Anda di halaman 1dari 205

YOS JOHAN UTAMA

PERADILAN TATA USAHA


NEGARA
a.Melakukan perbuatan materiil (Materiele daad/Feitelijke
Handeling)
(membuat selokan,memotong pohon) (ditangani peradilan
umum/PN) /ONRECHTMATIGE OVERHEIDS DAAD
b.Mengeluarkan peraturan (regeling)
(Perda Sampah,KTP, Iklan) (HUM- MARI)
c. Mengeluarkan keputusan (Beschikking)
(mengangkat Si A jadi pegawai,Si B dipecat) (PTUN)
 UU NO 5 TAHUN 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara
 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara
 Undang Undang No 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan
 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2
Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Beberapa Ketentuan Dalam Undangundang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
 Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 Tentang

Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno


Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016
Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan
 Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Negara

 Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang


timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
a. Berwenang mengadili perkara berupa gugatan dan
permohonan.
b. Berwenang mengadili perbuatan melanggar hukum
oleh pemerintah, yaitu perbuatan melanggar
hukum yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan
pemerintahan (Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan) yang biasa disebut dengan
onrechtmatige overheidsdaad (OOD).
c. Keputusan tata usaha negara yang sudah diperiksa
dan diputus melalui upaya banding administrasi
menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha
Negara.
 Setelah berlakunya UU No 30 tahun 2014 maka
PTUN juga berwenang menangani perkara
onrechtmatige overheidsdaad (feitelijke handeling)
 permohonan pelaksanaan dari fiktif positive
beshikking
 PTUN menangani paska upaya administrasi (tidak
lagi di PTTUN)
 SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
 PENANGANAN KEPUTUSAN FIKTIF POSITIF

(PERMA NO 5 TAHUN 2015)


 PENANGANAN PENGUJIAN PENYALAH

GUNAAN WEWENANG (PERMA NO 4 TAHUN


2015)
 PERMOHONAN GANTI RUGI TANPA BATAS
 PENANGANAN GUGATAN PASCA UPAYA

ADMINISTRATIF
OBYEK PTUN
 Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan
Hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
1. ORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA
2. PEJABAT ATAU BADAN TATA USAHA
NEGARA
3. KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG
MERUGIKAN
4. TINDAKAN MATERIIL TATA USAHA NEGARA
 KeputusanTata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara
berdasarkan peraturan per undang-undangan
yang berlaku, bersifat kongkret, individual,
dan final yang me nimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata;
A. Penetapan tertulis
B. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara
C. Berisi tindakan Hukum Tata usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
D. Bersifat konkret,individual,final
E. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata
a. penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan
faktual;
b. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha
Negara di lingkungan eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;
c. berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan
AUPB;
d. bersifat final dalam arti lebih luas;
e. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat
hukum; dan/atau
f. Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat
 Untuk kepentingan pembuktian, maka KTUN
selayaknya dalam bentuk tertulis
 Menitikberatkan sisi substansinya bukan

kepada bentuk formal keputusan tata usaha


negara
 Bentuk KTUN non formal bisa menjadi obyek

PTUN sepanjang memenuhi syarat-syarat


tertentu
 Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluar kannya;
 Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu
 Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa
yang di tetapkan di dalamnya jelas bersifat individual,
konkret dan final
 Serta menimbulkan suatu akibat hukum bagi
sese orang ataupun badan hukum perdata
 Keputusan TUN tidak tertulis yang bersifat
negatif dapat juga menjadi obyek PTUN,
apabila memenuhi syarat tertentu sebagai
mana diatur dalam Pasal 3 UU No 5 Tahun
1986 yo UU No 9 tahun 2004
a. Suatu badan yang tidak mengeluarkan keputusan yang
menjadi kewajibannya disamakan dengan telah membuat
keputusan
b. Apabila suatu badan tidak mengeluarkan keputusan padahal
jangka waktu yang ditentukan dalam per undangan tentang
permohonan itu sudah lewat, maka dianggap Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara itu telah menolak untuk
mengeluarkan keputusan yang dimaksud
c. Setelah lewat waktu dari jangka waktu yang ditentu kan
atau empat bulan sejak permohonan diajukan dan pejabat
atau Badan Tata Usaha Negara tersebut tidak mengeluarkan
keputusan, maka kepadanya dianggap telah mengeluarkan
keputusan penolakan.
(1) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau
Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan.
(3) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka
permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.
Ditangani melalui Peraturan Mahkamah Agung
RI No 5 tahun 2015 tentang pedoman beracara
untuk memperoleh putusan atas penerimaan
permohonan guna mendapatkan keputusan
dan/atau tindakan badan atau pejabat
pemerintahan
Pasal 1 angka 2 UU No 5 tahun 1986 :
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah
Badan atau Pejabat yang melaksanakan
urusan pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang- undangan yang berlaku
a.Badan atau Pejabat tata usaha negara yang
melaksanakan urusan pemerintahan
b.Berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
 Berdasar pada bunyi Pasal 1 angka 2 UU
PTUN,dapatlah disimpulkan bahwa dalam
PTUN yang dipentingkan dalam penentu an
apakah masuk dalam klasifikasi pe jabat atau
badan tata usaha negara ada lah terletak
dari apa yang diperbuat oleh pejabat atau
badan tata usaha negara tersebut, dan tidak
mendasarkan kepada jenis kekuasaan apa
yang diembannya
(kesalahan dalam menunjuk Tergugat berakibat gugatan salah
alamat, dan sangat fatal)

 Periksa Sumber kewenangan Pejabat yang


menandatangani Keputusan TUN yang
digugat tersebut:
 Sumber kewenangan terdiri
a. Atribusi
b. Delegasi
c. Mandat
 pemberian Kewenangan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 atau Undang-Undang
 Polisi dalam KUHAP mendapatkan atribusi

