ADMINISTRATIF
OBYEK PTUN
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan
Hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
1. ORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA
2. PEJABAT ATAU BADAN TATA USAHA
NEGARA
3. KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG
MERUGIKAN
4. TINDAKAN MATERIIL TATA USAHA NEGARA
KeputusanTata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara
berdasarkan peraturan per undang-undangan
yang berlaku, bersifat kongkret, individual,
dan final yang me nimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata;
A. Penetapan tertulis
B. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara
C. Berisi tindakan Hukum Tata usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
D. Bersifat konkret,individual,final
E. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata
a. penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan
faktual;
b. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha
Negara di lingkungan eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;
c. berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan
AUPB;
d. bersifat final dalam arti lebih luas;
e. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat
hukum; dan/atau
f. Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat
Untuk kepentingan pembuktian, maka KTUN
selayaknya dalam bentuk tertulis
Menitikberatkan sisi substansinya bukan
HM NO 5 LETER C NO 12
HM NO 1 LC NO 5
SUBYEK PTUN
1.Subyek Penggugat
point d’interet,point d’action
2. Subyek Tergugat
“Asas Keterbukaan”
adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar,jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaran negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
“Asas Proporsionalitas”
adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban Penyelenggara Negara
“Asas Profesionalitas”
adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
“Asas Akuntabilitas”
adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat
pertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagi hakim sebagai dasar untuk menguji dan
membatalkan Keputusan TUN yang digugat
(toetsingsgronden)
disengketakan
Beracara secara cepat
CONTOH PETITUM
Pasal 60
(1) Penggugat dapat mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan
untuk bersengeketa dengan cuma-cuma.
(2) Permohonan diajukan pada waktu
penggugat mengajukan gugatannya disertai
dengan surat keterangan tidak mampu dari
kepala desa atau lurah di tempat kediaman
pemohon.
(3) Dalam keterangan tersebut harus
dinyatakan bahwa pemohon itu betul-betul
tidak mampu membayar biaya perkara.
PTUN menganut azas Presumptio iustae causa/
het vermoeden van rechtmatigheid (artinya setiap
keputusan yang di sengketakan , harus
dianggap sah dan dapat dilaksanakan walaupun
terdapat gugatan atas keputusan tersebut).
Dalam hal terjadi suatu kondisi yang memaksa,
terkadang Penggugat menghendaki adanya
penundaan pelaksanaan keputusan Tata Usaha
Negara yang dipersengketakan, sampai ada
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
Menurut Pasal 99 UU PTUN:
Diperiksa hakim tunggal;
Tenggang waktu untuk jawaban dan
persiapan;
Pasal 67 UU PTUN sebagai berikut:
a.Dapat dikabulkan hanya apabila terdapat ke adaan
yang sangat mendesak yang mengakibatkan
kepentingan penggugat sangat dirugikan jika
Keputusan tata Usaha Negara yang digugat itu tetap
dilaksanakan;
b.Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum
dalam rangka pembangunan meng haruskan
dilaksanakannya keputusan tersebut.
Pasal 55 UU No 5 tahun 1986 yo UU No 9
Tahun 2004 yang menyatakan batas 90
(sembilan puluh) hari sejak saat
diterimanya atau diumumkannya ke putusan
yang disengketakan.
TEORI PENERIMAAN
(ONTVANG THEORY)
TEORI PENGIRIMAN
(VERZEND THEORY)
TEORI PENGETAHUAN
Pasal 54 UU No 5 tahun 1986 sebagai berikut:
(1)Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang ber
wenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat.
(2) Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum pengadilan, gugatan
diajukan ke pada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
(3) Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum
peng adilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat
untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
(4) Dalam hal - hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara
yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan
dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah
hukumnya meliputi tempat ke diaman penggugat.
(5)Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri,
gugat an diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
(6)Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar
negeri, gugat an diajukan kepada pengadilan di tempat kedudukan tergugat.
