Anda di halaman 1dari 12

TUGAS UAS

HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI

DISUSUN OLEH

NURYONO

DEDI HADIANTONO

MEMET SADIKIN

DIMAS PAMUNGKAS

NI LOH SARIASIH

KHARDIANSYAH

UNIVERSITAS SAMAWA

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I

PENDAHULUAN

Dasar peradilan dalam UUD 1945 dapat ditemukan dalam pasal 24 yang
menyebutkan:
(1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman
menurut undang-undang.
(2) Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
Sebagai pelaksanaan Pasal 24 UUD 1945, dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 14 Tahun Tahun
1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
a. Peradilan Umum;
b. Peradilan Agama;
c. Peradilan Militer;
d. Peradilan Tata Usaha Negara.

Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara di Indonesia


merupakan suatu kehendak konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap
rakyat secara maksimal.
Indonesia sebagai negara hukum tengah berusaha meningkatkan kesejahteraan bagi
seluruh warganya dalam segala bidang. Kesejahteraan itu hanya dapat dicapai dengan melakukan
aktivitas-aktivitas pembangunan di segala bidang. Dalam melaksanakan pembangunan yang multi
kompleks sifatnya tidak dapat dipungkiri bahwa aparatur pemerintah memainkan peranan yang
sangat besar. Konsekuensi negatif atas peran pemerintah tersebut adalah munculnya sejumlah
penyimpangan-penyimpangan seperti korupsi, penyalahgunaan kewenangan, pelampauan batas
kekuasaan, sewenang-wenang, pemborosan dan sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh aparat pemerintahan itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga
diperlukan sarana hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 dapat disebut Undang-undang Peradilan
Administrasi Negara, maka dewasa ini perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas
perbuatan yang dilakukan oleh penguasa dapat dilakukan melalui 3 badan, yakni sebagai berikut:

a. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui upaya administratif.

b. Peradilan Tata Usaha Negara, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU


No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tara Usaha Negara (PTUN).

c. Peradilan Umum, melaui Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Melihat betapa pentingnya peran Peradilan Tata Usaha negara dalam menciptakan
Negara Indonesi ayang adil dan sejahtera, pemakalah tertarik untuk membahas lebih dalam
mengenai Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dengan membuat makalah yang berjudul:
“Peradilan Tata Usaha Negara”

BAB II

RUMUSAN MASALAH

Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai salah satu badan peradilan khusus yang
berada di bawah Mahkamah Agung, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana di ubah dengan Undang-undang nomor 9 tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara dalam Pasal 47 mengatur tentang kompetensi PTUN dalam sistem peradilan di Indonesia
yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha
negara.
Kewenangan Pengadilan untuk menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara yang diajukan kepadanya yang dikenal dengan kompetensi atau kewenangan mengadili.
Peradilan Tata Usaha Negara akan menyelesaikan sengketa yang terjadi di dalam lingkungan
administrasi itu sendiri.
Untuk itu, pemakalah akan menguraikan mengenai kewenangan pengadilan Tata
Usaha Negara dan Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara.
Secara ringkas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah, sebagai berikut:

1. Apa tujuan didirikannya Pengadilan Tata Usaha Negara?

2. Bagaimana PTUN menyelesaikan sengketa yang terjadi di lingkungan TUN?


BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara

Prof. Ir. S. Prajudi Atmosudirdjo, SH memberikan pengertian Peradilan Tata Usaha


Negara dalam arti luas dan dalam arti sempit.
1) Dalam arti luas

“Peradilan yang menyangkut Pejabat-pejabat dan Instansi-instansi Administrasi Negara,


baik yang bersifat perkara pidana, perkara perdata, perkara agama, perkara adat, dan
perkara administrasi Negara.”

2) Dalam arti sempit

“Peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara administrasi negara murni semata-mata.”

B. Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara

Fungsi hukum ialah menegakkan kebenaran untuk mencapai keadilan. Keadilan


adalah merupakan hal yang pokok bagi manusiadalam hidup bermasyarakat, maka dibutuhkan
adanya lembaga-lembaga yang bertugas menyelenggarakan keadilan ini. Keadilan ini
dituntutkan untuk semua hubungan masyarakat, hubungan-hubungan yang diadakan oleh
manusia dengan menusia lainnya, oleh karena itu berbicara tentang keadilan meliputi segala
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Keadilan ini erat hubungannya
dengan kebenaran, karena sesuatu yang tidak benar tidaklah mungkin adil. Sesuatu itu benar
menurut norma-norma yang berlaku akan tercapailah keadilan itu. Juniarto, SH
mengemukakan ada 4 macam kebenaran untuk mencapai keadilan.

