Anda di halaman 1dari 10

KEKUASAAN KEHAKIMAN OLEH MAHKAMAH AGUNG

Nama : Muhammad Kholis Qolbi


Npm : 211105020004

A. Pengadilan dan Peradilan


Setiap negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat) tentu mempunyai aparatur
negara yang bertugas untuk mempertahankan tegaknya negara dan hukum. Dalam
menjalankan tugasnya aparatur negara itu (termasuk aparat pemerintahan) diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Aparatur negara yang bertugas
menjalankan penegakan hukum, salah satu diantaranya adalah para hakim di Pengadilan.
Di Indonesia pengadilan merupakan suatu badan/institusi yang menjalankan tugas
”Kekuasaan Kehakiman” (Pasal 10 UU. No. 14 Tahun 1970). Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1970 pada tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999
tentang kekuasaan kehakiman.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 dicabut dan diganti
dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 selanjutnya diubah menjadi Undang-undang No.
48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, selanjutnya disebut UUKK.
Menurut pasal 24 UUD 1945, Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
B. Kekuasaan Kehakiman
Menurut sistematika undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945
(selanjutnya disebut UUD 1945), ketentuan mengenal kekuasan kehakiman diatur pada
Bab IX.

UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan
ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan
lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal
24 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Perubahan UUD 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan
ketatanegaraan, khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Perubahan tersebut
antara lain menegaskan bahwa:

1) Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan


peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
2) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Bab IX UUD 1945 tersebut terdiri dari lima pasal, yaitu pasal 24, pasal 24A, Pasal 24B,
pasal 24C, dan pasal 25. Perlu penulis tegaskan di sini bahwa penulis membuat
klasifikasi tersendiri dari ketentuan-ketentuan pasal tersebut di atas dengan maksud untuk
memudahkan pembaca dalam memahami ruang lingkup kekuasaan kehakiman di
Indonesia.

1) Ketentuan umum

a. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
b. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. kekuasaan
kehakiman
c. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan diatur dalam undang-
undang.
2) Mahkamah agung
a. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-
undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-
undang.
b. Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
c. Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai
hakim agung oleh Presiden.
d. Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. e.
Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta
badan perilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.

C. MAHKAMAH AGUNG

Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA) adalah lembaga


tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang
kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial
serta bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung
menyatakan kekuasaannya pada badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha negara dan lingkungan
peradilan militer.
1. Lingkungan peradilan umum
peradilan Umum merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung
sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya (Pasal 2 UU No.2 Tahun 1984).
Peradilan umum meliputi: Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi,
dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Negeri, berkedudukan di
ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota.
a. Pengadilan negri
Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) adalah pengadilan tingkat pertama
untuk memeriksa memperifikasi hasil penyelidikan polri, memutuskan dan
menyelesaikan perkara perselisilahan antara tergugat dengan pengugat kasus
perdata atau pidana bagi masyarakat pencari keadilan, pengadilan merupakan
sebuah lembaga instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan di lingkungan
Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai
Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa,
memutus, menetapkan dan menyelesaikan perkara pidana dan hukum perdata bagi
rakyat (masyarakat) pencari keadilan pada umumnya.
Syarat pelimpahan perkara ke pengadilan yakni Tanda terima surat pelimpahan
berkas perkara, surat pengantar, surat tanda terima penerimaan barang bukti, surat
dakwaan, surat perintah penahanan, surat pelaksanaan perintah penahanan, surat
penerimaan dan penelitian tersangka, surat penunjukan jaksa penuntut umum.
Daerah hukum Pengadilan Negeri meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.
Pengadilan Negeri di Indonesia merupakan bagian dari pengadilan umum untuk
semua kasus yang tidak berhubungan dengan agama, konstitusi atau masalah
militer. Susunan Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan Wakil
Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita, yang menetapkan
bersalah atau tidanya pengugat atau tergugat.
Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
012/KMA/SK/II/2007 tentang Pembentukan Tim Penyempurnaan tentang
pengawasan Buku 1 sampai dengan 4 menimbang "Bahwa kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh badan-badan peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara yang berpuncak kepada Mahkamah
Agung untuk melakukan pengawasan tertinggi terhadap berjalannya peradilan".
b. Pengadilan umum
Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya (pasal 2 UU No. 2
tahun1984) mengenai baik perkara perdata, maupun perkara pidana,

Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang


menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Peradilan umum meliputi: Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi,
dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi.

Contoh kasus yang dapat diselesaikan di pengadilan umum di antaranya : kasus


sengketa pilpres, sengketa tanah, dan lain sebagainya.

c. Pengadilan Khusus

Menurut UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pengadilan


khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili
dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA).

Badan peradilan di bawah MA tersebut, yakni peradilan umum, peradilan agama,


peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer.

Di pengadilan khusus tersebut, akan diangkat hakim untuk memeriksa, mengadili


dan memutus perkara yang membutuhkan keahlian dan pengalaman di bidang tertentu
dan dalam jangka waktu tertentu. Contoh pengadilan khusus di Indonesia, yaitu:
pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak
pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial, pengadilan perikanan, pengadilan
pajak.

Pengadilan anak, niaga, hak asasi manusia, tindak pidana korupsi, hubungan
industrial dan perikanan merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan
peradilan umum.

Terdapat beberapa pengadilan khusus yang dikembangkan dalam lingkungan


peradilan di Indonesia. Menurut UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, pengadilan khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan
untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat
dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung (MA). Badan peradilan di bawah MA tersebut, yakni peradilan
umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer. Dalam
sejarahnya, Indonesia pernah memiliki pengadilan ekonomi pada tahun 1955.
Pengadilan ini menjadi pengadilan khusus pertama yang dibentuk di Indonesia.

Keberadaan pengadilan khusus dinilai penting untuk memenuhi tuntutan akan


keadilan yang semakin kompleks dalam masyarakat. Inisiatif munculnya pengadilan
khusus ini muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau pemerintah. Pada tahun
1997, pengadilan anak dibentuk dengan berdasarkan pada UU Nomor 3 Tahun 1997.
Setahun kemudian, pengadilan niaga dibentuk dibentuk dengan UU Nomor 4 Tahun
1998. Selanjutnya, pada 2000 dan 2002, dibentuk pengadilan hak asasi manusia
dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 dan pengadilan tindak pidana korupsi dengan UU
Nomor 30 Tahun 2002. Pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan
dibentuk pada tahun 2004 berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2004 dan UU Nomor 31
Tahun 2004. Sementara itu, pengadilan pajak yang berada di lingkungan peradilan
tata usaha negara dibentuk sebelumnya melalui UU Nomor 14 Tahun 2002.

1) Pengadilan anak pasal 1 UU No. 3 Tahun 1997


Pasal 1 angka (2) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang dimaksud
anak nakal adalah: a) anak yang melakukan tindak pidana, atau b) anak yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku
dalam masyarakat. Pengertian atau definisi anak nakal sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 angka (2) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di atas akan
membawa persoalan di dalam penerapannya. Untuk pengertian Anak Nakal vide
Pasal 1 angka (2) huruf a UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, tidak
menimbulkan persoalan. Namun, untuk pengertian Anak Nakal yang diatur dalam
Pasal 1 angka (2) huruf b UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak akan
membawa persoalan dalam penerapannya. Kenyataan yang demikian ini dalam suatu
perundang-undangan tentunya kurang membawa kepastian hukum.

Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah sekurang-
kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dan belum pernah kawin.

2) Pengadilan Niaga UU No.37 tahun 2004

Pasal 1 angka (2) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang dimaksud
anak nakal adalah: a) anak yang melakukan tindak pidana, atau b) anak yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku
dalam masyarakat. Pengertian atau definisi anak nakal sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 angka (2) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di atas akan
membawa persoalan di dalam penerapannya. Untuk pengertian Anak Nakal vide
Pasal 1 angka (2) huruf a UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, tidak
menimbulkan persoalan. Namun, untuk pengertian Anak Nakal yang diatur dalam
Pasal 1 angka (2) huruf b UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak akan
membawa persoalan dalam Pengadilan Niaga adalah Pengadilan Khusus yang
dibentuk di lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili dan
memberi putusan terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban dan
pembayaran utang (PKPU).

Dalam UU ini diatur mengenai kepailitan; penundaan kewajiban pembayaran


utang; dan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu masa yang


diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga dimana dalam masa
tersebut pihak debitor dan kreditor diberi kesempatan untuk melakukan musyawarah
tata cara pembayaran utang, yang mana pihak debitor memberikan rencana
pembayran seluruh atau sebagian utangnya.
3) Pengadilan HAM UU No.26 Tahun 2000
Pembentukan Undang-Undang Nomer 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum dalam
menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia berat khususnya kejahatan genosida.

Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara


pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwenang juga
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga
negara Indonesia.

4) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi UU No.30 Tahun 2002


Secara hukum, korupsi adalah tindak pidana melawan hukum sebagaimana
disebut dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor);
berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor
30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tipikor.
5) Pengadilan pajak UU No.24 tahun 2002
Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas
pelaksanaan penagihan Pajak atau keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya.
a. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan
memutus Sengketa Pajak.
b. Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus
sengketa atas keputusan keberatan, kecuali berlaku. ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan yang
6) Pengadilan Hubungan Industrial UU No.2 Tahun 2004
Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mengatur bahwa
pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang dibentuk di
lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memberi
putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

2. Lingkungan Peradilan Tinggi Agama


Pengadilan Tinggi Agama merupakan pengadilan tingkat banding terhadap
perkaraperkara yang diputus oleh Pengadilan Agama dan merupakan Pengadilan
tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa mengadili antar-Pengadilan Agama
di daerah hukumnya.

Adapun tugas peradilan tinggi agama (PTA) Pengadilan Tinggi Agama bertugas
dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
dalam tingkat banding.
a. Pengadilan Agama
Peradilan agama adalah salah satu di antara peradilan khusus di In- donesia.
Dua peradilan khusus lainnya adalah Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
Negara. Dikatakan peradilan khusus karena Peradilan agama mengadili perkara-
perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu.¹ Dalam hal ini, peradilan
agama hanya berwenang di bidang perdata tertentu saja, tidak termasuk bidang
pidana dan pula hanya untuk orang-orang Islam di Indonesia, dalam perkara-
perkara perdata Islam ter- tentu tidak mencakup seluruh perdata Islam².

Peradilan agama adalah Peradilan Islam di Indonesia, sebab dari je nis-jenis


perkara yang boleh diadilinya, seluruhnya adalah jenis perkara menurut agama
Islam.

Dari yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa peradilan agama


adalah salah satu dari Peradilan Negara di Indonesia yang sah, yang bersifat
Peradilan Khusus, yang berwenang dalam jenis perkara per- data Islam terentu,
bagi orang-orang Islam di Indonesia.
b. Pengadilan Syari’ah Aceh
Peradilan syari'at Islam di Aceh yang dilakukan oleh Mahkamah Syar'iyah
merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Agama. Peradilan
syari'at Islam di Aceh (Mahkamah Syar'iyah) merupakan pengadilan khusus
dalam lingkungan peradilan agama sepanjang wewenangnya menyangkut
wewenang peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan
peradilan umum sepanjang wewenangnya menyangkut wewenang peradilan
umum. Wewenang Mahkamah Syar'iyah sebagai pengadilan khusus seperti yang
dijelaskan dalam Pasal 3A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tidak lagi
terbatas dalam bidang perdata, tetapi juga mencakup bidangmu'amalah dan
jinayah. Sebagai bagian dari sistem peradilan Indonesia, Mahkamah Syar'iyah
memiliki dua kompetensi dasar,yaitu wewenang Peradilan Agama dan sebahagian
wewenang Peradilan Umum. Penyempurnaan yang menyangkut dengan
kewenangan tambahan dari Mahkamah Syar'iyah tersebut harus dibuat dalam
bentuk undangundang yang khusus mengatur tentang Mahkamah Syar'iyah
sebagai pengadilan khusus

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945.

Mahkamah Syar'iyah juga menganut tiga tingkat peradilan, yakni tingkat


pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah
Syar'iyah di Aceh telah lebih luas dalam melaksanakan kewajiban penetapan
hukum-hukum Islam, terhadap perkara-perkara hukum keluarga (al-akhwal
alsyakhshiyah), mu'amalah (hukum perdata) serta hukum jinayat (pidana).

Mahkamah Syar'iyah juga berwenang mengadili dan memutuskan


perkaraperkara jarimah (tindak pidana), seperti penyebaran aliran sesat (bidang
aqidah), tidak shalat Jumat tiga kali berturut-turut tanpa uzur syar'I (bidang
ibadah), menyediakan fasilitas/peluang kepada orang muslim tanpa uzur syar'i
untuk tidak berpuasa (bidang ibadah), makan minum di tempat umum di siang ari
di bulan puasa (bidang ibadah), dan tidak berbusana Islami (bidang syiar Islam).
Mahkamah Syar'iyah dipercayakan pula untuk mengadili perkaraperkara tindak
pidana dalam pengelolaan zakat.

Sebagaimana diatur dalam Qanun Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan


Zakat. Tindak pidana dimaksud, meliputi tidak membayar zakat setelah jatuh
tempo, membuat surat palsu atau memalsukan surat baitul mal, serta
menyelewengkan pengelolaan zakat. Adapun hukum materil dalam bidang
mu'amalah (perdata pada umumnya) yang telah ditetapkan pula menjadi
wewenang Mahkamah Syar'iyah, sampai saat ini belum disusun qanunnya. Oleh
karena itu wewenang di bidang tersebut belum dapat dilaksanakan, kecuali
beberapa perkara perdata yang sejak dulu telah menjadi wewenang Pengadilan
Agama, seperti masalah wakaf, hibah, wasiat dan sadaqah.
a. Perdata (muamalah)
b. Pidana (jinayat)
3. Lingkungan Peradilan Tinggi Militer
Pengadilan Militer Tinggi merupakan pengadilan tingkat pertama bagi prajurit
berpangkat Mayor ke atas (sampai Perwira Tinggi / Jenderal / Laksamana / Marsekal
TNI), dan sebagai Pengadilan Tingkat Pertama memeriksa Gugatan Tata Usaha
Militer, disamping menjadi Pengadilan Tingkat Banding atas perkara tingkat pertama
yang diputus oleh Pengadilan Militer.
Tugas diantaranya : Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Angkatan Bersenjata. Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada
tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam
daerah hukumnya yang dimintakan banding.
a. Pengadilan Militer
Peradilan Militer merupakan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di lingkungan
Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan
memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara.

Pengadilan Militer (disingkat Dilmil) adalah pengadilan yang bertugas untuk


memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana dan sengketa Tata
Usaha Militer sebagaimana ditentukan dalam pasal 40 Undang-Undang RI Nomor
31 Tahun 1997 yakni prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah.

Peradilan Militer di Indonesia dibentuk untuk pertama kalinya dengan UU No.


7 tahun 1946 tentang Peraturan mengadakan pengadilan Tentara di samping
Pegadilan biasa. Kemudian terbit UU No.8 Tahun 1946 tentang. peraturan hukum
Apa yang menjadi kewenangan pengadilan militer?

Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan


Bersenjata. Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada tingkat
banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah
hukumnya yang dimintakan banding.
Undang-Undang nomor 31 tahun 1997 ini di dalamnya mengatur empat
substansi Hukum Militer, yaitu :
1) Kelembagaan Peradilan Militer
2) Kelembagaan Oditurat Militer ( Jaksa Militer )
3) Hukum Acara Pidana Militer
4) Peradilan Tata Usaha Militer yang berada pada Pengadilan Militer Tinggi,
dengan Hukum Acara Tata Usaha Militernya.
4. Lingkungan Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT. TUN) berkedudukan di ibukota
Propinsi, dan daerah hukumnya meliputi Propinsi. Pengadilan Tata Usaha Negara
adalah pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya.

Apa kewenangan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara? "Pengadilan Tata


Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
Sengketa Tata Usana Negara di tingkat pertama."

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, Pengadilan Tinggi Tata


Usaha Negara dibentuk melalui Undang-Undang dan berkedudukan di ibu kota
provinsi dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Namun hingga saat ini
hanya terdapat empat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yaitu:
1) Pengadilan Tata Usaha Negara Medan
2) Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
3) Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya
a. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara disingkat PTTUN) adalah
lembaga peradilan Tata Usaha Negara yang bertindak sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata
Usaha Negara di tingkat banding. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding,
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk
memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan
berwenang untuk memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir
sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di
dalam daerah hukumnya.
TUGAS POKOK (BIDANG YUSTISIAL) & FUNGSI USAHA
NEGARA (PTUN):
1) Memeriksa, Memutus dan Menyelesaikan Sengketa Tata Usaha
Negara (TUN) Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN
Jakarta). Dengan Berpedoman Pada Undang-Undang Nomor : 5
Tahun 1986 jo. UndangUndang Nomor : 9 Tahun 2004 jo. Undang-
Undang Nomor : 51 Tahun 2009 dan Ketentuan dan Ketenuan
Peraturan Perundang-undangan Lain yang Bersangkutan, Serta
Petunjuk-Petunjuk Dari Mahkamah Agung Republik Indonesia
(Buku Simplemen Buku I, Buku II, SEMA, PERMA, dll);
2) Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN)
KePengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara (PT.TUN) yang Berwenang;
3) Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim Pada Pengadilan
Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), Seiring Peningkatan
Integritas Moral dan Karakter Sesuai Kode Etik dan Tri Prasetya
Hakim Indonesia, Guna Tercipta dan Dilahirkannya Putusan-Putusan
yang Dapat Dipertanggung jawabkan Menurut Hukum dan Keadilan,
Serta Memenuhi Harapan Para Pencari Keadilan (Justiciabelen);
4) Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga
Peradilan Guna Meningkatan dan Memantapkan Martabat dan
Wibawa Aparatur dan Lembaga Peradilan, Sebagai Benteng Terakhir
Tegaknya Hukum dan Keadilan, Sesuai Tuntutan Undang-Undang
Dasar 1945;

Anda mungkin juga menyukai