Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PAJAK PADA MASA PANDEMIC COVID 19

DISUSUN OLEH :

NAMA : PUTRA GUNAWANSAH

NIM : 2001020023

PRODI : AKUNTANSI

UNIVERSITAS BINA INSAN LUBUKLINGGAU

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber
pendapatan utama dari penerimaan pajak negara. Pajak memiliki peran yang besar
dalam pembiayaan pembangunan nasional dan pelayanan kesejahteraan
masyarakat. Pembiayaan ini telah diatur oleh negara dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Target penerimaan pajak setiap tahunnya terus
ditingkatkan oleh pemerintah karena disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan
atau pengeluaran negara yang juga terus meningkat. Sehingga semakin tinggi
realisasi penerimaan pajak negara, maka akan semakin maju perkembangan
Indonesia kedepannya. Namun untuk tahun 2020 ini berdasarkan informasi yang
didapatkan dari situs Kementerian Keuangan menyatakan bahwa adanya
perubahan target penerimaan negara dalam APPBN tahun 2020. Adanya
penurunan target untuk penerimaan negara sebesar 21.7% dari yang telah
ditargetkan awalnya. Untuk APBN tahun 2020 target penerimaan negara dirubah
menjadi Rp.1,760.9 triliun yang awalnya Rp.2,233.2 triliun, dan untuk
penerimaan pajak setelah dirubah menjadi Rp.1.462,6 triliun dari targetkan
awalnya sebesar Rp.1,865.7 triliun.
Pencapaian realisasi penerimaan pajak dalam laporan kinerja DJP untuk
tahun 2019 saja lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar 92,23%.
Penerimaan negara tahun 2019 terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp.1,332.06 triliun atau
84,44% dari target yang ditentukan dalam APBN tahun 2019 (LAKIN
DJP). Kemudian diikuti dengan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp.405
triliun, dan hibah sebesar Rp.6,8 triliun (Kemenkeu, 2020). Jumlah penerimaan
pajak yang kurang atau sering tidak mencapai target selama beberapa tahun
terakhir tidak sebanding dengan jumlah Wajib Pajak di Indonesia yang terus
meningkat setiap tahunnya.
Dalam tabel 1.1 merupakan pertumbuhan dalam lima
tahun terakhir Wajib Pajak di Indonesia yang dikutip dari situs DDTC News:
Tabel 1.1 Jumlah Pertumbuhan Wajib Pajak Indonesia
Tahun Jumlah Wajib Pajak
2015 30 juta
2016 32,8 juta
2017 36 juta
2018 38,7 juta
2019 42 juta
Sumber : News DDTC (diolah 2020)
Pada tahun 2019 dari 42 juta Wajib Pajak yang tertulis pada data
administrasi DJP, sebanyak 38,7 juta diantaranya adalah Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) orang pribadi dan 3,3 juta merupakan NPWP badan. Dari data
Wajib Pajak yang ada, logikanya Indonesia bisa untuk memenuhi target
penerimaan pajak yang telah ditentukan. Namun pada kenyataannya sejak tahun
2009 sampai 2019 Indonesia belum bisa memenuhi target penerimaan yang telah
ditentukan.
Sejak awal tahun 2020 hingga saat ini, Indonesia dan bahkan hampir
seluruh negara di dunia sedang menghadapi masalah di bidang kesehatan yaitu
Covid-19 (coronavirus disease 2019) sebuah virus yang telah ditetapkan oleh
WHO sebagai pandemi. Covid-19 ini membawa dampak negatif yang bukan
hanya terhadap kesehatan masyarakat tetapi juga dalam berbagai macam sendi
1.2 rumusan masalah
1. apa itu insentif dalam masa pandemic ?
2. apa itu pajak pertambahan nilai ?
3. apa itu pajak penghasilan ?

BAB II
PEMBAHASAN
Berawal dari dua kasus di Maret 2020, kini sudah mencapai 965.283 kasus berdasarkan
worldometer per tanggal 23 Januari 2021. Pandemi 19 telah meluluhlantakkan bukan hanya
Indonesia namun dunia, menariknya adalah tak seorangpun dapat memastikan kapan ini
berakhir. Yang pasti, adalah negara harus tetap berdiri dan setiap kita harus tetap optimis maju
dalam melangkah. Negara tetap harus berdiri dan penerimaan pajak adalah darahnya jika tidak
mau terus menerus disuplai oleh pajak dari negara lain yang bersumber dari pinjaman. Namun,
memajaki tanpa perduli kepada pelayanan masyarakat juga sama mengerikannya.
Untuk itulah negara hadir dengan memberikan stimulus fiskal yang terukur, dengan
mengeluarkan regulasi yang dinanti oleh para pembayar pajak. Adapun stimulus fiskal berupa
fasilitas pajak dalam PP 29 tahun 2020, Peraturan Menteri Keuangan nomor 239/PMK.03/2020
akan coba disarikan sesuai maksud dan peruntukannya.
INSENTIF DALAM MASA PANDEMI COVID 19
Insentif PPN diberikan kepada :
 Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak,
dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
 Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat atas perolehan bahan baku vaksin
dan/atau obat untuk penanganan COVID-19; dan
 Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 dari
Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat.
Bagi penerima insentif dalam fasilitas ini adalah pihak tertentu yang meliputi :
1. Badan/instansi pemerintah
2. Rumah sakit
3. Pihak Lain (pihak selain Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh
Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit untuk membantu penanganan pandemi
COVID-19).
I. Pajak Pertambahan Nilai – DTP
Dalam jenis pajak PPN disebutkan bahwasanya, fasilitas PPN diatur melalui peraturan
pemerintah berdasarkan Pasal 16 B UU PPN 1984  yaitu :
 Pajak terutang tidak dipungut, bisa
o sebagian, atau
o seluruhnya
 Pajak dibebaskan, bisa untuk
o sementara, atau
o selamanya
Istilah Pajak ditanggung pemerintah (P-DTP) muncul dalam Peraturan Menteri Keuangan
nomor 228/PMK.05/2010 tentang mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak
ditanggung pemerintah, hal ini muncul akibat UU APBN yang mencantumkan alokasi pajak
ditanggung pemerintah. Sehingga dalam pasal 1 ayat (1) dijelaskan definisi P-DTP adalah pajak
terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang
mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 28/PMK.03/2020 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 143/PMK.03/2020 dan telah diganti
dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 239/PMK.03/2020 tanggal 30 Desember 2020
tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas
Pajak Penghasilan. Menyebutkan beberapa yang PPNnya diberikan fasilitas berupa :
a. Impor BKP Tidak Dipungut & Penyerahan BKP yang PPNnya Ditanggung Pemerintah
Adapun penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang PPNnya ditanggung pemerintah adalah
penyerahan BKP termasuk pemberian cuma-cuma yang diperlukan dalam rangka penanganan
pandemi COVID-19 meliputi :
 obat-obatan;
 vaksin dan peralatan pendukung vaksin;
 peralatan laboratorium;
 peralatan pendeteksi;
 peralatan pelindung diri;
 peralatan untuk perawatan pasien; dan atau
 peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan
penanganan pandemi COVID-19 (syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri (face shield,
hazmat, sarung tangan, dan masker bedah), cold chain, cadangan sumber daya listrik
(genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun (safety box), dan cairan
antiseptik berbahan dasar alkohol).
b. Penyerahan JKP yang PPNnya Ditanggung Pemerintah
Adapun penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang PPNnya ditanggung pemerintah adalah
penyerahan atau pemanfaatan JKP yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi covid 19
yang meliputi atas :
 jasa konstruksi;
 jasa konsultasi, teknik, dan manajemen;
 jasa persewaan; dan/atau
 jasa pendukung lainnya (jasa yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan
penanganan pandemi COVID-19 termasuk pelaksanaan vaksinasi).
c. Penyerahan Bahan Baku yang PPNnya Ditanggung Pemerintah
Yaitu untuk penyerahan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk
penanganan COVID-19 oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin
dan/atau Obat.
d. Penyerahan Vaksin yang PPNnya Ditanggung Pemerintah
Yaitu penyerahan vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 oleh Industri
Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat.

II. Pajak Penghasilan – Pembebasan


a. Pembebasan dari Pemungutan PPh Pasal 22 Impor
Sebagaimana kita ketahui bahwasanya PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh Bank Devisa atau
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang, namun pihak
tertentu yang melakukan impor barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi
COVID-19 diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun barang yang diperlukan dalam rangka
penanganan pandemi COVID-19 tersebut meliputi :
 obat-obatan;
 vaksin dan peralatan pendukung vaksin;
 peralatan laboratorium;
 peralatan pendeteksi;
 peralatan pelindung diri;
 peralatan untuk perawatan pasien; dan atau
 peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan
penanganan pandemi COVID-19 (syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri (face shield,
hazmat, sarung tangan, dan masker bedah), cold chain, cadangan sumber daya listrik
(genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun (safety box), dan cairan
antiseptik berbahan dasar alkohol).
Atas Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor diberikan tanpa Surat Keterangan
Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Dan pihak tertentu yang telah memperoleh pembebasan
dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor harus menyampaikan  Laporan Realisasi dari Pembebasan
Pemungutan PPh Pasal 22 Impor yang harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman
www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.

b. Pembebasan dari Pemungutan PPh Pasal 22


Bahwasanya PPh Pasal 22 dipungut oleh :
 Instansi Pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
 badan usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau
bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya; atau
 badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri,
Pihak Tertentu sebagaimana disebutkan di atas yang pembelian barang yang diperlukan
dalam rangka penanganan pandemi COVID-19  diberikan pembebasan dari pemungutan PPh
Pasal 22. Adapun barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19
tersebut meliputi :
 obat-obatan;
 vaksin dan peralatan pendukung vaksin;
 peralatan laboratorium;
 peralatan pendeteksi;
 peralatan pelindung diri;
 peralatan untuk perawatan pasien; dan atau
 peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan
penanganan pandemi COVID-19 (syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri (face shield,
hazmat, sarung tangan, dan masker bedah), cold chain, cadangan sumber daya listrik
(genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun (safety box), dan cairan
antiseptik berbahan dasar alkohol).
Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 diberikan melalui Surat Keterangan
Bebas Pemungutan PPh Pasal 22. Dan pihak tertentu yang telah memperoleh pembebasan dari
pemungutan PPh Pasal 22 harus menyampaikan  Laporan Realisasi dari Pembebasan
Pemungutan PPh Pasal 22 yang harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman
www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.

c. Pembebasan dari Pemotongan PPh Pasal 21


Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dalam negeri yang menerima atau memperoleh
imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan
pandemi COVID-19, diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21. Dan Pembebasan
dari pemotongan PPh Pasal 21 tersebut diberikan tanpa Surat Keterangan Bebas Pemotongan
PPh Pasal 21.
Pihak Tertentu harus membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 sehubungan dengan
pembayaran imbalan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri  dan
menyampaikan  Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran
imbalan tersebut. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21 harus
disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.

d. Pembebasan dari Pemotongan PPh Pasal 23


Penghasilan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa
lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang
PPh, yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, berupa
imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 23. Wajib Pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas
penyerahan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, diberikan
pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23.
Atas pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 diberikan melalui Surat Keterangan
Bebas Pemotongan PPh Pasal 23. Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas, Wajib Pajak
badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, harus mengajukan permohonan Surat Keterangan
Bebas dengan mengisi formulir melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.
Bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang telah memperoleh
pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 harus membuat Laporan Realisasi dari Pembebasan
Pemotongan PPh Pasal 23. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23  harus
disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.

JANGKA WAKTU WAKTU PEMBERIAN INSENTIF


Atas pemberian insentif insentif berupa :
 Insentif PPN
 Pembebasan dari pemungutan PPh 22 Impor
 Pembebasan dari pemungutan PPh 22
 Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21
 Pembebasan dari pemotongan PPh 23
Berlaku sejak Masa Januari 2021 sampai dengan Masa Desember 2021. Dan atas
pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 kepada Pihak Tertentu, Pihak Ketiga, atau Industri
Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat dan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 berlaku
sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2021.
Dan Surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan berlaku sampai dengan tanggal 31
Desember 2021.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Setelah melihat apa yang dilakukan pemerintah melalui stimulus fiskal yang telah dan
terus diberikan dalam masa pandemi covid 19 ini maka jelas terlihat fungsi dari pajak berperan
penting yaitu fungsi regulerend dimana negara dan masyarakat bersama menghadapi kondisi
ekonomi yang tidak mudah. Bahkan baru-baru ini ada wacana bahwa biaya vaksin dapat menjadi
pengurang biaya dalam menghitung penghasilan neto apabila biaya vaksin dikeluarkan oleh
pengusaha, Misalkan atas biaya vaksin yang diberikan kepada penghasilan dibawah PTKP saja
maka akan didapat hitungan sebagai berikut. Menurut data BPJS Ketenagakerjaan ada sekitar 15
juta pekerja yang penghasilan dibawah PTKP dikalikan harga vaksin sekitar Rp. 225.000,- per
dosis maka akan didapat biaya vaksin sebesar Rp. 3,375 triliun dengan asumsi tarif PPh sebesar
22% maka akan ada penurunan pajak penghasilan sebesar Rp. 742 Miliar, namun atas kebijakan
tersebut pemerintah dapat menghemat subsidi yang akan diberikan sebesar Rp. 3.375 triliun.
Salah satu yang paling dibutuhkan saat ini adalah peran dari masyarakat Wajib Pajak
dalam hal ini kepatuhan membayar pajak bagi yang terutang, untuk turut serta bergotong royong,
sehingga beban berat pandemi covid 19 ini dapat kita lalui secara bersama untuk mewujudkan
Indonesia yang elok, mandiri, dan bermartabat.

Anda mungkin juga menyukai