Anda di halaman 1dari 8

BAHAN BACAAN

Perbedaan Peradilan dengan Pengadilan. Peradilan adalah suatu proses


yang dijalankan di pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa,
memutus dan mengadili perkara. Sedangkan pengadilan adalah badan atau
instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara.

Peradilan Umum
Pengadilan umum memiliki beberapa lembaga yang melakukan kekuasaan
kehakiman di lingkungannya seperti:

Pengadilan Negeri
Kedudukan pengadilan negeri berada di ibukota kabupaten atau kota madya dan
pembentukannya sesuai dengan keputusan Presiden. Lembaga peradilan ini
melakukan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum. Daerah hukum
pengadilan negeri terletak di wilayah kabupaten atau kota madya. Tugas dan
wewenang pengadilan negeri ialah menyelesaikan, memeriksa, dan memutus
perkara perdata dan perkara pidana pada tingkat pertama.
Untuk itu pengadilan tingkat pertama terletak pada pengadilan negeri dalam
lingkungan peradilan umum. Pengadilan negeri memiliki susunan organisasi seperti
pimpinan, panitera, juru sita, hakim anggota, dan sekretaris. Selain itu pengadilan
negeri juga dipimpin oleh seorang ketua beserta seorang wakil ketua. Di dalam
lembaga ini juga ada beberapa orang hakim yang tugas mereka diatur dan dibagi
oleh kepala pengadilan. Pembentukan hakim pengadilan berasal dari usulan ketua
Mahkamah Agung dan diangkat oleh Presiden.

Pengadilan Tinggi
Lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum selanjutnya ialah pengadilan
tinggi. Pengertian pengadilan tinggi ialah pengadilan yang berkedudulan di ibukota
provinsi di tingkat banding serta memiliki daerah hukum di wilayah provinsi.
Pengadilan tinggi ini memiliki susunan organisasi yang meliputi pimpinan, panitera,
sekretaris, dan hakim anggota. Pengadilan tersebut dipimpin oleh satu orang ketua
beserta satu orang wakil ketua. Pengadilan tinggi memiliki hakim anggota yang
dinamakan dengan hakim tinggi. Adapun beberapa tugas dan wewenang pengadilan
tinggi yaitu meliputi:

 Mengadili perkara perdata dan perkara pidana dalam tingkat banding.


 Mengadili sengketa kewenangan tingkat pertama dan terakhir serta
mengadili daerah hukum di antara pengadilan negeri.
 Menjaga penyelenggaraan jalannya peradilan di tingkat negeri agar
berlangsung sewajarnya dan seksama.

Ketua Pengadilan Tinggi Negeri

 melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat Pengadilan


Negeri dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan
sewajarnya.

 Memberikan nasihat, keterangan dan pertimbangan kepada instansi


pemerintah terkait hukum jika diminta.
 Tugas dan wewenang peradilan tinggi sesuai dengan aturan Undang
Undang.

Perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 mengenai pengadilan umum ialah UU
No. 49 Tahun 2009 mengenai Peradilan umum yang memberikan dasar kebijakan
untuk semua urusan pengadilan umum, urusan organisasi administrasi (baik
berkaitan dengan teknis non yudisial maupun yudisial), finansial dan pengawasan
tertinggi di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Sedangkan Komisi Yudisial
melakukan pengawasan eksternal yang terdiri dari menegakkan dan menjaga
kehormatan, perilaku serta keluhuran martabat hakim.
Agar prinsip dasar kekuasaan kehakiman dapat diselenggarakan dengan kuat maka
dilakukan perubahan kedua UU No. 2 Tahun 1986 mengenai Peradilan Umum.
Dengan begitu prinsip kebebasan hakim dan prinsip kemandirian peradilan dapat
berlangsung pararel dengan prinsip akuntabilitas dan integritas hakim. Dalam
pembaruan Undang Undang juga dijelaskan bahwa pengadilan khusus yang dapat
dibentuk dalam lingkungan pengadilan umum dengan tugas memutus, memeriksa
dan mengadili perkara yang dilakukan oleh hakim ad hoc.
Dalam lingkungan peradilan umum terdapat beberapa pengadilan khusus yang
tercatat seperti:

1. Pengadilan Anak dalam bidang hukum pidana.


2. Pengadilan Perikanan dalam bidang hukum pidana.
3. Pengadilan Niaga dalam bidang hukum perdata.
4. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam bidang hukum pidana.
5. Pengadilan HAM dalam bidang hukum pidana.
6. Pengadilan Hubungan Industrial dalam bidang hukum perdata.