1. Kebenaran di dalam menentukan norma-norma hukum yang berlaku agar sesuai dengan
rasa kebenaran yang hidup dalam masyarakat.

2. Kebenaran berupa tindakan-tindakan dari setiap anggota masyarakat dalam melakukan


hubungan agar sesuai dengan norma-norma hukumya berlaku.

3. Kebenaran dalam mengetahui fakata-fakta tentang hubungan-hubungan yang


sesungguhnya terjadi sehingga tidak ada penambahan atau pengurangan maupun
penggelapan daripadanya.
4. Kebenaran di dalam memberikan penilaian terhadap fakta-faktanya terhdap norma-
norma hukum yang berlaku.

Demikian empat kebenaran yang harus diperhatikan dalam rangka mencapai keadilan.

Kepada lembaga-lembaga yang bertugas untuk menetapkan keadilannya atau


dengan perkataan lain bertugas memberi kontrol, meminta pertanggungjawaban dan
memberikan sanksi-sanksinya, maka tindakan pertama yang harus diperhatikan ialah mencari
kebenaran tentang fakta-fakta. Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu lembaga yang
bertugas menyelenggarakan keadilan ini juga harus memperhatikan kebenaran-kebenaran
tersebut untuk mencapai keadilan. Demikian pula para anggota yang duduk dalam lembaga ini
harus mempunyai keadilan khusu untuk itu dan terutama sekali mempunyai pengetahuan
hukum yang cukup luas.

Prof. Ir. S. Prajudi Atmosudirdjo, SH, mengatakan bahwa tujuan daripada Peradilan
Tata Usaha Negara adalah untuk mengenbangkan dan memelihara Administrasi Negara yang
tepat menurut hukum (rechtmating) atau tepat menurut undang-undang (wetmatig).
Pemakalah sendiri berpendapat bahwa Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul antara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga
masyarakat oleh akibat pelaksanaan atau penggunaan wewenang pemerintah yang dilakukan
oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan benturan kepentingan,
perselisihan, atau sengketa dengan warga masyarakat.

C. Karakteristik dan Prinsip-prinsip Peradilan Tata Usaha Negara

Ciri khas hukum acara Peradilan tata usaha negara terletak pada asas-asas hukum
yang melandasinya. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa barangkali tidak berlebihan apabila
dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan jantungnya peraturan hukum. Kita menyebutnya
demikian oleh karena; pertama, ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu
peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan
kepada asas-asas tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai
alasan lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.
Selanjutnya Satjipto Rahardjo menambahkan bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu
bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu
mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.

Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan definisi asas hukum
adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-
masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim,
yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat
dipandang sebagai penjabarannya.
Dengan didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis
besarnya kita dapat menggali beberapa asas hukum yang terdapat dalam Hukum Acara
Peradilan tata Usaha Negara:
1. Asas Praduga rechtmatig. (Pasal 67 ayat (1) UU PTUN)

2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha
negara (KTUN) yang dipersengketakan. (Pasal 67 ayat 1 dan ayat 4 huruf a)

3. Asas para pihak harus didengar .

4. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka (Pasal 24 UUD 1945 jo Pasal 4
UU 14/1970)

5. Asas peradilan dilakukan dengan sederahana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 UU 14/
1970)

6. Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa hakim
mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan apakah gugatan dinyatakan
tidak diterima atau tidak berdasar yang dilengakapi dengan pertimbangan-pertimbangan
(Pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah gugatan
penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya (Pasal 63 UU
PTUN). Dengan demikian asas ini memberikan peran kepada hakim dalam proses
persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materil dan untuk itu UU PTUN
mengarah kepada pembuktian bebas .Bahkan, jika dianggap perlu untuk mengatasi
kesulitan penggugat memperoleh informasi atau data yang diperlukan, maka hakim dapat
memerintahkan badan atau pejatan TUN sebagai pihak tergugat itu untuk memberikan
informasi atau yang diperlukan itu (Pasal 85 UU PTUN).

