Anda di halaman 1dari 10

Sayyidus Wisnuwidagdo

1506736764
Praktek Hukum PTUN
Kelas A Reguler

Tugas Penjelasan mengenai Fiktif Positif di dalam Hukum Acara PTUN

“Bagaimana permohonan fiktif-positif dibuat? Apa yang membedakan antara permohonan


fictive positive dan gugatan biasa?”

I. Permohonan Fiktif-Positif
Permohonan Fiktif-Positif merupakan salah satu jenis Permohonan yang dapat
diselesaikan melalui Jalur Permohonan di PTUN selain Permohonan Ada Tidaknya
Pengujian Penyalahgunaan Wewenang. Asas ‘Fiktif-Positif’ ini terdapat di dalam pasal
53 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, di mana pada ayat (3) dan
(4) menyebutkan permohonan (masyarakat) yang tidak ditindaklanjuti oleh badan
dan/atau pejabat pemerintahan dengan keputusan dan/atau tindakan, dianggap dikabulkan
secara hukum (fiktif-positif) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah
pengadilan yang berwenang memutuskan permohonan semacam ini. Mahkamah Agung
(MA) kemudian menerbitkan Peraturan MA (Perma) No. 8 Tahun 2017 tentang Pedoman
Beracara untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan
Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintah sebagai pedoman dalam
menjalankan asas ‘Fiktif-Positif’ ini.
Yang dapat dikatakan para pihak sebagai subjek permohonan fiktif positif, adalah
pemohon dan termohon, dimana pemohon adalah pihak yang berkepentingan dengan
keputusan atau suatu tindakan yang dimohonkan, dan permohonannya tersebut dianggap
dikabulkan secara hukum apabila tidak ada suatu penetapan atas keputusan atau tindakan
yang dimohonkan tersebut. Selanjutnya, yang disebut sebagai pihak termohon adalah
badan dan/atau pejabat pemerintahan yang berkewajiban menetapkan suatu keputusan
maupun tindakan yang dimohonkan oleh pemohon.
Berkaitan dengan bagaimana permohonan ‘Fiktif-Positif’ dibuat perlu dilihat
ketentuan yang mengatur mengenai ‘Fiktif-Positif’ ini. Adapun dasar permohonan fiktif
positif telah ditentukan pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan yang mengatur:
1. Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan
dan/atau tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu
kewajiban sebagaimana pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan
dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima
secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
3. Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau
tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan;
4. Pemohon mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk memperoleh
keputusan penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
5. Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan.

Berdasarkan pasal 53 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum apabila batas waktu dimaksud
tidak ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dihitung paling lama 10 hari kerja
setelah permohonan diterima badan atau pejabat pemerintahan. Selanjutnya, pada pasal 3
ayat (1) PERMA Nomor 8 Tahun 2017, dikatakan bahwa kewajiban badan atau pejabat
pemeritahan untuk menetapkan keputusan dan/atau melakukan tindakan yang
dimohonkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kedua pasal tersebut menjelaskan apa yang menjadi obyek permohonan fiktif
positif.
Selain diatur dalam pasal 53 ayat (2) dan (3), objek Permohonan Guna
Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan/Pejabat Pemerintahan juga diatur
dalam pasal 3 ayat (1) Perma No. 8 Tahun 2017, yakni:
- Kewajiban Badan/Pejabat Pemerintahan untuk menetapkan keputusan dan/atau
melakukan tindakan yang dimohonkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 3 ayat (2) Perma 8/2017 pun mengatur kriteria mengenai permohonan ini, yakni:
- Permohonan dalam lingkup kewenangan badan dan/atau pejabat pemerintahan;
- Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan untuk menyelenggarakan
fungsi pemerintahan;
- Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan yang belum pernah ditetapkan
dan/atau dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan;
- Permohonan untuk kepentingan Pemohon secara langsung
Dan tidak termasuk objek dari permohonan mengenai: (Pasal 3 ayat (3) Perma 8/2017)
- Permohonan merupakan pelaksanaan dari Putusan Pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap; atau
- Permohonan terhadap permasalahan hukum yang sudah pernah diajukan gugatan
Pengaturan dalam ketentuan Perma No.8 tahun 2017 mengatur bahwa permohonan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pemohon atau kuasanya dalam 5 (lima)
rangkap yang ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya. Permohonan diajukan kepada
Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Termohon melalui
Kepaniteraan. Dan dalam ketentuan pasal 18 Perma No.8 tahun 2017 menyatakan bahwa Putusan
Pengadilan atas penerimaan Permohonan untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan
Badan atau Pejabat Pemerintahan bersifat final dan mengikat.