RAPAT
PERMUSYAWARATAN
PEMERIKSAAN ADMINISTRASI
DILAKUKAN OLEH KETUA PTUN
DASAR HUKUMNYA PASAL 62 UU NO 5 TH
1986
Disebut sebagai Dismissal Process
Ketua PTUN memeriksa dan memutus
dengan suatu penetapan , apakah surat
gugat yang di masukkan telah memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan perundang-
undangan.
Jika tidak memenuhi persyaratan yang
diatur dalam UU No 5 tahun 1986 , maka
gugatan dapat dinyatakan TIDAK DITERIMA.
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak
termasuk dalam wewenang pengadilan;
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh Penggugat
sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan;
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan kepada
alasan - alasan yang layak;
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya
sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah
lewat waktunya
Terhadap putusan Ketua Pengadilan TUN tersebut,
Penggugat dapat melakukan upaya perlawanan.
Upaya ini diajukan paling lambat 14 (empat belas )
hari, sejak putusan dibacakan .
Upaya perlawanan ini kemudian disidangkan, dan
apa bila hasil upaya perlawanan ini menyatakan
perlawan an diterima, maka dengan sendirinya
putusan Ketua PTUN gugur. Sebaliknya apabila
dalam upaya per lawanan ternyata perlawanan
ditolak, maka Penggugat tidak ada upaya hukum lagi
Pasal 62 ayat 3 huruf a UU No 5 tahun 1986
PERMOHONAN BERACARA SECARA CUMA-
CUMA
PERMOHONAN BERACARA SECARA CEPAT
PERMOHONAN PENANGGUHAN KTUN YANG
DIGUGAT
PEMERIKSAAN PERSIAPAN
TUJUANNYA MEMATANGKAN PERKARA
DIPIMPIN OLEH KETUA MAJELIS HAKIM
MAJELIS BERHAK UNTUK:
A. MEMANGGIL PEJABAT TERKAIT DENGAN PERKARA TER-SEBUT
UNTUK DIMINTAI KETERANGAN
B. MEMBERI NASIHAT KEPADA PENGGUGAT UNTUK MEM-
PERBAIKI GUGATAN DALAM TEMPO 30 HARI
C. APABILA DALAM 30 HARI TIDAK DIPERBAIKI MAKA GUGATAN
DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA
D. TIDAK ADA UPAYA HUKUM UNTUK PUTUSAN PEMERIKSAAN
PERSIAPAN
1. Hakim wajib memberi nasihat kepada penggugat
untukmemperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang
diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari.
Pasal 64
(1) Dalam menentukan hari sidang, Hakim harus mempertimbangkan jauh
dekatnya tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat persidangan.
(2) Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari
enam hari, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan
acara cepat sebagaimana diatur dalam Bagian Kedua Paragraf 2.
KETUA MAJELIS HAKIM MEMBUKA
SIDANG DAN WAJIB MENYATAKAN
SIDANG TERBUKA UNTUK UMUM KECUALI
UNTUK KASUS TERTENTU (menyangkut
ketertiban umum atau keselamatan
negara),
BERDASAR PASAL 70 AYAT 3 UU PTUN
MENYEBABKAN BATAL PUTUSANNYA
Pengguggat tidak hadir tanpa alasan
yang dibenarkan hukum, dan kemudian
dalam pemanggilan kedua Penggugat juga
tetap tidak hadir di persidangan meski telah
dipanggil secara sah, maka berdasar
ketentuan Pasal 71 ayat 1 UU PTUN Hakim
dapat menyatakan Gugatan Gugur , dan
Penggugat hanya berhak memasukkan
gugatan baru sekali lagi setelah membayar
biaya perkara
APABILA PENGGUGAT TIDAK HADIR 2 X
BERTURUT TURUT TANPA ALASAN YANG SAH
MAKA BERDASAR PASAL 71 UU NO 5 /1986
GUGATANNYA DINYATAKAN GUGUR
DIPANGGIL SEKALI LAGI
DIKIRIM SURAT KE ATASANNYA
DALAM 2 (DUA) BULAN TIDAK ADA
EKSEPSI LAIN-LAIN
ERROR IN PERSONNA, OBSCUUR LIBEL DLL
EKSEPSI KEWENANGAN ABSOLUT
MENGENAI SIFAT PERKARANYA
EKSEPSI KEWENANGAN RELATIF
MENGENAI WEWENANG HAKIM YANG BERHUBUNGAN
DENGAN DAERAH HUKUMNYA
EKSEPSI
1) Declinatoire exeptie,
perlawanan, bahwa pengadilan tidak berkuasa mengadili atau bahwa tuntutan
terhadapnya itu batal.
