Anda di halaman 1dari 9

Perluasan Makna Pada Objek Sengketa Tata Usaha Negara Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Dan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah

OLEH:

Cindy Isabelle Ekak

1804551410

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang……………………………….……………….…….…………..................3

1.2.Rumusan Masalah………………………………………………..….…………………….4

1.3. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………….4

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Perluasan makna objek sengketa TUN menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-undang nomor 30 tahun 2014 Administrasi
Pemerintah ….…………………….……………………….…….………….…5

BAB III PENUTUP


3.1.Kesimpulan…………………….……………………………………….…………….....8

3.2.Saran…………..…………………….………………………………….…………….….8

DAFTAR PUSTAKA…………………………….………………………..………………..9
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara yang tertib aman dan sejahtera serta adil dan makmur. Hukum mempunyai
pengertian yang beraneka ragam, dari segi macam, aspek dan ruang lingkup yang luas sekali
cakupannya. Kebanyakan para ahli hukum mengatakan tidak mungkin membuat suatu
definisi tentang apa sebenarnya hukum itu. Hukum memiliki ruang lingkup dan aspek yang
luas. Hukum juga merupakan bagian dari norma, yaitu norma Hukum adalah suatu sistem
aturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa,
pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum.

Eksistensi hukum dalam negara hukum dijadikan sebagai instrumen dalam menata
kehidupan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. Penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan dan kenegaraan dalam suatu negara hukum itu terdapat aturan-aturan hukum
yaang tertulis dalam konstitusi atau peraturan-peraturan yang terhimpun dalam Hukum Tata
Negara.1 Namun, Hukum Tata Negara tidak bisa berdiri sendiri. Dalam menyelenggarakan
tugas-tugas yang bersifat teknis, membutuhkan bantuan hukum administrasi negara.
Pemerintah dalam melakukan tugasnya tidak melulu hanya diranah hukum publik, tidak
menutup kemungkinan juga terlibat dalam ranah keperdataan.

Pemerintah sebagai alat perlengkapan negara, memiliki kewenangan dalam


menyelenggarakan urusan negara dalam bentuk perbuatan atau tindakan administrasi
pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan hendaknya menciptakan suatu kondisi
yang mengarah pada tujuan Negara agar warga masyarakat dapat merasakan dan menikmati
suasana ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan. Dalam
pelaksanaannya sering sekali timbul benturan kepentingan, perselisihan dan sengketa
antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat yang
merugikan atau menghambat jalannya penyelenggaraan pemerintahan.2

1
Ridwan HR. 2013. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2
Johansyah, Pembuktian Dalam Sengketa Tata Usaha Negara, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Palembang,
volume 17 Nomor 3, September 2019, h.33
Keputusan tata usaha negara atau KTUN yang dikeluarkan oleh pemerintah, dijadikan
sebagai objek sengketa tata usaha negara. Dengan dikeluarkannya KTUN, maka KTUN
mengikat pada orang atau badan perdata yang dituju. Karena, unsur KTUN yang juga
menjadi ciri khas, yaitu penetapan tertulis yang bersifat konkret, individual, final. Dengan
kata lain, KTUN yang dikeluarkan dituju kepada seseorang dan tidak memerlukan
persetujuan lagi. Namun, ketika KTUN tersebut sudah dirasa merugikan pihak terkait (orang
atau badan hukum perdata), maka KTUN tersebut bisa digugat ke pengadilan tata usaha
negara.

Aturan yang diatur mengenai Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur dalam Undang-
undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta dimuat pula pada
Undang-undang nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, namun terdapat
perubahan berupa perluasan makna pada objek sengketa TUN itu sendiri. Berdasarkan latar
belakang diatas maka penulis mengakat paper dengan judul “Perluasan Makna Pada Objek
Sengketa Tata Usaha Negara Mengacu Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara Dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintah.”
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah perluasan makna pada objek sengketa TUN menurut Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis dari dibuatnya paper ini yaitu agar para pembaca paper ini dapat
mengetahui perubahan serta peluasan yang terjadi pada objek sengketa TUN yang
mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Perluasan Objek Sengekta TUN berdarakan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986
tentang PTUN dan perubahannya dengan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Adminsitrasi Pemerintahan.