Pengadilan Khusus
Peradilan khusus pada dasarnya tidak memisahkan diri dengan lembaga lembaga
lain di lingkungan peradilan. Namun pembentukan peradilan khusus dapat dilakukan
oleh masing masing lingkungan peradilan. Untuk itu sifatnya kamar atau chamber.
Pengadilan khusus sekarang ini terbagi menjadi pengadilan tindak pidana korupsi
(tipikor) dan pengadilan HAM.
Kedua macam pengadilan khusus tersebut terletak di lingkungan peradilan umum.
Pembentukan pengadilan HAM sesuai dengan UU No. 46 Tahun 2000 mengenai
Pengadilan HAM. Sedangkan pembentukan pengadilan Tipikor sesuai dengan UU No.
46 Tahun 2009 mengenai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Sekian penjelasan mengenai peradilan umum dan pengadilan khusus di Indonesia.
Di Indonesia sendiri terdapat peradilan khusus yang terdapat di lingkungan
pengadilan umum saat ini yakni pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) dan
pengadilan HAM. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan anda dan terima
kasih telah berkunjung di blog ini.

Menurut UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan


Kehakiman, pengadilan khusus adalah pengadilan yang
mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili
dan memutus perkara tertentu.
Peradilan Umum
Peradilan umum ialah sebuah pelaksanaan kekuasaan dalam
kehakiman untuk rakyat yang mencari keadilan. Apabila rakyat pada
umunya melaksankan sebuah pelanggaran ataupun kejahatan, dalam
peraturan mampu dihukum ataupun dikenakan sanksi serta diadili
pada lingkungan peradilan umum.

Peradilan umum pada saat ini telah ditetapkan dalam UU No. 49


Tahun 2009. Kekuasaan kehakiman pada lingkungan peradilan umum
diselenggarakan pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi serta
Mahkamah Agung yang berperan sebagai pengadilan negara yang
tertinggi.

Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri ialah sebuah pengadilan umum yang dalam sehari-
hari bertugas memeriksa serta memutuskan perkara pada tingkat
pertama dari semua perkara perdata serta pidana sipil pada seluruh
kelompok penduduk (warga negara serta orang asing).
Pada Undang-Undang Nomer 8 Tahun 2004 mengenai
amandemen pada Undang-Undang Nomer 2 tahun 1986
mengenai Peradilan Umum, yang mana Peradilan Umum ialah
dari salah satu yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk
semua rakyat yang mencari keadilan secara umum.

Pengadilan negeri memiliki kedudukan di daerah ibu kota, di


kabupaten/kota, serta daerah hukumnya yang meliputi
kabupaten/kota. Perkara-perkara yang terdapat tersebut mampu
diselesaikan oleh hakim serta dibantu oleh panitera.

Ketua Pengadilan Negeri

 mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah


laku hakim, panitera, sekretaris, dan jurusita di daerah
hukumnya.

 mengatur pembagian tugas para hakim.

membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat lainnya yang


berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada
Majelis Hakin untuk diselesaikan

3. Panitera Pengadilan

 menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas


wakil Panitera, Panitera muda, dan Panitera Pengganti.

 melaksanakan putusan Pengadilan.

 membuat salinan putusan menurut ketentuan undang-undang


yang berlaku.

 bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara.

4. Sekretaris

 menyelenggarakan administrasi umum Pengadilan serta


ketentuan mengenai tugas serta tanggung jawab, susunan
organisasi.
5. Jurusita

 Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua sidang.

 Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri.

 Membuat berita acara penyitaan.

1. Hakim Pengadilan Negeri

Pengangkatannya:

 Hakim pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden


selaku Kepala Negara atas usul Ketua Mahkamah Agung.

 Sebelum memangku jabatan Ketua, Wakil ketua, dan Hakim


Pengadilan wajib mengucapkan sumpah/janji menurut
agamanya.

 Wakil Ketua dan Hakim pada Pengadilan Negeri diambil sumpah


atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Negeri.

 Pemberhentiannya:

Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan diberhentikan dengan


hormat dari jabatannya karena:

a. Permintaan sendiri.

b. Sakit jasmani/rohani terus menerus.

c. Setelah berumur 60 tahun.

d. Ternyata tidak cakap dalam melaksanakan tugasnya.

1. HIR
HIR singkatan dari Herziene Inlandsch Reglement, merupakan salah satu sumber hukum acara perdata bagi
daerah Pulau Jawa dan Madura peninggalan kolonial Hindia Belanda yang masih berlaku dinegara kita hingga
kini.
HIR sebenarnya berasal dari Inlansch Reglement (IR) atau Reglement Bumiputera. IR pertama kali diundangkan
tanggal 5 April 1848 (Stb). 1848 Nomor 16) merupakan hasil rancangan JHR. Mr. HL. Wichers, President
hooggerechtshof (Ketua Pengadilan Tinggi di Indonesia pada zaman Hindia Belanda) di Batavia.

2. BRv
BRv atau Rv singkatan dari Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering, merupakan Hukum Acara Perdata
untuk golongan Eropa

3. RBg
RBg adalah singkatan dari Rechtsreglement voor de Buitengewesten (Reglement untuk daerah seberang),
merupakan Hukum Acara Perdata bagi daerah-daerah luar pulau Jawa dan Madura.

DASAR HUKUM
Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan
dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian
berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-undang Darurat No.
1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU
Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan pengadilan
yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena terhadap penetapan upaya
hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.

PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN BANDING


1. Dinyatakan dihadapan Panitera Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan,
dengan terlebih dahuku membayar lunas biaya permohonan banding.
2. Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan (pasal 7 UU No. 20/1947) oleh
yang berkepentingan maupun kuasanya.
3. Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang memuat hari dan tanggal
diterimanya permohonan banding dan ditandatangani oleh panitera dan pembanding.
Permohonan banding tersebut dicatat dalam Register Induk Perkara Perdata dan Register
Banding Perkara Perdata.
4. Permohonan banding tersebut oleh panitera diberitahukan kepada pihak lawan paling
lambat 14 hari setelah permohonan banding diterima.
5. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas perkara di Pengadilan
Negeri dalam waktu 14 hari.
6. Walau tidak harus tetapi pemohon banding berhak mengajukan memori banding
sedangkan pihak Terbanding berhak mengajukan kontra memori banding. Untuk kedua jenis
surat ini tidak ada jangka waktu pengajuannya sepanjang perkara tersebut belum diputus
oleh Pengadilan Tinggi. (Putusan MARI No. 39 k/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).
7. Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang-undang sepanjang belum
diputuskan oleh Pengadilan Tinggi pencabutan permohonan banding masih diperbolehkan.
TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN BANDING
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan
bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak
hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo pasal 46 UU
No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU No. 14
tahun 1985.
Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding telah lewat maka terhadap
permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap
putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dan dapat dieksekusi.
2. KASASI
PENGERTIAN
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan
Tinggi.Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi
putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.
Kasasi berasal dari perkataan "casser" yang berarti memecahkan atau
membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan
dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan tersebut
dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung kesalahan dalam
penerapan hukumnya.
Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum,
jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga
pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan
tinggak ketiga.

ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN KASASI


Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :
1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut
pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan
gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil
maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum
yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum
yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak
tepat dilakukan oleh judex facti.
3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah
TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN KASASI
Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah
putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon
(pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi
tidak dapat diterima.
PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI
1. Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak baik secara tertulis atau
lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan
melunasi biaya kasasi.
2. Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan
hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampurkan pada berkas
(pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985)
3. Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan
Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (pasal 46 ayat (4) UU
No. 14/1985)
4. Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku
daftar pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-alasan
permohonan kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985)
5. Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan
paling lambat 30 hari (pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985).
6. Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasais dalam tenggang waktu 14
hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU No.
14/1985)
7. Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari
Panitera Pengadilan Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah
Agung (pasal 48 ayat (1) UU No. 14/1985)
3. VERZET
PENGERTIAN
Verzet merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan
Negeri.
PROSEDUR MENGAJUKAN VERZET , pasal 129 ayat (1) HIR
1. Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat
sendiri, jika putusan tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri maka :
2. Perlawanan boleh diterima sehingga pada hari kedelapan setelah teguran
(aanmaning) yang tersebut dalam pasal 196 HIR atau;
3. Dalam delapan (8) hari setelah permulaan eksekusi (pasal 197 HIR).
Dalam prosedur verzet kedudukan para pihak tidak berubah yang mengajukan
perlawanan tetap menjadi tergugat sedangyang dilawan tetap menjadi Penggugat
yang harus memulai dengan pembuktian.
Verzet dapat diajukan oleh seorang Tergugat yang dijatuhi putusan verstek, akan
tetapi upaya verzet hanya bisa diajukan satu kali bila terhadap upaya verzet ini
tergugat tetap dijatuhi putusan verstek maka tergugat harus menempuh upaya
hukum banding.

Anda mungkin juga menyukai