2) Dilatoire exeptie,
yaitu perlawanan, bahwa tuntutannya belum sampai waktunya
untuk diajukan,
3) Paremptoire exeptie,
yaitu perlawanan mutlak terhadap tuntutan penggugat,
misalnya karena perkaranya sudah usang atau daluwarsa,
DIPUTUS TERLEBIH DULU DENGAN
PUTUSAN SELA
PIHAK YANG DIKALAHKAN DAPAT
Pasal 107
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.
a. Surat atau tulisan
b. Keterangan ahli
c. Keterangan saksi
d. Pengakuan para pihak
e. Pengetahuan hakim
Pasal 101
Surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis ialah:
a. akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan
seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-
undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud
untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau
peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
b. akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditanda
tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud
untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau
peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
c. surat-surat lainnya yang bukan akta.
Pasal 102
(1) Keterangan ahli adalah pendapat orang yang di
berikan di bawah sumpah dalam persidangan
tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman
dan pengetahuannya.
(2) Seseorang yang tidak boleh didengar sebagai
saksi berdasarkan Pasal 88 tidak boleh mem
berikan keterangan ahli.
Pasal 104
Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti
apabila keterangan itu berkenaan dengan hal
yang dialami, dilihat, atau didengar oleh saksi
sendiri.
a. Keluarga sedarah atau semenda menurut
garis keturunan lurus ke atas atau ke
bawah sampai derajat ke dua dari salah
satu pihak yang ber sengketa
b. Istri atau suami salah seorang pihak
yang bersengketa meskipun sudah bercerai
c. Anak yang belum berusia tujuh belas tahun
d. Orang sakit ingatan
Pasal 89 ayat 1 UU PTUN)
a. Saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-
laki dan perempuan salah satu pihak
b. Setiap orang yang karena martabat,
pekerjaan atau jabatannya diwajibkan
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan martabat, pekerjaan atau jabatannya itu.
(Hakim akan mempertimbangkan apakah
seseorang itu mempunyai dasar kewajiban
merahasia kan sesuatu yang berhubungan
dengan pekerjaan, martabat jabatannya)
Pasal 105
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik
kembali kecuali berdasarkan alasan yang kuat
dan dapat diterima oleh Hakim.
Pasal 106
Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya
Pasal 109
(1) Putusan Pengadilan harus memuat:
a. Kepala putusan yang berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat
kedudukan para pihak yang bersengketa;
c. ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;
d. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang
terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
g. hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera,
serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
(2) Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat menyebabkan batalnya putusan Pengadilan.
a. Gugatan Ditolak
b. Gugatan Dikabulkan
c. Gugatan Tidak diterima
d. Gugatan Gugur
Apabila penggugat gagal membuktikan dalil-
dalilnya, meskipun surat gugatnya memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan
Apabila Penggugat berhasil membuktikan
dalil-dalil dalam gugatannya
Apabila Penggugat dalam membuat surat
Gugat tidak memenuhi syarat, atau hal-hal
yang berkaitan dengan ketentuan Pasal 62
ayat 1 huruf a,b,c,d UU No 5 tahun 1986
Pasal 62
(1) Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu
penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal:
a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat
sekalipun ia telah diberi tahu dan diperringatkan;
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat;
e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
Mencabut Keputusan TUN yang
disengketakan.
Mencabut Keputusan TUN yang disengketa
kan dan menerbitkan keputusan yang baru
Penerbitan Keputusan TUN dalam hal
gugatan didasarkan pada Pasal 3 UU No 5
tahun 1986. Khusus dalam hal masalah
kepegawaian dapat pula ditambahkan ganti
rugi, rehabilitasi maupun kompensasi.
APABILA PENGGUGAT 2 KALI BERTURUT
TURUT TIDAK HADIR DI PERSIDANGAN TANPA
ALASAN WALAUPUN SUDAH DIPANGGIL
SECARA PATUT
PUTUSAN PTUN BERLAKU DAN MENGIKAT
UMUM ATAU PUBLIK
Hal ini berbeda dengan Putusan hakim
Pasal 61
(1) Permohonan gebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 harus
diperiksa dan ditetapkan oleh Pengadilan sebelum pokok sengketa
diperiksa.
(2) Penetapan ini diambil di tingkat pertama dan terakhir.
(3) Penetapan Pengadilan yang telah mengabulkan permohonan
penggugat untuk bersengketa dengan cuma-cuma di tingkat
pertama, juga berlaku di tingkat banding dan kasasi.
Penggugat
Tergugat
Penggugat dan Tergugat
Interventor
Permohonan Banding diajukan maksimal 14 hari
setelah Putusan diberitahukan kepada para pihak
Permohonan banding diajukan dengan mengisi
surat permohonan banding pada bagian Panitera
Muda bagian upaya hukum, dan membayar uang
biaya perkara
Apabila pemohon mengajukan permohonan
dengan menggunakan kuasa hukum, maka harus
dilampiri surat kuasa khusus mermeterai cukup.
Surat kuasa tersebut harus didaftarkan di panitera
dan membayar biaya pendaftaran
Setelah permohonan didaftarkan ,Kepala
Panitera memberitahukan kepada pihak
Termohon banding.
Kepala Panitera selambatnya 30 hari sejak
pencatatan permohonan memberitahukan
kepada para pihak untuk melihat berkas
perkara (INZAKE), dalam tenggang waktu 30
hari sejak diterimanya pemberitahuan.
Tujuannya untuk melihat berkas perkara
guna mempersiapkan pembuatan memori
banding dan kontra memori banding
Pada saat inzake, hanya diperkenankan untuk
Pasal 78
(1) Seorang Hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan
apabila terikat hubungan keluarga sedarah, atau semenda
sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri
meskipun telah bercerai, dengan salah seorang Hakim Anggota
atau Panitera.
(2) Seorang Hakim atau Panitera wajib mengundurkan diri dari
persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau
semanda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri
meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau
penasihat hukum.
(3) Hakim atau Panitera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) harus diganti, dan apabila tidak diganti atau tidak
mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, maka
sengketa tersebut wajib segera diadili ulang dengan susunan
yang lain.
Pasal 79
(1) Seorang Hakim atau Panitera wajib mengundurkan diri
apabila ia berkepentingan langsung atau tidak langsung atas
suatu sengketa.
(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat dilakukan atas kehendak Hakim atau Panitera, atau atas
permintaan salah satu atau pihak-pihak yang bersengketa.
(3) Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai
hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) maka pejabat
Pengadilan yang berwenang yang menetapkan.
(4) Hakim atau Panitera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) harus diganti dan apabila tidak diganti atau tidak
mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, maka
sengketa tersebut wajib segera diadili ulang dengan susunan
yang lain.
Pasal 127 UU No 5 tahun 1986
(1) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus
perkara banding dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim.
(4) Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam waktu tiga
puluh hari mengirimkan salinan putusan Pengadilan Tinggi beserta
surat pemeriksaan dan surat lain kepada Pengadilan Tata Usaha
Negara yang memutus dalam pemeriksaan tingkat pertama.
PUTUSAN PTUN PEMBERITAHUAN 14 HARI
PUTUSAN
PTUN
PENDAFTARAN
BANDING
PEMBERITAHUAN
ADANYA PERMOHONAN
BANDING
PEMBERITAHUAN
TERMOHON BANDING PEMERIKSAAN BERKAS
PEMOHON
(INZAKE)
BANDING
30 HARI
PEMBERITAHUAN
PUTUSAN PENGIRIMAN BERKAS
60 HARI
PENGIRIMAN BERKAS
MAJELIS
HAKIM NO REGISTER
PERKARA
BANDING PANITERA PTTUN
Ka PTTUN
PEMERIKSAAN
KASASI
Pasal 43 UU No 14 Tahun 1985
1. Permohonan kasasi dapat diajukan hanya
jika pemohon terhadap perkaranya telah
menggunakan upaya hukum banding
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
2. Permohonan kasasi hanya dapat diajukan 1
(satu) kali
Diajukan pada panitera PTUN dalam tenggang
waktu 14 hari sesudah putusan atau
penetapan pengadilan
Setelah didaftar maks 7 (tujuh) hari, panitera
pelaksanaan putusan
Dapat dicabut permohonan tapi tidak dapat
(2) Dalam hal empat bulan setelah putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dikirimkan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, maka Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
TERGUGAT/PEJABAT TERHUKUM
DILAKSANAKAN
TIDAK DILAKSANAKAN
HAKIM MEMERINTAHKAN
TERGUGAT/TERMOHON/TERHUKUM
UNTOUCHABLE
Pasal 59 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh
tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus
segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat
lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau
melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara
langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti
kerugian tersebut
Pasal 5 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor
1129/KM.01/ 1991 tentang Tata Cara Pembayaran Ganti Rugi
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, telah
diatur seperti berikut:
Terhadap Pejabat Tata Usaha Negara yang karena kesalahan
atau kelalaiannya mengakibatkan negara harus membayar
ganti rugi, dapat dikenakan sanksi administratif berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 43
tahun 1991
dalam Pasal 43 ayat 6 RUU Administrasi
Pemerintahan, sebagai berikut:
(6) Dalam hal Pejabat Administrasi Pemerintahan tidak
bersedia melaksanakan putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan
dikenakan upaya paksa berupa pembayaran
sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
(7) Pelaksanaan upaya paksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilaksanakan oleh Juru Sita atas
perintah ketua pengadilan
(8) Pembayaran uang paksa dibebankan kepada
pejabat yang bersangkutan.
Pasal 216 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah
atau permintaan yang dilakukan menurut undang-
undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu,atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya,
demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana;demikian pula barangsiapa
dengan sengaja mencegah, meng halang- halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan
ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh
seorang pejabat tersebut diancam dengan pidana
penjara palinglama empat bulan dua minggu atau
pidana denda palingbanyak sembilan ribu rupiah
GANTI RUGI
Besarnya gantirugi menurut Pasal 3 PP No 43
tahun 1991 Peraturan Pemerintah No 43 tahun
1991 adalah minimal sejumlah Rp 250.000,-
(dua ratus lima puluh ribu Rupiah) dan
maksimal sejumlah Rp 5.000.000 (Lima Juta
Rupiah
Khusus untuk kompensasi akibat tidak dapat
ter laksananya putusan PTUN di bidang
kepegawaian, nilai nya ditentukan minimal Rp
100.000,- (seratus ribu Rupiah) dan paling
banyak Rp 2000.000,- (Dua Juta Rupiah)
Ganti rugi yang menjadi tanggungjawab BTUN
pusat dibayar dan ditanggung dalam APBN
Ganti rugi yang menjadi tanggungjawab BTUN
daerah dibayar dan ditanggung dalam APBD
Ganti rugi yang menjadi tanggungjawab BTUN
swasta dibayar dan ditanggung oleh pihak
yang bersangkutan
KEPASTIAN GANTIRUGI
PENGGUGAT/PEMOHON
PTUN
MENTERI/SEKJEND
BTUN SETEMPAT
MENTERI KEUANGAN
KPKN
SPPLS
SKO
SPMLS