Anda di halaman 1dari 8

NAMA : SELVI CHRISTINA SITUMEANG

NPM : B1A020092

KELAS : B

1. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi


Pemerintahan, kewenangan absolut PTUN mengalami perluasan.Berdasarkan UU PTUN,
kewenangan atau kompetensi absolut PTUN terbatas menangani sengketa yang obyeknya
KTUN yang tertulis. Lebih detailnya, KTUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 UU
No. 5 Tahun 1986 yang telahdiubah dalam Pasal 1 angka 9 UU No.51 Tahun 2009 adalah
sebagai berikut :

KTUN adalah suatu penetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi
tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.

Berdasarkan ketentuan tersebut dahulu hanya sebatas keputusan tata usaha negara
pemerintah dalam bentuk tertulis dan bersifat Individual yang bisa digugat, sehingga
keputusan pemerintah yang berlaku umum ataupun tindakan pemerintah tidak dapat
digugat karena bukan kewenangan PTUN.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014i, Keputusan Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 harus dimaknai sebagai:

a. penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual;

Artinya Pejabat tata Usaha Negara dapat dikatakan telah mengeluarkan sebuah penetapan
tidak hanya sekedar dilihat dari adanya tindakan hukum (recht handelingen) dalam
bentuknya terbitnya sebuah beschikking akan tetapi penetepan juga dimaknai dalam bentuk
dan atau tindakan faktual (feitelijke handelingen). Secara teoritis feitelijke handelingen
selama ini dipahami bukan bagian dari tindakan hukum pemerintah namun merupakan
tindakan faktual/nyata yang dilakukan tanpa atau memiliki dasar hukum. Dahulu di undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986, perbuatan pemerintah juga melakukan pelanggaran,
walaupun ada ada tindakan nyata yang tidak dimaksudkan menimbulkan akibat hukum dan
dulunya tindakan nyata di gugat di peradilan umum.

b. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;

Jadi dilihat dulu apa keputusan itu berkaitan dengan pemerintah yang bersifat eksekusi.
Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif,
yudikatif yang dimaksud adalah ruang lingkup pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam
Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ini meliputi semua
aktivitas badan dan/atau pejabat pemerintahan yang menyelenggarakan fungsi
pemerintahan dalam lingkup lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif.

l c. berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB;

artinya Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan administrasi


pemerintahansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan
pemerintah dan Asas Umum Pemerintah yang Baik. Maka dari itu Pejabat
Pemerintahmemiliki kewajiban membuat Keputusan/tindakan sesuai dengan
kewenangannya, mematuhi AAUPB dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, Mematuhi persyaratan dan prosedur pembuatan keputusan tindakan, mematuhi
undang-undang ini dalam menggunakan diskresi, memberikan bantuan kedinasan kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan untuk melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan tertentu, memberikan kesempatan kepada warga
masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat keputusan/tindakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memberitahukan kepada warga
masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan/Tindakan yang menimbulkan kerugian paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Keputusan/tindakan ditetapkan dan/atau
dilakukan.

d. bersifat final dalam arti lebih luas;

Bersifat final dalam arti lebih luas mencakup keputusan yang diambil alih oleh atasan
pejabat yang berwenang yang menetapkan keputusan yang terdiri dari (a) Pencabutan,
keputusan hanya dapat dilakukan pencabutan apabila terdapat cacat wewenang, prosedur
dan subtansi maka keputusan pencabutan tersebut dapat dilakukan oleh Atasan Pejabat
yang menetapkan keputusan. (b) Penundaan, keputusan yang sudah ditetapkan tidak dapat
ditunda pelaksanaannya maka penundaan keputusan tersebut dapat dilakukan oleh Atasan
Pejabat. (c) Pembatalan, keputusan hanya dapat dilakukan pembatalan apabila terdapat
cacat wewenang, prosedur dan subtansi maka Keputusan pembatalan tersebut dapat
dilakukan oleh Atasan Pejabat yang menetapkan keputusan.

e. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau

Artinya tidak harus kelihatan kerugiannya sekarang, bisa saja kerugian itu baru terlihat
kerugiannya sekarang, contohnya seperti keputusan yang berkaitan dengan isu lingkungan
dan tentu potensi kerugiannya baru dapat dilihat beberapa waktu kemudia tidak langsung
ketika keputusan dikeluarkan.

f. Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat


Keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat. Klausul ini menambah makna baru dari
Individual dalam kriteria sebuah keputusan Tata Usaha Negara, dan memperluas peluang
legal standing warga masyarakat atau kelompok dalam mengajukan gugatan di Pengadilan
Tata Usaha Negara. Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan, yangmenyatakan bahwa “Warga masyarakat adalah seseorang
atau badan hukum perdata yang terkait dengan Keputusan dan/atau Tindaka. "

2. Dulu, Objek dari sengketa tata usaha Negara tertulis di dalam pasal 1 angka 4 undang-
undang Nomor 5 tahun 19686. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;.

Tapi dengan berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 objek sengketa TUN
mengalami perluasan bukan hanya Keputusan pemerintah saja tapi tidakkan nyata dari
pemerintah juga merupakan objek sengketa TUN.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Objek Sengketa Tata Usaha Negara adalah :

1. KTUN

2 Tindakan Faktual

KTUN diatur dalam pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009, berikut
karakteristik KTUN dikaitkan dengan kasus gugatan kelompok 3.

-KTUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan /pejabat Tata usaha
Negara (tetapi bisa juga yang tidak tertulis menjadi keputusan)

Dimana Keputusan ditetapkan secara tertulis melalui Surat Keputusan Gubernur Banten
Nomor 821.2/ KEP.211-BKD/2021 tentang Pemberhentian Sementara pada tanggal 23
Novemberr 2021 dan dikeluarkan oleh Gubernur Provinsi Banten sebagai perjabat Tata
Usaha Negaranya.

-yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan

KTUN yang dikeluarkan Gubernur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang


berlaku. Seperti Undang-undang ASN dan undang administrasi pemerintahan.

- yang bersifat konkret, individual, dan final


a. Bahwa objek gugatan adalah berupa suatu penetapan tertulis (beschikking).

b. Bahwa objek gugatan dikeluarkan oleh Tergugat dalam kapasitasnya sebagai Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara, sehingga dengan demikian Tergugat merupakan Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana ditentukan oleh Pasal 1 angka 2 UU PTUN.

c. Bahwa objek gugatan telah bersifat Konkrit, Individual dan Final sebagaimana
ditentukan menurut Pasal 1 angka 3 UUPTUN, dengan alasan :

Bersifat Konkrit, karena objek yang diputuskan dalam keputusan itu itu tidak abstrak
tetapi berwujud tertentu atau dapat di tentukan.Bahwa Kepetutusan objek sengketa
berwujud Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri Sipil Atas Nama Dr. Al Muktabar, M.Sc
yang berikabat penggungat kehilangan kedudukannya sebagai Sekretaris Daerah Provinsi
Banten, serta penggugat tidak menerima gaji yang merupakan sumber pendapatan bagi
penggugat.

Bersifat Individual, bahwa yang dimaksud bersifat individual adalah bahwa


Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak di tujukan untuk umum tetapi ditujukan kepada
orang atau Badan hukum tertentu dengan nama,tempat tinggal, dan hal yang dituju. Bahwa
objek sengketa terang dan tertulis : Tentang Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri Sipil
Atas Nama Dr. Al Muktabar, M.Sc sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Banten, NIP :
196506121991021001, Pangkat/Golongan Penata IV/d. Bahwa objek sengketa aquo bersifat
individual, karena tisdak ditujukan kepada umum melainkan secara tegas ditujukan kepada
Al Muktabar sebagai individu dalam sekretaris daerah provinsi Banten.

Bersifat Final, bahwa yang dimaksud bersifat final artinya keputusan objek sengketa
bersifat definitive yang tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi
lain yang sudah menimbulkan akibat hukum. Bahwa keputusan objek sengketa tidak
memerlukan persetujuan atasan atau instansi lain lagi dan berlaku terhitung sejak tanggal
23 November 2021 tidak berstatus sebagai sekretaris daerah provinsi Banten dan sudah
tidak menerima gaji dan tunjangan selaku sekretaris daerah provinsi Banten lagi. Bahwa
dengan demikian maka keputusan objek sengketa sudah bersifat final.

- yang menimbulkan akibat hukim

Menimbulkan akibat hukum, hilangnya status sekretaris dari Al Muktabar.

-bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Orang yang ditujua adalah Al Muktara selaku sekretaris daerah Provinsi Banten.
3. -Permohonan : Mengenai ketentuan dalam pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014

di atas, Pemohon adalah pihak yang permohonannya dianggap dikabulkan secara hukum
akibat tidak ditetapkannya keputusan atau tidak dilakukannya tindakan oleh badan
dan/atau pejabat pemerintahan dan karenanya mengajukan Permohonan kepada
Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang untuk mendapatkan putusan atas
penerimaan permohonan (Pasal 1 angka 2). perbedoman dalam Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Pedoman Beracara Untuk Memperoleh Putusan Atas
Penerimanan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan Atau
PejabatPemerintahan

-Gugatan : pada pasal 55 Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1986 dinyatakan bahwa
tenggang waktu mengajukan gugatan ada 90 hari, tetapi sejak dikeluarkannya PERMA
Nomor 6 Tahun 2018 sebelum mengajukan gugatan Ke PTUN harus melakukan upaya
administrasi kepada badan /pejabat Tata Usaha Negara yang sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 pasal 53. Seorang atau badan Hukum perdata mengajukan keberatan
di dalam waktu 21 hari kepada pejabat dan pejabat tata usaha negara harus mengeluarkan
keputusan dari permohonan. Jika pejabat tetap diam maka keputusan dipanggang diterima
(fiktif positif).

4. Banding adalah salah satu upaya hukum yang biasa. Banding sering juga disebut dengan
istilah "ulangan pemeriksaan" yang berasal dari bahasa latin apellare. Arti banding yaitu
merupakan pemeriksaan dalam tingkat kedua oleh sebuah pengadilan atasan yang
mengulangi seluruh pemeriksaan, baik yang mengenai fakta-faktanya, maupun mengenai
penerapan hukum atau undang-undang.

Pasal 122 UU No. 5 Tahun 1986 menyebutkan: Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada
Pengadilan Tinggi TUN.

Permohonan banding harus diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang
khusus dikuasakan untuk itu kepada Ketua Pengadilan yang menjatuhkan putusan tersebut
dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan pengadilan itu diberitahukan kepadanya
secara sah (lihat Pasal 123 ayat 1). Apabila permohonan banding itu diajukan oleh seorang
kuasa, maka perlu diperhatikan, bahwa permohonan tersebut harus dilampiri surat kuasa
khusus, artinya bukan suart kuasa yang pernah digunakan pada waktu berproses ditingkat
pengadilan pertama.
Dalam tingkat banding para pihak juga berwenang mengajukan hal-halyang disengketakan
yang oleh hakim pertama tidak disinggung dalam putusan akhir. Jalannya proses dalam
tingkat banding pada dasarnya serupa dengan yang dilakukan oleh Hakim pertama. Kalau
dianggap perlu Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sendiri. Ucapan putusan juga harus dilakukan di dalam sidang yang terbuka untuk
umum.

Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat menguatkan putusan Hakim pertama,
baik dengan jalan memperbaiki atau mengoper seluruh atau sebagian pertimbangannya,
maupun dengan jalan membatalkan untuk seluruhnya atau sebagian dari putusan hakim
pertama dengan mengadili sendiri seperti kalau ia duduk sebagai Hakim pertama. Dalam hal
dianggapnya Hakim pertama telah keliru menyatakan gugatan itu tidak diterima, maka
setelah putusan hakim pertama itu dibatalkan, Pengadilan Tinggi akan memerintahkan
perkara tersebut diperiksa dan diputus kembali oleh Hakim pertama tersebut. Alasannya
adalah agar para pihak itu jangan sampai kehilangan suatu instansi. Kecuali dalam hal
perkara yang bersangkutan itu tidak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, misalnya pokok
gugatannya jelas tidak masuk wewenang PTUN, dan para pihak tidak meminta agar perkara
itu dikembalikan ke Hakim pertama, maka perintah pengembalian semacam itu tidak akan
terjadi. Permohonan banding itu dapat dicabut oleh pemohon selama hal itu belum diputus.
Jika permohonan itu dicabut, maka ia tidak boleh mengajukan lagi walaupun jangka waktu
untuk mengajukan banding belum lampau. Demikian pulah bila salah satu pihak telah
menerima putusan pengadilan Tata usaha negara, maka yang bersangkutan tidak dapat
mencabut kembali pernyataannya, walaupun jangka waktu untuk mengajukan banding
belum habis.

Pasal 21 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa:

1) Terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3)dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara wajib memutus permohonan banding sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan
banding diajukan.

