Anda di halaman 1dari 29

KELOMPOK 9

1.

Cindy A Tobing

(11010114140456)

2.

Grace Sella M Silaen

(11010114140458)

3.

Satria M Limbong

(11010114140472)

4.

Oki Alviana Hadinnianti (11010114140482)

5.

Dian Shabrina Amajida (11010114140499)

HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA LANJUT


KELAS F

KOMPETENSI ABSOLUT
PERADILAN TUN PASCA
BERLAKUNYA UU ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN
(Berdasarkan Paradigma UU No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan)

RUANG LINGKUP KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN TATA


USAHA NEGARA
Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu
perkaradapatdibedakanataskompetensirelatifdankompetensiabsolut.
Kompetensirelatifberhubungandengankewenanganpengadilanuntukmengadili
suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan Kompetensi Absolut
adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek,
materiataupokoksengketa.
SedangkanmenurutSoedikno Mertokusumo,KompetensiAbsolutataukewenangan
mutlak pengadilan adalah wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis
perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan
dalamlingkunganpengadilanlain.

Kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) menurut


Undang-undangNo.5Tahun1986sebagaimanaterakhirdiubahdenganUUNo.
51Tahun2009tentangPeradilanTataUsahaNegara,adalahmengadilisengketa
Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata melawan
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, akibat diterbitkannya keputusan Tata Usaha
Negara.
Menurut Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara, kewenangan atau
kompetensi absolut terbatas pada mengadili dan memutus sengketa Tata Usaha
Negara akibat diterbitkannya keputusan Tata Usaha Negara, yaitu penetapan
tertulis yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat
hukumbagiseseorangataubadanhukumperdata.

Kehadiran Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi


Pemerintahan (AP) yang disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014, telah
membawa perubahan yang signifikan terhadap kompetensi Peradilan Tata
Usaha Negara, karena kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara yang
semulaterbatas,menjadidiperluas.
Pengertian Keputusan dan Cakupan Keputusan dalam UU No. 30 Tahun
2014 lebih luas dari Keputusan sebagai obyek sengketa PERATUN menurut
UUPERATUN.
Berdasarkanpengantarini,makakamidarikelompok9akanmenguraikan
lebih lanjut, mengenai bagaimana Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara,
sebelum dan sesudah diundangkannya UU No. 30 Tahun 2014 tentang
AdministrasiPemerintahan(AP).

Kompetensi Peradilan Tata Usaha menurut Undang-undang No. 5 Tahun


1986 sebagaimana diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan terakhir
dengan UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Menurutketentuanpasal47UUPeradilanTataUsahaNegara,Kompetensi
Absolut Peradilan Tata Usaha Negara adalah bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Yang
dimaksud sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dibidang
TataUsahaNegaraantaraorangataubadanhukumperdataakibatditerbitkannya
KeputusanTataUsahaNegara.
Keputusan Tata Usaha Negara (TUN) adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum Tata
Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum
bagiseseorangataubadanhukumperdata.(Pasal1angka9UUPeradilanTUN.)

Penetapan tertulis terutama menunjuk pada isi, bukan kepada bentuk


keputusanyangdikeluarkanolehBadanatauPejabatTUN.
Badan atau Pejabat TUN adalah pejabat di pusat dan di daerah yang
melakukankegiatanyangbersifateksekutif.
Tindakan Hukum TUN adalah perbuatan Badan atau Pejabat TUN yang
bersumberpadasuatuhukumTataUsahaNegarayangdapatmenimbulkanhak
ataukewajibanbagioranglain.
Bersifat konkrit artinya obyek yang diputuskan tidak abstrak tetapi
berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Bersifat individual artinya keputusan
TUN tidak ditujukan kepada umum tetapi tertentu baik alamat maupun yang
dituju. Bersifat final artinya sudah definitif, dan karenanya sudah dapat
menimbulkanakibathukum.

Melalui uraian tersebut, keputusan Tata Usaha Negara yang dapat menjadi
obyek sengketa Tata Usaha Negara, sangat luas. Namun apabila dilihat dari
pembatasan yang diberikan Undang-undang Peradilan Tata Usaha itu sendiri
sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU Peradilan TUN, maka kompetensi
PeradilanTUNdalammengadiliKeputusanTUNadalahterbatas.
Pasal 2 UU Peratun : Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata
Usaha Negara menurut Undang-Undang ini :
a.

