Anda di halaman 1dari 5

1.

Peradilan Agama adalah Peradilan Islam di Indonesia, sebab dari jenis-jenis perkara
yang boleh seluruhnya adalah jenis perkara menurut agama Islam. Tegasnya,
Pengadilan Agama adalah Peradilan Islam limitatif, yang disesuaikan dengan keadaan
di Indonesia. Di sisi lain, Pengadilan Agama adalah peradilan perdata sedangkan
peradilan umum adalah juga peradilan perdata di samping peradilan umum. Jika lihat
dari aasas-asas hukum acara, tentulah ada prinsip-prinsip kesamaannya secara umum
di samping secara khusus tentu ada pula perbedaan antara Hukum Acara Peradilan
Umum dan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama. Dengan kata lain, Peradilan
Agama merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang ikut berfungsi
dan berperan menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum
mengenai perkara perdata Islam tertentu. Karenanya, Peradilan Agama ini disebut
peradilan khusus
2. Sejarah keberadaan Lembaga Peradilan Agama telah diakui sejak lama. Pemerintah
Belanda membentuknya dengan Staatblad (LN) 1882 No. 152 jo Staatblad 1937 untuk
Peradilan Agama di Jawa dan Madura, StaatBlad 1937 No. 638 dan 639 di
Kalimantan Selatan. Kemudian setelah Indonesia merdeka, pemerintah membentuk
Peradilan Agama untuk selain Jawa-Madura dan Kalimantan Selatan dengan
peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 1975. Akan tetapi, dalam peraturan-peraturan
tersebut tidak diatur tentang hukum acara mengenai tata cara memeriksa, mengadili,
dan menyelesaikan perkara. Sehingga para hakim Peradilan Agama mengambil
intisari hukum acara yang ada dalam kitab kitab fikih yang dalam penerapannya
berbeda antara Pengadilan agama yang satu dengan pengadilan agama yang
lain.Sedangkan produk hukum Undang –Undang Nomor 50 Tahun 2009 atas
perubahan kedua Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
lahir dari konfigurasi politik yang demokratis dan karakter hukum yang responsif.
Maka dari segi perspektif materi hukum, politik hukum pemerintah bersifat otonom
dan responsif atau populistik, dimana produk hukum ini mencerminkan harapan
masyarakat dan rasa keadilan.
3. Mahkamah Agung ( UU No. 5 tahun 2004 )
Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan,
yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pemerintah, Mahkamah Agung
(disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah
Konstitusi.
Susunan MA terdirin dari Pimpinan, Hakim Anggota, dan Sekretaris MA. Pimpinan MA
terdiri dari seorang Ketua, dua Wakil Ketua, dan beberapa orang Ketua Muda, yang
kesemuanya dalah Hakim Agung dan jumlahnya paling banyak 60 orang. Sedangkan
beberapa direktur jendral dan kepala badan. Mahkamah Agung mengadili pada tingkat
kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua
lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung, yaitu :
1. Peradilan umum ( UU No 2 Tahun1986) Peradilan Umum adalah lingkungan
peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Adapun kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh lembaga-
lembaga berikut ini. Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi merupakan
pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota provinsi, dengan
daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Negeri. Pengadilan
Negeri adalah suatu pengadilan yang sehari-hari memeriksa dan memutuskan
perkaratingkat pertama dari segala perkara perdata dan pidana untuk semua
golongan yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah
hukum meliputi wilayah kabupaten/kota.
2. Peradilan agama ( UU No 7 Tahun1989) Peradilan Agama adalah lingkungan
peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang
beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-
Undang. Dalam lingkungan Peradilan Agama, kekuasaan kehakiman
dilaksanakan oleh :
Pengadilan Tinggi Agama. Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah
lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama sebagai pengadilan tingkat
banding yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Pengadilan Negeri Agama.
Pengadilan Negeri Agama atau yang biasa disebut Pengadilan Agama
merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Peradilan Militer (UU No 5
Tahun1950 UU No 7 Tahun1989 )
4. Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang berkaitan
dengan tindak pidana militer. Pengadilan dalam lingkungan militer terdiri dari :
Pengadilan Militer Utama.