Rochmat Soemitro3 menyebutkan, sengketa timbul antara dua pihak yang mengganggu
serta menimbulkan gangguan dalam tata kehidupan bermasyarakat, dan untuk menyelesaikan
sengketa perlu ada suatu bantuan dari pihak ketiga yang bersikap netral dan tidak memihak.
Pengadilan harus dapat mengatasi dan menyelesaikan sengketa secara adil, untuk itu
masyarakat atau pihak yang bersengketa harus memiliki kepercayaan bahwa Pengadilan akan
menyelesaikan sengketa secara adil.4

Objek sengketa yang berupa Keputusan Tata Usaha Negara merupakan perbuatan hukum
pemerintah di bidang hukum publik. Perbuatan hukum ini harus didasari hukum yang
berlaku, berarti harus sesuai dengan asas legalitas dalam hukum administrasi negara. Asas
legalitas merupakan upaya untuk mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham
kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis selaku
pilar-pilar, yang sifat hakikatnya konstitutif.5 Asas legalitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan harus dipenuhi, karena sebagai negara hukum segala tindakan hukum
pemerintah harus berdasarkan hukum yang berlaku dan sekaligus memberi jaminan
perlindungan hukum bagi warga negara.6

Objek sengketa TUN bila kita menelik pada Pasal 1 angka (9) Undang-undang Nomor 5
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan
hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

3
Soemitro, Rochmat,1998, Peradilan Tata Usaha NegaraBandung. Refika Aditama, hlm. 4.
4
Sjachran Basah, 1997, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung, Alumni,
hlm. 65.
5
Triwulan T, Titik dan Ismu Gunadi Widodo, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara Indonesia, Jakarta , Kencana. hlm. 310
6
Aju Putrijanti, Kewenangan Serta Obyek Sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara Setelah ada UU No.
30/2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Jurnal Fakultas Hukum Diponogoro, Jilid 44, No. 4, Oktober
2015, h. 428
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.

Bilamana diuraikan, pasal tersebut memiliki unsur-unsur mengenai KTUN :

1. Penetapan tertulis;
2. Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara;
3. Berisi tindakan hukum tata usaha negara;
4. Bersifat konkret, individual, dan final;
5. Menimbulkan akibat hukum bagi perorangan atau badan hukum perdata.

Penetapan tertulis mengacu pada isi, bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah
pejabat di pusat dan di daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif. Lalu
tindakan Hukum TUN merupakan perbuatan Badan atau pejabat TUN yang bersumber pada
suatu hukum Tata Usaha Negara. Makna bersifat konkret artinya obyek yang diputuskan
tidak abstrak tetapi berwujud jelas atau dapat ditentukan. Bersifat individual artinya KTUN
tidak ditujukan kepada umum, tetapi kepada alamat yang dituju. Bersifat final artinya sudah
definitif, dan karenanya sudah dapat menimbulkan akibat hukum. Dan yang terakhir
menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata, yang bermakna akibat
dari dikeluarkannya KTUN itu bisa menimbulkan hak ataupun kewajiban bagi orang atau
badan hukum perdata.

Lalu perbedaan terdapat pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang


Administrasi Pemerintahan. Yang jika ditelaah dalam UU ini terdapat perluasan makna dari
KTUN itu sendiri, yang dapat dilihat pada Pasal 87:

a. Penetapan tertulis yang juga mencakup perbuatan faktual

b. Keputusan Badan dan / atau Pejabat di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif dan
penyelenggara negara lainnya.

c. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AAUPB

d. Bersifat final dalam arti lebih luas

e. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum, dan/atau


f. Keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat.

Jadi jika melihat ketentuan di atas, yang termasuk KTUN selain yang telah dikatakan
pada Pasal 1 huruf c UU 5/1986, KTUN terdapat pula pada Pasal 87 UU Nomor 31 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dilihat pada ketentuan yang terdapat di kedua pasal
tersebut dengan dasar hukum perundang-undangan yang berbeda, maka dari itu makna
KTUN itu menjadi luas. Terdapat perubahan di Pasal 87 UU 31/2014 tersebut, maka dari itu
bisa disimpulkan bahwa telah terjadi perluasan unsur-unsur dari KTUN itu sendiri yang
sebagai objek sengketa TUN. Bilamana melihat pada bagian a, d, e, dan f merupakan poin
yang menonjol, karena pada poin tersebut sangat nampak perbedaan KTUN dari UU PTUN
dengan UU Administrasi Pemerintahan.