kewenangan di bidang penyidikan


a. diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau
Undang-Undang;
b. merupakan wewenang baru atau
sebelumnya tidak ada; dan
c. Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan
 Pelimpahan Kewenangan dari Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih
tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang lebih rendah dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat
beralih sepenuhnya kepada penerima
delegasi
 Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
memperoleh Wewenang melalui Delegasi
apabila:
a. diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
lainnya
b. ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah;
dan
c. merupakan Wewenang pelimpahan atau
sebelumnya telah ada
 PELIMPAHAN WEWENANG
 TIDAK DAPAT DIDELEGASIKAN LAGI KECUALI
DIATUR UNDANG UNDANG
 JIKA TIDAK EFEKTIF DELEGASI BISA DITARIK
 PEMBERI DELEGASI MASIH BOLEH
MENGGUNAKAN SENDIRI KEWENANGANNYA
 PEMBERI DELEGASI TIDAK MENCAMPURI
PELAKSANAAN TUGAS PENERIMA DELEGASI
 TANGGUNG JAWAB PADA PENERIMA DELEGASI
a. dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum
wewenang dilaksanakan;
b. dilakukan dalam lingkungan pemerintahan
itu sendiri; dan
c. diberikan kepada pejabat 1 (satu) tingkat di
bawahnya.
 pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang lebih rendah dengan tanggung jawab
dan tanggung gugat tetap berada pada
pemberi mandat
 Bukan pelimpahan wewenang lengkap
 Berlaku sementara
 Pemberi mandat dapat mencampuri pelaksanaan
tugas oleh penerima mandat/ mandat aris.
 Tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau
tindakan yang bersifat strategis yang berdampak
pada perubahan status hukum pada aspek
organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran
 Tanggungjawab pada pemberi mandat (biasanya
ditandatangani dengan tanda an,ub )
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
memperoleh Mandat, apabila:
a. ditugaskan oleh atasan pejabat kepada
bawahan; dan
b. merupakan pelaksanaan tugas rutin.
a. pelaksana harian yang melaksanakan tugas
rutin dari pejabat definitif yang berhalangan
sementara; dan
b. pelaksana tugas yang melaksanakan tugas
rutin dari pejabat definitif yang berhalangan
tetap.
Tidak semua tindakan tata usaha negara dapat dijadikan obyek
gugatan dalam PTUN. Ada beberapa pembatasan yang diatur
dalam PTUN, tentang tindakan tata usaha apa saja yang tidak
termasuk ke dalam wewenang PTUN.
Pembatasan yang dilakukan PTUN, terhadap tindak an
tata usaha negara yang tak dapat diajukan gugat di PTUN
adalah:
a. Termasuk keputusan tata usaha negara yang
diperkecualikan dalam Pasal 2 UU No 5 tahun 1986
b. Termasuk keputusan yang dibuat dalam kondisi
sesuai yang diatur dalam Pasal 49 UU No 5 tahun 1986
KEPUTUSAN TATA USAHA
NEGARA YANG BUKAN
MENJADI WEWENANG PTUN
A. perbuatan hukum perdata
B. pengaturan yang bersifat umum
C. masih memerlukan persetujuan
D. dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-
undangan lain yang bersifat hukum pidana;
E. dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
Peradilan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
F. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha
Tentara Nasional Indonesia
G. Keputusan Komisi Pemilihan Umum, baik di pusat
maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum
Pasal 49 UU No 5 tahun 1986
sebagai berikut:

a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya,


keadaan bencana alam atau keadaan luar
biasa yang membahayakan, berdasarkan
peraturan perundang- undangan yang ber
laku;
b. Dalam keadaan mendesak untuk ke
pentingan umum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
 Gugatan terhadap tata usaha TNI diajukan ke
PTUM (Peradilan Tata Usaha Militer)
 Penjelasan Pasal 1 ayat 3 UU No 5 Tahun
1986 diartikan sebagai berikut:
 Bersifat konkret, artinya obyek yang di
putuskan dalam Keputusan Tata Usaha
Negara itu tidak abstrak tetapi berwujud,
tertentu atau dapat ditentukan, umpama nya
keputusan mengenai rumah si A,izin usaha
bagi si B, pemberhentian si A se bagai
pegawai negeri.
 keputusan TUN memiliki sifat individual ,
dimaksudkan keputusan tersebut mem
punyai adressat hukum tertentu atau
khusus. Persona atau badan hukum yang
dituju dalam keputusan tersebut , harus
benar-benar jelas identitasnya.
 Keputusan tata usaha negara yang ber
sifat final, artinya Keputusan tata usaha
negara tersebut , sudah tidak memerlukan
persetujuan lagi. Sehingga sudah dapat
dilaksanakan , oleh pejabat yang menerbit
kannya.
 Konkret-Individual (contoh: keputusan izin
mendirikan bangunan, dsb).
 Abstrak-Individual (contoh: keputusan
tentang syarat-syarat pemberian perizinan,
dsb).
 Konkret-Umum (contoh: keputusan tentang
penetapan upah minimum regional, dsb).
a. Keputusan tata usaha negara yang ber-
sifat positip dan keputusan yang bersifat
negatif.
b. Ketetapan deklaratoir
c. Ketetapan kilat
a. Suatu pernyataan tidak berwenang
(onbevoegdheid)
b.Pernyataan tidak diterima (Niet ontvangkelijk
verklaring)
c. Suatu penolakan
 Kabupaten Bedoldeso, mengadakan pengadaan
barang jasa Jembatan senilai 5 milyar Rupiah melalui
proses tender umum, dan pemenangnya CV Katrok,
kemudian dibuatlah SPK antara Kabupaten dan CV
katrok, serta dibayarkan UMK. CV Katrok
melaksanakan pembuatan jembatan, tetapi ternyata
peralatan yang digunakan tidak memadai, sehingga
Bupati khawatir jembatan tidak jadi pada waktunya
dan negara akan dirugikan, untuk itu Bupati
kemudian menerbitkan Keputusan Bupati No
01/PHK/2008 yang membatalkan SPK yang ada.
 Apakah CV Katrok dapat menggugat melalui PTUN ?
 JELASKAN PENDAPAT SAUDARA
KASUS I KASUS II

HM NO 5 LETER C NO 12

HM NO 1 LC NO 5
SUBYEK PTUN
1.Subyek Penggugat
point d’interet,point d’action
2. Subyek Tergugat

ketentuan Pasal 53 UU No 5 Tahun 1986 yang


berbunyi:
Seseorang atau badan hukum perdata yang
merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara dapat.......dsl
 Pasal 1 ayat 6 UU No 5 Tahun 1986 tentang
PTUN yang menyebutkannya sebagai berikut:
 Tergugat adalah badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya
atau yang dilimpahkan kepadanya, yang
digugat oleh orang atau badan hukum
perdata
 Tanah milik Universitas Diponegoro di Kecamat an
Tembalang (sertpikat HM No 4/1982), ternyata
diduduki oleh PT WK untuk perumahan mewah.Saat
ditelusuri PT WK ternyata mem punyai sertipikat
HM (Sertipikat HM No 5 /1988) hasil transaksi jual
beli dengan Paidi pemilik tanah. Paidi ini adalah
ahli waris Paidu yang pernah menjual tanah yang
sama dengan UNDIP. Paidu meninggal tahun 1985
 Apakah Undip dapat mengajukan gugat di PTUN
untuk membatalkan sertipikat HM milik PT WK
tersebut ? JELASKAN !
Gugatan tidak diterima
PENDAFTARAN

RAPAT UPAYA PERLAWANAN


PERMUSYAWARATAN
(DISMISSAL PROCESS)

PEMERIKSAAN PERSIAPAN Gugatan tidak diterima

SIDANG UTAMA 1.PEMBACAAN GUGATAN


2.JAWABAN TERGUGAT
BANDING 3.REPLIK PENGGUGAT
4.DUPLIK TERGUGAT
5.PEMBUKTIAN PENGGUGAT
KASASI 6.PEMBUKTIAN TERGUGAT
7.KESIMPULAN
PENINJAUAN KEMBALI 8.PUTUSAN
Pasal 56 UU PTUN sebagai berikut:
(1)Gugatan harus memuat:
a. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan
pekerjaan peng gugat atau kuasanya
b. Nama jabatan, tempat kedudukan TERGUGAT
c. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk
diputus kan oleh pengadilan;
(2)Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh
seorang kuasa penggugat , maka gugatan
harus disertai surat kuasa yang sah
(3)Gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan
Tata Usaha negara yang disengketakan oleh
Penggugat.
 Pemberian kuasa dapat dilakukan dengan surat
kuasa khusus atau dapat dilakukan secara lisan
di persidangan.
 Surat kuasa yang dibuat di luar negeri bentuknya