Sedangkan permohonan pasal 21 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dapat mengajukan


banding paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan banding diajukan.
Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bersifat final dan mengikat. Pemohon dapat
mengajukan banding terhadap putusan pengadilan kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara. Permohonan banding diajukan melalui kepaniteraan pengadilan yang memutus
permohonan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kelender dihitung keesokan hari
setelah putusan diucapkan. Dalam hal pihak yang bersangkutan tidak hadir pada saat
pengucapan putusan, tenggang waktu pengajuan banding dihitung setelah pemberitahuan
amar putusan dikirimkan. Apabila hari keempat belas jatuh pada hari libur, penentuan hari
keempat belas jatuh pada hari kerja berikutnya. Dalam hal Permohonan banding diajukan
melapaui tenggang waktu), dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetaapan Ketua
Pengadilan dan berkas perkara tidak dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Dalam permohonan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, tidak mengenai upaya
banding sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 Peraturan Mahkamah Agung Nomor
8 Tahun 2017.

5. Asas keaktifan hakim dalam PTUN memberikan kesempatan kepada hakim untuk dapat
memeriksa keputusan tata usaha negara yang menjadi obyek sengketa secara lengkap
berdasarkan pada syarat materiil dan formilnya. untuk mengimbangi kedudukan para pihak
dikarnakan Tergugat adalah Pejabat Tata Usaha Negara, sedangkan Penggugat adalah orang
atau badan hukum perdata. Penerapan asas ini antara lain terdapat dalam ketentuan Pasal
58, 63 ayat (1), Pasal 80, 85. Dalam proses pemeriksaan dengan Hukum Acara Tata Usaha
Negara . terlihat jelas bahwa hakim berperan aktif dalam menentukan dan memimpin
sidang sejak dari permulaan proses sampai akhir Bahkan sebelum proses dimulai, yaitu
tahap pemeriksaan persiapan guna melengkapi gugatan Penggugat vang kurang jelas
sebelum pemeriksaan pokok perkara, hakim telah berperan aktif dalam meminta penjelasan
kepada badan atau pejabat TUN yang bersangkutan, demi lengkapnya data yang diperlukan
untuk gugatan Untuk itu hakim dapat saja meminta KTUN yang disengketakan untuk dikirim
ke Pengadilan TUN (Pasal 56 ayat 1 dan Pasal 80 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986). Hakim
memiliki wewenang untuk memberikan penjelasan selayak layaknya kepada para pihak dan
memperingkatkan mereka mengenai upaya-upaya hukum dan alat-alat bukti yang dapat
digunakan supaya pemeriksaan dapat berjalan lancar baik dan teratur Penjelasan tersebut
antara lain materi gugatan, perubahan materi gugatan, alasan-alasan yang dijadikan dasar
gugatan, posita dan petitum untuk lebih jelas dan terang sebagaimana mestinya Perubahan
yang menjadi dasar tuntutan (petitum) Penggugat dan hak Tergugat untuk membantah
tidak akan terkurangi atau terdesak

Hakim berperan aktif dapat juga diartikan sebagai sikap hakim yang aktif dalam
memperoleh kebenaran materil berkaitan dengan hukum pembuktian Dalam hukum acara
TUN dianut asas pembuktian bebas terbatas. Di samping itu, asas ini juga dimaksudkan
untuk mengimbangi dan mangatasi kesulitan bagi pencari keadalian dalam hal ini adalah
orang atau badan hukum perdata umumnya masyarakat dalam mencari dan mendapatkan
informasi atau data yang diperlukan dari badan atau pejabat TUN untuk melengkapi
gugatannya. Hal ini mengingat bahwa kedudukan Penggugat terhadap badan atau pejabat
TUN Schagar Tergugat tidak sederajat atau berada dalam posisi yang lemah
Asas keaktifan hakim merupakan instrumen yang melepaskan hakim dari prinsip actors
incumbit probatio yang menjadi prinsip dasar hukum acara dalam peradilan umum (gewone
rechtpraak) meskipun tentu hakim masih terkait dengan prinsip iudex ne procedat ex officio.
kewenangan

hakim Peradilan TUN yang dilandasi asas ultra petita. juga melepaskan hakim dari prinsip
iudex non ultra petita.

peranan asas ini pada tahap pembuktian untuk melahirkan keyakinan hakim Dari hasil
analisis data dapat disimpulkan bahwa Asas keaktifan hakim dalam PTUN memberikan
kesempatan kepada hakim untuk dapat memeriksa keputusan tata usaha negara yang
menjadi obyek sengketa secara lengkap berdasarkan pada syarat materiil dan formilnya.

dasar hukumnya Asas ini telah dianut pada pasal 107 UU No 5 Tahun 2009 kemudian
dibatasi dengan ketentuan pasal UU No. 5 Tahun 2009 3. Asas hakim aktif (dominus Litis),
keaktifan hakim ditnujukkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak
seimbang.

Anda mungkin juga menyukai