7. Asas sidang terbuka untuk umum. (Pasal 17 dan Pasal 18 UU 14/1970 jo Pasal 70 UU
PTUN).

8. Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan dimulai dari tingkat yang terbawah yaitu
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PT TUN), dan puncaknya adalah Mahkamah Agung (MA). Dengan dianutnya asas ini,
maka kesalahan dalam keputusan pengadilan yang lebih rendah dapat dikoreksi oleh
Pengadilan yang lebih tinggi. Terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum
tetap dapat diajukan upaya hukum banding kepada PT TUN dan kasasi kepada MA.
Sedangkan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat
diajukan upaya hukum permohonan peninjuan kembali kepada MA.

9. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan. (Pasal 78 dan pasal
79 UU PTUN).

10. Asas Obyektivitas.

D. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara

Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan


(kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Kompetensi (kewenangan) suatu
badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan
kompetensi absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk
mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut
adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau
pokok sengketa.

a. Kompetensi Relatif

Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum
yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk
memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat)
berkediaman di salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu.
Pengaturan kompetensi relatif peradilan tata usaha negara terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal
54 :

Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 menyatakan :

1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah


hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.

2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Untuk saat sekarang PTUN masih terbatas sebanyak 26 dan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara (PT.TUN) ada 4 yaitu PT.TUN Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar di seluruh
wilayah Indonesia, sehingga PTUN wilayah hukumnya meliputi beberapa kabupaten dan kota.
Seperti PTUN Medan wilayah hukumnya meliputi wilayah provinsi Sumatera Utara dan PT.TUN
wilayah hukumnya meliputi provinsi-provinsi yang ada di Sumatera.
Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediaman para
pihak, yakni pihak Penggugat dan Tergugat.

Dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 menyebutkan gugatan
dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan (domisili) tergugat. Apabila tergugatnya lebih
dari satu, maka gugatan dapat diajukan keapda PTUN dari tempat kedudukan salah satu
tergugat. Gugatan juga dapat diajukan melalui PTUN tempat kedudukan penggugat untuk
diteruskan kepada PTUN tempat kedudukan (domisili) dari tergugat. PTUN Jakarta, apabila
penggugat dan tergugat berdomisili di laur negri. Sedangkan apabila tergugat berkedudukan di
dalam negeri, maka gugatan dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan tergugat.

b. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara
untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Kompetensi
absolut PTUN adalah sengketa tata usaha negara yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara
antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik di
pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).

E. Pangkal Sengketa TUN

Perbuatan administrasi Negara (TUN) dapat dikelompokkan kepada 3 macam


perbuatan yakni: mengeluarkan keputusan, mengeluarkan peraturan perundang-undangan,
dan melaukan perbuatan materil. Dalam melakukan perbuatan tersebut, badan atau pejabat
tata usaha Negara tidak jarang terjadi tindakan-tindakan yang menyimpang, dan melawan
hukum, sehingga dapat menimbulkan berbagai kerugian, bagi yang terkena tindakan tersebut.
Pertanyaan sekarang adalah apa yang dimaksud sengketa dalam tata usaha Negara? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut dapat ditelusuri dari ketentuan pasal 1 angka 4 UU PTUN, yang
menyebutkan sebagai berikut:
“Sengeketa tata usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara
antara orang atau badan hukum perdata, dengan badan atau pejabat tata usaha Negara, baik
di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Adapun yang menjadi pangkal sengketa TUN adalah akibat dari dikeluarkannya KTUN.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU PTUN yang dimaksud dengan KTUN adalah: “Suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan
hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang bersifat konkret, individual, final, yang menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau
Badan Hukum Perdata.

F. Obyek dan Subyek sengketa di PTUN

1) Obyek Sengketa

Obyek sengketa di PTUN adalah Keputusan tata usaha negara sebagaimana dimaksud
Pasal 1 angka 3 dan Keputusan fiktif negatif berdasarkan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU
No. 9 Tahun 2004.
.

2) Subyek Sengketa

a. Penggugat
Penggugat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingan dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan
tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tata usaha negaratutan agar
Keputusan tata usaha negara yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah dengan
atau disertai tata usaha Negara ganti rugi dan rehabilitasi. (Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun
1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).
Alasan mengajukan gugatan menurut Pasal 53 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1986 UU
No. 9 Tahun 2004 adalah :
 Keputusan tata usaha negara tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku.

 Badan atau pejabat tata usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan
sebagaiaman dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenagnya untuk tujuan
lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut.

 Badan atau pejabat tata usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak
mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah
mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu
seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan
tersebut.

b. Tergugat

Dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004


menyebutkan pengertian Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Yang dimaksud dengan badan atau pejabat tata usaha negara menurut Pasal 1
angka 2 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 disebutkan, “Badan atau Pejabat tata
usaha negara adalah pejabat yang melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

c. Pihak Ketiga yang berkepentingan

Dalam Pasal 83 UU No. 5 / 1986 jo UU No. 9/ 2004 disebutkan :


Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak
lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan
permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat masuk dalam sengketa tata usaha
negara, dan bertindak sebagai:
- pihak yang membela haknya, atau
- peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa

G. Jalur Penyelesaian Sengketa TUN

Pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 tentang UU PTUN menyebutkan:


1. Dalam suatu badan atau pejabat tata usaha Negara diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif
sengketa tata usaha Negara tertentu, maka sengketa tata usaha Negara tersebut harus
diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.

2. Pengadila baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa tata


usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, jika selutuh upaya administratif yang
bersangkutan telah digunakan.

Dengan demikian upaya administatif itu merupakan prosedur yang digunakan dalam suatu
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaiakan sengketa TUN yang dilakssanakan di
lingkungan pemerintah sendiri (bukan oleh peradilan yang bebas).yang terdiri dari prosedur
keberatan dan prosedur banding administratif.

H. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan

Dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 disebutkan bahwa gugatan
dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat
diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat tata usaha negara yang
digugat.

Tenggang waktu untuk mengajukan gugatan 90 hari tersebut dihitung secara bervarisasi:

a. Sejak hari diterimanya KTUN yang digugat itu memuat nama penggugat.

b. Setelah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan


yang memberikan kesempatan kepada administrasi Negara ntuk memberikan keputusan,
namun ia tidak berbuat apa-apa.

c. Setelah lewat empat bulan, apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan


kesempatan kepada administrasi Negara untuk memberikan keputusan dan ternyata ia
tidak berbuat apa-apa.

d. Sejak hari pengumuman apabila KTUN itu harus diumumkan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Indonesia sebagai Negara Hukum, menjamin hak Asasi Manusia tiap-tiap penduduknya.
termasuk dalam hal administrasi Negara. Pemerintah sebagai aparat yang melaksanakan
kegiatan administrasi di Negara ini, tidak menutup kemungkinan untuk melakukan
penyelewengan-penyelewengan kekuasaan, sehingga merugikan masyarakat Indonsia.
Untuk itu, Pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9
Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 diberikan
perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas perbuatan yang dilakukan oleh
penguasa.

2. Sengketa tata usaha Negara yang terjadi di lingkungan administrasi, baik itu sengketa
intern, yang menyangkut persoalan kewenangan pejabat TUN yang disengketakan dalam
satu departemen atau suatu departemen dengan departemen yang lain dan sengketa
ekstern yakni perkara administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi
Negara dengan rakyat. Maka, sengketa ini diselesaikan melalui upaya administrative, yang
mana upaya administratif in berdasarkan penjelasan Pasal 48 disebutkan bahwa itu
merupakan suatu prosedur yang ditempuh oleh seseorang atau badan hokum yang
merasa tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara.

B. Saran

Untuk menciptakan Negara Indonesia yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya, hendaknya kinerja dari Pengadilan Tata Usaha Negara ini lebih ditingkatkan.
Mengingat saat ini, keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang begitu menjadi sorotan
masyarakat, padahal penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh aparat
pemerintahan sering terjadi, yang tentunya penyelewengan-penyelewengan itu merugikan
masyarakat luas.
Dan diharapkan pula pada pemerintah, agar dalam melaksanakan kewajibannya dalam hal
administrasi Negara agar lebih jujur dan bersih, sehingga Negara Indonesia ini menjadi Negara
yang mendapat ancungan jempol dari Negara-negara berkembang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai