oktober
2011]. Diunduh dari:
http://www.econ.ucla.edu/alleras/papers/Fi
nal%20handbook%20version.pdf.
16. Michael ES, Peter M, Xun L, Zohn R, dan
Martin AG. The Impact of Socioeconomic
Status on the Neural Substrates
Associated with Pleasure. The Open
Neuroimaging Journal 2009; 3, 58-63.

22

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


POTENSI TILAPIA HEPSIDIN 1-5 (TH1-5) PADA IKAN
MUJAIR (OREOCHROMISMOSSAMBICUS)
Tinjauan SEBAGAIAGEN ANTIVIRAL, NEUROPROTEKTIF, DAN
IMUNOMODULATOR:
Pustaka SOLUSI MUTAKHIR PERMASALAHAN JAPANESE
ENCEPHALITIS DI BALI
Mahfira Ramadhania, Rido Maulana, Riyan Sopiyan
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Korespondensi: ridomaulana28@gmail.com

ABSTRAK
Japanese encephalitis virus (JEV) adalah penyebab utama dari wabah epidemik ensefalitis di
kawasan Asia. Saat ini belum ditemukan obat antivirus yang efektif dalam menangani
permasalahJapanese encephalitis (JE). Penelitian terbaru menemukan bahwa terdapat antimicrobial
peptides (AMPs) yang memiliki aktivitas biologis meliputi aktivitas antimikroba dan imunomodulator
untuk menangani permasalahan JE, yaitu tilapia hepcidin1-5 (TH1-5). Penelitian terakhir menunjukan
bahwa hepsidin juga mampu diproduksi oleh beberapa spesies ikan. Ikan mujair (Oreochromis
mossambicus) merupakan spesies yang mengandung TH1-5 dalam jumlah besar sehingga banyak
dimanfaatkan oleh peneliti untuk mengatasi permasalahan JE. Aktivitas yang dimiliki oleh TH1-5
dalam menangani masalah JE antara lain: aktivitas antivirus, neuroprotektif,antioksidan,
imunomodulator, merangsang pembentukan antibodi anti-JEV, dan aktivitas lain seperti penurunan
ekspresi gen yang berhubungan dengan sekresi sitokin-sitokin proinflamasi dan proteksi dari infeksi
JEV yang telah diuji secara in vivo. Dengan demikian, dengan pemanfaatan yang maksimal dari TH1-
5 sebagai double deal penatalaksanaan preventif dan kuratif diharapkan dapat meminimalkan insiden
kasus JE, mencegah transmisi JE pada turis, dan mewujudkan safety travelling di Indonesia,
khususnya Bali.
Kata kunci:Japanese encephalitis virus, Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus), antiviral,
neuroprotektif, imunomodulator, Safety Travelling, Bali.

ABSTRACT
Japanese encephalitis virus (JEV) is a major cause of epidemic encephalitis epidemic in Asia. Current
antiviral drugs have not been found effective in dealing with problems of Japanese encephalitis
(JE). Recent research found that there are antimicrobial peptides (AMPS), which have biological
activity including antimicrobial activity and immunomodulatory activities to address the tilapia hepcidin
JE 1-5 (TH1-5).TH1-5 have a great potential as an agent that has antimicrobial and
immunomodulatory effects of these. Recent research shows that hepsidin also capable of being
produced by several species of fish. Tilapia fish (Oreochromis mossambicus) is a species of fish that
contain TH1-5in a large number so it is widely used by researchers to overcome the JE
problems.TH1-5’s activities in dealing with JE included in the preventive and curative, among others:
the activity of antiviral, neuroprotective, antioxidant, stimulates formation of anti-JEV, and other
activities such as decreased expression of genes associated with secretion of proinflammatory
cytokines, and protection from JEV infection has been tested in vivo. Thus, TH1-5 can be utilized as a
double deal preventive and curative management to minimize the incidence of JE, prevent the
transmission of JE in tourists, and realize the safety traveling in Indonesia, especially Bali.
Keywords: Japanese encephalitis virus, Mujair fish(Oreochromis mossambicus), antiviral,
neuroprotective, immunomodulatory, Safety Travelling, Bali.

*Dipresentasikan pada Final Lomba Poster Ilmiah Scientific Atmosphere Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana (UNUD), Bali 2012

23
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
PENDAHULUAN terakhir menunjukan bahwa hepsidin juga
Japanese encephalitis virus (JEV) mampu diproduksi oleh beberapa spesies
adalah penyebab utama dari wabah epidemik ikan. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus)
ensefalitis di kawasan Asia. Virus ini termasuk merupakan spesies ikan yang mengandung
dalam genus flavivirus dari famili flaviviridae. TH1-5 dalam jumlah besar sehingga ikan ini
Terdapat sekitar 35.000-50.000 kasus banyak dimanfaatkan oleh peneliti untuk
Japanese encephalitis (JE) di Asia dan 10.000 mengatasi permasalahan JE.
kasus dilaporkan mengalami kematian akibat Hepsidin yang terdapat pada Oreochromis
(1)
infeksi JE. Penelitian terakhir berbasis mossambicusmemiliki aktivitas antimikroba
hospital-surveillans di Bali pada tahun 2003 dan peningkatan ekspresinya pada hati
(6)
menunjukkan bahwa terdapat sekitar 599.120 berkaitan dengan adanya infeksi. Hal
anak-anak kurang dari 12 tahun yang tersebut mengindikasikan selain mereka
(2)
menderita JE. Culex tritaeniorhynchus berperan dalam sistem imunitas bawaan,
merupakan vektor nyamuk utama dari infeksi tetapi juga berperan dalam aktivitas
(3)
JE. Nyamuk tersebut meletakkan telurnya di antimikroba. TH1-5 yang banyak terkandung
sawah padi dan nyamuk yang menetas akan di dalam Oreochromis mossambicus mampu
menjadi vektor dari virus Japanese memodulasi Socs-6, Toll-like receptor-1 (TLR
encephalitis. 1), flR-7, caspase-4, interferon (IFN)-β1, ATF-
Saat ini belum ditemukan obat antivirus yang 3, dan gen responsif yang melindungi dari
efektif dalam menangani permasalahan JE. infeksi JEV. Selain itu, TH1-5 mampu
Pencegahan JE saat ini adalah menggunakan memodulasi ekspresi dari IL-2, IL-4, IL-5, IL-6,
vaksin, tetapi vaksinasi JE dengan tiga kali IL-10, IL-12, TNF, IFN-γ dan monocyte
regimen selama setahun memiliki beberapa chemoattractant protein 1 (MCP-1) yang
kelemahan. Vaksinasi JE yang berasal dari mempengaruhi transkripsi dan translasi virus.
otak tikus dapat menginduksi timbulnya reaksi Hal tersebut membuktikan bahwa TH1-5
neurologis yang tidak diinginkan. Selain itu, memiliki aktivitas sebagai antiviral,
harganya yang cukup mahal dan interval neuroprotektif, anti inflamasi, dan
jadwal pemberian vaksin yang cukup lama imunomodulator. Hasil ini menjadikan TH1-5
menyebabkan lost follow up terhadap individu menjadi agen yang menjanjikan untuk
sehingga menyebabkan gagalnya program mengatasi infeksi JEV. Selain itu, TH1-5
vaksinasi. Oleh karena itu, perlu mempunyai efek samping yang minimal dan
dikembangkan pencegahan yang terjangkau, tidak mengakibatkan kerusakan pada sel lain
single-dose, dan tidak memerlukan jangka atau binatang percobaan.
(4)
waktu pemberian vaksin yang terlalu lama. Ikan mujair sendiri sangat mudah didapatkan
Penelitian terbaru menemukan bahwa dikarenakan penyebaran ikan mujair meliputi
terdapat antimicrobial peptides (AMPs) yang sebagian besar daerah perairan di Indonesia.
memiliki aktivitas biologis meliputi aktivitas Selain itu, pemanfaatan ikan mujair sebagai
antimikroba dan aktivitas imunomodulator terapi kuratif dan preventif pada JEdi
untuk menangani permasalahan JE, yaitu Indonesia dapat meningkatkan sektor ekonomi
(5)
tilapia hepcidin1-5 (TH1-5). Penelitian bagi masyarakat disamping sektor medis. Hal

24
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
ini dibuktikan dengan keuntungan yang dapat reseptor pada permukaan hepatosit, yaitu HFE
diperoleh dari budidaya ikan mujair. Perkiraan dan hemojuvelinyang mekanismenya belum
(11)
analisis keuntungan kotor budidaya ikan mujair dapat diketahui secara pasti. Mekanisme
di Indonesia adalah sebesar Rp644.160,00 terakhir adalah regulasi hepsidin melalui
dengan memperhitungkan biaya bibit, sewa aktivitas eritropoiesis. Saat ini mekanisme ini
(7)
kolam, pakan, obat, dan pupuk. belum dapat dijelaskan secara terperinci,
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tetapi sejauh yang dapat dimengerti adalah
karya tulis ilmiah ini disusun dengan harapan penurunan produksi hepsidin mampu
mampu memberikan solusi akan meningkatkan aktivitas eritropoiesis melalui
permasalahan JE yang masih menjadi sinyal yang belum teridentifikasi yang berasal
(12)
penyakit endemik di Indonesia. Selain itu, para dari sumsum tulang.
turis yang berasal dari berbagai mancanegara Banyak penelitian telah dilakukan untuk
dapat dengan aman melakukan perjalanan ke mengetahui aktivitas antimikroba yang dimiliki
Indonesia tanpa harus khawatir terjangkit hepsidin serta sumber hepsidin lain yang
penyakit JE. potensial. Sampai saat ini, telah diketahui
bahwa ikan merupakan sumber hepsidin yang
ANALISIS DAN SINTESIS paling potensial. Sama seperti sifat hepsidin
pada umumnya, hepsidin yang terdapat pada
Hepsidin ikan memiliki aktivitas antimikroba dan
Hepsidin pertama kali ditemukan pada tahun peningkatan ekspresinya pada hati berkaitan
2000 pada urin manusia dan serum oleh dengan adanya infeksi serta diinduksi pula
(6,13)
seorang ilmuwan bernama Tomas oleh peningkatan Fe. Hal tersebut
Ganz.Hepsidin menekan penyerapan besi di mengindikasikan bahwa selain mereka
usus serta pemindahannya di plasenta dan berperan dalam sistem imunitas bawaan,
juga pembebasan besi dari makrofag melalui tetapi juga berperan dalam aktivitas
(14)
interaksi dengan feroprotein. Jika kadar besi antimikroba.
plasma tinggi, sintesis hepsidin meningkat, Hepsidin telah banyak diidentifikasi di banyak
begitupun sebaliknya. Protein ini dapat ikan (Perciformes, Cypriniformes, Siluriformes,
berperan penting dalam hemokromatis dan Oreochromis, Gadiformes, dan
(9)
juga pada anemia defisiensi besi. Salmoniformes). Struktur gen dan sekuens
Regulasi hepsidin pada tubuh manusia gen hepsidin telah ditemukan pada ikan dan
dipengaruhi oleh tiga mekanisme, yaitu mamalia. Gen hepsidin pada ikan terdiri atas
inflamasi, asupan besi yang menginduksi tiga ekson yang dipisahkan oleh dua intron
produksi hepsidin, dan aktivitas eritropoiesis dan disandikan dalam sebuah prepropeptide
yang menekan produksi hepsidin. Pada yang terdiri atas sinyal peptida yang tinggi.
inflamasi, terjadi peningkatan IL-6 yang Hepsidin pada ikan dibagi menjadi dua kluster
(15)
kemudian akan meningkatkan hepcidin dengan menggunakan analisis pilogenetik.
promoter yang pada akhirnya akan Sebagian besar hepsidin pada ikan
(10)
meningkatkan produksi hepsidin. Regulasi diekpresikan di hati, tetapi ekspresi hepsidin
hepsidin via asupan besi dimediasi oleh pada ikan juga dapat ditemukan pada limfa,

25

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


ginjal bagian anterior, darah pada ginjal, ekspresi mRNA TH1-5 yang tinggi di hati dan
esofagus, perut, usus, jantung, otot, gonad, ginjal. Analisis imunohistokimia dengan
insang, dan kulit. Pada ikan, ekspresi hepsidin antiserum poliklonal TH1-5 (menggunakan
diinduksi oleh bakteri, inflamasi, vaksinasi, dan antibodi poliklonal kelinci) menunjukkan bahwa
(18)
polyI:C (double-stranded RNA molecule). peptida ini terlokalisasi di limpa dan ginjal.
Pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus),
hepsidin diekspresikan dalam tiga bentuk, Potensi Ikan Mujair(Oreochromis
yaitu TH2-3 dengan sebuah amino-terminal mossambicus) dalam Sektor Ekonomi
(sekuens Q-S-HL-S-L), TH1-5, dan TH2-2. Dengan memanfaatkan TH1-5 yang
TH1-5 berperan aktif dalam melawan infeksi terdapat pada Oreochromis mossambicus,
bakteri gram positif. TH2-3 berperan aktif disamping dapat memberikan solusi kuratif
dalam melawan infeksi bakteri gram negatif. dan profilaksis pada Japanese encephalitis,
Adapun TH2-2 adalah bentuk hepcidin yang diharapkan juga dapat meningkatkan sektor
(16)
tidak aktif. ekonomi masyarakat luas di Indonesia.
Dengan demikian, pemanfaatan ikan ini dapat
Isolasi TH1-5 dari Ikan Mujair memberikan dua keuntungan, yaitu
Ikan mujair (Oreochromis keuntungan dari sektor medis dan keuntungan
mossambicus) diperoleh dari tambak ikan air dari sektor ekonomi. Keuntungan dari sektor
tawar. Ikan diinjeksi melalui intra-peritoneal ekonomi dapat berasal dari budidaya ikan
dengan 20 μg LPS (lipopolisakarida) dalam mujair dan penjualan ikan mujair. Dengan
100 μL larutan fisiologis saline steril. Sampel mempertimbangkan biaya bibit, sewa kolam,
jaringan diambil dari hati, limpa, ginjal, usus, pakan, obat hama, dan pupuk, keuntungan
otak, jantung, insang, lambung, dan otot ikan budidaya ikan mujair per bulan dapat
(7)
kemudian disimpan secara terpisah dan mencapai Rp644.160,00.
dibekukan segera dalam nitrogen cair pada Indonesia memiliki perairan yang
suhu -80° C. Ekspresi dari mRNA tilapia terdiri dari sungai, rawa, danau alam dan
hepcidindi jaringan, lipopolisakarida, dan buatan yang hampir mendekati 13 juta ha. Hal
asam poliinosinik-polisitidilik (poly I:poly C) tersebut merupakan potensi alam yang sangat
ditentukan dengan perbandingan transkripsi- baik bagi pengembangan usaha perikanan
balik (reverse-transcription) dari Polymerase khusunya ikan mujair di Indonesia. Di
Chain Reaction (PCR). Rantai RNA samping, itu, banyak potensi lain yang
ditranskripsi terbalik ke DNA komplemennya bermanfaat seperti penelitian dalam bidang
(complementary DNA, atau cDNA) dengan medis yang menggunakan ikan mujair. Oleh
menggunakan enzim reverse transcriptase karena itu, budidaya ikan mujair diharapkan
sehingga cDNA teramplifikasi. Proses PCR dapat meningkatkan perekonomian
dilakukan melalui beberapa siklus yaitu pada masyarakat dan TH1-5 yang terkandung
suhu 60,8° C selama dua menit, 95,8° C dalam ikan mujair tersebut dapat bermanfaat
selama 10 menit diikuti dengan 40 siklus dalam sektor medis khususnya untuk
(17)
denaturasi pada suhu 95,8°C. Hasil dari menanggulangi masalah Japanese
analisis distribusi jaringan menunjukkan encephalitis di Indonesia.

