Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Dasar peradilan dalam UUD 1945 dapat ditemukan dalam pasal 24 yang menyebutkan:
1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut undang-undang.
2) Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.

Sebagai pelaksanaan Pasal 24 UUD 1945, dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 14 Tahun


Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 ayat (1)
disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
a. Peradilan Umum;
b. Peradilan Agama;
c. Peradilan Militer;
d. Peradilan Tata Usaha Negara.

Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara di Indonesia merupakan suatu
kehendak konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap rakyat secara
maksimal.

Negara Indonesia adalah negara hukum, Sebagai penyelenggara hukum, penyelenggara negara
dengan perantaraan pemerintah harus berdasar hukum.1 Sebagai negara hukum tengah berusaha
meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh warganya dalam segala bidang. Kesejahteraan itu
hanya dapat dicapai dengan melakukan aktivitas-aktivitas pembangunan di segala bidang. Dalam
melaksanakan pembangunan yang multi kompleks sifatnya tidak dapat dipungkiri bahwa
aparatur pemerintah memainkan peranan yang sangat besar. Konsekuensi negatif atas peran
pemerintah tersebut adalah munculnya sejumlah penyimpangan-penyimpangan seperti korupsi,
penyalahgunaan kewenangan, pelampauan batas kekuasaan, sewenang-wenang, pemborosan dan
sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan itu tidak
mungkin dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga diperlukan sarana hukum untuk memberikan
perlindungan hukum bagi rakyat.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 dapat disebut Undang-undang
Peradilan Administrasi Negara, maka dewasa ini perlindungan hukum terhadap warga
masyarakat atas perbuatan yang dilakukan oleh penguasa dapat dilakukan melalui 3 badan, yakni
sebagai berikut:2 
a. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui upaya administratif.
1 Hendrik Salmon, “Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam Mewujudkan Suatu Pemerintahan yang
Baik,” Jurnal Sasi, Volume 16. Nomor 4 (Oktober-Desember,2010), hal. 1.
2 Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Ed. Revisi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2015, hal 18-19.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU
No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tara Usaha Negara (PTUN).
c. Peradilan Umum, melalui Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).
Melihat betapa pentingnya peran Peradilan Tata Usaha negara dalam menciptakan Negara
Indonesia yang adil dan sejahtera, pemakalah tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dengan membuat makalah yang berjudul: “Peradilan
Tata Usaha Negara”

BAB II
RUMUSAN MASALAH

Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai salah satu badan peradilan khusus yang berada di bawah
Mahkamah Agung, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara sebagaimana di ubah dengan Undang-undang nomor 9 tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam
Pasal 47 mengatur tentang kompetensi PTUN dalam sistem peradilan di Indonesia yaitu bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. 
Kewenangan Pengadilan untuk menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
yang diajukan kepadanya yang dikenal dengan kompetensi atau kewenangan mengadili.
Peradilan Tata Usaha Negara akan menyelesaikan sengketa yang terjadi di dalam lingkungan
administrasi itu sendiri.

Untuk itu, pemakalah akan menguraikan mengenai kewenangan pengadilan Tata Usaha Negara
dan Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara.

Secara ringkas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah, sebagai berikut:
1. Apa tujuan didirikannya Pengadilan Tata Usaha Negara?
2. Bagaimana PTUN menyelesaikan sengketa yang terjadi di lingkungan TUN?

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan UU No 5 Tahun 1986 jo, yaitu adalah salah satu
pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat yg mencari keadilan terhadap sengketa tata usaha
negara yang berkedudukan di ibukota kabupaten atau kota dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kabupaten atau kota.3 Dengan demikian, Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah
satu pelaksanaa kekuasaan kehakiman yang ditugasi untuk meriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa dalam bidang Tata Usaha Negara.4
Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara dalam arti luas dan sempit:
1.      Dalam arti luas 
Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan yang menyangkut Pejabat-pejabat dan Instansi-
instansi Administrasi Negara, baik yang bersifat perkara pidana, perkara perdata, perkara agama,
perkara adat, dan perkara administrasi Negara.
2.      Dalam arti sempit
Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara administrasi
negara murni semata-mata.5

B. Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara

Fungsi hukum ialah menegakkan kebenaran untuk mencapai keadilan. Keadilan adalah
merupakan hal yang pokok bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, maka dibutuhkan adanya
lembaga-lembaga yang bertugas menyelenggarakan keadilan ini.

Keadilan ini dituntutkan untuk semua hubungan masyarakat, hubungan-hubungan yang diadakan
oleh manusia dengan manusia lainnya, oleh karena itu berbicara tentang keadilan meliputi segala
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain.

3 Badruzzaman Siddik,  Perkembangan Peradilan Di Indonesia Sejak Zaman Kolonial Belanda Sampai
Sekarang, (Lampung: Seksi Penerbitan Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung,2002), hlm. 9.
4 Sudarsono, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, dan Peradilan Tata Usaha
Negara, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), cet. Ke 1, hlm. 370.
5 http://belajarhukum27.blogspot.co.id/2014/12/makalah-peradilan-tata-usaha-negara.html. Diakses pada
tanggal 17 maret 2017.
Keadilan ini erat hubungannya dengan kebenaran, karena sesuatu yang tidak benar tidaklah
mungkin adil. Sesuatu itu benar menurut norma-norma yang berlaku akan tercapailah keadilan
itu. Juniarto, SH mengemukakan ada 4 macam kebenaran untuk mencapai keadilan. 
1) Kebenaran di dalam menentukan norma-norma hukum yang berlaku agar sesuai dengan
rasa kebenaran yang hidup dalam masyarakat.
2) Kebenaran berupa tindakan-tindakan dari setiap anggota masyarakat dalam melakukan
hubungan agar sesuai dengan norma-norma hukumya berlaku.
3) Kebenaran dalam mengetahui fakata-fakta tentang hubungan-hubungan yang
sesungguhnya terjadi sehingga tidak ada penambahan atau pengurangan maupun
penggelapan daripadanya.
4) Kebenaran di dalam memberikan penilaian terhadap fakta-faktanya terhadap norma-
norma hukum yang berlaku.
Demikian empat kebenaran yang harus diperhatikan dalam rangka mencapai keadilan. 

Kepada lembaga-lembaga yang bertugas untuk menetapkan keadilannya atau dengan perkataan
lain bertugas memberi kontrol, meminta pertanggungjawaban dan memberikan sanksi-sanksinya,
maka tindakan pertama yang harus diperhatikan ialah mencari kebenaran tentang fakta-fakta.
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu lembaga yang bertugas menyelenggarakan
keadilan ini juga harus memperhatikan kebenaran-kebenaran tersebut untuk mencapai keadilan.
Demikian pula para anggota yang duduk dalam lembaga ini harus mempunyai keadilan khusu
untuk itu dan terutama sekali mempunyai pengetahuan hukum yang cukup luas.

Prof. Ir. S. Prajudi Atmosudirdjo, SH, mengatakan bahwa tujuan daripada Peradilan Tata Usaha
Negara adalah untuk mengenbangkan dan memelihara Administrasi Negara yang tepat menurut
hukum (rechtmating) atau tepat menurut undang-undang (wetmatig). 
Pemakalah sendiri berpendapat bahwa Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul antara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga
masyarakat oleh akibat pelaksanaan atau penggunaan wewenang pemerintah yang dilakukan oleh
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan benturan kepentingan, perselisihan, atau
sengketa dengan warga masyarakat.

