Anda di halaman 1dari 4

1.

Teori Peradilan Tata Negara / Administrasi Negara (PTUN)

Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang
atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di
daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peradilan Tata Usaha Negara meliputi:

1. Pengadilan Tata Usaha Negara, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah


hukum meliputi wilayah kabupaten/kota
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah
hukum meliputi wilayah provinsi
3. Pengadilan Khusus
o Pengadilan Pajak, berkedudukan di ibukota Negara

Sejarah

Pada Masa Hindia Belanda, Pengadilan Tata Usaha Negara dikenal dengan sistem administratiF beroep.
Kemudian, setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950, dikenal tiga cara penyelesaian
sengketa administrasi, yaitu:

1. Diserahkan kepada Pengadilan Perdata;


2. Diserahkan kepada Badan yang dibentuk secara istimewa;
3. Dengan menentukan satu atau beberapa sengketa TUN yang penyelesaiannya diserahkan kepada
Pengadilan Perdata atau Badan Khusus.

Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UUU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan antara lain Peradilan Tata Usaha Negara.
Kewenangan Hakim dalam menyelesaikan sengketa administrasi negara semakin dipertegas melalui UU
No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dimana disebutkan bahwa kewenangan
memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara/sengketa administrasi berada pada
Hakim/Peradilan Tata Usaha Negara, setelah ditempuh upaya administratif.

Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara di Indonesia merupakan suatu kehendak
konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap rakyat secara maksimal.
Indonesia sebagai negara hukum tengah berusaha meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh warganya
dalam segala bidang. Kesejahteraan itu hanya dapat dicapai dengan melakukan aktivitas-aktivitas
pembangunan di segala bidang. Dalam melaksanakan pembangunan yang multi kompleks sifatnya tidak
dapat dipungkiri bahwa aparatur pemerintah memainkan peranan yang sangat besar. Konsekuensi negatif
atas peran pemerintah tersebut adalah munculnya sejumlah penyimpangan-penyimpangan seperti korupsi,
penyalahgunaan kewenangan, pelampauan batas kekuasaan, sewenang-wenang, pemborosan dan
sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan itu tidak mungkin
dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga diperlukan sarana hukum untuk memberikan perlindungan
hukum bagi rakyat.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 dapat disebut Undang-undang
Peradilan Administrasi Negara, maka dewasa ini perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas
perbuatan yang dilakukan oleh penguasa dapat dilakukan melalui 3 badan, yakni sebagai berikut: 
a. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui upaya administratif.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun
2004 tentang Peradilan Tara Usaha Negara (PTUN).
c. Peradilan Umum, melaui Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Melihat betapa pentingnya peran Peradilan Tata Usaha negara dalam menciptakan Negara Indonesi ayang
adil dan sejahtera, pemakalah tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai Peradilan Tata Usaha
Negara di Indonesia dengan membuat makalah yang berjudul: “Peradilan Tata Usaha Negara”

Peralihan ke Mahkamah Agung

Perubahan UUD 1945 membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan


kehakiman, dan diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Konsekuensi dari perubahan ini adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan
finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung.

Sebelumnya, pembinaan Peradilan Tata Usaha Negara berada di bawah eksekutif, yakni Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan HAM.
Terhitung sejak 31 Maret 2004, organasi, administrasi, dan finansial PTUN dialihkan dari Departemen
Kehakiman dan HAM ke Mahkamah Agung.

Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan
anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah Agung.

Sumber : Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

 pasal 269 UU Nomor 8 Tahun 2012 diatur tentang proses penyelesaian sengketa tata usaha negara
pemilihan umum yaitu sebagai berikut : 
1. Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 ke
pengadilan tinggi tata usaha negara dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (2) telah digunakan.
2. Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah dikeluarkannya Keputusan Bawaslu.
3. Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang lengkap, penggugat dapat
memperbaiki dan melengkapi gugatan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya gugatan oleh
pengadilan tinggi tata usaha negara.
4. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penggugat belum menyempurnakan
gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.\
5. Pengadilan tinggi tata usaha negara memeriksa dan memutus gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap.
6. Terhadap putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya
dapat dilakukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia
7. Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan
pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
8. Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memberikan putusan atas permohonan kasasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi
diterima.
9. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat terakhir
dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
10. KPU wajib menindaklanjuti putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling
lama 7 (tujuh) hari kerja.

1. TEORI MENGENAI TUGAS DAN WEWENANG PTUN

Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan dalam lingkup hukum publik, yang mempunyai
tugas dan wewenang : “memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, yaitu suatu
sengketa yang timbul dalam bidang hukum TUN antara orang atau badan hukum perdata (anggota
masyarakat) dengan Badan atau Pejabat TUN (pemerintah) baik dipusat maupun didaerah sebagai akibat
dikeluarkannya suatu Keputusan TUN (beschikking), termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku “ (vide Pasal 50 Jo. Pasal 1 angka 4 UU No. 5 tahun 1986
Jo.UUNo.9Tahun2004).
Berdasarkan uraian tersebut, secara sederhana dapat dipahami bahwa yang menjadi subjek di
Peratun adalah Seseorang atau Badan Hukum Perdata sebagai Penggugat, dan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara sebagai Tergugat. Sementara itu yang menjadi objek di Peratun adalah Surat Keputusan
Tata Usaha Negara (beschikking)

UNSUR YANG MENYATAKAN SAH ATAU TIDAKNYA KPU UNTUK MEMENUHI


KETETAPAN PEMERINTAH :

Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan
Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa
untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut : 
1. merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
2. menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan
Umum;
3. membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan
kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang
selanjutnya disebut TPS;
4. menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
5. menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I
dan DPRD II;
6. mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
7. memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf:

1. tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum.

Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga ditambahkan,
bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal 10, selambat-lambatnya 3
(tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.

Anda mungkin juga menyukai