26

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


bagi penderita Japanese encephalitis. Hal ini
TH1-5 sebagai Terapi Kuratif dan Preventif memungkinkan pengaplikasian TH1-5 sebagai
JE terapi kuratif untuk penderita Japanese
TH1-5 lebih dikenal sebagai antibakteri encephalitis.
terutama bakteri gram positif. TH1-5 juga
memiliki aktivitas lain yang menguntungkan
dalam mengatasi masalah JEyang disebabkan
oleh virus. Aktivitas TH1-5 sebagai terapi
kuratif dan preventifJE antara lain sebagai
antivirus, neuroprotekif, merangsang
pembentukan antibodi antiJEV, dan aktivitas
lain seperti penurunan ekspresi gen yang
berhubungan dengan sekresi sitokin-sitokin
proinflamasi, dan proteksi dari infeksi JEV
(19) Gambar 1. Penurunan titer JEV setelah
yang telah diuji secara invivo.
pemberian TH1-5 ** (Huang et al., 2011)
Aktivitas antivirus yang dimiliki TH1-5 telah
dibuktikan oleh para peneliti di Taiwan. Pada
Infeksi JEV selalu disertai oleh apoptosis dari
penelitian tersebut otak binatang percobaan
(20)
neuron. Hal ini bisa dijadikan sebagai hal
yang telah diinfeksi oleh JEV mengandung
penting lain yang harus diperhatikan
banyak positive cell yang merupakan protein
sehubungan dengan penanganan infeksi JE.
spesifik JEV. Hal ini menandakan aktivitas
Dalam kinerjanya, TH1-5 mampu
aktif dari virus. Untuk mengamati perubahan
menyelamatkan integritas neuron setelah
yang terjadi, 200μg/mL TH1-5 diinjeksi ke
terjadi penurunan gliosis yang diakibatkan oleh
dalam binatang percobaan yang sebelumnya
infeksi JEV. Aktivitas tersebut berkaitan
telah diinfeksi JEV. Hasil dari pengamatan
dengan efek neuroprotektif yang dimiliki oleh
tersebut didapatkan penurunan jumlah positive
TH1-5. Saat terjadi infeksi JE terjadi
cell dalam otak binatang percobaan. Hasil ini
peningkatan ekspresi proteincaspase-3 aktif.
membuktikan bahwa TH1-5 mampu
Percobaan yang dilakukan membuktikan
menghapus ekspresi protein virus. Penelitian
bahwa injeksi TH1-5 mampu menurunkan
lain dilakukan melalui percobaan in vivo
ekspresi caspase-3 aktif sehingga TH1-5
dengan mengukur titer virus. Hasilnya,
dapat memberikan efek neuroprotektif
terdapat penurunan titer virus yang signifikan
(Gambar 2) Efek lain yang berkaitan dengan
pasca pemberian TH1-5(Gambar 1). Bukti lain
sifat neuroprotektif yang dimiliki oleh TH1-5
yang didapatkan terkait dengan aktivitas
berhubungan dengan aktivitas antioksidatif
antivirus TH1-5 terlihat dari penurunan viral
yang dimiliki oleh TH1-5. Dari hasil penelitian
loaddan replikasi virus di otak, penurunan
didapatkan peningkatan ekspresi inducible
kematian neuron, dan penurunan inflamasi
nitric oxide synthase (iNOS) pada binatang
sekunder yang biasanya mengikuti infeksi
(19) percobaan yang diinfeksi oleh JEV. Namun,
JEV. Aktivitas antivirus yang dimiliki TH1-5
ekspresi iNOS mampu diturunkan dengan
ini bisa dimanfaatkan sebagai terapi kuratif
pemberian TH1-5 sehingga hal ini

27

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


membuktikan bahwa TH1-5 juga memiliki peningkatan produksi IgG2a setelah dilakukan
aktivitas antioksidatif yang membantu aktivitas injeksi TH1-5 terhadap binatang percobaan
(19)
neuroprotektif TH1-5 (Gambar 2). Aktivitas yang telah diinfeksi JEV sebelumnya (Gambar
TH1-5 seperti ini memungkinkan penggunaan 3). Hal ini menandakan bahwa TH1-5
TH1-5 sebagai agen profilaksis untuk mengaktivasi sel T helper 1 (Th1) untuk
mencegah infeksi JEV. merespon infeksi JEV. Aktivasi sel Th1 ini
terjadi pada hari ke-4, sedangkanpada hari ke
18-21 terjadi peningkatan sekresi IL-4 yang
mengindikasikan terjadinya aktivasi dari sel T
helper 2 (Th2) (Gambar 4). Aktivasi sel
Th2berperan dalam pembentukan imunitas
(19)
adaptif. Penelitian lain dilakukan secara
invitro untuk mengetahui produksi antibodi
anti-JEV. Hasilnya, terjadi peningkatan
antibodi pada serum terutama pada dosis
200μg/mL TH1-5 + JEV.Penelitian lain
membuktikan bahwa survival rate tikus pada
infeksi sekunder JEVdenganinjeksi TH1-5
mencapai 100% pada dosis 200μg/mL. Hal ini
diduga disebabkan karena pada dosis yang
ideal JEV akan diinaktivasi oleh TH1-5
sehingga secara tidak langsung tubuh
disediakan antigen untuk pembentukan
antibodi sehingga mampu melindungi tubuh
(19)
dari infeksi sekunder JEV. Aktivitas
Gambar 2. TH1-5 menurunkan ekspresi imunomodulator seperti inibisa dimanfaatkan
protein caspase-3 dan iNOS (Huang et al., dalam upaya preventif sebagai usaha
2011) penanganan masalah JE.

Aktivitas lain dari TH1-5 yang sangat penting


terutama dalam hal preventif adalah aktivitas
imunomodulator yang mampu dilakukan oleh
TH1-5. Peneliti yang sama melakukan
percobaan untuk mengetahui efek
imunomodulator yang dimiliki oleh TH1-
5.Hasilnya bahwa TH1-5 mampu merangsang
imunitas baik pada infeksi primer maupun
infeksi sekunder dari JEV serta mampu
menginduksi respon selular dan humoral. Gambar 3.Peningkatan produksi IgG2a

Pada penelitian tersebut ditemukan setelahpemberian TH1-5 (Huang et al., 2011)

28

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


Gambar 4. Peningkatan sekresi IL-4 setelah pemberian TH1-5 (Huang et al., 2011)

ditemukan efek toksik pada tikus sehingga


Efek lain yang dihasilkan dan mendukung penggunaannya aman.
pengaplikasian TH1-5 sebagai solusi Semua aktivitas antimikroba dan sifat-sifat
permasalahan JE adalah penurunan gen yang yang yang dimiliki oleh TH1-5 bisa
berhubungan dengan sekresi sitokin-sitokin dimanfaatkan sebagai solusi permasalahan
proinflamasi dan proteksi infeksi JEV invivo. terkait Japanese encephalitis. Sifat
TH1-5 terbukti dapat menurunkan ekspresi antivirusnya dapat dimanfaatkan sebagai
gen-gen yang berperan dalam produksi sitokin terapi kuratif, sedangkan sifat neuroprotektif
proinflamasi seperti STAT 1, STAT 2, IFN β1, dan imunomodulator bisa dimanfaatkan
MX1, IFNα5, IL-6. Akibatnya TH1-5 mampu sebagai usaha preventif. Selain itu, efek
menghambat secara efektif sitokin-sitokin penurunan ekspresi gen yang terkait sekresi
proinflamasi. Upaya lain yang dilakukan oleh sitokin-sitokin proinflamasiserta aktivitas
TH1-5 adalah pencegahan peningkatan proteksi yang dilakukan TH1-5 terhadap
aktivasi mikroglial akibat infeksi JEV karena infeksi JEV akan menambah nilai positif
jika peningkatan ini tidak dicegah, maka akan penggunaan TH1-5.
mempengaruhi patogenesis JEV sehingga
akan mencetuskan kerusakan lebih lanjut Rencana Pemanfaatan TH1-5 untuk
Mewujudkan Safety Travelling di Bali
bagi organ lain. Dengan demikian, aktivitas Indonesia sebagai negara agraris dan
TH1-5 akan mencegah penyakit maritim tidak dapat lepas dari industri
(19)
neurodegeneratif akibat infeksi JEV. Uji pertanian maupun perikanan. Komoditas ikan
toksisitas telah dilakukan dengan menginjeksi air tawar maupun laut Indonesia juga sangat
tikus dengan TH1-5. Hasilnya adalah tidak melimpah sehingga sangat potensial untuk

29
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
dikembangkan selain sebagai bahan pangan. diberikan dengan dosis yang sama seperti
Masalahnya adalah selama irigasi persawahan vaksin, yaitu secara IP sebanyak 200μg.
masih ada, transmisi JE oleh nyamuk Culex Sebagai rencana jangka panjang, pemerintah
tritaeniorhyncus juga dapat terus berkembang. atau lembaga kesehatan dapat bekerja sama
Kasus JEyang tidak ditangani dengan baik dengan pengusaha ikan mujair dalam
pada saat musim tertentu dapat menimbulkan memproduksi TH1-5. Terdapat dua opsi dalam
kasus luar biasa atau wabah JEdi Bali yang pelaksanaannya. Pertama, dengan
dapat menyebabkan keluarnya travel warning membudidayakan ikan atau melakukan
dari negara lain. Selain itu, ikan mujair kerjasama dengan pengusaha ikan dengan
(Oreochromis mossambicus)yang siklus cara hanya mengambil hati dan ginjal ikan
reproduksinya cepat dapat berkembang biak mujair, kemudian dagingnya dapat diolah oleh
dan menyebabkan ledakan populasi apabila industri makanan olahan dan industri lainnya.
tidak dimanfaatkan secara maksimal. Oleh Keuntungannya adalah sampel yang didapat
karena itu, pemanfaatan ikan mujair yang lebih banyak meskipun opsi ini memerlukan
mengandung TH1-5 sebagai terapi JE sangat modal yang lebih banyak. Kedua, hati dan
potensial dalam mengatasi permasalahan ginjal dapat diperoleh dari limbah hasil olahan
tersebut. mujair di industri makanan yang menggunakan
TH1-5 dapat digunakan sebagai upaya mujair. Pada opsi ini, modal yang diperlukan
preventif maupun kuratif dalam akan lebih sedikit namun pengumpulan
penatalaksanaan JE. Implementasinya, sampel juga akan lebih sulit.
tindakan preventif dilakukan dengan Sebagai tambahan, standard operating
pemberian vaksin tilapia hepcidin pada anak procedure keimigrasianBali dapat
maupun orang dewasa serta turis domestik menganjurkan pemberian vaksin JE pada turis
dan mancanegara sebelum melakukan yang berkunjung ke Bali dan menetap selama
kunjungan ke Bali yang merupakan daerah minimal dua minggu. Vaksin diberikan tiga
endemis. Vaksin tilapia TH1-5 JE diberikan minggu sebelum keberangkatan ke Bali.
secara intraperitoneal (IP) sebanyak 200μg. Dengan pemanfaatan yang maksimal dari
Vaksin TH1-5 ini juga dapat mengatasi TH1-5 sebagai double deal penatalaksanaan
masalah vaksinasi JE yang selama ini preventif dan kuratif, diharapkan dapat
ditemukan karena vaksin inimempunyai harga meminimalkan insiden kasus JE, mencegah
yang cukup mahal dan harus diberikan dalam transmisi JE pada turis, dan mewujudkan
tiga kali regimen sehingga menyebabkan safety travelling di Indonesia khususnya Bali.
kegagalan follow up vaksinasi.
Selain sebagai upaya preventif, TH1-5 dapat UCAPAN TERIMA KASIH
berperan sebagai agen antiviral, dan bersifat Terima kasih penulis ucapkan kepada
neuroprotektif sehingga berfungsi sebagai pembimbing karya tulis, yaitu dr.Anwar Wardy
terapi kuratif yang efektif dalam mengatasi Warongan, Sp.S, DFM(K) dan Dekan Fakultas
infeksi JE serta mencegah komplikasi yang Kedokteran dan Kesehatan Universitas
dapat muncul akibat infeksi. Terapi TH1-5 Muhammadiyah Jakarta, dr.Toha Muhaimin,
M.Sc.

30

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


bacterial challenge. European Journal
DAFTAR PUSTAKA of Biochemistry 269, 2232–2237
1. Hua, Rong, Chen, Na-Sha. 2010. 7. Menegristek Bidang Pendayagunaan
Identification and characterization of a dan Pemasyarakatan Ilmu
virus-specific continuous B-cell Pengetahuan dan
epitope on the PrM/M protein of Teknologi.2000.Budidaya Ikan Mujair
Japanese Encephalitis Virus: potential (Oreochromis mossambicus).
application in the detection of Bappenas : Jakarta.
antibodies to distinguish Japanese 8. Park CH, Valore EV, Waring AJ, Ganz
Encephalitis Virus infection from West T (March 2001). "Hepcidin, a urinary
Nile Virus and Dengue Virus antimicrobial peptide synthesized in
infections. Virology Journal :PubMed. the liver". J. Biol. Chem. 276 (11):
2. Zhang, Wei, Ding, 7806–10.
Tianbing.2010.Identification of a 9. Murray, Robert K; dkk.2009. Biokimia
Mutated BHK-21 Cell Line That Harper Edisi 27.Jakarta : EGC
Became Less Susceptible to 10. Papanikolaou G, Tzilianos M,
Japanese Encephalitis Virus Infection. Christakis JI, Bogdanos D, Tsimirika
Virology Journal : PubMed K, MacFarlane J, Goldberg YP,
3. Komang Kari,dkk.2006.A hospital- Sakellaropoulos N, Ganz T, Nemeth
based surveillance for Japanese E: Hepcidin in iron overload
encephalitis in Bali, Indonesia.Biomed disorders.Blood 105: 4103–4105,
Central Ltd: Seoul 2005
4. Wiwanitkit, Viroj. 2009. Development 11. Lin L, Valore EV, Nemeth E,
of a vaccine to prevent Japanese Goodnough JB, Gabayan V, Ganz T:
encephalitis: a brief review. Thailand: Iron transferrin regulates hepcidin
Dovepress, International Journal of synthesis in primary hepatocyte
General Medicine culture through hemojuvelin and
5. Nuang, Hang, Rajanbabu, BMP2/4. Blood110: 2182–2189, 2007
Venugopal,dkk.2011.Modulated of the 12. Vokurka M, Krijt J, Sulc K, Necas E:
immune related gene responses to Hepcidin mRNA levels in mouse liver
Protect Mice Against Japanese respond to inhibition of
Encephalitis Virus Using Antimicrobial erythropoiesis.Physiol Res 55: 667–
Peptide, Tilapia Hepcidin (TH1- 674, 2006
5).Marine Research Station : Taiwan 13. Hu, X., Camusb, A.C., Aono, S.,
6. Shike, H., Lauth, X., Westerman, M.E., Morrison, E.E., Dennis, J., Nusbaum,
Ostland, V.E., Carlberg, J.M., Van K.E., Judd, R.L., Shi,J., 2007. Channel
Olst, J.C., Shimizu, C., Bulet, P., catfish hepcidin expression in infection
Burns, J.C., 2002. Bass hepcidin is a and anemia. Comparative
novel antimicrobial peptide induced by Immunology, Microbiology and
Infectious Diseases 30, 55–69.

31

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


14. Wang, Ke Jian; et al., 2009 ; Hepcidin Oceanography and Environmental
gene expression induced in the Science, Xiamen University, China
developmental stages of fish upon 18. Huang, Pao-Hsian; Chen, Jyh-Yih;
exposure to Benzo[a]pyrene (BaP). Kuo, Ching-Ming. 2006. Three
Marine Environmental Research 67. Different Hepcidins from Tilapia,
159–165 Oreochromis mossambicus: Analysis
15. Douglas, S. E., J. W. Gallant, R. S. of Their Expressions and Biological
Liebscher, A. Dacanay, and S. C. M. Functions. Taiwan: Marine Research
Tsoi. 2003. Identification and Station, Institute of Cellular and
expression analysis of hepcidin-like Organismic Biology, Academia Sinica.
antimicrobial peptides in bony fish. 19. Huang, Han-Ning et al., 2011,
Developmental & Comparative Modulation of the Immune-Related
Immunology 27:589-601. Gene Responses to Protect Mice
16. Huang, P. H., J. Y. Chen, and C. M. Against Japanese Encephalitis Virus
Kuo. 2007. Three different hepcidins Using the Antimicrobial Peptide,
from tilapia, Oreochromis Tilapia Hepcidin 1-5, Institute of
mossambicus: Analysis of their cellular and Organism Biology,
expressions and biological functions. Academia Sinica, Nanking, Taipei 115,
Molecular Immunology 44:1922-1934. Taiwan
17. Wang, Ke-Jian et al. 2008. Cloning 20. Mishra, MK et al., 2007,
and expression of a hepcidin gene Neuroprotection Coferred by
from a marine fish (Pseudosciaena Astrocytes is insufficient to Protect
crocea) and the antimicrobial activity Animals from Succumbing to
of its synthetic peptide. Xiamen: State Japanese Encephalitis. Neurochem Int
Key Laboratory of Marine ; 448: 196-9.
Environmental Science, College of

32

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


UMBILICAL CORD-MESENCHYMAL STEM CELLS (UC-
Tinjauan MSCS) DAN STEM CELL MARKER TRA-1-60:INTERAKSI
SELULER SEL MULTIPOTEN DALAM MENGATASI
Pustaka GAGAL GINJAL KRONIK*
Riyan Sopiyan, Haifa Auriana Sagita Putri, Rido Maulana
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Korespondensi: ridomaulana28@gmail.com