Keputusan Tata Usaha

Negara

yang merupakan

perbuatan hukum

perdata;
b.

Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat


umum;

c.

Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;

d.

Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat
hukum pidana;

e.

Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil


pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

f.

Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional


Indonesia;

g.

Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah


mengenai hasil pemilihan umum.

Selanjutnyapasal49UUPERATUNjugamasihmemberikanpengecualian
sebagaiberikut:
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa
tata usaha negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu
dikeluarkan:
a.

dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau


keadaan

luar

biasa

yang

membahayakan

berdasarkan

peraturan

perundang-undangan yang berlaku;


b.

dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.

Disampingpembatasan/pengecualiantersebutdiatas,dalamUndang-undang
peratunmengaturadanyakewenangantambahan,yaknisebagaimnadiaturdalam
pasal3UUPERATUN:
1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut
disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak
mengeluarkan keputusan yang dimaksud.

3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak


menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2); maka
setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan,
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah
mengeluarkan keputusan penolakan.
Badan atau Pejabat TUN yang menerima permohonan dianggap telah
mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut apabila
tenggangwaktuyangditetapkantelahlewatdanbadanataupejabatTataUsaha
Negara itu bersikap diam, tidak melayani permohonan. Apabila peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu 4
(empat) bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat TUN yang
bersangkutandianggaptelahmengeluarkankeputusanpenolakan.

Disamping kewenangan tersebut, berdasar UU No.14 Tahun 2008 tentang


KeterbukaanInformasiPublik(KIP),makaPeradilanTataUsahajugadiberikan
kewenangan untuk mengadili sengketa informasi publik. Yakni sengketa
informasi publik yang subyek sengketanya menyangkut Badan Publik Negara.
(Pasal47UUKIP).

KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN TATA USAHA NEGARA PASCA PEMBERLAKUAN


UU NO.30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN.

PemberlakukanUUNo.30Tahun2014tentangAdministrasiPemerintahan,
telah membawa perubahan besar terhadap kompetensi absolut Peradilan Tata
UsahaNegara.PerubahanyangterjadidengandiundangkannyaUUAdministarsi
Pemerintahan,adalahmenyangkuthal-halsebagaiberikut:
1.

PerluasanPemaknaanKeputusanTUN.(Pasal1angka7UUAP).

2.

Kompetensi

Peradilan

TUN

terhadap

Tindakan

administrasi

pemerintahan/tindakanfactualpejabatTUN.(Pasal1angka8UUAP).

3.

Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Pengujian tentang ada


atautidaknyapenyalahgunaanwewenangdalampenerbitanKeputusanTata
UsahaNegara.(Pasal21UUAP)

4.

Kompetensi PERATUN untuk mengadili/mengabulkan tuntutan ganti rugi,


tanpapembatasanjumlahtertentu.

5.

Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negata Tingkat satu untuk mengadili


gugatanpascaUpayaAdministratif.

6.

Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara untuk memutuskan terhadap


obyeksengketafiktifpositif.(Pasal53UUAP)

1) Perluasan Pemaknaan Keputusan TUN


UU Peratun dalam pasal 1 angka 9 mengatur bahwa, Keputusan TUN
( Obyek sengketa Tata Usaha Neggara) adalah penetapan tertulis yang
diterbitkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, yang berisi tindakan
hukum Tata Usaha Negara, bersifat konkrit, individual dan final yang
menimbulkanakibathukumbagiseseorangataubadanhukumperdata.

UU No 5 Tahun 1986 jo UU No 51
Tahun 2009

UU No 30 Tahun 2014

Ketentuantersebutmengandungunsur:

Keputusanmengandungunsur:

1.

Penetapantertulis.

1.

2.

Diterbitkan oleh Badan/Pejabat Tata 2.

DikeluarkanolehBadandan/atau

usahaNegara

PejabatPemerintah

Yang berisi tindakan hukum Tata 3.

