Anda di halaman 1dari 6

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

NAMA : YULIANTI
NIM : 1900082
SEMESTER : III (TIGA)
DOSEN : DR. RORRY PRAMUDYA, S.H., M.H.

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah serangkaian peraturan

perundang-undangan yang mengatur bagaimana pencari keadilan

bertindak/berbuat di pengadilan dan bagaimana pengadilan bertindak dalam

rangka penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara. Singkatnya dalam mencari

keadilan di Pengadilan Tata Usaha Negara terdapat tata cara yang diatur sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Konsep Dasar Peradilan Administrasi

Negara (PTUN) dalam Negara Hukum Negara Indonesia adalah negara hukum.

Sebagai negara hukum, berarti di negara kita hukumlah yang mempunyai arti

penting terutama dalam semua segi-segi kehidupan masyarakat. Segala

penyelenggaraan yang dilaksanakan oleh negara dengan perantaraan

pemerintahnya harus sesuai dan menurut saluran-saluran yang telah ditentukan

terlebih dahulu oleh hukum. Karena negara Indonesia merupakan negara hukum,

tiap tindakan penyelenggara negara harus berdasarkan hukum. Peraturan

perundang-undangan yang telah diadakan lebih dahulu, merupakan batas

kekuasaan penyelenggaraan negara. Undang Undang Dasar yang memuat norma-

norma hukum dan peraturan-peraturan hukum harus ditaati, juga oleh pemerintah

atau badan-badannya sendiri. EndraWijaya1 mengutip kutipan dari Jimly

Asshiddiqi menjelaskan tentang :

Sejarah terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (Peradilan TUN)


merupakan rangkaian peristiwa yang telah berjalan dalam waktu yang
panjang. Sejarah terbentuknya Peradilan TUN dapat dilihat mulai dari
adanya ide negara hukum. Ide negara hukum ini berkaitan dengan konsep
nomocracy. Nomos berarti norma, dan cratos berarti kekuasaan. Dengan
demikian, dapatlah dipahami bahwa di dalam nomokrasi, maka yang
berperan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah

1
EndraWijaya, PengantarHukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Pusat Kajian Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta, 2013. h. 1.
norma atau hukum. Karena itulah, istilah nomokrasi erat hubungannya
dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan yang
tertinggi.

EndraWijaya2 berpendapat bahwa dalam suatu negara hukum harus ada

lembaga yang diberi tugas dan kewenangan untuk menyatakan dengan suatu

putusan, apakah tindakan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah itu

berdasarkan hukum atau tidak. Di sinilah Peradilan Administrasi Negara (TUN)

berfungsi untuk mengisi apa sesungguhnya makna negara hukum itu. Dalam

rangka menyelesaikan benturan kepentingan antara badan atau pejabat TUN

dengan warga masyarakat yang dilahirkan dari penyelenggaraan negara, maka

peran peradilan TUN sebagai bagian dari system peradilan di Indonesia menjadi

teramat penting. Dengan demikian Budi Sastra Panjaitan3 mengatakan bahwa

Tujuan pembentukan peradilan Tata Usaha Negara (TUN) adalah untuk

menyelesaikan sengketa yang timbul dari penyelenggaraan negara. Karena

sifatnya untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari penyelenggaraan negara,

maka selanjutnya peradilan TUN diberikan wewenang untuk memeriksa,

memutus dan menyelesaikan sengketa dalam bidang TUN. Dalam proses

penyelesaian sengketa di peradilan TUN Budi Sastra Panjaitan4 mengutip dari

penjelasan pada pasal 53,54,60,93,98 UUPTUN terdapat beberapa kemudahan

bagi pencari keadilan, antara lain :

1. Bagi yang tidak pandai baca tulis, dibantu oleh panitera untuk
merumuskan gugatan.
2. Penggugat dapat mengajukan gugatannya melalui pengadilan yang
paling dekat kediamannya.

2
Ibid, h. 2-3.
3
Budi Sastra Panjaitan, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Manhaji dan
Fakultas syariah universitas Islam Negeri Sumatera Selatan, Medan, 2016. h. 7
4
Ibid, h. 7-8.
3. Bagi yang tidak mampu secara ekonomi dapat berperkara secara cuma-
cuma (prodeo).
4. Badan atau pejabat TUN yang dipanggil sebagai saksi wajib datang
sendiri.
5. Untuk kepentingan mendesak dapat dilakukan pemeriksaan dengan
cara tepat.

Menurut EndraWijaya5 Peradilan TUN memiliki wewenang hanya untuk

mengadili sengketa TUN. EndraWijaya6 kembali mengutip dari Pasal 1 butir 10

UU Nomor 51 Tahun 2009 bahwa: “Sengketa tata usaha negara adalah sengketa

yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum

perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di

daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk

sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

EndraWijaya7 mengutip kembali pendapat dari Jimly Asshiddiqi bahwa :

Dalam ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan yang
tertinggi, yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum
itu sendiri, bukannya orang. Dari bukunya Plato yang berjudul Nomoi,
yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan The Laws, dapat
diperoleh gambaran dengan jelas bahwa ide nomokrasi itu sesungguhnya
telah ada sejak lama dikembangkan, yaitu sejak zaman Yunani kuno.

Ridwan8 berpendapat bahwa Objek dan alasan gugatan Tata Usaha

Negara berdasarkan UU PTUN yang menjadi objek gugatan atau pangkal

sengketa tata usaha negara adalah KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau

pejabat tata usaha negara yang mengandung unsur bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, penyalahgunaan wewenang, dan tindakan

5
Endra Wijaya, Op. Cit., h. 16.
6
Ibid.
7
Endra Wijaya, Loc. Cit.
8
Ridwan, Beberapa Catatan tentang Peradilan Tata Usaha Negara di Inosnesia, Jurnal
Hukum, volume 9, 2002, h. 70.
sewenang-wenang. Dalam proses peradilan tata usaha negara Ridwan9

berpendapat bahwa: Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara selalu ditempatkan

sebagai pihak tergugat sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 6 (enam);

“Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan

keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan

kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata”. Menurut Budi

Sastra Panjaitan10 UUPTUN telah menentukan kekuasaan peradilan TUN

meliputi :

1. PTUN, yang merupakan pengadilan tingkat pertama.


2. PTTUN, yang merupakan pengadilan tingkat banding.
Tempat kedudukan pengadilan berdasarkan Pasal 6 UUPTUN meliputi :
1. PTUN, berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
2. PTTUN, berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya
meliputi wilayah provinsi.

Budi Sastra Panjaitan11 mengatakan bahwa untuk menjamin

penyelesaian TUN yang seadil-adilnya terhadap benturan kepentingan yang

berbeda antara badan atau pejabat TUN dengan warga masyarakat dalam ranah

Pancasila. Tujuan peradilan TUN tidak semata-mata memberikan perlindungan

terhadap hak-hak perseorangan, tetapi sekaligus juga melindungi hak-hak

masyarakat. Ridwan12 mengutip kutipan dari Paulus E. Lotulung selaku Ketua

Tim Revisi UU PTUN mengusulkan agar objek gugatan diperluas lagi meliputi

tindakan-tindakan hukum publik. Sekilas usulan paulus ini dapat diterima dengan

baik karena berarti akan terbuka peluang yang lebih luas bagi masyarakat untuk

9
Ibid, h. 74.
10
Budi Sastra Panjaitan, Op. Cit., h. 15
11
Budi Sastra Panjaitan, Loc. Cit.
12
Ridwan, Loc, Cit.
menggugat berbagai tindakan hukum public, namun apabila usulan tersebut

diterima, maka akan terjadi pencampur adukan proses peradilan atau melampaui

kompetensi absolute PTUN. Yos Johan Utama13 dalam pidatonya mengatakan

bahwa :

Salah satu permasalahan utama dalam peradilan TUN di dalam praktek


adalah munculnya ketidak percayaan masyarakat kepada sistem atau
mekanisme pelaksanaan putusan. Kekurangan kepercayaan itu muncul
karena adanya keluhan yang berkaitan dengan tidak dihormatinya isi
putusan PTUN itu sendiri oleh aparat pemerintah, sehingga PTUN
menjadi lembaga peradilan yang kurang atau tidak berwibawa.

Terlepas dari kendala-kendala teoritis dan praktis dalam pelaksanaan

putusan pengadilan tersebut, satu hal yang perlu diperhatikan adalah harus

memuat ketentuan saksi yang tegas dalam undang-undang PTUN. Salah satu

kekurangan mendasar dalam pelaksanaan putusan adalah karena UU PTUN tidak

memuat tentang pemberian sanksi bagi tergugat yang kalah perkara. Memuat

sanksi merupakan hal penting dalam peraturan perundang-undangan, karena

normativisasi tidak cukup hanya sekedar memuat perintah dan larangan. Dibalik

larangan menurut Ridwan14 harus ada ketentuan sanksi atas ketidak patuhan.

Sanksi hukum sampai saat ini masih merupakan alat yang paling ampuh untuk

menjaga wibawa atau dengan kata lain agar setiap orang patuh terhadap hukum.

Pejabat administrasi negara mempunyai kewenangan yang luas dalam

melaksanakan urusan pemerintahan (eksekutif). Dengan wewenang yang luas ini

cenderung untuk disalah gunakan sehingga menimbulkan kerugian dan

13
Yos Johan Utama, Membangun Peradilan Tata Usaha Negara Yang Berwibawa,
disampaikan pada saat Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam rangka Peresmian
Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Hukum pada Fakultas Universitas Diponegoro di Jawa
Tengah, Jawa Tengah, h. 9.
14
Ridwan, Op. Cit., h. 78
ketidakadilan di pihak masyarakat, oleh karena itu harus ada lembaga lain yang

mengontrolnya. Berdasarkan teori trias politika lembaga eksekutif secara politis

dikontrol oleh lembaga legislatif dan secara yuridis dikontrol oleh lembaga

yudikatif, karena pejabat administrasi negara menjalankan fungsi eksekutif maka

lembaga yudikatif yang mengontrol secara yuridis adalah pengadilan administrasi

negara (PTUN). Fungsi kontrol yuridis pengadilan administrasi negara (PTUN)

bertujuan disamping untuk memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dan

pejabat administrasi negara itu sendiri, juga sebagai lembaga penegakan hukum

administrasi negara yang bercita-cita untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang

baik dan berwibawa (good governance). Salah satu kelemahan undang-undang

sebagai hukum tertulis adalah tidak dapat menampung semua persoalan dan tidak

dinamis dalam mengikuti perkembangan masyarakat, undang-undang senantiasa

diperlukan, sebagai upaya meminimalisir kekurangan tersebut dan lebih yang

lebih penting lagi sebagai langkah penyempurnaan menuju proses peradilan yang

lebih menjamin kebenaran keadilan.

Anda mungkin juga menyukai