C. Karakteristik dan Prinsip-prinsip Peradilan Tata Usaha Negara


Ciri khas hukum acara Peradilan tata usaha negara terletak pada asas-asas hukum yang
melandasinya. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa barangkali tidak berlebihan apabila
dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan jantungnya peraturan hukum. Kita menyebutnya
demikian oleh karena; pertama, ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu
peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada
asas-asas tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan
lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Selanjutnya Satjipto
Rahardjo menambahkan bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan
peraturan-peraturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai-nilai dan
tuntutan-tuntutan etis.

Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan definisi asas hukum adalah
pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing
dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang
berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang
sebagai penjabarannya.
Dengan didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besarnya
kita dapat menggali beberapa asas hukum yang terdapat dalam Hukum Acara Peradilan tata
Usaha Negara: 
1. Asas Praduga rechtmatig. (Pasal 67 ayat (1) UU PTUN)
2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha
negara (KTUN) yang dipersengketakan. (Pasal 67 ayat 1 dan ayat 4 huruf a)
3. Asas para pihak harus didengar. 
4. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka (Pasal 24 UUD 1945 jo
Pasal 4 UU 14/1970)
5. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 UU 14/
1970)
6. Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa hakim
mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan apakah gugatan dinyatakan tidak
diterima atau tidak berdasar yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan
(Pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah gugatan
penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya (Pasal 63 UU
PTUN). Dengan demikian asas ini memberikan peran kepada hakim dalam proses
persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materil dan untuk itu UU PTUN
mengarah kepada pembuktian bebas. Bahkan, jika dianggap perlu untuk mengatasi
kesulitan penggugat memperoleh informasi atau data yang diperlukan, maka hakim dapat
memerintahkan badan atau pejatan TUN sebagai pihak tergugat itu untuk memberikan
informasi atau yang diperlukan itu (Pasal 85 UU PTUN).
7. Asas sidang terbuka untuk umum. (Pasal 17 dan Pasal 18 UU 14/1970 jo Pasal 70 UU
PTUN).
8. Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan dimulai dari tingkat yang terbawah yaitu
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PT TUN), dan puncaknya adalah Mahkamah Agung (MA). Dengan dianutnya asas ini,
maka kesalahan dalam keputusan pengadilan yang lebih rendah dapat dikoreksi oleh
Pengadilan yang lebih tinggi. Terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum
tetap dapat diajukan upaya hukum banding kepada PT TUN dan kasasi kepada MA.
Sedangkan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan
upaya hukum permohonan peninjauan kembali kepada MA.
9. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan. (Pasal 78 dan pasal
79 UU PTUN).
10. Asas Obyektivitas.

D. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara

Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan (kekuasaan) untuk
menentukan (memutuskan sesuatu).Kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara berkaitan dengan jenis dan tingakatan pengadilan yang
ada berdasarkan peraturan perundang-undangan  yang berlaku.6 Kompetensi (kewenangan) suatu
badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan
kompetensi absolut.7

a. Kompetensi Relatif

Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum yang menjadi
kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu
sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di
salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu.
Pengaturan kompetensi relatif peradilan tata usaha negara terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 54 :
Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 menyatakan :
(1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
(2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Untuk saat sekarang PTUN masih terbatas sebanyak 26 dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (PT.TUN) ada 4 yaitu PT.TUN Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar di seluruh
wilayah Indonesia, sehingga PTUN wilayah hukumnya meliputi beberapa kabupaten dan kota.
Seperti PTUN Medan wilayah hukumnya meliputi wilayah provinsi Sumatera Utara dan
PT.TUN wilayah hukumnya meliputi provinsi-provinsi yang ada di Sumatera.
Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediaman para pihak,
yakni pihak Penggugat dan Tergugat.

Dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 menyebutkan gugatan dapat
diajukan kepada PTUN tempat kedudukan (domisili) tergugat. Apabila tergugatnya lebih dari
satu, maka gugatan dapat diajukan kepada PTUN dari tempat kedudukan salah satu tergugat.
Gugatan juga dapat diajukan melalui PTUN tempat kedudukan penggugat untuk diteruskan
kepada PTUN tempat kedudukan (domisili) dari tergugat. PTUN Jakarta, apabila penggugat dan

6 Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2008), hlm. 27.
7 http://belajarhukum27.blogspot.co.id/2014/12/makalah-peradilan-tata-usaha-negara.html. Op. Cit.
tergugat berdomisili di luar negeri. Sedangkan apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri,
maka gugatan dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan tergugat.8

b. Kompetensi Absolut

Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk
mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Kompetensi absolut PTUN
adalah sengketa tata usaha negara yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang
atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun
di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU
No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).9

E. Pangkal Sengketa TUN

Pangkal sengketa tata usaha negara dapat diketahui dengan menentukan apa yang menjadi tolak
ukur sengketa tata usaha negara. Tolak ukur sengketa tata usaha negara (administrasi) adalah
tolak ukur subjek dan pangkal sengketa. Tolak ukur subjek adalah (para) pihak yang bersengketa
di bidang hukum administrasi negara (tata usaha negara). Sedangkan tolak ukur pangkal
sengketa, yaitu sengketa administrasi yang diakibatkan oleh ketetapan sebagai hasil perbuatan
administrasi negara.10  

Perbuatan administrasi Negara (TUN) dapat dikelompokkan kepada 3 macam perbuatan yakni:
mengeluarkan keputusan, mengeluarkan peraturan perundang-undangan, dan melaukan
perbuatan materil.

Dalam melakukan perbuatan tersebut, badan atau pejabat tata usaha Negara tidak jarang terjadi
tindakan-tindakan yang menyimpang, dan melawan hukum, sehingga dapat menimbulkan
berbagai kerugian, bagi yang terkena tindakan tersebut.

Pertanyaan sekarang adalah apa yang dimaksud sengketa dalam tata usaha Negara? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut dapat ditelusuri dari ketentuan pasal 1 angka 4 UU PTUN, yang
menyebutkan sebagai berikut:
“Sengketa tata usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara antara
orang atau badan hukum perdata, dengan badan atau pejabat tata usaha Negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” 
8 Ibid.
9 Zairin Harahap, Op. Cit, hlm. 27-32.
10 Sjahran Basah, Hukum Acara Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), (Jakarta:
Rajawali Press, 1989). Dalam buku Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara, (Jakarta: PT Raja
GrafindoPersada, 2008), hlm. 61.
Adapun yang menjadi pangkal sengketa TUN adalah akibat dari dikeluarkannya KTUN.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU PTUN yang dimaksud dengan KTUN adalah:
“Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang berisi
tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang bersifat konkret, individual, final, yang menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang
atau Badan Hukum Perdata.11

F. Obyek dan Subyek sengketa di PTUN


1) Obyek Sengketa
Obyek sengketa di PTUN adalah Keputusan tata usaha negara sebagaimana dimaksud Pasal 1
angka 3 dan Keputusan fiktif negatif berdasarkan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9
Tahun 2004.

2) Subyek Sengketa
a. Penggugat
Penggugat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingan dirugikan oleh
suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang
berwenang yang berisi tata usaha negaratutan agar Keputusan tata usaha negara yang
disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau disertai tata usaha Negara ganti rugi
dan rehabilitasi. (Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).
Alasan mengajukan gugatan menurut Pasal 53 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun
2004 adalah :
b. Keputusan tata usaha negara tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 
c. Badan atau pejabat tata usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud
diberikannya wewenang tersebut.
d. Badan atau pejabat tata usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan
atau tidak pengambilan keputusan tersebut. 

b. Tergugat
Dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 menyebutkan pengertian
Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau
badan hukum perdata.
Yang dimaksud dengan badan atau pejabat tata usaha negara menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 5
Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 disebutkan, “Badan atau Pejabat tata usaha negara adalah

11 Zairin Harahap, ibid, hlm.61-63.


pejabat yang melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
c. Pihak Ketiga yang berkepentingan
Dalam Pasal 83 UU No. 5 / 1986 jo UU No. 9/ 2004 disebutkan :
(1). Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak
lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan
permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat masuk dalam sengketa tata usaha negara, dan
bertindak sebagai:
- pihak yang membela haknya, atau
- peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa

G. Jalur Penyelesaian Sengketa TUN


Pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 tentang UU PTUN menyebutkan:
1) Dalam suatu badan atau pejabat tata usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha
Negara tertentu, maka sengketa tata usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administratif yang tersedia.
2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa tata usaha
Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, jika seluruh upaya administratif yang
bersangkutan telah digunakan. 
Dengan demikian upaya administratif itu merupakan prosedur yang digunakan dalam suatu
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa TUN yang dilaksanakan di
lingkungan pemerintah sendiri (bukan oleh peradilan yang bebas).yang terdiri dari prosedur
keberatan dan prosedur banding administratif.[14]

H. TENGGANG WAKTU PENGAJUAN GUGATAN


Dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 disebutkan bahwa gugatan
dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya
atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat tata usaha negara yang digugat.
Tenggang waktu untuk mengajukan gugatan 90 hari tersebut dihitung secara bervarisasi:
a. Sejak hari diterimanya KTUN yang digugat itu memuat nama penggugat.
b. Setelah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
yang memberikan kesempatan kepada administrasi Negara untuk memberikan keputusan,
namun ia tidak berbuat apa-apa.
c. Setelah lewat empat bulan, apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan
kesempatan kepada administrasi Negara untuk memberikan keputusan dan ternyata ia tidak
berbuat apa-apa.
d. Sejak hari pengumuman apabila KTUN itu harus diumumkan. 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
(1) Indonesia sebagai Negara Hukum, menjamin hak Asasi Manusia tiap-tiap penduduknya.
termasuk dalam hal administrasi Negara. Pemerintah sebagai aparat yang melaksanakan
kegiatan administrasi di Negara ini, tidak menutup kemungkinan untuk melakukan
penyelewengan-penyelewengan kekuasaan, sehingga merugikan masyarakat Indonesia.
Untuk itu, Pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9
Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 diberikan
perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas perbuatan yang dilakukan oleh
penguasa. 
(2) Sengketa tata usaha Negara yang terjadi di lingkungan administrasi, baik itu sengketa intern,
yang menyangkut persoalan kewenangan pejabat TUN yang disengketakan dalam satu
departemen atau suatu departemen dengan departemen yang lain dan sengketa ekstern yakni
perkara administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi Negara dengan rakyat.
Maka, sengketa ini diselesaikan melalui upaya administrative, yang mana upaya
administratif in berdasarkan penjelasan Pasal 48 disebutkan bahwa itu merupakan suatu
prosedur yang ditempuh oleh seseorang atau badan hukum yang merasa tidak puas terhadap
suatu Keputusan Tata Usaha Negara.

B. Saran
Untuk menciptakan Negara Indonesia yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya, hendaknya kinerja dari Pengadilan Tata Usaha Negara ini lebih ditingkatkan.
Mengingat saat ini, keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang begitu menjadi sorotan
masyarakat, padahal penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan
sering terjadi, yang tentunya penyelewengan-penyelewengan itu merugikan masyarakat luas. 

Dan diharapkan pula pada pemerintah, agar dalam melaksanakan kewajibannya dalam hal
administrasi Negara agar lebih jujur dan bersih, sehingga Negara Indonesia ini menjadi Negara
yang mendapat ancungan jempol dari Negara-negara berkembang lainnya.
MAKALAH
PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Disusun Oleh :
1. ALIFA AFNANI KAUTSAR 171003742014709
2. NANDA DWI SAPUTRA 171003742014586

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSIRAS 17 AGUSTUS 1945
SEMARANG
2019

Anda mungkin juga menyukai