Dalam

UsahaNegara,

pemerintahan.

3.
4.

Bersifatkonkrit,

5.

Individualdan

6.

Final

7.

Yang menimbulkan akibat hukum


bagi orang atau badan hukum
perdata.

Ketetapantertulis

penyelenggaraan

Dari kedua pengaturan tersebut tergambar bahwa berdasar Undang-

Undang Peratun memberikan pemaknaan, Keputusan Tata Usaha Negara


( Obyek Sengketa TUN) lebih sempit dibandingkan pemaknaan Keputusan
TUN menurut UU AP. Karena semakin banyak unsur suatu pasal, maka
semakinsempitcakupannya.Semakinsedikitunsursuatupasal,makacakupan
pengertiannyaakanlebihluas.
Dengan pemaknaan tersebut, maka terlihat kompetensi peradilan TUN
menurutUUPERATUNadalahlebihsempitdibandingkandengankompetensi
PeradilanTUNmenurutUUAdministrasiPemerintahan(AP).

2) Kompetensi

Peradilan

TUN

terhadap

Tindakan

administrasi

pemerintahan/Tindakan factual pejabat TUN. (Pasal 1 angka 8 UU AP)


Pasal75Ayat(1)UUAPmengatur:
Warga Masyarakat yang dirugikan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan
dapat mengajukan Upaya Administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau
Atasan Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau
Tindakan.
Pasal76ayat(3)UUAP:
Dalam hal Warga Masyarakat tidak menerima atas penyelesaian banding oleh
Atasan Pejabat, Warga Masyarakat dapat
Pengadilan.

mengajukan

gugatan

ke

Pasal1angka8UUAP:
Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan
adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya
untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan
rangka penyelenggaraan pemerintahan.

konkret

dalam

Dariketentuanpasal75ayat(1)j.o.Pasal76ayat(3)j.i.s.Pasal1angka8
UU AP tersebut, memberikan perluasan kompetensi Peradilan Tata Usaha
Negara. Sebelumnya obyek sengketa TUN terbatas hanya keputusan TUN
(dalambentuktertulis)saja,tetapiberdasarkanUUAPTindakanAdministrasi
Pemerintahan/Tindakan factual administrasi Pemerintahan juga menjadi
kompetensiPeradilanTataUsahaNegara.
Sebelum berlakunya UU No. 30 Tahun 2014, Tindakan Administrasi
Pemerintahan/Tindakan factual administrasi Pemerintahan adalah menjadi
kompetensi absolut Peradilan Umum. Yakni dalam format gugatan perbuatan
melawanhukumpenguasa(onrechtmatige overhaitdaad). JadiPeradilanTUN
berwenang mengadili, tidak hanya tindakan hukum (rechtelijke handeling)
tetapitermasuktindakanfaktual(feitelijke handeling).

3) Kompetensi PERATUN terhadap Pengujian tentang ada atau tidaknya unsur


penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Pejabat pemerintahan. (Pasal 21 UU AP)

Pasal21UUAP
(1) Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutuskan

atau

tidak

ada

ada

unsur penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh

Pejabat Pemerintahan.
(2) Badan dan/atau

Pejabat Pemerintahan dapat mengajukan permohonan

kepada Pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan
Wewenang dalam Keputusan dan/atau Tindakan.

Sesuaiketentuantersebut,makakewenangan/kompetensiiPeradilanTUN
menjadi diperluasa, yakni berwenang menerima, memeriksa, dan
memutuskanadaatautidakadaunsurpenyalahgunaanwewenang
yangdilakukanolehPejabatPemerintahan.
Kewenangan ini bertitik singgung dengan kewenangan peradilan umum,
khususnya peradilan pidana. Karena selama ini mengenai unsur ada atau
tidaknya penyalah gunaan wewenang dalam kasus pidana adalah menjadi
kewenanganhakimpidana.

4) Kompetensi PERATUN untuk mengadili/mengabulkan tuntutan ganti rugi, tanpa


pembatasan jumlah tertentu.

Sebagaimanadiuraikandiatas,dariketentuanpasal75ayat(1)j.o.Pasal76
ayat (3) j.i.s. Pasal 1 angka 8 UUAPtelah memberikan perluasan kompetensi
PERATUN. Sebelumnya obyek sengketa TUN hanya keputusan TUN (dalam
bentuktertulis)saja,tetapiberdasarkanketentuantersebutTindakanAdministrasi
Pemerintahan/Tindakan factual administrasi Pemerintahan juga menjadi
kompetensiPeradilanTataUsahaNegara.
Sebelum berlakunya UU No.30 Tahun 2014, Tindakan Administrasi
Pemerintahan/Tindakan factual administrasi Pemerintahan adalah menjadi
kompetensi absolut Peradilan Umum. Yakni dalam format gugatan perbuatan
melawanhukumpenguasa(onrechtmatige overhaitdaad).

Perluasan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, khususnya


menyangkut obyek Tindakan Administrasi Pemerintahan/Tindakan factual
administrasi Pemerintahan, membawa konskwensi logis terhadap besaran
tuntutangantirugidiPeradilanTataUsahaNegara.
Sebelumnya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991
Tentang Ganti Rugi danTata Cara Pelaksanaannya Pada PradilanTata Usaha
NegaramenentukangantirugidibatasiminimumRp250.000,-(duaratuslima
puluhribuRupiah)danmaksimalRp5.000.000(LimaJutaRupiah)

5) Kewenangan Peradilan TUN tingkat pertama, mengadili gugatan pasca upaya


administratif (administratief beroep).

Pasal1angka16:
Upaya Administratif adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan
dalam lingkungan Administrasi Pemerintahan sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan dan/atau Tindakan yang merugikan.
Berbeda dengan pengaturan pada UU PERATUN, yang memberikan
kewenanganPengadilanTinggi/BandinguntukmengadilisengketaTUNyang
berasal dari Upaya Administratif. (Pasal 48 j.o. Pasal 51 ayat (3) UU
PERATUN).
Dengan berlakunya UU No. 30 Tahun 2014, tentang AP, maka seluruh
Gugatan yang berasal dari Upaya Administratif (baik prosedur keberatan
maupun banding administratif,), adalah menjadi kewenangan Peradilan TUN
TingkatPertama.

Pasal75Ayat1UUAP:
Warga Masyarakat yang dirugikan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan
dapat mengajukan Upaya Administratif

kepada Pejabat Pemerintahan

atau Atasan Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan


dan/atau Tindakan.
Pasal76ayat(3)UUAP:
Dalam hal Warga Masyarakat tidak menerima atas penyelesaian banding
oleh Atasan Pejabat, Warga Masyarakat dapat

mengajukan

gugatan

ke

Pengadilan.
Yang dimaksud dengan Pengadilan, menurut pasal 1 angka 18 UU AP
adalahPengadilanTataUsahaNegara.

6) Kompetensi Peradilan TUN untuk memutuskan terhadap obyek Keputusan Fiktif


Positif (Pasal 53 UU AP)

KeputusanFiktifPositifadalahkeputusanyangmerupakananggapanbahwa
Badandan/atauPejabatPemerintahantelahmenerbitkankeputusanyangbersifat
mengabulkan permohonan, dikarenakan tidak ditanggapinya permohonan yang
diajukanolehpemohonsampaidenganbataswaktuyangditentukanatauapabila
tidak ditentukan telah lewat sepuluh hari setelah permohonan yang sudah
lengkapditerima.
Berdasarkan Permohonan Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang
memutuskanmengenaipenerimaanpermohonanyangdiajukanpemohon.

KetentuandalamUUAPtersebutadalahberbedadenganketentuanpasal3
UUPERATUNyangmenganutrezimfiktifnegative.Artinya,PeradilanTUN
berwenangmengadiligugatanterhadapSikapdiamBadan/PejabatTUNyang
tidakmenerbitkankeputusanyangdimohonatauyangmenjadikewajibannya,
sikap diam mana adalah dipersamakan sebagai Keputusan Penolakan (fiktif
negative).
Berdasarkan ketentuan pasal 53 UU AP, apabila dalam batas waktu
sebagaimana ditentukan UU, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka
permohonantersebutdianggapdikabulkansecarahukum.

Anda mungkin juga menyukai