harus memenuhi persyaratan di negara yang


bersangkutan dan diketahui oleh Perwakilan
Republik Indonesia di negara tersebut, serta
kemudian diterjemaahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh penerjemah resmi.
 Surat Kuasa harus bersifat khusus dan menurut
Undang-undang harus dicantumkan dengan jelas
bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk
keperluan tertentu
 Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut telah
disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula
pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi,
maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah
berlaku hingga pemeriksaan dalam kasasi, tanpa
diperlukan suatu surat khusus yang baru
LAW OFFICE
JACKSON MARPAUNG, SH & PARTNERS
THAMRIN SQUARE, Building 4th Floor Room 12
Jl. M.H. Thamrin No. 24 Jakarta 50231 INDONESIA
Telephone : (021) 8318274 Ext. 1234 Fax : (021) 8318274
E-mail : jacksonmp@indo.net.id
No : 0312/AM/SG/II/2004
Hal : Gugatan Pembatalan Surat Keputusan Dekan Fakultas Kedokteran UNDIP
No. 0009/PT09 H1 FK/A/04
Kepada Yang Terhormat.
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
Jl. Abdurahman Saleh
Semarang
Dengan hormat,
Untuk dan atas nama ONNY SURATMAN, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
WNI, bertempat tinggal di Perumahan Graha Candi No. 11 Semarang, perkenankanlah kami:
JACKSON MARPAUNG, SH.,BUDI KALIGIS, SH.WNI, advokat yang berkantor di THAMRIN
SQUARE, Building 4th Floor Room 12 Jl. M.H. Thamrin No. 24 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tertanggal 17 September 2004 (terlampir), mengajukan gugatan pembatalan Surat Keputusan
Dekan Fakultas Kedokteran Undip No. 0009/PT09 H1 FK/A/04, serta membela perkaranya di
Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang dan untuk kemudahan, mohon disebut sebagai
PENGGUGAT;
Bahwa PENGGUGAT hendak mengajukan gugatan terhadap :
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO, berkedudukan di Kantor
Dekanat Fakultas Kedokteran UNDIP, Jl.Dr Sutomo Semarangt, untuk kemudahan selanjutnya mohon
disebut sebagai TERGUGAT;
Pasal 53 ayat 2 UU No 9 tahun 2004 sebagai
berikut:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat
itu bertentangan dengan per aturan
perundang- undangan yang berlaku;
b.Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat
itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik;
 Bertentangan sisi materiil/substansial;
 Bertentangan sisi formal/prosedural;
 Dibuat oleh pejabat yang tidak berwenang;
a. masa atau tenggang waktu wewenang;
b. wilayah atau daerah berlakunya wewenang;
dan
c. cakupan bidang atau materi wewenang.
a. larangan melampaui wewenang;
b. larangan mencampuradukkan wewenang;
dan/atau
c. larangan bertindak sewenang-wenang
a. melampaui masa jabatan atau batas
waktu berlakunya wewenang;
b. melampaui batas wilayah berlakunya
wewenang; dan/atau
c. bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
a. diluar substansi atau materi wewenang yang
diberikan; dan/atau
b. bertentangan dengan tujuan wewenang
diberikan.
a. tanpa dasar kewenangan; dan/atau.
b. bertentangan dengan putusan pengadilan
yang berkekuatan tetap;
 Tidak berwenang dari segi materi
(onbevoegdheids ratione materiae)
 Tidak berwenang dari segi tempat

(onbevoegdheids ratione loci)


 Tidak berwenang dari segi waktu

(onbevoegdheids ratione temporis)


- kepastian hukum
- tertib penyelenggaraan negara
- keterbukaan
- proporsionalitas
- profesionalitas
- akuntabilitas
Asas-asas umum
pemerintahan yang baik ini meliputi

“Asas kepastian hukum”


adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan,kepatutan, dan keadilan dalam
setiap kebijakan Penyelenggara Negara.

“Asas tertib penyelenggaraan Negara”


adalah asas yang menjadi landasan keter aturan keserasian, dan
keseimbangan dalam pe ngendalian penyelenggaraan negara.

“Asas Kepentingan umum”


adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

“Asas Keterbukaan”
adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar,jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaran negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
“Asas Proporsionalitas”
 adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban Penyelenggara Negara
“Asas Profesionalitas”
 adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
“Asas Akuntabilitas”
 adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat
pertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
 Bagi hakim sebagai dasar untuk menguji dan
membatalkan Keputusan TUN yang digugat
(toetsingsgronden)

 Bagi Tergugat (Badan/Pejabat TUN) sebagai


pedoman dalam menemukan atau
menentukan hukum yang dipakai di dalam
perbuatan pemerintah (bestuurnormen)

 Bagi Penggugat sebagai alasan untuk


mengajukan gugatan (beroepsgronden)
a. kelancaran penyelenggaraan pemerintahan;
b. mengisi kekosongan hukum;
c. memberikan kepastian hukum; dan
d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam
keadaan tertentu guna kemanfaatan dan
kepentingan umum
a. pengambilan Keputusan atau Tindakan berdasarkan
peraturan perundangundangan yang memberikan suatu
pilihan Keputusan dan/atau Tindakan;
b. pengambilan Keputusan atau Tindakan karena peraturan
perundangundangan tidak ada;
c. pengambilan Keputusan atau Tindakan karena peraturan
perundangundangan tidak jelas; dan
d. pengambilan Keputusan atau Tindakan karena adanya
stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.
a. tujuan Diskresi
b. ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. AUPB;
d. berdasarkan alasan-alasan yang obyektif;
e. tidak menimbulkan konflik kepentingan; dan
f. dilakukan dengan itikad baik
 Terbatas hanya kepada tuntutan, agar
keputusan tata usaha negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau
tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi dan atau direhabilitasi
 menurut Peraturan Pemerintah No 43 tahun
1991 adalah minimal sejumlah Rp
250.000,- (dua ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
dan maksimal sejumlah Rp 5.000.000 (Lima
Juta Rupiah).
 Khusus untuk kompensasi akibat tidak dapat
terlaksananya putusan PTUN di bidang ke
pegawaian, nilainya ditentukan minimal Rp
100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling
banyak Rp 2000.000,- (Dua Juta Rupiah)
 Beracara secara Cuma-Cuma
 Penangguhan/penundaan KTUN yang

disengketakan
 Beracara secara cepat
CONTOH PETITUM
Pasal 60
(1) Penggugat dapat mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan
untuk bersengeketa dengan cuma-cuma.
(2) Permohonan diajukan pada waktu
penggugat mengajukan gugatannya disertai
dengan surat keterangan tidak mampu dari
kepala desa atau lurah di tempat kediaman
pemohon.
(3) Dalam keterangan tersebut harus
dinyatakan bahwa pemohon itu betul-betul
tidak mampu membayar biaya perkara.
 PTUN menganut azas Presumptio iustae causa/
het vermoeden van rechtmatigheid (artinya setiap
keputusan yang di sengketakan , harus
dianggap sah dan dapat dilaksanakan walaupun
terdapat gugatan atas keputusan tersebut).
 Dalam hal terjadi suatu kondisi yang memaksa,
terkadang Penggugat menghendaki adanya
penundaan pelaksanaan keputusan Tata Usaha
Negara yang dipersengketakan, sampai ada
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
Menurut Pasal 99 UU PTUN:
 Diperiksa hakim tunggal;
 Tenggang waktu untuk jawaban dan

pembuktian bagi kedua belah pihakmasing-


masing ditentukan tidak melebihi 14 hari;
 Tanpa melalui prosedur pemeriksaan

persiapan;
Pasal 67 UU PTUN sebagai berikut:
a.Dapat dikabulkan hanya apabila terdapat ke adaan
yang sangat mendesak yang mengakibatkan
kepentingan penggugat sangat dirugikan jika
Keputusan tata Usaha Negara yang digugat itu tetap
dilaksanakan;
b.Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum
dalam rangka pembangunan meng haruskan
dilaksanakannya keputusan tersebut.
 Pasal 55 UU No 5 tahun 1986 yo UU No 9
Tahun 2004 yang menyatakan batas 90
(sembilan puluh) hari sejak saat
diterimanya atau diumumkannya ke putusan
yang disengketakan.
 TEORI PENERIMAAN
(ONTVANG THEORY)
 TEORI PENGIRIMAN

(VERZEND THEORY)
 TEORI PENGETAHUAN
Pasal 54 UU No 5 tahun 1986 sebagai berikut:
(1)Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang ber
wenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat.
(2) Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum pengadilan, gugatan
diajukan ke pada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
(3) Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum
peng adilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat
untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
(4) Dalam hal - hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara
yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan
dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah
hukumnya meliputi tempat ke diaman penggugat.
(5)Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri,
gugat an diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
(6)Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar
negeri, gugat an diajukan kepada pengadilan di tempat kedudukan tergugat.
RAPAT
PERMUSYAWARATAN
 PEMERIKSAAN ADMINISTRASI
 DILAKUKAN OLEH KETUA PTUN
 DASAR HUKUMNYA PASAL 62 UU NO 5 TH

1986
 Disebut sebagai Dismissal Process
 Ketua PTUN memeriksa dan memutus
dengan suatu penetapan , apakah surat
gugat yang di masukkan telah memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan perundang-
undangan.
 Jika tidak memenuhi persyaratan yang
diatur dalam UU No 5 tahun 1986 , maka
gugatan dapat dinyatakan TIDAK DITERIMA.
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak
termasuk dalam wewenang pengadilan;
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh Penggugat
sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan;
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan kepada
alasan - alasan yang layak;
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya
sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah
lewat waktunya
 Terhadap putusan Ketua Pengadilan TUN tersebut,
Penggugat dapat melakukan upaya perlawanan.
Upaya ini diajukan paling lambat 14 (empat belas )
hari, sejak putusan dibacakan .
 Upaya perlawanan ini kemudian disidangkan, dan
apa bila hasil upaya perlawanan ini menyatakan
perlawan an diterima, maka dengan sendirinya
putusan Ketua PTUN gugur. Sebaliknya apabila
dalam upaya per lawanan ternyata perlawanan
ditolak, maka Penggugat tidak ada upaya hukum lagi
Pasal 62 ayat 3 huruf a UU No 5 tahun 1986
 PERMOHONAN BERACARA SECARA CUMA-
CUMA
 PERMOHONAN BERACARA SECARA CEPAT
 PERMOHONAN PENANGGUHAN KTUN YANG

DIGUGAT
PEMERIKSAAN PERSIAPAN
 TUJUANNYA MEMATANGKAN PERKARA
 DIPIMPIN OLEH KETUA MAJELIS HAKIM
 MAJELIS BERHAK UNTUK:
A. MEMANGGIL PEJABAT TERKAIT DENGAN PERKARA TER-SEBUT
UNTUK DIMINTAI KETERANGAN
B. MEMBERI NASIHAT KEPADA PENGGUGAT UNTUK MEM-
PERBAIKI GUGATAN DALAM TEMPO 30 HARI
C. APABILA DALAM 30 HARI TIDAK DIPERBAIKI MAKA GUGATAN
DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA
D. TIDAK ADA UPAYA HUKUM UNTUK PUTUSAN PEMERIKSAAN
PERSIAPAN
1. Hakim wajib memberi nasihat kepada penggugat
untukmemperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang
diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari.

2. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari ternyata Penggugat


belum menyempurnakan gugatan nya, maka Hakim dapat
menyatakan dengan putusan bahwa gugatan Tidak Diterima. Dalam
hal Gugatan dinyatakan Tidak Diterima karena alasan Penggugat tidak
menyem purnakan gugatannya dalam tenggang waktu 30 hari, maka
Penggugat tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi, tetapi kepada
Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan baru.

3. Hakim dapat meminta penjelasan kepada Badan atau pejabat


Tata Usaha negara yang bersangkutan, selain meminta penjelasan
Hakim dapat memberikan bantuan kepada Penggugat untuk
mendapatkan bukti-bukti yang diperlukan, terutama apabila bukti-
bukti tersebut justru ada pada Tergugat.
a. Keterangan-keterangan resmi dari pihak
pemerintah
b. Keterangan-keterangan resmi lainnya yang
diperlukan yang mungkin juga di dapat dari
pihak ketiga
c. Pendapat dan dalil-dalil dari para pihak
sendiri
SIDANG UTAMA
 Berdasar Pasal 64 ayat 2 UU No 5 tahun
1986, maka jarak antara pemanggilan
dengan hari sidang tidak boleh kurang dari
6 (enam) hari

Pasal 64
(1) Dalam menentukan hari sidang, Hakim harus mempertimbangkan jauh
dekatnya tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat persidangan.
(2) Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari
enam hari, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan
acara cepat sebagaimana diatur dalam Bagian Kedua Paragraf 2.
 KETUA MAJELIS HAKIM MEMBUKA
SIDANG DAN WAJIB MENYATAKAN
SIDANG TERBUKA UNTUK UMUM KECUALI
UNTUK KASUS TERTENTU (menyangkut
ketertiban umum atau keselamatan
negara),
 BERDASAR PASAL 70 AYAT 3 UU PTUN
MENYEBABKAN BATAL PUTUSANNYA
 Pengguggat tidak hadir tanpa alasan
yang dibenarkan hukum, dan kemudian
dalam pemanggilan kedua Penggugat juga
tetap tidak hadir di persidangan meski telah
dipanggil secara sah, maka berdasar
ketentuan Pasal 71 ayat 1 UU PTUN Hakim
dapat menyatakan Gugatan Gugur , dan
Penggugat hanya berhak memasukkan
gugatan baru sekali lagi setelah membayar
biaya perkara
 APABILA PENGGUGAT TIDAK HADIR 2 X
BERTURUT TURUT TANPA ALASAN YANG SAH
MAKA BERDASAR PASAL 71 UU NO 5 /1986
GUGATANNYA DINYATAKAN GUGUR
 DIPANGGIL SEKALI LAGI
 DIKIRIM SURAT KE ATASANNYA
 DALAM 2 (DUA) BULAN TIDAK ADA

KABAR DARI ATASANNYA MAUPUN


TERGUGAT , MAKA SIDANG
DILANJUTKAN TANPA HADIRNYA
TERGUGAT (PTUN TIDAK MENGENAL
VERSTEK)
a. Pihak ketiga yang mengajukan intervensi
sendiri. (tussenkomt)
b. Salah satu pihak yang sedang berperkara
baik pihak Penggugat maupun Tergugat.
(Vrijwaring)
c. Kehendak atau inisiatip dari Hakim,
apabila Hakim memandang perlu untuk
memasukan pihak ketiga ke dalam sidang
yang sedang berjalan.(voeging)
EKSEPSI
 EKSEPSI
TENTANG KEWENANGAN
KOMPETENSI PENGADILAN