Pengadilan Militer Utama merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah
Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus
pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang
telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan
banding. Susunan persidangan Pengadilan Militer Utama untuk memeriksa dan memutus
perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat banding adalah 1 orang
Hakim Ketua dan 2 orang Hakim Anggota dan dibantu 1 orang Panitera.
Pengadilan Militer Tinggi. Pengadilan Militer Tinggi merupakan badan pelaksana
kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas
untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya
adalah prajurit yang berpangkat Mayor ke atas. Susunan persidangan adalah 1 orang
Hakim Ketua dan 2 orang Hakim Anggota yang dihadiri 1 orang Oditur Militer/ Oditur
Militer Tinggi dan dibantu 1orang Panitera.
Pengadilan Militer. Pengadilan Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan
di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan
memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit yang
berpangkat Kapten ke bawah. Susunan persidangan adalah 1orang Hakim Ketua dan 2
orang Hakim Anggota yang dihadiri 1orang Oditur Militer/ Oditur Militer Tinggi dan
dibantu 1 orang Panitera
Pengadilan Militer Pertempuran. Pengadilan Militer Pertempuran merupakan badan
pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan militer untuk memeriksa dan memutuskan
perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di medan pertempuran. Susunan persidangan
adalah 1 orang Hakim Ketua dengan beberapa Hakim Anggota yang keseluruhannya
selalu berjumlah ganjil, yang dihadiri 1 orang Oditur Militer/ Oditur Militer Tinggi dan
dibantu 1 orang Panitera.
Peradilan Tata Usaha Negara ( UU No 5 Tahun1986)
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa
Tata Usaha Negara. Kekuasaan Kehakiman pada Peradilan Tata Usaha Negara
dilaksanakan oleh :
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara merupakan
sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara pada tingkat
banding yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Susunan pengadilan terdiri atas
Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris; dan pemimpin pengadilan terdiri
atas seorang Ketua dan seoirang Wakil Ketua.
Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah
lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara pada tingkat pertama yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
bertugas dan berwenanga) meemeriksa dan memutuskan sengketa Tata Usaha Negaradi
tingkat banding; (b) memeriksa dan memutuskan mengadili antara pengadilan Tata Usaha
Negara di dalam daerah hukumnya; (c) memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
ditingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara.
2. Mahkamah Konstitusi (UU No. 24 tahun 2003)
Salah satu lembaga tinggi negara yang melakukan kekuasaan kehakiman (bersama
Mahkamah Agung) yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Susunan MK terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota, seorang
Wakil Ketua merangkap anggota, serta 7 orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
dengan Keputusan Presiden. Hakim konstitusi harus memiliki syarat: memiliki intergritas
dan kepribadian yand tidak tercela; adil; dan negarawan yang menguasai konstitusi
ketatanegaraan.
3. Komisi Yudisial (UU Nomor 22 Tahun 2004)
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Anggota komisi yudisial harus
memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela.
Komisi Yudisial terdiri dari pimpinan dan anggota. Pimpinan Komisi Yudisial terdiri atas
seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap anggota. Komisi Yudisial
mempunyai 7 orang anggota, yang merupakan pejabat negara yang direkrut dari mantan
hakim, praktis hukum, akademis hukum, dan anggota masyarakat.
RANGKUMAN TAMBAHAN
MAHKAMAH AGUNG (UU No. 14 Tahun 1985 jo UU No. 5 Tahun 2005)
I. PERADILAN UMUM
Pengadilan Anak (UU No. 3 Tahun 1997)
Pengadilan Niaga (Perpu No. 1 Tahun 1989)
Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000)
Pengadilan TPK (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2002)
Pengadilan Hubungan Industrial (UU No. 2 Tahun 2004)
Mahkamah Syariah NAD (UU No. 18 Tahun 2001)
Pengadilan Lalu Lintas (UU No. 14 Tahun 1992)
II. PERADILAN AGAMA
Mahkamah Syariah di Nangro Aceh Darussalam apabila menyangkut peradilan Agama.
III. PERADILAN MILITER
Pengadilan Militer untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat prajurit.
Pengadilan Militer Tinggi, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat perwira s.d
kolonel
Pengadilan Militer Utama, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat Jenderal.
Pengadilan Militer Pertempuran, untuk mengadili anggota TNI ketika terjadi perang.
IV. PERADILAN TATA USAHA NEGARA Pengadilan Pajak (UU No. 14 Tahun 2002)
V. PERADILAN LAIN-LAIN Mahkamah Pelayaran Komisi Pengawasan Persaingan
Usaha (KPPU) MAHKAMAH KONSTITUSI (UU No. 24 Tahun 2003)
Tugas Mahkamah Konstitusi adalah :Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945
Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberi oleh UUD
1945.Memutus Pembubaran Partai Politik.Memutus perselisihan tentang PEMILU
Memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan Presiden/Wakil Presiden
melanggar hukum, berupa : mengkhianati negara, korupsi, suap, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela lainnya.

5. Di Era Orde Baru, usaha untuk mengurangi dan mengeliminir, bahkan menghapuskan
baik wewenang maupun peran Peradilan Agama pernah terjadi ketika RUU
Perkawinan dibuat oleh pemerintah dan diajukan ke DPR pada tahun 1973.
Rancangan undang undang tersebut memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mengurangi
frekuensi perceraian dan perkawinan di bawah umur. Kedua, untuk menyeragamkan
undang undang perkawinan di Indonesia sebagai bagian program kesatuan dan
persatuan Indonesia di bawah idiologi negara Pancasila. Dalam RUU tersebut,
Peradilan Agama hanya disebut dalam rancangan penjelasan pasal 73 ayat (2). Bunyi
rancangan penjelasan pasal tersebut adalah sebagai berikut: Untuk memperlancar
pelaksanaan undang undang ini, Pemerintah dapat mengatur lebih kanjut hal hal
tertentu yang memerlukan ketentuan pelaksanaan, antara lain yang bersangkut paut
pengikutsertaan Pengadilan Agama dalam tata cara penyelesaian perselisihan
perkawinan dan perceraian oleh Pengadilan Umum, tata cara berlangsungnya
perkawinan sebagai golongan bagi agama Islam adanya saksi, wali dan sebagainya.
Peletakkan kata Pengadilan Agama pada penjelasan segera dapat dibaca bahwa
Pengadilan Agama hanyalah pelengkap Pengadilan Umum. Penjelasan bukanlah
bagian dari undang undang dan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelenggaraan
proses peradilan (dasar hukum). Karena itu, maka dipahami bahwa RUU tersebut
dinilai sebagai upaya untuk menghapuskan Pengadilan Agama. Posisi pelengkap itu
pun, oleh RUU direkomendasikan pada Peraturan Pemerintah (PP). Secara harfiah
dapat dimengerti status Pengadilan Agama menurut RUU tersebut akan berada di
bawah wewenang Pengadilan Umum.
6. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama adalah hukum yang berfungsi mengatur lalu
lintas pemeriksaan perkara di pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Dengan
menggunakan hukum acara ini para pihak yang bersengketa dapat memulihkan hak-
haknya yang telah dirugikan oleh pihak lain melalui pengadilan, tidak main hakim
sendiri.
Sumber Hukum Acara Peradilan Agama
1. Hukum Materil Peradilan Agama
Berdasarkan Falsafah Pancasila dan UUD 1945, legislasi hukum materil Islam
merupakan keharusan konstitusional yuridis. Beberapa bagian hukum Islam
kemudian benar-benar diangkat dalam peraturan perundang-undangan baik
secara tersurat maupun tersirat. Secara hukum materil, lembaga Peradilan
Agama dapat menjalankan kewenanganya sebagai peradilan bagi umat Islam
di Indonesia untuk memutus perkara tidak lagi secara langsung menggunakan
Al-Quran dan Hadis ataupun sumber-sumber hukum Islam lainnya semisal
Ijma, Qiyas, Istihsan, Istihab ataupun kitab-kitab fiqh tertentu yang menjadi
standar hukum Islam, kecuali jika kemudian terjadi pertentangan paham, maka
Al-Quran dan standar hukum Islam lainnya dapat dijadikan rujukan secara
langsung.
2. Hukum Formil Peradilan Agama
Peraturan perundang-undangan tentang hukum acara perdata yang berlaku
bagi lingkungan Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama, meliputi, Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman danUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung. Ada tiga peraturan yang dikeluarkan setelah berlakunya
Undang-Undang 50 tahun 2009 atas perubahan kedua Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama:
1. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1990 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tetang Peradilan Agama.
2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi
Hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai