Anda di halaman 1dari 6

Tugas Hukum Acara Tata Usaha Negara

NAMA : INDRIANI
NIM : 20.00009

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah lembaga yang bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN di tingkat

pertama, Yos Johan Utama1 dalam pidatonya mengatakan bahwa PTUN

merupakan Salah satu lembaga peradilan di Indonesia. Senada dengan hal tersebut

Rifka Yudhi2 berpendapat bahwa Berwenang memiliki arti mempunyai

(mendapat) hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Ini artinya bahwa

pemerintah sudah menetapkan Peradilan Tata Usaha Negara sebagai landasan

untuk menyelesaikan sangketa yang berkaitan antara masyarakat dan pemerintah

sebagaimana pasal 48 UU Peratun,

Kelebihan dari kedua pendapat tersebut yaitu dalam penjelasannya Yos

Johan Utama sesuai dengan UU No 5 tahun 1986 tentang PTUN yang dimana jika

hal tersebut sudah dimuat dalam Undang-Undang berarti hal tersebut tidak

bertolak belakang dengan Ideologi Kebangsaan Negara Indonesia, akan tetapi

disini Yos Johan Utama belum mengutip tentang fungsi-fungsi lembaga peradilan

tersebut. Dan dari pendapat Rifka Yudhi dapat kita lihat bahwa dia sudah

menjelaskan tentang Kewenangan yang dimana setiap lembaga harus ada batas

yang di atur dalam peraturan kewenangan itu.

1
Yos Johan Utama, Membangun Peradilan Tata Usaha Negara Yang Berwibawa,
Disampaikan pada saat Pidato Pengukuhan Guru Besar Yos Johan Utama Universitas Diponegoro
di Semarang, Jawa Tengah pada hari jumat tanggal 13 desember 2019. h. 3.
2
Rifka Yudhi, Dimensi kegentingan yang memaksa atas hak presiden dalam penetapan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang (studi komparatif penetapan perppu masa
kemerdekaan-pasca reformasi), Tesis, Program pascasarjana magister universitas bandar lampung,
2017, h. 16.
Sementara itu disini Sunita Zalpuri3 juga menjelaskan tentang kekuasaan

yang tertulis bahwa:

The Court scrutinizes the executive act for determining the issue as to
whether it is within the scope of the authority or power conferred on the
authority exercising the power. For this purpose the ultra vires rules
provides much assistance in the Court. Where the act of the executive or
administration is found ultra virus the Constitution or the relevant Act, it
is declared ultra virus and, therefore, void.
Dapat kita lihat pada paragraf di atas bahwa dari pendapat Sunita Zalpuri Sudah

menjelaskan tentang keselarasan pendapatnya dengan UU Peratun apakah

sangketa tersebut masuk dalam Kompetensi Relatif dan Kompetensi Absolut

sebagaimana yang di atur dalam UU Peratun.

Menurut Fence M. Wantu4, PTUN mempunyai tujuan untuk

menyelesaikan sangketa antara pemerintah dengan warga negaranya dan

pembentukan lembaga tersebut bertujuan mengkontrol secara yuridis tindakan

pemerintahan yang dinilai melanggar ketentuan administrasi ataupun perbuatan

yang bertentangan dengan hukum. Sementara Dinda Tri Haryati5 menjelaskan

bahwa aspek yuridis merupakan aspek yang pertama dan utama dengan

berpatokan pada Undang-Undang yang berlaku. Fence M. Wantu6 lebih lanjut

mengatakan:

Keberadaan Peradilan TUN merupakan salah satu jalur yudisial dalam


rangka pelaksanaan asas perlindungan hukum, di samping pengawasan
3
Sunita Zalpuri et.al, Training Package On Administrasi Law, SHRI O. P. Aggarwal,
India, 2013, h. 99.
4
Fence M. Wantu, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, UNG Press, Gorontalo,
2014, h. 8.
5
Dinda Tri Haryati, Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Register
Perkara Nomor: 46/G/2017/PTUN-SRG, Skripsi, Program Sarjana Universitas Islam Negeri
Sultan maulana Hasanuddin Banten, 2017, h. 66.
6
Fence M. Wantu, Op. Cit. h. 9.
jalur administratif yang berjalan sesuai dengan jalur yang ada dalam
lingkungan pemerintahan sendiri. Kehadiran Peradilan TUN memberikan
landasan pada badan yudikatif untuk menilai tindakan eksekutif serta
mengatur mengenai perlindungan hukum kepada masyarakat.
Kadek Agus Sudirawan, et al7 menyatakan The Administrative court’s existence

has an essential role in examining government action’s validity with the

administrative decision. Senada dengan pendapat tersebut Yos Johan Utama8

kembali menyatakan bahwa PTUN ini mendapat tugas khusus yakni sebagai salah

satu badan peradilan yang memberi akses keadilan bagi pencari keadilan di bidang

Tata Usaha Negara. Kadek Agus Sudirawan, et al9 Kembali menekankan

Decision that giving negative effect for society or the object of the application on

the administrative disputes as to the absolute competence of Administrative court.

Kelebihan dari pendapat Fence M Wantu tersebut yaitu ia sudah

menjelaskan fungsi dan tujuan adanya Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara.

Namun ia tidak mencantumkan secara rinci dan jelas sehingga menurut saya bisa

dilengkapi dengan pendapat Ridwan, et al10 yang dikemukakan dalam jurnalnya

yaitu Tindakan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang dapat digugat di PTUN

diatur dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 3 UU No 5 Tahun 1986, sedangkan

tindakan selebihnya menjadi kompetensi Peradilan Umum atau Peradilan Tata

Usaha Militer. Sebaiknya Fence M. Wantu mencantumkan UU No 5 Tahun 1986

7
Kadek Agus Sudirawan, Gusti Ngurah Wairocana Dan Bagus Hermanto, Are There
Obstacles after the Administrative Court Absolute Competence Extension of Indonesia, Varia
Justicia Udayana University, Indonesia,2020, Volume: 16, hal. 157.
8
Yos Johan Utama, Loc.Cit.
9
Kadek Agus Sudirawan, Gusti Ngurah Wairocana Dan Bagus Hermanto, Loc.Cit.
10
Ridwan, Despan Heryansyah dan Dian Kus Pratiwi, Perluasan Kompetensi absolut
pengadilan tata usaha negara dalam undang-undang administrasi pemerintahan, Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Volume 25, 2018, h. 344.
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan

Atas UU No 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan UU No 51

Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 5 Tahun 1986 Tentang

Peradilan Tata Usaha Negara serta UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi

Pemerintahan. Namun Ridwan, et al11 Kembali menyatakan bahwa:

UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dirasa sudah
tidak relevan dengan perkembangan masyarakat, sehingga harus
diperbaharui, yakni melalui hadirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Sementara tindakan pemerintah
dalam menjalankan pemerintahan juga harus diberikan acuan. Maka
substansi Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini memberikan
banyak kewenangan baru kepada PTUN. Banyak pihak yang menyebutnya
sebagai hukum acara materil PTUN.

Saat saya membaca kutipan diatas ini rasanya pendapat yang sulit

dipahami, karena dalam UU Administrasi Pemerintahan sebenarnya hanya turut

mengatur sebagian KTUN dan Prosedur KTUN saja jadi relevan nya UU

Administrasi yaitu untuk melengkapi bukan pengganti UU PTUN dan dapat

dilihat juga perbedaan terhadap 3 aspek yang diatur dalam UU PTUN dan UU AP,

yaitu:

1. Pengaturan terhadap hakikat KTUN,


2. Pengaturan terhadap status permohonan yang didiamkan oleh Badan
dan/atau Pejabat TUN,
3. Pengaturan terhadap pengajuan gugatan yang melalui upaya administratif
berupa banding.

Meskipun terdapat perbedaan, pengaturan untuk hukum materil berpedoman

kepada UU Administrasi Pemerintahan dan hukum formil tetap berpedoman

11
Ibid, h. 345.
kepada UU PTUN. Implikasi dari Pengaturan terhadap hakikat KTUN dalam UU

PTUN dan UU AP adalah terjadinya perluasan kriteria KTUN dan perluasan

kewenangan PTUN.

Dapat kita lihat pembantahan dari pendapat Ridwan yaitu pada pidato Yos

Johan Utama12 yang berbunyi Putusan PTUN mempunyai karakteristik khusus. Putusan

pengadilan mempunyai kekhasan dibandingkan dengan putusan pada peradilan yang lain,

sebab putusan PTUN tidak memberikan ruang yang luas dengan segala disparatis

keadilannya. Yos Johan Utama13 kembali menekankan pada sisi yang sama dengan

sistem Peradilan lainnya, sistem PTUN dalam produk sistemnya yaitu putusan berusaha

untuk menyelesaikan sangketa. Selanjutnya Kadek Agus Sudirawan, et al14

mengatakan

In the Administrative Court Law, the absolute competence of the


Administrative disputes related with a dispute that appears in the
administrative sphere between society or private bodies with
administrative bodies or officials, as the cause by the issuing of an
administrative decision following statutory law that stipulates in Article 1
Paragraph (4) the Administrative Court Law. Hal.157
Jadi kesimpulannya pendapat yang dikemukakan Ridwan et al itu tidak sesuai

dengan UU Administrasi Pemerintahan Pasal 1 Ayat 4.

Dalam menyelesaikan sangketa TUN maka perlu adanya Hukum Acara

TUN. Menurut Rozali Abdulah15 Hukum Acara TUN adalah rangkaian

peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak satu

sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan Hukum Tata Usaha Negara.
12
Yos Johan Utama, Op. Cit, h. 9-10.
13
Ibid
14
Kadek Agus Sudirawan, Gusti Ngurah Wairocana Dan Bagus Hermanto, Loc. Cit.
15
Rozali Abdulah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Cetakan Ketiga,
Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 1994. h. 1-2.
Pendapat selaras juga dikemukakan oleh Nur Yanto16 dalam bukunya Hukum

Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah serangkaian peraturan perundang-

undangan yang mengatur bagaimana pencari keadilan bertindak/berbuat di

pengadilan dan bagaimana pengadilan bertindak dalam rangka penyelesaian

sengketa Tata Usaha Negara. Sedangkan menurut Dinda Tri Haryati17 Hakim

Pengadilan TUN di dalam menentukan perkara berpedoman pada asas-asas umum

pemerintahan yang baik karena para hakim dalam menerapkan hukum hakim

bertindak sebagai penemu hukum dan sebagai benteng keadilan. Dinda Tri

Haryati18 kembali mengurai bahwa:

Di dalam lembaga kekuasaan kehakiman telah menentukan bahwa putusan


hakim harus mempertimbangkan segala aspek yang bersifat yuridis,
filosofis dan sosiologis, sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan
dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim adalah keadilan yang
berorientasi pada keadilan hukum (Legal Justice), keadilan moral (Moral
Justice) dan keadilan sosial (Social justice).
Ridwan, et al19 lebih lanjut menyatakan bahwa pada Pasal 1 ayat 4 UU No

5 Tahun 1986 juga merumuskan sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha

Negara, baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan

Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

16
Nur Yanto, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Mitra Wacana Media,
Jakarta, 2015. h. 2.
17
Dinda Tri Haryati, Loc. Cit.
18
Ibid
19
Ridwan, Despan Heryansyah dan Dian Kus Pratiwi, Op. Cit, h. 344.

Anda mungkin juga menyukai