Pada huruf a, yang menjadi perluasannya adalah adanya tindakan faktual dalam KTUN.
Tindakan faktual sebenarnya bukan hal yang baru dalam sengketa tata usaha negara. Banyak
kasus tindakan faktual yang menjadi sengketa tata usaha negara, contohnya kasus
pembongkaran. Namun yang sering menjadi salah tafsir adalah peradilan mana yang
berwenang untuk mengadili sengketa tersebut

Unsur KTUN pada UU PTUN mengatakan bahwa KTUN “bersifat konkret, individual,
dan final,” beda dengan UU Administrasi Pemerintahan yang dalam unsur KTUN tersebut
menyatakan bersifat final dalam arti luas. Menurut penjelasan pasal 87 huruf d, yang
dimaksud dengan “final dalam arti luas” mencakup Keputusan yang diambil alih oleh Atasan
Pejabat yang berwenang.

Disebutkan pada UU PTUN yaitu “menimbulkan akibat hukum”. Disisi lain berbeda
dengan unsur KTUN pada Undang-undang Administrasi Pemerintahan yang masih/atau akan
“berpotensi” menimbulkan akibat hukum sudah masuk dalam unsur KTUN. Makna
berpotensi berarti belum sampai menimbulkan akibat hukum. Hal ini dapat menimbulkan
ketidakpastian hukum, karena belum pasti apakah akan terjadi atau tidaknya. Disatu sisi hal
yang ditakutkan adalah masyarakat bisa saja melayangkan gugatan kepada pemerintah,
karena merasa keputusan pemerintah tersebut berpotensi menimbulkan akibat hukum.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Objek sengketa yang berupa Keputusan Tata Usaha Negara merupakan perbuatan hukum
pemerintah di bidang hukum publik. Perbuatan hukum ini harus didasari hukum yang
berlaku, berarti harus sesuai dengan asas legalitas dalam hukum administrasi negara.

Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang PTUN dan perubahannya. Seiring dengan berjalannya waktu pada tahun
2014, lahirlah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Akibat dari terbitnya UU Administrasi Pemerintahan ini, makna dari keputusan tata usaha
negara menjadi luas, lalu objek dari sengketa yang diajukan ke PTUN pun juga mengalami
perluasan makna. Kemudian dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
dikatakan bahwa perluasan objek sengketa dan dari segi unsur berbeda dengan yang
tercantum pada UU PTUN dan perubahannya. Perluasan objek sengketa itu diantaranya,
Penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual; Keputusan Badan dan/atau Pejabat
Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara
lainnya; Berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB; Bersifat final dalam arti
lebih luas; Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau Keputusan yang
berlaku bagi Warga Masyarakat.

3.2. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai badan atau pejabat tata usaha negara alangkah
baiknya lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara, agar tidak
hanya masyarakat saja yang mengalami kerugiannya. Sehingga sengketa antara invidu/badan
perdata dengan pejabat tata usaha negara bisa diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah.

BUKU:

Ridwan HR. 2013. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Basah, Sjachran 1997.Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia.
Alumni. Bandung

Soemitro, Rochmat, 1998. Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung: Refika Aditama.

Triwulan T, Titik dan Ismu Gunadi Widodo, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia.Jakarta: Kencana.

JURNAL:

Aju Putrijanti, 2015. Kewenangan Serta Obyek Sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara
Setelah ada UU No. 30/2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Jurnal Fakultas Hukum
Diponogoro, Jilid 44, No. 4. Jurnal dikuti dari
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/11451/9606#

Johansyah, 2019. Pembuktian Dalam Sengketa Tata Usaha Negara, Jurnal Fakultas Hukum
Universitas Palembang, volume 17 Nomor 3. Jurnal ini dikutip dari

http://jurnal.unpal.ac.id/index.php/solusi/article/download/221/190

Anda mungkin juga menyukai