ABSTRAK
Permasalahan yang harus dihadapi terkait gagal ginjal kronik (GGK) tidak hanya prevalensi yang
tinggi, tetapi juga efektivitas dan efek samping pengobatan serta biaya pengobatan yang masih
sangat mahal. Studi sebelumnya menunjukkan bahwaUmbilical Cord-Stem Cells (UC-MSCs) serta
interaksinya dengan TRA-1-60 sebagai markerstem cell pada ginjal yang rusak dapat menjadi solusi
alternatif.UC-MSCs merupakan sel multipoten yang berasal dari plasenta bayi yang baru dilahirkan
sehingga penggunaan stem cell ini lebih aman dan jauh dari permasalahan etis. Pada aplikasinya,
stem cell diinjeksikan ke dalam kapsul ginjal pasien GGK sebanyak 15-20 juta sel/kgBB. Sitokin yang
dikeluarkan oleh sel-sel ginjal yang rusak mengundang stem cell berakumulasi di tempat yang
mengalami kerusakan. Di lain sisi, sel-sel ginjal yang rusak juga mengekspresikan TRA-1-60 untuk
kemudian dikenali oleh stem cell sehingga stem cell mampu menjalankan fungsi repair system
dengan baik. Mekanisme perbaikan sel ginjal terbagi menjadi dua jalur, yaitu jalur parakrin dan
endokrin yang mampu mempengaruhi dediferensiasi dan regenerasi sel nefron.Dengan melihat
keuntungan-keuntungan yang dimiliki UC-MSCs membuat sel ini berpotensi untuk dijadikan solusi
alternatif terapi yang lebih baik bagi GGK. Namun, untuk mendukung hal tersebut perlu adanya pusat
pengembangan dan pemeliharaan stem cell di Indonesia, serta publikasi kepada masyarakat luas
mengenai potensi stem cell dalam mengatasi GGK.
Kata kunci: GGK, UC-MSCs, TRA-1-60, plasenta

ABSTRACT
Chronic Renal Failure (CRF) related problem was not only CRF high prevalence, but also the
effectiveness and expensive treatment. Previous study found that the CRF-Umbilical Cord Stem
Cells (UC-MSCs) can be an alternative solutions to solve problems by using and take advantage of
it’s interaction with the TRA-1-60 as a marker of stem cells in damaged kidneys. UC-MSCs are
multipotent cells derived from the placenta of newborns. It makesuse of stem cells is
safer and alot of ethical issues. Inthe application, stem cells injected into the kidney capsule of
patients CRF as much as 15-20 million cells/kgBW. Cytokines released by cells of the
kidney is damaged inviting stem cell to accumulate in places that were damaged.On the other hand,
the cells of damaged kidneys also express TRA-1-60 to then be recognized by the stem cells so that
the stemcell system capable of running the repair function properly. Renal cell repair
mechanism isdivided into two paths, namely paracrine and endocrine pathways that can influence
the de-differentiation and cell regeneration of the nephron. By looking at the advantages
possessed by the UC-MSCs make these cells have the potential to serve as a
therapeutic alternative solution is better for CRF. However, it is necessary to support
the development and maintenance of the center of stem cells in Indonesia, and publications to the
general public about the potential of stem cells for overcomingCRF problems.
Keywords:CRF, UC-MSCs, TRA-1-60, placenta
*Dipresentasikan pada Final Lomba Karya Tulis Ilmiah Hasanudin Scientific Fair 2012 di Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanudin

(1)
PENDAHULUAN tahun). GGK merupakan masalah kesehatan
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah karena melihat hasil dari Survei Perhimpunan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan Nefrologi Indonesia menunjukkan 12,5 % dari
lambat (biasanya berlangsung beberapa populasi (25 juta penduduk) mengalami

33

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


penurunan fungsi ginjal, sedangkan pada kepala, infeksi, pembekuan darah (thrombus),
tahun 2005 di seluruh dunia terdapat 1,1 juta dan udara dalam pembuluh darah (emboli),
orang menjalani dialisis kronik. Selain itu, bahkan dilaporkan hemodialisis bermanifestasi
jumlah penderita GGKterus meningkat dan terhadap aterosklerosis yang berhubungan
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% erat dengan tingkat mortalitas dan morbiditas
4
setiap tahun. Penelitian WHO (1999) penderita GGK . Oleh karena itu, mutlak
memperkirakan di Indonesia akan mengalami diperlukan suatu terapi alternatif lain yang
peningkatan penderita gagal ginjal antara lebih baik agar permasalahan GGK mampu
tahun 1995 – 2025 sebesar 414%. diatasi. Salah satu terapi alternatif yang
Tingginyaangka prevalensi GGK tidak menjanjikan dalam terapi GGK adalah dengan
disertai dengan penatalaksanaan yang efektif. penggunaan Umbilical Cord- Mesenchymal
Sejauh ini, terapi yang diterapkan bagi Stem Cells (UC-MSCs) dengan memanfaatkan
penderita GGK hanya merupakan terapi TRA-1-60 sebagai marker.
konservatif berupa penurunan tekanan darah, Stem cell sendiri merupakan sel yang
penurunan proteinuria, penggunaan kalsium belum terspesialisasi yang terdapat di dalam
bloker, penurunan kadar kolesterol, terapi tubuh manusia. Sel ini memiliki kemampuan
antiplatelet, modifikasi diet, serta modifikasi yang luar biasa dalam berkembang menjadi
gaya hidup yang tentunya tidak secara tuntas bermacam-macam sel lain di dalam tubuh
(2)
mengatasi masalah GGK ini. Selain itu, manusia. Selain itu, fungsi sistem perbaikan
penerapan terapi pengganti ginjal bagi (repair system) yang dimilikinya membuat
penderita penyakit ginjal kronik pada stadium stem cell mampu berkembang dan membelah
5 berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan diri secara cepat untuk menggantikan sel-sel
transplantasi ginjal yang sampai sekarang yang telah mati pada organ-organ tubuh
masih terbentur oleh banyak masalah manusia. Umbilical Cord-Mesenchymal Stem
terutama masalah biaya. Cells (UC-MSCs) adalah jenis stem cell yang
Sebagai contoh dialisis, yang paling melimpah di antara stemcell lainnya.
membutuhkan biaya sekitar $35.000 (sekitar Sifat dari stem cell yang berasal dari tali pusat
Rp315.000.000) per tahun diluar obat dan ini adalah multipotent stem cell yang dapat
(3)
biaya medis yang lain. Artinya bahwa terapi berkembang menjadi sel-sel organ tubuh
pengganti ginjal tidak bisa dijadikan sebagai manusia seperti sel saraf, sel otot, dan sel
terapi utama yang menjanjikan terutama bagi darah merah. Selain itu, stem cell yang
penderita GGK kalangan menengah ke berasal dari tali pusat merupakan sumber
bawah. hematopoietic umbilical cord-mesenchymal
Biaya bukan merupakan masalah stem cells (UC-MSCs) yang potensial untuk
terapi pengganti ginjal satu-satunya karena digunakan sebagai terapi pada berbagai
efek samping penggunaan terapi ini pun selalu macam penyakit khususnya pada GGK.
membayangi pasien GGK. Hemodialisis Studi terakhir menunjukkan bahwa
sendiri memiliki efek samping di antaranya MSCs yang berasal dari tali pusat (umbilical
tekanan darah rendah, anemia, keram otot, cord-mesenchymal stem cells) mempunyai
detak jantung tidak teratur, mual, muntah, sakit jumlah stem cell yang paling banyak jika

34

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


dibandingkan dengan MSCs yang berasal dari membelah diri secara cepat untuk
sumsum tulang (bone marrow mesenchymal menggantikan sel-sel yang telah mati pada
stem cells) dan fetus (fetal mesenchymal stem organ-organ tubuh manusia. Saat ini stem cell
cells). Selain itu, UC-MSCs dapat diperoleh telah banyak digunakan dan diisolasi oleh para
secara mudah pada tali pusat dan tidak ilmuwan untuk mengobati suatu penyakit. Sifat
menimbulkan masalah etik seperti pada stem dari stem cell tersebut bisa menjadi pluripoten
cell yang berasal dari janin (fetal stem cell). atau multipoten yang keduanya sangat
Pengambilan stem cell yang berasal dari BM- berpotensi menjadi sel mesoderm, endoderm,
MSCs juga dinilai sangat sulit dan dapat ekstoderm, dan sel-sel lain yang lebih spesifik.
mengakibatkan cedera pada sang donor Stem cell sebenarnya berjumlah
seperti infeksi. Umbilical Cord-Mesenchymal sangat sedikit di setiap jaringan dan ketika
Stem Cells (UC-MSCs) adalah stem cell yang satu jenis stem cell diambil dari dalam tubuh,
berpotensi untuk dijadikan terapi pada kemampuan mereka untuk berploriferasi
penyakit GGK mengingat kemampuannya menjadi sangat terbatas. Maka dari itu, para
yang multipoten dan dapat berdiferensiasi ilmuwan membuat suatu metode yang
menjadi sel-sel nefron pada ginjal yang bernama sel kultur untuk memperbanyak stem
berguna untuk mengobati penyakit GGK. cell yang akan berguna dalam mengobati
Selain itu, pengambilan UC-MSCs pada tali bermacam-macam penyakit seperti penyakit
pusat tidak menimbulkan kerusakan sama jantung, GGK, penyakit saraf, dan diabetes
sekali karena tali pusat tidak dibutuhkan lagi melitus.
oleh bayi sejak dilahirkan dan selama ini tali Stem cell dapat diklasifikasikan
pusat hanya sebagai limbah rumah sakit yang menjadi empat tipe berdasarkan dari tempat
(5)
tidak dimanfaatkan. asalnya, di antaranya adalah stem cell dari
Berdasarkan latar belakang di atas, embrio, stem cell dari fetus, stem cell dari tali
maka karya tulis ilmiah mengenai potensi pusat (umbilical cord), dan stem cell dari orang
(7)
Umbilical Cord-Mesenchymal Stem Cells (UC- dewasa (adult).
MSCs) sebagai terapi pada GGK ini disusun Stem Cell Embrio
dengan harapan mampu memberikan solusi Stem cell yang berasal dari embrio
akan permasalahan GGK yang masih menjadi terdapat pada inner cell mass (ICM) blastocyst
masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan merupakan sumber yang potensial dari
stem cell yang bersifat pluripoten (hESCs).
ANALISIS DAN SINTESIS Pluripoten stem cell yang berasal dari embrio
Stem Celldan Jenis-jenisnya dapat berkembang menjadi banyak sel secara
Stemcell atau sel punca adalah sel in vitro.
yang belum terspesialisasi yang mempunyai Stem CellFetus
kemampuan luar biasa dalam berkembang Stem cell yang berasal dari janin
menjadi bermacam-macam sel lain di dalam (fetus) adalah stem cell yang primitif dan
tubuh manusia.Stem cell berfungsi dalam ditemukan di dalam organ janin. Sel-sel
sistem perbaikan (repair system) di dalam tersebut adalah hematopoietic stem cells,
tubuh manusia. Sel ini dapat berkembang dan neural crest stem cells, dan pancreatic islet

35

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


progenitor yang telah di isolasi dari pasien Mesenchymal stem cells (MSCs)
(8)
abortus. Selain itu, pada otak janin juga mempunyai beberapa antigen determinan
ditemukan stem cell yang berdiferensiasi yang berfungsi sebagai marker atau penanda
menjadi sel-sel neuron dan glial. untuk identifikasi dari MSCs itu sendiri. Para
Stem CellTali Pusat ilmuwan telah menemukan beberapa marker
Sifat dari stem cell yang berasal dari MSCs seperti CD105 dan CD73. Banyak
tali pusat ini adalah multipotent stem cell yang pendapat bahwa CD105 merupakan antigen
dapat berkembang menjadi sel-sel organ determinan yang sangat penting dalam suatu
tubuh manusia seperti sel saraf, sel otot, dan identifikasi dari MSCs. Selain itu, beberapa
sel darah merah. Selain itu, stem cell yang marker lain seperti CD29, CD44, dan CD90
berasal dari tali pusat merupakan sumber merupakan suatu determinan yang juga
(13)
hematopoietic umbilical cord-mesenchymal penting dalam identifikasi MSCs.
stem cells (UC-MSCs) yang potensial untuk Studi terakhir menunjukkan bahwa
digunakan sebagai terapi pada berbagai sel-sel ginjal yang rusak mempunyai marker
macam penyakit. Tali pusat merupakan yang lebih spesifik yang mampu dikenali oleh
sumber stem cell yang sangat potensial. MSCs dan sedang dikembangkan saat ini oleh
Plasenta sendiri berperan sebagai paru, hati, para ilmuwan, marker tersebut adalah TRA-1-
(9)
dan ginjal pada janin di dalam kandungan. 60 yang selalu diekspresikan oleh sel-sel ginjal
(14)
Stem Cell Dewasa ketika terserang suatu penyakit.
Mayoritas stem cell pada orang Pengembangan markerstem cell TRA-1-60
dewasa adalah hematopoietic stem cell yang pada penyakit ginjal diharapkan dapat
berarti stem cell tersebut merupakan bentuk memberikan terapi yang lebih spesifik dan
awal dari pembentukan semua tipe sel-sel efektif dalam penanganan penyakit ginjal
(10)
darah di dalam tubuh manusia. Sumber khususnya pada gagal ginjal kronik (GGK).
adult stem cell adalah dari sumsum tulang,
darah perifer, sel otak, otot rangka, dan Potensi UC-MSCs
jantung. Umbilical Cord-Mesenchymal
Stem Cells Mesenkimal (MSCs) StemCells(UC-MSCs) merupakan sumber
Mesenchymal stem cells (MSCs) stem cell yang kaya akan sifat multipoten.
merupakan stem cell yang berasal dari bone Apabila dibandingkan dengan stem cell
marrow stroma dan termasuk ke dalam dewasa dari sumber lain, UC-MSCs memiliki
kelompok non-hematopoietic stem cell. Selain beberapa kelebihan diantaranya dapat
itu, MSCs juga dapat berasal dari tali pusat dikembangkan menjadi berbagai galur sel
(umbilical cord) yang termasuk dalam karena memilki sifat yang paling muda dari
kelompok hematopoietic stem cell dan bisa jenis stem cell dewasa, memiliki potensi
disebut dengan umbilical cord-mesenchymal imunogenik rendah, dan memiliki jumlah stem
stem cells (UC-MSCs). MSCs merupakan sel cell terbanyak di antara jenis stem cell lainnya.
yang multipoten yang bisa berdiferensiasi Selain itu, proses isolasinya pun lebih mudah
menjadi bermacam-macam tipe sel seperti dan sederhana bila dibandingkan dengan
(12)
osteoblas, kondrosit, adiposit, dan mioblas. Bone Marrow Mesenchymal Stem Cells (BM-

36

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


MSCs) yang sulit dan dapat mengakibatkan orang (pendonor dan penerima) yang berisiko
infeksi. Isolasi UC-MSCs pun dapat disimpan terjadi infeksi dan komplikasi yang
selama bertahun-tahun tanpa mengalami mengancam jiwa pendonor maupun penerima,
diferensiasi, sehingga menjadikan UC-MSCs sedangkan UC-MSCs hanya memerlukan
sebagai sumber favorit bank stem cell di penerima dan sel-sel darah tali pusat.
seluruh dunia. Selain itu, penggunaan UC- Kemudian, pasca operasi transplantasi ginjal
MSCs tidak menimbulkan masalah etik yang pasien harus mengonsumsi imunosupresan,
sering menjadi kendala dalam dunia sedangkan pada terapi UC-MSCs tidak
keagamaan dan moral. memerlukan hal tersebut karena sel-sel darah
Keunggulan yang dimilki oleh UC- tali pusat tidak akan diakui sebagai benda
MSCs dibandingkan dengan hemodialisis yaitu asing oleh sistem kekebalan tubuh
dari segi waktu UC-MSCs hanya memerlukan berdasarkan sifatnya yang imunogenik
satu kali terapi, sedangkan hemodialisis rendah. Keunggulan lain terapi UC-MSCs
memerlukan waktu 3 kali terapi setiap minggu dibandingkan terapi transplantasi ginjal yaitu
dengan lama pengobatan sekitar tiga sampai pada terapi UC-MSCs hanya dilakukan satu
lima jam. Hal ini dapat membuat pasien sulit kali terapi, sedangkan pada terapi
untuk mengatur waktu antara pengobatan transplantasi ginjal dapat dilakukan dua
hemodialisis dengan kegiatannya sehari-hari. sampai tiga kali terapi.
Hal ini dapat pula terjadi pada terapi dialisis Hal yang paling menjadi kendala bagi
peritoneal yang memerlukan waktu yang lama sebagian besar penderita GGK adalah
pula yaitu 3 sampai 4 jam setiap hari. Kerugian besarnya biaya pengobatan. Pada dialisis
yang paling dirasakan oleh pasien pada terapi membutuhkan biaya sekitar $35.000 (sekitar
hemodialisis dan dialisis peritoneal adalah Rp 315.000.000) per tahun. Selain itu, pada
terapi ini dilakukan seumur hidup, sehingga transplantasi ginjal membutuhkan biaya sekitar
akan menyita banyak waktu dan dana pasien $40.000 (sekitar Rp 360.000.000) hingga
(9)
gagal ginjal kronik (GGK). $50.000 (sekitar Rp 450.000.000) dengan
Terapi lain yang selama ini digunakan biaya perawatan $10.000 (sekitar Rp
(9)
untuk mengatasi penyakit GGK adalah 900.000.000) per tahun. Pada terapi UC-
transplantasi ginjal. Namun pada praktiknya, MSCs, khususnya di Indonesia, biaya
transplantasi ginjal juga memiliki banyak pengambilan darah, pemprosesan, dan
kendala. Kendala dalam transplantasi ginjal penyimpanan pada tahun pertama
yang merupakan salah satu terapi GGK memerlukan biaya sekitar sekitar $1.000
adalah sulitnya mencari donor ginjal yang (sekitar Rp9.000.000), sedangkan biaya
cocok, seperti yang berasal dari kadaver atau penyimpanan per tahun berikutnya sekitar
(3)
keluarga sehingga pasien harus menunggu $167 (sekitar Rp1.500.000). Pemberian
(9)
lama. Hal ini bertolak belakang dengan terapi UC-MSCs untuk pasien memerlukan
penggunaan UC-MSCs yang tidak harus biaya transplantasi yaitu sekitar $125 (sekitar
menunggu beberapa hari untuk Rp1.125.000). Apabila seseorang menderita
membudidayakan sel-sel darah tali pusat. GGK pada usia 23 tahun, maka perbandingan
Selain itu, transplantasi ginjal memerlukan dua biaya dialisis, transplantasi ginjal, dan UC-