 EKSEPSI LAIN-LAIN
ERROR IN PERSONNA, OBSCUUR LIBEL DLL
 EKSEPSI KEWENANGAN ABSOLUT
MENGENAI SIFAT PERKARANYA
 EKSEPSI KEWENANGAN RELATIF
MENGENAI WEWENANG HAKIM YANG BERHUBUNGAN
DENGAN DAERAH HUKUMNYA
EKSEPSI
1) Declinatoire exeptie,
perlawanan, bahwa pengadilan tidak berkuasa mengadili atau bahwa tuntutan
terhadapnya itu batal.
2) Dilatoire exeptie,
yaitu perlawanan, bahwa tuntutannya belum sampai waktunya
untuk diajukan,
3) Paremptoire exeptie,
yaitu perlawanan mutlak terhadap tuntutan penggugat,
misalnya karena perkaranya sudah usang atau daluwarsa,
 DIPUTUS TERLEBIH DULU DENGAN
PUTUSAN SELA
 PIHAK YANG DIKALAHKAN DAPAT

AJUKAN BANDING ATAS PUTUSAN SELA


TERSEBUT
 DIPUTUS BERSAMA-SAMA DENGAN
POKOK PERKARA
 PENGAJUAN BANDING ATAS PUTUSAN TTG

EKSEPSI RELATIF DIAJUKAN BERSAMA


DENGAN POKOK PERKARA
 Eksepsi baik mengenai kewenangan absolut,
maupun relatip, terhadap eksepsi kewenangan
absolut berdasar Pasal 77 UU PTUN dapat diajukan
sepanjang waktu,
 Hakim meskipun tidak ada eksepsi, berdasar
jabatan nya bisa menyatakan PTUN tidak
berwenang, apabila diketahui dasar-dasar yang
menguatkan pendapatnya itu.
 Eksepsi terhadap kewenangan relatip, hanya dapat
diajukan sebelum Tergugat mengajukan jawaban
atas surat gugat, dan akan diputus sebelum
pokok sengketa diputus, sedangkan eksepsi lainnya
diputus bersama putusan pokok perkara
1. Pembacaan gugatan
2. Jawaban tergugat terhadap gugatan P
3. Replik Penggugat atas jawaban T
4. Duplik Tergugat atas Replik P
5. Pembuktian
6. Kesimpulan
7. Putusan
 Penggugat berhak merubah gugatan sampai
Replik;
 Tergugat berhak merubah jawaban sampai
duplik
 Penggugat dapat mencabut gugatan
sepanjang tergugat belum menyampaikan
jawaban, jika tergugat sudah menyampai kan
jawaban maka pencabutan harus ijin tergugat
PEMBUKTIAN
1. MENCARI KEBENARAN MATERIIL
2. BEBAN PEMBUKTIAN KEPADA PIHAK YANG
PALING MUNGKIN MEMBUKTIKAN
3. PRESUMPTIO IUSTAE CAUSA
4. BEBAS TERBATAS

Pasal 107
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.
a. Surat atau tulisan
b. Keterangan ahli
c. Keterangan saksi
d. Pengakuan para pihak
e. Pengetahuan hakim
Pasal 101
Surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis ialah:
a. akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan
seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-
undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud
untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau
peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
b. akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditanda
tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud
untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau
peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
c. surat-surat lainnya yang bukan akta.
Pasal 102
(1) Keterangan ahli adalah pendapat orang yang di
berikan di bawah sumpah dalam persidangan
tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman
dan pengetahuannya.
(2) Seseorang yang tidak boleh didengar sebagai
saksi berdasarkan Pasal 88 tidak boleh mem
berikan keterangan ahli.
Pasal 104
 Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti
apabila keterangan itu berkenaan dengan hal
yang dialami, dilihat, atau didengar oleh saksi
sendiri.
a. Keluarga sedarah atau semenda menurut
garis keturunan lurus ke atas atau ke
bawah sampai derajat ke dua dari salah
satu pihak yang ber sengketa
b. Istri atau suami salah seorang pihak
yang bersengketa meskipun sudah bercerai
c. Anak yang belum berusia tujuh belas tahun
d. Orang sakit ingatan
 Pasal 89 ayat 1 UU PTUN)
a. Saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-
laki dan perempuan salah satu pihak
b. Setiap orang yang karena martabat,
pekerjaan atau jabatannya diwajibkan
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan martabat, pekerjaan atau jabatannya itu.
(Hakim akan mempertimbangkan apakah
seseorang itu mempunyai dasar kewajiban
merahasia kan sesuatu yang berhubungan
dengan pekerjaan, martabat jabatannya)
 Pasal 105
 Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik
kembali kecuali berdasarkan alasan yang kuat
dan dapat diterima oleh Hakim.
 Pasal 106
 Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya

diketahui dan diyakini kebenar annya.


 Sistem pembuktian keyakinan belaka (bloot
gemoed lijke overtuinging, conviction
intime).
 Sistem pembuktian menurut undang-undang
secara positif (positief wettwlijke bewijs
theorie).
 Sistem pembuktian menurut undang-undang
secara negatif (negatief wettwlijke bewijs
theorie).
 Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan
hakim atas alasan yang logis (laconviction
raisonnee
 Pemidanaan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti
dalam uu, karena aliran ini didasarkan semata-mata
atas keyakinan hakim belaka dan tidak terikat kepada
aturan-aturan tentang pembuktian dan menyerahkan
segala sesuatu kepada kebijaksanaan sehingga ada
anggapan hakim bersifat subjektif.
 Dalam sistem ini pula hakim dapat menurut
keyakinan hakim yang menentukan wujud kebenaran
dalam sistem pembuktian ini perasaan belaka
dalam menentukan apakah keadaan harus dianggap
telah terbukti.
 keyakinan hakim yang menentukan wujud kebenaran
sejati dalam sistem pembuktian ini
 sistem ini apabila alat-alat bukti sudah dipakai
secara yang ditetapkan undang-undang maka hakim
harus menetapkan keadaan sudah terbukti, walaupun
hakim mungkin berkeyakinan bahwa yang harus
dianggap terbukti itu tidak benar
 hakim tetap menyatakan terdakwa tidak terbukti,
walaupun mungkin hakim berkeyakinan bahwa
terdakwa itu melakukan tindak pidana.
 Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada sebelumnya (ps.1
ayat (1) KUHPid)
 perpaduan antara sistem pembuktian
menurut undang-undang secara positif
dan sistem pembuktian keyakinan hakim
belaka .
 negatief wettelijk stelsel: “salah tidaknya

seorang terdakwa ditentukan oleh


keyakinan hakim yang didasarkan pada
cara dan dengan alat-alat bukti yang sah
menurut UU”
KESIMPULAN
 PENEGUHAN DALIL-DALIL PENGGUGAT/
TERGUGAT BERDASARKAN FAKTA DAN BUKTI
YANG ADA DI PERSIDANGAN
PUTUSAN
Pasal 108
(1) Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum.
(2) Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak
tidak hadir pada waktu putusan Pengadilan
diucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang
salinan putusan itu disampaikan dengan surat
tercatat kepada yang bersangkutan.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berakibat putusan
Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai
kekuatan hukum.
FORMAT PUTUSAN DAN KONSEKWENSINYA

