Anda di halaman 1dari 8

Dasar Hukum Lembaga Peradilan.

    

Adapun yang menjadi dasar hukum terbentuknya lembaga – lembaga Peradilan


Nasional sebagai berikut :
a. Pancasila terutama sila Kelima, yaitu “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
b.      UUD Negara RI tahun 1945 Bab IX Pasal 24 Ayat 2 dan 3
1.      Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umu, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

2.      Badan – badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman


diatur dalamundang – undang.
c.       UU RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
d.      UU RI No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
e.       UU RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
f.       UU RI No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
g.      UU RI No. 24 Tahun 2003 tentang mahkamah Konstitusi.
h.      UU RI No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung.
i.        UU RI No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum
j.        UU RI No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
k.      UU RI No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama.
l.        UU RI No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung.
m.    UU RI No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
n.      UU RI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
o.      UU RI No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum.
p.      UU RI No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama.
q.      UU RI No. 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
r.        UU RI No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.
Peraturan perundang – undangan di atas menjadi pedoman bagi lembaga –
lembaga peradilan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai
lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman secara bebas tanpa ada
intervensi campur tangan dari siapapun. Tugas kita adalah mengawasi kinerja
dari lembaga – lembaga tersebut serta memberikan masukan jika dalam
kinerjanya belum optimal supaya lembaga – lembaga tersebut merasa dimiliki
oleh rakyat.

3.      Klasifikasi Lembaga Peradilan.


Dalam Pasal 18 UU RI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
disebutkan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umu, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Dari ketentuan diatas, sesungguhnya badan Peradilan Nasional dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

a.      Lembaga Peradilan di bawah Mahkamah Agung.


1.      Peradilan Umum, yang meliputi :
a.       Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten atau Kota.
b.      Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi.

    EDIT PPT
Dasar Hukum Lembaga Peradilan.

Adapun yang menjadi dasar hukum terbentuknya lembaga – lembaga Peradilan


Nasional sebagai berikut :
a.      Pancasila terutama sila Kelima, yaitu “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baikmaterial maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap
orang yang menjadi RakyatIndonesia, baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik
Indonesia maupun Warga NegaraIndonesia yang berada di luar negeri.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang Indonesia
mendapatperlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Sesuai denganUUD 1945, maka keadilan sosial mencakup pula pengertian adil dan makmur.
Keadilan sosial yangdimaksud tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis,
karena yang dimaksud dengankeadilan sosial dalam Sila ke- 5 bertolak dari pengertian bahwa
antara pribadi dan masyarakat satusama lain tidak dapat dipisahkan. Masyarakat tempat hidup
dan berkembang pribadi, sedangkanpribadi adalah komponennya masyarakat.
b.      UUD Negara RI tahun 1945 Bab IX Pasal 24 Ayat 2 dan 3
1.      Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umu, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

2.      Badan – badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman


diatur dalamundang – undang.
c.       UU RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Pengadilan anak menurut UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
merupakan pengkhususan dari sebuah badan peradilan, yaitu peradilan umum untuk
menyelenggarakan pengadilan anak. Akibatnya dalam pengadilan tidak mencerminkan
peradilan yang lengkap bagi anak, melainkan hanya mengadili perkara pidana anak.
UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merupakan hukum khusus (lex
specialis) dan KUHP dan KUHAP merupakan hukum umum (lex generalis). Hubungan
ini mengandung arti bahwa asas-asas dan ajaran-ajaran hukum pidana yang terkandung
dalam KUHP14 dan KUHAP pun tetap berlaku untuk Pengadilan Anak.

d.      UU RI No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.


Berdasarkan UU. No. 31 Tahun 1997 Peradilan Militer disusun sebagai berikut :
Pengadilan Militer sebagai Peradilan Tingkat Pertama bagi Terdakwa berpangkat atau yang
disamakan dengan Kapten ke bawah.
Pengadilan Militer Tinggi sebagai :
Peradilan Tingkat Pertama bagi Terdakwa yang berpangkat Mayor atau yang disamakan
dengan Mayor ke atas.
Peradilan Tingkat Pertama bagi sengketa Tata Usaha Militer.
Peradilan Banding terhadap Putusan Pengadilan Militer.
e.       UU RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Undang Undang  Nomor 26 Tahun 2000 adalah sebuah Undang-undang yang mengatur
Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Secara historis UU Pengadilan HAM lahir karena amanat Bab IX Pasal 104 Ayat (1) UU
No. 39 Tahun 1999. Dengan lahirnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
tersebut, maka penyelesaian kasus HAM berat dilakukan dilingkungan Peradilan Umum.
Ini merupakan wujud dari kepedulian negara terhadap warga negaranya sendiri. Negara
menyadari bahwa perlunya suatu lembaga yang menjamin akan hak pribadi seseorang.
Jaminan inilah yang diharapkan nantinya setiap individu dapat mengetahui batas haknya
dan menghargai hak orang lain. Sehingga tidak terjadi apa yang dinamakan
pelanggaran HAM berat untuk kedepannya.

f.       UU RI No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.


Kedudukan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan di Indonesia yang didasarkan
dalamUndang – Undang Nomor 14 Tahun 2002 dengan peraturan  perundang – undangan
lainnya yaitu Undang – Undang Kekuasaan Kehakiman , Undang – Undang Peradilan Tata
Usaha Negara ,dan Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.) Pada
sisi lain kedudukan pengadilan pajak sesuai denganUndang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak, pasal 2 dinyatakan bahwa “pengadilan pajak adalah badan
peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung
pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak

g.      UU RI No. 24 Tahun 2003 tentang mahkamah Konstitusi.


Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di
samping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga
lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.

h.      UU RI No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung.
bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka yang dilaksanakan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, serta oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi;
bahwa Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan
ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;

i.UU RI No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa, negara, dan
masyarakat, yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;
bahwa Peradilan Umum merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah
Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
bahwa Peradilan Umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum;

j.        UU RI No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara

bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara


hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk
mewujudkan tata kehidupan bangsa, negara, dan masyarakat,
yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;
bahwa Peradilan Tata Usaha Negara merupakan lingkungan
peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku
kekuasaan kehakiman yang merdeka, untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
bahwa Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
 dbahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
.dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

k.      UU RI No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.

bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang


berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa, negara, dan
masyarakat yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;
bahwa Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah
Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
bahwa Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a, huruf b, dan huruf c,
perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

l.        UU RI No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN
KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan


peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;
bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung;
m.    UU RI No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang bertujuan mewujudkan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara yang tertib, sejahtera, dan berkeadilan dalam rangka mencapai
tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa tindak pidana korupsi telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi perlu dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan yang menuntut
peningkatan kapasitas sumber daya, baik kelembagaan, sumber daya manusia, maupun sumber
daya lain, serta mengembangkan kesadaran, sikap, dan perilaku masyarakat antikorupsi agar
terlembaga dalam sistem hukum nasional

n.      UU RI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.


Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya negara hukum Republik I

ndonesia.

o.      UU RI No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum.
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sepanjang kata "bersama" dan frasa "dan Komisi Yudisial"

bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. b.

Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum selengkapnya berbunyi "Proses seleksi

pengangkatan hakim pengadilan negeri dilakukan oleh Mahkamah Agung", selengkapnya berbunyi

"Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung."

p.      UU RI No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sepanjang kata "bersama" dan frasa

"dan Komisi Yudisial" bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat. b. Pasal 13A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

selengkapnya berbunyi "Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan agama dilakukan oleh

Mahkamah Agung", selengkapnya berbunyi "Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur

oleh Mahkamah Agung."


q.      UU RI No. 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
r.        UU RI No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.
Peraturan perundang – undangan di atas menjadi pedoman bagi lembaga –
lembaga peradilan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai
lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman secara bebas tanpa ada
intervensi campur tangan dari siapapun. Tugas kita adalah mengawasi kinerja
dari lembaga – lembaga tersebut serta memberikan masukan jika dalam
kinerjanya belum optimal supaya lembaga – lembaga tersebut merasa dimiliki
oleh rakyat.

3.      Klasifikasi Lembaga Peradilan.


Dalam Pasal 18 UU RI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
disebutkan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umu, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Dari ketentuan diatas, sesungguhnya badan Peradilan Nasional dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

a.      Lembaga Peradilan di bawah Mahkamah Agung.


1.      Peradilan Umum, yang meliputi :
a.       Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten atau Kota.
b.      Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi.

Anda mungkin juga menyukai