37

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


MSCs yang ia butuhkan sampai 2 tahun
kemudian yaitu dialisis akan membutuhkan
biaya sekitar $70.000 (sekitar Rp630.000.000),
transplantasi ginjal sekitar $60.000 (sekitar
Rp540.000.000), dan UC-MSCs hanya sekitar
$4.799 (sekitar Rp43.191.000). Dialisis dan
transplantasi ginjal akan memerlukan dana
sepanjang tahun seumur hidup pasien,
sedangkan UC-MSCs tidak memerlukan hal
tersebut. Gambar 1.Preparasi pengambilan stem cell
Dengan demikian, penggunaan terapi pada tali pusat(Sumber : Rune Hellestad
UC-MSCs memiliki banyak keunggulan corbis)
dibandingkan terapi GGK yang lain. Campuran sel tersebut akan difiltrasi
Penghematan waktu bagi pasien, sumber UC- pada ukuran filter 100 mm untuk mendapatkan
MSCs yang melimpah, keamanan yang lebih suspensi sel. Sel-sel yang sudah tersuspensi
terjaga, proses yang lebih mudah, serta biaya tersebut ditempatkan pada densitas 1 x 10
6

yang lebih murah merupakan sedikit dari 2


sel/cm di dalam kultur yang tidak dilapisi oleh
banyaknya keunggulan penggunaan terapi sel T-25 (non-coated T-25 cell). Medium
UC-MSCs pada pasien GGK. pertumbuhan dari kultur sel tersebut
mengandung glukosa yang rendah dan 5 %
Preparasi dan Pengambilan UC-MSC dari serum fetal bovine lalu kultur tersebutjuga
Tali Pusat Janin disuplementasi dengan 10 ng/ml vascular
Tali pusat (umbilical cord) yang baru endothelial growth factor (VEGF), 10 ng/ml
diperoleh dari janin yang baru lahir epidermal growth factor (EGF), 100 U/ml
dikumpulkan dan di masukan ke dalam penisilin, 100 mg/ml streptomycin, dan 2
o
pendingin dengan suhu rendah (4 C) selama mmol/L glutamine. Kultur tersebut
(15)
enam jam. Setelah itu, jaringan pada tali dipertahankan dan dipelihara pada atmosfer
pusat dipotong dengan ukuran yang kecil-kecil yang lembap sekitar 5 % CO2 pada suhu 37 C.
o

3
(1-2mm ) dan diinkubasi selama 30 menit Setelah 2 minggu sel-sel tersebut dianalisis
dengan 0.075% kolegenase tipe II (Sigma) dengan metode fluorescence-activated cell
dan 0.125 % tripsin (Gibco). Kemudian, sorting (FACS) dan UC-MSCs menunjukkan
setelah inkubasi tersebut diputar selama 30 beberapa antigen determinan positif seperti
menit, maka akan didapatkan campuran CD13, CD29, CD44, CD73, CD90, CD105,
(mixture) jaringan tali pusat dengan 0.075% HLA-1, tetapi negatif untuk CD3,
kolegenase tipe II (Sigma) dengan 0.125 % CD14,CD15,CD33,CD34, CD38, CD45, dan
tripsin (Gibco). HLA-DR.
(16)

UC-MSCs sebagai Terapi pada GGK


Metode pengobatan dengan
menggunakan UC-MSCs ini dilakukan dengan

38

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


mentransplantasikan UC-MSCs ke organ yang MSCs ke tempat kerusakan terjadi, sehingga
organ yang rusak. Transplantasi dilakukan terjadi peningkatan migrasi UC-MSCs. Hal ini
dengan menginjeksikan UC-MSCs pada dikarenakan UC-MSCs mempunyai reseptor
kapsul ginjal. Sesuai sifatnya, stem cell akan seperti CD44, c-met, dan SDF-1 yang dapat
(17)
berkembang menjadi sel baru sehingga mengenali faktor-faktor tersebut. UC-MSCs
memperbaiki jaringan yang sudah rusak yang bermigrasi ke tempat yang mengalami
tersebut. Banyaknya stem cell yang kerusakan pada ginjal mengenali marker yang
ditransplantasi disesuaikan dengan berat diekspresikan oleh sel-sel ginjal yang
badan penderita yaitu sekitar 15-20 juta stem mengalami kelainan yaitu TRA-1-60. TRA-1-60
(3)
cell per kilogram berat badan. merupakan satu dari sedikit antigen yang
Terdapat mekanisme penting dalam secara luas digunakan dalam riset stem cell
(19)
pemanfaatan UC-MSCs pada terapi GGK yaitu manusia sebagai indikator positif stem cell.
melalui jalur regenerasi dan jalur endokrin atau Antigen ini diekspresikan bersama PAX-2
parakrin. Jalur regenerasi merupakan yang merupakan anggota dari keluarga PAX
mekanisme di mana UC-MSCs memproduksi dan berfungsi sebagai faktor transkripsi. TRA-
faktor-faktor pertumbuhan yang menginduksi 1-60 diekspresikan pada sel epitel tubulus
dediferensiasi, meningkatkan pembentukan ginjal dan terlibat dalam morfogenesis dan
pembuluh darah (revaskularisasi), dan perbaikan tubular serta telah diketahui sebagai
proliferasi dari sel-sel epitel tubular yang rusak marker stem cell. TRA-1-60 diekspresikan di
(18)
pada GGK. Selain itu, UC-MSCs sendiri beberapa tempat pada organ ginjal yaitu
dapat berkembang menjadi sel-sel nefron duktus kolektivus, lengkung henle, tubulus
ginjal yang rusak melalui jalur endokrin dan proksimal, dan tubulus distal (Tabel 1). Selain
parakrin. itu, TRA-1-60 diekspresikan dalam jumlah
Jaringan yang rusak pada GGK dapat yang lebih banyak pada saat terjadi kelainan
(19)
mengundang populasi dari UC-MSCs dengan pada ginjal baik akut maupun kronis.
mensekresikan sejumlah faktor seperti asam Stimulasi stem cell oleh TRA-1-60
hialuronat, human growth factor (HGF), dan merangsang UC-MSCs untuk bekerja sesuai
faktor-faktor kemotaktik. Faktor-faktor fungsinya dalam memperbaiki kerusakan yang
kemotaktik tersebut dapat mengundang UC- telah terjadi.

Tabel 1. Lokalisasi ekspresi TRA-1-60 (Sumber: Fesenko, 2010)

Zona anatomi ginjal Struktur yang berada pada zona Struktur yang mengekspresikan

TRA-1-60

Medulla dalam/Papilla Duktus kolektivus, lengkung henle tipis Duktus kolektivus, lengkung

henle tipis

Medulla luar

Garis dalam Duktus kolektivus, lengkung henle tebal Duktus kolektivus, lengkung

39

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


pars ascending, lengkung henle tipis henle tebal pars ascending,

lengkung henle tipis

Garis luar Duktus kolektivus, lengkung henle tipis, Lengkung henle tipis

tubulus proksimal lurus

Korteks Duktus kolektivus, lengkung henle tebal Ansa henle tebal pars

pars ascending, tubulus proksimal, renal ascending, tubulus distal

corpuscle, tubulus distal

Setelah UC-MSCs diinjeksikan pada pasien bFGF. Sekresi faktor-faktor ini bertujuan untuk
GGK, akan terlihat efek dari penggunaan UC- mengurangi inflamasi pada jaringan yang
MSCs mulai pada 16 jam pertama. Efek rusak dan meningkatkan proliferasi sel yang
tersebut diduga melalui jalur parakrin, di sudah rusak.
antaranya seperi sekresi HGF, VEGF, dan

Gambar 2. A ) Mekanisme UC-MSCs dalam regenerasi dan diferensiasi; B) Migrasi UC-MSCs pada
sel yang rusak melalui jalur parakrin dan endokrin(Sumber: Renal and Vascular Physiopathology
Laboratory,Department of Internal Medicine, Molecular Biotechnology Centre and Research Centre
for Molecular Medicine, University of Torino, Torino, Italy, 2009).

Percobaan yang dilakukan oleh Rumah Sakit inflamasi (IL-1, TNF-α, IL-6) dan terjadi
Universitas Jiangsu, China menunjukkan penghambatan apoptosis.
bahwa terjadi penurunan serum kreatinin Pada penelitian yang dilakukan pada
sebanyak 4.8 kali dan urea nitrogen sebanyak tikus yang menderita gagal ginjal dengan
3.6 kali pada tikus yang telah kadar kreatinin dan nitrogen urea (BUN) yang
ditransplantasikan UC-MSCs pada ginjalnya. tinggi, dilakukan injeksi UC-MSCs. Hasilnya 16
Selain itu, terjadi penurunan faktor-faktor pro jam pasca pemberian UC-MSCs pada tikus,
kadar kreatinin dan BUN menurun lebih cepat

40

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


jika dibandingkan dengan kelompok kontrol Penemuan hasil tersebut membuat
yang tidak diinjeksi UC-MSCs (dari 7.2 ± 1.5 UC-MSCs menjadi suatu terapi yang
menjadi 2.4 ± 1.8 untuk kadar kreatinin; 5.8 ± menjanjikan dan potensial untuk pasien
1.6 menjadi 2.2 ± 0.7 untuk kadar BUN pada dengan GGK. Sehingga diharapkan dengan
kelompok sampel yang diinjeksi dengan UC- memaksimalkan pemanfaatan UC-MSCs
MSCs, sedangkan pada kelompok kontrol untuk terapi GGK mampu memberikan hasil
terjadi penurunan yang jauh lebih lambat yaitu yang lebih baik jika dibandingkan dengan
6.9 ± 1.1 menjadi 6.0 ± 1.8 untuk kadar terapi yang banyak diterapkan pada saat ini
kreatinin; dari 5.6 ± 0.9 menjadi 5.4 ± 1.2 baik dalam hal efektivitas, efek samping,
(20)
untuk kadar BUN). biaya, serta prognosis penyakit.

Gambar 3. A) Efek terapi UC-MSCs pada tikus percobaan yang mengalami GGK; B) Patologi
jaringan dari tikus percobaan; (a,b) tikus yang diterapi dengan UC-MSCs, (c,d) kelompok kontrol
tikus (Sumber : Clinical Laboratory Medicine of Affiliated ,Hospital, Jiangsu University, China.2009)

SIMPULAN dikarenakan sampai sekarang tali pusat pada


Penggunaan Umbilical Cord- bayi-bayi di Indonesia masih menjadi limbah
Mesenchymal Stem Cells (UC-MSCs) dengan rumah sakit yang tidak dimanfaatkan. Selain
memanfaatkan marker stem cell yaitu TRA-1- itu, menurut beberapa penelitian terbaru
60 dinilai sangat potensial untuk diterapkan menyebutkan bahwa transplantasi UC-MSCs
pada pasien GGK. Keunggulan yang dimilki pada GGK dapat menurunkan kadar serum
oleh UC-MSCs dibandingkan dengan kreatinin dan BUN yang cukup siginifikan.
hemodialisis yaitu dari segi waktu UC-MSCs Oleh karena itu, penggunaan UC-MSCs
hanya memerlukan satu kali terapi, sedangkan dengan memanfaatkan marker stem cell TRA-
hemodialisis memerlukan waktu tiga kali terapi 1-60 diharapkan dapat menjawab segala
setiap minggu dengan lama pengobatan permasalahan GGK yang masih menjadi
sekitar tiga sampai lima jam. Selain itu, untuk masalah yang kompleks di Indonesia.
mendapatkan UC-MSCs dinilai sangat mudah

41

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


SARAN Failure. Division of Nephrology Department of
1. Direkomendasikan untuk pendirian bank stem Medicine Juntendo University School of
cell di Indonesia mengingat potensi stem cell Medicine, Tokyo, Japan; 18:305-310
yang cukup tinggi dalam penanganan berbagai 5. Placental Stem Cells - The Important Role of
penyakit khususnya pada gagal ginjal kronik the Placenta. 2008. http
(GGK). ://www.isci.com.Diunduh pada tanggal 21
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk Maret 2010
mengetahui efek negatif yang mungkin 6. Bongso,Ariff, Eng Hin Lee. Stem Cells : Their
ditimbulkan UC-MSCs pada pasien dengan Definition, Classification and
gagal ginjal kronik (GGK). Sources.Department of Obstetrics &
3. Diperlukan publikasi secara luas kepada Gynaecology National University of Singapore
masayarakat mengenai potensi UC-MSCs : Singapore
untuk gagal ginjal kronik (GGK). 7. Anderson DJ, Gage FH, Weissman
IL.2001,Can stem cells cross lineage s
boundaries? Nature 7: 393–395.
8. Kiessling AA, Anderson SC,2003,Human
UCAPAN TERIMA KASIH embryonic stem cells. Boston: Jones and
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bartlett.
pembimbing karya tulis kami, yaitu dr.Anwar 9. Edward A. Copelan, 2006, Hematopoietic
Wardy Warongan, Sp.S, DFM (K), serta dekan Stem-Cell Transplantation, The New England
fakultas kedokteran dan kesehatan universitas Journal of Medicine, Volume 354:1813-182
Muhammadiyah Jakarta, dr.Toha Muhaimin, 10. Stem Cell Basic. diunduh dari :
M.Sc. http://stemcells.nih.gov/info/basics/basics4.asp
pada tanggal 30 Desember 2011 Jam 07.00
DAFTAR PUSTAKA 11. Stem Cell and Developmental Biology Writing
1. George L. Bakris and Eberhard Ritz, 2009, Group’s Report. (2004) Natl.Inst Diabetes &
Hypertension and Kidney Disease, A Marriage Digestive & Kidney Dses, NIH. 1–27.
that Should Be Prevented, Kidney International 12. Gu, Z, Akiyama, K,dkk.2010.Transplantation of
75, 449-452 Umbilical cord Mesenchymal Stem Cells
2. Scottish Intercollegiate Guidelines Network Alleviates Lupus Nephritis in MRL/lpr Mice.
(SIGN), 2008, Diagnosis and Management of Department of Rheumatology : Beijing, China
Chronic Kidney Disease. A National Clinical 13. Schopperle WM, DeWolf WC ,2007, The TRA-
Guideline. Scotland 1-60 and TRA-1-81 human pluripotent stem
3. Evariny A. Keajaiban Darah Tali Pusat. cell markers are expressed on podocalyxin in
Diambil dari: http://www.hypno- embryonal carcinoma. Stem Cells 25:723–730
birthing.web.id/?p=634.Diunduh tanggal 25 14. Edwin M. Horwitz.2002.Mesenchymal Cells : A
Mei 2010 Pukul 7:43 am. Basic Review.
4. Ebihara, Isao; Nakamura, Tsukasa; dkk. 15. Cao, Huiling, Qian, Hui, dkk.2010.
Metalloproteinase-9 mRNA Expression in Mesenchymal stem cells derived from human
Monocyte from Patients with Chronic Renal umbilical cord ameliorate

42

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


ischemia/reperfusion-induced acute renal to the kidney by means of CD44 following
failure in rats.Biotechnol Lett : China acute tubular injury. Kidney Int 72:430–441).
16. Gu, Z, Akiyama, K,dkk.2010.Transplantation of 19. Schopperle WM, DeWolf WC , 2007, The
Umbilical cord Mesenchymal Stem Cells TRA-1-60 and TRA-1-81 human pluripotent
Alleviates Lupus Nephritis in MRL/lpr Mice. stem cell markers are expressed on
Department of Rheumatology : Beijing, China podocalyxin in embryonal carcinoma. Stem
17. Rookmaaker MB, Verhaar MC, de Boer HC, et Cells 25:723–730
al. 2007, Met-RANTES reduces endothelial Fesenko, Irina; dkk. 2010. Stem cell marker
progenitor cell homing to activated TRA-1-60 is expressed in foetal and adult
(glomerular) endothelium in vitro and in vivo. kidney and upregulated in tubulo-interstitial
Am J Physiol Renal Physiol.; 293: F624-30. disease. Histochem Cell Biol (2010) 134:355–
18. Herrera MB, Bussolati B, Bruno S et al , 2007, 369DOI 10.1007/s00418-010-0741-7
Exogenous mesenchymal stem cells localize