Pasal 109
(1) Putusan Pengadilan harus memuat:
a. Kepala putusan yang berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat
kedudukan para pihak yang bersengketa;
c. ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;
d. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang
terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
g. hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera,
serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
(2) Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat menyebabkan batalnya putusan Pengadilan.
a. Gugatan Ditolak
b. Gugatan Dikabulkan
c. Gugatan Tidak diterima
d. Gugatan Gugur
 Apabila penggugat gagal membuktikan dalil-
dalilnya, meskipun surat gugatnya memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan
 Apabila Penggugat berhasil membuktikan
dalil-dalil dalam gugatannya
 Apabila Penggugat dalam membuat surat
Gugat tidak memenuhi syarat, atau hal-hal
yang berkaitan dengan ketentuan Pasal 62
ayat 1 huruf a,b,c,d UU No 5 tahun 1986

Pasal 62
(1) Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu
penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal:
a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat
sekalipun ia telah diberi tahu dan diperringatkan;
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat;
e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
 Mencabut Keputusan TUN yang
disengketakan.
 Mencabut Keputusan TUN yang disengketa
kan dan menerbitkan keputusan yang baru
 Penerbitan Keputusan TUN dalam hal
gugatan didasarkan pada Pasal 3 UU No 5
tahun 1986. Khusus dalam hal masalah
kepegawaian dapat pula ditambahkan ganti
rugi, rehabilitasi maupun kompensasi.
 APABILA PENGGUGAT 2 KALI BERTURUT
TURUT TIDAK HADIR DI PERSIDANGAN TANPA
ALASAN WALAUPUN SUDAH DIPANGGIL
SECARA PATUT
 PUTUSAN PTUN BERLAKU DAN MENGIKAT
UMUM ATAU PUBLIK
 Hal ini berbeda dengan Putusan hakim

Perdata yang hanya mengikat para pihak saja


 HAKIM TIDAK BOLEH MEMUTUS MELEBIHI APA
YANG DITUNTUT
 “dat de rechter niet op de stoel van het
bestuur mag gaan zitten” (hakim tidak boleh
duduk di kursi pemerintah” )

 Misalnya, Hakim menerbitkan Putusan yang


isinya merupakan kewenangan eksekutif ,
misal Hakim yang menetapkan nilai mata
kuliah seseorng dalam putusannya
 Hakim dapat memutus hukuman yang
membuat status kedudukan Penggugat
menjadi lebih buruk dari Kondisi sebelum
gugatan diajukannya.

 Misalnya: Penggugat (PNS) yang mangkir kerja 50


hari dan menggugat ke PTUN karena dirinya
dikenakan sanksi penuruan pangkat, maka hakim
justru memutuskan memberhentikan dengan tidak
hormat sesuai ketentuan PP No 53 tahun 2010
PEMERIKSAAN DI TINGKAT
BANDING
tenggang waktu 14 (empat belas) hari, sejak
putusan PTUN di tingkat pertama diberi
tahukan kepadanya secara sah
1. Putusan akhir PTUN
2. Putusan atas penetapan penangguhan
/ penundaan ketetapan TUN yang
digugat.
3. Putusan sela atas permohonan eksespsi
baik absolut maupun relatif
 Tidak semua Putusan PTUN dapat diajukan banding,
ada beberapa putusan yang tidak dapat diajukan
banding yaitu:
1. penetapan Ketua Pengadilan menurut pasal 62
ayat 1;
2. Putusan Majelis Perlawanan terhadap penetapan
Ketua Pengadilan tersebut (pasal 62 ayat 6)
3. Penetapan Ketua Pengadilan mengenai
permohonan untuk beracara dengan cuma-cuma
(pasal 61 ayat 2)
4. Putusan mengenai perlawanan pihak ketiga
terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap
Pasal 62
(1) Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu
penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan
itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal:
a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat
sekalipun ia telah diberi tahu dan diperringatkan;
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat;
e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
(2)a. Penetapan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan dalam rapat permusyawaratan
sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk
mendengarkannya;
b. Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan
atas perintah Ketua Pengadilan.
(3) a. Terhadap penetapan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan
kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan;
b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56.
(4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
dengan acara singkat.
(5) Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan
sebgaimana dimaksud dalmn ayat (1) gugur demi hukum dan pokok gugatan akan
diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.
(6) Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.
Pasal 60
(1) Penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua
Pengadilan untuk bersengeketa dengan cuma-cuma.
(2) Permohonan diajukan pada waktu penggugat mengajukan
gugatannya disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari
kepala desa atau lurah di tempat kediaman pemohon.
(3) Dalam keterangan tersebut harus dinyatkan bahwa pemohon itu
betul-betul tidak mampu membayar biaya perkara.

Pasal 61
(1) Permohonan gebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 harus
diperiksa dan ditetapkan oleh Pengadilan sebelum pokok sengketa
diperiksa.
(2) Penetapan ini diambil di tingkat pertama dan terakhir.
(3) Penetapan Pengadilan yang telah mengabulkan permohonan
penggugat untuk bersengketa dengan cuma-cuma di tingkat
pertama, juga berlaku di tingkat banding dan kasasi.
 Penggugat
 Tergugat
 Penggugat dan Tergugat
 Interventor
 Permohonan Banding diajukan maksimal 14 hari
setelah Putusan diberitahukan kepada para pihak
 Permohonan banding diajukan dengan mengisi
surat permohonan banding pada bagian Panitera
Muda bagian upaya hukum, dan membayar uang
biaya perkara
 Apabila pemohon mengajukan permohonan
dengan menggunakan kuasa hukum, maka harus
dilampiri surat kuasa khusus mermeterai cukup.
 Surat kuasa tersebut harus didaftarkan di panitera
dan membayar biaya pendaftaran
 Setelah permohonan didaftarkan ,Kepala
Panitera memberitahukan kepada pihak
Termohon banding.
 Kepala Panitera selambatnya 30 hari sejak
pencatatan permohonan memberitahukan
kepada para pihak untuk melihat berkas
perkara (INZAKE), dalam tenggang waktu 30
hari sejak diterimanya pemberitahuan.
 Tujuannya untuk melihat berkas perkara
guna mempersiapkan pembuatan memori
banding dan kontra memori banding
 Pada saat inzake, hanya diperkenankan untuk

melihat dan mencatat, dan tidak


diperkenankan untuk menggandakan berkas
 Berisi alasan-alasan pengajuan permohonan
banding, khususnya keberatan atas putusan
PTUN
 Keberatan mengenai fakta hukumnya dan

bukan mengenai penerapan hukumnya


 Tidak bersifat wajib
 Setelah memori banding diserahkan, maka
kepala Panitera mengirimkannya kepada
pihak Termohon Banding.

 Termohon Banding berhak untuk membuat


Kontra memori Banding, yang berisi
sanggahan atas keberatan yang diajukan oleh
Pemohon Banding dalam memori banding.
 Dalam hal berkas permohonan banding telah
lengkap, maka selambat-lambatnya dalam
tempo 60 hari sejak pencatatan permohonan,
seluruh berkas dikirim kepada PTTUN
 Kepala Panitera memberitahukan kepada para

pihak ,tentang telah dikirimkannya berkas


permohonan banding tersebut.
 Dalam hal berkas telah diterima oleh PTTUN,
maka panitera muda perkara kemudian akan
mencatat berkas perkara tersebut, serta
memberikan nomor register banding:
 Contoh: 120/B/TUN/2008/PTTUN Sby
 Kepala Panitera dengan surat tercatat akan
memberitahukan kepada para pihak nomor
register banding tersebut.
 Setelah diberi nomor register, Kepala Panitera
menyerahkan berkas kepada Ketua PTTUN
untuk kemudian menunjuk Majelis Hakim
pemeriksanya
 Majelis Hakim Pemeriksa banding minimal
terdiri 3 orang
 Penentuan majelis Hakim, memperhatikan
larangan-larangan bagi hakim dan panitera
WAJIB UNDUR DIRI

Pasal 78
(1) Seorang Hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan
apabila terikat hubungan keluarga sedarah, atau semenda
sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri
meskipun telah bercerai, dengan salah seorang Hakim Anggota
atau Panitera.
(2) Seorang Hakim atau Panitera wajib mengundurkan diri dari
persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau
semanda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri
meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau
penasihat hukum.
(3) Hakim atau Panitera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) harus diganti, dan apabila tidak diganti atau tidak
mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, maka
sengketa tersebut wajib segera diadili ulang dengan susunan
yang lain.
 Pasal 79
(1) Seorang Hakim atau Panitera wajib mengundurkan diri
apabila ia berkepentingan langsung atau tidak langsung atas
suatu sengketa.
(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat dilakukan atas kehendak Hakim atau Panitera, atau atas
permintaan salah satu atau pihak-pihak yang bersengketa.
(3) Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai
hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) maka pejabat
Pengadilan yang berwenang yang menetapkan.
(4) Hakim atau Panitera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) harus diganti dan apabila tidak diganti atau tidak
mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, maka
sengketa tersebut wajib segera diadili ulang dengan susunan
yang lain.
 Pasal 127 UU No 5 tahun 1986
(1) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus
perkara banding dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim.

(2) Apabila Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat bahwa


pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang lengkap, maka
Pengadilan Tinggi tersebut dapat mengadakan sidang sendiri untuk
mengadakan pemeriksaan tambahan atau memerintahkan
Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan melaksanakan
pemeriksaan tambahan itu.

(3)Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan


tidak berwenang memeriksa perkara yang diajukan kepadanya,
sedang Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat lain,
Pengadilan Tinggi tersebut dapat memeriksa dan memutus sendiri
perkara itu atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan memeriksa dan memutusnya.

(4) Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam waktu tiga
puluh hari mengirimkan salinan putusan Pengadilan Tinggi beserta
surat pemeriksaan dan surat lain kepada Pengadilan Tata Usaha
Negara yang memutus dalam pemeriksaan tingkat pertama.
PUTUSAN PTUN PEMBERITAHUAN 14 HARI
PUTUSAN
PTUN
PENDAFTARAN
BANDING
PEMBERITAHUAN
ADANYA PERMOHONAN
BANDING

PEMBERITAHUAN
TERMOHON BANDING PEMERIKSAAN BERKAS
PEMOHON
(INZAKE)
BANDING
30 HARI

PEMBERITAHUAN
PUTUSAN PENGIRIMAN BERKAS
60 HARI
PENGIRIMAN BERKAS
MAJELIS
HAKIM NO REGISTER
PERKARA
BANDING PANITERA PTTUN
Ka PTTUN
PEMERIKSAAN
KASASI
Pasal 43 UU No 14 Tahun 1985
1. Permohonan kasasi dapat diajukan hanya
jika pemohon terhadap perkaranya telah
menggunakan upaya hukum banding
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
2. Permohonan kasasi hanya dapat diajukan 1
(satu) kali
 Diajukan pada panitera PTUN dalam tenggang
waktu 14 hari sesudah putusan atau
penetapan pengadilan
 Setelah didaftar maks 7 (tujuh) hari, panitera

memberitahu pihak termohon


 Maksimal 14 hari sejak pendaftaran kasasi,
pemohon harus sudah menyampaikan
memori kasasi (wajib)
 Maksimal 30 hari setelah berkas memori
kasasi diterima panitera, maka akan
diberitahukan kepada termohon kasasi
 Pihak lawan/termohon kasasi, berhak
mengajukan jawaban/kontra memori kasasi
maksimal 14 hari sejak diterimanya berkas
salinan memori kasasi
 Pasal 48
 Setelah menerima salinan memori dan kontra

memori kasasi, panitera mengirimkan semua


berkas meliputi memori,kontra memori
kasasi,permohonan kasasi kepada MARI
selambat-lambatnya 30 hari sesudahnya
Pasal 30 UU 5 TAHUN 2004
(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi
membatalkan putusan atau penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua
lingkungan peradilan karena:
A. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
B. salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku;
C. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
 Berdasar Pasal 45 A UU No 5 tahun 2004 tentang
MA terdapat beberapa perkara yang
diperkecualikan sehingga tidak bisa diajukan
kasasi yaitu:
1. Putusan tentang Pra Peradilan;
2. Perkara Pidana yang diancam dengan pidana
penjara palinglama 1 (satu) tahun dan/atau
diancam pidana denda;
3. Perkara tata usaha negara yang obyek gugatannya
berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan
keputusannya berlaku di wilayah daerah yang
bersangkutan
3. Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi
yang tidak memenuhi syarat-syarat formal,
dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan
ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas
perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung.
4. Penetapan ketua pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan upaya
hukum.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh
Mahkamah Agung.
 Prosedur beracara di tingkat kasasi di MARI,
sebagaimana diatur dalam ketentu an UU No
14 tahun 1985 yo UU No 5 tahun 2004
tentang Mahkamah Agung.
 Pemeriksaan menitik beratkan kepada judex

iuris (penerapan hukum) bukan kepada judex


factie (fakta yuridis)
 Setelah berkas diterima panitera MARI,
kemudian dicatat dan diberi register perkara
kasasi, dan dilaporkan ke Ketua MARI
 Pemeriksaan kasasi di MARI hanya

berdasarkan surat-surat dan hanya jika


dipandang perlu MARI mendengar sendiri para
pihak atau para saksi, atau memerintahkan
PTUN atau PTTUN mengadakan sidang
tambahan untuk mendengar keterangan saksi
 Pasal 53 UU No 14 tahun 1985
 Salinan putusan MARI dikirim ke pengadilan

tingkat pertama (PTUN)


 Panitera PTUN selambat-lambatnya 30 hari

harus sudah mengirim ke para pihak


 Pasal 52
Dalam mengambil putusan MARI tidak terikat
pada alasan-alasan yang diajukan oleh
pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-
alasan hukum lain
PENINJAUAN
KEMBALI
Pasal 66 UU No 14 tahun 1985
 Diajukan hanya 1 (satu) kali
 PK Tidak menangguhkan atau menghentikan

pelaksanaan putusan
 Dapat dicabut permohonan tapi tidak dapat

diajukan lagi sesudahnya


 Hukum acaranya berdasar Pasal 77 UU No 14

tahun 1985 sama dengan PK di PN


 Pemohon
 Ahli Waris
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu
b. Apabila setelah perkara diputus,ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
daripada yang dituntut;
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan hukum belum di
putus tanpa dipertimbangkan sebab – sebabnya;
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang
sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama
tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan
yang lain;
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata
 tenggang waktu dihitung 180 (seratus delapan puluh) hari sejak
diketahui kebohongan atau tipu muslihat ,atau sejak putusan
Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
 Tenggang waktu pengajuan Peninjauan Kembali dihitung 180
(Seratus Delapan Puluh) hari sejak ditemukan surat-surat bukti yang
hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah
sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
 Pengajuan Peninjauan Kembali dengan menggunakan alasan sebagai
mana tertera pada huruf c, d , f seperti tersebut di atas, maka
tenggang waktu penghitungan adalah 180 (seratus delapan puluh)
hari sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
 Sedangkan pengajuan Peninjauan Kembali dengan menggunakan
alasan huruf e sebagaimana tertera di atas, maka penghitungan
tenggang waktu adalah 180 (Seratus Delapan Puluh) hari sejak
putusan terakhir dan ber tentangan itu memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
 Dalam hal MARI mengabulkan permohon an
PK, MARI membatalkan putusan yang
dimohonkan PK tersebut dan selanjutnya
memeriksa serta memutus sendiri per
karanya
1. Setelah permohonan PK
didaftarkan ,selambat-lambatnya 14 hari
sesudahnya panitera memberitahukan
kepada termohon PK
2. Pihak lawan/Termohon PK berhak
mengajukan kontra memori PK dalam
tenggang waktu selambatnya 30 hari
setelah tanggal diterimanya
3. Permohonan yang lengkap dikirim
selambatnya 30 hari
EKSEKUSI/PELAKSANAAN
PUTUSAN
 PEMBATALAN KEPUTUSAN TUN YANG
DISENGKETAKAN
 PEMBATALAN KEPUTUSAN TUN YANG
DISENGKETAKAN DAN PENERBITAN KEPUTUSAN
YANG BARU
 PENERBITAN KEPUTUSAN YANG DIMOHON
SEBAGIMANA DIATUR DALAM PASAL 3 UU NO 5
TAHUN 1986
 PENUNDAAN KEPUTUSAN TUN YANG
DISENGKETAKAN
 PEMBAYARAN GANTI RUGI
 PEMBAYARAN KOMPENSASI
 REHABILITASI
Pasal 115 UU NO 5 TAHUN 1986
Hanya putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap yang dapat dilaksanakan.
Pasal 116 UU NO 5 TAHUN 1986
(1) Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera
Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya
dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu empat belas
hari.

(2) Dalam hal empat bulan setelah putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dikirimkan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, maka Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.

(3) Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya se


bagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan
kemudian setelah tiga bulan ternyata kewajiban tersebut tidak
dilaksanakannya, maka penggugat mengajukan permohonan kepada
Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), agar Pengadilan
memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
Pasal 116
1. Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para
pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan
se tempat atas perintah Ketua Pengadilan yang
meng adilinya dalam tingkat pertama selambat-
lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari.
2. Dalam hal 4 (empat) bulan setelah putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikirimkan, tergugat tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai mana dimaksud dalam Pasal
97 ayat (9) huruf a, Keputusan Tata Usaha Negara
yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan
hukum lagi.
 OTOMATIS

 PELAKSANAAN PUTUSAN DENGAN BANTUAN


TERGUGAT
PUTUSAN

TERGUGAT/PEJABAT TERHUKUM

DILAKSANAKAN
TIDAK DILAKSANAKAN

HAKIM MEMERINTAHKAN
TERGUGAT/TERMOHON/TERHUKUM

KTUN YANG 1.Dwangsom


DISENGKETAKAN 2.Sanksi administratif
TIDAK MEMPUNYAI 3.Diumumkan di massmedia
KEKUATAN HUKUM
1.Asas bahwa terhadap benda-benda publik tidak dapat
diletakkan sita jaminan.
2.Asas “rechtmatigheid van bestuur” salah satu konsekuen
sinyacadalah kewenangan Pejabat atasan tidak di benarkan
menerbitkan KTUN yang seharusnya menjadi wewenang
pejabat tertentu di bawahnya. Dengan demikian andaikata
pejabat atasan memerintahkan pejabat di bawahnya untuk
menerbitkan sebuah KTUN dan ternyata tidak dilakukan
pejabat atasan tidak bisa menerbitkan KTUN tersebut.
3 Asas bahwa kebebasan pejabat pemerintah tidak bisa di
rampas. kemungkinan dari asas ini misalnya tidak mungkin
seorang pejabat dikenai tahanan rumah karena tidak
melaksanakan putusan pengadilan TUN.
4. Asas bahwa negara (dalam hal ini) pemerintah selalu harus
dianggap solvable (mampu membayar)
 FAUTES DE SERVICES
 FAUTES DE PERSONALES

UNTOUCHABLE
Pasal 59 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
 Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh
tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus
segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
 Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat
lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau
melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara
langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti
kerugian tersebut
 Pasal 5 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor
1129/KM.01/ 1991 tentang Tata Cara Pembayaran Ganti Rugi
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, telah
diatur seperti berikut:
 Terhadap Pejabat Tata Usaha Negara yang karena kesalahan
atau kelalaiannya mengakibatkan negara harus membayar
ganti rugi, dapat dikenakan sanksi administratif berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 43
tahun 1991
 dalam Pasal 43 ayat 6 RUU Administrasi
Pemerintahan, sebagai berikut:
(6) Dalam hal Pejabat Administrasi Pemerintahan tidak
bersedia melaksanakan putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan
dikenakan upaya paksa berupa pembayaran
sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
(7) Pelaksanaan upaya paksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilaksanakan oleh Juru Sita atas
perintah ketua pengadilan
(8) Pembayaran uang paksa dibebankan kepada
pejabat yang bersangkutan.
 Pasal 216 KUHP:
 Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah
atau permintaan yang dilakukan menurut undang-
undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu,atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya,
demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana;demikian pula barangsiapa
dengan sengaja mencegah, meng halang- halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan
ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh
seorang pejabat tersebut diancam dengan pidana
penjara palinglama empat bulan dua minggu atau
pidana denda palingbanyak sembilan ribu rupiah
GANTI RUGI
 Besarnya gantirugi menurut Pasal 3 PP No 43
tahun 1991 Peraturan Pemerintah No 43 tahun
1991 adalah minimal sejumlah Rp 250.000,-
(dua ratus lima puluh ribu Rupiah) dan
maksimal sejumlah Rp 5.000.000 (Lima Juta
Rupiah
 Khusus untuk kompensasi akibat tidak dapat
ter laksananya putusan PTUN di bidang
kepegawaian, nilai nya ditentukan minimal Rp
100.000,- (seratus ribu Rupiah) dan paling
banyak Rp 2000.000,- (Dua Juta Rupiah)
 Ganti rugi yang menjadi tanggungjawab BTUN
pusat dibayar dan ditanggung dalam APBN
 Ganti rugi yang menjadi tanggungjawab BTUN
daerah dibayar dan ditanggung dalam APBD
 Ganti rugi yang menjadi tanggungjawab BTUN
swasta dibayar dan ditanggung oleh pihak
yang bersangkutan
KEPASTIAN GANTIRUGI

 Pasal 8 PP No 43 tahun 1991 sebagai berikut:


 Apabila pembayaran gantirugi tidak dapat

dilaksanakan oleh Badan tata usaha negara


dalam tahun anggaran yang sedang
berjalan,maka pembayaran ganti rugi
dimasukkan dan dilaksanakan dalam tahun
anggaran berikutnya
KMK-RI NO 1129/KM.01/1991

PENGGUGAT/PEMOHON

PTUN

MENTERI/SEKJEND
BTUN SETEMPAT

MENTERI KEUANGAN

KPKN
SPPLS
SKO
SPMLS

Anda mungkin juga menyukai