II. Perbedaan permohonan Fiktif-Positif dengan Gugatan Biasa

Gugatan Biasa Fiktif - Positif


Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 5 1. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Tahun 1986 tentang Peradilan
Peradilan Tata Usaha Tata Usaha Negara
Negara sebagaimana telah beberapa
2. Undang-undang Nomor 9 kali diubah terakhir dengan
Tahun 2004 tentang Undang-undang Nomor 51
Perubahan atas Undang- Tahun 2009 tentang Perubahan
Undang Nomor 51 Tahun Kedua atas Undang-Undang
1986 Nomor 51 Tahun 1986;
3. Undang-undang Nomor 51
2. Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2009 tentang
Tahun 2014 tentang
Perubahan Kedua atas
Administrasi Pemerintahan;
Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1986; 3. Peraturan Mahkamah

4. Undang-Undang Nomor 30 Agung Nomor 5 Tahun 2015

Tahun 2014 tentang tentang Pedoman Beracara

Administrasi Pemerintahan; Untuk Memperoleh Putusan


atas Penerimaan Permohonan
Guna

Objek Pada dasarnya sengketa TUN ada Keputusan dan/atau tindakan yang
Permohonan
sebagai akibat dikeluarkannya dianggap dikabulkan secara hukum
Keputusan TUN oleh Badan atau (fiktif positif) sebagai akibat
Pejabat TUN. permohonan tersebut tidak
Berdasarkan Pasal 1 (3) UU No. 5 ditetapkan dan/atau tidak dilakukan
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata dalam batas waktu kewajiban
Usaha Negara, Keputusan Tata sebagaimana diatur peraturan
Usaha Negara adalah suatu perundang-undangan atau dalam
penetapan tertulis yang dikeluarkan waktu paling lama 10 (sepuluh) hari
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha kerja setelah permohonan diterima
Negara yang berisi tindakan hukum secara lengkap oleh Badan dan/atau
Tata Usaha Negara yang Pejabat Pemerintah.
berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang
bersifat konkret, individual, dan
final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata. 


Para Pihak 1. Pemohon adalah seseorang 1. Pemohon adalah pihak yang


atau Badan Hukum Perdata permohonannya dianggap
yang merasa dikabulkan secara hukum
kepentingannya dirugikan akibat tidak ditetapkannya
dengan dikeluarkannya keputusan dan/atau tidak
Keputusan TUN oleh Badan dilakukannya tindakan oleh
atau Pejabat TUN baik di Badan dan/atau Pejabat
Pusat maupun di Daerah Pemerintahan dan karenanya
2. Termohon adalah Badan mengajukan permohonan
atau Pejabat TUN yang kepada Pengadilan yang
mengeluarkan keputusan berwenang untuk
berdasarkan wewenang mendapatkan putusan atas
yang ada padanya atau yang penerimaan permohonan;
dilimpahkan kepadanya. 2. Termohon adalah Badan
dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang
mempunyai kewajiban untuk
menetapkan keputusan
dan/atau melakukan tindakan
sebagaimana dimaksud
dalam permohonan Pemohon.
Waktu Gugatan dapat diajukan hanya Gugatan dapat diajukan 10 hari kerja
Menggugat
dalam tenggang waktu 90 hari setelah permohonan diterima secara
terhitung sejak saat diterimanya lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat
atau diumumkannya Keputusan Pemerintah.
Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara.

Kewenangan Kewenangan badan pengadilan 1. Pemohon dapat mengajukan


Pengadilan
TUN untuk mengadili suatu permohonan kepada
perkara, atau yang dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha
disebut ‘kompetensi’, terbagi atas Negara untuk memperoleh
kompetensi relatif dan kompetensi putusan penerimaan
absolut. Keduanya dijelaskan permohonan untuk
sebagai berikut : mendapatkan keputusan
a. Kompetensi Relatif dan/atau tindakan yang
Kompetensi relatif suatu dianggap dikabulkan secara
badan pengadilan hukum (Pasal 53 ayat (4) UU
ditentukan oleh batas daerah Administrasi Pemerintah);
hukum yang menjadi 2. Permohonan diajukan kepada
kewenangannya. Suatu Pengadilan Tata Usaha
badan pengadilan Negara yang wilayah
dinyatakan berwenang hukumnya meliputi tempat
untuk memeriksa suatu kedudukan Termohon (Pasal
sengketa apabila salah satu 3 Perma Nomor 5 Tahun
pihak sedang bersengketa 2015).
(Penggugat/Tergugat)
berkediaman di salah satu
daerah hukum yang menjadi
wilayah hukum pengadilan
itu. (Pasal 6 UU No. 5
Tahun 1986 jo. UU No. 9
Tahun 2004)
b. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut
berkaitan dengan
kewenangan Peradilan TUN
untuk mengadili suatu
perkara menurut objek,
materi, atau pokok sengketa.
Adapun yang nenjadi objek
sengketa TUN adalah
Keputusan TUN
sebagaimana diatur dalam
pasal 1 angka 3 UU No. 5
Tahun 1986 jo. UU No. 9
Tahun 2014.

Dapat disimpulkan bahwa


berdasarkan Pasal 54 UU No. 5
Tahun 1986, pengajuan gugatan
sengketa TUN diajukan
berdasarkan kewenangan relatif;
diajukan kepada Pengadilan yang
berwenang yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan
tergugat.

Tata Cara Pengajuan gugatan dalam UU No. 5 Dalam PERMA No. 8 Tahun 2017
Pengajuan
Tahun 1986 Pasal 4:
Permohonan
Pasal 54 : (1)Permohonan diajukan kepada
(1) Gugatan diajukan ke daerah Pengadilan yang wilayah hukumnya
hukum pengadilan tempat meliputi tempat kedudukan
kedudukan tergugat. Termohon melalui Kepaniteraan.
(2) Jika tergugat lebih dari satu, (2)Dalam hal Termohon
maka diajukan ke salah satu berkedudukan di luar negeri,
tempat kedudukan tergugat Permohonan diajukan kepada
(3) Dalam hal tempat Pengadilan di Jakarta.
kedudukan tergugat tidak (3)Panitera wajib melakukan
berada dalam daerah hukum penelitian administrasi Permohonan
Pengadilan tempat dan memeriksa kelengkapan alat
kediaman penggugat, maka bukti yang mendukung Permohonan
gugatan dapat diajukan ke paling sedikit berupa:
Pengadilan yang daerah a. bukti yang berkaitan dengan
hukumnya meliputi tempat identitas Pemohon yaitu:
kediaman penggugat untuk 1. fotokopi KTP atau identitas
selanjutnya diteruskan diri lain dalam hal Pemohon
kepada Pengadilan yang orang perorangan; dan/atau
bersangkutan. 2. fotokopi akta pendirian
(4) Dalam hal-hal tertentu dan/atau anggaran
sesuai dengan sifat sengketa dasar/anggaran rumah tangga
Tata Usaha Negara yang dalam hal Pemohon Badan
bersangkutan yang diatur Hukum Perdata, dan fotokopi
dengan Peraturan keputusan dan/atau peraturan
Pemerintah, gugatan dapat perundang-
diajukan kepada Pengadilan undanganpembentukan
yang berwenang yang Badan Pemerintahan yang
daerah hukumnya meliputi bersangkutan dalam hal
tempat kediaman Pemohon Badan
penggugat. Pemerintahan;
(5) Apabila penggugat dan b. bukti surat atau tulisan yang
tergugat berkedudukan atau berkaitan dengan Permohonan yang
berada di luar negeri, sudah diterima lengkap oleh
gugatan diajukan kepada Termohon;
Pengadilan di Jakarta. c. daftar calon saksi dan/atau ahli,
(6) Apabila tergugat dalam hal
berkedudukan di dalam d. pemohon bermaksud mengajukan
negeri dan penggugat di luar saksi dan/atau ahli;
negeri, gugatan diajukan e. daftar bukti-bukti lain yang berupa
kepada Pengadilan di informasi elektronik atau dokumen
tempat kedudukan tergugat. elektronik, bila dipandang perlu.
Dalam surat gugatannya harus 4) Apabila Permohonan belum
memenuhi beberapa persyaratan lengkap, Panitera Pengadilan
seperti (pasal 56 ayat (1)): memberitahukan kepada Pemohon
a. Nama, kewarganegaraan, tentang kelengkapan Permohonan
tempat tinggal, dan yang harus dipenuhi, dan Pemohon
pekerjaan penggugat atau wajib melengkapinya paling lama 7
kuasanya (tujuh) hari kerja sejak diterimanya
b. Nama, jabatan, dan tempat Pemberitahuan Kekuranglengkapan
kedudukan tergugat Berkas.
c. Dasar gugatan dan hal yang (5) Apabila kelengkapan
diminta untuk diputus oleh Permohonan sebagaimana dimaksud
pengadilan. dalam ayat (3) tidak dipenuhi,
Apabila penggugat diwakili oleh Panitera mengembalikan berkas
kuasa hukum, harus melampirkan tersebut kepada Pemohon yang
surat kuasa khusus. Gugatan sebisa menyatakan bahwa Permohonan
mungkin disertai KTUN yang tersebut tidak diregistrasi dalam
disengketakan. Buku Register Permohonan dan
Pasal 59: diberitahukan kepada Pemohon
(1) Untuk mengajukan gugatan, disertai dengan pengembalian berkas
penggugat membayar uang Permohonan.
muka biaya perkara, yang (6) Permohonan dapat diajukan
besarnya ditaksir oleh kembali dengan Permohonan baru
Panitera Pengadilan. disertai dengan kelengkapan
(2) Setelah penggugat Permohonannya.
membayar uang muka biaya (7) Apabila berkas Permohonan
perkara, gugatan dicatat dinilai telah lengkap, berkas
dalam daftar perkara oleh Permohonan dinyatakan diterima
Panitera Pengadilan. dengan memberikan Akta
(3) Selambat-lambatnya dalam Penerimaan Berkas Perkara yang
jangka waktu tiga puluh hari ditandatangani oleh Panitera setelah
sesudah gugatan dicatat, membayar panjar biaya perkara.
Hakim menentukan hari,
jam, dan tempat Pasal 5:
persidangan, dan menyuruh Fotokopi bukti sebagaimana
memanggil kedua belah dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
pihak untuk hadir pada huruf a dan huruf b wajib dibubuhi
waktu dan tempat yang meterai cukup sesuai dengan
ditentukan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Anda mungkin juga menyukai