43

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


METODE HLIT [SHLA-G (SOLUBLE HUMAN LEUKOCYTE
ANTIGEN-G) DAN LILRB1 (LEUKOCYTE
Tinjauan IMMUNOGLOBULIN-LIKE RECEPTOR B1) IMMUNOLOGY
TEST] SEBAGAI TEROBOSAN TERBARU DIAGNOSIS
Pustaka DINI PREEKLAMPSIA*

I Gusti Ayu Agung Pritha Dewi, Putu Austin Widyasari Wijaya, Ni Made
Putri Suastari
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
Korespondensi: ayuagungprithadewi@yahoo.co.id

ABSTRAK
Preeklampsia merupakan penyakit pada kehamilan yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas
cukup tinggi bagi ibu dan anak. Diperkirakan angka kematian ibu akibat preeklampsia adalah sebesar
23%. Terjadinya preeklampsia sering tidak disadari wanita hamil dan bahkan sudah berkembang
menjadi komplikasi sehingga diperlukan metode diagnosis dini terbaru. Patogenesis preeklampsia
yang sangat penting adalah maladaptasi imun ibu terhadap fetus yang diperankan oleh HLA-G. sHLA-
G dihasilkan oleh sel trofoblas dan beredar bersama peredaran darah ibu pada usia perkembangan
plasenta dimulai(4 minggu). sHLA-G yang berikatan dengan reseptor pada sel imun pada desidua
akan menghambat lisis oleh sel NK dan sitotoksik oleh sel T sehingga fetus tidak akan diserang oleh
sistem imun ibu. Reseptor yang dominan pada sel-sel ini adalah LILRB1. Metode HLIT melakukan
pemeriksaan terhadap sHLA-G pada serum ibu dengan mendeteksi ikatan antara reseptor LILRB1
pada monosit perifer dengan sHLA-G pada serum ibu dengan teknik ELISA Direct. Metode HLIT
memiliki berbagai kelebihan dan keuntungan sehingga memiliki prospek yang cerah di masa depan.
Kata kunci: diagnosis dini, LILRB1, maladaptasi imun, preeklampsia, sHLA-G

ABSTRACT
Preeclampsia is a disease of pregnancy which has high enough morbidity and mortality for mother and
children. It is estimates maternal mortality is due to preeclampsia by 23%. Preeclampsia happen is
often don’t know by pregnant women and has developed into complications so that required methods
for new early diagnosis. The important pathogenesis of preeclampsia is maladaptasi maternal immune
to the fetus, where its played by HLA-G. sHLA-G produced by trophoblas cells and circulate in mothers
blood at the begin development of the placenta (4 weeks). sHLA-G binds to receptors on immune cells
in the decidua will inhibit lysis by NK cells and cytotoxic by T-cell so that the fetus will not be attacked
by the mother's immune system. Dominant receptor in these cells is LILRB1. HLIT methods do an
examination of sHLA-G in maternal serum to detect the binding between LILRB1 receptor on
peripheral monocytes with sHLA-G in maternal serum using Direct ELISA technique. HLIT method has
many advantages therefore this method has good prospects in the future.
Keywords: early diagnosis, immune maladaptation, LILRB1,preeclampsia,sHLA-G

*Dipresentasikan pada Final LKIM Gamamed Fair Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2013
dan mortalitas masa kehamilan di dunia.
PENDAHULUAN Secara keseluruhan, 10-15% kematian ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan dihubungkan secara langsung dengan
(1)
salah satu indikator kesehatan suatu bangsa preeklampsia. Di Indonesia tahun 2010
yang akan berpengaruh secara langsung diperkirakan angka kematian ibu akibat
(2)
terhadap keberhasilan pembangunan preeklampsia adalah sebesar 23%.
kesehatan. Salah satu penyakit saat kehamilan Preeklampsia merupakan suatu sindrom
yang dapat berkontribusi dalam peningkatan spesifik kehamilan yang penyebabnya tidak
(3)
AKI adalah preeklampsia. Di negara barat, diketahui secara pasti. Terdapat beberapa
angka prevalensi preeklampsia sebesar 3-7% faktor risiko yang berhubungan dengan
dan merupakan penyebab utama morbiditas munculnya preeklampsia, dimana sebanyak 3-
44

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


7% berhubungan dengan nulipara dan 1-3% saat ini belum ditemukan suatu metode
berhubungan dengan multipara. Selain itu diagnosis dini yang ideal bagi penderita
nulipara dengan pasangan baru memiliki risiko preeklampsia atau dengan kata lain belum ada
yang penting dalam terjadinya preeklampsia. metode diagnosis yang mampu mendeteksi
Faktor risiko lainnya antara lain riwayat preeklampsia sejak dini. Terdapat beberapa
hipertensi kronis, penyakit metode diagnosis preeklampsia yang memiliki
keterbatasan dalam mendiagnosis secara dini.
ginjal, diabetes mellitus, obesitas, lahir di Pemeriksaan baku emas yang selama ini
Afrika, berusia ≥ 35 tahun, dan karakteristik digunakan adalah pemeriksaan tekanan darah
kehamilan, seperti kehamilan kembar atau dan proteinuria. Keterbatasan penggunaan
besar, riwayat preeklampsia, atau kelainan metode tersebut adalah tanda preeklampsia
kongenital janin. Tempat tinggal yang berada yakni hipertensi dan proteinuria baru dapat
di daerah ketinggian juga meningkatkan didiagnosis pada kehamilan diatas 20 minggu.
insiden preeklampsia yang disebabkan karena Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan
hipoksia plasenta yang berat, diameter arteri dalam penanganan preeklampsia sejak dini
uterus yang kecil, dan aliran darah arteri uterus dan bahkan telah berlanjut menjadi eklampsia
(1) (3)
yang lambat. serta komplikasi lain.
Preeklampsia sering tidak diketahui atau Soluble Human Leukocyte Antigen G
diperhatikan terjadinya saat kehamilan (sHLA-G) merupakan molekul yang
sehingga dalam waktu singkat telah diekspresikan oleh sel trofoblas pada saat
menunjukkan terjadinya komplikasi. kehamilan. sHLA-G berfungsi untuk melindungi
Preeklampsia dapat mengancam jiwa ibu dan fetus dari serangan sistem imun ibu. sHLA-G
anak sehingga meningkatkan angka morbiditas akan berikatan dengan reseptor dari sel imun
dan mortalitas keduanya. Pada ibu, yang terdapat di desidua yaitu sel B, sel T, sel
preeklampsia dapat menyebabkan penyakit NK (Natural Killer) dan APC (Antigen
kardiovaskuler prematur, seperti hipertensi Presenting Cell). Reseptor yang paling
kronis, iskemia, penyakit jantung, dan stroke. dominan pada sel-sel tersebut adalah
Pada anak yang lahir setelah kehamilan Leukocyte Immunoglobulin-Like Receptor B1
preeklampsia akan terjadi kelahiran prematur (LILRB1) yang terdapat pada semua sel
dengan berat badan rendah, peningkatan leukosit dan APC di desidua ibu. Ketika HLA-G
risiko stroke, penyakit jantung koroner, dan berikatan dengan reseptor ini akan terjadi
(1)
sindrom metabolik ketika dewasa. toleransi terhadap keberadaan fetus, dimana
Selama ini berbagai metode dalam ikatan ini akan mengahambat lisis oleh sel NK
diagnosis dini telah dikembangkan untuk dan sitotoksik oleh CTL (Cytotoxic T
membantu para penderita preeklampsia untuk Lymphocyte). Peranan sHLA-G dalam
mencegah progresivitas dari preeklampsia ini patogenesis preeklampsia sudah terbukti,
sehingga dapat menurunkan berbagai risiko dimana sHLA-G akan melindungi fetus agar
penyakit akibat preeklampsia. Namun hingga tidak terjadi maladaptasi imunitas yang

45

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


merupakan patogenesis utama dari diagnosis yang dapat mendeteksi
preeklampsia. Tidak terjadinya maladaptasi preeklampsia lebih awal sehingga dapat
imunitas mengakibatkan vaskularisasi tumbuh dilakukan penanganan lebih cepat dan tidak
dengan baik sehingga tidak menimbulkan timbul komplikasi.
kecacatan vaskuler yang mengakibatkan
(7)
preeklampsia. ANALISIS DAN SINTESIS
Dengan pemeriksaan HLA-G dan Peranan sHLA-G sebagai Pertahanan Fetus
LILRB1 dengan metode HLIT memberikan Terhadap Sistem Imun Ibu pada Kehamilan
sebuah terobosan baru dalam mendiagnosis dan IkatannyaTerhadap Reseptor LILRB1
dini preeklampsia sehingga preeklampsia Selama kehamilan, sistem imun ibu aktif
dapat dideteksi sebelum adanya gejala pada dan pada beberapa kondisi bisa
wanita hamil yang berisiko. Selain itu mengakibatkan kerusakan atau kematian pada
pemeriksaan HLA-G dan LILRB1 dengan fetus. Seperti yang terjadi pada eritroblastosis
mengambil serum ibu memberikan cara yaitu terjadi destruksi pada eritrosit fetus dan
diagnosis yang mudah dan efektif serta tidak pada alloimmun trombositopenia yaitu
terlalu invasif. Berdasarkan paparan tersebut terjadinya destruksi pada platelet oleh antibodi
diharapkan bahwa metode HLIT dapat ibu. Ketika terjadi infeksi saat kehamilan,
berperan dalam diagnosis dini preeklampsia makrofag yang aktif akan mensekresikan
sehingga dapat dilakukan terapi lebih awal sitokin T Helper 1 (Th1) berkadar tinggi yang
(7)
serta mencegah berbagai komplikasi. merubah keseimbangan sitokin ibu dan
Adapun permasalahan yang dikaji dalam fetus.Namun hal tersebut tidak terjadi karena
karya tulis ini meliputi peranan sHLA-G terdapat beberapa mekanisme yang
sebagai pertahanan fetus terhadap sistem melindungi fetus dari serangan sistem imun ibu
imun ibu pada kehamilan dan ikatannya seperti terpisahnya jaringan ibu dan fetus,
terhadap reseptor LILRB1, peranan sHLA-G kurangnya antigen fetus yang bisa
dalam patogenesis preeklampsia, aplikasi dan menstimulasi penolakan dari ibu dan
análisis manfaat dari metode HLIT sebagai berkembangnya toleransi imun. Sistem imun
metode diagnosis dini preeklampsia.Karya tulis ibu biasanya lebih cenderung melakukan
ini diharapkan dapat memberikan sumbangan toleransi dari pada menolak keberadaan
(8)
pemikiran kepada kalangan medis dan fetus.
masyarakat mengenai HLIT dan potensinya Pada saat kehamilan, secara normal ibu
sebagai metode diagnosis dini preeklampsia, akan membentuk antibodi dan CTL terhadap
memperkaya khasanah medis indonesia HLA asing dari ayah dan antigen lain yang
terutama tentang upaya diagnosis dini diekspresikan oleh sel fetus. Sehingga antigen
preeklampsia dengan memanfaatkan HLA disebut antigen “transplantasi” karena
pemeriksaan imunologi seperti pemeriksaan terdiri dari stimulator sangat kuat dari graft
sHLA-G dan LILRB1 yang ekspresikan melalui rejection. Namun antibodi antipaternal ini
serum maternal, dan memberikan alternatif

46

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


bersifat tidak merusak. melainkan cenderung memiliki peran utama dalam imunitas yang
(8)
bersifat tolerogenik dari pada imunogenik. diadapat. Sel ini terutama ditemukan di distal
Setelah implantasi, di dalam uterus myometrium jaringan fetus, dimana sel sistem
terjadi perubahan pada subpopulasi leukosit imun bawaan seperti sel NK dan makrofag
endometrium (desidua). Endometrium akan dominan terdapat di desidua. Hormon
mengalami penyesuaian terhadap proteksi imunomodulator seperti prolaktin, chorionic
lokal yang diperantarai oleh sistem imun awal gonadotropin dan progesteron serta kemokin
(8)
(innate immun system). Limfosit T dan B mengontrol jumlah dan jenis sel imun.

(8)
Gambar 1.Mekanisme Multipel Toleransi Ibu Terhadap Fetus
Fetus juga akan melakukan proteksi plasenta. Sel ini sangat proliferatif pada awal
(7,8,9)
terhadap dirinya dari serangan imun ibu yang kehamilan.
diperantarai oleh sel trofoblas. Sel ini berasal Sel trofoblas mencegah kerusakan yang
dari sel progenitor dalam lapisan diperantarai antibodi dengan meningkatkan
tropoektoderm blastosit. Sel progenitor ini akan kadar complement regulatory protein dan
bergabung membentuk lapisan sel tunggal mengurangi cell mediated immunity dengan
yang berhubungan langsung dengan darah ibu mengekspresikan inhibitor B7 family dan TNF
atau berproliferasi untuk membentuk sel (Tumor Necrosis Factor) yang menginduksi
sitotrofoblas extravillous yang kontak dan apoptosis; sitokin imunosupresif; kemokin dan
menginfiltrasi desidua serta berhubungan prostaglandin yang mengurangi proliferasi
dengan leukosit uterus ibu pada awal limfosit T; mengeluarkan hormon
kehamilan. Leukosit ini terdiri dari sel NK, sel imunosupresif seperti progesteron; meregulasi
myelomonositik dan beberapa sel T. Sel ketat ekspresi gen HLA dan produksi
sitotrofoblas extravillous bermigrasi dari proteinnya. Jika protein ini dikenali sebagai
plasenta ke desidua dan menginfiltrasi arteri benda asing oleh sel imun ibu akan
spiralis ibu yang memfasilitasi aliran darah ke menstimulasi CTL anti-fetal untuk

47

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


menghancurkan sel fetus yang (Killer Immunoglobulin-Like Receptor 2 DL4)
(8)
mengekspresikan HLA. yang merupakan keluarga dari KIR. Bukti
HLA yang paling berperan dalam respon ilmiah menunjukan bahwa fungsi primer dari
imun ibu terhadap fetus adalah HLA-G. HLA-G HLA-G bukan presentasi antigen tapi sebagai
bisa menghambat migrasi transendothelial sel ligan inhibitori untuk sel NK. Sel dendritik dan
NK dan bisa mengahambat sitolisis yang makrofag mengekspresikan reseptor inhibitor
diperantari oleh sel NK dan antigen-specific dari LILR yaitu LILRB1 dan LILRB2. LILRB1
+
CD8 T cell. Ikatan HLA-G sel trofoblas pada dan B2 sebagian besar berikatan dengan
reseptor akan menghambat aktivasi sinyal dari molekul HLA-I (Human Leukocyte Antigen
leukosit desidua. HLA-G dikenali oleh reseptor Class I) dan HLA-G memiliki afinitas paling
(9)
ILT (Immunoglobulin-Like Transcript) yang tinggi.
diekspresikan oleh limfosit T dan B, serta sel LILRB1 dideteksi pada beberapa APC
NK dan sel fagosit mononuklear. Beberapa antara lain pada semua sel dendritik dan
penelitian menunjukan ILT4 pada makrofag, 20% pada sel NK dan 10% pada sel
monosit/makrofag merupakan reseptor utama T. Sedangkan LILRB2 diekspresikan dalam
HLA-G, dimana monosit/makrofag merupakan jumlah yang kecil pada sel dendritik dan
sel kedua terbanyak dalam desidua. ILT2 dan makrofag. Interaksi antara APC dan HLA-G ini
ILT4 selanjutnya disebut sebagai LILRB1 dan mengakibatkan down-regulation pada
(8,10,11)
B2. proliferasi dan respon sel T allogenik. Di
Reseptor HLA-G pada sel NK dan sel perifer, LILRB1 juga diekspresikan oleh limfost
myelomonositik bisa diperoleh dari darah T dan B perifer dan oleh sel NK dan
9,10
perifer. Reseptor sel NK adalah KIR2DL4 monosit.

(8)
Gambar 2.Reseptor Potensial pada Sel Imun yang Ditarget oleh HLA-G

a. Interaksi HLA-G dengan Limfosit T usus dan oleh sel NK. Sel T mengekspresikan
Sanders et al. menyebutkan bahwa sel CD8αβ heterodimer yang berperan sebagai
yang mengekspresikan HLA-G akan berikatan ko-reseptor untuk sel T (TcR) dan merupakan
dengan sel yang mengekspresikan CD8α molekul transduksi sinyal yang sangat penting
homodimer yang merupakan bentuk molekular selama aktivasi sel T. Berikatan dengan TcR
(8)
yang diekspresikan oleh subset sel T di dalam merupakan fungsi primer dari HLA-G.

48

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


sHLA-G memegang peranan penting dalam kehamilan dan bersifat tidak merusak
+
meregulasi sel T CD8 selama kehamilan perkembangan fetus. Terdapat dua
dengan mengeliminasi sel T alloreaktif mekanisme yang bisa menjelaskan toleransi
(antipaternal). sHLA-G yang terpapar sel T sistem imun ibu terhadap fetus yaitu aktivasi
+
CD8 akan memicu ekspresi dan sekresi Fas reseptor LILRB1 pada sel B oleh sHLA-G yaitu
ligan yang mengakibatkan kematian dari sel T HLA-G5 dan HLA-G6 serta aktivasi reseptor
(8)
yang aktif melalui jalur Fas/Fas ligan. Pada LILRB1 pada limfosit Th.
kehamilan sHLA-G menginduksi apoptosis sel c. Interaksi HLA-G dengan sel NK
+
CD8 yang bereaksi dengan antigen paternal, Sel NK banyak ditemukan di desidua pada
(8)
dimana sHLA-G berada pada serum ibu. trimester pertama dan kedua kehamilan tapi
Mekanisme lain adalah HLA-G menginduksi setelah itu akan terjadi penurunan.
toleransi ibu pada antigen fetus untuk Sitotoksisitas sel NK desidua dipengaruhi oleh
mengurangi atau mencegah aktivitas sitotoksik antigen HLA kelas I dan reseptor inhibisi pada
+
sel T CD8 melawan sel target, yang tidak permukaan sel NK. Interaksi antara HLA-G
tergantung dari induksi apoptosis sel T. HLA- dan CD94/NKG2A heterodimer pada
G1 dan HLA-G5 melindungi sel target permukaan sel NK mencegah sitolisis yang
potensial dari lisis sel T sitotoksik spesifik diinduksi sel NK. Selain itu terdapat reseptor
antigen. HLA-G juga menekan ekspresi mRNA yang dimiliki sel NK yang dapat berikatan
(messenger Ribonucleic Acid) CD8α dan dengan HLA-G yaitu KIR2DL4 dan LILRB1.
protein IFN-γ (Interferon-γ) dalam sel Mekanisme lain dari HLA-G yang bisa
mononuklear tanpa menginduksi apoptosis menghambat aktivitas sitolitik sel NK adalah
atau merubah ekspresi CD3. Semua adanya sel trofoblas primer dan imortal yang
(8)
mekanisme ini mengindikasikan bahwa resisten pada lisis yang diperantarai sel NK.
trofoblas pada kehamilan normal tidak akan d. Interaksi HLA-G dengan APC
mendapatkan respon dari CTL karena adanya Terdapat dua populasi APC pada desidua
(8)
HLA-G. endometrium selama kehamilan yaitu
b. HLA-G berinteraksi dengan limfosit B makrofag dan sel dendritik yang kemudian
+
LILR merupakan reseptor utama pada dibagi menjadi 3 yaitu makrofag (CD14 ), sel
+
limfosit T dan APC yang berikatan dengan denritik mature (CD83 ) dan makrofag atau sel
HLA-G. Reseptor ini juga terdapat di limfosit B dendritik immature. Respon imun yang
khususnya LILRB1 yang juga berikatan melibatkan APC berhubungan dengan HLA-G
dengan HLA-G karena pada ibu hamil terjadi plasenta. Tetramer HLA-G hanya berikatan
pembentukan antibodi terhadap HLA-G dengan sel dendritik. HLA-G tidak mengurangi
plasenta. Selain itu pada beberapa penelitian viabilitas sel dendritik mature dan immature
juga membuktikan bahwa pada wanita yang tapi merubah diferensiasi sel dendritik dari
tidak pernah hamil dan laki-laki, memiliki monosit darah atau mempengaruhi maturasi
sedikit antibodi anti-HLA-G pada serumnya. sel dendritik. Kondisi inflamasi menstimulasi
Antibodi ini banyak ditemukan disirkulasi saat produksi makrofag dari HLA-G karena terjadi

49

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


aktivasi IFN-γ yaitu fagosit mononuklear yang HLA-G sehingga trofoblas diserang oleh sel
(8)
mengandung mRNA HLA-G. NK dan CTL. Hal ini mengakibatkan invasi
trofoblas menjadi dangkal dan remodelling
Peranan sHLA-G dalam Patogenesis arteri spiralis menjadi abnormal. Gangguan
Preeklampsia keseimbangan imun feto-maternal
Preeklampsia merupakan salah satu mengindikasikan adanya graft rejection pada
(11)
komplikasi daalam kehamilan yang memiliki kehamilan preekalmpsia.
karakteristik berkurangnya invasi trofoblas ke Pada wanita normal, respon imunitas
desidua, disfungsi sel endothel kapiler yang tidak akan menolak terhadap hasil konsepsi
mengakibatkan buruknya perfusi plasenta. yang bersifat asing dalam tubuh. Hal ini
Patofisiologi yang mendasari proses disebabkan karena adanya HLA-G yang
preeklampsia adalah sangat rumit, bersifat diekspresikan trofoblas janin untuk dapat
multifaktorial. Namuan yang paling memegang melindungi dirinya dari penghancuran (lisis)
peranan penting dari patofisiologi oleh sel NK tubuh ibu. Disamping itu, HLA-G
preeklampsia adalah adanya maladaptasi akan memudahkan invasi sel trofoblas ke
imunitas karena berkurangnya kadar HLA-G jaringan desidua ibu. Invasi trofoblas ke dalam
yang melindungi trofoblas dari serngan imun lapisan otot arteri spiralis menyebabkan
ibu. Maladaptasi imun akan mengakibatkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
gagalnya invasi trofoblas, hilangnya terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis
mekanisme tolerogenik, dan gagalnya yang memberikan dampak penurunan tekanan
(11)
remodelling dari arteri spiralis ibu. darah, penurunan resistensi vaskular, dan
HLA-G merupakan bagian dari peningkatan aliran darah pada utero plasenta.
mekanisme yang memungkinkan trofoblas Hal ini menyebabkan aliran darah ke janin
untuk invasi tanpa diserang oleh limfosit dan cukup banyak dan perfusi jaringan juga
sel NK desidua. Pada preeklampsia terjadi meningkat sehingga mencukupi kebutuhan
defek pada ekspresi HLA-G oleh trofoblas untuk pertumbuhan janin dengan baik. Proses
(11)
yang diduga disebabkan oleh mutasi dari gen ini disebut remodelling arteri spiralis.

50

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


(11)
Gambar 3. Peran HLA-G dalam Patofisiologi Preeklampsia
2009). Hal ini juga akan menyebabkan
Pada ibu penderita preeklampsia, terjadi terhambatnya invasi trofoblas ke dalam
penurunan ekspresi HLA-G yang bersifat desidua. Tidak adanya HLA-G mengakibatkat
imunosupresif oleh trofoblas(Redman, et al, tidakt
terjadinya interaksi antara trofoblas dengan sel menginvasi lebih dalam ke desidua dan arteri
(11,12)
T, sel B, sel NK dan APC yang diperantarai spiralis.
HLA-G dan reseptor inhibitor yang ada pada HLA-G memiliki 7 isoform yang telah
masing-masing sel, sehingga mengakibatkan diidentifikasi yaitu 4 merupakanmembrane
gagalnya toleransi imun ibu terhadap fetus bound dan 3 merupakansoluble protein. HLA-
karena aktifnya respon sitotoksik dari CTL dan G1 memiliki struktur yang sama dengan gen
sel NK mengakibatkan lisisnya trofoblas. Hal HLA kelas I lainnya, sedangkan isoform G2
inilah yang mengakibatkan terjadinya dihasilkan dari penghilangan exon 3. Dua
maladaptasi imunitas pada preeklampsia. isoform diekspresikan sebagai soluble protein
Tidak adanya trofoblas yang menginvasi arteri yaitu HLA-G5 (sG1) dan HLA-G6 (sG2). HLA-
spiralis ini berperan dalam kecacatan G3 dihasilkan dari penghilangan exon 3 dan 4,
vaskularisasi plasenta sehingga arteri spiralis HLA-G4 dan G7 tidak banyak terdapat di
(9,11)
menjadi kaku dan lebih sempit. plasenta. Dari ketujuh isoform ini diketahui
Hackmon et al. menemukan bahwa bahwa HLA-G5 dan HLA-G6 merupakan
penurunan ekspresi HLA-G selama kehamilan isoform yang paling berperan dalam respon
akan memicu respon penolakan autoimun imun ibu terhadap fetus,dimana HLA-G5 dan
yang bermanifestasi pada perubahan kadar HLA-G6 merupakan soluble HLA-G. sHLA-G
substansi inflamasi. Trofoblas yang tidak ini bisa dideteksi di darah wanita hamil dan
(7,11,13)
mengekspresikan HLA-G rentan mengalami cairan amnion.
lisis oleh sel NK desidua dan dicegah

51

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


(14)
Gambar 4.Tujuh Isoform dari HLA-G yang Berparan dalam Respon Imun
Adanya sHLA-G menjadi parameter Upaya Dini dalam Mendiagnosis Preeklampsia
kehamilan akan berhasil tanpa adanya Pemeriksaan dengan menggunakan
penolakan dari ibu. Pada regio sHLA-G tidak metode HLIT membuka peluang yang cukup
ada polimorfisme yang dideteksi sehingga besar dalam upaya dini pencegahan
tidak dianggap sebagai benda asing. sHLA-G perkembangan menjadi preeklampsia pada
disintesis oleh sel trofoblastik dan interferon γ- wanita hamil yang beresiko. Metode HLIT yang
activated macrophage tapi tidak disintesis oleh terdiri dari pemeriksaan HLA-G dan LILRB1 ini
fibroblast plasenta. sHLA-G bersirkulasi pada dapat digunakan sebagai diagnosis awal
darah ibu selama kehamilan, dimana yang sebelum terjadinya gejala preeklampsia
dominan adalah sHLA-G2 (HLA-G6). HLA-G (hipertensi dan proteinuria selama masa
banyak terdapat pada trimester pertama kehamilan pada usia kehamilan 20 minggu).
kehamilan yang akan menginduksi efek Pada metode HLIT, pemeriksaan dapat
(7,13,15)
protektif melawan lisis dari sel NK. dilakukan sedini mungkin yaitu pada usia
sHLA-G merupakan faktor yang memicu kehamilan 4 minggu pada wanita hamil
alloreactive maternal T cell berikatan dengan beresiko. Hal tersebut memiliki keuntungan
paternal allopeptid dan berinteraksi dengan sel dibandingkan dengan pemeriksaan standar
T. Ikatan molekul sHLA kelas I dengan CD8 yang umumnya dilakukan pada wanita hamil
memicu ekspresi Fas ligan dan apoptosis dari beresiko untuk mendiagnosis preeklampsia
sel imun yang aktif oleh interaksi Fas/Fas ligan pada usia kehamilan 20 minggu.
dan mengakibatkan imunosupresi. Efek Upaya dini yang dilakukan adalah
supresi yang kuat dari sHLA-G ada respon dengan mengukur kadar HLA-G yaitu sejenis
alloproliferatif dari sel T menunjukan kadar antigen yang dibentuk fetus untuk melindungi
(11)
yang lebih tinggi dari isoform sHLA-G5. diri dari serangan imun ibu. Apabila diketahui
Aplikasi Penggunaan Metode HLIT (sHLA-G kadar HLA-G pada serum ibu hamil di bawah
dan LILRB1 Immunology Test) sebagai normal (normalnya 15,2 ± 8,6ng/ml) 13,4 ±
Metode Diagnosis Dini Preeklampsia 10,1ng/ml, dapat dilakukan pencegahan
52
J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013
perburukan kondisi menjadi preeklampsia lebih untuk memunculkan suatu sinyal sehingga
16,17 (19,20)
awal, sehingga gejala preeklampsia tidak dapat terdeteksi.
muncul dan semakin parah menjadi eklampsia. Prinsip dasar pemeriksaan kadar HLA-G
Waktu pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam sampel darah ibu hamil dengan metode
sedini mungkin pada usia kehamilan 4 minggu direct, yaitu menggunakan dua antibodi, anti-
yaitu pada usia sempurnanya perkembangan LILRB1-PE dan anti-HLA-G. Keseluruhan uji
plasenta. Perkembangan plasenta yang ELISA dilakukan pada 40-Well Plate mikrotiter.
sempurna ditandai dengan terbentuknya 100 µl anti-LILRB1-PE diencerkan atau
sirkulasi darah maternal dan sirkulasi darah dilarutkan dengan coating buffer untuk
fetus sehingga HLA-G sudah beredar pada mendapatkan konsentrasi akhir 0,5µg/ml
(17,18)
sirkulasi darah ibu. kemudian ditambahkan ke masing-masing well
Upaya pencegahan perburukan kondisi dengan pembagian yang rata (50ng/100 ml).
o
menjadi preeklampsia yang dapat dilakukan Plate diinkubasi selama 24 jam pada suhu 4 C.
yaitu dengan menghindari faktor resiko Plate dicuci menggunakan PBS Tween 0,2%
hipertensi. Caranya yaitu mengevaluasi dan (Tween 20) sebanyak 3 kali dalam suhu
monitoring tekanan darah sehingga tidak ruangan. 50 µl sampel darah yang telah
terjadi peningkatan tekanan darah atau diencerkan dengan assay buffer ditambahkan
hipertensi selama kehamilan. Jenis dan pola pada plate dan diinkubasi selama 2 jam pada
makanan yang seimbang dan teratur dapat ELISA plateshaker. Kemudian plate dicuci
(10,19)
membantu stabilisasi tekanan darah, begitu dengan Tween 0,2% sebanyak 3 kali.
juga dengan mengurangi resiko stress dan SA HRP (enzim) yang diencerkan
kecemasan. dengan assay buffer ditambahkan ke masing-
masing ruang plate sebanyak 50 µl kemudian
Pemeriksaan HLA-G dalam Sampel Darah diinkubasi selama satu jam pada ELISA
Menggunakan teknik ELISA plateshaker. Plate selanjutnya dicuci sebanyak
Pada metode ini digunakan teknik 3 kali dengan Tween 0,2% dan menambahkan
ELISA (Enzyme-Link Immunosorbent Assay) 50 µl substrat sure blue TMB 100 µl pada
secara spesifik dan paling sederhana yaitu masing-masing ruang plate. Inkubasi kembali
teknik ELISA Direct. Teknik ELISA Direct selama 20-30 menit pada ruangan gelap.
menggunakan suatu antigen atau antibodi lain Reaksi enzim kemudian dihentikan dengan
yang bersifat spesifik dengan antibodi atau menambahkan 50 ml H2SO4 2N pada masing-
antigen yang akan diuji. Antigen/antibodi yang masing ruang. Pembacaan hasil menggunakan
diuji tersebut akan bertautan dengan elisa reader dengan panjang gelombang atau
(10,19)
antibodi/antigen yang spesifik dicampurkan ke lamda 450-492nm. Untuk menghitung
atas permukaan sehingga muncul interaksi kuantitas kadar HLA-G dapat dilakukan
antara antigen dan antibodi yang bersesuaian. dengan menggunakan spektrofotometer
(20)
Suatu substrat ditambahkan ke permukaan sebagai alat bantu. Pengujian antibodi anti-
HLA-G dilakukan dengan konsentrasi yang

53

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


sama pada 10 ruangan pada plate yang sama perbandingan dengan pemeriksaan yang saat
(10)
dengan anti-LILRB1-PE. ini telah banyak digunakan sebagai baku emas
Analisis Manfaat Metode HLIT (sHLA-G dan yakni pemeriksaan tekanan darah dan
LILRB1 Immunology Test) sebagai Metode proteinuria. Dalam kasus
Diagnosis Dini Preeklampsia preeklampsia,pemeriksaan tekanan darah dan
Pemahaman tentang HLIT dalam proteinuria berperan sebagai diagnosis dini.
patogenesis preeklampsia menunjukkan Seperti yang telah dijabarkan di awal, bahwa
bahwa HLIT memegang peranan yang arteri spiralis mengalami vasokontriksi yang
esensial. Fungsinya dalam mendiagnosis dini menyebabkan terjadinya iskemia sehingga
preeklampsia yang berhubungan dengan teori merangsang pembentukan radikal bebas yang
imunitas.Bukti dari penelitian terkait yang ada mengakibatkan disfungsi endotel. Disfungsi
menunjukkan potensi yang tinggi dari HLIT endotel pada pembuluh darah sistemik
dalam memberikan gambaran dalam menyebabkan hipertensi dan pada pembuluh
mendiagnosis dini preeklampsia. darah ginjal menyebabkan
(21)
HLIT yang memiliki peranan intraseluler proteinuria. Tanda hipertensi dan proteinuria
yang tidak hanya dapat diukur melalui merupakan kondisi lanjut atau komplikasi
pemeriksaan biopsi plasenta. Sejumlah akibat disfungsi endotel yang biasanya terjadi
molekul HLIT yang berada dalam darah pada kehamilan di atas 20 minggu. Terkadang
membuka peluang yang tinggi dalam pula tanda hipertensi dan proteinuria terkontrol
penggunaannya sebagai penanda baru yang normal tetapi secara sistem imunitas
efektif dan tidak terlalu invasif dalam diagnosis patofisiologi preeklampsia telah terjadi
dini preeklampsia. Terlebih lagi telah terdapat sehingga dapat menyebabkan keterlambatan
penelitian pada wanita hamil yang dalam penanganan preeklampsia sejak dini
menunjukkan bahwa HLIT berada dalam dan bahkan telah berlanjut ke eklampsia serta
10
serum maternal. Namun hal ini memerlukan komplikasi lainnya.Hal ini menunjukkan bahwa
penelitian lebih lanjut untuk memperkuat bukti hipertensi dan proteinuria kurang mampu
ilmiah. Pemeriksaan HLIT juga memiliki memberikan diagnosis dini terjadinya
kelemahan terkait kadarnya yang rendah preeklampsia.
dalam serum ibu jika dibandingkan dengan di Perbandingan antara metode HLIT
desidua atau plasenta sehingga untuk dalam darah dan pemeriksaan tekanan darah
pemeriksaan yang lebih baik adalah dengan dan proteinuria merujuk pada kemampuan
(9)
menggunakan biopsi plasenta. diagnosis awal yang lebih baik dari HLIT. Hal
HLIT yang telah meningkat sejak proses ini mengarah pada peluang yang lebih baik
pembentukan plasenta dimulai yaitu pada dalam terapi saat ini dimana lebih mengarah
minggu ke-4 memberikan keuntungan yang dalam menghambat progresivitas. Diagnosis
sangat besar jika diaplikasikan sebagai faktor dini yang tepat sebelum timbulnya tanda
diagnosis dini. Metode HLIT yang berpotensi berupa hipertensi dan proteinuria memberikan
sebagai faktor diagnosis dini tentu memerlukan

54

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


harapan yang tinggi dalam mencegah paling efektif mengingat konsentrasi HLIT
peralihan preeklampsia menjadi eklampsia. dalam darah berkisar pada skala mikro dan
Aplikasi metode HLIT dalam darah untuk memerlukan proses multiplikasi. Namun
mendiagnosis preeklampsia memiliki penggunaan ELISA sebagai metode
feasibilitas yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh pemeriksaan utama memerlukan biaya
tersedianya alat yang diperlukan. Biaya operasional yang cukup tinggi. Hal ini
pemeriksaan sebanding dengan manfaat yang menuntut penelitian lebih lanjut dalam hal
didapapatkan menunjukkan bahwa metode penggunaan metode terkait sehingga
HLIT memiliki peluang yang tinggi untuk didapatkan suatu metode yang lebih mudah
diaplikasikan mengingat spesifitas dan dan efisien.
keuntungan yang diberikan lebih menjanjikan. Penggunaan metode HLIT dalam
Pada tabel 1 diberikan analisis biaya dalam mendiagnosis dini preeklampsia memerlukan
aplikasi HLIT menggunakan alat dan reagen penelitian lebih lanjut untuk menilai sensitivitas
yang sesuai dengan penelitian terkait HLIT dan spesifisitas pemeriksaan ini. Disamping
dalam serum. itu, diperlukan pula penelitian epidemiologi
Potensi yang tinggi dari HLIT tentunya terkait batasan kadar HLIT dalam darah
tidak lepas dari adanya kekurangan. penderita preeklampsia yang berguna dalam
Terbatasnya metode pemeriksaan yang dapat interpretasi data diperlukan untuk
mengukur kadar HLIT dalam darah menjadi menyempurnakan penggunaanya sebagai
kekurangan utama dari aplikasi HLIT. marker diagnosis dini.
Penggunaan ELISA menjadi metode yang
Tabel 1. Analisis biaya pemeriksaan HLIT dalam darah
Jenis Pengeluaran Harga Biaya sekali
(Rp) pakai (Rp)
Peralatan
Washer Systems 12.042.927 12.043,93
ELISA Plate Readers 12.042.927 12.043,93
Single Channel Manual Adjustable Pipettor 2.738.087 2.738,09
Mesin sentrifugasi 3.767.403 3.767,40
Membran sentrifugasi 1.981.758 1.982,76
Inkubator 3.661.404 3.661,40
Spuit 400.000 4.000,00
Microwell plate 40 (Santa Cruz) 2.054.250 17.118,75
Tabung EDTA 300.000 3.000,00
Subtotal 55.104,66
Bahan
Bufer Fosfat 500ml (Santa Cruz) 182.600 1.826

55

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


Tween-20 500ml (Santa Cruz) 228.250 2282,5
Sampel darah 2 ml 1.241.680 12.416,8
Antibodi anti HLA-G 50 µL 2.503.440 25.034,4
Antibody anti LILRB1 50 µL 2.503.440 25.034,4
Subtotal 85.888,2
Lain – lain
Biaya analis 40.000 40.000
Subtotal 40.000
TOTAL BIAYA PEMERIKSAAN 170.992,86

SIMPULAN sHLA-G yang rendah ini


mengakibatkan maladaptasi
Berdasarkan analisis dan sintesis atas
imunitas sehingga sel trofoblas
gagasan yang dikaji, maka dapat disimpulkan
tidak bisa menginvasi desidua dan
beberapa hal sebagai berikut :
arteri spiralis serta terjadilah
1. Peranan sHLA-G sebagai pertahanan
kecacatan vaskularisasi yaitu
fetus terhadap sistem imun ibu pada
penyempitan arteri spiralis yang
kehamilan adalah sebagai proteksi
mengakibatkan tekanan darah
trofoblas yang akan berikatan dengan
meningkat.
reseptor pada sel T, sel B, sel Nk dan
3. Pemeriksaan HLA-G pada
APC, dimana yang dominan sebagai
sampel darah dapat dilakukan
reseptor inhibisi adalah LILRB1. Ikatan ini
dengan metode ELISA dengan
akan mengakibatakn toleransi dari sistem
menggunakan 2 antibodi yaitu
imun ibu terhadap fetus dengan supresi
anti-LILRB1 dan anti-HLA-G.
pada lisis oleh sel NK dan sitotoksik oleh
Melalui diagnosis awal dapat
CTL. Toleransi ini akan mencegah
dilakukan pencegahan dini
pengenalan fetus sebagai benda asing
terhadap perburukan kondisi
oleh sistem imun ibu sehingga fetus dapat
menjadi preeklampsia seperti
berkembang dengan baik.
evaluasi dan monitoring
2. Peranan sHLA-G dalam
tekanan darah sehingga tetap
patogenesis preeklampsia didasarai
stabil.
oleh rendahnya sHLA-G pada
4. Keuntungan penggunaan HLIT
serum wanita hamil yang
yakni mampu memberikan
mengalami preeklampsia. Dimana
diagnosis lebih dini dari
penurunan kadar sHLA-G ini sudah
pemeriksaan yang sudah ada
terjadi saat plasenta mulai
untuk mendiagnosis
mengalami maturasi yaitu pada
preeklampsia, dimana
usia kehamilan 4 minggu. Kadar
56

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


pemeriksaan ini bisa dilakukan pencegahanperburukan kondisi
pada usia kehamilan 4 preeklampsia.
minggu. Penggunaan HLIT
juga memiliki beberapa DAFTAR PUSTAKA
kelemahan terkait kadarnya 1. Uzan Jennifer, Carbonnel Marie,
yang rendah dalam serum ibu Piconne Olivier, Asmar Roland, Ayoubi
jika dibandingkan dengan di Jean-Marc. Pre-Eclampsia:
desidua atau plasenta. Pathophysiology, Diagnosis, and
Dengan memperhatikan Management. Vascular Health and
potensinya dalam memberikan Risk Management. 2011:7:467–474.
diagnosis dini, penggunaan 2. Hernawati, I. Analisis Kematian Ibu Di
HLIT tentunya memiliki Indonesia Tahun 2010 Berdasarkan
prospek yang cerah dalam Data SDKI, Riskesdas Dan Laporan
mengurangi angka mordibitas Rutin KIA. 2011. [cited: March 21,
dan mortalitas akibat 2013]. Available from:
preeklampsia. http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/
wp-
SARAN
content/uploads/downloads/2011/08.
Beberapa saran yang dapat diberikan melalui
3. Wagner, Lana K. Diagnosis and
karya tulis ini antara lain:
Management of Preeclampsia.
1. Pengembangan metode HLIT dengan American Family Physician. 2004.
pengambilan sampel HLA-G pada Volume 70, No. 12.
plasenta agar memiliki sensitivitas dan 4. Alladin Ambreen A, Harrison Melinda.
spesifisitas yang lebih tinggi. Preeclampsia: Systemic Endothelial
Damage Leading to Increased
2. Penelitian terkait metode baru yang
Activation of The Blood Coagulation
dapat mengukur kadar HLIT dalam
Cascade. Journal of Biotech Research
darah sangat diperlukan mengingat
2012:4:26-43.
saat ini yang dapat digunakan hanya
5. Ghulmiyyah L, Sibai B. Maternal
metode ELISA sehingga diharapkan
Mortality from
dapat menurunkan biaya dan
Preeclampsia/Eclampsia. US National
memudahkan proses pemeriksaan.
Library of MedicineNational Institutes
3. Penelitian terkait intervensi terhadap of Health. 2012.
peranan HLIT dalam patogenesis 6. EHN (European Heart Network).
preeklampsia menjadi hal yang sangat Cardiovascular Disease Statistics.
esensialHal ini dikarenakan peranan 2012. [cited: March 21, 2013] Available
dari HLIT yang sangat vital dalam from http://www.ehnheart.org/cvd-
statistics.html.

57

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


7. Bouteiller Philippe Le and Mallet Biology of Reproduction. 2008:79:459-
Valerie. HLA-G and Pregnancy. 467.
Journals of Reproduction and 13. Hunt Joan S., Jadhav Lalita, Chu
Fertility.1997: 2:7-13. Wenjiang, Geraghtyn Daniel E, and
8. Hunt Joan S., Petroff Margaret G., Ober Carole. Soluable HLA-G
McIntire Ramsey H., and Ober Carole. Circulates in Maternal Blood During
HLA-G and Immune Tolerance in Pregnancy. Am J Obstet Gynecl.
Pregnancy. The FASEB Journal. 2000;185: 682-688.
2005:10:681-690. 14. Menier Catherine, Freiss Nathalie
9. Apps Richard, Gardner Lucy, Sharkey Rouas, and Carosella Edgardo D. The
Andrew M, Holmes Nick and Moffett HLA-G Non Classical MHC Class I
Ashley. A Homodimeric Complex of Molecule is Expressed in Cancer with
HLA-G on Normal Trophoblast Cells Poor Prognosis. Implications in Tumor
Modulates Antigen-Presenting Cells Escape from Immune System and
Via LILRB1. European Journal of Clinical Applications. Atlas Genet
Immunology 2007:37:1924-1937. Cytogenet Oncol Haematol
10. Changlin Li, Houser Brandy L., Nicotra 2008:1:879-886.
Matthew L., and Strominger Jack L.. 15. Hylenius Sine, Andersen Anne-Marie
HLA-G Homodimer-Induced Cytokine Nybo, Melbye Mads, and Hviid
Secretion Through HLA-G Receptors Thomas Vauvert F. Assosiation
on Human Decidula Macrophages and Between HLA-G Genotype and Risk of
Natural Killer Cells. PNAS Early Preeclampsia: A Case-Control Study
Edition. 2009:1:1-6. Using Family Triads. Molecular Human
11. Laskowska Marzena and Oleszczuk. Reproduction. 2004:10(4):237-246.
Serum Soluable Human Leukocyte 16. Sulistyowati S. Ekskresi Protein in
Antigen-G in Pregnancies Complicated MHC Class IB (HLA-G & QA-2) yang
by Severe Preeclampsia. Archives of Rendah Terhadap Profil Hsp 70
Perinatal Medicine. 2011:17(3):147- VCAM-1 dan MMP-9 pada
152. Preeklampsia. Penelitian pada Ibu
12. Moreau Philippe, Contu Licinio, Alba Hamil dan Hewan Coba Musculus
Francesco, Lai Sara, Simoes Renata, dengan Model Disfungsi Endotel.
Orru Sandro, Carcassi Carlo, Roger 2011.
Michel, Rabreau Michele, and 17. Widyani N. Fisiologi Plasenta. Bagian
Carosella Edgardo D. HLA-G Gene Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Polymorphism in Human Plasentas: Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Possible Association of G*0106 Allele 2011.
with Preeclampsia and Miscarriage.

58

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


18. Kliman H. J. From Trophoblast to
Human Placenta. Yale University
School of Medicine. 2010.
19. Anonim. ELISA. 2009. [cited: March
20, 2013]. Available from:
http://www.scribd.com/doc/39010855/
ELISA.htm.
20. Hartanto J. Prosedur ELISA HSP 70.
2012. [cited: March 20, 2013].
Available from:
http://www.scribd.com/doc/prosedur-
elisa-hsp-70.htm.
21. Cunningham F. Gary, Leveno Kenneth
J., Bloom Steven L., Hauth John C.,
Rouse Dwight J., Spong Catherine Y.
Obstetri Williams Edisi 23 Volume 2.
Jakarta: EGC. 2009\

59

J I M K I │Vol. II | Ed.1│Juli-Desember 2013


KETOASIDOSIS DIABETIK PADA DIABETES MELITUS
TIPE I
Laporan 1 1
Dimas Priantono, Abirianty Priandani Araminta, Antari R. Harmani, Toto
1 2
Suryo Efar, Eka Nurfitri, Bambang Tridjadja
3
1

Kasus 1
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2
, SMF Anak, Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta
3
, Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr.
Cipto Mangunkusumo
Korespondensi: dpriantono@yahoo.com

ABSTRAK
Pendahuluan: Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan keadaan akhir pada kelainan metabolik akibat
defisiensi insulin berat. Dibandingkan dengan kegawatan lain di bidang ilmu kesehatan anak, KAD
pada DM relatif lebih jarang, tetapi dapat berakibat fatal.
Ilustrasi Kasus: Seorang anak perempuan, 14 tahun 3 bulan, berat badan 40 kg, datang ke instalasi
gawat darurat dengan keluhan utamalemas yang memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengalami penurunan berat badan 5 kg dalam 1 bulan, banyak minum, dan banyak
berkemih. Riwayat penyakit dahulu dan keluarga diabetes disangkal. Pasien tampak sakit berat,
tampak sesak, pernapasan Kussmaul, kesadaran apatis, pemeriksaan fisis lain dalam batas normal.
3
Leukosit 24.800/mm ; gula darah sewaktu (GDS) 1.228 mg/dL; pH 7,139; HCO 34,6 mmol/L; Keton urin
+2; HbA1C>15,0. Pasien didiagnosis sebagai KAD pada DM tipe 1. Tatalaksana awal dengan cairan
NaCl 0,9% 2000 cc dalam 1 jam, O2 nasal kanul 3 liter/menit, reguler insulin (RI) 4 IU/jam intravena
(IV), RI 10 IU subkutan (SC), sefotaksim 3x1g. Pasien dirawat dengan tatalaksana lanjutan insulin
® ®
detemir (Levemir ) 24 IU malam, insulin aspart (Novorapid ) 7-10-7 IU, sefotaksim 3x1g.
Diskusi: Pada kasus ini, keluhan utama pasien tidak spesifik untuk DM tipe 1 sehingga pasien
awalnya tidak terdiagnosis. Pasien terdiagnosis setelah jatuh dalam kondisi KAD. Diagnosis KAD
pada pasien didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisis, dan terutama pemeriksaan penunjang.
Sebagai kesimpulan, penting bagi para dokter agar mampu mendiagnosis dan menatalaksana secara
tepat KAD pada DM tipe 1.
Kata Kunci: diabetes melitus, ketoasidosis, pediatri

ABSTRACT
Introduction: Diabetic ketoacidosis (DKA) is a terminal condition in metabolic abnormalities caused
by severe insulin deficiency. Compared to other emergencies in pediatrics, this condition is relatively
rare but can be lethal.
Case: A female child, 14 years 3 months old, body weight 40 kilograms, came to emergency
department with increased fatigue since 1 week before admission. Shelost 5 kilograms in the last
month. She also drank and urinated more than usual. There was no relevant past or family medical
history.The patient was severely ill, dyspnea, Kussmaul respiration, apatic, other physical examination
3
results were normal. White blood cells (WBC) 24,800/mm ; plasma glucose level 1,228 mg/dL; pH
7,139; HCO34,6 mmol/L; urinary ketone +2; HbA1C>15,0. We diagnosed her as DKA in type I DM.
Initial treatment wereIV NaCl 0.9% 2000 cc in1 hour, O 2 3 liters/minute by nasal cannulae, regular
insulin (RI) 4 IU/hour drip IV, RI 10 IU subcutaneus (SC), cefotaxime 3x1g. At the ward, we gave
® ®
insulin detemir (Levemir ) 24 IU at night, insulin aspart (Novorapid ) 7-10-7 IU and cefotaxime 3x1g.
Discussion: In this case, the chief complaint is not specific, therefore the diagnosis was delayed.This
patient was diagnosed after she was already in DKA state. We diagnosed her based on history taking,
physical examination and mainly, laboratory studies. We conclude that it is important for general
practitioners to be able to diagnose and treat DKA in type I DM.
Keywords: diabetes mellitus, ketoacidosis, pediatric

PENDAHULUAN terjadi pada anak dengan atau tanpa diagnosis


Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan diabetes melitus (DM) sebelumnya, baik DM
(1,2,3)
keadaan akhir pada kelainan metabolik akibat tipe 1 maupun tipe 2. Pada anak dengan
(1,2)
defisiensi insulin berat. Kondisi ini dapat DM tipe 1, risiko terjadinya KAD adalah 1-10%

60
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
(4)
per pasien per tahun. Di Negara maju dilakukan tes Widal namun hasil positif dan
sekalipun, 15-70% anak dengan DM datang pasien dipulangkan. Delapan belas
pertama kali ke fasilitas kesehatan dan SMRS pasien merasa sangat tidak enak badan
didiagnosis sebagai DM setelah jatuh dalam sehingga dibawa oleh orang tuanya ke RS
kondisi KAD.Diagnosis KAD pada anak lebih Prikasih. Di RS Prikasih pasien diperiksa
sulit dibandingkan pada orang dewasa, karena glukosa darah dan hasilnya sangat tinggi.
sulitnya menggali keluhan dari anamnesis Karena keterbatasan fasilitas pasien kemudian
(5)
pada anak dengan usia muda. dirujuk ke RS Fatmawati.2
Anak dan remaja yang mengalami KAD harus Pasien tidak pernah dirawat di RS
ditatalaksana secara menyeluruh di pusat sebelumnya. Riwayat keluhan yang sama
kesehatan yang memiliki protokol manajemen sebelumnya (-), dinyatakan diabetes (-), asma
KAD dan memiliki pengalaman menangani (-), alergi (-). Riwayat sakit tenggorokan
(6)
kasus-kasus serupa. Oleh karena itu, melalui dengan demam tinggi disangkal.Riwayat
laporan kasus ini penulis ingin memberikan penyakit keluarga, yaitu diabetes melitus (-),
salah satu contoh kasus KAD pada anak, hipertensi (+) kakek pasien, penyakit tiroid (-),
penatalaksanaan yang dilakukan, serta telaah riwayat sakit jantung (-), sakit paru (-), asma (-
terhadap penatalaksanaan tersebut. ), alergi obat/makanan (-).
Riwayat Kelahiran dan Tumbuh Kembang
ILUSTRASI KASUS atau obat-obatan disangkal. Keluhan selama
An. PS, perempuan, 14 tahun 3 bulan, datang kehamilan juga disangkal. Pasien lahir
dengan keluhan emas yang semakin spontan, cukup bulan, dibantu oleh bidan.
memberat sejak satu minggu sebelum masuk Berat badan lahir 2000 gram, panjang lahir 48
rumah sakit(SMRS). Tidak ada kelemahan cm, langsung menangis. Riwayat biru atau
sesisi atau anggota gerak, dan masih dapat kuning saat lahir disangkal.
beraktivitas ringan. Makan pasien sebelumnya Saat ini pasien duduk di kelas III SMP.
teratur, suka mengemil, tetapi sejak satu Prestasi belajar cukup baik, tidak pernah ada
minggu terakhir tidak nafsu makan karena riwayat tinggal kelas. Status pubertas A2M3P2.
mulutnya terasa pahit. Pasien mengeluh nyeri Payudara mulai tumbuh umur 10 tahun,
perut di ulu hati, mual, muntah berisi cairan menarche pertama kali dan pertumbuhan
bening sebanyak dua kali. Pasien mengalami rambut pubis pertama dimulai saat usia 11
penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam tahun.
satu bulan. Pasien mengeluh banyak minum,
banyak BAK dan terbangun untuk BAK di Riwayat Nutrisi, Imunisasi, dan Sosial
malam hari. BAB normal, tidak diare. asien sehari-hari makan 3x sehari terdiri dari
Penglihatan kabur dan kesemutan disangkal. nasi dan lauk pauk sesuai menu keluarga
Tiga hari SMRS pasien sempat disertai cemilan ringan, berupa biskuit dan
demam namun tidak terlalu tinggi. Keluhan kue-kue kecil. Sebelum masuk rumah sakit,
batuk, sesak nafas, nyeri menelan disangkal. napsu makan pasien menurun dan makan
Pasien merasa semakin lemas dan tidak nafsu hanya sedikit. .
makan. Pasien sempat dibawa ke RS,

61
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : GCS E3M5V4=12
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 100x/menit, reguler, isi cukup, ekual di keempat ekstremitas
Frekuensi nafas : 30x/menit, reguler, dalam, tipe torako abdominal,irama Kussmaul
Suhu : 36,7ºC aksila
Berat badan : 40 kg
Tinggi badan : 156 cm
Mata : pupil bulat, isokor, RCL (+/+), RTCL (+/+)
konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), sekret dari telinga (-),
nyeri tekan sinus (-), septum deviasi (-)
Mulut : oral hygiene baik, mukosa basah
Leher : kaku kuduk (-), tiroid dan KGB tidak teraba pembesaran
Paru : vesikular +/+, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, distensi (-), venektasi (-), supel, hati dan limpa tidak teraba, nyeri
tekan (-), turgorbaik, massa (-), timpani, bising usus (+) normal 6x/menit
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), parut BCG (+)
Status gizi : Berat badan = 40 kg Tinggi badan = 156 cm
Kesan klinis gizi cukup
2
IMT = 16,43 kg/m =persentil 10 normal
BB/U = persentil 10  normal
TB/U = persentil 25  normal
BB/TB = 40/45 x 100% = 88,89%  gizi kurang

Gambar 1. Pemantauan gula darah

62
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 1.Hasil pemeriksaan laboratorium

15 Jan 15 Jan 15 Jan 15 Jan 16 Jan 16 Jan 17 Jan Satuan


Hematologi (01.30) (05.00) (14.00) (19.00) (20.00) (07.30)
Hb 12,2 11,4 g/dL
Ht 37 32 %
Eritrosit 4,35 3,97 Juta/µL
Leukosit 24.800 20.600 /µL
Trombosit 276.000 166.000 /µL
LED 43 mm
MCV 94,4 80,4 fl
MCH 27,9 28,6 pg
MCHC 29,6 35,6 g/dL
Kimia Klinik
SGOT 16 U/L
SGPT 14 U/L
Ureum 150 mg/dL
Kreatinin 3,3 mg/dL
GDS 1.228 1.414 711 829 mg/dL
Na 141 159 165 160 154 mmol/L
K 5,4 4,61 5,48 2,35 3,82 mmol/L
Cl 90 112 109 125 110 mmol/L
Keton 4,40 mmol/L
Gas Darah
pH 7,139 7,106 7,419 7,509 7,463 7,538
PCO2 14 6,3 24,5 18,7 19,6 24,7 mmHg
PO2 37,6 190,3 115,4 186,6 178,3 140,8 mmHg
HCO3 4,6 1,9 15,5 14,6 13,7 20,6 mmol/L
SaO2 57,4 98,9 98,4 99,4 99,3 99,1 %
BE -21,9 -24,8 -6,9 -5,61 -7,3 -0,2 mmol/L
TCO2 5,1 2,1 16,3 15,1 14,3 21,3 mmol/L
Urinalisa
Urobilinogen 0,2 0,2
Protein Trace 1+
BJ < 1,005 < 1,005
Bilirubin Negatif Negatif
Keton 2+ 2+
Nitrit Negatif Negatif
pH 5,0 5,5
Leukosit Negatif Trace
Hb 3+ 3+
Glukosa 3+ 3+
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Sl
Epitel 1+ 1+
Cloudy
Leukosit 3-4 3-5
Eritrosit >50 50
Silinder Negatif Negatif
Kristal
Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
0/1/84/12/2, retikulosit 6,3, eroimunologiASTO
Hasil pemeriksaan laboratorium khusus ( (+), dan CRP 29. Dari hasil morfologi darah
Januari 2012), yaitu <0,10(normal0,9-7,1) dan tepi tersebut didapatkan kesan leukositosis.
>15,0(normal 4,5 – 6,3). Pemeriksaan tanggal Pemeriksaan foto polos toraks PA didapatkan
17 Januari 2012: eukosit20.600, hitung jenis kesan paru dan jantung dalam batas normal.

63
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
2
Diagnosis, Tata Laksana, dan Prognosis ketonemia dan ketonuria. Dari anamnesis
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan di atas, didapatkan gejala diabetes melitus: polidipsia,
pasien didiagnosis sebagai ketoasidosis poliuria, polifagia, nokturia, enuresis, dan anak
diabetik pada diabetes melitus tipe 1. Tata lemah (malaise); riwayat penurunan berat
laksana yang diberikan antara lainloading NaCl badan dalam beberapa waktu terakhir yang
0,9% 800 cc dalam 1 jam, dilanjutkan rumatan tidak dapat dijelaskan sebabnya. Selain itu,
3800 cc /48 jam. Selain itu, juga diberikan juga dapat ditemukan nyeri perut, mual,
O2nasal kanul 3 lpm, reguler insulin 4 IU/jam muntah tanpa diare, jamur mulut atau jamur
drip IV, RI 10 IU SC untuk koreksi tambahan, pada alat kelamin, dan keputihan, dehidrasi,
dan sefotaksim 3x1g. Progonis pasien yaitu d hiperpnea, napas berbau aseton, syok dengan
vitambonam, d fungsionambonam, dan ad atau tanpa koma.Dicurigai KAD apabila
sanasionamdubia ad bonam. ditemukan dehidrasi berat namun masih terjadi
(2,5,6)
poliuria. Pada pemeriksaan fisis pasien
DISKUSI dengan KAD, dapat ditemui gejala asidosis,
Ketoasidosis diabetik (KAD) dehidrasi dengan atau tanpa syok; pernapasan
merupakan keadaan akhir pada kelainan Kussmaul (pada kasus yang berat dapatterjadi
metabolik akibat defisiensi insulin berat. KAD depresi napas); mual, muntah, dan sakit perut
juga dapat terjadi akibat gangguan efektivitas seperti akut abdomen; penurunan kesadaran
kerja insulin, misalnya pada keadaan stres, hingga koma; demam; napas berbau aseton;
(2,5,6)
ketika terjadi sekresi hormon counter- sertapeningkatan produksi urin.
regulatory yang menghambat kerja insulin. ada kasus pasien ini, diagnosis diabetes
Kejadian KAD pada anak dengan melitus tipe 1 dengan riwayat KAD ditegakkan
diabetesawitan baru sekitar 20-40%. Selain berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
itu, terjadi pada anak yang tidak menggunakan dan pemeriksaan penunjang. Pasien adalah
insulin sesuai dosis(kekurangan) dan pada seorang anak perempuan usia 14 tahun yang
anak dengan penyakit yang tidak teratasi. dibawa ke rumah sakit dengan keluhan lemas
KAD dapat diklasifikasikan menjadiringan, yang semakin memberat sejak satu minggu
sedang, berat. Pada KAD, terjadi ketonuria SMRS. Gejala yang dialami pasien sesuai
berat, peningkatan anion gap, penurunan dengan gejala klinis KAD. Pasien tidak
bikarbonat serum(atau TCO2) dan pH, serta memiliki riwayat klinis DM, tetapi dari data
peningkatan osmolaritas serum, yang epidemiologi KAD terjadipada 20-40% kasus
(1-6)
menandakan dehidrasi hipertonik. DM awitan baru. Pasien juga mengeluhkan
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) polidipsia, puliuria, nokturia, malaise, dan
2010, diagnosis KAD ditegakkan apabila penurunan berat badan, yang merupakan
terdapat hiperglikemia, bila kadar gula darah gejala khas DM. Pasien ini juga mengeluhkan
>11mmol/L (sekitar 200mg/dL); pH darah vena nyeri perut, mual, dan muntah tanpa diare,
(1-6)
<7,3, atau bikarbonat <15 mmol/L; serta yang menyokong diagnosis DM.

64
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
Pada pemeriksaan fisis, didapat tanda- Selain itu, aspek lain yang belum dilakukan
tanda dehidrasi disertai pola pernapasan pada pasien ini adalah pemantauan
Kussmaul, yang khas untuk KAD. Dari keberhasilan terapi dari segi ketosis.
pemeriksaan penunjang didapatkan gula darah Seharusnya, pasien diperiksa apakah masih
sewaktu berdasarkan glukometer “high”, terdapat keton pada urinnya. Diharapkan
dengan pemeriksaan darah vena didapatkan sudah tidak ditemukan keton pada urin. Di
GDS 1.228 mg/dL; pH 7,139; bikarbonat 4,6 samping itu, juga terdapat tanda-tanda bahaya
mmol/L; keton darah 4,4 mmol/L; dan keton yang perlu diperhatikan, antara lain dehidrasi
urin 2+. Dari hasil anamnesis,pemeriksaan berat dan renjatan, asidosis berat dan serum K
fisis, dan penunjang, kami yang rendah, hipernatremia, hiponatremia,
menegakkandiagnosis ketoasidosis sertapenurunan kesadaran saat pemberian
(2,5,6)
diabetik. terapi yang menunjukkan adanya edema
(2)
atalaksana ketoasidosis diabetik pada pasien serebri. Oleh karena itu, dalam mengelola
diberikan sesuai protokol IDAI. Tatalaksana KAD, diagnosis, tatalaksana, dan pemantauan
untuk pasien terdiri dari terapi cairan, insulin, harus dilakukan secara komprehensif dan
dan elektrolit. Kebutuhan cairan untuk pasien sesuai protokol, agar dapat dicapai kualitas
pada kasus ini, sesuai dengan protokol IDAI, hidup pasien yang lebih baik.
yaitu 20 cc/kgBB untuk satu jam pertama,
dilanjutkan dengan rumatan. Insulin diberikan SIMPULAN
juga masih dalam batas sesuai protokol, yaitu Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
2-4 U/jam. Setelah melakukan penghitungan disimpulkan bahwa kunci dari manajemen KAD
kadar natrium terkoreksi, ternyata pasien tidak adalah diagnosis, tatalaksana, dan
memerlukan koreksi. Pada kasus ini, tidak pemantauan yang baik. Diagnosis harus
diberikan koreksi kalium karena diharapkan dilakukan secaratepat. Tatalaksana harus
asupan oral pasien dapat mencukupi. Hal ini mencakup terapi cairan, insulin, koreksi
tidak sesuai dengan protokol, dan ternyata gangguan elektrolit, pemantauan, dan
pasien selama perawatan mengalami penanganan infeksi. Kasus di atas dapat
hipokalemia sehingga dikoreksi secara menjadi pelajaran dalam mengelola KAD,
parenteral. Dengan tatalaksana di atas, pasien misalnya bahwa koreksi kaliumharus diberikan
mengalami perbaikan secara klinis. sejak awal resusitasi agar tidak menimbulkan
Seharusnya, diberikan kalium sejak awal hipokalemia di kemudian hari. Pemantauan
resusitasi, dengan dosis 5 mEq/kgBB/hari, yang baik juga dapat membantu mengenali
dengan konsentrasi 20-40 mEq/L, kecepatan gangguan elektrolit ini secara lebih dini.
2
≤0,5 mEq/kg/jam. Pengontrolan gula darah
yang optimal dilakukan secara titrasi insulin, DAFTAR PUSTAKA
hingga dicapai kadar yang sesuai untuk 1. Alemzadeh R, Wyatt DT. Type 1
pasien, tanpa mengakibatkan hiperglikemia. diabetes mellitus. Dalam: Behrman RE,

65
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
Kliegman RM, Jenson. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:Saunders
Elsevier. 2003. h.1948-67.
2. Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan
AB, Aditiawati, Soenggoro EP, Faizi M, et al.
Ketoasidosis diabetik. Dalam:Pudjiadi AH,
Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra
EP, Harmoniati ED. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2010.h.165-9.
3. Alemzadeh R, Wyatt DT. Diabetes
mellitus-introduction and classification. Dalam:
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Philadelphia:Saunders Elsevier. 2011. h.1947-
8.
4. Norris AW, Wolfsdorf JI. Diabetes
mellitus. Dalam: Brook CGD, Clayton PE,
Brown RS. Brook’s clinical pediatric
endocrinology. Edisi ke-6. West Sussex:
Blackwell Publishing Limited. 2009. h.458-99.
5. Wolfsdorf J, Glaser NG, Sperling MA.
Diabetic ketoacidosis in infants, children, and
adolescents-a consensus statement from the
american diabetes association. Diabetes Care
2006 May;29(5):1150-6.
6. Wolfsdorf J, Craig ME, Daneman D,
DungerDm Edge J, Lee W, et al. ISPAD
clinical practice consensus guidelines 2009
compendium-diabetic ketoacidosis in children
and adolescents with diabetes. Pediatric
Diabetes 2009; 10(Suppl. 12):118-33.

66
65
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013
65
J I M K I │Vol. II Ed.1│Juli-Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai